0890561021-2-Bab I
0890561021-2-Bab I
BAB I
PENDAHULUAN
tidak sejalan terhadap nilai-nilai dan norma sosial tersebut. Perilaku yang tidak
pengenalan nilai-nilai serta norma sosial agar anggota masyarakat dapat mengenal
dan memahami tatanan nilai serta norma sosial tersebut. Proses pengenalan
tatanan nilai-nilai serta norma sosial berlangsung selama masyarakat masih ada,
hal ini disebabkan oleh keinginan masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat
1
Elly M. Setiadi & Usman Kolip, 2011, Sosiologi : Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial (Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya), Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, hal. 151.
2
bertahan, sebab tanpa ketertiban sosial maka kehidupan sosial tidak akan bertahan
lama.
Tertib sosial tidak terwujud dengan sendirinya, akan tetapi tertib sosial
sangat berkaitan erat dengan nilai-nilai yang bersifat religius. Hukum adat yang
hidup dan diakui dalam kenyataan masyarakat banyak berbaur dengan nilai-nilai
keagamaan. Hukum adat Bali yang dilandasi oleh ajaran agama Hindu, selalu
dikonsepsikan dalam ajaran agama hindu yang di kenal dengan ajaran Tri Hita
Kaitan antara hukum adat dan agama sebenarnya pernah dikemukakan oleh
Van Vollenhoven, bahwa “hukum adat dan agama Hindu di Bali merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan sebagai akibat pengaruh agama Hindu demikian
2
Ibid. hal. 153.
3
kuatnya ke dalam adat istiadat”.3 Keterkaitan antara adat dengan agama di Bali
nampak jelas dari pola penerapan sanksi adatnya selalu dikaitkan dengan
pelaksanaan ritual keagamaan, dalam arti bahwa ketaatan masyarakat adat di Bali
pada hukum adatnya tidak hanya dikokohkan oleh sanksi yang bersifat lahiriah,
Keterkaitan antara hukum adat dan agama dalam penjatuhan “sanksi adat”
untuk delik-delik adat tertentu yang pelaksanaannya banyak berupa
kewajiban untuk melaksanakan ritual adat keagamaan tertentu. Semua ini
tentunya dilandasi dan berhubungan pula dengan nilai dasar filosofis reaksi
adat, yakni untuk mengembalikan keseimbangan masyarakat karena
perasaan kotor (leteh).4
yang sangat peka (sensitive) di antara masalah sosial budaya lainnya. Sesuatu
masalah sosial akan menjadi semakin ruwet (complicated) jika masalah tersebut
3
Van Vollenhoven, 1981, Penemuan Hukum Adat (De Ontdekking Van Het Adatrecht),
Terjemahan Koninklijk Institut Voor Tall, Lan-en Volkenkunde bekerjasama dengan LIPI,
Djambatan, Jakarta, hal. 131.
4
I Gusti Ketut Ariawan, 1992, Eksistensi Delik Hukum Adat Bali Dalam Rangka
Pembentukan Hukum Pidana Nasional, Tesis, Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Udayana, Denpasar, hal. 10.
5
Zaidan Djauhari, 1986, Pedoman Dasar Kerukunan Hidup Beragama, Departemen
Agama RI., Jakarta, hal. 52
6
Ibid.
4
itu sendiri. Masyarakat adat berusaha untuk terus tetap menjalankan apa yang
bahwa apa yang telah disepakati sebagai peraturan hidup mereka, juga dijadikan
keyakinan menjadi sumber pedoman utama dari awal terbentuknya peraturan yang
Salah satu bentuk pengendalian sosial yang efektif pada masyarakat adalah
merupakan nilai-nilai yang terbentuk atau tercipta dalam suatu masyarakat yang
7
Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
hal. 179.
5
Definisi delik adat juga diberikan oleh Widnyana yang menyatakan bahwa :
Delik adat adalah segala perbuatan atau kejadian yang bertentangan dengan
kepatuhan, kerukunan, ketertiban, keamanan, rasa keadilan, dan kesadaran
masyarakat yang bersangkutan, baik hal itu sebagai akibat dari perbuatan
yang dilakukan oleh seorang, sekelompok orang maupun perbuatan yang
dilakukan oleh pengurus adat itu sendiri, perbuatan mana dipandang dapat
menimbulkan kegoncangan karena mengganggu keseimbangan kosmos serta
menimbulkan reaksi dari masyarakat berupa sanksi adat.9
magis yang diganggu dan meniadakan atau menetralisir suatu keadaan sial yang
masyarakat, di samping itu juga sanksi adat juga berfungsi sebagai pengikat dan
memberi rasa jera atas pelanggaran hukum yang dibuat. Sanksi hukum adat tidak
8
Suardana, 2007, Delik dan Sanksi Adat Dalam Perspektif Hukum Nasional, dalam
Sudantra, & Parwata, Oka, Editor, Wicara Lan Pamidanda, Udayana University Press, Denpasar,
hal. 75.
9
I Made Widnyana, 1993, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, PT. Eresco, Bandung, hal.
5-6.
10
Suardana, Op.cit..,hal. 76.
6
berbeda jauh tujuannya dengan hukum yang berlaku di masyarakat umum artinya
hukum adat memiliki tujuan yang universal, namun jenis hukum dan bagaimana
hukum itu dijalankan serta sanksi-sanksi atas pelanggaran hukum adat itu sendiri
tersebut. Penerapan sanksi adat yang dimaksud baik berupa sanksi denda, sanksi
fisik, maupun sanksi psikologi yang bersifat moral dan spiritual. Sanksi adat yang
diterapkan tetap berpedoman pada asas keadilan dan komunalitas, sehingga sanksi
tersebut tidak dianggap perbuatan balas dendam, akan tetapi merupakan proses
masyarakat.
1. Arta danda
2. Sangaskara danda
3. Jiwa danda, yaitu golongan sanksi berupa penderitaan jasmani dan atau
Demikian pula dalam Awig-awig desa pakraman saat ini terdapat sanksi-
1. Denda
4. Dirampas (kerampag)
6. Mengawinkan.11
Pasal 1 ayat (4) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 tahun 2001 tentang
11
I Made Widnyana, Op.cit.., hal. 21.
12
P. Wayan Windia, 2010, Dari Bali Mawacara Menuju Bali Santi, Udayana University
Press, Denpasar, hal. 17.
8
konflik yang terjadi di desa Pakraman dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2005
berikut :
Tabel 1
Karangasem 5 10 1 1 - 17
Klungkung 1 4 2 2 - 9
Bangli 1 8 1 - - 10
Gianyar 13 18 6 - 2 39
Badung 2 6 2 1 - 11
Denpasar 1 1 - - - 2
Tabanan 5 5 - 4 - 14
Buleleng 4 4 - - - 8
Jemberana - 1 1 - - 2
Jumlah 22 57 13 8 2 112
13
P.Wayan Windia, 2007, “Menyelesaikan Konflik Adat”, dalam Sudantra, & Parwata,
Oka, Op.cit.., hal. 134-135.
9
adalah sebanyak 57 kasus (50,9%), dan Kabupaten Gianyar memiliki konflik adat
Desa Pakraman Keramas merupakan salah satu desa pakraman yang ada di
Keramas selalu dikaitkan dengan upacara keagamaan, hal ini dapat dilihat dari
penerapan sanksi adat Prayascitta kepada salah seorang warga masyarakat pada
Prayascita ini dapat dilihat dari kasus yang dialami seorang pemangku, dimana
sehingga mengeluarkan kata-kata berupa caci maki. Pada saat bersamaan anak
kandungnya marah terhadap sikap dan tingkah laku orang tuanya, oleh karena itu
kejadian itu dilaporkan kepada Bendesa. Berdasarkan hasil rapat prajuru dengan
ada juga penerapan sanksi seperti Arta danda adalah sanksi dalam wujud materi,
berupa uang atau benda yang mempunyai nilai ekonomi, seperti beras atau benda
lainnya. Tetapi apabila denda (dedosan) tidak dibayar dalam tempo yang sudah
dan kerampang (hartanya disita untuk melunasi utangnya kepada desa). Dalam
Hukum Adat Bali bentuk sanksi demikian dikwalifikasikan sebagai artha danda.
sanksi yang diterapkan selalu dikaitkan dengan upacara keagamaan seperti yang
diatur dalam Awig-awig dan Perarem Desa Pakraman Keramas. Penerapan sanksi
lebih lanjut tentang peranan sanksi adat dengan judul penelitian “Hakikat dan
Kabupaten Gianyar)”.
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah Hakikat dan Peranan sanksi adat
yang berkenaan dengan hakikat sanksi adat dalam Awig-awig Desa Pakraman
pula halnya dengan penelitian ini, memiliki maksud dan tujuan tertentu yang ingin
Pakraman Keramas.
serta dapat digunakan sebagai acuan oleh pihak-pihak yang ingin melakukan
penelitian lebih mendalam tentang hakikat dan peranan sanksi adat dalam
spiritual. Penerapan sanksi adat ini selalu mengutamakan kerukunan dan rasa
masorsinggih manut kasisipan ipun) dengan didasari atas falsafah Tri Hita
disajikan beberapa hasil penelitian yang berkenaan dengan penerapan sanksi adat
lain :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Kurniawati dalam bentuk tesis Tahun
2. Penelitian yang dilakukan oleh Budi Kresna Aryawan dalam bentuk tesis
awig desa adat oleh krama desa adat Mengwi Kecamatan Mengwi
Mengwi?
14
Bali?
Pakraman Keramas?
Berdasarkan pemaparan judul dan rumusan masalah yang telah dikaji dalam
melakukan penelitian dengan judul hakikat dan peranan sanksi adat dalam
Secara garis besarnya, ilmu hukum dapat dikaji melalui studi law in
books dan studi law in action, dan tersimpul dari uraian dari Roman
defined, need to be seen as the studi of the law in action rather the
atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut
14
Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Unud, 2013, Pedoman
Penulisan Usulan Penelitian Tesis dan Penulisan Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Unud, Denpasar, hal. 44.
15
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode penelitian Hukum, PT Raja
Grafindo, Persada, Jakarta, hal 197.
16
Burhan Ashsofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hal 19.
17
merupakan sesuatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara
empiris. Oleh sebab itu dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori
merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih yang telah diuji
kebenarannya.17
atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini, akan digunakan teori, asas-
Landasan teori adalah landasan berpikir yang bersumber dari suatu teori yang
17
Soerjono Sukamto, Op.cit.., hal 30.
18
J.J.J. M. Wuisman, 1996, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Penyunting, M. Hisyam, UI
Press, Jakarta, hal 203.
19
Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustofa Adidjoyo,1988, Teori dan Strategi Pembangunan
Nasional, CV. Haji Mas Agung, Jakarta, hal 12.
20
Lexy J. Moleong, 1993, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung,
hal 35.
18
Dalam Penelitian ini digunakan landasan teoritis berupa Teori Sistem Hukum
perkara adat dari Moh. Koesnoe, Fungsi Hukum serta Konsep Kesadaran Hukum.
yang ada.
negara.22
Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Lawrence M. Friedman bahwa “a legal
dan aturan tentang bagaimana lembaga-lembaga harus bertindak. Hal ini dapat
21
H. R. Otje Salman Soemodiningrat dan Anthon F. Susanto, 2008, Teori Hukum
(Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali), selanjutnya disebut H. R. Otje Salman
Soemodiningrat dan Anthon F Susanto I, PT. Refika Aditama, Bandung, hal.153-154.
22
Saifullah, 2007, Refleksi Sosiologi Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, hal. 26.
23
Lawrence M. Friedman, 1975, The Legal Sistem : A Social Science Perspective, Rusell
Sage Foundation, New York, hal. 16.
19
composed of substantive rules and rules about how institutions should behave”.24
Substansi yang dimaksud adalah aturan atau norma, substansi juga berarti produk
atau aturan baru yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam hukum itu, yang
dipakai pada waktu melaksanakan. Dalam hal ini substansi hukum yang dimaksud
adalah aturan atau norma-norma yang ada dalam Awig-awig baik bidang
hukum. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Lawrence M. Friedman bahwa
“Structure, to be sure, is one basic and obvious element of the legal sistem .... The
permanen, atau unsur tubuh lembaga dengan berbagai fungsinya dalam rangka
mendukung bekerjanya hukum tersebut. Dalam hal ini adalah institusi penegak
mentaati hukum atau sebaliknya melanggar hukum. Budaya hukum bagian dari
budaya pada umumnya, berupa adat istiadat, pandangan, cara berpikir dan
bertingkah laku, kesemuanya itu dapat membentuk kekuatan sosial yang bergerak
mendekati hukum dan cara-cara tertentu. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan
general culture, customs, opinion, ways of doing and thinking, that bend social
forces toward or away from the law and in particular ways”.26 Artinya budaya
dan ditaati.
merupakan aturan yang ditujukan kepada pejabat dan yang ditetapkan untuk
masalah yaitu :
adjudication).
Soekanto yang dikenal dengan nama efektivitas hukum. Inti pendapat Soerjono
Soekanto adalah hukum berlaku efektif ditentukan oleh lima faktor. Kelima faktor
26
Ibid, hal. 15.
27
HAL. L.. A. Hart, 1961, The Concept of Law, Oxford University Press, London, hal. 91.
21
menerapkan hukum.
diterapkan.
e. Faktor Kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan
perubahan itu dapat dikatagorikan sebagai perubahan sosial. Dalam hal ini
dari dalam masyarakat itu sendiri maupun yang berasal dari luar masyarakat
tersebut”.29 Teori Sistem Hukum (legal system Theory) digunakan untuk mengkaji
Hakikat dan Penerapan sanksi adat menurut Awig-awig Desa Pakraman Keramas.
Menurut Moh. Koesnoe, ada dua cara dalam menangani perkara adat yaitu
28
Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Rajawali Pers, Jakarta, hal. 8.
29
Soerjono Soekanto, 1993, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, Bina Aksara, Jakarta,
hal. 17.
22
bersama orang lainnya untuk menyusun suatu pendapat bersama yang bulat atas
Mufakat yang dikehendaki oleh adat, bukanlah mufakat asal mufakat saja,
mufakat itu hanya suatu cara atau alat adalah sesuatu yang menurut alur dan patut,
oleh sebab itu suatu mufakat yang tidak berdasarkan alur dan patut adalah hampa
dan kosong. Disini bukan soal “menang-kalah” dari salah satu pihak, melainkan
pihak dapat hidup bersama kembali dalam kehidupan secara tenang, tentram dan
sejahtera.
perlu adanya langkah-langkah yang bersifat tegas dan jelas. Dalam hal ini,
tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Dalam ajaran memutus ini hak dan kewajiban masing-masing pihak mendapat
Hak-hak dan kewajiban masing-masing dirumuskan secara rinci dan tegas, tanpa
23
tidak dalam kehidupan seperti semula. Ajaran memutus lebih menitik beratkan
secara adil dan bijaksana. Dalam penyelesaian pelanggaran adat tidak ada yang
pulih kembali, dan para pihak yang bersengketa dapat berhubungan secara
Asas rukun merupakan suatu asas yang berhubungan erat dengan pandangan
hidup dan sikap seseorang dalam menghadapi hidup bersama di dalam suatu
krama desa.
Asas patut menekankan perhatian pada status para pihak, agar dapat
30
Koesno, Mohal., 1979, Catatan-cataran Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga
University Press, Surabaya, hal. 49
31
I Nyoman Sirtha, 2008, Aspek Hukum Dalam Konflik Adat di Bali, Udayana University
Press, Denpasar, hal. 78.
24
patut dimaksudkan agar penyelesaian konflik adat dapat menjaga nama baik pihak
perasaan yang hidup dalam masyarakat, yang telah tertanam menjadi tradisi secara
tempat, waktu, dan keadaan sehingga putusan terhadap konflik adat diterima oleh
berpedoman pada :
mengarahkan para pihak supaya mau saling mengerti, saling member dan
dan damai.
32
Ibid., hal. 80.
33
Ibid., Op.cit., hal. 81.
25
dapat pula minta nasehat dan petunjuk dari para tetua-tetua adat yang
berpengalaman.
saat itu.34
Ajaran mengenai penanganan perkara adat dari Moh. Koesno ini digunakan
3. Fungsi Hukum
Di mana ada masyarakat di sana ada hukum (ubi societas ibi ius). Hukum ada
34
Tjok Istri Putra Astiti, 2010, Desa Adat Menggugat dan Digugat, Udayana University
Press, Denpasar, hal. 80-81.
26
dari keadaan hukum itu sendiri sangat dipengaruhi oleh corak dan warna
Dalam sejarah pemikiran ilmu hukum, terdapat dua paham mengenai fungsi
dalam masyarakat.
sosial, hukum memiliki tujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib,
individu dan masyarakat dapat terlindungi. Hukum dapat berperan di depan untuk
Hukum memiliki fungsi yang sangat penting dalam mewujudkan perdamaian dan
35
Suteki, 2013, Hukum dan Alih Teknologi, Thafa Media, Yogyakarta, hal. 14.
27
Fungsi hukum ini digunakan untuk mengkaji peranan sanksi adat dalam
efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat”. 37 Walaupun
hukum yang dibuat itu memenuhi persyaratan yang ditentukan secara filosofis dan
yuridis, tetapi kalau kesadaran hukum masyarakat tidak mempunyai respon yang
baik untuk mentaati dan mematuhi peraturan hukum tidak ada, maka peraturan
dalam masyarakat juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kesadaran
36
H. R. Otje Salman Soemodiningrat, 1999, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, selanjutnya
disebut H. R. Otje Salman Soemodiningrat II, Alumni, Bandung, hal. 37-38.
37
H. R. Otje Salman Soemodiningrat I, Op.cit. hal. 72.
38
Abdul Manan, 2005, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta,
hal. 97.
28
dan kepastian. “selain kepastian hukum juga diharapkan suatu kesadaran hukum,
Soekanto yaitu :
sebagai berikut :
2. Pemahaman hukum,
adanya sikap hukum (legal attitude) dan pola perilaku hukum (legal behavior).
Yang dimaksud dengan sikap hukum (legal attitude) dan pola perilaku hukum
(legal behavior).
39
H. R. Otje Salman Soemodiningrat I, Op.cit.., hal. 52.
40
Simposium BPHN, 1975, “Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Masa Transisi”, Jakarta,
dalam Muslan Abdurrahman, 2009, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press,
Malang, hal. 34.
41
Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Pres,
Jakarta,, hal. 272.
29
merupakan hal yang utama dalam kesadaran hukum, karena disini dapat dilihat
Setelah peraturan adat disahkan dalam hal ini adalah penetapan Awig-awig,
maka masyarakat dianggap mengetahui isi dari norma yang ada dalam Awig-awig
tersebut, baik perilaku yang dilarang maupun perilaku yang diperbolehkan dalam
norma yang diatur dalam Awig-awig merupakan unsur penting dalam awal proses
dari adanya norma dalam Awig-awig tersebut, baik dari segi tujuan yang ingin
seseorang atau subyek hukum terhadap hukum itu yang diwujudkan dalam bentuk
masyarakat terhadap aturan, sikap hukum masyarakat terhadap aturan dan pola
hukum adalah kesadaran seseorang akan nilai-nilai yang terdapat dalam diri
42
Muslan Abdurrahman, Op cit, hal. 36.
30
bahwa suatu prilaku tertentu diatur oleh hukum”.43 Berdasarkan uraian tersebut,
adalah :
dengan tujuan dan manfaat dari ditetapkannya norma yang termuat dalam
43
Istiyono Wahyu Y. & Ostaria Silaban, 2006, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Karisma
Publishing Group, Jakarta, hal. 499.
31
Latar Belakang
1. Perubahan pola hidup dan tingkah laku masyarakat di Desa Pakraman Keramas
diikuti dengan aturan yang ditetapkan dalam Awig-awig yang berpedoman pada
konsep Tri Hita Karana.
2. Sanksi adat Desa Pakraman Keramas diharapkan dapat memberikan efek jera
sehingga mampu meingkatkan kesadaran hukum masyarakat
Hasil :
Keterangan :
erat dengan nilai-nilai yang bersifat religius. Hukum adat yang hidup dan diakui
Peraturan adat merupakan nilai-nilai yang terbentuk atau tercipta dalam suatu
masyarakat yang saling berhubungan dengan perilaku manusia dimana apabila ada
peraturan-peraturan yang telah disepakati. Oleh karena itu perlu adanya suatu
suatu mekanisme pengendalian sosial. Salah satu bentuk pengendalian sosial yang
efektif bagi masyarakat adalah sanksi adat. Hakikat sanksi adat menurut Awig-
awig dapat dilihat dari 3 hal yaitu bentuk sanksi adat, tujuan sanksi adat dan
penerapan sanksi adat yang termuat dalam Awig-awig. Hakikat sanksi adat
menggunakan Teori sistem Hukum (Legal Sistem Theory), dan ajaran Moh.
dalam masyarakat juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kesadaran
33
hukum masyarakat. Sanksi adat selain menimbulkan efek jera bagi pelanggar,
ajaran Moh. Koesnoe, fungsi hukum dan konsep kesadaran hukun itu sendiri. Dari
Sanksi Adat di Desa Pakraman Keramas tidak hanya memiliki tujuan untuk
mengembalikan keseimbangan desa dan memberikan efek jera, tetapi juga dapat
Keramas
44
Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal 155.
34
suatu gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan nyata. Dalam
normatif yang otonom, sebagai ius constituendum (law as what ought to be),
dan tidak pula semata-mata sebagai ius constitutum (law as what it is in the
book), akan tetapi secara empiris sebagai ius operatum (law as what it is in
society).45
secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu atau
45
Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis, Loc.cit., hal 34.
35
masyarakat.46
norma hukum, karya tulis yang dimuat baik dalam literatur maupun jurnal,
doktrin, serta laporan penelitian terdahulu sudah mulai ada dan bahkan
mutlak diperlukan.47
Data dan Sumber Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data Primer
Keramas.
46
Amiruddin dan Zainal Asikin, Op.cit. hal 25.
47
Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis, Loc.cit., hal 34-35.
36
2. Data Sekunder.
suatu dokumen.
1. Lokasi Penelitian
48
Ronny Hanitijo, 2002, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, hal 72.
39
Gianyar.
analisis yaitu analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif tergantung
49
Bahder Johan Nasution, Op.cit.. hal. 156.
40
dari sifat penelitian dan sifat data yang dikumpulkan peneliti. Dalam
penelitian ini, oleh karena bersifat deskriptif, maka analisis data yang
mengumpulkan data yang terdiri atas kata-kata yang tidak diolah menjadi
diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis. Proses