Anda di halaman 1dari 23

PENGEMBANGAN ANALISIS RISIKO MUL TI-

BENCANA DALAM MENGANTISIP ASI


PERUBAHAN IKLIM 01 INDONESIA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar


pada Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada

Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar


Universitas Gadjah Mada
pada tanggal 22 Februari 2011
di Yogyakarta

Oleh:
Prof. Dr. H.A. Sudibyakto, M.S.
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh,

Yang saya hormati,


Ketua, Sekretaris dan Anggota Majelis Wali Amanat UGAl,
Ketua, Sekretaris dan Anggota Majelis Guru Besar UGM,
Ketua, Sekretaris dan Anggota Senat Akademik UGA1,
Rektor, Para Wakil Rektor Senior dan Wakil Rektor UGA1,
Para Dekan, Wakil Dekan, dan Para Pejabat Struktural di lingkungan
UGA1,
Para Kepala Pusat Studi di Lingkungan UGA1,
Segenap Civitas Akademika UGM.
Para Tamu Undangan, Hadirin, dan Anggota Keluarga.

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas


rahmat dan barokahNya pada hari ini di Balai Senat UGM yang
bersejarah ini kita diberikan kekuatan iman dan kesehatan. Di hadapan
Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada yang berwibawa ini,
saya memperoleh kes.empatan untuk menyampaikan pidato
pengukuhan sebagai salah satu kewajiban seorang guru besar. Pidato
ini berjudul: Pengembangan Ana/isis Risiko Multibencana dalam
Mengantisipasi Perubahan Iklim di Indonesia.

Para hadirin yang saya hormati,


Perubahan iklim (climate change) merupakan salah satu isu
global yang sangat penting sejak diadakannya Konferensi Tingkat
Tinggi Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992. Konvensi Perubahan Iklim
atau UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate
Change) merupakan salah satu agenda dalam dokumen Agenda 21.
Konvensi ini telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang'-undang
No. 6 Tahun 1994. Maksud dan tujuan utama dari konvensi tersebut
adalah untuk menjaga kestabilan konsentrasi gas rumah kaca (green
house gases) di atmosfer, sehingga teljamin ketersediaan pangan dan
pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Berdasarkan data kejadian bencana yang dicatat dalam
OFDA/CRED International Disaster Database tahun 2007, sepuluh
kejadian terbesar di Indonesia yang terjadi selama periode tahun 1907
2

hingga 2007 sebagian besar merupakan beneana yang terkait dengan


iklim (hydrometeorological related disasters), antara lain banjir,
kekeringan, kebakaran hutan, dan ledakan hama/penyakit. Hal ini
menunjukkan bahwa kejadian beneana terkait dengan aspek iklim
mengalami peningkatan frekuensi dan intensitasnya. Dalam laporan
Bank Dunia (2010) yang berjudul "Natural Hazards, Unnatural
Disasters" disebutkan bahwa beneana alam akibat iklim ini terjadi di
hampir semua belahan dunia, bahkan eukup mengejutkan di Asia
hampir 80% kejadian beneana alam dipengaruhi oleh iklim.
Bagaimana dengan kondisi iklim di Indonesia, apakah juga
menyebabkan beneana alam? Wilayah Indonesia seeara umum
mempunyai karakteristik iklim yang unik, antara lain sebaran tiga
wilayah hujan yaitu pola hujan monsunal, ekuatorial, dan lokal. Pola
hujan monsunal puneak musim hujan sekitar bulan Desember/Januari.
Pola ekuatorial memiliki dua puneak hujan yaitu sekitar Maret dan
Oktober, sedangkan pola hujan lokal memiliki puneak musim hujan
sekitar Juli/Agustus. Memperhatikan ketiga pola hujan tersebut
terlihat bahwa pola hujan monsunal terjacii di sebagian besar wilayah
Sumatera, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, sementara pola hujan
ekuatorial terjadi di wilayab yang dekat dengan garis ekuator seperti
kota-kota Padang, Pontianak, Samarinda, dan Jayapura. Pola hujan
lokal teljadi di sebagian keeil wilayah sebagai akibat dari pengaruh
lokal seperti topografi dan lingkungan fisik lainnya.
Wilayah Indonesia ditinjau seeara geografis, geologis, geomor-
fologis, meteorologis, klimatologis dan sosial ekonomi merupakan
daerah yang sangat rawan terhadap beneana. Akibat adanya pertemuan
tiga lempeng tektonik yang aktif (zona subduksi) yaitu lempeng
Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik, maka wilayah
Indonesia rawan terhadap gempa bumi (earthquake) dan tsunami,
terletak juga pada jalur gunung api aktif (ring of fire) sehingga rawan
terhadap letusan gunung api (volcanic eruption). Karena juga terletak
di daerah tropika basah dengan eurah hujan tinggi dan mengalami dua
musim yang berbeda serta topografi yang kasar, maka berpotensi
terjadinya tanah longsor (landslide), banjir (jlood), dan kekeringan
(drought) serta kebakaran hutan iforestfire).
Potensi terjadinya rentetan kejadian beneana alam, sangat
memungkinkan terjadinya beneana lingkungan (environmental
3

disasters). Misalnya daerah pesisir yang umumnya dihuni penduduk


padat dan miskin saat ini mengalami ancaman dampak perubahan
iklim global yang ditandai dengan naiknya permukaan air laut (rising
sea level). Tidak jarang suatu daerah dapat mengalami berbagai jenis
bencana baik alam maupun bencana akibat ulah manusia
(antropogenic disaster), sehingga seringkali disebut sebagai daerah
rawan multibencana (multiple disasters).
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2010-2014 dinyatakan bahwa kebijakan untuk meng-
antisipasi dampak perubahan iklim dan bencana alam diarahkan untuk
mewujudkan peningkatan kapasitas penanganan dampak perubahan
iklim dan bencana alam yang cepat, tepat dan akurat. Strategi untuk
mencapai kebijakan ini adalah: (i) peningkatan kapasitas sumberdaya
manusia dan penguatan kelembagaan; (ii) peningkatan akurasi
jangkauan dan kecepatan penyampaian informasi dengan menambah
dan membangun jaringan observasi, telekomunikasi dan sistem
kalibrasi; (iii) pendirian Pusat Basis Data dan Informasi yang ter-
integrasi; (iv) peningkatan kerjasama dan mengembangkan penelitian
mengenai perubahan iklim dan analisis risiko bencana alam; (v)
penyediaan peta kerentanan wilayah Indonesia terhadap dampak
perubahan iklim; (vi) pengembangan stasiun pemantauan perubahan
iklim di seluruh wilayah Indonesia; dan (vii) pengembangan kebijakan
dan peraturan perundangan mengenai perubahan iklim dan
kebencanaan.
Prioritas peningkatan kualitas informasi iklim dan bencana alam
serta kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dijabarkan
dalam tiga fokus prioritas, yaitu: (1) peningkatan kualitas informasi
cuaca, iklim dan bencana alam lainnya, dengan indikator mening-
katnya kapasitas pelayanan serta ketersediaan data dan informasi
cuaca, iklim dan bencana alam lainnya yang cepat dan akurat; (2)
peningkatan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim, dengan
indikator meningkatnya kemampuan adaptasi dan mitigasi para pihak
dalam menghadapi dampak perubahan iklim; dan (3) peningkatan
kapasitas kelembagaan penanganan perubahan iklim, dengan indikator
menguatnya kapasitas institusi dalam mengantisipasi dan menangani
dampak perubahan iklim (Suprayoga, 2009).
4

Integrasi Penanggulangan Beneana dalam Prioritas Nasional


RPJMN 2010-2014 termasuk dalam 11 prioritas nasional Kabinet
Indonesia Bersatu II bersama-sama dengan aspek Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Hal ini menunjukkan bahwa dampak kejadian
beneana alam akan mempereepat degradasi lingkungan yang pada
akhimya akan menganeam pembangunan berkelanjutan.
Komitmen Pemerintah dalam Pengurangan Risiko Beneana
yang tertuang dalam Reneana Aksi Nasional Pengurangan Risiko
Beneana (RAN PRB) Tahun 2010-2012, meneakup 5 prioritas, dalam
7 program dan 33 kegiatan. Analisis Risiko Beneana termasuk salah
satu kegiatan yang sangat penting dalam Program Pereneanaan
Penanggulangan Beneana seeara Terpadu baik di tingkat nasional
maupun daerah. Dari 483 Kabupaten/Kota di Indonesia yang
mempunyai tingkat kerawanan terhadap beneana alam ada sebanyak
383 kabupaten/kota. Seeara keseluruhan Indonesia merupakan negara
peringkat ke-7 yang paling banyak dilanda beneana alam pada tahun
2005 (UN-ISDR 2006-2009, World Disaster Reduction Campaign,
UNESCO).

Mengapa kajian perubahan iklim sangat penting?


Para hadirin yang saya hormati,
Sudibyakto (2010) menyatakan bahwa pemanasan global yang
menjadi isu intemasional temyata membawa konsekuensi yang sangat
serius antara lain muneulnya kejadian hujan ekstrim (extreme climate
event), variabilitas eurah hujan (rainfall variability), dan perubahan
iklim (climate change) yang sedang berlangsung saat ini. Dalam film
yang spektakuler yang dibintangi Al Gore si Pemenang Hadiah Nobel,
yaitu "An Inconvenience Truth" ditunjukkan bahwa temperatur bumi
ini mengalami kenaikkan yang eukup signifikan antara 0,5-1,5 derajat
Celcius dalam kurun waktu 100 tahun terakhir ini. Hasil kajian Inter-
Governmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2007
menunjukkan bahwa 11 dari 12 tahun terpanas semenjak tahun 1850
terjadi dalam kurun waktu 12 tahun terakhir. Kenaikan temperatur
selama 1850-1899 dan tahun 2001-2005 adalah 0,76 derajat Celcius
(KMNLH, 2007). Akibat perubahan iklim inilah timbul berbagai
5

gejala alali1 seperti ketidakpastian musim hujan dan kemarau,


meningkatnya frekucnsi hujan dan intensitasnya, meningkatnya
frckuensi dan meluasnya kejadian bencana alam terutama yang
berkaitan dengan aspek hidrometeorologis.
Selain merugikan para petani sebagai akibat kegagalan panen,
juga berdampak pada berbagai sektor kehidupan manusia yang sangat
luas. Jika hal ini tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah
dan masyarakat, maka dikhawatirkan akan menjadi persoalan serius
yang mengancam tujuan Millenium Development Goals (MDG's)
tahun 2030 dan Hyogo Frameworkfor Action tahun 2005-2015 untuk
Program Pengurangan Risiko Bencana (Disaster Risk Reduction).

Perubahan lklim sebagai Climatological Hazards


Hadirin yang saya hormati,
Sebelum menjelaskan tentang perubahan iklim, ada baiknya
ditinjau terlebih dahulu batasan pengertian tentang iklim, variabilitas
iklim, dan perubahan iklim. lklim adalah sintesis kejadian cuaca
selama kunm waktu yang panjang, yang secara statistik cukup dapat
dipakai untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan
keadaan pada sctiap saatnya (TVorld Climate Conference, 1979 dalam
IPPC, 200 1). VariabiJitas ikJim adalah suatu kondisi berfluktuasinya
unsur-unsur iklim dalam kurun waktu tertentu di suatu wilayah.
Dalam jangka panjang (menu rut konvensi intemasional adalah
minimum 30 tahun) data iklim yang menunjukkan adanya
kecenderungan (trend) berubah apakah perubahan kenaikkan atau
penurunan, dapat disebut telah teljadi perubahan iklim (climate
change).
Definisi seCaI'a umum menyatakan bahwa perubahan iklim
adalah perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen cuaca pada
suatu daerah tertentu; sedangkan istilah perubahan iklim skala global
adalah perubahan iklim dengan acuan wilayah bumi seCal'a
keseluruhan. IPCC (2001) menyatakan bahwa perubahan ikJim
merujuk pada variasi rata-rata kondisi iklim suatu tempat atau pada
variabiJitasnya yang nyata secara statistik untuk jangka waktu yang
panjang (biasanya dekade atau lebih). Selain itu juga dipeljelas bahwa
6

pel1.lbahaniklim mungkin karena proses alam internal maupun ada


kekuatan eksternal, atau ulah manusia yang terus-menerus mengubah
komposisi atmosfer dan tata guna lahan (McGregor, 2010).

Dampak Perubahan Iklim


Hadirin yang saya hormati,
Menurut Yoshino (1991) dampak perubahan iklin1 di sektor
pertanian menunjukkan variasi antarnegara di kawasan Asia Tenggara.
Seeara umum dampak perubahan iklim antara lain: (a) pengaruh
terhadap kegiatan yang sifatnya musiman, (b) pengaruh hubungan
antara fluktuasi hujan dengan produktivitas padi, (c) hubungan antara
eurah hujan dengan setiap tanaman akan berdampak berbeda, (d)
meningkatnya suhu permukaan air laut akibat pemanasan global yang
diperkirakan sekitar 10 em dalam 100 tahun terakhir ini sangat serius
dampaknya pada wilayah delta dan dataran rendah di pantai, (e)
budidaya ikan dan produksi garam laut akan berpengaruh serius.
Perubahan iklim pada akhirnya akan memberikan pengaruh terhadap
perubahan lingkungan. Yoshino juga mengatakan bahwa asumsi yang
digunakan dalam penelitiannya adalah perkiraan kenaikan suhu antara
1,2 hingga 3,0 derajat Celcius, kenaikan muka laut di tahun 2030
menjadi 5-17 em akibat ekspansi kenaikan suhu muka laut dan
meneairnya deposit es di kutub.
Pakar geomorfologi seperti Verstappen (1994) menyatakan
bahwa dampak fluktuasi perubahan iklim pada fluktuasi hujan yang
berpengaruh pada perkembangan bentanglahan (landform develop-
ment) terutama pada wilayah dataran rendah di wilayah pesisir.
Kloosterman (1989 dalam Verstappen, 1994) menyatakan bahwa salah
satu dampak perubahan iklim di zaman Kuarter (Quaternary climate
change) adalah "formation of planation surface", perataan permukaan
tanah yang terjadi desa Weleri, Jawa Tengah. Demikian pula di
Palembang, Sumatera Selatan dan wilayah Sumatera Utara telah
terjadi perataan permukaan tanah yang meluas yang biasa disebut
sebagai "peneplain"; sedangkan Adnan Sofyan, dkk. (2010) dalam
_penelitiannya menyatakan bahwa perubahan iklim juga berdampak
pada perubahan pola angin musiman yang menimbulkan perubahan
7

arus laut, perubahan pasang surut, dan gelombang pasang yang


meningkat dan mengabrasi pesisir timur Kota Temate, sehingga
terjadi perubahan garis pantai.
Skenario kondisi dunia pada tahun 2050 sebagai akibat
pemanasan global antara lain sepertiga bagian Bangladesh terancam,
hilangnya kepulauan Maldives, kekurangan air di Timur Tengah,
hilangnya Delta Sungai Nil, Gurun Sahara bergerak dari Mediterania
ke arah selatan Spanyol dan Sicilia, pantai-pantai Mediterania akan
hilang dengan meningkatnya permukaan air laut, hutan-hutan di
Kanada, Rusia, Amazone rusak akibat panas dan kekeringan, dan
sebagainya; sedangkan di wilayah Indonesia sendiri perubahan iklim
akan mengancam terutama wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Subandono (2009) memberikan peringatan serius bahwa dampak
pemanasan global dan perubahan iklim terhadap wilayah pesisir, laut,
dan pulau-pulau kecil antara lain: (a) kenaikan permukaan atau paras
air laut, (b) perubahan pola angin, (c) perubahan curah hujan dan
siklus hidrologis, dan (d) perubahan atmosfer dan suhu air.

Hadirin yang saya hormati,


Perubahan iklim di Indonesia memberikan dampak pada
perubahan fisik lingkungan seperti meningkatnya genangan banjir di
dataran rendah, erosi pantai, gelombang ekstrim dan banjir, intrusi air
laut ke sungai dan air tanah, kenaikan muka air sungai, perubahan
pasang surut dan gelombang, dan meningkatnya sedimentasi di muara
sungai. Jika proses ini berlangsung terus, maka akan berdampak pada
perubahan morfologi pantai, perubahan ekosistem, terganggunya
ekosistem di permukiman, kerusakan sumberdaya air, infrastruktur,
peri kanan, pertanian, dan wisata bahari (Subandono, 2009). Sementara
Sudibyakto (2007) menyatakan bahwa pengelolaan pulau-pulau kecil
di Indonesia menjadi sangat penting manakala dampak perubahan
iklim berupa kenaikan muka air laut akan menggenangi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil yaitu pulau yang hanya berukuran
kurang dari 10.000 km2 dengan jumlah penduduk di bawah 500 ribu
orang, karena secara ekologis terpisah dari pulau induknya (insular),
daerah tangkapan aimya sempit, dan memiliki budaya dan keunikan
lingkungan yang sifatnya lokal.
8

Bagaimana Strategi dan Adaptasi Perubahan Iklim?


Hadirin yang saya muliakan,
Mitigasi perubahan iklim adalah upaya yang dilakukan untuk
mengurangi emisi gas-gas rumah kaca dari sumbemya atau dengan
meningkatkan kemampuan alam dalam menyerap emisi tersebut;
sedangkan adaptasi perubahan iklim adalah upaya untuk mengatasi
dampak perubahan iklim baik yang bersifat reaktif maupun antisipatif.
Istilah mitigasi dalam terminologi perubahan iklim sedikit berbeda
dengan istilah mitigasi dalam terminologi bencana. Mitigasi dalam
terminologi bencana didetinisikan sebagai upaya yang dilakukan
untuk mengurangi risiko atau dampak akibat bencana alam maupun
bencana akibat ulah manusia; dengan demikian istilah mitigasi dalam
bencana sudah masuk dalam mitigasi dan adaptasi dalam perubahan
iklim. Mitigasi dan adaptasi dalam perubahan iklim semua ditujukan
untuk mengurangi dampak dan kerugian (risiko) akibat perubahan
iklim (Sudibyakto, 2010).. .
Beberapa contoh dampak perubahan iklim terhadap kenaikan
muka air laut di Indonesia antara lain di wilayah pantai utara Pulau
Jawa (Pantura). Berdasarkan skenario dan survei, akibat perubahan
iklim, maka akan terjadi kenaikan muka air laut di pantai utara Pulau
Jawa antara 6-10 mm per tahun. Ini berarti bahwa kota-kota di pesisir
pantai utara Pulau Jawa seperti di kota Pekalongan dalam 100 tahun
yang akan datang akan terjadi genangan air laut sampai sejauh 2,1 km
dari garis pantai, sementara kota Semarang akan tergenang sejauh 3,2
km dari garis pantai (Subandono, 2009). Selanjutnya berdasarkan hasil
analisis terhadap dampak kenaikan muka air laut ini, maka di
Indonesia perlu segera dilakukan analisis terhadap tingkat kerentanan
wilayah pesisir terhadap kemungkinan bahaya naiknya muka air laut
sebagai dampak perubahan iklim. Analisis kerentanan umumnya
menggunakan variabel seperti kondisi geomorfologi, tingkat erosi/
akresi pada garis pantai, kemiringan pantai, perubahan elevasi muka
air laut relatif, rata-rata tinggi gelombang dan rata-rata kisaran pasang
surut.
Dengan demikian, wilayah pesisir yang rentan terhadap
.

kenaikan muka air laut dapat diperkirakan tingkat risikonya. Analisis


risiko terhadap kenaikan muka air laut ini sangat penting, selain dapat

-.
9

diketahui wilayah mana saja yang berisiko menerima dampak dan


kerugian akibat perubahan iklim dan kenaikan air laut, juga dapat
diketahui wilayah yang menjadi prioritas pelaksanaan program
reneana aksi pengurangan risiko beneana. Sebagai eontoh analisis
risiko akibat kenaikan muka air laut di kota Semarang, dalam 20 tahun
mendatang kenaikannya meneapai 16 em yang akan memberikan
dampak berupa kerusakan ruas jalan sepanjang 32, 152 km, rumah
tergenang meneapai 3.522 rumah, sawah tergenang 64,3 hektar, dan
2.149 hektar tambak terpengaruh air asin (Riset DKP, 2009 dalam
Subandono, 2009).
Kajian lain tentang dampak perubahan iklim terhadap
lingkungan kota Semarang juga dilaksanakan oleh Bappeda kota
Semarang, Badan Geologi Indonesia (2008) menyatakan bahwa telah
terjadi penurunan permukaan tanah (amblesan) di kota Semarang
akibat proses pemampatan tanah dan beban bangunan di atasnya serta
pengambilan air tanah yang melebihi daya pasoknya. Tingkat
amblesan tanah di kota Semarang telah meneapai angka 8-12 em per
tahun, sementara data perubahan garis pantai akibat sedimentasi dan
abrasi bervariasi. Sebagai eontoh dampak perubahan garis pantai
untuk kota Semarang, luas wilayah yang hilang sekitar 30.944 km2
(8,033% dari luas wilayah 384.838 km2); sedangkan di Kalurahan
Tambakharjo luas wilayah yang hilang meneapai 1.462 km2
Perubahan garis pantai tersebut menggunakan skenario dari data tahun
1972 hingga 2006 atau selama 34 tahun.

Pemetaan Wilayah Rawan Bencana


Para hadirin yang saya hormati,
Verstappen (1983) menyatakan bahwa seeara garis besar
beneana alam dapat dibedakan menjadi tiga kategori berdasarkan
faktor penyebabnya, yaitu:
'1. Bencana alam akibat proses eksogen, yang menyebabkan banjir,
kekeringan dan gerakan massa tanah/batuan, termasuk tanah
longsor;
2. Bencana alam akibat proses endogen, yang menyebabkan gempa
bumi, tsunami, dan letusan gunung api; dan
10

3. Bencana alam akibat proses antropogenik, misalnya amblesan


tanah (land subsidence), bisa juga tanah longsor, dan bahkan
ledakan hama dan penyakit tumbuhan.

Penentuan daerah rawan bencana mempakan faktor pertama dan


utama dalam penanggulangan bencana. Sutikno (2007) mengajukan
tujuh pertanyaan kunci untuk menangani bencana sebagai berikut:
I) Di manakah suatu jenis bencana mungkin terjadi?
2) Kapan suatu jenis bencana akan berlangsung?
3) Bagaimanakah kejadian bencana akan berlangsung?
4) Apakah peringatan dini dapat dilakukan?
5) Bagaimanakah memitigasi suatujenis bencana?
6) Tindakan apakah yang hams dilakukan apabila suatu Jems
bencana terjadi? .

7) Tindakan apakah yang hams dilakukan pascabencana?

Ketujuh pertanyaan tersebut bila dapat-dijawab dengan baik dan


benar dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan untuk penang-
gulangan bencana secara optimal. Di sinilah peran Ilmu Geografi
dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk menjawab beberapa
pertanyaan penting tersebut di atas dalam kaitannya dengan
manajemen risiko bencana.
Saat ini telah terjadi pembahan paradigma dalam manajemen
bencana di Indonesia, bahkan di beberapa negara Asia lainnya seperti
Jepang, Cina, Korea, India, Sri Lanka, Thailand, dan bahkan lingkup
masyarakat kebencanaan di dunia, yaitu:
a) Dari tindakan yang responsifmenjadi preventif,
b) Dari sektoral menjadi multisektor,
c) Dari tanggung jawab pemerintah semata menjadi tanggung jawab
bersama,
d) Dari sentralisasi menjadi desentralisasi, dan
e) Dari tanggap damrat menjadi pengurangan risiko bencana.

Triutomo (2006) dan Sudibyakto (2007) menyatakan sejarah


. perkembangan kegiatan Pengurangan Risiko Bencana (disaster risk
reduction) yang dimulai dari:
11

1) Program International Decade for Natural Disaster Reduction


(IDNDR) tahun 1990-2000 di mana Indonesia juga melakukan
berbagai kegiatan seperti seminar, lokakarya, latihan gladi posko
dan gladi lapangan serta pelatihan-pelatihan dan pendidikan
kebeneanaan;
2) World Conference on Natural Disaster Reduction, di Yokohama
tahun 1994;
3) Program United Nations International Strategy for Disaster
Reduction (UN-ISDR), tahun 2000;
4) World Conference for Disaster Reduction (WCDR) di Kobe,
tahun 2005 yang melahirkan Hyogo Frameworkfor Action (2005-
2015); dan
5) Asian Conferencefor Disaster Reduction di Beijing tahun 2005,
dan
6) Asian Conference on Disaster Risk Reduction through Climate
Change Adaptation, 2010 di Seoul, Korea.

Kemudian Pemerintah Indonesia melalui kerjasama antara


Bappenas, Bakomas PBP (sekarang BNPB) dan UNDP tahun
2005/2006 telah menyusun dan menerbitkan pula Buku Panduan
tentang Reneana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Beneana (RAN
PRB) dan disusul dengan Reneana Aksi Daerah Pengurangan Risiko
Beneana (RAD PRB).

Analisis Risiko Multibencana

Hadirin ya,:g saya hormati,


Ahli geomorfologi Indonesia, Sutikno (1995) menyatakan
bahwa seeara alami (posisi geografis) Indonesia terletak pada daerah
yang mempunyai kerentanan tinggi terhadap berbagai beneana alam,
baik oleh proses tektonik, vulkanik, eksogenik maupun dipereepat
oleh antropogenik. Pertumbuhan penduduk yang eepat, pembangunan
dan tata ruang yang kurang memperhatikan kerawanan terhadap
beneana, memberikan peluang terhadap semakin meluas dan mening-
katnya kerugian serta risiko akibat beneana alam di Indonesia.
12

Risiko beneana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat


beneana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat
berupa kematian, luka, sakit, jiwa teraneam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan
masyarakat. Pengurangan risiko beneana dan pemaduan pengurangan
risiko beneana dengan program pembangunan adalah menjadi
tanggung jawab pemerintah, sehingga masyarakat dapat terlindung-
dari dampak beneana, bahkan tanggung jawab pemerintah juga dalam
menjamin pemenuhan kebutuhan sesuai dengan standar pelayanan
minimum (UU No. 24 Tahun 2008 tentang Penanggulangan Beneana).
Dalam berbagai studi literatur juga disebutkan bahwa risiko
beneana merupakan fungsi dari kondisi bahaya atau aneaman
(hazard), kerentanan (vulnerability), dan kapasitas masyarakat
(community capacity). Jika analisis risiko dilakukanseeara kuantitatif,
maka perlu dihitung berapa nilai (harga) dari elemen berisiko
(elements at risk). Formulasi yang umumnya digunakan adalah: Risk
=f {(Hazards*Vulnerability* Value)}/Capa9ity.
Memperhatikan formula tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa
wilayah Indonesia mempunyai nilai bahaya atau aneaman (hazards)
yang sangat tinggi, di samping itu juga tingkat kerentanan wilayah
semakin tinggi pula sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk
(penduduk padat dan miskin), degradasi kualitas lingkungan,
degradasi lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) akibat kebakaran
hutan dan tidak terkendalinya "illegal loging ", wilayah pesisir yang
mengalami intrusi air asin dan penurunan permukaan tanah (amblesan,
land subsidence) dan sebagainya. Jika aneaman beneana sifatnya
banyak atau "multiple disaster" dan makin tinggi tingkat
kerentanannya, maka nilai risiko beneananya juga semakin tinggi.
Bagaimana upaya agar risiko dapat ditekan, yaitu dengan
meningkatkan kapasitas masyarakat menghadapi beneana (capacity to
cope disaster) dan sumberdaya manusia di tingkat pemerintahan
terutama yang menangani aspek kebeneanaan.
Berbagai kegiatan dapat dilakukan dalam kerangka peningkatan
kapasitas antara lain: (a) pengenalan dan pemantauan risiko beneana;
(b) pereneanaan partisipatif penanggulangan beneana; (c)
pengembangan budaya sadar beneana; (d) peningkatan komitmen
terhadap pelaku penanggulangan beneana; dan (e) penerapan mitigasi
13

bencana. Dengan demikian, sudah waktunya pemerintab dan


pemerintab daerah, masyarakat, 1embaga riset dan pendidikan tinggi
bersama-sama me1akukan upaya pengurangan risiko bencana dengan
mengacu pada dokumen rencana aksi pengurangan risiko bencana
(BNPB, 2008).

Penataan Ruang Berbasis Risiko Bencana


Hadirin yang saya hormati,
Program pengurangan risiko bencana merupakan upaya
terintegrasi, terpadu dan komprehensif da1am rangka untuk
mengurangi ancaman dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan
masyarakat da1am menghadapi bencana. Kerangka kerja pengurangan
risiko bencana mempertimbangkan berbagai aspek, yaitu aspek
lingkungan (ekosistem), ekonomi, politik, dan sosio-kultura1, sehingga
dapat dicapai pembangunan yang berkelanjutan.
Sebenamya hingga saat ini konsep dan penerapan pembangunan
berke1anjutan te1ah terancam sebagai akibat proses degradasi
lingkungan yang makin meningkat. Di kawasan beberapa DAS di
Pulau Jawa, Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan telah
menunjukkan tingkat kekritisan DAS yang sangat serius (super
critical watershed) yang ditandai dengan indikator-indikator: (a)
menurunnya daya dukung lingkungan sehingga ketersediaan air makin
terbatas, (b) terjadinya kekeringan, (c) meningkatnya erosi dan
sedimentasi, (d) meningkatnya pencemaran udara, air, tanah dan hujan
asam, (e) meningkatnya jumlab penduduk miskin, dan (f) frekuensi
dan intensitas bencana alam dan bencana akibat ulah manusia makin
meningkat (Sudibyakto, 2010).
Selanjutnya dapat dilakukan pemetaan tingkat risiko bencana
(disaster risk mapping). Peta risiko bencana sangat penting untuk
menentukan daerah prioritas yang harus dilakukan berbagai 1angkah
mitigasi bencana. Peta risiko bencana umumnya dikaitkan dengan
potensi kerugian (potential damages and losses). Mitigasi bencana
dapat di1akukan seCal"astruktural maupun nonstruktural. Mitigasi yang
struktural meliputi kegiatan-kegiatan sepelii pembuatan dan penaban
sedimen, dan penahan erosi dan longsor lahan, pembuatan tanggul,
14

dan sebagainya; sedangkan mitigasi nonstruktural dapat berupa


berbagai peraturan daerah terkait dengan pengurangan risiko beneana,
antara lain peraturan daerah tentang penataan ruang berbasis risiko
beneana.

Kegagalan Pembangunan Berkelanjutan


Hadirin yang saya hormati,
Sutikno (1995) menyatakan bahwa untuk menjaga kelestarian
lingkungan, tidak mungkin meniadakan beneana alam, yang dapat
dilakukan adalah menyesuaikan dengan watak atau karakteristik
beneana alam itu sendiri. Pengetahuan tentang watak dari setiap
proses penyebab beneana alam tersebut hams didukung oleh ilmu
pengetahuan, seperti geologi, geofisika, geomorfologi, geografi fisik,
klimatologi, hidrologi, pedologi, kepesisiran dan kelautan serta
kerekayasaan. Ilmu pengetahuan tersebut dapat memberikan informasi
mengenai daerah yang rawan terhadap beneana alam dan watak dari
proses alami penyebab beneana.
Patut diperhatikan kembali peringatan dari Sutikno (1995)
bahwa beneana alam mengakibatkan kerusakan lingkungan sehingga
daya dukung dan daya tampungnya mengalami penurunan. Tim
Survei UGM dalam Tanggap Darurat Merapi dalam Sudibyakto
(20II) menyatakan bahwa kejadian semakin meluasnya wilayah
terkena dampak beneana dari letusan Gunung api Merapi tahun 20I0
yang baru lalu merupakanbukti bahwa aneaman terhadap daya
dukung lingkungan ekosistem Merapi menjadi menurun dan bahkan
teraneam rusak. Menghilangnya sumber-sumber mata air di Lereng
Merapi dan aneaman banjir lahar dingin menjadi indikator bahwa
ekosistem paseabeneana mengalami kerusakan dan dapat dikatakan
bahwa pembangunan berkelanjutan temyata tidak sepenuhnya
berhasil.
Perlu diingatkan bahwa apabila daerah tersebut dinilai sebagai
daerah yang sangat rawan terhadap berbagai beneana, maka menurut
UU No. 24 Tahun 2007, Pemerintah dapat melarang untuk dihuni
penduduk, hal ini semata untuk menyelamatkan penduduk dari
aneaman beneana. Kasus aneaman beneana lahar dingin Merapi yang
15

pada tahun 20 I0/20 II ini sangat menganeam wilayah Muntilan,


Sleman, Klaten dan bahkan sepanjang sungai Code di kota
Yogyakarta dan Kali Putih dan Kali Pabelan di Muntilan perlu ditinjau
kembali tataruangnya, di mana daerah yang rawan dan di mana daerah
yang berisiko diterjang lahar dingin. Skenario akan terjadi aneaman
banjir lahar ding in harus dilakukan dalam rangka meminimalkan
jumlah korban beneana.

Pimpinan sidang dan hadirin yang saya hormati,


Sebagai kesimpulan dari uraian yang telah saya baeakan tersebut
di atas, menunjukkan bahwa beberapa hal perlu diperhatikan sebagai
berikut:
1. Wilayah Indonesia mempunyai potensi kerawanan beneana yang
sangat tinggi sebagai akibat perubahan kondisi lingkungan yang
mengalami degradasi lingkungan, sehingga tingkat kerentanan
dan jenis ancaman bahaya (hazards) juga meningkat. Aneaman
beneana di Indonesia akibat perubahan iklim juga menimbulkan
berbagai jenis beneana (multi disasters).
2. Perubahan Iklim di Indonesia sudah sangat serius kejadian dan
dampaknya, sehingga diperlukan pereepatan melakukan strategi
mitigasi dan adaptasi yang berbasis pada kapasitas masyarakat
dan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengurangi dampak.
3. Telah terjadi perubahan paradigma dalam mengelola bencana dari
manajemen beneana menuju manajemen risiko bencana yang
dapat dilakukan dengan mengintegrasikan hasil analisis risiko
beneana dan aspek mitigasi beneana dalam penataan ruang,
terutama di daerah yang rawan beneana. .
4. Diperlukan peningkatan terapan ilmu-ilmu yang terkait dengan
kebeneanaan (disaster related sciences) yang dapat memberikan
kontribusi nyata bagi kajian lebih mendalam terkait dengan
perubahan iklim di Indonesia.
5. Perlu penguatan masyarakat dalam menghadapi beneana menuju
masyarakat yang tangguh beneana (resilence community) dan
kelembagaan yang kuat di tingkat pemerintah, pemerintah daerah,
dukungan hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga riset
dan pendidikan tinggi perlu segera diimplementasikan, sehingga
16

kita semua, masyarakat terutama yang menempati wilayah


berisiko bencana dapat hidup lebih aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan.

Pimpinan sidang dan hadirin yang saya hormati,


Sebelum mengakhiri pidato ini sampai1ah saya menghaturkan
ucapan tarima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya
sampaikan kepada Menteri Pendidikan Nasional atas kepercayaan
kepada saya untuk memangku jabatan Guru Besar da1ambidang Ilmu
Hidrologi pada Fakultas Geografi UGM. Ucapan terima kasih dan
penghargaan yang tinggi juga saya sampaikan kepadaPimpinan
UGM, Pimpinan dan anggota Maje1is Guru Besar, Pimpinan dan
anggota Senat Akademik, yang telah menyetujui pengusulan saya
.sebagai guru besar. Ucapan terima kasih dan permohonan maaf juga
ingin saya sampaikan kepada Prof. Dr. Amien Rais selaku Ketua
Majelis Wali Amanah (MWA) UGM, sekretaris dan anggota MWA
UGM yang telah menyetujui surat pengunduran diri saya sebagai
anggota MWA. .
Ucapan dan penghargaan serupa juga ingin saya sampaikan
kepada Dekan Fakultas Geografi UGM Prof. Dr. Suratman
Worosuprojo, M.Sc. dan Ketua Senat Fakultas Geografi UGM Prof.
Dr. Totok Gunawan, M.S. terus-menerus mendorong saya untuk
segera menjadi guru besar. Demikian pula atas bimbingan Prof. Dr.
Sutikno terutama dalam bidang sains kebencanaan sejak saya
memangku jabatan Kepala PSBA UGM di tahun 1996 hingga 200 1
dan terus mendorong saya menjadi unsur Pengarah BNPB me1a1ui
"fit and proper test" di Komisi VIII DPR. Tidak lupa pula bimbingan
dari Prof. Dr. Sudarmadji, M.Eng.Sc., terutama dalam proses
persetujuan di Komisi Senat Akademik UGM diucapkan banyak
terima kasih, lebih khusus pada semua Guru Besar di Fakultas
Geografi UGM, para dosen dan tenaga nonkependidikannya di
Fakultas Geografi dan Sekolah Pascasarjana UGM.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kolegadi
ITC Belanda yaitu Dr. Cees van Westen, Drs. Robert P.G.A. Voskuil,
Drs. Tom Loran, M.Sc., Prof. Dr. Paul van Dijk atas kerjasamanya
dalam mengembangkan Program Double Degree (M.Sc.)
"Geoinformation for Spatial Planning and Risk Management" sejak
17

tahun 2004 melalui progranl "Capacity Building in Asia Using


Information and Technology Application" (CASITA) bersama-sama
dengan delegasi negara-negara yang terlanda tsunami tahun 2006,
yaitu Universitas Ruhuna, Sri Lanka, IlRS India, dan Chiang May
University, Thailand. Proyek keljasama ini juga mendapatkan
dukungan dari ADPC (Asian Disaster Preparedness Center) Bangkok,
dan United Nations University (UNU) dan dukungan dari Pusbin-
diklatern Bappenas dan BPKLN Kemendiknas.
Ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua
orangtua yaitu Ayanhanda (aIm) H. Soedibyo dan lbunda (aIm) Ny.
Setyowati atas asuhan beliau semenjak saya bayi hingga dewasa,
demikian juga ayah dan ibu mertua kami (aIm.) Drs. Husein Ahmad.
Segenap kakak dan adik dari keluarga Soedibyo maupun kakak-kakak.
dan adik-adik dari keluarga lid dan Andung yang terjalin dalam
FOSBAT (Forum Silaturahmi Bani Taufiq) untuk melanjutkan
perjuangan "amar ma hif nahi munkar" yang merupakan pesan dari
ayahanda (aIm) Husein Ahmad di lingkungan Pergerakan
Muhammadiyah.
Last but /lot least, semangat untuk selalu maju dan berkarya,
serta dorongan untuk lebih banyak beramal sholeh tidak hanya melalui
kegiatan akademik semata, namun juga kegiatan-kegiatan sosial
keagamaan di lingkungan masjid dan masyarakat terasa sangat
mendalam terutama dari istriku tercinta, Dra. Hj. Kiptiyah yang sangat
kompak bersama-sama dengan ketiga anak kami yaitu Fahmi Adib,
S.T. (Amix), Zaqi Fathis (Eki), dan Muhammad Alim (Aal) serta anak
mantu Mutmaidah, S.E., S.Psi, dan cucu pertama tersayang
Muhammad Rafif Azka Adib (Azka), terima kasih atas doa dan
kesabarannya serta pengorbanannya selama ini.
Akhirnya, dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbil
'alamiin, saya akhiri pidato ini. Terima kasih atas kehadiran dan
kesabarannya dalam mengikuti pidato saya. Atas segala kekurangan
dan hal-hal yang kurang berkenan, saya mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Wassalamu 'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.


Yogyakarta, 22 Februari 2011
18

DAFT AR PUST AKA

Adnan Sofyan, Sunarto, Sudibyakto, Latif Sahubawa. 2010. Kajian


Erosi Marin Sebagai Penyebab Degradasi Kepesisiran Kota
Ternate. Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol. 17, No.2, Juli
2010, pp. 89-97.
Bank Dunia. 2010. Natural Hazards, UnNatural Disasters. The
Economics of Effective Prevention. Washington D.C. .
BNPB. 2008. Implementasi Pengurangan Risiko Bencana di
Indonesia 2007-2008. Jakarta.
IPPC. 2001. Managing the Risks of Extreem Events and Disasters to
Advance Climate Change Adaptation. Scoping Paper-IPCC
Special Report.
ISDR. 2004. Living with Risk. International Strategy For Disaster
Rieduction, Yokohama, Japan.
KMNLH. 2007. Rencana Aksi Nasional dalamMenghadapi
Perubahan Iklim. Jakarta.
McGregor. 2010. International Journal of Climatology. Vol. 30, Issue
13, Journal on line: 25 Oct. 2010. Wiley On Line Library.
Subandono. 2009. Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil. Penerbit Buku Ilmiah Populer, Bogor.
Sudibyakto. 2007. Penyusunan Tata Ruang Berbasis Mitigasi
Bencana. LPPM UGM dan PSBA UGM, Yogyakarta.
Sudibyakto. 2009.. Pengembangan Sistem Perencanaan
Penanggulangan Bencana di Indonesia. Makalah dalam rangka
"Fit and Proper Test" di depan Rapat Komisi VIII Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sebagai calon
anggota Unsur Pengarah BNPB (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana) dari Masyarakat Profesional
Periode 2009-2014. Jakarta, 24 Februari 2009.
Sudibyakto. 2010. Perubahan Iklim: Konsep, Mitigasi dan Adaptasi.
Naskah Pidato Jabatan Lektor Kepala. Fakultas Geografi UGM,
Yogyakarta.
Sudibyakto. 2011. Evaluasi Manajemen Tanggap Darurat Pasca
Letusan Gunungapi Merapi 2010. Laporan Akhir Tanggap
Darurat Merapi. PSBA-LPPM UGM.
19

Suprayoga, H. 2010. Perspektif Analisis Risiko Bencana dari ASPEC


Perencanaan Pembangunan. Paper disampaikan pada Workshop
Pengembangan Analisis Risiko Bencana untuk Pembangunan
Nasional. Jakmia, 25 Agustus 2010. Pe.QyelenggaraBNPB,
Jakarta.
Sutikno. 1995. Bencana Alam dalam Kaitannya dengan Pembangunan
Berkelanjutan di Indonesia. Jurnal Manusia dan Lingkungan.
Nomor 5, Tahun II, April 1995. PPLH UGM, Yogyakarta.
Triutomo. 2006. Pengurangan Risiko Bencana. Bakomas PBP,
Jakarta.
Verstappen, H.Th. 1983. Applied Geomorphology, Geomorphological
Surveysfor Environmental Development. Amsterdam: Elsevier.
Verstappen, H.Th., 1994. Climate Change and Geomorphology in
South and South-East Asia. Colloqium on Climatic Change and
Geomorphology in Tropical Environments. Brussel 6 May 1992.
Royal Academy of Overseas Sciences, pp. 101-147.
Yoshino, M. 1991. Climate Change and Agriculture: Problems for the
Asian Tropics. Paper presented at the International Conference
"Toward a Sustainable Environment Future for Southeast Asian
Region ", Yogyakm1a,6-10 May, 1991.
20

BIODATA GURU BESAR

Nama lengkap : Prof. Dr. H.A. Sudibyakto,


M.S.
Tempat & Tg1.Lahir: Yogyakarta, 5 Agustus 1956
Status : Guru Besar/Golongan IVe
SK Guru Besar : Bidang IImu Hidrologi,
terhitung tanggal 1 Juni
2010.
Keluarga
lsteri Ora. Hj. Kiptiyah binti Husein Ahmad
Anak-anak :
1. Fahmi Adib, S.T. (Sarjana Teknik Elektro, UGM)
2. Zaqi Fathis (Mahasiswa Teknik Arsitektur, UGM)
3. Muhammad Alim (Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
UGM)
Alamat rumah : J1. Tawes Raya No. 6A Perum MinomaJiani,
Yogyakarta
HP 0811267726
E-mail sudibvakto@gmai1.com

Riwayat Pendidikan:
. Sekolah Dasar Negeri I IKIP, Yogyakarta, lulus 1969
. Sekolah PercobaanlSMP Negeri I IKIP, Yogyakarta, lulus 1972
· Sekolah Menengah Atas Negeri I IKIP Yogyakarta, lulus 1975
. Sarjana Muda (B.Sc.) Hidrologi, Fakultas Geografi UGM, 1978
. Sarjana (S1) Hidrologi, Fakultas Geografi UGM, 1981
. Magister Sains (M.S.), Jurusan Agroklimatologi, Pascasarjana IPB,
1983
. Doktor (Dr.), Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan, Pascasarjana IPB 1991
21

Riwayat Pekerjaan:
. 1983 - sekarang: Dosen Fakultas Geografi UGM
. 2001 - sekarang: Kepala Laboratorium Hidrometeorologi, Fakul-
tas Geografi UGM
. 1996 - 2001 Kepala Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM
. 2001 - 2004 Tim Pakar/ Ahli Manajemen Bencana pada
BAKORNAS PB (Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana)
. 2004 - 2008 Ketua Pengelola Program S2/S3 Ilmu Ling-
kungan, Pascasarjana UGM.
. 2004 - sekarang: Ketua Pengelola Program M.Sc. (Double
Degree) "Geoi1~formation for Spatial Planning
and Disaster Risk Management", Fakultas
Geografi UGM-Sekolah Pascasarjana-UGM-
lIC Belanda.
. 2009 - 2014 Anggota Pengarah BNPB (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana), Jakarta.

Publikasi/Karya Ilmiah Terpilih:


. Sudibyakto. 2003. Anomali Iklim dan Mitigasi Kebakaran Hutan
di Indonesia. Majalah Geograji Indonesia, Vol. 17, No.1, Maret
2003, Hal. 71-80. ISSN: 0125-1790.
. Sudibyakto. 2003. Pemetaan Kondisi Kerusakan Sumberdaya
Alam di Kawasan Dataran Tinggi Dieng (Evaluasi Tata Ruang
berdasarkan Kemampuan Lahan). Prosiding Seminar Nasional
"Tata Ruang Berbasis Kemampuan Lahan dan Implikasinya pada
Ekonomi Lokal", hal. 102-114. UPN Veteran, Yogyakarta. ISBN:
979-8919-20-7.
. Sudibyakto. 2004. Analysis of Rainfal1 Type and Landslide Risk
Reduction in Indonesia. Proceeding of the Asian Workshop on:
"Regional Capacity Enhancement for Landslide Mitigation
(RECLAIM). ADPC, Thailand and NGI Norway, pp. 1-11.
. Sudibyakto and M. Pramono Hadi. 2004. Institutionalization of
Geoinformation Sciences for Disaster Management CUITicula in
Post Graduate Programme. Paper presented at "International Final
Workshop on Sustainable CASITA (Capacity Building on Urban
22

Disasters in Asia using IT & C Learning Tools). IIRS. 16-19


March 2004. Dehra Dun, India.

Keanggotaan Profesi:
1. Anggota IGI (Ikatan GeografIndonesia)
2. Anggota MAPIN (Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia)
3. Anggota MKTI (Masyarakat Konservasi Tanah Indonesia)
4. Anggota PERHIMPI (Perhimpunan Meteorologi' Pertanian
Indonesia)
5. Ariggota Kehormatan ERA (Emergency Rescue Association),
PHNOLC, The Philipines.
6. Anggota MPBI (Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia)
7. Anggota GiNet (Geo-information Networking), lTC, The
Netherlands.

Tanda Penghargaan:
1. Satyalencana Karya Satya 10 Tahun dari Presiden RI Megawati
Soekamoputri, Tahun 2002.
2. Satyalencana Karya Satya 20 Tahun dari Presiden RI Soesilo
Bambang Yudhoyonp, Tahun 2007.
3. Tanda Penghargaan Pengabdian di Universitas Gadjah Mada
selama 25 Tahun dari Rektor UGM, Tahun 2009.

Training dan Delegasi RI di bidang Disaster Management:


. Peserta ToT "Emergency Management Training", UNHCR. 2000.
Jakarta.
. Alumni "Learning to Expect the Unexpected Disaster Management
and Mitigation through Leadership", UNESCO-PHIVOLCS,
Philippines. 2001
. Anggota Delegasi RI ke "Asian Conference on Disaster Risk
Reduction", Beijing. 2005
. Refresher Course at lTC, Enschede, The Netherlands bidang
"Qeoinformation for Disaster Management", .2002, CASITA
(7004), "Development ofGiNet" 2006.
. . Anggota Delegasi RI ke "Asian Conference on Disaster Risk
Reduction ", ADRC, Kobe, Japan. 2010.

Anda mungkin juga menyukai