Anda di halaman 1dari 3

Etika Kristen Perjanjian Lama

Etika Perjanjian Lama adalah aturan atau norma-norma  yang belaku pada


masa Perjanjian Lama dalam Alkitab Kristen. Etika ini berasal dari Etika Yahudi dan tradisi
yang berkembang pada saat itu. Sumber utama etika ini masih dapat bertahan melalui tradisi
oral atau lisan yang berkembang dalam bangsa Israel, yaitu sang orang tua menceritakan
berbagai hal kepada anak-anaknya. Etika dalam Perjanjian Lama berangkat dari peristiwa
bersejarah bangsa Israel yang melahirkan etika dan ketaatan umat kepada Allah. Etika
Perjanjian Lama merupakan dasar Etika Kristen.

Bentuk utama etika Perjanjian Lama adalah prakarsa dan tanggapan. Kemudian
Prakarsa dan tanggapan ini terbagi lagi kedalam empat bentuk yaitu: menanggapi perbuatan
Allah, mengikuti teladan Alah, hidup di bawah pemerintahan Allah, dan menaati perintah
Allah.

Etika dalam Perjanjian Lama dianggap sebagai tanggapan terhadap prakarsa ilahi.
Konsep ini lahir dari sejarah bangsa Israel ketika Allah mengeluarkan mereka dari
perbudakan di Mesir. Kemudian Allah memberikan hukum kepada manusia. Manusia
menanggapi hukum tersebut dengan kepatuhan kepada kehendak Allah yang menjadi
ungkapan rasa syukur karena sebenarnya bangsa Israel tidak layak menerima pemberian-
pemberian Allah tersebut. Dengan demikian etika Perjanjian Lama merujuk ke arah masa
depan dimana tanggapan-tanggapan manusia akan menjadi serasi dengan cara Allah
bertindak terhadap mereka. Kedua mengikuti teladan Allah dengan memperlihatkan sifat
Allah melalui kelakuan manusia. Ketiga adalah manusia berada di bawah pemerintahan Allah
dan manusia menaati perintah Allah. Poin ketiga dan keempat ini saling terkait.

Etika Kristen Perjanjian Baru

Etika Perjanjian Baru adalah sebuah petunjuk-petunjuk sikap dan kelakuan orang-


orang Kristen. Oleh karena itu, etika Perjanjian Baru saling terkait dengan kelakuan orang-
orang Kristen yang pertama dan dengan kehidupan mereka sehari-hari.

Dalam khotbah di bukit, Yesus mempermasalahkan etik orang farisi yang sangat


berpegang teguh pada pelaksanaan hukum taurat tetapi tidak mengarah kepada kegenapan
hukum taurat dan kitab para nabi.

Selain itu, ajaran etik Yesus juga meminta kepada manusia untuk menjadi seorang
manusia yang bersifat ilahi. Kata ilahi ini memiliki arti menjadi seseorang yang lebih baik
dari yang lain. Sebagai contoh, Yesus mengajarkan "Janganlah kamu melawan orang yang
berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun menampar pipi kananmu, berilah juga
kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena
mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapa yang menyuruh engkau berjalan
berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. (Matius 5;39-41).

Kebudayaan Minahasa dan hubungannya dengan Etika Perjanjian Baru dan


Perjanjian Lama

Kebudayaan Minahasa, sama seperti kebudayaan-kebudayaan etnis lainnya, adalah


kebudayaan masyarakat yang disebut pre-literary society. Cirinya terungkap lewat kebiasaan-
kebiasaan atau aturan-aturan yang tidak tertulis, yang diwariskan secara turun-
temurun. Dalam hal kebudayaan Minahasa hal-hal itu disebut nuwu’ i tua (petunjuk-petunjuk
moral etik dan  petuah-petuah).

Kebudayaan masyarakat Minahasa mempunyai kesamaan atau kaitan dengan Etika


Kristen. Khususnya dalam Etika Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ada berbagai macam
etika yang secara langsung berhubungan dengan sikap dan tingkah laku dalam kehidupan
setiap hari.

 Nasihat untuk hidup dalam kasih (Roma 12:10) Sikap terhadap sesama.

Orientasi nilai yang berkaitan dengan sikap dan perilaku terhadap sesama dapat
ditemukan pada ungkapan-ungkapan misalnya; masigi-sigian, maupu-upusan, maleo-
leosan. Secara sederhana ungkapan-ungkapan ini biasanya diterjemahkan: saling
menghormati, saling mengasihi, saling bersikap jujur satu terhadap yang lain. Namun,
substansi ungkapan-ungkapan ini tidak hanya dipahami secara harafiah, melainkan dalam
rangka orientasi nlai yang hendak menjelaskan wawasan dan sikap kultural-religius orang
Minahasa yang berkaitan dengan hubungan antar sesama manusia. Wawasan kultural ini
hendak menjelaskan pula prinsip moral-etis orang Minahasa terhadap sesama, yakni saling
menghormati dan mengasihi. Sikap ini sekaligus suatu perwujudan sikap hormat terhadap
Yang Ilahi, Tuhan, yang biasanya disapa dengan sebutan-sebutan yakni: Opo Kasuruan
Wangko, Opo Wananatas, Opo Wailan.

 Mengajar untuk Hidup Kudus (Imamat 19:32) Kewajiban moral terhadap sesama.
Orientasi nilai yang berikut ini adalah kesadaran akan kewajiban untuk melayani sesama
manusia. Hal ini terungkap lewat misalnya, dalam masyarakat Minahasa khususnya Toutemboan,
yang disebut masaali. Istilah ini merupakan suatu sikap dan tingkah laku anak-anak terhadap orang
tua. Adalah kewajiban anak-anak untuk merawat orang tua mereka di saat lanjut usia. Pelayanan
seperti ini merupakan juga ungkapan mengenai kesadaran etis-religius akan kehormatan seseorang
terhadap Yang Ilahi (Tuhan). Kata lain, penghormatan terhadap Tuhan diungkapkan pula lewat
kehidupan moral-praktis, yakni melayani sesama manusia. Jadi, praktek pelayanan seperti terlihat
pada masaali mengandung nilai etis-religius yang berkaitan dengan kesadaran akan kewajiban moral
seseorang terhadap sesama manusia.

Anda mungkin juga menyukai