Anda di halaman 1dari 8

BAB I 

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum yang menjadi tuntunan masyarakat merupakan cita cita sosial yang tidak
pernah berhenti dikejar sampai akhir hayat, baik hukum dari norma berkehidupan sosial
maupun hukum dalam ajaran agama yang dianut, dalam konteks kali ini lebih mengarah
kepada hukum Islam sebagai agama yang kita anut dan kita yakini eksistensinya.
Dalam setiap keberadaan hukum pasti tidak akan terlepas dari tujuan dan harapan
subjek hukum, subjek hukum dalam hal ini adalah manusia seperti yang telah diurai
pemakalah sebelumnya mengenai keberadaan subjek hukum atau manusia itu sendiri sebagai
pelaku hukum. Mengurai lebih lanjut tentang keberadaan hukum dan tujuannya maka dalam
makalah kali ini kami akan menjabarkan bagaimana tujuan hukum Islam yang berkaitan
langsung dengan pelaku hukum atau subjek hukum itu sendiri.
Kesimpulan awal yang dapat kami ambil dari tujuan hukum Islam adalah
kemashlahatan manusia seluruhnya, baik kemashlahatan di dunia ataupun kemaslahatan di
akhirat kelak, yang di dasarkan pada Firman Allah Surat Al-Anbiya ayat 107 :
    tBur š»oYù=y™ö‘r& žwÎ) ZptHôqy‘ šúüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ$!
Artinya : ….dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.(QS. Al Anbiya’ ayat 107)

B. Rumusan Masalah
Apa dan bagaimana Islam menetapkan tujuan hukumnya bila dikaitkan dengan manusia
sebagai pelaku hukum atau subjek hukumnya ?
BAB II 
PEMBAHASAN

A. Tujuan Hukum Islam


Tujuan hukum Islam sejatinya adalah tujuan Pencipta hukum Islam itu sendiri. Tujuan hukum
Islam adalah arah setiap perilaku dan tindakan manusianya dalam rangka mencapai
kebahagiaan hidup dengan mentaati serta menghindari apa yang telah menjadi hukumNya.
Dalam FirmanNya Allah tegas memberikan segala ciptaannya pada manusia itu tidaklah sia-
sia. Surat Al-Mu’minun ayat 115:
óOçFö7Å¡yssùr& $yJ¯Rr& öNä3»oYø)n=yz $ZWt7tãöNä3¯Rr&ur $uZøŠs9Î) Ÿw tbqãèy_ö
  è? ÇÊÊÎÈ
Artinya : Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan
kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami? (QS
Al-Mu’minun ayat 115)
Tujuan hukum Islam sesuai dengan fitrah manusia dan fungsi-fungsi daya fitrah
manusia. Fitrah manusia mempunyai tiga daya atau potensi yaitu : ‘aql, syahwat,
gadlab, yang akan dijelaskan dalam tabel berikut ini :
Tabel 1 
Fungsi dan Fitrah Manusia
Daya-daya manusia Fungsi daya manusia Tujuan
‘Aql Mengetahui dan Mendapat tuntunan dan
mengEsakan Allah keridhaan Allah
Syahwat Menginduksi objek-objek Mencapai kebahagiaan
menyenangkan hidup
Gadlab Mempertahankan diri dan Mempertahankan
kesenangan kebahagiaan

Tujuan hukum Islam secara global atau bisa dikategorikan tujuan umumnya adalah
untuk kemaslahatan manusia seluruhnya baik kemaslahatan di dunia fana ini, maupun
kemashlahatandi hari yang baqa (kekal) kelak.
Seperti yang telah disinggung dalam latar belakang pengambilan judul ini, keberadaan
hukum tidak dapat terlepas dengan tujuan dan harapan manusia sebagai pelaku atau subjek
hukum, dan harapan manusia sebagai pelaku hukum disini dapat kita kategorikan sebagai
tujuan khusus diantaranya :
1) Kemashlahatan hidup bagi diri dan orang lain
2) Tegaknya Keadilan
3) Persamaan hak dan kewajiban dalam hukum
4) Saling control di dalam kehidupan bermasyarakat
5) Kebebasan berekspresi, berpendapat, bertindak dengan tidak melebihi batas-batas
hukum dan norma sosial.
6) Regenerasi sosial yang positif dan bertanggung jawab.
Asy Syatibi mengatakan bahwa tujuan syariat hukum Islam adalah mencapai kemashlahatan
hambanya, baik di dunia maupun diakhirat. Kemashlahatan tersebut didasarkan kepada 5 hal
mendasar, diantaranya: memelihara agama (hifzh ad-din), memelihara jiwa (hifzh an-nafs),
memelihara akal (hifzh al-‘aql), memelihara keturunan (hifzh an-nashl), memelihara
kekayaan (hifzh al-mal).[5]
Sementara pengertian memelihara itu sendiri ada dua aspek dasar :[6]
a.       Hifzh ad-din min janib al wujud, aspek yang menguatkan unsure-unsurnya dan
mengokohkan landasanya. 
Contoh : mengucapkan dua kalimat syahadat, shalat, puasa, dan naik haji.
b.      Hifzh ad-din min janib al-adam, aspek yang mengantisipasi agar kelima tersebut tidak
terganggu dan terjaga dengan baik.
Contoh : adanya hukum jinayah.
Kembali kepada dasar dari tujuan syariat Islam yang lima tadi, yakni Al Maqaashidu ‘l-
Khamsah, yaitu : [7]
a.       Memelihara Kemashlahatan Agama
Beragama merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi karena agamalah yang dapat
menyentuh hati nurani manusia. Agama juga harus terpelihara dari ancaman orang-orang
yang tidak bertanggung jawab yang hendak merusakkan akidah, ibadah, dan akhlaknya.
Hal ini didasarkan dengan Firman Allah Surat Asy-Syura’ ayat 13 :[8]
tíuŽŸ° Nä3s9 z`ÏiB ÈûïÏe$!$# $tB 4Óœ»ur ¾ÏmÎ/ %[nqçRü“Ï%©!$#ur ! *
$uZøŠym÷rr& y7ø‹s9Î) $tBur $uZøŠ¢¹urÿ¾ÏmÎ/ tLìÏdºtö/Î) 4Óy›qãBur #Ó|¤ŠÏãur ( 
÷br&(#qãKŠÏ%r& tûïÏe$!$# Ÿwur (#qè%§xÿtGs? ÏmŠÏù 4 uŽã9x.’n?tã tûüÏ.ÎŽô³ßJ
ø9$# $tB öNèdqããô‰s? ÏmøŠs9Î) 4 ª!$#ûÓÉ<tFøgs† Ïmø‹s9Î) `tB âä!$t±o„ ü“ωöku
  ‰ur Ïmø‹s9Î)`tB Ü=‹Ï^ムÇÊÌÈ
Artinya : Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-
Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru
mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan
memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).(QS. As-Syura’
ayat 13)
Agama yang disebut dalam ayat ini ialah meng-Esakan Allah s.w.t., beriman kepada-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta mentaati segala perintah dan larangan-
Nya.
b.      Memelihara Jiwa
Islam melarang pembunuhan dan pelaku pembunuhan diancam denngan hukuman qiyas
(pembalasan yang seimbang), diharapkan agar orang-orang yang akan melakukan
pembunuhan berfikir seribu kali karena balasannya akan sama, yakni pembunuh juga akan
dibunuh.   
Allah telah berfirman didalam surat Al Baqarah 178-179 : [9]
pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNä3ø‹n=tæÞÉ$|ÁÉ)ø9$# ’Îû ‘n=÷Fs)ø9$
$# ( ”çtø:$# Ìhçtø:$$Î/߉ö6yèø9$#ur Ï‰ö7yèø9$$Î/ 4Ós\RW{$#ur 4Ós\RW{$
$Î/4 ô`yJsù u’Å"ãã ¼ã&s! ô`ÏB ÏmŠÅzr& ÖäóÓx« 7í$t6Ïo?$$sùÅ$rã÷èyJø9$$Î/ íä!
#yŠr&ur Ïmø‹s9Î) 9`»|¡ômÎ*Î/ 3 y7Ï9ºsŒ×#‹ÏÿøƒrB `ÏiB öNä3În/§‘ ×pyJômu‘ur 3 Ç`y
Jsù3“y‰tGôã$# y‰÷èt/ y7Ï9ºsŒ ¼ã&s#sù ë>#x‹tã ÒOŠÏ9r&ÇÊÐÑÈ   öNä3s9ur ’Îû 
  ÄÉ$|ÁÉ)ø9$# ×o4quŠym ’Í<'ré'¯»tƒÉ=»t6ø9F{$# öNà6¯=yès9 tbqà)Gs? ÇÊÐÒÈ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba,
dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari
saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah
(yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik
(pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.
Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.
Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang
berakal, supaya kamu bertakwa.[10]
c.       Memelihara Akal
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna, diciptakan Allah dengan bentuk yang paling
sempurna diantara ciptaan Allah yang lainnya, begitupula dengan akal yang anugerahkan
Allah hanya kepada manusia, bahwa akal sangat penting peranannya dalam hidup di dunia
ini. Oleh karena itu Allah mensyariatkan peraturan untuk manusia guna memelihara akal
yang sangat penting itu, seperti Allah melarang meminum-minuman keras, untuk apa ? untuk
menjaga akal manusia.
Allom menjelaskan ini melalui surat Al Maidah ayat 90-91 : [11]
pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$#çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|$
ÁRF{$#ur ãN»s9ø—F{$#ur Ó§ô_Í‘ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø‹¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù ö
Nä3ª=yès9tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ   $yJ¯RÎ) ß‰ƒÌãƒ ß`»sÜø‹¤±9$# br&yìÏ%qムãNä3u
Z÷t/ nourºy‰yèø9$# uä!$ŸÒøót7ø9$#ur ’Îû̍÷Ksƒø:$# ÎŽÅ£÷yJø9$#ur öNä.£
 ‰ÝÁtƒur `tã Ìø.ÏŒ «!$#Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# ( ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZ•B ÇÒÊÈ
 
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di
antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan
itu).[12]
d.      Memelihara Keturunan
Islam mengatur pernikahan dan mengaharamkan zina, menetapkan siapa-siapa yang boleh
dan tidak boleh dinikahi, bagaimana cara perkawinan itu dilakukan dan syarat apa yang harus
dipenuhi, agar pernikahan itu sah, dan anak-anak yang lahir dari hubungan itu dianggap sah
pula menjadi keturunan dari ayahnya.
Firman Allah surat An Nisa ayat 3 dan 4 : [13]
bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? ’Îû 4‘uK»tGu‹ø9$#(#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ ÷
Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$#4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/â‘ur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr&(
#qä9ω÷ès? ¸oy‰Ïnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tBöNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #’oT÷Šr
& žwr& (#qä9qãès?ÇÌÈ   (#qè?#uäur uä!$|¡ÏiY9$# £`ÍkÉJ»s%߉|¹ \'s#øtÏU 4bÎ*sù tû
  ÷ùÏÛ öNä3s9 `tã &äóÓx« çm÷ZÏiB $T¡øÿtRçnqè=ä3sù $\«ÿ‹ÏZyd $\«ÿƒÍ£D ÇÍÈ
Artinya : dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku
adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. Berikanlah maskawin (mahar) kepada
wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. kemudian jika
mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka
makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.[14]
e.       Memelihara Harta Benda dan Kehormatan
Sejatinya memang harta benda itu milik Allah, namun Islam juga mengakui hak pribadi
seseorang. Manusia terkadang tamak terhadap harta benda, mendapatkan harta benda itu
dengan jalan apapun, maka dari itu Allah mengatur mengenai muamalat seperti jual-beli,
sewa menyewa, gadai, melarang penipuan, riba dan sebagainya. Maka dari itu Allah
berfirman dalam Al Quran surat Al Baqarah 188 : [15]
Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ô‰è?ur !$ygÎ/ ’
n<Î) ÏQ$¤6çtø:$#(#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)ƒÌsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ä¨$¨Y9$#ÉOøOM}$$Î/ 
  óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ
Artinya : dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.[16]
Lima tujuan syariat diatas difokuskan menjadi tiga peringkat kebutuhan berdasarkan skala
prioritas masing-masing, yaitu : [17]
a.       Kebutuhan Dharuriyah
Kebutuhan dharuriyah atau kebutuhan utama, yang menjadi skala prioritas yang paling
essential, yakni kelima tujuan syariat itu sendiri memelihara agama, memelihara jiwa,
memelihara akal, memelihara keturunan, dan memelihara harta.
b.      Kebutuhan Hajjiyah
Kebutuhan hajjiyah ditujukan untuk menghilangkan kesulitan di dalam pelaksanaannya,
karena hukum Islam tidak menghendaki kesulitan yang tidak wajar.  
c.       Kebutuhan Tahsiniyah
Kebutuhan tahsiniyah ditujukan untuk mengendalikan kehidupan manusia agar selalu
harmoni, serasi dan penuh dengan nilai-nilai estetika sehingga terjaminlah manusia oleh
perilaku atau akhlaqnya yang terpuji.
BAB III 
PENUTUP

-          Tujuan Hukum Islam secara umum adalah untuk kemaslahatan manusia seluruhnya
baik kemaslahatan di dunia fana ini, maupun kemashlahatan di hari yang baqa (kekal) kelak.
-          Tujuan Hukum Islam khusus diantaranya :
1.      Kemashlahatan hidup bagi diri dan orang lain
2.      Tegaknya Keadilan
3.      Persamaan hak dan kewajiban dalam hukum
4.      Saling control di dalam kehidupan bermasyarakat
5.      Kebebasan berekspresi, berpendapat, bertindak dengan tidak melebihi batas-batas
hukum dan norma sosial.
6.      Regenerasi sosial yang positif dan bertanggung jawab
Yang didasarkan juga pada kelima tujuan syariat itu sendiri memelihara agama, memelihara
jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan, dan memelihara harta.

[1] Al Qur’an dan Terjemahnya. Departemen Agama Republik Indonesia. (Semarang : Toha
Putra)
[2] Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung : LPPM Universitas Islam Bandung)101
[3] Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam. (Jakarta : Radar Jaya Offset)65
[4] Beni Ahmad Saebani., Filasafat Hukum Islam. (Bandung : Pustaka Setia)243
[5] Ibid.245
[6] Ibid.246
[7] Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam. (Jakarta : Radar Jaya Offset)67-101
[8] Al Qur’an dan Terjemahnya. Departemen Agama Republik Indonesia. (Semarang : Toha
Putra)
[9] Ibid
[10] Ibid
[11] Ibid
[12] Ibid
[13] Ibid
[14] Ibid
[15] Ibid
[16] Ibid
[17] Beni Ahmad Saebani., Filasafat Hukum Islam. (Bandung : Pustaka Setia)247

Anda mungkin juga menyukai