Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN GAGAL NAFAS


DI RUANG PICU RSUDZA

Oleh:

Fahrul Miranda, S.Kep


2012501010014

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR (K3S)

PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

TAHUN 2021
A. Gagal Nafas

1. Definisi

Kegagalan pernapasan adalah suatu kondisi dimana oksigen tidak

cukup masuk dari paru-paru ke dalam darah. Organ tubuh, seperti jantung

dan otak, membutuhkan darah yang kaya oksigen untuk bekerja dengan

baik. Kegagalan pernapasan juga bisa terjadi jika paru-paru tidak dapat

membuang karbondioksida dari darah. Terlalu banyak karbon dioksida

dalam darah dapat membahayakan organ tubuh (National Heart, lung,

2016).

2. Etiologi

Etiologi gagal napas sangat beragam tergantung jenisnya. Gagal napas

dapat disebabkan oleh kelainan paru, jantung, dinding dada, otot

pernapasan, atau medulla oblongata. Penyebab gagal napas berdasarkan

tipe gagal napas yaitu (Arif Putra, 2014):

Gagal Napas Tipe 1 Gagal Napas Tipe 2


Asma akut Kelainan paru

ARDS (acute respiratory distress syndrome) Kelainan SSP

Pneumonia Asma akut berat

Emboli paru Koma

PPOK Obstruksi saluran napas akut

Edema paru Peningkatan TIK

PPOK Cedera kepala


3. Patofisiologi

Menurut Black and Hawks (2014), patofisiologi gagal nafas

hipoksemia dan Gagal nafas ventilasi atau hiperkapnia adalah sebagai

berikut :

a. Gagal nafas hipoksemia

Pada gagal nafas hipoksemia salaha satu penyebabnya adalah edema

paru yang dapat diakibatkan bebererapa penyakit seperti ARDS.

Normalnya cairan bergerak dari ruang intertisial pada ujung arteri kapiler

sebagai hasil dari tekanan hidrostatik di pembuluh darah, dan kembali ke

ujung vena kapiler karena adanya tekanan onkotik (tekanan yang

membawa cairan kedalam sistem peredaran darah) dan peningkatan

tekanan hidrostatik intertisial. Pergerakan cairan dalam paru tidak

berbeda, sering ditemukan cairan di ruang intertisial paru. Normalnya

cairan tersebut keluar dari sirkulasi mikro dan masuk ke intertisial untuk

menyediakan nutrisi pada sel-sel paru. Peningkatan tekanan hidrostatik di

pembuluh darah paru menyebabkan ketidakseimbangan gaya starling,

menyebabkan peningkatan filtrasi cairan ke ruang intertisial paru

sehingga melebihi kemampuan kapasitas jaringan limfatik untuk

menyalurkan cairan tersebut. Meningkatkan volume kebocoran keruang

alveolus. Sistem limfatik berusaha mengkompensasi hal tersebut dengan

mengeluarkan cairan intertisial yang berlebih ke kelenjar getah bening


hilus dan kembali ke sistem vaskuler. Bila jalur tersebut terganggu, cairan

bergerak dari intertisial pleura ke dinding alveolus. Hipoksemia terjadi

ketika membran alveolus menebal oleh cairan, menghambat pertukaran

oksigen dan CO2. Dengan cairan menumpuk diintertisial dan ruang

alveolus menurunkan daya kembang paru dan difusi oksigen terganggu.

b. Gagal nafas hipoksemia

Ventilasi alveolus dijaga oleh susuan syaraf pusat (SSP) melalui saraf

dan otot pernafasan untuk mengontrok pernafasan. Kegagalan ventilasi

alveolus menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi perfusi yang

mengakibatkan hiperkapnia (kenaikan kadar COakhirnya terjadi asidosis.

Bila tidak ditangani gagal ventilasi akut dapat menyebabkan kematian.

Pada gagal ventilasi akibat obstruksi, tekanan residu diparu mengganggu

proses inhalasi dan meningkatkan beban kerja pernafasan. ketika volume

alveolus ekspirasi akhir tetap brada diatas titik penutupan kritisnya,

alvelous tetap terbuka dan berfungsi, memungkinkan oksigen untuk

berdifusi kedalam aliran darah. Jika volume alveolus lebih rendah dari

titik penutupan, alveolus akan kolaps. Kolapsnya alveolus menyebabkan

tidak ada aliran darah dan oksigen yang masuk ke alveolus. Pada gagal

ventilasi akut , volume rsidu dan kapasitas resdiu fungsional munurun,

menyebabkan perfusi tanpa oksigenasi dan penurunan daya kembang.

4. Manifestasi Klinis

a. Gagal napas hipoksemia


Nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini menunjukkan nilai normal atau

rendah. Gejala yang timbul merupakan campuran hipoksemia arteri dan

hipoksia jaringan, antara lain:

1) Dispneu (takipneu)

2) Perubahan status mental, cemas, bingung, kejang

3) Sinosis di distal dan sentral (mukosa, bibir)

4) Peningkatan simpatis, takikardia, diaforesis, hipertensi

5) Hipotensi, bradikardia, infark, anemia, hingga gagal jantung dapat

terjadi pada hipoksia berat

b. Gagal napas hiperkapnia (kelebihan CO2 dalam tubuh)

Kadar PCO2 yang cukup tinggi dalam alveolus menyebabkan pO2

alveolus dari arteri turun. Hal tersebut dapat disebabkan oleh gangguan di

dinding dada, otot pernapasan, atau batang otak. Contoh pada PPOK

berat, asma berat, fibrosis paru stadium akhir, ARDS berat atau landry

guillain barre syndrome. Gejala hiperkapnia antara lain penurunan

kesadaran, gelisah, dispneu (takipneu, bradipneu), tremor, bicara kacau,

dan sakit kepala (Arif Putra, 2014).

5. Klasifikasi

a. Gagal napas tipe I adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi

darah, ditandai dengan kadar oksigen (PaO2) dalam darah rendah

dan kadar karbondioksida (PaCO2) normal atau menurun. Gagal

napas tipe I ini terjadi pada kelainan pulmoner, dimana paru tidak
mampu menyediakan oksigen yang cukup untuk diedarkan ke seluruh

tubuh. Namun karbondioksida masih dapat dijaga dalam batas normal

dikarenakan sebagian paru masih dapat berfungsi dengan baik.

b. Gagal napas tipe 2 adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan

CO2, pada umumnya disebabkan oleh kegagalan ventilasi yang

ditandai dengan retensi CO2 (peningkatan PaCO2 atau hiperkapnia)

disertai dengan penurunan PH yang abnormal dan penurunan

PaO2 atau hipoksemia (Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru),

2017).

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan menurut Y, Jemirda dan Sundari (2016):

a. Tahap I

 Pemberian oksigen. Untuk mengatasi hipoksemia, cara pemberian

oksigen bergantung FiO2, yang dibutuhkan. Masker rebreathing

dapat digunakan jika hipoksemia desertai kadar PaCO2 rendah.

Berikut nilai FiO2tiap cara pemberian:

1) Nasal kanul: FiO2 25-50% dengan oksigen 1-6 L/menit

2) Simple mask : FiO2 30-50% dengan oksigen 6-8 L/menit

3) Masker non rebreathing: FiO2 60-90% dengan oksigen 15

L/menit
 Nebulisasi dengan bronkodilator (Terapi utama untuk PPOK dan

asma).

 Humidifikasi

 Pemberian antibiotik

b. Tahap II

 Pemberian bronkodilator parenteral

 Pemberian kortikosteroid

c. Tahap III

 Stimulasi pernapasan

 Mini trakeostomi dan intubasi trakeal dengan indikasi: diperlukan

ventilasi mekanik namun disertai retensi sputum dan dibutuhkan

suction trakeobronkial, melindungi dari aspirasi, mengatasi

obstruksi saluran napas atas.

d. Tahap IV

 Pemasangan ventilasi mekanik.

 Indikasi ventilasi mekanik: operasi mayor, gagal napas, koma, dan

keadaan umum kritis

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Analisa Gas Darah

Gejala klinis gagal napas sangat bervariasi dan tidak spesifik. Jika

gejala klinis gagal napas sudah terjadi maka analisa gas darah harus
dilakukan untuk memastikan diagnosis, membedakan gagal napass akut

dan kronik. Hal ini penting untuk menilai berat-ringannya gagal napas

dan mempermudahkan peberian terapi. Analisa gas darah dilakukan

untuk patokan terapi oksigen dan penilian obyektif dalam berat-ringan

gagal napas. Indikator klinis yang paling sensitif untuk peningkatan

kesulitan respirasi ialah peningkatan laju pernapasan

b. Pulse Oximetry

Alat ini mengukur perubahan cahaya yang ditranmisikan melalui

aliran darah arteri yang berdenyut. Informasi yang di dapatkan berupa

saturasi oksigen yang kontinyu dan non-invasif yang dapat diletakkan

baik di lobus bawah telinga atau jari tangan maupun kaki.

c. Pemeriksaan Radiologi: Radiografi Dada

Penting dilakukan untuk membedakan penyebab terjadinya gagal

napas tetapi kadang sulit untuk membedakan edema pulmoner

kardiogenik dan nonkardiogenik.

d. Ekokardiografi

Tidak dilakukan secara rutin pada pasien gagal napas, hanya

dilakukan pada pasien dengan dugaan gagal napas akut karena

penyakit jantung. Menilai fungsi ventrikel kanan dan tekanan arteri

pulmoner dengan tepat untuk pasien dengan gagal napas

hiperkapnik kronik.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai

informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien. Pengkajian

dilakukan dengan berbagai cara yaitu anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dilaboratorium. (Surasmi dkk,2013).

Data yang dicari dalam riwayat keperawatan adalah

a. Kaji riwayat kehamilan sekarang (apakah selama hamil ibu menderita

hipotensi atau perdarahan )

b. Kaji riwayat neonatus (lahir afiksia akibat hipoksia akut, terpajan pada

keadaan hipotermia)

c. Kaji riwayat keluarga (koping keluarga positif

d. Kaji nilai apgar rendah (bila rendah di lakukkan tindakan resustasi pada

bayi).

e. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan gejala RDS. Seperti:

takipnea (>60x/menit), pernapasan mendengkur, retraksi dinding dada,

pernapasan cuping hidung, pucat, sianosis, apnea.

2. Diagnosa keperawatan

Setelah didapatkan data dari pengkajian, data tersebut dianalisis.

Selanjutnya semua masalah yang ditemukan dirumuskan menjadi diagnosa

keperawatan untuk menentukan intervensi keperawatan (Cecily & Sowden,

2009) .
Diagnosa keperawatan dari gagal nafas yang sering muncul (Nanda,

2015).

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran

alveolar-kapiler

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi

c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

penumpukan sekret pada paru-paru

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, terpajan

kuman patogen

e. Hipotermia berhubungan dengan adaptasi lingkungan luar rahim

3. Intervensi Keperawatan

No. Dx Keperawatan NOC NIC


1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Terapi Oksigen:
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Kelola humidifikasi
perubahan membran selama 1x24 jam, oksigen sesuai peralatan
alveolarkapiler pertukaran gas pasien 2. Siapkan peralatan
Batasan karakteristik: menjadi efektif oksigenasi
-Takipneu dengan kriteria hasil: 3. kelola O₂ sesuai
-Dispnea 1. Ventilasi dan indikasi
-Nafas cuping hidung oksigenasi adekuat 4. monitor terapi osigen
-Sianosis 2. Bebas deri tnda dan observasi tanda
tanda distress keracunan O₂
pernafasan
2. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan Monitor pernafasan:
nafas berhubungan tindakan keperawatan 1. Monitor kecepatan,
dengan hiperventilasi selam 2x24 jam irama, kedalaman dan
Batasan karakteristik: diharapkan pola nafas upaya naik
-ada retraksi dinding efektif dengan kriteria 2. Monitor pergerakan,
dada hasil: kesimetrisan dada,
-takipneu retraksi dada, dan alat
-dispnea -pernafasan dalam bantu
-nafas pendek batas normal (40- 3. Monitor adanya
-suara nafas tambahan 60x/menit) pernafasan cuping
-pengenbangan dada hidung
simetris 4. Monitor pola nafas
-irama nafas teratur bardipnea,
-tidak ada retraksi takipnea,hiperventi,lasi,
dinding dada lusmaul,dan apnea
-tidak ada suara nafas 5. Monitor adanya
tambahan kelemahan otot
-tidak takipneu diagfragama
6. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan dan
ketidakadanya ventilasi
dan bunyi nafas
3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas:
bersihan jalan nafas tindakan keperawatan 1. Bersihkan sluran
berhubungan dengan selama 1x24 jam pernafasan dan pastikan
penumpukan sekret pasien dapat airway paten
meningkatkan status 2. Monitor perilaku dan
Batsan karakteristik: pernafasan yang status mental pasien,
-batuk tidak efektif adekuat dengan kelelahan agitasi dan
-dispneu kriteria hasil: konfus
-Gelisah 3. Posisikan klien
-sianosis -tidak ada suara nafas dengan elevasi tempat
-bunyi nafas tambahan tambahan tidur
-sputum berlebih -tidak ada retraksi 4. Monitor efek sedasi
dinding dada dan anlgetikpada pola
nafas klien
5. Berikan posisi semi
fowler dengan posisi
lateral 10 – 15 derajat
atau sesuai toleransi

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang

dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria

hasil yang diharapkan. Implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian

perilaku perawat yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota

tim kesehatan lain untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai

dengan perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara

mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang

telah dilakukan.

5. Evaluasi

Menurut Surasmi (2013) Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk

melengkapi proses keperawatan yg menandakan seberapa jauh diagnosa

keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.

Mengakhiri rencana tindakan (klien telah mencapai tujuan yg ditetapkan).


DAFTAR PUSTAKA

Arifputera, A. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. IV. Jakarta.

Black,J dan Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba

Emban Patria

Cecily & Sowden. (2009). Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Edisi 5. Jakarta: EGC

National Heart, lung, and B. I. (NIH). (2016). ‘What is respiratory failure?

Surasmi,A. (2013). Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC

Syarani, Dr. dr. Fajrinur, M.Ked(Paru), S. P. (K). (2017). ‘Gagal Napas’, in Buku

Ajar Respirasi. Medan: USU Press, pp. 551–573

Y, Jemirda dan Sundari. (2016). Penatalaksanaan Keperawatan pada Pasien Gagal

Nafas e.c PPOK dan Pneumonia.


FORMAT PENGKAJIAN ANAK

Nama Mahasiswa : Fahrul Miranda


Tempat Praktek : PICU
Tanggal Praktek : 13-15 Juni 2021
No. CM/Reg : 1-27-67-48

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Anak : An. MZ
Tempat / Tgl Lahir : 20 Februari 2021
Alamat : Labui, Aceh besar
Nama ayah : Tn. Z
Agama : Islam
Suku bangsa : Aceh
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Pengkajian : 14 Juni 2021

II. KELUHAN UTAMA :


Sesak napas
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien dengan diagnosa Gagal napas penurunan kesadaran, pasien dengan
kejang frekuensi 2 kali, durasi <5 menit kejang seluruh tubuh, pasien tidak
sadar setelah kejang.
IV. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN (untuk pasien balita)
Prenatal : ibu tidak memiliki masalah selama kehamilan
Intranatal : ibu tidak memiliki masalah selama melahirkan
Postnatal : ibu dan anak tidak memiliki masalah kesehatan
V. RIWAYAT MASA LALU
Penyakit waktu kecil : Tidak ada
Riwayat perawatan RS : Tidak ada
Obat-obatan yang digunakan : Tidak ada
Riwayat operasi / tindakan : Tidak ada
Riwayat alergi : Tidak ada
Imunisasi : Hb-0

VI. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Keluarga tidak memiliki riwayat kesehatan apapun

VII. RIWAYAT SOSIAL

Yang mengasuh anak : Orang tua


Hubungan anggota keluarga : Baik
Hubungan dengan teman sebaya : Tidak dapat dikaji anak masih
berusia 3 bulan
Pembawaan secara umum : Buruk
Lingkungan rumah : Tidak dapat dikaji

VIII. KEBUTUHAN DASAR


Makanan yang disukai/tidak disukai : Anak belum bisa makan
Selera makan : Tidak dapat dikaji karena penurunan
kesadaran
Alat makan yang dipakai : NGT
Pola makan / jam : Dekompresi
Pola tidur (siang dan malam) : Tidak dapat dikaji
Mandi / Personal Hygiene : Menggunakan tissue basah, popok
diganti 2x sehari
Aktivitas : Tidak ada aktivitas
Eliminasi (BAB dan BAK) : Menggukanan kateter urin dan popok

IX. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI


Diagnosa medis : Gagal nafas, penurunan kesadaran
Tindakan operasi : Tidak ada
Status nutrisi (Gizi baik, sedang atau kurang) : Kurang
Status cairan : Ns + NaCl
Obat-obatan : Miloz, Ampicillin, Ambroxol, Fenobarbital
Tindakan keperawatan : Menghitung balance cairan dan periksa AGD

X. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Lemah
Tanda vital : TD 59/28 mmHG, N 137 x/m, RR 35 x/m, T 36,4 °C
TB/BB (persentile) : 56cm/4,3 kg
Lingkar kepala : Tidak terkaji
Mata : Konjungtiva pucat
Hidung : Pernapasan cuping hidung
Mulut : Bibir kering dan tidak ada sianosis
Telinga : Telinga simetris, tidak ada gangguan
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
Dada : Simetris
Jantung : Terpasang EKG monitor
Paru : Menggunakan ventilator, ronchi di seluruh lapang paru
Perut : Abdomen normal
Punggung : Tidak dapat dikaji
Ekstremitas : Tidak ada edema
Kulit : Bersih
XI. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN

XII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Hemoglobin : 9,4 g/dL
Hematokrit : 29
Eritrosit : 2,7 106/mm3
Leukosit : 23 103/mm3

XIII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Echokardiografi
XIV. INFORMASI LAIN YANG DIPERLUKAN

XV. ANALISA DATA

Data Etiologi Masalah


Ds : - Disfungsi Ketidakefektifan bersihan
neuromuscular jalan napas
Do :
- TD : 59/28 mmHG
- N : 137 x/m
- RR : 35 x/m
- SPo2 : 66%
- T : 36,4 oC
- Ronchi di seluruh lapang
paru
- Terpasang ventilator
Ds: - Disfungsi Ketidakefektifan pola napas
neuromuscular
Do:
- TD : 59/28 mmHG
- N : 137 x/m
- RR : 35 x/m
- SPo2 : 66%
- T : 36,4 oC
- Ronchi di seluruh lapang
paru
- Pernapasan cuping hidung
- Menggunakan otot bantu
pernapasan
- Terpasang ventilator
Ds: - Gangguan neurologi Ketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral
Do:
- TD : 59/28 mmHG
- N : 137 x/m
- RR : 35 x/m
- SPo2 : 66%
- T : 36,4 oC
- Keadaan umum lemah
- Ekstremitas sedikit kebiruan
dan pucat
- Riwayat kejang 2x
- Durasi kejang 5-7 menit
- Penurunan kesadaran

XVI. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan disfungsi
neuromuscular
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan disfungsi neuromuscular
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
neurologi
XVII. RENCANA TINDAK KEPERAWATAN

N Diagnosis Tujuan dan Kriteria Intervensi


o Keperawatan Hasil

1 Ketidakefektifan Tujuan : - Posisikan pasien untuk


bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan memaksimalkan ventilasi
napas berhubungan keperawatan pola napas - Pertahankan oksigen yang
dengan disfungsi adekuat dengan adekuat
neuromuscular Kriteria hasil : - Auskultasi bunyi napas
- Pernapasan dalam - Lakukan suction jika
rentang normal dibutuhkan untuk
- Menunjukkan jalan membersihkan secret
napas yang paten - Pantau tanda-tanda apnue
- Saturasi oksigen baik - Kolaborasi pemberian
ventilator
2 Ketidakefektifan Tujuan : - Pertahankan oksigen yang
pola napas Setelah dilakukan asuhan adekuat
berhubungan keperawatan pola napas - Auskultasi bunyi napas
dengan disfungsi adekuat dengan - Lakukan suction jika
neuromuscular Kriteria hasil : dibutuhkan untuk
- Pernapasan dalam membersihkan secret
rentang normal - Pantau tanda-tanda apnue
- Tidak ada retraksi dada - Kolaborasi pemberian
- Ekspansi dada simetris ventilator
- Saturasi oksigen baik

3 Ketidakefektifan Tujuan: - Monitor TTV perjam


perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan - Pantau terjadinya kejang
serebral keperawatan perfusi berulang
berhubungan jaringan serebral adekuat - Pantau intake dan output
dengan gangguan dengan
neurologi Kriteria hasil:
- TTV dalam rengtang
normal
- Tidak terdapat kejang
yang berulang
- Peningkatan status
kesadaran

XVIII. CATATAN PERKEMBANGAN

Hari/
Diagnosa CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal
14/06/21 Ketidakefektifan S: -
bersihan jalan
napas O:
berhubungan - TD : 59/28 mmHG
dengan - N : 137 x/m
disfungsi - RR : 35 x/m
neuromuscular
- SPo2 : 66%
- T : 36,4 oC
- Ronchi di seluruh lapang paru
- Terpasang ventilator

A: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi

P:
- Mempertahankan oksigen yang adekuat
- Mengauskultasi bunyi napas
- Melakukan suction saat dibutuhkan untuk
- Memantau tanda-tanda apnue
- Berkolaborasi pemberian ventilator
Ketidakefektifan S: -
pola napas
berhubungan O:
dengan - TD : 59/28 mmHG
disfungsi - N : 137 x/m
neuromuscular - RR : 35 x/m
- SPo2 : 66%
- T : 36,4 oC
- Ronchi di seluruh lapang paru
- Pernapasan cuping hidung
- Menggunakan otot bantu pernapasan
Terpasang ventilator

A: Masalah ketidakefektifan pola nafas belum teratasi

P:
- Mempertahankan oksigen yang adekuat
- Mengauskultasi bunyi napas
- Melakukan suction saat dibutuhkan untuk
- Memantau tanda-tanda apnue
- Berkolaborasi pemberian ventilator
Ketidakefektifan S: -
perfusi jaringan
serebral O:
berhubungan - TD : 59/28 mmHG
dengan - N : 137 x/m
gangguan - RR : 35 x/m
neurologi
- SPo2 : 66%
- T : 36,4 oC
- Keadaan umum lemah
- Ekstremitas sedikit kebiruan dan pucat
- Riwayat kejang 2x
- Durasi kejang 5-7 menit
- Penurunan kesadaran 

A: Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral belum


teratasi

P:

- Memonitor TTV perjam


- Memantau terjadinya kejang berulang
- Memantau intake dan output

15/6/21 Ketidakefektifan S: -
bersihan jalan
napas O:
berhubungan - TD : 61/35 mmHG
dengan - N : 138 x/m
disfungsi - RR : 34 x/m
neuromuscular
- SPo2 : 82%
- T : 36,5 oC
- Ronchi di seluruh lapang paru
- Terpasang ventilator

A: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi

P:
- Mempertahankan oksigen yang adekuat
- Mengauskultasi bunyi napas
- Melakukan suction saat dibutuhkan untuk
- Memantau tanda-tanda apnue
- Berkolaborasi pemberian ventilator
Ketidakefektifan S: -
pola napas
berhubungan O:
dengan - TD : 61/35 mmHG
disfungsi - N : 138 x/m
neuromuscular - RR : 34 x/m
- SPo2 : 82%
- T : 36,5 oC
- Ronchi di seluruh lapang paru
- Pernapasan cuping hidung
- Menggunakan otot bantu pernapasan
Terpasang ventilator

A: Masalah ketidakefektifan pola nafas belum teratasi

P:
- Mempertahankan oksigen yang adekuat
- Mengauskultasi bunyi napas
- Melakukan suction saat dibutuhkan untuk
- Memantau tanda-tanda apnue
- Berkolaborasi pemberian ventilator
Ketidakefektifan S: -
perfusi jaringan
serebral O:
berhubungan - TD : 61/35 mmHG
dengan - N : 138 x/m
gangguan - RR : 34 x/m
neurologi
- SPo2 : 82%
- T : 36,5 oC
- Keadaan umum lemah
- Ekstremitas sedikit kebiruan dan pucat
- Riwayat kejang 2x
- Durasi kejang 5-7 menit
- Penurunan kesadaran 

A: Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral belum


teratasi

P:

- Memonitor TTV perjam


- Memantau terjadinya kejang berulang
- Memantau intake dan output

Anda mungkin juga menyukai