Anda di halaman 1dari 31

KONSEP

KEBUTUHAN
KENYAMANAN

OLEH :

NS.ERNAWATI,S.KP, M.KES
Latar Belakang

• Adanya Nyeri yang dirasakan klien merupakan


indikasi gejala sakit terus berlanjut.
• Rasa sakit yang tidak hilang dapat
mengganggu kualitas hidup klien serta
kemampuan klien untuk berfungsi.
• Rasa sakit juga dapat mengganggu hubungan
klien dan menyebabkan kecemasan,
ketakutan, depresi yang parah  bunuh diri
Pengertian nyeri
• Menurut International Association for
Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait
dengan kerusakan jaringan aktual maupun
potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan
• Nyeri bersifat subyektif dimana individu
mempelajari apa itu nyeri, melalui
pengalaman yang langsung berhubungan
dengan luka (injuri), yang dimulai dari
awal masa kehidupannya.

• Pada tahun 1999, the Veteran’s Health


Administration mengeluarkan kebijakan
untuk memasukan nyeri sebagai tanda
vital ke lima.
Klasifikasi Nyeri,
berdasarkan sumbernya

1. Nyeri Nosiseptif
Proses normal dari adanya stimulus atau
berpotensi merusak jaringan normal jika
berkepanjangan

2. Nyeri Neuropatik
Proses input sensorik yang tidak normal oleh
sistem saraf perifer atau pusat
1. Nyeri nosiseptif
• Terkait dengan kerusakan jaringan nonneural dan aktivasi
nosiseptor (IASP, 2012).
• Kategori nyeri ini dapat mempengaruhi organ visceral dan
mungkin dianggap memiliki penyebab fokal atau diskrit
(misalnya, pasca operasi rasa sakit; nyeri yang
berhubungan dengan trauma, infeksi, atau abses)

2. Nyeri neuropatik adalah proses yang mempengaruhi


somatosensory sistem saraf
• Contoh: nyeri dari penyakit neurologis, neuropati
diabetik, neuropati sensorik dari kemoterapi, dan
neuralgia trigeminal.
• Sakitnya sering dirasakan seperti tertembak, tertusuk,
terbakar, kesemutan, atau seperti sengatan listrik
(Polomano & Fillman, 2017).
Kategori Nyeri,
Berdasarkan waktu terjadinya

1. Nyeri Akut
• biasanya terjadi sebentar saja setelah insiden/peristiwa
tertentu seperti cedera tak terduga, atau setelah prosedur
pembedahan
• menjadi tanda peringatan kemungkinan cedera jika penyebab
nyeri tidak diidentifikasi dan diselesaikan

2. Kronis
• mungkin tidak memiliki beberapa tanda fisik nyeri yang
diharapkan, seperti peningkatan tekanan darah (TD) atau
detak jantung meningkat, karena sistem saraf otonom mungkin
telah beradaptasi dari waktu ke waktu.
• klien mungkin lebih sulit untuk dinilai dan ditangani(Fink et al.,
1. Nyeri akut merupakan hasil dari injuri akut,
penyakit atau pembedahan
- awitan : timbulnya mendadak
- tujuan : mengindikasikan bahwa kerusakan
atau cedera telah terjadi
- intensitas : ringan s.d berat
- durasi : durasi sangat singkat (dari beberapa
detik sampai 3 bulan)
- respon otonom : konsisten dengan respon
stress simpatis
2. Nyeri kronik non keganasan ,dihubungkan dengan
kerusakan jaringan yang dalam masa penyembuhan
atau tidak progresif.

Nyeri kronik keganasan adalah nyeri yang


dihubungkan dengan kanker atau proses penyakit
lain yang progresif.
- awitan : terus menerus atau intermiten
- intensitas : ringan s.d berat
- durasi : 6 bulan atau lebih
- respon ototnom : tidak terdapat respon
otonom
Fisiologi nyeri
• Reseptor nyeri (nosireceptor/ujung syaraf bebas
dalam kulit) adalah organ tubuh yang berfungsi untuk
menerima rangsang nyeri. secara anatomis reseptor
nyeri ini ada yang bermielien dan ada juga yang tidak
bermielin dari syaraf perifer.

• Letak nosireseptor :
1. pada kulit (Kutaneus),
2. somatik dalam (deep somatic),
3. daerah viseral,
 karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri
yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
1. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan,
nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk
dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit
(kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta
• Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi
6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam
yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri
dihilangkan
b. Serabut C
• Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan
tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih
dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
2. Struktur reseptor nyeri somatik dalam
meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada
tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan
jaringan penyangga lainnya. Karena struktur
reseptornya komplek, nyeri yang timbul
merupakan nyeri yang tumpul dan sulit
dilokalisasi.
3. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah
reseptor viseral, reseptor ini meliputi
organ-organ viseral seperti jantung, hati,
usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang
timbul pada reseptor ini biasanya tidak
sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi
sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia
dan inflamasi.
Teori Pengontrolan nyeri
(Gate control theory)
• Teori yang berusaha menggambarkan nosireseptor dapat
menghasilkan rangsang nyeri.
• Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965)
mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau
dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang
sistem saraf pusat.
• Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat
sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat
sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan
tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Efek nyeri :
• persepsi dari suatu sensasi,
• respon fisiologis,
• psikologis,
• sosial,
• kognitif,
• emosi
• perilaku,
Respon fisiologis terhadap nyeri
1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan
superficial)
• a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
• b) Peningkatan heart rate
• c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
• d) Peningkatan nilai gula darah
• e) Diaphoresis
• f) Peningkatan kekuatan otot
• g) Dilatasi pupil
• h) Penurunan motilitas GI
2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan
dalam)
• a) Muka pucat
• b) Otot mengeras
• c) Penurunan HR dan BP
• d) Nafas cepat dan irreguler
• e) Nausea dan vomitus
• f) Kelelahan dan keletihan
Respon tingkah laku terhadap nyeri

• 1) Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:


• 2) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas,
Mendengkur)
• 3) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi,
Menggigit bibir)
• 4) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot,
peningkatan gerakan jari & tangan
• 5) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari
percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang
perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Respon Psikologis
• respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman
klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien.
• Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi
tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu
dan juga faktor sosial budaya
• Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :
1) Bahaya atau merusak
2) Komplikasi seperti infeksi
3) Penyakit yang berulang
4) Penyakit baru
• 5) Penyakit yang fatal
• 6) Peningkatan ketidakmampuan
• 7) Kehilangan mobilitas
• 8) Menjadi tua
• 9) Sembuh
• 10) Perlu untuk penyembuhan
• 11) Hukuman untuk berdosa
• 12) Tantangan
• 13) Penghargaan terhadap penderitaan orang
lain
• 14) Sesuatu yang harus ditoleransi
Faktor yang mempengaruhi respon nyeri
1) Usia
• Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus
mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang
melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan
fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,
karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang
harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat
atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

2) Jenis kelamin
• Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda
secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi
faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri,
wanita boleh mengeluh nyeri).
3) Kultur
• Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan
bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka
melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

4) Makna nyeri
• Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri
dan dan bagaimana mengatasinya.

5) Perhatian
• Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan
upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi
nyeri.
6) Ansietas
• Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.

7) Pengalaman masa lalu


• Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini
nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa
lalu dalam mengatasi nyeri.

8) Pola koping
• Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri.

9) Support keluarga dan sosial


• Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002)
adalah sebagai berikut :
1) skala intensitas nyeri deskritif
2) Skala identitas nyeri numerik
4) Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
• 0 :Tidak nyeri
• 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat
berkomunikasi dengan baik.
• 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan
baik.
• 7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak
dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap
tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi
nafas panjang dan distraksi
• 10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
Manajemen nyeri :
1. Manajemen nyeri non farmakologik.
Pendekatan non farmakologik biasanya menggunakan
terapi perilaku (hipnotis, biofeedback), pelemas
otot/relaksasi,akupuntur, terapi kognitif (distraksi),
TENS, restrukturisasi kognisi, imajinasi dan terapi fisik

2. Manajemen nyeri dengan pendekatan farmakologik


Ada tiga kelompok utama obat yang digunakan untuk
menangani rasa nyeri :
a. Analgetika golongan non narkotika
b. Analgetika golongan narkotika
c. Adjuvan
Manajemen Nyeri Nonfarmakologis
(nondrug)
• Teknik relaksasi  hemat biaya dan memiliki sisi efek minimal.
• untuk klien yang memiliki nyeri intermiten atau terobosan atau untuk klien yang
tidak dapat mentolerir obat analgesik.
• membantu klien agar rileks bisa menjadi tantangan dalam masyarakat kita yang
sibuk.

• Tindakan keperawatan seperti menggunakan sentuhan dan komunikasi


terapeutik, melakukan kontak mata, dan persembahan dukungan

• Mereposisi klien dan menggunakan musik, humor, doa, membaca bisa efektif.

• peningkatan lingkungan klien, pernapasan terkontrol dan imagery exercise, pijat,


dan teknik lain dapat membantu mempromosikan kenyamanan dan relaksasi.

Anda mungkin juga menyukai