Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nehma Novastri Damopolii

Nim : 171042045
Jurusan/Kelas : Pendidikan Bahasa Inggris/kelas B
Fakultas : Tarbiyah
Tugas : Al-Qur’an dan Hadits

Ilmu dan Teknologi Berdasarkan Al-Qur’an

Pandangan Al-Quran tentang ilmu dan teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya


dari wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad Saw yang artinya:

"Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah


menciptakan manusia dari 'alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang
mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya (QS
Al'Alaq 196: 1-5)

Iqra' terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun, lahir aneka
makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui cirri sesuatu, dan
membaca baik teks tertulis maupun tidak.
Wahyu pertama tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena Al-Qur’an menghendaki
umatnya membaca apa saja selama bacaan bismi Rabbik, dalam arti tersebut bermanfaat
untuk kemanusiaan. Iqra' berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu;
bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang
tidak. Alhasil, objek perintah Iqra’ mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.
Pengulangan perintah membaca dalam wahyu pertama ini bukan sekadar
menunjukkan bahwa kecakapan tidak akan diperoleh kecuali membaca bacaan atau membaca
hendaknya dilakukan sampai mencapai batas maksimal kemampuan. Tetapi hal itu untuk
mengisyaratkan bahwa mengulang-ulang bacaan bismi Rabbik (demi Allah) akan
menghasilkan pengetahuan dan wawasan baru walaupun yang dibaca masih itu-itu juga.
Demikian pesan yang dikandung Iqra' wa rabbukal akram (Bacalah dan Tuhanmu Yang
Maha Pemurah)
Selanjutnya, dari wahyu pertama Al-Quran diperoleh isyarat bahwa ada dua cara
perolehan dan pengembangan ilmu, yaitu Allah mengajar dengan pena yang telah diketahui
manusia lain sebelumnya, dan mengajar manusia (tanpa pena) yang belum diketahuinya. Cara
pertama adalah mengajar dengan alat atau atas dasar usaha manusia. Cara kedua dengan
mengajar tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Walaupun berbeda, keduanya berasal dari satu
sumber, yaitu Allah Swt.
Setiap pengetahuan memiliki subjek dan objek. Secara umum subjek di tuntut
peranannya untuk memahami objek. Namun pengalaman ilmiah menunjukkan bahwa objek
terkadang memperkenalkan diri kepada subjek anpa usaha sang subjek. Misalnya Komet
Halley yang memasuki cakrawala hanya sejenak setiap 76 tahun. Pada kasus ini, walaupun
para astronom menyiapkan diri dengan peralatan mutakhirnya untuk mengamati dan
mengenalnya, sesungguhnya yang lebih berperan adalah kehadiran komet itu dalam
memperkenalkan diri.
Wahyu, ilham, intuisi, firasat yang diperoleh manusia yang siap dan suci jiwanya,
atau apa yang diduga sebagai “kebetulan” yang dialami oleh ilmuwan yang tekun, semua nya
tidak lain bentuk-bentuk pengajaran Allah yang dapat dianalogikan dengan kasus komet di
tersebut. Itulah pengajaran tanpa qalam yang ditegaskan oleh wahyu pertama Al-Quran
tersebut.

Ilmu
Kata Ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-Quran. Kata ini
digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan materi pengetahuan Ilm’ dari segi
bahasa berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri
kejelasan. Perthatikan misalnya kata 'alam (bendera) , ulmat (bibir sumbing) 'a’lam (gunung-
gunung), alamat (alamat), dan sebagainya. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang
sesuatu. Sekalipun demikian, kata ini berbeda dengan ‘arafa (mengetahui), a’rif (yang
mengetahui), dan marifah (pengetahuan)
Allah swt. Tidak dinamakan a’rif, tapi alim, yang berkata kerja ya’lam (dia
mengetahui), dan biasanya Al Quran menggunakan kata itu untuk Allah dalam hal hal yang
diketahui-Nya, walaupun gaib, tersembunyi atau dirahasiakan. Perhatikan objek-objek
pengetahuannya berikut yang dinisbahkan kepada Allah. Ya’lamu ma yusirrun (Allah
mengetahui apa yang mereka rahasiakan), ya’lamu ma fi al-arham (Allah mengetahui sesuatu
yang berada di dalam rahim) ma tahmil kulu untsa, (apa yang dikandung oleh setiap betina
perempuan) ma fi anfusikum (yang di dalam dirimu) fissamawat wa ma fil ardh (yang ada di
langit dan di bumi) khainat al ayun wa ma tukh fiy ash-shudur (kedipan mata dan yang
disembunyikan dalam dada). Demikian juga ilm’ disandarkan kepada manusia, semuanya
mengandung makna kejelasan.
Dalam pandangan Al-Quran, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia
unggul terhadap mahluk-mahluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan. Ini tecermin
dari kisah kejadian manusia pertama yang dijelaskan Al.-Quran pada surat Al-Baqarah (2)
ayat 31 dan 32:

“ Dan dia (Allah mengajarkan kepada Adam, nama-nama (benda-benda) semuanya.


Kemudian Dia mengemukakannya kepada para malaikat seraya berfirman, "Sebutkanlah
kepada Ku nama-nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar
(menurut dugaanmu)." Mereka para malaikat menjawab, "Mahasuci Engkau tiada
pengetahuan ke cuali yang telah engkau ajarkan. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui
lagi Mahabijaksana.”

Manusia menurut Al-Quran, memiliki potensi untuk meraih ilmu dan


mengembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu, bertebaran ayat yang memerintahkan
menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut. Berkali-kali pula Al-Quran
menunjukkan betapa tinggi kedudukan orang-orang yang berpengetahuan.
Menurut pandangan Al-Quran-seperti diisyaratkan oleh wahyu pertama ilmu terdiri
dari dua macam. Pertam, ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia, dinam ilm ladunni,
seperti diinformasikan antara lain oleh Al-Quran surat Al-Kahfi (18):56

“ Lalu mereka (Musa dan muridnya bertemu dengan seorang hamba dari hamba-
hamba Kami, yang telah Kami anu rahkan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan telah Kami
ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.”
Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia, dinamai ‘ilm kasbi. Ayat-ayat ilm
kasbi jauh lebih banyak daripada yang berbicara tentang ilm ladunni. Pembagian ini
disebabkan dalam pandangan Al Quran terdapat hal-hal yang "ada" tetapi tidak dapat
diketahui melalui upaya manusia sendiri. Ada wujud yang tidak tampak, sebagaimana
ditegaskan berkali-kali oleh Al-Quran, antara lain dalam firman-Nya:

“Aku bersumpah dengan yang kamu lihat dan yang kamu tidak lihat” (QS Al-Haqqah
169: 38-39.

Dengan demikian, objek ilmu meliputi materi dan non- materi, fenomena dan
nonfenomena, bahkan ada wujud yang jangankan dilihat, diketahui oleh manusia pun tidak

“Dia menciptakan apa yang tidak kamu ketahui (QS Al Nahl [16]: 8)

Dari sini jelas pula bahwa pengetahuan manusia amatlah terbatas, sekali Allah
menegaskan, karena itu wajar sekali Allah menegaskan,

“Kamu tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit”(OS Al-Isra '[17: 85)

Objek Ilmu dan cara Memperolehnya


Berdasarkan pembagian ilmu yang disebutkan terdahulu, secara garis besar objek
ilmu dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu alam materi dan alam nonmateri. Sains
mutakhir yang mengarahkan pandangan terhadap alam materi, menyebabkan manusia
membatasi ilmunya pada bidang tersebut. Bahkan sebagian dari mereka tidak mengakui
adanya realitas yang tidak dapat dibuktikan di alam materi. Karena itu, objek ilmu menurut
mereka hanya mencakup sains kealaman dan terapannya yang bisa berkembang secara
kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas, dan pengalihan antarbudaya.
Objek ilmu menurut ilmuwan Muslim mencakup alam materi dan non materi. Karena
itu, sebagian ilmuwan muslim khususnya kaum sufi melalui ayat-ayat Al-Qur'an
memperkenalkan ilmu yang mereka sebut al-hadharat Al-ilahiuah al-khams (lima kehadiran
Ilahi) untuk menggambarkan hierarki keseluruhan realitas wujud. Kelima hal tersebut adalah:
alam nasut (alam materi), (2) alam malakut (alam kejiwaan), (3) alam jabarut (alam ruh), (4)
alam lahut (sifat sifat llahiyah), dan (5) alam hihut (wujud zat llahi.)
Tentu ada tata cara dan sarana yang harus digunakan untuk meraih pengetahuan
tentang kelima hal tersebut.

“Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu di dalam keado yang tidak mengetahui
sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu
bersyukur (isi sesuai petunjuk llahi untuk memperoleh pengetahuan) (QS Al-Nahl [16]: 78)

Ayat ini mengisyaratkan penggunaan empat sarana yaitu, pendengaran, mata


(penglihatan ), dan akal serta hati.
Trial and error (coba-coba), pengamatan, percobaan, dan tes-tes kemungkinan
merupakan cara-cara yang digunakan ilmuwan untuk meraih pengetahuan. Hal itu di
singgung juga oleh Al Quran, seperti dalam ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk
berpikir tentang alam raya melakukan perjalanan, dan sebagainya, kendatipun hanya
berhubungan dengan upaya mencari alam materi.
“Perhatikanlah apa yang terdapat di langit dan di bumi.” (QS Yunus [10]: 101).

“Apakah mereka tidak memerhatikan bagaimana unta diciptakan, bagaimana langit


ditinggikan , bagaimana gunung ditancapkan dan bagaimana bumi dihamparkan?” (QS Al
Ghasyiyah [88]: 17.20)

“Apakah mereka tidak memerhatikan bumi? Berapa banyak kita tumbuhkan di bumi
itu aneka ragam tumbuhan yang baik?” (OS Al.Syu'ara '[26]: 7)
“Apakah mereka tidak melakukan perjalanan di bumi…” (QS 12: 109; 22: 46: 35: 44;
dan lain-lain)

Di samping mata, telinga, dan pikiran sebagai sarana meraih pengetahuan, AlQuran
pun menggarisbawahi penting nya nya kesucian hati. Wahyu dianugerahkan atas kehendak
Allah dan berdasarkan kebijaksanaan-Nya tanpa usaha dan campur tangan manusia.
Sementara firasat, intuisi, dan semacamnya, bisa diraih melalui penyucian hati. Dari
sini, para ilmuwan Muslim menekankan pentingnya tazkia an-nafs (penyucian jiwa) guna
memperoleh hidayat (petunjuk/pengajaran Allah), karena mereka sadar terhadap kebenaran
firman Allah:

“Aku akan memalingkan orang-orang yang ombong kan diri di muka bumi tanpa
alasan yang ayat-ayat yang benar-dari ayat Ku .. (QS Al-Araf [17]: 146)

Berkali-kali pula Al-Quran menegaskan inna’ Allah la yahdi, sesungguhnya Allah


tidak akan memberi petunjuk kepada alzhalimin (orang-orang yang berlaku aniaya), al-
fasiqin (orang-orang yang fasik), manyudhil (orang yang disesatkan), man huwa kadzibun
kaffar (pembohong lagi amat inkar), musrifun lazzab (pemboros lagi pembohong), dan lain-
lain.
Memang, mereka yang durhaka bisa saja memperoleh secercah ilmu Tuhan yang
bersifat kasbi, tetapi yang mereka peroleh itu terbatas pada sebagian fenomena alam, bukan
hakikat (nomena) Bukannya yang berhubungan dengan realitas di luar alam materi. Dalam
konteks ini, Al-Quran menegaskan:

…Tetapi banyak manusia yang tidak ada. Mereka hanya mengetahui yang lahir
(saja) dari kehidupan dunia, dari akhirat mereka lalai (QS Al-Rum 1301: 6-7).

Para ilmuwan Muslim juga menggarisbawahi hal mengamalkan ilmu. Dalam konteks
ini, ditemukan ungkapan yang dinilai oleh sementara pakar sebagai hadis Nabi Saw.

Barang siapa yang mengamalkan yang diketahuinya maka Allah menganugerahkan


ilmu ilmu yang belum dia ketahuinya.

Sebagia ulama merujuk kepada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 282 untuk
memperkuat kandungan hadis tersebut.

Bertakwalah kepada Allah, niscaya Dia dengan kamu. Dan Allah Maha mengetahui
segala sesuatu.

Atas dasar itu semua, Al-Quran memandan bahwa seseorang yang memiliki ilmu
harus memiliki sifat dan ciri tertentu pula, antara lain yang paling menonjol adalah sifat
khasyat (takut dan kagum kepada Allah) sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba. hamba-Nya adalah ulama
(QS Fathir 135]: 28)

Dalam konteks ayat ini, ulama adalah mereka yang memiliki pengetahuan tentang
fenomena alam. Rasulullah Saw menegaskan bahwa:

Ilmu itu ada dua macam, ilmu di dalam dada, itulah yang bermanfaat, dan ilmu
sekadar di ujung lidah, maka itu akan menjadi saksi yang memberatkan manusia.

Manfaat Ilmu
Dari wahyu pertama, juga ditemukan petunjuk tentang pemanfaatan ilmu. Melalui
iqra' bismi Rabbika, digariskan bahwa titik tolak atau motivasi pencarian ilmu, demikian juga
tujuan akhirnya, haruslah karena Allah.
Syaikh Abdul Halim Mahmud, mantan pemimpin tertinggi Al-Azhar, memahami
Bacalah demi Allah untuk kemaslahatan makhluknya. Bukankah Allah tidak membutuhkan
sesuatu, dan justru makhluk membutuhkan Allah Swt.? Semboyan "ilmu untuk ilmu" tidak
dikenal dan dibenarkan oleh Islam. Apa pun ilmunya, materi pembahasannya harus bismi
Rabbik, atau dengan kata lain harus bernilai Rabbani. Sehingga ilmu yang dalam kenyataanya
dewasa ini mengikuti pendapat sebagian ahli “bebas nilai", harus di beri nilai Rabbani oleh
ilmuwan Muslim.
Kaum Muslim harus menghindari cara berpikir tentang bidang-bidang yang tidak
menghasilkan manfaat, apa lagi tidak memberikan hasil kecuali menghabiskan energi.
Rasulullah Saw sering berdoa,

Wahai Tuhan, Aku berlindung ke- pada Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.

Atas dasar ini pula berpikir atau menggunakan akal untuk mengungkap rahasia alam
metafisika, tidak boleh dilakukan. Artinya, hati mesti di pergunakan untuk menjelajahi alam
metafisika. Menarik untuk dikemukakan bahwa ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang
alam raya, menggunakan reaksi yang berlainan ketika menujukkan manfaat yang diperoleh
dari alam raya, walaupun objek atau bagian alam yang diuraikan sama.
Misalnya saat Al-Quran menguraikan sebagai as-samawat wal ardh. Dalam Al-Quran
surat ayat 4, penjelasan ditutup dengan menyatakan, la ayatin li qaum (fin) ya’qilun (sungguh
ada bagi orang yang berakal). Sementara dalam Al-Quran surat diakhiri Ali Imran ayat 90,
saat menguraikan hal yang sama diakhiri dengan tanda la ayatin li.ulil albab [orang-orang
yang memiliki segala sesuatu)
Inilah antara ayat-ayat yang ada ini fashilat(penutup) ayat-ayat yang berbicara tentang
alam raya, yang darinya dapat ditarik kesan adanya tingkat dan manfaat yang dapat diraih
oleh mereka yang menggunakan fenomena alam: yata fakkarun (yang berpikir) (QS 10:24)
ya lamun (yang mengetahui) (QS 10:24) yatazakkariln (yang mengambil pelajaran) (QS 16:
13), ya'ailun (yang memahami) (QS 16: 12), yasma un (yang mendengarkan) (QS 45: 4),
al -mu'minin (orang-orang yang beriman) (QS 45: 30), al-alimin (orang-orang yang
mengetahui (QS 30: 22)
Teknologi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknologi diartikan sebagai "kemampuan
teknik yang berlandaskan pengetah an ilmu eksakta dan berdasarkan proses teknis '.
Teknologi adalah ilmu tentang cara mene rapkan sains untuk meman faatkan alam bagi
kesejahteraan dan kenyamanan manusia jika demikian, mesin atau alat canggih yang dipergu
nakan manusia sama teknologi, walaupun secara umum saya alat-alat yang sering
diasosiasikan sebagai teknologi dosa telah digunakan oleh manusia sejak berabad yang lalu
namun abad sebelumnya dinamakan era teknologi Menelusuri pandangan Al-Quran tentang
teknologi, mengundang sekian banyak menengok banyak ayat Al-Quran yang berbicara
tentang alam raya. Menurut sebagian ulama terdapat sekitar 750 ayat Al-Quran yang
berbicara tentang alam materi dan fenomenanya dan yang memerintahkan manusia untuk
mengetahui dan memanfaatkan ala ini.
Matahari dan bulan yang beredar dan memancarkan sinar, hingga rumput yang hijau
subur ata layu dan kering, semuanya telah ditetapkan oleh Allah sesuai ukuran dan hukum-
hukumnya.

Anda mungkin juga menyukai