Anda di halaman 1dari 4

PROPOSAL GROUP PROJECT KEAMANAN PANGAN

UJI ORGANOLEPTIK DAN ANALISIS KUALITATIF FORMALIN SEDERHANA


PADA MIE BASAH

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Sohifatul Hikmah 14308141001
Khansa Elvaretta T.B 14308141002
Aulia Rahman 14308141005
Heny Susanti 14308141007
Biologi B

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mi (kadang-kadang ditulis mie) merupakan jenis kuliner yang memiliki banyak
penggemar dari semua kalangan usia. Secara umum, pengertian mie adalah bahan
pangan berbentuk pipih dengan diameter 0,07 - 0,125 inci, dibuat dari tepung terigu
dengan penambahan air, telur, dan air abu melalui proses ekstrusi basah. Jenis mie ada
empat macam, yaitu mie segar, mie basah, mie kering dan mie instan. Mie segar adalah
mie yang tidak mengalami proses tambahan setelah pemotongan. Mie basah adalah jenis
mie yang mengalami proses perebusan setelah pemotongan dan sebelum dipasarkan. Mie
kering adalah mie segar yang dikeringkan sehingga kadar airnya mencapai 8 – 10%. Mie
instan didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dengan tepung terigu
atau tanpa penambahan bahan makanan lainnya yang diizinkan, berbentuk khas mie dan
siap dihidangkan setelah masak atau diseduh dengan air mendidih (Sri Lestari dan Pepi
Nur Susilawati, 2015 :1-2).
Mie basah adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, garam dan air serta bahan
tambahan pangan lain. Menurut SNI (1992), mie basah adalah produk pangan yang
terbuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan lain dan bahan tambahan
pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie yang tidak dikeringkan. Mie basah memiliki
kadar air maksimal 35% (b/b). Mie basah banyak digunakan sebagai bahan baku dalam
berbagai masakan, antara lain seperti soto mie, mie kocok, mie ayam, mie bakso, mie
goreng maupun bahan cemilan lainnya. Ciri–ciri mie basah yang baik yaitu berwarna
putih atau kuning terang, tekstur agak kenyal dan tidak mudah putus (Widyaningsih dan
Murtini, 2006). Menurut Chamdani (2005), mie basah memiliki ketahanan masa simpan
selama 36 jam, sedangkan mie basah yang ditambah dengan formalin / formaldehid
dapat bertahan hingga 5 hari.
Bahan Tambahan Pangan (BTP) atau zat aditif menurut Permenkes No.
722/Menkes/Per/IX/88, adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan
dan bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai
gizi, yang sengaja ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk
menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Siti
Umniyatie, Tutiek Rahayu dan Yuliati, 2015 : 103).
Pemakaian BTM untuk makanan sering disalahgunakan, misalnya bahan yang sengaja
ditambahkan dalam makanan namun bahan kimia tersebut dilarang yaitu borak dan
formalin (Siti Umniyatie, Tutiek Rahayu dan Yuliati, 2015 : 103). Formalin adalah
senyawa formaldehida dalam air dengan konsentrasi rata-rata 37%, metanol 15% dan
sisanya adalah air. Formaldehid merupakan senyawa berupa gas yang mudah larut dalam
air dengan bau yang menusuk, lebih reaktif dan berbahaya jika terhirup karena dapat
menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan, memberikan reaksi alergi bahkan dapat
menimbulkan kanker. Apabila mengenai kulit akan merasa terbakar dan jika terpapar
dalam jumlah besar dapat menimbulkan risiko kematian (Rian Al Fadli, Muh. Nuh
Ibrahim dan Muh. Syukri Sadimantara, 2016 : 2).
Penyalahgunaan formalin dalam pangan, salah satunya pada mie basah pernah
dilaporkan oleh instansi yang berwenang dan beberapa peneliti dari survei yang
dilakukan oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (Balai POM) di sejumlah kota
besar di Indonesia salah satunya adalah Yogyakarta (Rian Al Fadli, Muh. Nuh Ibrahim
dan Muh. Syukri Sadimantara, 2016 : 2).
Karena mie merupakan kuliner yang digemari oleh semua kalangan usia, maka tingkat
konsumsi mie juga meningkat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, kami ingin
mengetahui tentang penyalahgunaan formalin dalam industri mie basah dengan
sederhana menggunakan indikator KMnO4 dan uji organoleptik pada mie basah.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah semua sampel mie basah yang diuji mengandung formalin?
2. Bagaimana hasil uji organoleptik pada mie basah?
3. Apakah terdapat perbedaan hasil uji organoleptik pada mie basah yang positif
mengandung formalin dengan mie basah yang negatif mengandung formalin?
C. Tujuan
1. Mengetahui kandungan formalin pada sampel mie basah.
2. Mengetahui kondisi fisik mie basah berdasarkan hasil uji organoleptik.
3. Mengetahui perbedaan hasil uji organoleptik pada mie basah yang positif
mengandung formalin dan mie basah yang negatif mengandung formalin.
D. Manfaat
Penulisan group project ini bermanfaat untuk mengetahui keberadaan formalin pada mie
basah yang ada di Yogyakarta dan hasil dari penulisan group project ini diharapkan dapat
menjadi sarana informasi bagi masyarakat maupun pedagang mie basah tentang bahaya
penyalahgunaan formalin sebagai bahan pengawet.
DAFTAR PUSTAKA
Al Fadli, Rian, Muh. Nuh Ibrahim dan M. Syukri Sadimantara. 2016. Analisis Kandungan
Zat Pengawet Formalin pada Terasi yang Diperdagangkan di Pasar Tradisional Kota
Kendari. Jurnal Sains dan Teknologi Pangan 1 (1). 73-78
Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2987-1992. Mie Basah. Jakarta : Badan
Standarisasi Nasional
Chamdani. 2005. Pemilihan Bahan Pengawet yang Sesuai pada Produk Mie Basah. Bogor :
IPB
Lestari, Sri dan Pepi Nur Susilawati. 2015. Uji Organoleptik Mi Basah Berbahan Dasar
Tepung Talas Beneng (Xanthosoma undipes) untuk Meningkatkan Nilai Tambah Bahan
Pangan Lokal di Banten. Jurnal Sains dan Teknologi Pangan 1 (4). 941-946
Uminyatie, Siti, Tutiek Rahayu dan Yuliati. 2015. Keamanan Pangan dalam Perspektif
Biologi dan Kesehatan. Yogyakarta : UNY Press
Widyaningsih, T.B, Murtini, E.S. 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan.
Surabaya : Pangan Trubus Agrisarana

Anda mungkin juga menyukai