KEBUTUHAN
KENYAMANAN
OLEH :
NS.ERNAWATI,S.KP, M.KES
Latar Belakang
1. Nyeri Nosiseptif
Proses normal dari adanya stimulus atau
berpotensi merusak jaringan normal jika
berkepanjangan
2. Nyeri Neuropatik
Proses input sensorik yang tidak normal oleh
sistem saraf perifer atau pusat
1. Nyeri nosiseptif
• Terkait dengan kerusakan jaringan nonneural dan aktivasi
nosiseptor (IASP, 2012).
• Kategori nyeri ini dapat mempengaruhi organ visceral dan
mungkin dianggap memiliki penyebab fokal atau diskrit
(misalnya, pasca operasi rasa sakit; nyeri yang
berhubungan dengan trauma, infeksi, atau abses)
1. Nyeri Akut
• biasanya terjadi sebentar saja setelah insiden/peristiwa
tertentu seperti cedera tak terduga, atau setelah prosedur
pembedahan
• menjadi tanda peringatan kemungkinan cedera jika penyebab
nyeri tidak diidentifikasi dan diselesaikan
2. Kronis
• mungkin tidak memiliki beberapa tanda fisik nyeri yang
diharapkan, seperti peningkatan tekanan darah (TD) atau
detak jantung meningkat, karena sistem saraf otonom mungkin
telah beradaptasi dari waktu ke waktu.
• klien mungkin lebih sulit untuk dinilai dan ditangani(Fink et al.,
1. Nyeri akut merupakan hasil dari injuri akut,
penyakit atau pembedahan
- awitan : timbulnya mendadak
- tujuan : mengindikasikan bahwa kerusakan
atau cedera telah terjadi
- intensitas : ringan s.d berat
- durasi : durasi sangat singkat (dari beberapa
detik sampai 3 bulan)
- respon otonom : konsisten dengan respon
stress simpatis
2. Nyeri kronik non keganasan ,dihubungkan dengan
kerusakan jaringan yang dalam masa penyembuhan
atau tidak progresif.
• Letak nosireseptor :
1. pada kulit (Kutaneus),
2. somatik dalam (deep somatic),
3. daerah viseral,
karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri
yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
1. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan,
nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk
dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit
(kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta
• Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi
6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam
yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri
dihilangkan
b. Serabut C
• Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan
tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih
dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
2. Struktur reseptor nyeri somatik dalam
meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada
tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan
jaringan penyangga lainnya. Karena struktur
reseptornya komplek, nyeri yang timbul
merupakan nyeri yang tumpul dan sulit
dilokalisasi.
3. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah
reseptor viseral, reseptor ini meliputi
organ-organ viseral seperti jantung, hati,
usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang
timbul pada reseptor ini biasanya tidak
sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi
sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia
dan inflamasi.
Teori Pengontrolan nyeri
(Gate control theory)
• Teori yang berusaha menggambarkan nosireseptor dapat
menghasilkan rangsang nyeri.
• Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965)
mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau
dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang
sistem saraf pusat.
• Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat
sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat
sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan
tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Efek nyeri :
• persepsi dari suatu sensasi,
• respon fisiologis,
• psikologis,
• sosial,
• kognitif,
• emosi
• perilaku,
Respon fisiologis terhadap nyeri
1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan
superficial)
• a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
• b) Peningkatan heart rate
• c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
• d) Peningkatan nilai gula darah
• e) Diaphoresis
• f) Peningkatan kekuatan otot
• g) Dilatasi pupil
• h) Penurunan motilitas GI
2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan
dalam)
• a) Muka pucat
• b) Otot mengeras
• c) Penurunan HR dan BP
• d) Nafas cepat dan irreguler
• e) Nausea dan vomitus
• f) Kelelahan dan keletihan
Respon tingkah laku terhadap nyeri
2) Jenis kelamin
• Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda
secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi
faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri,
wanita boleh mengeluh nyeri).
3) Kultur
• Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan
bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka
melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4) Makna nyeri
• Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri
dan dan bagaimana mengatasinya.
5) Perhatian
• Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan
upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi
nyeri.
6) Ansietas
• Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
8) Pola koping
• Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri.
• Mereposisi klien dan menggunakan musik, humor, doa, membaca bisa efektif.