Anda di halaman 1dari 80

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/339710435

Nematoda Sista Kentang: Biologi, Teknik Pengamatan, dan Upaya


Pengendalian

Book · March 2015

CITATIONS READS

0 598

1 author:

Iis Nurasyiah
Universitas Jember
4 PUBLICATIONS   4 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Plant parasitic nematode View project

All content following this page was uploaded by Iis Nurasyiah on 05 March 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


i

i
NEMATODA SISTA KENTANG
ii BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

NEMATODA SISTA KENTANG


Biologi, Teknik Pengamatan
& Upaya Pengendalian
xii, 69 hlm, Tab, 15.5 cm

Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Hak Cipta © Iis Nur Asyiah, 2015


Hak Terbit pada UMM Press

Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang


Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang 65144
Telepon (0341) 464318 Psw. 140, (0341) 7059981
Fax. (0341) 460435
E-mail: ummpress@gmail.com
http://ummpress.umm.ac.id

Cetakan Pertama, Februari 2015

ISBN : 978-979-796-237-1

Setting - Layout : A.Andi Firmansah


Cover : Ridlo S.
Editor : Prof. Dr. sc.agr. Ir. Didik Sulistyanto

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang


memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apapun, termasuk fotokopi, tanpa izin
tertulis dari penerbit. Pengutipan harap menyebutkan
sumbernya.
iii

Sanksi Pelanggaran pasal 72: Undang-undang No. 19 Tahun 2002, Tentang Hak Cipta:

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00
(Satu Juta Rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual


kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
NEMATODA SISTA KENTANG
iv BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Buku ini didedikasikan pada almarhum


“Ayahanda Nasruddin Zayadi”
v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Maha Pencipta Allah SWT,


karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulisan buku yang berjudul
“Nematoda Sista Kentang: Biologi, Teknik Pengamatan dan Upaya
Pengendalian” dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa
penulisan buku ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam penulisan buku ini.
Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman penulis selama meneliti
Nematoda Sista Kentang (NSK) dari tahun 2003 sampai dengan
2014, yaitu pada saat penulis menempuh program S3 di Program
Studi Biologi ITB pada tahun 2003 s.d. 2007, penelitian hibah KKP3T
Deptan pada tahun 2009, dan penelitian hibah bersaing pada tahun
2013 dan 2014. Juga berdasarkan penelitian orang lain yang terkait
baik di Indonesia maupun di luar negeri. Isi buku ini menekankan
pada upaya – upaya pengendalian yang telah dilakukan di
Indonesia, tingkat keberhasilan dan kekurangannya. Sebagai bahan
perbandingan, dalam buku ini juga dijelaskan mengenai
pengendalian NSK di luar negeri yang belum pernah dilakukan di
Indonesia.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan pada
Prof. Dr. sc. agr. Ir. Didik Sulistyanto, atas masukan dan kesediaannya
menjadi editor buku ini, Tim pembimbing disertasi, yaitu Prof. Dr.
Elin Yulinah, Dr. Mumu Sutisna, dan Prof. Dr. Buchari, Balitbang
Deptan yang telah mendanai penelitian melalui hibah KKP3T, Dikti

v
NEMATODA SISTA KENTANG
vi BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

yang telah mendanai penelitian melalui hibah bersaing, anggota


tim penelitian Ir. Soekarto, MS., Dr. Reginawanti, Dr. Anne Nurbaiti,
dan Dr. M. Husain. Penulis juga menyampaikan terima kasih dan
penghargaan pada pihak yang telah membantu penelitian di
lapangan, yaitu BPSBTPH Bandung, Diperta Banjarnegara, Disbun
Batu, Balai Penelitian Teh dan Kina Gambung, Bapak Susilo, Bapak
Joni, mahasiswa Faperta dan P. Biologi Universitas Jember, petani-
petani di Banjarnegara dan Batu Malang, serta semua pihak yang
tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Ucapan terima kasih dan
penghargaan penulis sampaikan pula pada kedua orang tua dan
mertua, saudara-saudara kandung, dan rekan-rekan dosen di Prodi
P. Biologi Universitas Jember yang telah memberi dorongan dan
semangat pada penulis.
Kepada suami tercinta Edie Prasetyo, ananda Airlangga Putera
Prasetyo dan Kania Cetta Puteri Prasetyo, penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga atas keikhlasannya
mengizinkan penulis melakukan penelitian dan menyusun buku ini
walaupun dengan pengorbanan yang tidak sedikit.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih belum sempurna,
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan. Akhirnya, penulis memohon maaf kepada segenap
pembaca atas kesalahan ataupun kekeliruan yang mungkin dapat
dijumpai dalam buku ini. Kepada semua pihak yang disebutkan di
atas, semoga kebaikan yang telah diberikan kepada penulis akan
dicatat sebagai amal sholeh oleh Allah SWT dan senantiasa
mendapatkan berkah yang berlipat ganda hingga akhir zaman,
Amin.

Jember, Februari 2015

Penulis
vii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................... v


DAFTAR ISI ..................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xiii

Bab 1 Pendahuluan..................................................................... 1
Bab 2 Biologi Nematoda Sista Kentang .................................. 5
A. Sifat Biologi dan Siklus Hidup Nematoda Sista
Kentang ..................................................................... 5
B. Dinamika Populasi NSK ............................................ 12
C. Strategi Pertahanan Diri NSK .................................. 13
Bab 3 Pengaruh Serangan NSK Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Kentang ............................................................................ 15
A. Morfologi Tanaman Kentang .................................. 15
B. Pengaruh NSK terhadap Pertumbuhan Tanaman
Kentang ..................................................................... 16
1. Pengaruh NSK terhadap Pertumbuhan Akar .... 17
2. Pengaruh NSK terhadap Pertumbuhan Tajuk ... 19
3. Pengaruh NSK terhadap Penyerapan Nutrisi dan
Air ........................................................................... 20

vii
NEMATODA SISTA KENTANG
viii BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Bab 4 Metode Ekstraksi Dan Estimasi Nematoda Sista


Kentang ............................................................................ 23
A. Sampling Tanah dan Ekstraksi Sista ....................... 23
B. Penentuan Viabilitas Nematoda Sista .................... 24
C. Pengamatan Siklus Hidup ........................................ 28
D. Pewarnaan Nematoda dalam Tanaman. ................ 30
E. Uji Penetasan Telur NSK .......................................... 30
Bab 5 Pengendalian Nematoda Sista Kentang ....................... 33
A. Rotasi Tanaman ......................................................... 33
B. Kultivar Resisten ....................................................... 34
C. Nematisida ................................................................. 35
1. Nematisida Kimia .................................................. 35
2. Nematisida Nabati ................................................ 37
D. Tanaman Perangkap ................................................. 43
E. Pemanasan Tanah ..................................................... 45
F. Pengendalian Biologis.............................................. 45
G. Pengendalian Terpadu ............................................. 49
H. Pelarangan dan Peraturan Karantina .................... 50
Bab 6 Penutup ............................................................................. 53
Daftar Pustaka ............................................................................... 55
Glosarium ....................................................................................... 63
Daftar Indeks ................................................................................. 67
Biodata Penulis .............................................................................
Daftar Isi ix

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Pengaruh beberapa ekstrak metanol tumbuhan


terhadap persentase mortalitas J2 Globodera
rostochiensis ................................................................ 38
Tabel 5.2 Pengaruh komponen minyak cengkeh terhadap
persentase mortalitas J2 Globodera rostochiensis . 39
Tabel 5.3 Pengaruh minyak atsiri pada konsentrasi 10
µL/mL terhadap mortalitas J2 G. Rostochiensis
selama 24 jam ............................................................. 40
Tabel 5.4 Pengaruh minyak cengkeh, minyak sereh wangi
dan minyak permen pada konsentrasi 10 µL/mL
terhadap penghambatan penetasan telur dalam
sista rostochiensis ...................................................... 40
Tabel 5.5 Pengaruh konsentrasi minyak cengkeh (S. aromaticum)
terhadap jumlah juvenil per 5 gram berat segar akar
kentang (S. tuberosum) pada saat tanaman berumur
4 MST danjumlah nematoda betina dewasa per
tanaman kentang (S. tuberosum) pada saat tanaman
berumur 8 MST ............................................................. 41
Tabel 5.6 Pengaruh dosis Mycofer® (per kg tanah) terhadap
berat umbi dan jumlah sista .................................... 46
Tabel 5.7 Pengaruh isolat rizobakter terhadap berat umbi
dan jumlah sista ......................................................... 46
NEMATODA SISTA KENTANG
x BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Tabel 5.8 Pengaruh Mycofer® terhadap kandungan sesqui-


terpen total ............................................................... 47
Tabel 5.9 Kemampuan isolat rizobakter dalam menghasilkan
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) ...................................... 48
xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siklus hidup Nematoda Sista Kentang ............... 6


Gambar 2.2 Proses penetasan G. rostochiensis setelah dipacu
dengan eksudat akar ............................................ 7
Gambar 2.3 Sinsitium multinukleat (S) yang diinduksi oleh
nematoda sista kedelai Heterodera glycine (N) 8
Gambar 2.4 Sista dan Telur G. rostochiensis ........................... 10
Gambar 2.5 Juvenil fase 2 (J2) G. Rostochiensis .................... 10
Gambar 2.6 Juvenil betina fase 3 (J3) dan 4 (J4) G.
Rostochiensis .......................................................... 11
Gambar 2.7 Juvenil jantan fase 3 (J3) dan 4 (J4)
G. rostochiensis ...................................................... 11
Gambar 2.8 Nematoda G. rostochiensis Dewasa .................... 11
Gambar 3.1 Morfologi Tanaman Kentang ............................... 16
Gambar 3.2 Nematoda betina G. rostochiensis pada akar ... 18
Gambar 3.3 Profil tanaman kentang yang diserang NSK ..... 21
Gambar 4.1 Alat untuk pengambilan sista dengan metode
flotasi Fenwick ....................................................... 24
Gambar 4.2 Telur yang telah diwarnai krisoidin 0,05% (Perlakuan
ekstrak metanol Sizygium aromaticum L.) ............... 26

xi
NEMATODA SISTA KENTANG
xii BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Gambar 4.3 Telur yang telah diwarnai krisoidin 0,05%


(Perlakuan minyak atsiri) ...................................... 26
Gambar 4.4 Alat penyaring juvenil dengan metode corong
gelas Baermann ..................................................... 27
Gambar 4.5 Hasil pengukuran ATP ........................................... 28
Gambar 4.6 Pengaruh senyawa anorganik terhadap penetasan
telur G. rostochiensis ............................................ 31
Gambar 5.1 Skema program pengendalian NSK dengan rotasi
tanaman .................................................................. 34
Gambar 5.2 Perkembangan bunga dan buah tanaman S.
sisymbriifolium ....................................................44
Pendahuluan 1

BAB
PENDAHULUAN
1
N ematoda sista kentang atau nematoda sista kuning (NSK) dengan
nama latin Globodera rostochiensis (Woll.) merupakan nematoda
parasit utama pada akar tanaman kentang (Solanum tuberosum L.).
Parasit ini diketahui menyerang tanaman kentang di Indonesia
pada awal tahun 2003, diduga bahwa nematoda tersebut terbawa
ke Indonesia melalui benih impor dari Eropa khususnya pada awal
era reformasi (1997) banyak benih asal Eropa tidak bersertifikat
yang beredar di petani.
NSK sangat berpengaruh terhadap perkembangan tanaman
dan hasil panen kentang. Pada kepadatan rendah, kebanyakan
tanaman toleran terhadapNSK dan kerusakan hanya pada
perkembangan sistem perakaran tanpa mempengaruhi
perkembangan keseluruhan, tetapi pada saat derajat serangan
meningkat, tanaman tidak dapat mengkompensasi dan menunjukkan
gejala-gejala kekurangan nutrisi dan air karena tidak efisiennya
sistem perakaran. Pada akhirnya keadaan itu akan mengurangi hasil
panen kentang (Jones, 1957 dalam Turner dan Evans, 1998).
Ambang ekonomi kehilangan hasil akibat NSK biasanya kurang
dari 20 telur per gram tanah (Evans dan Stone, 1977), meskipun
demikian interaksi lingkungan dan perbedaan tingkat toleransi
tanaman inang dapat memberikan variasi nilai ambang ekonomi.
Kehilangan hasil panen umbi akibat serangan NSK mencapai
2,75sampai 22 ton per ha atau setara dengan 10% sampai 80%
(Brown dan Sykes, 1983).

1
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
2 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Meskipun NSK dapat menyerang dan berkembang biak pada


terong, tomat dan kentang, NSK terutama merupakan hama yang
sangat penting pada tanaman kentang di seluruh dunia. Jumlahnya
dapat lebih dari 1.000 nematoda per mL tanah setara dengan 2 x
1012 nematoda per ha pada kedalaman tanah 20 cm, hal ini
menyebabkan kuantitas dan kualitas hasil panen kentang berkurang
sangat tajam. Pada kasus yang ekstrim berat umbi yang dapat
dipanen lebih sedikit dibandingkan berat umbi benih (Whitehead
dan Turner, 1998).
Di Indonesia, serangan G. rostochiensis ditemukan pertama kali
pada lahan kentang di Batu Malang, Dieng Wonosobo, Pasirjambu
Bandung, dan Simalungun Sumatera Utara (Ditlin Horti-JICA, 2003).
Pencegahan penyebaran nematoda parasit ini ke daerah lain yang
belum terserang perlu didukung penuh oleh pemerintahyang
tercermin dengan keluarnya SK Menteri Pertanian No 38/Kpts/
HK.060/1/2006 tentang jenis-jenis organisme pengganggu tumbuhan
(OPT) karantina golongan I kategori A1 dan A2, golongan II kategori
A1 dan A2, tanaman inang, media pembawa dan daerah
sebarnya.BerdasarkanSK tersebut G. rostochiensis termasuk ke dalam
jenis-jenis OPT karantina yang dapat dibebaskan dari media
pembawanya dengan cara perlakuan (golongan II) dan sudah
terdapat di Wilayah Negara Republik Indonesia (kategori A2).
Selanjutnya, untuk mencegah kehilangan hasil panen kentang
perlu dilakukan pengendalian. Dalam upaya pengendalian NSK
harus memperhatikan sifat-sifat biologinya, yaitu:
1. NSK merupakan nematoda parasit obligat
2. Tanaman inang NSK terbatas pada keluarga Solanaceae
3. NSK dapat bertahan hidup dalam tanah tanpa tanaman inang
selama 20 sampai 30 tahun karena telur-telurnya dilindungi sista
4. NSK terpacu penetasannya terutama karena adanya eksudat akar
tanaman inang
5. Satu generasi dihasilkan per tahun
Pengendalian NSK di Indonesia belum mencapai hasil yang
memuaskan. Rendahnya kesadaran akan penanganan OPT karantina,
belum adanya keterpaduan dalam upaya pengendalian, serta sulitnya
mengganti komoditas kentang dengan komoditas lain sebagai upaya
untuk memutus siklus hidup NSK merupakan beberapa kendala
yang sering ditemukan di lapangan.
Pendahuluan 3

Buku ini diawali dengan ulasan mengenai biologi NSK disertai


hasil-hasil penelitian yang mendukungnya. Ulasan berikutnya adalah
metode esktraksi dan estimasi NSK, pengaruh serangan NSK terhadap
pertumbuhan tanaman kentang, danupayapengendalian NSK di
Indonesia dan di luar negeri. Buku ini diakhiri dengan saran untuk
pengendalian NSK baik bagi peneliti maupun pengambil kebijakan.
Biologi Nematoda Sista Kentang 5

BAB
BIOLOGI NEMATODA
2 SISTA KENTANG

A. Sifat Biologi dan Siklus Hidup Nematoda Sista Kentang


Nematoda sista kentang (NSK) merupakan nematoda parasit
utama pada tanaman kentang dan memperoleh perhatian yang
besar. NSK terdiri dari 2 spesies, Globodera rostochiensis (Woll.) dan
G. pallida (Stone), yang berkoevolusi dengan tanaman kentang di
Amerika Selatan ratusan ribu tahun yang lalu (Stone, 1979 dalam
Turner dan Evans, 1998). NSK termasuk marga Globodera, merupakan
nematoda yang sangat merugikan karena hubungan nematoda
tersebut dengan tanaman inang spesifik telah berlangsung lama,
mudah beradaptasi pada berbagai lingkungan, potensi reproduksinya
tinggi, dan mampu bertahan hidup pada kondisi yang tidak sesuai
dalam waktu yang lama. Marga Globodera termasuk ke dalam suku
Heteroderidae, termasuk di dalamnya adalah nematoda-nematoda
parasit tumbuhan yang menyebabkan kerugian terbesar pada
tanaman-tanaman pertanian di berbagai negara (Turner dan Evans,
1998).
Nematoda yang membentuk sista merupakan hama yang umum
di daerah yang beriklim sedang, atau daerah-daerah yang beriklim
dingin seperti di dataran tinggi daerah tropika, juga dapat
beradaptasi di berbagai daerah subtropik. Nematoda merupakan
parasit akar walaupun juga bisa ditemukan di batang bagian bawah,
seperti stolon dan umbi kentang (Oostenbrink, 1950 dalam Turner
dan Evans, 1998) dan daun semanggi putih (white clover) (Ross,
1960 dalam Turner dan Evans, 1998).

5
NEMATODA SISTA KENTANG
6 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Pada berbagai spesies nematoda sista, eksudat akar dari tanaman


inang meningkatkan laju penetasan telur dan jumlah juvenil yang
keluar dari sista. Penetasan telur G. rostochiensis dan G. pallida
sangat tergantung pada eksudat akar, hal ini menggambarkan
hubungan yang sangat erat antara tanaman inang dan siklus hidup
NSK (Perry, 1998).
NSK mempunyai 4 fase juvenil dan 1 fase dewasa. Fase juvenil
mengalami tiga tahap pergantian kulit. Pergantian kulit pertama terjadi
pada juvenil fase-1 (J1) dalam kulit telur menghasilkan juvenil fase-2 (J2),
selama pergantian kulit pertama ini stilet mulai terbentuk. Stilet
merupakan organ yang berfungsi dalam sistem pencernaan, berupa
tabung yang berasal dari kutikula yang dapat dijulurkan dan ujungnya
meruncing, mempunyai lubang yang letaknya subterminal, serta bagian
pangkalnya membengkak dan membentuk basalknob (Luc et al., 1995).
Siklus hidup G. rostochiensis dapat dilihat pada Gambar 2.1.

J2 menetas dipacu
oleh eksudat akar dan
masukke dalam akar

Sista dalam tanah NSK betina dewasa


menempel di akar

J3 dalam
akar

Telur dalam NSK


betina dewasa -
kutikula
mengalami
Pembuahan J4 dalam
penyamakan
akar
membentuk sista
Nematoda jantan dewasa keluar dari akar

Gambar 2.1 Siklus hidup Nematoda Sista Kentang


(Sumber: Evans et al., 1993)
Biologi Nematoda Sista Kentang 7

J2 merespon eksudat akar spesifik yang dihasilkan oleh tanaman


inang. Respon yang jelas dari J2 NSK terhadap stimulasi eksudat
akar kentang adalah keluar dari sista, tetapi sejumlah kejadian
terjadi selama periode antara rangsangan dan saat menetas (Perry,
1998). Kejadian berturut-turut selama proses penetasan G.
rostochiensis diringkas dalam Gambar II.2.
J2 dalam sista

Eksudatakarmemacupenetasan
perubahan permeabilitas kulit
telur yang dimediasi oleh Ca+2

Trehalose keluar dari larutan perivite lline

Perubahan dalam J2:


- penyerapan air
- peningkatan konsumsi O2
- harga energi adenilat menurun
- level cAMP meningkat
- perubahan pada kutikula lapisan
tengah
Kelenjaresofageal menjadi
berbentuk granula,
tidak ada emisi sekresi
J2 menjadi quiescence:
Terlambat menetas secara
spontan?
Amphid (salah satu alat peraba)
mengambil berbagai
fungsi sebelum menetas J2 bergerak: eksplorasi ke berbagai arah

Eksplorasi stilet: eksplorasi lokal

Siklus terputus

Stilet J2 menembus kulit telur

J2 menetas dari telur

J2 menyerap air sampai jenuh (full hydrated)


J2 menjadi quiescence:
Terlambat menetas secara spontan?

J2 keluar dari sista


Gambar 2.2 Proses penetasan G. rostochiensis setelah dipacu
dengan eksudat akar (modifikasi dari Clarke dan Perry, 1977 dalam
Perry, 1998)
NEMATODA SISTA KENTANG
8 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

J2 merupakan fase yang menginfeksi tanaman inang. Setelah


keluar dari sista, J2 masuk ke akar melalui titik tumbuh atau akar
lateral dengan memotong dinding sel epidermis menggunakan
stiletnya, meninggalkan saluran kecil pada sel-sel yang terputus
(Evans dan Stone, 1977). Akhirnya J2 menetap dengan kepala berada
di jaringan pengangkut dan mulai makan dari sel-sel perisikel,
kortek atau endodermis. Stilet pada lubang mulut menembus dinding
sel sampai terbentuk tabung makanan. Tabung ini berperan sebagai
saringan partikel karena pompa esofageal dalam tabung tersebut
berfungsi untuk menghentikan molekul berukuran besar agar tidak
terambil. Saliva dari kelenjar esofageal kemudian dimasukkan ke
dalam sel tumbuhan dan isi sel diambil oleh nematoda. Interaksi
spesifik ini menginduksi pembesaran sel-sel akar dan merusak dinding-
dinding selnya. Dinding sel luruh membentuk lubang dan bersatu
dengan protoplasma sel tetangga yang menyebabkan pembentukan
sinsitium multinukleat (Gambar II.3) dengan granula sitoplasma yang
tebal (De Boer, 1996; Melillo et al., 1990). Nematoda memperoleh
makanan dari sinsitium sampai perkembangannya selesai kurang
lebih tiga bulan (Jones dan Northcote, 1972 dalam De Boer, 1996).
Secara umum diasumsikan bahwa sekresi stilet yang secara alami
keluar dari kelenjar esofageal bertanggung jawab dalam menginduksi
sinsitium. Dengan cara memasukkan sekresi tersebut ke dalam sitoplasma
sel akar, juvenil nematoda memberi isyarat yang direspon oleh tanaman
inang dengan membentuk sel makanan (Hussey, 1989 dalam De Boer,
1996).

Gambar 2.3 Sinsitiummultinukleat (S) yang diinduksi oleh


nematoda sista kedelai Heterodera glycine (N) (foto Burton Y. Endo
dalam Davis et al., 2004)
Biologi Nematoda Sista Kentang 9

Ketika J2 sudah mampu menstimulasi tanaman inang untuk menginduksi


dan memelihara sinsitium sampai ukurannya cukup untuk menampung semua
nutrisi, juvenil jantan dan betina berkembang menjadi dewasa. Jika interaksi
tanaman inang dan parasit tidak cukup kompatibel, kemungkinan karena
sinsitium tidak cukup besar, maka perkembangan juvenil menjadi dewasa
terhambat atau terhenti. Ketersediaan nutrisi berpengaruh terhadap
perkembangan jenis kelamin juvenil, betina dewasa hanya dihasilkan pada
lingkungan yang ketersediaan nutrisinya tinggi, sedangkan jantan dewasa dapat
berkembang pada kondisi kekurangan nutrisi karena hanya membutuhkan 1
% dari jumlah makanan yang dibutuhkan betina (Trudgill, 1967 dalam Turner
dan Evans, 1998). Juvenil yang menginfeksi akar lateral kebanyakan menjadi
jantan (Trudgill, 1967 dalam Turner dan Evans, 1998), karena ukuran sinsitiumnya
terbatas (Ross dan Trudgill, 1969 dalam Turner dan Evans, 1998).
Pada kondisi yang sesuai, J2 yang menetap berganti kulit menjadi
juvenil fase-3 (J3), juvenil fase-4 (J4) sampai dewasa. J4 jantan
diselaputi kantung seperti kutikula pada J3 dan keluar dari akar
setelah pergantian kulit terakhir untuk menjadi dewasa (fase-5).
Nematoda jantan tidak makan setelah masuk fase-3, meskipun begitu
nematoda jantan dewasa harus menyelesaikan pembentukan organ
makanan. Nematoda jantan dewasa berbentuk cacing, panjangnya
kurang lebih 1 mm, terdapat di tanah dan dapat bertahan hidup
selama 10 hari (Evans, 1970 dalam Turner dan Evans, 1998).
J3 yang akan menjadi nematoda betina mulai mengembangkan
bentuk kantung dan hal ini menjadikannya lebih besar pada fase-4,
kemudian nematoda betina tertutup dengan kutikula fase-3.
Nematoda betina dewasa meningkatkan ukuran gonad dan akhirnya
memecahkan kortek akar sehingga tubuhnya yang berbentuk bola
keluar sedangkan kepala dan lehernya menempel di akar karena
adanya senyawa perekat yang dihasilkan di belakang kepala.
Nematoda betina mengeluarkan feromon seks (Greet et al., 1968
dalam Turner dan Evans, 1998) yang mengundang jantan dewasa
dalam tanah, kemudian mereka membuahinya dengan cepat (Greet at
al., 1970 dalam Turner dan Evans, 1998). Tidak seperti Meloidogyne
spp. yang tidak memerlukan proses pembuahan untuk reproduksi,
pembuahan merupakan hal penting bagi proses reproduksi Globodera
spp. Embrio berkembang dalam telur sampai membentuk J2 dan tetap
berada dalam tubuh betina. Nematoda betina dewasa tersebut
kemudian mati dan kutikulanya mengalami penyamakan membentuk
sista. Dalam satu sista terdapat 200 sampai 500 telur.
NEMATODA SISTA KENTANG
10 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Hasil pengamatan Asyiah (2009) menunjukkan bahwa sista G.


rostochiensis memiliki fenestra tunggal bulat, ukuran sista besar
panjang 754,55±8,26 µm dan lebar 698,55±33,96 µm dengan jumlah
telur rata-rata 580±28,28; sedangkan sista kecil berukuran panjang
608,25±35,24 µm dan lebar 469,42±13,78 µm dengan jumlah telur
107,5±12,02. Telur dalam sista berukuran panjang 106,28±5,69 µm
dan lebar 48,68±2,69 µm. Panjang rata-rata J2 yang baru menetas
adalah 455,48 ± 45.81 µm dengan panjang stilet 22 µm, knob stilet
membulat, pada ekornya memiliki hyalin.
Hasil pengamatan perkembangan G. rostochiensis dalam tanaman
menunjukkan bahwa J2 berada dalam akar pada hari ke-delapan
setelah tanaman bertunas dengan rata–rata temperatur udara harian
20oC. J2 tersebut mengalami pergantian kulit dua kali berturut-turut
menjadi juvenil fase-3 (J3) dan juvenil fase-4 (J4), dan ditemukan
pada hari ke 20 sampai 32 setelah tanaman bertunas. J4 betina
berbentuk botol dan panjangnya sekitar 400 µm. J4 jantan diselaputi
kantung seperti kutikula, berukuran sekitar 400 µm (Asyiah, 2009).

Sista Vulva padasista Telur


Gambar 2.4 Sista dan Telur G. rostochiensis

Gambar 2.5 Juvenil fase 2 (J2) G. Rostochiensis


Biologi Nematoda Sista Kentang 11

J3 J4
Gambar 2.6 Juvenil betina fase 3 (J3) dan 4 (J4)
G. Rostochiensis

J3 J4
Gambar 2.7 Juvenil jantan fase 3 (J3) dan 4 (J4)
G. rostochiensis

Nematoda jantan memanjang di dalam kutikula dan setelah pergantian


kulit terakhir keluar sebagai jantan dewasa yang berbentuk cacing dengan
ukuran 1200 µm. Nematoda betina muda yang sudah matang tubuhnya
membengkak, berukuran 500-800 µm, kepala dan leher berada dalam akar
sedangkan tubuhnya berada di luar akar. Tubuh nematoda betina dewasa
berwarna kuning keemasan sehingga sering pula diberi nama nematoda
sista kuning/emas (golden nematode), bentuk tubuh bulat, bagian
posterior tidak menonjol. Nematoda betina dewasa dan jantan dewasa
ditemukan mulai hari ke-40 setelah tanaman bertunas (Asyiah, 2009).

Betina Jantan
Gambar 2.8 Nematoda G. rostochiensis Dewasa
NEMATODA SISTA KENTANG
12 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Pada saat mati, dinding tubuh betina mengalami penyamakan


dan mengeras membentuk sista coklat yang melindungi telur-telur
di dalamnya. Sista ditemukan dalam akar tanaman dan tanah mulai
hari ke-56 setelah tanaman bertunas.

B. Dinamika Populasi NSK


Pada saat tidak ada tanaman inang yang cocok, tanah yang
terinfeksi NSK dapat persisten selama 20 sampai 30 tahun (Turner,
1996). J2 berkembang dalam sista dan mereka masuk dalam bentuk
dorman yang ekstrim, yang dikenal sebagai diapause, walaupun
diberikan kondisi lingkungan yang cocok mereka tidak dapat
distimulasi untuk menetas sampai masa diapausenya selesai. Secara
umum, diapause selesai sebelum tanaman kentang yang baru
ditanam dan kebanyakan juvenil masuk fase diapause selama tahun
pertamanya. Sesudah itu, pemberian stimulan yang cocok dapat
menyebabkan juvenil menetas. Populasi NSK yang diintroduksi ke
daerah baru dapat beradaptasi (establish) terhadap perbedaan musim
tanam tanaman inang dalam waktu 2 sampai 3 tahun.
Proporsi penetasan juvenil bervariasi. Pada saat tidak ada tanaman
inang, beberapa juvenil dapat menetas secara spontan pada kondisi
suhu tanah dan kandungan air tanah cocok. Di Eropa, penetasan
spontan rata-rata 30 sampai 33 % setiap tahunnya, tetapi hal ini sangat
dipengaruhi oleh berbagai kondisi lingkungan. Pada tanah dingin
penetasan mengalami penurunan sampai 18% dan 95% pada tanah
bersuhu 30o C. Dua spesies NSK berbeda dalam laju penurunan, secara
umum G. pallida lebih lambat menurun tetapi penetasan lebih cepat
dibanding G. rostochiensis pada tanah dingin, G. rostochiensis menetas
lebih cepat pada tanah hangat. Jenis tanah juga berpengaruh terhadap
penetasan, NSK menetas 32 % pada tanah lumpur, tanah liat dan black
fen soil dan 60% pada tanah berpasir(Turner dan Evans, 1998).
Pada saat ada eksudat akar tanaman inang, 60 sampai 80%
juvenil dapat menetas, dan penetasan lebih cepat pada tanah
berpasir dibanding pada tanah tanah gambut dan tanah liat. Tetapi
dalam kondisi apapun tidak pernah mencapai penetasan 100%.
Sebagai bagian dari strategi mempertahankan diri, sejumlah juvenil
mengalami dorman selama beberapa tahan sebelum menetas,
sehingga tanpa menghiraukan faktor lingkungan, populasi di lahan
tetap viabel untuk beberapa tahun.
Biologi Nematoda Sista Kentang 13

Laju perkembangbiakkan NSK pada tanaman inang sebagian


tergantung pada Pi (populasi awal), karena kompetisi dalam ruang
akar dan pengaruhnya terhadap sex rasio. Dengan telur yang
sedikit per gram tanah, perkembangbiakkan bisa mencapai 60 kali
lipat, tetapi dengan jumlah lebih dari 100 telur per gram tanah,
populasi setelah panen mungkin lebih rendah dibanding Pi, karena
sistem perakaran terpotong dan tidak ada tempat yang tersedia
untuk perkembangan nematoda. Bentuk perakaran tanaman inang
berpengaruh juga pada laju perkembangbiakkan. Secara umum
sistem perakaran yang luas lebih toleran terhadap invasi dibanding
perakaran yang lebih kecil (Turner dan Evans, 1998).

C. Strategi Pertahanan Diri NSK


Setelah fertilisasi dan pembentukan sista, J2 di dalam sista
menjadi dorman, untuk beberapa tahun. Dormansi dapat dibedakan
menjadi quiscence dan diapause, dan didiskusikan dalam
hubungannya dengan penetasan nematoda (Perry, 1989b). Quiscence
adalah penahanan perkembangan sebagai respon terhadap kondisi
yang tidak menguntungkan dan perkembangan akan segera dimulai
kembali setelah mendapatkan kondisi yang menguntungkan. J2
dalam NSK yang quiscence akan terstimulasi untuk menetas bila ada
eksudat akar kentang. Akan tetapi, beberapa J2 mungkin secara
fisiologi tidak responsif terhadap eksudat akar kentang, pada kondisi
ini disebut diapause, perkembangan tertahan dan tidak bisa mulai
berkembang sampai ada syarat spesifik yang memuaskan, sekalipun
kondisi lingkungan menguntungkan. Pada prakteknya, sulit untuk
membedakan antara quiscence dan diapause, quiscence terutama
terjadi setelah masa diapause selesai.
Diapause ditandai dengan berkurangnya penetasan pada musim
gugur atau akhir musim dingin, meskipun terdapat diffusat tanaman
inang, diikuti dengan cepatnya penetasan pada musim semi.
Diapause pada G. rostochiensis terlihat diawali oleh signal dari
tanaman selama musim tanam (Hominick et al., 1985). Diapause
bukan milik mutlak J2 G. rostochiensis, Hominick (1986)
menyimpulkan bahwa fotoperiode yang berperan terhadap tanaman
kentang, mempengaruhi perkembangan betina G. rostochiensis dan
mempengaruhi mekanisme penetasan. Penetasan terjadi pada
tanaman yang tumbuh pada kondisi cahaya konstan lebih cepat
NEMATODA SISTA KENTANG
14 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

dibanding pada tanaman yang tumbuh pada cahaya kurang.


Diapause J2 dalam sista yang dihasilkan pada tanaman yang tumbuh
dalam kondisi gelap berlangsung dalam waktu yang panjang dan
penetasannya berjalan lambat pada tahun pertama setelah sista
matang (Hominick, 1986). Penetasan sista yang diproduksi pada
tanaman yang tumbuh dengan panjang penyinaran 16 jam lebih
besar dibanding dari tanaman yang tumbuh dengan panjang
penyinaran 12 jam dan perbedaan ini tidak disebabkan oleh
perbedaan aktivitas eksudat akar kentang. Pada G. rostochiensis,
diapause dapat dielakkan dengan mencegah terjadi kekeringan
pada sista baru (Janssen et al., 1987). Hal ini menunjukkan bahwa
pengeringan mungkin merupakan pemacu untuk menginduksi
diapause, tetapi hal ini sulit dibayangkan bila terjadi di lapangan.
Sista merupakan unit ekologi, yang melindungi J2 dari serangan
patogen dan memberi konstribusi dalam kemampuan J2 untuk
dorman; telur viable pernah ditemukan dalam tanah 14 tahun
setelah musim tanam inang terakhir (Storey, 1984). J2 yang belum
menetas dapat bertahan hidup pada periode kekeringan,
memungkinkan sista terbawa dalam bahan tanaman dan mesin
pertanian (dalam kondisi kering). Permukaan terluar dinding sista
mengalami perubahan permiabilitas selama pengeringan dan
menahan kandungan air dalam sista. Kulit telur juga mengalami
perubahan permiabilitas selama pengeringan, permiable awal adalah
terhadap air, laju kehilangan air dari J2 yang belum menetas (telur
kering) terjadi perlahan. Secara umum, laju kehilangan air yang
perlahan mencegah kekeringan, kemudian kulit telur bersama
dinding sista memungkinkan J2 bertahan pada kondisi kekeringan.
Ketika menetas, J2 rentan terhadap kondisi ekstrim dan terlihat
tidak punya kemampuan bertahan dari kekeringan (Perry, 1998).
Kulit telur juga mencegah J2 menjadi beku, walau diberi suhu
-35o C, dan akan segera menetas bila diberi kondisi yang
menguntungkan (Perry dan Wharton, 1985; Wharton et al., 1993).
Permiabilitas kulit telur rusak pada suhu 550 C, yaitu ketika lipid-
lipid dari permukaan meleleh, diikuti kehilangan trehalose dari
larutan perivitellin(Wharton dan Ramlov, 1995).
Pengaruh Serangan NSK Terhadap Tanaman Kentang 15

BAB
PENGARUH SERANGAN NSK
3 TERHADAP TANAMAN
KENTANG

A. Morfologi Tanaman Kentang


Tanaman kentang yang mempunyai nama latin Solanum
tuberosum L.merupakan tanaman dikotil yang bersifat semusim,
berbentuk herba dengan filotaksis spiral. Pada umumnya tanaman ini
berkembang biak dengan umbi (vegetatif) sehingga sifat tanaman
generasi berikutnya sama dengan induknya. Batang tanaman kentang
yang berada di atas permukaan tanah berwarna hijau, kemerahan
atau ungu tua tergantung umur, keadaan lingkungan dan varietas.
Daun pertama kentang berupa daun tunggal, tetapi daun-daun
berikutnya berupa daun-daun majemuk terdiri dari anak daun primer
(pinnae) dan anak daun sekunder (folioles). Anak daun sekunder
tumbuh pada daun utama di antara anak daun primer. Bunga
tanaman kentang berjenis kelamin dua (bunga sempurna), berwarna
putih, ungu atau merah keunguan. Daun kelopak (calyx), daun
mahkota (corolla) dan benangsari (stamen) masing-masing berjumlah
lima buah dengan satu buah putik (pistilus) yang mempunyai bakal
buah yang berongga dua (locule). Daun mahkota berbentuk terompet
dan ujungnya berbentuk bintang(Anggoro et al., 1985). Morfologi
tanaman kentang dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Pada bagian kentang yang terletak di bawah permukaan tanah
terdapat daun-daun kecil seperti sisik dan pada ketiak daun ini
terdapat tunas ketiak yang dapat tumbuh menjulur secara
diageotropik, dengan buku-buku yang memanjang, melengkung
pada bagian ujungnya dan disebut stolon. Umbi kentang terbentuk
sebagai pembesaran bagian ujung stolon dan berfungsi sebagai

15
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
16 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

cadangan makanan. Umbi ini akan terputus dari stolon pada saat
stolon mengering bersamaan dengan matinya tanaman. Tanaman
kentang dapat dipanen setelah daunnya berwarna kekuningan,
yaitu sekitar umur 70 hari setelah tanam tergantung varietasnya
(Anggoro et al., 1985).

Gambar 3.1 Morfologi Tanaman Kentang (Spear, 1969)


Pengaruh Serangan NSK Terhadap Tanaman Kentang 17

B. Pengaruh NSK terhadap Pertumbuhan Tanaman


Kentang
Tanaman kentang dapat mempertahankan diri dari serangan
NSK dengan berbagai cara tetapi pada tingkat serangan NSK yang
tinggi, perkembangan dan hasil panen kentang menurun drastis.
Haverkort dan Trudgill (1995) menyatakan bahwa NSK menurunkan
hasil panen kentang melalui: penurunan pertumbuhan tajuk,
peningkatan waktu untuk intersepsi cahaya 100%, peningkatan laju
penuaan, penurunan fotosintesis dan efisiensi penggunaan air dan
perubahan komposisi berat kering.
Gejala kerusakan oleh NSK dapat dibagi dalam 2 fase:
1. Pertengahan awal musim tanam; laju fotosintesis berkurang
(karena gangguan pada pengambilan nutrisi, signal hormon dan
hubungan air-tanaman), peningkatan alokasi hasil fotosintesis ke
akar, produksi batang sedikit dan lebih kecil, daun menjadi lebih
kecil (antara lain karena terpotongnya stolon).
2. Pertengahan akhir musim tanam; daun mati lebih cepat, lebih
sedikit daun baru yang terbentuk, pengambilan air dan nutrisi
berkurang (menyebabkan kelayuan yang tidak efisien pada saat
hari panas dan kering), jumlah dan berat umbi berkurang.

Pada kepadatan NSK rendah sampai medium, pertumbuhan


terhambat secara proporsional terhadap populasi awal NSK. Pada
kepadatan populasi tinggi sampai sangat tinggi, pengurangan hasil
disebabkan oleh kombinasi antara pengurangan pertumbuhan,
pengurangan rasio K/Ca, pengambilan air yang sedikit,
penurunanberat kering akar dan tajuk, nekrosis pada tepi daun dan
penuaan yang lebih awal (Turner dan Evans, 1998).

1. Pengaruh NSK terhadap Pertumbuhan Akar


Infeksi nematoda secara langsung mempengaruhi pemanjangan
akar sehingga panjang akar berkurang setelah beberapa hari
(Arntzen et al., 1994; Rawsthorne dan Hague, 1986). Pengukuran di
lapangan menunjukkan bahwa beberapa minggu setelah tanam,
tanaman yang diinfeksi NSK secara umum mempunyai berat akar
yang lebih rendah dibandingkan berat akar tanaman sehat (Evans,
1982; Trudgill dan Cotes, 1983). Gambar 3.2 menunjukkan akar
kentang yang dipenuhi nematoda betina NSK.
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
18 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Nematoda betina G. rostochiensis

Gambar 3.2 Nematoda betina G. rostochiensis pada akar


(Foto BPSBTPH Jabar)

Evans et al. (1977) menguji pengaruh NSK terhadap pertumbuhan


akar dan menemukan bahwa tanaman kentang yang terinfeksi
parah mempunyai sistem perakaran yang lebih sedikit, karena
berkurangnya jumlah akar-akar lateral dibandingkan tanaman yang
terinfeksi ringan. Kultivar kentang Maris Piper yang resisten kurang
terpengaruh dibandingkan kultivar kentang Pentland Dell yang
rentan. Pada tanah yang terinfeksi parah, rata-rata berat akar
kultivar kentang Pentland Dell berkurang dari 71 g menjadi 27 g
dan panjang akar total menurun dari 500 cm menjadi 100 cm per
tanaman pada 11 minggu setelah tanam. Pada kultivar kentang
Maris Piper mengalami penurunan berat akar dari 72 g menjadi 46
g dan penurunan panjang akar total dari 870 cm menjadi 360 cm
(Evans dan Haydock, 1990). Akan tetapi, infeksi nematoda lebih
berpengaruh terhadap pertumbuhan tajuk dibandingkan
pertumbuhan akar, ditunjukkan dengan berkurangnya berat kering
tajuk terhadap berat kering akar (Evans, 1982; Trudgill dan Cotes,
1983). Hal ini menunjukkan bahwa nematoda tidak hanya
mengurangi pemanjangan akar tetapi juga mempengaruhi fungsi
fisiologis akar.
Pengaruh Serangan NSK Terhadap Tanaman Kentang 19

2. Pengaruh NSK terhadap Pertumbuhan Tajuk


Ukuran tajuk lebih mudah diukur dibandingkan akar. Sejumlah
uji lapangan yang membandingkan antara tanaman yang tidak
diberi perlakuan nematisida dan yang diberi perlakuan, menunjukkan
bahwa NSK menurunkan pertumbuhan tajuk dan hasil umbi (Trudgill
dan Cotes, 1983b). Pengaruh terhadap pertumbuhan tajuk diukur
secara langsung maupun tidak langsung dengan menghitung
prosentase penutupan lahan dan pengukuran berat tajuk. Pengukuran
penutupan lahan selalu penuh arti dalam hubungannya dengan hasil
umbi dibandingkandengan pengukuran berat tajuk, karena mereka
secara langsung berhubungan dengan penyerapan cahaya.
Hubungan antara berat segar tajuk dan prosentase penutupan
lahan berubah sesuai dengan pertumbuhan tanaman masing-masing
dan munculnya daun-daun untuk membentuk kanopi. Ketika tanaman
masih kecil, berat dan penutupan lahan berhubungan erat, seiring
dengan waktu daun-daun yang lebih bawah menjadi saling menaungi
sehingga peningkatan berat tajuk yang progresif kurang berpengaruh
terhadap penutupan lahan dan penyerapan cahaya. Ini merupakan
salah satu alasan mengapa uji pot di rumah kaca tidak bisa
menggambarkan kejadian di lapangan (Turner dan Evans, 1998).
Pengukuran penutupan lahan pada percobaan di lapangan pada
tanah-tanah pasiran dengan kisaran populasi awal (Pi) NSK (G. pallida)
berbeda-beda memperlihatkan bahwa pada Pi rendah (2 sampai 3
telur per gram tanah) sampai moderat (10 sampai 16 telur per garam
tanah), NSK memperpanjang waktu penutupan lahan 100%. Pada plot
yang terinfeksi Pi berat (36 sampai 63 telur per gram tanah), tanaman
tidak dapat menutup permukaan lahan 100% dan menurunkan
penyerapan cahaya yang lebih besar (Trudgill et al., 1990).
Penyerapan cahaya tergantung pada laju ekspansi tajuk individu
tanaman. Pada tanaman yang sehat, tajuk individu tanaman secara
progresif bergabung untuk membentuk kanopi sehingga daun-
daunnya saling bertemu satu sama lain. Adanya NSK memperlambat
laju ekspansi daun, sehingga meningkatkan waktu yang dibutuhkan
untuk membentuk kanopi dan selanjutnya menurunkan efisiensi
penyerapan cahaya (Trudgill et al., 1990; Mulder, 1994). NSK
menurunkan penyerapan cahaya seiring dengan penuaan daun dan
penurunan luas daun khas, dan secara tidak langsung menurunkan
laju pertumbuhan tanaman secara keseluruhan (Van Oijen et al.,
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
20 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

1995). Penurunan pertumbuhan tajuk dan penuaan yang lebih awal


pada akhir musim tanam dapat digunakan untuk menghitung
seberapa besar pengurangan hasil yang disebabkan oleh NSK
(Trudgill, 1986b; Haverkort dan Trudgill, 1995). Gambar 3.3
menunjukkan profil tanaman yang diserang NSK.

3. Pengaruh NSK terhadap Penyerapan Nutrisi dan Air


NSK mengurangi ukuran sistem perakaran sehingga kemampuan
menyerap air dan nutrisi juga berkurang. Yang paling terpengaruh
adalah penyerapan unsur P, K, Mg dan Ca (Evans dan Trudgill,
1992). NSK secara nyata menurunkan kandungan K pada berat
kering stolon (Trudgill et al., 1975). Carpenter (1957) dalam Turner
dan Evans (1998) berpendapat bahwa tanaman yang terinfeksi
parah mengalami defisiensi K yang kronis dan laju pengambilan K
sangat terbatas.
Nematoda-nematoda termasuk NSK, terlihat selalu menurunkan
efisiensi penggunaan air (Evans, 1982) dan fotosintesis (Franco,
1980; Schans dan Arntzen, 1991), mengurangi penyerapan air dan
meningkatkan level asam absisat (ABA) (Fotemy et al., 1985).
Tanaman-tanaman yang kekurangan air akan mengalami hambatan
dalam pembesaran sel, sehingga daun-daun yang terbentuk lebih
kecil karena ukuran selnya juga lebih kecil (Turner dan Evans, 1998).
Peningkatan level ABA secara temporal akan mengurangi lubang
stomata sehingga efisiensi fotosintesis dapat menurun.
Observasi lapangan menunjukkan bahwa penuaan dini seluruh
bagian tanaman yang terinfeksi NSK berhubungan dengan
kekurangan air. Pada awal musim, tanaman muda merespon
kekurangan air dengan menutup stomata untuk konservasi air,
tetapi akhirnya mereka beradaptasi terhadap kekurangan air yang
terus menerus dan membuka stomata. Penurunan pengambilan air
pada tanaman yang terinfeksi berat yang disebabkan oleh
pengurangan sistem perakaran seimbang dengan penutupan daun,
dan kematian terjadi ketika potensial air pada daun terus-menerus
berkurang meskipun terjadi peningkatan besar dalam resistensi
stomata (Turner dan Evans, 1998).
Pengaruh Serangan NSK Terhadap Tanaman Kentang 21

A.

B.

Gambar 3.3 Profil tanaman kentang yang diserang NSK


(Asyiah, 2007)
A. Tanaman mengalami penuaan dini karena diserang NSK
B. Tanaman sehat dan tanaman yang diserang NSK
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
22 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN
Metode Ekstraksi Dan Estimasi Nematoda Sista Kentang 23

BAB
METODE EKSTRAKSI DAN
4 ESTIMASI NEMATODA SISTA
KENTANG

A. Sampling Tanah dan Ekstraksi Sista


Keakuratan dalam mengestimasi kepadatan populasi nematoda
yang membentuk sista (Heterodera dan Globodera spp.) dalam
tanah tergantung pada cara pengambilan sampel tanah. Sampel
biasanya diambil sesuai kedalaman bajak/cangkul dan tanah
dikumpulkan dalam kantung katun, linen, kertas, atau plastik yang
sudah diberi label (Shepherd, 1985 dalam Southey, 1985). Setelah
tanah sampel terkumpul kemudian dilakukan proses ekstraksi.
Salah satu yang cara ekstraksi yang umum digunakan untuk
memisahkan sista NSK dari tanah adalah dengan menggunakan
metode flotasi Fenwick (Southey, 1985).Proses pengumpulan sista
dengan metode flotasi Fenwick (Gambar 4.1) adalah sebagai berikut.
1. Tanah yang mengandung sista dikeringanginkan, kemudian
ditimbang sebanyak 100 g.
2. Tanah yang telah ditimbang diletakkan dalam saringan atas (A)
dengan ukuran 850 µm.
3. Dilakukan penyemprotan dengan air kecepatan tinggi, tanah halus
akan mengendap sedangkan bahan organik termasuk sista
terapung dan tertampung pada saringan bawah (B) dengan
ukuran 250 µm.
4. Sista yang berada pada saringan B dikumpulkan dan diamati di
bawah mikroskop.
Sista yang diperoleh disterilkan terlebih dahulu dalam 1%
NaOCl selama 4 menit kemudian dicuci dengan air steril beberapa
kali. Sista yang sudah steril digunakan sebagai bahan uji.

23
NEMATODA SISTA KENTANG
24 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

  A 

Gambar 4.1 Alat untuk pengambilan sista dengan metode


flotasi

(Foto BPSBTP Jabar)


A. saringan dengan ukuran 850 µm
B. saringan dengan ukuran 250 µm

B. Penentuan Viabilitas Nematoda Sista


Salah satu dari sekian banyak masalah dalam investigasi
pengendalian nematoda sista dan pemeriksaan tanaman dan tanah
untuk tujuan karantina, adalah memutuskan kapan telur dan juvenil
dikatakan mati. Berbagai metode yang telah dicoba dan didukung,
tidak satupun yang memuaskan secara keseluruhan dengan berbagai
alasan. Adakalanya tidak efektif, terlalu banyak membutuhkan
waktu, tidak praktis dan sedikit yang memberikan jawaban dengan
segera. Masalah tersebut antara lain disebabkan kematian seringkali
tidak terjadi secara cepat, tergantung pada fase fisiologi dan cara
kematian mereka (Southey, 1985).
Metode Ekstraksi Dan Estimasi Nematoda Sista Kentang 25

Proses pewarnaan merupakan salah satu cara untuk menetukan


viabilitas nematoda sista. Pewarna yang dikatakan dapat
membedakan antara nematoda yang hidup dan mati adalah krisoidin,
phloxin B, new blueR, Meldola blue dan nile blue A(Shepherd, 1985
dalam Southey, 1985).New blue R dan Meldola blue pada umumnya
satu produk, masing-masing dibedakan hanya oleh grup methyl
pada cincin benzena. New blue R dan Meldole blue lebih
menguntungkan dibanding phloxin B dan nile blue A karena lebih
labil, dan meskipun diserap kulit telur, sepenuhnya dapat
dipindahkan untuk melihat dalamnya juvenil.
Langkah-langkah dalam proses pewarnaan adalah sebagai
berikut :
1. Letakkan sista dalam 0,05% larutan pewarna selama 1 minggu
(sista Globodera kering sebelumnya direndam dalam air selama 1
minggu). Telur bebas dan juvenil membutuhkan waktu pewarnaan
yang lebih pendek.
2. Buanglah pewarna, cuci sista dengan baik dalam air dan keluarkan
telur. Biarkan telur tersuspensi dalam air kran semalam untuk
menghilangkan pewarna dari kulit (lebih baik mewarnai sista utuh,
telur kadang-kadang rusak selama dikeluarkan dan sejumlah telur
dan juvenil rusak yang diletakkan dalam pewarna dapat
menyebabkan kesalahan hasil).
3. Periksa telur atau juvenil dalam chamber penghitung dengan
menggunakan mikroskop disekting pembesaran 50x; individu yang
terwarnai sebagian atau total dihitung sebagai telur/juvenil mati.
Hal ini dapat berlaku ketika pewarnaan terjadi hanya pada kepala
atau ujung ekor, yang biasanya terlihat lebih dahulu. Pengamatan
dengan pembesaran yang lebih besar memperlihatkan bahwa
sebagian globul dalam dinding usus juvenil hidup menyerap pewarna
tetapi tidak dapat dilihat dengan pembesaran 50x. Pada individu
yang telah mati oesophageal dan jaringan dinding tubuh dengan
jelas terwarnai pada pembesaran 50x, sedangkan pada individu hidup
tidak terwarnai. Jika ragu-ragu (biasanya kurang dari 5% individu),
letakkan potongan kertas kalkir atau kaca diantara mikroskop dan
chamber penghitung untuk memperjelas warna.

Metode tersebut di atas hanya akan memberi hasil yang dapat


dipercaya ketika nematoda telah mencapai tahap mati ketika
semipermiabilitas membran internalnya telah rusak. Hal ini terjadi
ketika nematoda terbunuh oleh panas atau telah beberapa minggu
NEMATODA SISTA KENTANG
26 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

mendapat perlakuan nematisida. Bagaimanapun, kelebihan metode


ini adalah dapat menguji sampel dalam jumlah banyak dengan relatif
lebih mudah dan cepat, yang tidak dapat dilakukan metode lain.
Untuk memperkuat bukti bahwa telur dalam sista yang mendapat
perlakuan ekstrak metanol Sizygium aromaticum L.,minyak cengkeh,
minyak sereh wangi dan minyak permen benar-benar mati,Asyiah
(2007) menggunakan pewarnaan krisoidin 0,05 %. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa telur di dalam sista terwarnai sempurna oleh
krisoidin 0,05%(Gambar 4.2 dan 4.3). Menurut Southey (1985), telur
atau J2 yang terwarnai sebagian atau seluruhnya oleh krisoidin
merupakan telur atau J2 yang telah mati.

A. B.

50 µm

Gambar 4.2. Telur yang telah diwarnai krisoidin 0,05%


(Asyiah, 2007)
A. telur yang mendapat perlakuan ekstrak metanol S. aromaticum,
B. kontrol

Gambar 4.3 Telur yang telah diwarnai krisoidin 0,05%


(Asyiah, 2007)
A. Telur yang mendapat perlakuan minyak sereh wangi
B. Telur yang mendapat perlakuan minyak sereh bumbu
C. Telur yang mendapat perlakuan minyak permen
Metode Ekstraksi Dan Estimasi Nematoda Sista Kentang 27

Untuk mengamati kemampuan J2 berpindah tempat setelah


diberi perlakuan anti nematoda berupa ektrak metanol tumbuhan
dan minyak atsiri, Asyiah (2007) menggunakan metode Ibrahim dan
Haydock (1999) yang telah dimodifikasi, yaitu J2 yang baru menetas
(masing-masing 30 nematoda per perlakuan) ditaruh dalam cawan
Petri yang telah diberi perlakuan dengan konsentrasi 10 µL/mL.
Setelah 2, 4, dan 8 jam terpapar dalam perlakuan, J2 dipindahkan
ke dalam pasir (tinggi 1,5 cm, ukuran partikel pasir 250-500 µm)
dalam corong gelas Baermann yangtelah diisi air (pasir harus
terendam air) dan dilapisi kertas saring (Gambar 4.4).Corong gelas
Baermann ditempatkan pada suhu ruang (20-23 0C). Setelah 24 jam
jumlah J2 yang dapat bermigrasi melalui kertas saring dihitung.

Gambar 4.4 Alat penyaring juvenil dengan metode corong gelas


Baermann (Asyiah, 2007)
A. Pasir B. Kertas saring C. Corong yang telah diisi air
D. Tabung penampung juvenil
NEMATODA SISTA KENTANG
28 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Metode lain tetapi membutuhkan peralatan yang khusus adalah


mengukur ATP (Atkinson & Ballantyne, 1977; Storey & Atkinson,
1979; Storey, 1982), dapat dilakukan pada jaringan yang masih
hidup. Nematoda yang diuji dengan metode ini harus bebas dari
mikroorganisme dan fungi karena akan mempengaruhi hasil.
Asyiah (2007, 2011) melakukan pengukuran ATP untuk
mengetahui pengaruh eugenol dalam menghambat penetasan telur
dalam sista pada tingkat mitokondria, dilakukan pengukuran ATP.
Hasil pengukuran ATP terhadap 150 sista per perlakuan dengan
menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menunjukkan
bahwa eugenol menginhibisi pembentukan ATP, seperti terlihat
pada Gambar 4.4. Adanya hambatan pada pembentukan ATP
menyebabkan telur dalam sista tidak mampu menetas.

Gambar 4.5 Hasil pengukuran ATP (Asyiah, 2007)

C. Pengamatan Siklus Hidup NSK


Berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan pengamatan
siklus hidup NSK menurutSmant et al. (1997).
Metode Ekstraksi Dan Estimasi Nematoda Sista Kentang 29

1. Inokulasikan sista NSK ke perakaran tanaman kentang yang


ditanam pada suhu 180 C dengan panjang penyinaran 16 jam.
Daerah lahan kentang yang sudah terinfeksi NSK bisa menjadi
tempat untuk melakukan pengamatan siklus hidup. Berdasarkan
pengalaman penulis, ruang laboratorium yang ber AC bisa
digunakan untuk mengamati siklus hidup NSK.
2. Sampel J2 dikumpulkan dari akar kentang yang terinfeksi pada
10 sampai 13 hari setelah inokulasi. Akar tanaman dipotong-
potong dengan ukuran 1 cm dan diblender selama 30 detik, juvenil
dipisahkan dari akar dengan cara di saring dan disentrifuse pada
35% (berat/volume) larutan sukrosa dengan kecepatan 1.000 x g
selama 5 menit.
3. Campuran J3 jantan dan betina dikumpulkan pada 16 hari setelah
inokulasi, sedangkan campuran J4 jantan dan betina dikumpulkan
pada 19 hari setelah inokulasi.
4. Jantan dan betina dewasa didapatkan pada 25 dan 35 hari setelah
inokulasi. Jantan dewasa bisa juga diperoleh diperoleh dengan
cara meletakkan J4 jantan dalam filter yang berada di atas air,
dan jantan hidup akan melewati filter tersebut (seperti ekstraksi
Baermann).
5. Telur yang berisi J2 muda dikumpulkan dari betina pada 2 bulan
setelah inokulasi, sedangkan telur yang mengandung J2 diapause
dikumpulkan dari sista kering.

Nematoda yang digunakan sebagai inokulum bisa diaplikasikan


dalam bentuk sista, telur, atau juvenil (J2) yang keluar dari sista. Bila
dibandingkan tingkat akurasinya, maka J2>telur>sista (Cook dan
Noel, 2002 dalam Starr et al., 2002).
Dalam penelitian NSK biasanya membutuhkan sejumlah sista
dengan umur yang hampir sama. Untuk memperoleh sista sebagai
sumber inokulum bisa langsung mengekstraksinya dari tanah yang
terinfeksi NSK, tetapi untuk memperoleh akurasi penelitian yang
tinggi maka bisa dilakukan perbanyakan/rearing NSK. Berikut adalah
cara rearing NSK dengan mengacu pada metode Timmermanset al.
2007 yang telah dimodifikasi.
1. Ambillah tanah yang mengandung sista NSK dari lahan kentang
kemudian ekstraklah dengan metode flotasi fenwick.
2. Inokulasikan sista tersebut pada varietas tanaman kentang yang
sensitif terhadap NSK yang telah ditanam pada tanah berpasir steril,
biasanya menggunakan pot plastik atau polybag ukuran 1 kg.
NEMATODA SISTA KENTANG
30 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

3. Pada saat tanaman kentang berusia 90 setelah tanam (panen),


lakukan langkah ekstraksi seperti pada metode 4.1.
4. Sista yang diperoleh dicampur dengan pasir kering steril dan
disimpan pada suhu 5o C. Setelah disimpan minimal 6 bulan sista
dapat digunakan untuk sumber inokulan.

D. Pewarnaan Nematoda dalam Tanaman


Langkah-langkah pewarnaan akar tanaman terinfeksi nematoda
yang biasa dilakukan oleh Balitsa adalah sebagai berikut.
1. Cucilah akar yang diduga terinfeksi nematodasampai bersih.
2. Panaskan laktofenol yang diberi zat pewarna (misalnya dengan
acid fuchisin 0,1%) sampai 80o C.
3. Masukkan akar yang sudah dicucike dalam lactophenol panas
selama 1-2 menit, suhu dijaga agar panasnya tetap 80o C.
4. Selanjutnya cucilah akar sampai bersih dengan air biasa, kemudian
masukkan ke dalam lactophenol tanpa zat warna dan tidak
dipanaskan.
5. Setelah dibiarkan beberapa jam, maka warna pada jaringan akar
akan hilang, tinggal nematoda yang berwarna yang jelas dapat
dilihat di bawah mikroskop.

Catt. laktofenol berbahaya dan bekerja dengan lactophenol


harus dilakukan di lemari uap Karena uap fenol sangat berbahaya,
Bridge et al., (1982) menganjurkan menggunakan laktogliserol,
larutan tersebut terdiri atas gliserol, asam laktat dan akuades
masing-masing bervolume sama ditambah asam fuksin 0,05% atau
zat biru metil 0,05%

E. Uji Penetasan Telur NSK


Juvenil fase-2 (J2) yang telah menetas merupakan target utama
dalam pengendalian dengan nematisida. Untuk mendapatkan J2
sebagai hewan uji, campuran air dan eksudat akar dengan
konsentrasi optimum biasanya digunakan sebagai standar dalam uji
penetasan. Proses pengumpulan eksudat akar memerlukan waktu
yang cukup lama dan prosedurnya cukup rumit, oleh karena itu
banyak peneliti yang menggunakan faktor penetas (hatching agents)
buatan berupa senyawa kimia yang mudah didapat.
Metode Ekstraksi Dan Estimasi Nematoda Sista Kentang 31

Asyiah, dkk. (2007b) melakukan pengujian penetasan telur dalam


sista dengan menggunakan berbagai senyawa anorganik seperti
BaCl2, ZnSO4, dan LaCl3yang diketahui bisa menjadi faktor penetas
telur G. rostochiensis (Clarke dan Hennessy, 1987). Sista yang
digunakan adalah sista yang telah disimpan dalam refrigerator
selama lebih kurang delapan bulan. Hasil pengamatan dapat dilihat
pada Gambar 4.6

Gambar 4.6 Pengaruh senyawa anorganik terhadap penetasan


telurG. rostochiensis (Asyiah, dkk.,2007b)

Berdasarkan hasil penelitian ini, untuk pengujian penetasan


digunakan ZnSO4 sebagai faktor penetas. Hal ini disebabkan juvenil
yang menetas dalam larutan ZnSO4 mampu bertahan hidup dan tetap
bergerak walaupun disimpan dalam refrigerator selama empat minggu,
karena selain memacu penetasan telur, ZnSO4 juga merangsang juvenil
untuk bergerak dan berpindah. Juvenil yang menetas dalam larutan
ZnCl2 dan BaCl2 tidak mampu bertahan hidup dalam waktu lama,
sehingga kedua senyawa ini tidak dipilih sebagai larutan penetas.
Selain itu, Clarke dan Shepherd (1966) dalam Clarke dan Hennessy
(1987) mengklasifikasikan ZnSO4 sebagai agen penetas aktif dengan
rating penetasan 49 (eksudat akar = 100).
NEMATODA SISTA KENTANG
32 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Asyiah (2007) juga melakukan pengamatan terhadap sista dari


akar tanaman kentang yang baru dipanen (berasal dari Desa
Karangtengah, Dieng, Jawa tengah). Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa sista yang diberi perlakuan ZnSO4 belum menetas sampai
tiga bulan setelah pengambilan sampel, kemungkinan sista tersebut
mengalami periode dormansi diapause. Pada kenyataannya, sista
yang ditemukan di Indonesia yang merupakan daerah tropik juga
mengalami dormansi diapause. Hal yang sama terjadi di Pulau
Canary yang juga merupakan daerah tropik, yaitu populasi NSK
juga mengalami periode diapause (Gonzalez dan Phillips, 1996).
Sista merupakan unit ekologi yang melindungi J2 dari serangan
patogen dan memberi konstribusi terhadap J2 untuk tetap hidup
dalam kondisi dorman. Telur hidup pernah ditemukan dalam tanah
14 tahun setelah musim tanam inang terakhir (Storey, 1984). Untuk
menghindari diapause dan kesalahan pengambilan kesimpulan, para
peneliti (antara lain: Perry dan Beane, 1988; Robinson et al., 1985)
dalam penelitiannya selalu menggunakan sista yang telah disimpan
dalam refrigerator minimal 6 bulan.
Pengendalian Nematoda Sista Kentang 33

BAB
PENGENDALIAN NEMATODA
5 SISTA KENTANG

C ara yang terbukti mampu mengendalikan NSK adalah dengan:


i) rotasi tanaman, ii) kultivar resisten dan toleran, iii) nematisida, iv)
tanaman perangkap, v) pemanasan tanah, vii) pengendalian biologis,
dan vii) pengendalian terpadu dengan menggunakan dua atau
lebih cara pengendalian.

A. Rotasi Tanaman
G. rostochiensis dan G. pallida hanya berkembang biak pada
tanaman Solanaceae (kentang, tomat dan terong) dan gulma
Solanaceae, membuat tanah bebas dari tanaman-tanaman tersebut
selama beberapa tahun menyebabkan penurunan populasi NSK.
Berapa tahun yang dibutuhkan untuk ditanami tanaman bukan
inang tergantung populasi awal dan kecepatan penurunan telur
dalam sista NSK (Whitehead dan Turner, 1998).
Brodie (1996) menganjurkan rotasi tanaman untuk mengendalikan
G. rostochiensis. Pada lahan yang baru diinfestasi nematoda hanya
boleh ditanami varietas kentang yang resisten. Setelah dua tahun,
dilakukan pemeriksaan lahan untuk mengetahui ada tidaknya sista
yang masih hidup. Jika masih ditemukan sista yang hidup, penanaman
varietas kentang resisten harus terus dilakukan dan pemeriksaan
lapangan dilakukan setiap tahun. Ketika tidak ditemukan sista yang
hidup, dilakukan rotasi tanaman, 2 tahun menanam kultivar resisten,
1 tahun kemudian menanam tanaman yang bukan inang, dan tahun
berikutnya menanam varietas yang peka. Sistem pola tanam seperti
ini sangat efektif mengendalikan NSK setelah 10 tahun.

33
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
34 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Hasil percobaan Sunarto (2007) menunjukkan bahwa waktu


tanam Asparagus officinalis 6 minggu sebelum tanam kentang pada
sistim tumpangsari paling baik dalam menekan populasiG.
rostochiensis pada tanaman  kentang, dengan A  persentase
penghambatan terhadap jumlah larva II G. rostochiensis dalam 100
ml tanah sebesar 96,90 %, jumlah G.rostochiensis betina yang
menempel pada akar tanaman kentang sebesar 76,32 %, danjumlah
sista G. rostochiensis dalam 100 ml tanah sebesar 67,54 %.

Gambar 5.1 Skema program pengendalian NSK dengan rotasi


tanaman (Brodie, 1996)

Petani kentang di Batu Malang membuktikan bahwa pola


tanam bergilir antara antara tanaman kentang dan wortel cukup
efektif menurunkan populasi NSK, dibuktikan dengan tidak
munculnya gejala serangan NSK pada tajuk walaupun pada pada
akar kentang masih ditemukan NSK. Berdasarkan pengalaman petani
di Batu Malang, populasi NSK akan meningkat saat musim hujan,
untuk menghindari peningkatan populasi NSK maka pada saat
musim hujan sebaiknya tidak menanam kentang.
Pengendalian Nematoda Sista Kentang 35

B. Kultivar Resisten
Perkembangbiakan NSK dalam akar tanaman dipengaruhi oleh
kultivar kentang. Pada kultivar yang rentan terhadap NSK, NSK
berkembangbiak secara bebas baik pada akar, stolon dan umbi.
Pada kultivar kentang resisten sebagian nematoda dapat
berkembangbiak tapi lebih sedikit dibandingkan dengan kultivar
rentan penuh dan pada kentang yang resisten penuh tidak terdapat
perkembangbiakkan nematoda (Whitehead et al., 1994).
Jika tanaman kentang resisten tumbuh subur, populasi NSK dalam
tanah dapat turun sampai 80% pada satu musim tanam. Meskipun
penanaman sejumlah kultivar selama tiga sampai empat musim tanam
dapat menurunkan populasi NSK dalam tanah sampai 99%, tetapi
beresiko menimbulkan patotipe G. pallida dan G. rostochiensis yang
baru, juga menyebabkan terjadinya peningkatan penyakit kanker
batang yang disebabkan Rhizoctonia solani dan mungkin mikroba
patogen lain (Zawislak et al., 1981 dalam Whitehead, 1998).
Hasil penelitian Sunarto dkk. (2005) menunjukkan bahwa tingkat
ketahanan kultivar kentang terhadapGlobodera rostochiensis berbeda-
beda. Kultivar Atlantik memiliki kategori tahanterhadap G. rostochiensis;
kultivar Granola, Agriya, dan Cipanas memiliki kategoriketahanan sedang;
kultivar Merbabu dan Sante memiliki kategori peka.

C. Nematisida
1. Nematisida Kimia
Nematisida didefinisikan sebagai senyawa kimia yang membunuh
nematoda. Ada dua kategori nematisida yang tersedia luas, yaitu nematisida
fumigan dan bukan fumigan. Nematisida fumigandiformulasikan sebagai
cairan yang cepat menguap,sedangkan nematisida bukan fumigan secara
umum diformulasikan sebagai granul (butiran) atau cairan yang tidak
menguap. Nematisida bukan fumigan dapat diklasifikasikan sebagai
nematisida kontak atau sistemik tergantung pada caranematisida tersebut
membunuh nematoda dalam tanah karena kontak atau diserap pertama
kali oleh tanaman dan mempengaruhi nematoda ketika mereka memakan
jaringan tanaman (Spurr, 1985).Sejumlah nematisida fumigan dan bukan
fumigan dapat mengendalikan NSK secara efektif, tetapi penggunaannya
terbatas karena biayanya mahal dan sangat toksik terhadap lingkungan
dan manusia.
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
36 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Metil bromida, 1,3-dikloropropen (1,3-D) dan metil isotiosianat


(MITC) merupakan tiga nematisida fumigan yang sekarang tersedia
untuk mengendalikan NSK. Metil bromida dapat mengendalikan
NSK secara total pada tanaman tomat atau kentang dengan dosis
488-1464 kg per ha yang diaplikasikan di bawah penutup polietilen
yang kedap gas (Peachey et al., 1963 dalam Whitehead dan Turner,
1998). Karena merusak permukaan ozon, metil bromida dilarang di
seluruh dunia.
Dinas pertanian Jawa Barat pernah melakukan fumigasi NSK
dengan menggunakan Metil bromida pada tahun 2003 di Desa
Sugih Mukti, Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Bandung. Satu
tahun kemudian, penulis bersama dengan tim peneliti NSK
mengambil sampel tanah dari lahan tersebut dan masih menemukan
sisa tanaman kentang yang terserang NSK.
Nematisida lain, 1,3-D tersedia dalam berbagai campuran dengan
1,2-D dan C3-hidrokarbon klorin lain, nematisida D-D dan Vidden D
mengandung 55% 1,3 D dan Telon II mengandung 1,3 D sekitar
94%. Efikasi 1,3 D tergantung pada dosis aplikasi dan terutama
kondisi tanah serta kecepatan penguapan gas dari permukaan
tanah. Pengendalian parsial NSK dapat dilakukan pada berbagai
tanah dengan dosis 156-1153 kg D-D per ha. Efikasi pengendalian
menurun secara nyata dalam tanah organik, karena gas diserap oleh
bahan organik. Pada tanah lain, pengendalian dapat ditingkatkan
dengan aplikasi dua dosis fumigan, satu sebelum dan satu sesudah
pembajakan tanah, karena hal ini menyebabkan nematoda terbunuh
lebih banyak pada lapisan permukaan tanah (Lear et al., 1952 dalam
Whitehead dan Turner, 1998). Berbagai dosis fumigan MITC yang
dicampur dengan tanah secara umum lebih efektif dalam
mengendalikan NSK dibandingkan fumigan 1,3-D yang aplikasikan
ke dalam tanah, meskipun ada beberapa pengecualian. Pengendalian
NSK secara penuh atau parsial diperoleh pada dosis 150-312 kg
MITC per ha (Peachey et al., 1963 dalam Whitehead dan Turner,
1998). Dazometyang dikombinasikan dengan Telon (94% 1,3 D)
atau Di-Trapex CP (20% MITC: 65% D-D: 15% Kloropikrin) pada
dosis 441 kg per ha meningkatkan hasil tomat pada tanah yang
terinfestasi G. pallida, mengurangi perkembangbiakan nematoda
dan menghambat fungi Botrytis cinerea (Whitehead et al., 1975).
Pengendalian Nematoda Sista Kentang 37

Sejumlah senyawa bukan fumigan seperti organofosfat dan karbamat


efektif dalam mengendalikan NSK. Kebanyakan organofosfat dan
karbamat merupakan inhibitor kolinesterase yang sangat kuat yang
menyebabkan paralisis. Pada dosis aplikasi yang komersial senyawa
bukan fumigan tidak toksik terhadap tanaman (fitotoksik), sehingga
dapat diaplikasikan dengan aman dalam bentuk granul (butiran) terhadap
bibit kentang pada musim semi. Pengendalian penuh atau sebagian
terhadap G. rostochiensis dapat dicapai dengan nematisida organofosfat
seperti fensulfotion, tionazin, fenamifos, disulfoton, diazinon, terbufos,
etoprofos dan fostietan. Semua senyawa tersebut lipofilik, maka
dibutuhkan pencampuran yang baik dengan tanah. Aldicarb (Temik)
dan oxamyl (Vydate) yang dicampur dalam lahan pembibitan dengan
dosis 5,6 kg per ha sebelum kentang ditanam dapat mengendalikan G.
rostochiensis secara parsial atau penuh. Kedua senyawa tersebut sangat
toksik, oleh karena itu lebih baik digunakan dalam bentuk granul.
Keduanya hidrofilik dan bekerja efektif pada berbagai macam tanah,
termasuk tanah organik (Whitehead dan Turner, 1998).
Kadusafos yang merupakan nematisida organofosfat secara nyata
berpengaruh terhadap penetasan telur, perpindahan dan
penyerangan akar oleh J2 G. pallida. Penetasan telur terhambat
secara permanen pada konsentrasi 0,05 µg/mL atau lebih (Ibrahim
dan Haydock, 1999). Fostiazat menunda dan menekan penetasan
telur G. pallida pada uji in vitro dan in vivo. Uji penetasan secara
in vitro menunjukkan adanya penghambatan penetasan sementara
pada konsentrasi fostiazat 0,08 µg/mL dan peningkatan konsentrasi
fostiazat memperpanjang waktu penghambatan (Woods et al., 1999).
Penelitian yang dilakukan oleh team peneliti Fakultas Pertanian
UGM, Indonesia menunjukkan bahwa di rumah kaca, nematisida
fumigan (dazomet dan metham sodium) lebih efektif dalam
mengendalikan G. rostochiensisdibandingkandengan nematisida bukan
fumigan (karbofuran). Di lapangan, semua nematisida yang diuji
yaitu karbofuran (Curater-3G, Furadan-3G, Petrofur-3G)dan kadusafos
(Rugby-10G, Truper-3G) efektif mengendalikan G. rostochiensis.
2. Nematisida Nabati
Metode pengendalian dengan menggunakannematisida yang berperan
sebagai racun saraf, seperti karbamat, phosphorylated, dan senyawa
halogen anorganik problema bagi lingkungan, sebagai contoh adalah
metil bromida yang dapat merusak lapisan ozon, sehingga produksinya
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
38 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

dibatasi. Oleh sebab itu, banyak peneliti yang mencoba mengembangkan


senyawa fitokimia sebagai dasar dalam pengendalian nematoda. Sebagian
besar senyawa fitokimia lebih aman terhadap lingkungan maupun manusia
dibanding nematisida kimia konvensional (Chitwood, 2002).
Asyiah dkk. (2005) melakukan pengujian sejumlah ekstrak metanol
tumbuhan yang mengandung zat anti nematoda. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa ekstrak daun dan bunga Eugenium aromaticum
(cengkeh) mampu menyebabkan mortalitas J2 NSK sampai 100%.
Hasil penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Pengaruh beberapa ekstrak metanol tumbuhan


terhadap persentase mortalitas J2 Globodera
rostochiensis
Jenis Ekstrak Persentase mortalitas J2
Artemisia vulgaris (daun) 0,00 a
Nicotiana tabacum (daun) 1,67ab
Brucea javanica (biji) 1,67ab
Lantana camara (daun) 3,33ab
Sesamum indicum (akar) 3,33ab
Andrograpis puniculata (herba) 5,33ab
Imperata cylindrica (daun) 6,67ab
Euphorbia hirta (herba) 6,67ab
Capsicum frutescens (buah) 10,00ab
Ricinus communis (biji) 10,00ab
Annona muricata (biji) 10,00ab
Kontrol 10,00ab
Albizia chinensis (kulit batang) 11,33ab
Annona squamosa (kulit batang) 11,67ab
Annona muricata (kulit batang) 11,67ab
Chrysanthemum sp (bunga) 13,33ab
Cucurbita moschata (buah) 13,33ab
Eugenium aromaticum (daun tanpa minyak atsiri) 15,00ab
Sesamum indicum (batang) 16,67ab
Nerium oleander (daun) 16,67ab
Manihot utilissima (ubi) 18,33ab
Annona squamosa (biji) 24,00b
Brassica esculenta (daun) 48,33c
Allium sativum (bulb) 61,00c
Syzygium aromaticum (daun) 96,67d
Syzygium aromaticum (bunga) 100,00d
Keterangan : angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama menyatakan tidak beda
nyata menurut DMRT pada aras 5%
Pengendalian Nematoda Sista Kentang 39

Percobaan lanjutan dengan menggunakan komponen-komponen


utama minyak cengkeh yaitu eugenol, metil eugenol dan kariofilen
berturut-turut menyebabkan mortalitas J2 100% 8,33% dan 13,33 %
(Tabel 5.2). Hal ini membuktikan bahwa senyawa yang bersifat nematisida
dalam minyak cengkeh adalah eugenol (Asyiah, dkk., 2005).

Tabel 5.2 Pengaruh komponen minyak cengkeh terhadap


persentase mortalitas J2 Globodera rostochiensis

Komponen minyak cengkeh Persentase mortalitas J2


Minyak cengkeh 98,33 c
Eugenol 100,00 c
Metil eugenol 8,33 ab
Kariofilen 13,33 b
Kontrol 6,67 a

Keterangan : angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama menyatakan tidak beda
nyata menurut DMRT pada aras 5%

Untuk mengetahui mekanisme kerja eugenol, dilakukan


pengamatan terhadap aktivitas asetilkolin esterase (AChE)G.
rostochiensis menggunakan metode modifikasi dari Ellman et al.
(1961) dan Peiris dan Hemingway (1990).Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa aktivitas AChE pada J2 yang diberi perlakuan
pirantel pamoat dan eugenol terhambat ditunjukkan dengan
absorban yang lebih kecil dibanding control (Asyiah, 2010).
Hasil pengamatan terhadap ekstrak metanol cengkeh (S.
aromaticum) menunjukkan bahwa komponen ekstrak metanol
cengkeh yang bersifat nematisida adalah minyak atsirinya. Dengan
informasi ini, Asyiah, dkk. (2006) melakukan pengujian minyak atsiri
yang dihasilkan beberapa tumbuhan lain terhadap mortalitas J2
dan penetasan telur dalam sista G. Rostochiensis, hasil pengamatan
dapat dilihat pada Tabel 5.3 dan Tabel 5.4.
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
40 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Tabel 5.3 Pengaruh minyak atsiri pada konsentrasi 10 µL/mL


terhadap mortalitas J2 G. Rostochiensis selama
24 jam
Jenis bahan uji Mortalitas J2 (%) Nilai P*)

Minyak cengkeh (S. aromaticum) 99,17 ± 2,04 -


Minyak sereh wangi (Cymbopogon winterianus)100,00 ± 0,00 0,803
Minyak permen (Mentha piperita ) 94,17 ± 4,91 0,141
Minyak nilam (Pogostemon cablin) 3,33 ± 4,08 * <0,001
Minyak akar wangi (Andropogon muricatus) 15,00 ± 6,32 * <0,001
Minyak sereh bumbu (Cymbopogon citratus) 75,00 ± 11,83* <0,001
Kontrol (air) 13,33 ± 2,58 * <0,001

Keterangan : angka rata-rata ± SD; r: 6; n: 20; * : berbeda nyata menurut uji BNT
(P<0,05), *) : dibandingkan dengan minyak cengkeh

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa minyak sereh wangi dan minyak


permen mempunyai efek yang sebanding dengan minyak cengkeh
dalam menyebabkan mortalitas J2, dapat dilihat dari hasil statistik
yang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Tabel 5.4 Pengaruh minyak cengkeh, minyak sereh wangi


dan minyak permen pada konsentrasi 10 µL/mL
terhadap penghambatan penetasan telur dalam
sista G. rostochiensis
Hari Jumlah J2 yang menetas (%) dengan perlakuan minyak atsiri
ke- Cengkeh Sereh wangi Permen Kontrol
(S. aromaticum) (C. winterianus) (M. piperita) (larutan ZnSO4)
3 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,11 ± 3,60
6 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,45 ± 5,53
9 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 1,74 ± 5,70
12 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 2,89 ±16,90
15 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 1,91 ± 8,24
18 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 2,09 ±13,89
21 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 3,38 ±12,73
24 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 2,66 ± 9,48
27 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 2,21 ± 8,07
30 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 1,68 ± 3,54

Keterangan : angka rata-rata ± SD; r: 6; n: 10


Pengendalian Nematoda Sista Kentang 41

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa 10 sista yang direndam dalam


minyak cengkeh, minyak permen dan minyak sereh wangi pada
konsentrasi 10 µL/mL tidak ada yang menetas, dan setelah larutan
uji diganti dengan larutan penetas sista (pada hari ke 15), telur
dalam sista tidak mampu menetas. Ini membuktikan bahwa
penghambatan penetasan oleh minyak atsiri tersebut bersifat
permanen.
Pengujian pengaruh minyak cengkeh terhadap perkembangan
G. rostochiensissecara in vivo pada tanaman kentang yang ditanam
pada polybag di rumah plastik yang telah dilakukan oleh Asyiah
(2010), menunjukkan bahwa jumlah juvenil dan nematoda betina
dewasa menurun secara nyata dibanding dengan kontrol. Hasil
pengamatan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Pengaruh konsentrasi minyak cengkeh (S.


aromaticum) terhadap jumlah juvenil per 5 gram
berat segar akar kentang (S. tuberosum) pada
saat tanaman berumur 4 MST danjumlah nematoda
betina dewasa per tanaman kentang (S. tuberosum)
pada saat tanaman berumur 8 MST
Konsentrasi Jumlah juvenile Nilai P*) Jumlah nematoda Nilai P*)
minyak per 5 gram akar betina dewasa
cengkeh tanaman (ekor) per tanaman (ekor)
(µL/mL)
0 11,33 ± 1,15 - 11,67±0,58 -
2 4,67 ± 0,08* 0,004 8,33±1,53* 0,005
4 6,00 ± 3,00* 0,015 3,67±2,08* <0,001
6 4,33 ± 4,04* 0,003 2,67±1,15* <0,001
8 0,33 ± 0,57* <0,001 1,33±0.57* <0,001
10 0,33 ± 0,58* <0,001 1,00±0,00* <0,001

Keterangan : angka rata-rata ± SD; r: 6; n: 3; * : berbeda nyata menurut uji BNT


(P<0,05); *) : dibandingkan dengan kontrol negative

Eugenol yang terkandung dalam minyak cengkeh mampu


menurunkan jumlah J2 yang menetas walaupun terdapat eksudat
akar kentang, sehingga jumlah J2 yang menyerang akar berkurang.
Karena J2 yang menyerang akar berkurang maka jumlah juvenil
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
42 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

yang mampu berkembang biak dalam akar juga berkurang.


Prosentase penurunan jumlah juvenil dalam akar berkisar antara
28% sampai 90%. Prosentase penurunan jumlah juvenil meningkat
seiring dengan meningkatnya konsentrasi minyak cengkeh.
Penurunan juvenil menyebabkan jumlah nematoda betina dalam
akar juga berkurang.
Terkait dengan hasil penelitian yang membuktikan bahwa
eugenol yang terkandung dalam minyak cengkeh efektif
mengendalikan G. rostochiensis, baik terhadap J2 maupun telur
dalam sista, dan aplikasi minyak cengkeh terhadap tanaman kentang
yang diinokulasi sista dalam kantung plastik dapat mengendalikan
pertumbuhan G. rostochiensis, aplikasi di lahan pertanaman kentang
yang terinfeksi G. rostochiensis dalam luasan yang besar perlu
dikombinasikan dengan cara pengendalian yang lain. Walaupun
harga minyak cengkeh cukup murah tapi tidak cukup murah untuk
digunakan dalam pengendalian G. rostochiensis di lapangan. Hasil
konversi biaya dari kantung plastik ke tanaman di lapangan, untuk
1 ha mencapai lebih dari Rp. 30 juta, suatu hal yang tidak mungkin
dilakukan petani walaupun biaya tersebut masih jauh lebih murah
dibanding perlakuan fumigasi dengan metylbromida yang mencapai
hampir Rp. 200 juta untuk lahan seluas 1.000 m2 seperti kasus
penggunaan metylbromida di Desa Sugihmukti, Pasirjambu, Bandung
yang dilakukan oleh pemerintah propinsi Jawa Barat.
Walaupun demikian, bukan berarti informasi hasil penelitian ini
tidak dapat dimanfaatkan petani di lapangan. Penggunaan ekstrak
kasar kemungkinan besar bisa menjadi alternatif terbaik. Ekstraksi
dengan cara maserasi sangat mudah dilakukan dan penggunaan
metanol sebagai pelarut relatif ekonomis karena harganya murah.
Ekstrak kasar tersebut bisa diaplikasikan langsung ke tanah setelah
diencerkan terlebih dahulu. Efikasi di lapangan masih diperlukan
penelitian lebih lanjut.
Penggunaan pupuk hijau seperti Lupinus sp. (golongan kacang-
kacangan) meningkatkan laju penurunan populasi NSK. Peningkatan
aktivitas mikroba setelah aplikasi pupuk organik membantu juga
dalam peningkatan laju penurunan populasi. Penggunaan pupuk
hijau daun cengkeh dalam pengendalian NSK bisa juga dilakukan
tetapi tetapi keruahan dan fitotoksiknya perlu dipertimbangkan
lebih lanjut, termasuk di dalamnya adalah biaya dan waktu aplikasi.
Pengendalian Nematoda Sista Kentang 43

Walaupun harganya mungkin lebih murah tetapi jumlah yang


dibutuhkan begitu banyak sehingga biaya pengangkutan dan aplikasi
di lapangan cukup mahal, apalagi lahan pertanaman kentang
biasanya berada di dataran tinggi (pegunungan). Minyak cengkeh
terbukti toksik terhadap perkecambahan tomat sehingga waktu
aplikasi pupuk hijau daun cengkeh yang tepat perlu diketahui agar
tidak menghambat pertumbuhan tanaman kentang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa minyak cengkeh yang diaplikasikan 10 hari
sebelum tanam tidak fitotoksik, hasil ini bisa dijadikan dasar dalam
aplikasi pupuk hijau daun cengkeh (Asyiah, 2007).

D. Tanaman Perangkap
Tanaman perangkap digunakan untuk menjerat hama dan
dipanen atau dicabut sebelum hama berkembang. Contohnya
kentang dipanen pada saat umbi masih kecil sekitar 4 sampai 6
minggu setelah tanam sehingga NSK terperangkap dan tidak bisa
berkembang. Tanaman kentang yang ditanam berikutnya bebas
infeksi karena NSK sudah dijerat oleh tanaman kentang sebelumnya.
Dengan cara ini populasi G. rostochiensis pada tanah sampai
kedalaman 20 cm menurun 45% lebih banyak dibandingkan dengan
cara pemberoan tanah (tidak ditanami tanaman budidaya selama
satu musim tanam atau lebih) (Whitehead, 1977 dalam Whitehead
dan Turner, 1998). Tanaman perangkap dapat digunakan untuk
mengurangi populasi NSK tanpa harus memfumigasi tanah.
Hasil penelitian Scholte (2000a, b, c); Scholte dan Vos(2000),
menunjukkan bahwa dari sekitar 90 spesies tanaman solanaceae,
Solanum sisymbriifolium merupakan tanaman yang paling efektif
digunakan sebagai tanaman perangkap NSK. Solanum sisymbriifolium
dikenal baik sebagai tanaman perangkap NSK, baik Globodera
rostochiensis maupun G. pallida(Timmermans et al., 2006).
S. sisymbriifoliummerupakan tanaman perangkap istimewa
karena selain mampu memacu penetasan telur juga mencegah
perkembangan juvenil juvenil fase II (J2) menjadi nematoda dewasa
karena tanaman tersebut sangat resisten terhadap NSK (PCN Control
Group, 2004; Scholte, 2000; Timmermans et al., 2006). Tanaman
tersebut juga resisten terhadap nematoda parasit tanaman lain
seperti Meloidogyne, Trichodorus, dan Pratylenchus (PCN Control
Group, 2004). Selain itu, S. sisymbriifoliumresisten terhadap bakteri
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
44 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

patogen seperti Pseudomonas solanacearum. BuahS. sisymbriifolium


dapat dimakan dan biasanya dikonsumsi burung indigenous (Hill &
Hulley, 1995) dan kadangkala dikonsumsi olehSuku Indian Chorote
dari Gran Chaco, Argentina (Arenas & Scarpa, 2007). Buah S.
sisymbriifoliumjuga menjadi sumber solasodine, yaitu glikoalkaloid
yang digunakan untuk mensintesis corticosteroids dan hormon seks,
dan juga merupakan komponen utama obat kontrasepsi oral (Hill &
Hulley, 1995).
S. sisymbriifoliummerupakan tanaman annual atau perennial
yang bisa tumbuh sampai ketinggian 1 m. Batang dan cabangnya
berbulu dan dilindungi duri tipis dengan panjang mencapai 15 mm
(G.I.S.D., 2008). Daun menyirip yang terbagi dalam 4-5 lobus kasar.
Bunga berwarna putih atau biru langit dengan diameter 3 cm dan
memproduksi buah 30 hari setelah proses pembungaan (Scholte et
al., 2000; G.I.S.D., 2008).

Gambar 5.2 Perkembangan bunga dan buah tanaman


S.sisymbriifolium (Sumber : www. robplants.com)

Hasil penelitian Timmermans (2005) di rumah kaca menunjukkan


bahwa pengurangan populasi NSK berhubungan dengan densitas
panjang akar dan lamanya periode pertumbuhan tanaman. Setelah
tanaman berumur 150 hari, populasi NSK berkurang rata-rata 75%
Pengendalian Nematoda Sista Kentang 45

bahkan pada permukaan tanah populasi NSK berkurang sampai


86%.S. sisymbriifolium sangat toleran terhadap NSK dan tumbuh
subur pada tanah yang terinfeksi NSK. Selain itu, tanaman tersebut
sangat resisten terhadap Phytophthora infestans (Mont.).
Belum ada informasi penggunaan S. sisymbriifolium sebagai
tanaman perangkap NSK di Indonesia. S. sisymbriifolium merupakan
tanaman tropis sehingga sangat potensial untuk ditanam di Indonesia.

E. Pemanasan Tanah
Pada saat iklim panas atau dalam rumah kaca pada musim
panas di daerah beriklim sedang, matahari dapat menaikkan suhu
permukaan tanah yang ditutupi oleh satu atau dua lapisan polietilen,
dan secara efektif dapat membunuh nematoda pada kedalaman
tanah 20 sampai 30 cm. Di luar daerah beriklim sedang termasuk
Indonesia, temperatur yang mematikan hanya dapat dicapai pada
kedalaman beberapa cm saja dari permukaan tanah. Di New York,
USA, 97% telur G. rostochiensis dapat terbunuh pada kedalaman 10
cm dari permukaan tanah pada musim panas (La Mondia dan
Brodie, 1984). Pemanasan tanah hanya cocok pada lahan yang
sempit dan untuk daerah yang memiliki musim panas yang panjang.
Dengan metode ini biayanya cukup tinggi meliputi biaya untuk
polietilen, peralatan dan tenaga kerja.

F. Pengendalian Biologis
Menurut De Bach (1964) dalam Miguel et al. (1997), pengendalian
biologi adalah aksi/kerja dariparasit, predator, dan patogen dalam
mempertahankan kepadatan organisme lainpada tingkat yang
rendah dibandingkan tanpa kehadirannya.Pengendalian biologi
merupakan salah satu cara pengendalian yang dinilaicukup aman
dan mempunyai beberapa keuntungan, antara lain :
1. selektivitas tinggi dan tidak menimbulkan hama baru
2. organisme yang digunakan sudah tersedia di alam
3. organisme yang digunakan dapat mencari dan menemukan
inangnya
4. dapat berkembangbiak dan menyebar
5. hama tidak menjadi resisten atau kalaupun terjadi sangat lambat
6. pengendalian berjalan dengan sendirinya.
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
46 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Penulis telah melakukan penelitian mengenai penggunaan


mikoriza vesikular arbuskular (MVA) dan rizobakter yang diisolasi
dari kebun kentang dalam pengendalian NSK. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa MVA (mycofer) mampu menurunkan jumlah
sista 40 s.d. 53 % (Tabel 5.6). Hasil yang hampir sama ditunjukkan
oleh rizobakter (Tabel 5.7). Penggunaan Bacillus Alvei mampu
menurunkan jumlah sista sampai 47%, Pseudomonas diminuta
menurunkan jumlah sista sampai 49% dan B. Stearothermophilus
menurunkan jumlah sista sampai 46%. Uji sinergisme isolat rizobakter
dan mycofer terhadap perkembangan NSK menunjukkan penurunan
jumlah sista yang lebih kecil (Asyiah dkk., 2009, 2012).

Tabel 5.6. Pengaruh dosis Mycofer® (per kg tanah) terhadap


berat umbi dan jumlah sista
Perlakuan Derajat infeksi (%) jumlah sista per 100 g tanah
7,5 g 27,50 ab 8,75 a
10 g 37,50 b 8,33 a
12,5 g 57,50 c 7,42 a
Kontrol 17,50 a 15,50 b

Keterangan : angka rerata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat kepercayaan
95%

Tabel 5.7 Pengaruh isolat rizobakter terhadap berat umbi


dan jumlah sista
Perlakuan jumlah sista per 100 g tanah
B. Alvei 8,08 a
B. Stearothermophilus 7,75 a
Pseudomonas diminuta 8,25 a
Kontrol 15,08 b

Keterangan : angka rerata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%

Untuk mengetahui mekanisme kerja MVA dalam menurunkan


jumlah sista yang terbentuk, Asyiah, dkk. (2012)melakukan analisis
sesquiterpen total. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Pengendalian Nematoda Sista Kentang 47

Tabel 5.8 Pengaruh Mycofer® terhadap kandungan sesquiterpen


total
Perlakuan Sesquiterpen total (ppm)
7,5 g 19,25
10 g 25,09
12,5 g 18,11
Kontrol 17,04

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa mikoriza meningkatkan


kandungan sesquiterpen total. Sesquiterpen total paling banyak
pada tanaman yang mendapat perlakuan 10 g Mycofer® dan
kandungan sesquiterpen menurun saat dosis dinaikkan menjadi
12,5 g per kg tanah. Penurunan jumlah sista pada tanaman yang
diberi perlakuan Mycofer® kemungkinan melalui mekanisme
penghasilan sesquiterpen.
Solavetivone dan rishitin adalah fitoaleksin yang masuk dalam
golongan sesquiterpen, yang disekresikan oleh kentang sebagai
respon terhadap berbagai macam stres, seperti aplikasi asam
arachidonat (Desjardins et al., 1995) dan infeksi Erwinia coratovora
(Lyon dan Bayliss, 1975). Senyawa-senyawa tersebut dilaporkan
mampu menghambat pertumbuhan Phytophthora infestans dan E.
carotovora var. atroseptica (Lyon dan Bayliss 1975). Desjardins et al.
(1995, 1997) menyatakan bahwa solavetivone dan seskuiterpen
lainnya berhubungan dengan resistensi tanaman kentang terhadap
G. rostochiensis. Yao et al. (2003) meneliti efektifitas kolonisasi MVA
Glomus etunicatum terhadap kandungan rishitin dan solavetivone
pada kentang kultivar Goldrush yang diinduksi dengan R. solani.
Hasilnya menunjukkan bahwa mikorisasi menstimulir dengan
signifikan akumulasi rishitin dan solavetivone pada planlet akar
kentang yang terinduksi R. solani serta menunjukkan pengaruh
sama pada planlet tanpa induksi R. solani.
Untuk mengetahui mekanisme kerja rizobakter dalam menurunkan
jumlah sista dilakukan uji sideropore. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa ketiga isolat tidak menghasilkan sideropore. Kemudian
dilakukan pengukuran zat pengatur tumbuh yang dihasilkan isolat
rizobakter dengan menggunakan KCKT. Dari uji KCKT diketahui
kedua rizobakter tersebut menghasilkan senyawa zat pengatur tumbuh
(ZPT). Hasil selengkapnya pada Tabel 5.9 (Asyiah dkk., 2009).
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
48 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Tabel 5.9 Kemampuan isolat rizobakter dalam menghasilkan


Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Jenis Bacillus Pseudomonas Bacillus
analisis Alvei diminuta Stearothermophilus
ppm
Sitokinin 121,4 195,4 196,4
Giberelin 16,5 18,6 18,4
Asam asetat 4,6 4,8 4,9
Asam laktat 9,9 9,4 9,2
Asam butirat 0,1 0,0 0,0
Asam suksinat 0,2 0,1 0,1

Pengujian rizobakter dilanjutkan ke tahapan formulasi, khususnya


pada P. diminuta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa
pembawa tepung gambut lebih baik dibanding talk dan bentonit
ditunjukkan dengan rata-rata kerapatan sel selama 8 minggu
pengamatan adalah sebesar 6,25 ± 3,45 X 1010 (Asyiah, dkk., 2013).
Hasil uji in vivo di polybag menunjukkan bahwa aplikasi
bionematisida terbaik adalah melalui tanah dibanding melalui benih,
yaitu mampu menurunkan jumlah juvenil NSK total dalam akar
sampai 50,89% dan jumlah juvenil NSK betina sebanyak 37,96%.
Prosentase penurunan jumlah juvenil NSK betina pada perlakuanP.
diminuta dengan senyawa pembawa tepung gambut yaitu sebanyak
71,88% (Asyiah, dkk., 2013).
Hasil uji in vivo di lapangan menunjukkan bahwa P. diminuta
yang diformulasi dalam tepung gambut dengan dosis 30 g per
tanaman menurunkan populasi sista dalam tanah sebesar 52,86 %
(Asyiah, dkk., 2014). Penelitian di lapangan ini masih diuji pada satu
kali musim tanam, sehingga masih perlu pengujian lagi pada
beberapa musim tanam di tempat yang berbeda agar datanya
semakin lengkap.
Di Indonesia cukup banyak peneliti yang melakukan penelitian
mengenai pengendalian biologis terhadap NSK. Diantaranya adalah Kalay,
dkk. (2005) menemukan 13 jenis fungi yang berpotensi dalam mengendalikan
NSK, yaitu Fusarium oxysporum TR1, F. oxysporum TR3, F.oxysporum TR4, F.
solani TR2, F. oxysporum KT1, F. OxysporumKT3, F. oxysporum KT4, F.
oxysporum KT5, F. ChlamydosporumKT2; F. oxysporum SM1, F.oxysporum
SM1, Paecilomyces lilacinus SM3 dan F. Chlamydosporum SM4.
Pengendalian Nematoda Sista Kentang 49

G. Pengendalian Terpadu
Pengendalian nematoda terpadu (PNT) adalah subsistem
darisistem pengendalian hama terpadu (PHT). Oleh karena itu
falsafah yang mendasari PNT adalah bukan hanya suatu cara
mengendalikan nematoda, melainkan suatu konsep, pandangan,
pendekatan, program, suatu strategi, bahkan suatu filosofi. Konsep
PNT bekerja dengan cara mendorong, mengkontribusikan, dan
memadukan beberapa taktik pengendalian dalam suatu strategi
yang kompatibel terpadu untuk menekan populasi nematoda (NSK),
sehingga memperkecil kerusakan dan produksi tanaman
(Hadisoeganda, 2003).
Nematoda sista kentang paling baik dikendalikan dengan dua
atau lebih metode secara bersamaan atau berurutan. Penggunaan
satu cara pengendalian secara terus menerus, cepat atau lambat
akan menimbulkan biotipe virulen yang baru sehingga pengendalian
dengan cara tersebut tidak akan efektif lagi. Pengendalian terpadu
bukan merupakan konsep baru dan dapat digunakan dalam
pengendalian NSK dengan berbagai cara untuk beberapa tahun.
Sebelum digunakan kultivar resisten dan nematisida granul pada
pertengahan tahun 1960, kombinasi rotasi tanaman dan fumigasi
tanah terbukti efektif dalam mengendalikan NSK (Spear et al., 1956
dalam Whitehead dan Turner, 1998). Rotasi tanaman dan penggunaan
kultivar resisten terbukti sukses mengendalikan NSK di Belanda
(Nollen dan Mulder, 1970 dalam Whitehead dan Turner, 1998).
Dalam Reddy (2014) dijelaskan bahwa aplikasi mimba (neem
cake) sebanyak 5 t/ha yang diberikan bersamaan dengan
Trichoderma Viride sebanyak 0,5 kg/ha menghasilkan umbi kentang
yang maksimal yaitu 23,14 t/ha dan mengurangi perkembangan
NSK. Dijelaskan pula bahwa penggunaan kombinasi varietas kentang
yang genjah dengan nematisida cukup baik untuk mengendalikan
NSK. Penggunaan benih bersertifikat yang dikombinasikan dengan
rotasi tanaman pada lahan penghasil benih kentang juga efektif
dalam mengendalikan NSK. Penggunaan varietas resisten yang diikuti
oleh aplikasi nematisida dapat membunuh populasi nematoda
sebanyak 99%. NSK yang menjadi masalah utama di Nilgiris (Tamil
Nadu, India) dikendalikan dengan kombinasi perlakukan nematisida,
rotasi tanaman dan penggunaan varietas resisten (cv. Kufri Swarna).
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
50 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Pengendalian yang paling efektif adalah dengan


mengkombinasikan antara rotasi tanaman, penggunaan nematisida
dan varietas resisten untuk menjaga nematoda pada ambang batas
ekonomi (Jones, 1969 dalam Reddy, 2014). Pengendalian terpadu
dapat mengendalikan G. Rostochiensis pada kentang selama 4
tahun dengan mengkombinasikan fumigasi tanah (mengurangi
populasi nematoda sampai 30%), menanam tanaman bukan inang
(mengurangi populasi nematoda sampai 50%), menanam varietas
kentang resisten (mengurangi populasi nematoda sampai 30%),
menanam tanaman bukan inang (mengurangi populasi nematoda
sampai 50%), dan kemudian menanam varietas kentang peka
(Oostenbrik, 1972 dalam Reddy, 2014).

H. Pelarangan dan Peraturan Karantina


Apabila suatu negara masih dinyatakan bebas dari NSK
(NSKtermasuk dalam OPT kelas A1) maka peraturan karantina yang
ketat diharapkan mampu mencegah masuknya NSK ke dalam negara
tersebut. Tetapi apabila NSK tersebut sudah terlanjur masuk ke
Indonesia (OPT kelas A2) tetapi distribusinya masih terbatas, maka
peraturan karantina domestik diharapkan dapat memperlambat
atau menunda tersebar luasnya NSK tersebut. Apabila sebaran NSK
tersebut sudah meliputi kawasan yang luas, maka peraturan karantina
domestik sudah tidak akan efektif lagi (Evans dan Stone 1977 dalam
Hadisoeganda, 2006).
Menurut Hadisoeganda (2006), Berdasarkan infestasi NSK pada
saat ini, maka peraturan karantina domestik harus diberlakukan
disertai sanksi, dipandu dengan tindakan pemantauan penyebaran
NSK (surveilance) dan tindakan eradikasi (bila diperlukan untuk
lokasi – lokasi tercemar yang luasannya terbatas). Aturan karantian
yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Melarang (tidak mengijinkan) impor benih kentang yang bersifat
komersial dari negara yang sudah terjangkit NSK. Apabila impor
benih tersebut untuk tujuan penelitian maka harus dalam
kuantum sangat terbatas dilengkapi dengan ketentuan
perkarantinaan yang berlaku untuk tujuan penelitian tersebut.
Pengendalian Nematoda Sista Kentang 51

2. Hanya benih kentang impor yang disertai dengan sertifikat


kesehatan tanaman (phytosanitary certificate) dan telah lolos
ujimasuk yang diperkenankan masuk ke Indonesia.
3. Menerapkan dengan konsekuen peraturan karantina bagi
kawasan/lokasi yang sudah dinyatakan terjangkit NSK.
4. Memberdayakan dengan konsekuen ketentuan yang ada dalam
UUNo. 12 tentang Budidaya Tanaman dengan semua peraturan
pelaksanaannya yang erat kaitannya dengan kasus NSK.
5. Pelarangan usaha produksi benih kentang diberlakukan pada
lokasiyang sudah terjangkit, dan benih kentang yang sudah
diproduksitidak diberi sertifikasi serta dilarang beredar di kawasan
lain.
6. Pelarangan peredaran benih kentang yang tidak bersertifikat
darisatu sentra produksi ke sentra produksi kentang lainnya.
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
52 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN
Metode Ekstrasi Dan Estimasi Nematoda Sista Kentang 53

BAB
PENUTUP
6
Sampai tahun 2004 NSK hanya di temukan di daerah sentra
produksi kentang yaitu di Batu, Probolinggo, Pasuruan dan
Malang(Jawa Timur), Banjarnegara (Jawa Tengah), Bandung dan
Garut (Jawa Barat),serta Simalungun, Karo, Dairi, dan Tapanuli
Utara (Sumatera Utara). Sekarang NSK sudah ditemukan di daerah
Pangalengan yang merupakan sentra benih kentang bersertifikat
terbesar di Indonesia.Apabila sentra benih kentang sudah terinfeksi
NSK maka akan sangat mudah menyebar ke seluruh Indonesia,
karena hampir semua kebun kentang di Indonesia bergantung pada
benih kentang dari Pangalengan. Selain itu, adanya NSK pada lahan
benih kentang menyebabkan benih yang dihasilkan tidak bisa
mendapat sertifikat karena kandungan 0% NSK merupakan syarat
mutlak benih bersertifikat.
Sampai saat ini belum ada hasil penelitian yang terbukti efektif
dalam mengendalikan NSK di lapangan, penyebabnya antara lain
adalah belum adanya komunikasi yang intens antar peneliti NSK,
penelitian NSK yang harus in situ, kesadaran berbagai pihak
mengenai aturan OPT karantina, belum banyak komoditas
hortikultura yang setara dengan tanaman kentang, serta banyak
petani yang menganggap bahwa NSK bukan penyakit yang perlu
perhatian khusus.

53
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
54 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Pengendalian terpadu terbukti merupakan cara yang paling


efektif dalam mengendalikan NSK tetapi memerlukan waktu yang
cukup panjang. Seperti yang terjadi di negara Amerika Serikat,
memerlukan waktu minimal 10  tahun terus A  menerus untuk
membebaskan lahan kentang dari NSK. Proses pengendalian terpadu
dalam jangka panjang tentu saja memerlukan perencanaan yang
matang dan melibatkan berbagai pihak. Keseriusan pemerintah
khususnya Departemen Pertanian dalam mendukung upaya
pengendalian NSK secara terpadu mutlak diperlukan.

 
Daftar Pustaka 55

BAB
DAFTAR PUSTAKA
6
Anggoro H.P., Antoro, W., dan Etty, S. 1985.Morfologi dan
Pertumbuhan Kentang dalam Balai Penelitian Hortikultura
Lembang.Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanianp : 8-19.
Arntzen, F. K., J. H. M. Visser, and J. Hoogendoorn. 1994. The effect of
the potato cyst nematode Globoderapallida on in vitro root
growth of potato genotypes, differing in tolerance. Annals of
Applied Biology 124:59-64.
Asyiah, I.N., E. Yulinah, M. Sutisna, Buchari. 2005. Pengaruh Berbagai
Ekstrak Metanol Tumbuhan terhadap Mortalitas Juvenil Instar-2
dan Penetasan Telur Nematoda Sista Kentang (Globodera
rostochiensis). Jurnal Perlindungan Tanaman 11(1) : 31-39.
Asyiah, N.I., Yulinah, E., Sutisna, M., Buchari, dan Bintari. 2005.
Nematicidal Activity of Essential Oils Against the Potato Cyst
Nematodein Globodera rostochiensis, Proc. International
Conference on Crop Security I,Malang-Indonesia.
Asyiah, I.N., E. Yulinah, M. Sutisna, Buchari. 2006. Nematicidal
Activity of Clove Oil, Citonellal Oil and Their Components Against
Golden Cyst Nematode (Globodera rostochiensis) inProceeding of
an International Conference on Mathematics and Natural Sciences
(ICMNS), Bandung-Indonesia.
Asyiah, I.N., E. Yulinah, M. Sutisna, Buchari. 2007. Kajian Penggunaan
Anti Nematoda dari Tumbuhan dalam Pengendalian Nematoda
Sista Kentang (Globodera rostochiensis). Disertasi S3, ITB, Bandung.

55
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
56 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Asyiah, I.N., A. Marthin Kalay, B. Widyaningrum. 2007. Penggunaan


logam sebagai agen penetas telur Nematoda sista kentang
(Globodera rostochiensis Wol.l). Jurnal Sains Dasar dan Terapan.
6 (1) : 22-26.   A 
Asyiah, I.N, Soekarto, Husain, M, dan Wijaya. 2009. Pemanfaatan
Rizobakter dan Mikoriza Vesicular Arbuskular (MVA) dalam
Pengendalian Nematoda Sista Kentang (Globodera rostochiensis).
Laporan penelitian KKP3T.
Asyiah, N.I. 2009. Siklus Hidup dan Morfologi Nematoda Sista Kentang
(Globodera rostochiensis). Jurnal Biologi Edukasi 1(1) : 40-42.
Asyiah, I.N. 2010. Pengaruh Minyak Cengkeh terhadap Pertumbuhan
Tanaman dan Perkembangan Nematoda Sista Kentang   (Globodera
rostochiensis). Jurnal BioedukasiVIII (1) : 16-25.
Asyiah, I.N, Soekarto, M. Husain, Reginawanti. 2010. Biocontrol Of
Potato Cyst Nematode Globodera rostochiensisBy Rhizobacter
Isolates On PotatoinProceeding International Biotechnology &
Seminar 5th KBI Congress 2010. Universitas Muhammadiyah
Malang.
Asyiah, N.I. 2011. Peranan dan Mekanisme Kerja Eugenol dalam
Mengendalikan Nematoda Sista Kentang (Globodera
rostochiensis). Jurnal Berkala Hayati (Terakreditasi B) Edisi Khusus
No 7A : 125-128.
Asyiah, N.I, Soekarto, M. Husain, Reginawanti, dan Prabawati AK. 2012.
Potensi Mycofer® dalam Pengendalian Nematoda Sista Kentang
(Globodera rostochiensis)dalam Prosiding Seminar Nasional Hasil
Penelitian Pertanian dan Perikanan. Faperta UGM : 401-405.
Asyiah, N.I., Soekarto. 2013. Formulasi Bionematisida Baru Berbahan
Aktif Bacillus alvei, B. stearothermophilus dan Pseudomonas
diminuta Untuk Mengendalikan NematodaGlobodera
Rostochiensis. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing Tahun
Pertama.
Asyiah, N.I., Soekarto. 2014. Formulasi Bionematisida Baru Berbahan
Aktif Bacillus alvei, B. stearothermophilus dan Pseudomonas
diminuta Untuk Mengendalikan NematodaGlobodera
Rostochiensis. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing Tahun
Kedua.
Atkinson, H.J. dan Ballantyne, A.J. 1977a. Changes in the Oxygen
Consumption of Cysts of Globodera rostochiensisAssociated with
the Hatching of Juveniles.Annals of Applied Biology 87: 159-166.
Daftar Pustaka 57

Atkinson, H.J. dan Ballantyne, A.J. 1977b. Changes in the Adenine


Nucleotide Content of Cysts of Globodera rostochiensisAssociated
with the Hatching of Juveniles.Annals of Applied Biology 87: 167-
174.
Browns, E.B. dan Sykes, G.B. 1983. Assessment of the Damage Caused
to Potatoes by Potato Cyst Nematodes, Globodera rostochiensis
and G. pallida.Annals of Applied Biology 103: 271-276.
Brodie, B.B. 1996. Golden Nematode: a Success Story for Biological
Control,http://www.nysaes.cornell.edu/ent/bcconf/talks/
brodie.htmldiakses pada tanggal 7 Mei 2006.
Chitwood, D.J. 2002. Phytohemical Based Strategies for Nematode
Control.Annu. Rev. Phytopathol. 40: 221-249.
Clarke, A.J. dan Hennessy, J. 1987. Hatching Agents As Stimulants of
Movement of Globodera rostochiensisJuveniles.Revue Nématol.
10 (4): 471-476.
Davis, E.L., Richard, S., Hussey, dan Thomas, J.B. 2004. Getting to the
Roots of Parasitism by Nematodes.Trends in Parasitology20(3):134-
141.
De Boer, J.M. 1996.Towards Identification of Oesophageal Gland
Proteins in Globodera rostochiensis/ Thesis. Wageningen
Agricultural University 7-48.
Desjardins, A.E., McCormick, S.P., Corsini, D.L. 1995. Diversity of
sesquiterpenes in 46 potato cultivars and breeding selections. J.
Agric. Food Chem 43: 2267-2272.
Ditlin Hortikultura – JICA 2003.Pengenalan dan Pengendalian
Nematoda Sista Kuning (Globodera rostochiensis). Ditlin
Hortikultura Dirjen Bina Produksi Hortikultura – JICA. 1-38.
Evans, P.H., Bowers, W.S., dan Funk, E.J. 1984. Identification of
Fungicidal and Nematicidal Components in the Leaves of Piper
betle (Piperaceae).J. Agric. Food Chem. 32: 1254-1256.
Evans, K. dan Haydock, P.P.J. 1990. A Review of Tolerance by Potato
Plants of Cyst Nematode Pest of Potatoesdalam Harris, P.M.,
Editor2nd Edn. The Potato Crop. Chapman and Hall, London. 438-
475.
Evans, K., Parkinson, K.J., dan Trudgill, D.L. 1975. Effect of Potato Cyst
Nematodes on Potato Plants, III, Effect on the Water Relations
and Growth of a Resistant and a Susceptible Variety, Nematologica,
21: 365-369.
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
58 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Evans, K. dan Stone, A.R. 1977. A Review of the Distribution and


Biology of the Potato Cyst Nematodes Globodera rostochiensis
and G. pallida. PANS, 23(2): 178-189.
Evans, K., Trudgill, D.L., dan Webster, J.M. (eds) 1993.Plant Parasitic
Nematodes in Temperate Agriculture, CAB International,
Wallingford, 660 pp.
Evans, S.G. dan Wright, D.J. 1982. Effect of the Nematicide Oxamyl on
Life Stages of Globodera rostochiensis. Annals of Applied
Biology: 100: 511-519.
Franco,J. 1980. Effect of Potato Cyst Nematode Globodera rostochiensis
on Photosynthesis of Potato Plants, Fitopatologia: 15: 1-6.
G.I.S.D: Global Invasive Species Database. 2008. Solanumsisymbriifolium
(herb) Ecology. Retrieved November 8, 2009, from Global
InvasiveSpecies.
Gonzaléz, J.A. dan Phillips, M.S. 1996. Hatching Behavior of Potato
Cyst Nematodes from the Canary Islands, Journal of Nematology,
28(4): 451-456.
Hadisoeganda, A.W.W. 2006. Nematoda Sista Kentang : Kerugian,
Deteksi, Biogeografi, Dan Pengendalian Nematoda Terpadu.
Monografi No. 29. Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Puslitbanghorti. Balitbang Pertanian. 51 p.
Haverkort, A.J. dan Trudgill, D.L. 1995. Crop Physiological Responses
to Infection by Potato Cyst Nematodes (Globodera spp.) dalam
Haverkort, A.J. danMacKerron, D.K.L, Editor, Potato Ecology and
Modelling of Crops under Conditions Limiting Growth, Kluwer
Dordrecht, 167-183.
Hill, M.P. dan Hulley, P.E. 2000. Aspects of the phenology and ecology
of the South American weed, Solanum sisymbriifolium, in the
Eastern Cape Province of South Africa. African Plant Protection 6:
53-59.
Ibrahim, S.K. dan Haydock, P.P.J. 1999. Cadusafos Inhibits Hatching,
Invasion, and Movement of the Potato Cyst Nematode Globodera
pallida, Journal of Nematology,31(2): 201-206.
Kalay, A.M., S. Natasasmita, T. Suganda, T. Simarmata. 2008. ji parasitik
Beberapa Spesies Jamur Tanah terhadap Globodera rostochiensis
(Woll.) Secara In Vitro. Jurnal Natur Indonesia 10(2) : 73-75.
La Mondia, J.A. dan Brodie, B.B. 1984. Control of Globodera
rostochiensis by Solar Heat, Plant Dis., 68: 474-476.
Daftar Pustaka 59

Luc, M., D.J. Hunt, J.E. Machon. 1995. Morfologi, Anatomi dan Biologi
Nematoda Parasitik Tumbuhan – Sinopsis, dalam Luc, M., R.A.
Sikora, J. Bridge (Ed). Nematoda Parasitik Tumbuhan di Pertanian
Subtropik dan Tropik. Gadjah Mada university Press, 1-48.
Mulder, A. 1994. Tolerance of the Potato to Stress Associated with
Potato Cyst Nematodes, Drought and pH – An Ecophysiological
Approach, Thesis, Wageningen Agricultural University. 10-40.
PCN Control Group, 2004. SA-LINK 112 Projects: IntroducingSolanum
sisymbriifoliumas a trap crop for potato cyst nematodes in the
UK. Nematode Interaction Unit at Rothamsted Research.
Peiris, H.T.R. dan Hemingway, J. 1990. Mechanisms of Insecticide Re-
sistance in a Temephos Selected Culex quinquefasciatus (Diptera :
Culicidae) Strain from Srilangka, Bulletin of Entomological
Research, 80: 453-457.
Perry, R.N. 1998. The Physiology and Sensory Perception of Potato Cyst
Nematodes, Globodera species, dalam Marks, R.J. dan Brodie,B.B.,
Editor,PotatoCyst Nematodes: Biology, Distribution and Control,
Bagian I, CAB International, 27-50.
Perry, R.N. dan Beane, J. 1988. Effects of Certain Herbicides on the in
vitroHatch of Globodera rostochiensis and Heterodera schachtii,
Revue Nématol., 12(2): 191-196.
Rawsthorne, D. dan B.B. Brodie 1986. Relationship between Root
Growth of Potato Root Diffusate Production and Hatching of
Globodera rostochiensis, Journal of Nematology, 18: 379-384.
Reddy, P. Parvatha. 2014. Biointensive Integrated Pest Management
in Horticultural Ecosystems. Springer India. 277 p.
Robinson, M.P., Atkinson, H.J., dan Perry, R.N 1985. The Effect of De-
layed Emergence on Infectivity of Juveniles of the Potato Cyst
Nematode, Globodera rostochiensis, Nematologica, 31: 171-178.
Scans, J. dan Arntzen, F.K. 1991. Photosynthesis, Transpiration, and
Plant Growth Characters of Different Cultivars at Various
Densities of Globodera pallida, Netherlands Journal of Plant
Pathology, 97: 297-310.
Scholte, K. dan Vos, J. 2000. Effects of Potential Crops and Planting
Date on Soil Infestation with Potato Cyst Nematodes and Root-
Knot Nematodes, Ann. appl. Biol., 137: 153-164.
Scholte, K. 2000a. Effect of potato used as trap crop on potato cyst
nematodes and other soil pathogens and on the growth of a
subsequent main potato crop. Annals of Applied Biol.,136: 229-238.
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
60 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Scholte, K. 2000b. Screening of non tuber bearing Solanaceae for


resistance and induction of juvenile hatch of potato cyst
nematodes and their potential for trap cropping. Annals of
Applied Biol.,136: 239-246.
Scholte, K. 2000c. Growth and development of plants with potential
for use as trap crops for potato cyst nematodes and their effects
on the number of juveniles in cysts. Annals of Applied Biol.,137:
31-42.
Scholte, K, Vos, J. 2000. Effects of potential trap crops and planting
date on soil infestation with potato cyst nematodes and root-
knot nematodes. Annals of Applied Biol.,137: 153-164.
Smant, G., Goverse. A., Stokkermans, Jack P.W.G., dan De Boer, J.M.
1997. Potato Root Diffusate-Induced Secretion of Soluble, Basic
Proteins Originating from the Subventral Esophageal Glands of
Potato Cyst Nematode, The American Phytopathological Society,
87(8): 839-845.
Spears, J.F. 1968.The Golden Nematode Handbook: Survey,
Laboratory, Control, and Quarantine Procedures, United States
Department of Agriculture, Washington, D.C.
Spurr, H.W. 1985. Mode of Action of Nematicides, dalam Sasser, J.N.
dan Carter, C.C., Editor, An Advanced Treatise on Meloidogyne,
Volume I: Bioloy and Control, North Carolina State University
Graphics, 269-276.
Southey J.F. 1985.Laboratory Methods for Work with Plant and Soil Nema-
todes. Ministry of Agriculture, Fisheries and Food. London. 45-47.
Storey, R.M.J. 1984. The Relationship between Neutral Lipid Reserves
and Infectivity for Hatched and Dorman Juveniles of Globodera
spp. Annals of Applied Biology, 104: 511-520.
Sunarto, T., Luciana D., Hersanti. 2005. Pengujian Ketahanan Kultivar
Kentang terhadap Nematoda Sista Kuning (Globodera
rostochiensis). Laporan Penelitian. Faperta UNPAD.
Sunarto, T. 2007. Pengujian Waktu Tanam Asparagus officinalis L. dalam
Menekan Perkembangan Nematoda Sista Kentang (Globodera
rostochiensis) pada Tanaman Kentang. Laporan Penelitian. Faperta
UNPAD.
Timmermans, B.G.H. 2005.Solanum sisymbriifolium (Lam.): A trap crop
for potato cyst nematodes. PhD Thesis, Wageningen University,
the C.T. de Wit Graduate School for Production Ecology and
Resource Conservation (PE&RC), Wageningen, The Netherlands.
Daftar Pustaka 61

Timmermans, B.G.H, J. Vos, T.J. Stomph, J. Van Nieuwburg andP.E.L.


Van der Putten. 2006. Growth duration and root length density
of Solanum sisymbriifolium (Lam.) as determinants of hatching of
Globodera pallida (Stone). Annals of Applied Biol.,148: 213-222.
Trudgill, D.L. 1986. Yield Losses Caused by Potato Cyst Nematodes; a
Review of the Current Position in Britain and Future Prospects for
Improvement, Annals of Applied Biol.,108: 189-198.
Trudgill, D.L. dan Cotes, L.M. 1983a. Differences in the Tolerance of
Potato Cultivars to Potato Cyst Nematodes (Globodera
rostochiensis and G. pallida) in Field Trials with and without
Nematicides, Annals of Applied Biology, 102: 363-384.
Trudgill, D.L. dan Cotes, L.M. 1983b. Tolerance of Potato to Potato
Cyst Nematodes (Globodera rostochiensis and G. pallida) in
Relation to the Growth and Efficiency of the Root System, Annals
of Applied Biology, 102: 385-397.
Trudgill, D.L., Evans, K., dan Parrot, D.M. 1975. Effect of Potato Cyst
Nematodes on Potato Plants, II, Effect on Haulm Size,
Concentration of Nutrients in Haulm Tissue and Tuber Yield of a
Nematodes Resistant and a Nematode Susceptible Potato Variety,
Nematologica, 21: 183-191.
Trudgill, D.L., Evans, K., dan Phillips, M.S. 1998. Potato Cyst
Nematodes: Damage Mechanism and Tolerance in the Potato
dalam Marks, R.J. dan Brodie, B.B., Editor,PotatoCyst Nematodes:
Biology, Distribution and Control Bagian III. CAB International.
117-133.
Turner, S.J. dan Evans, K. 1998. The Origins, Global Distribution and
Biology of Potato Cyst Nematodes (Globodera rostochiensis (Woll)
and Globodera pallida Stone, dalam Marks, R.J. dan Brodie, B.B.,
Editor, PotatoCyst Nematodes: Biology, Distribution and Control,
Bagian I, CAB International. 7-26.
Van Oijen, M., De Ruiter, F.J., Van Haren, R.J.F., 1995. Analysis of the
effects ofpotato cyst nematodes Globodera pallida on growth,
physiology and yieldof potato cultivars in field plots at three
levels of soil compaction. Ann.Appl. Biol., 127: 499-520.
Wharton D.A.,Perry R.N.dan Beane J. 1993. The role of the eggshell in
the cold tolerance mechanisms of the unhatched juveniles of
Globodera rostochiensis.Fundam. appl. Nematol., 16 (5): 425-431.
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
62 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Wharton, David A.danRamløv, Hans. 1995. Differential scanning


calorimetry studies on the cysts of the potato-cyst nematode
Globodera rostochiensis during freezing and melting. Journal of
Experimental Biology, 198: 2551-2555.
Whitehead, A.G., Fraser, J.E., French, E.M., dan Wright, S.M.1975.
Chemical Control of Potato Cyst Nematode, Heterodera pallida on
Tomatoes Grown under Glass.Annals of Applied Biol., 80: 75-84.
Whitehead, A.G., Nichols, A.J.F., dan Senior, J.C. 1994. The Control of
Potato Pale Cyst Nematode (Globodera pallida) by Chemical and
Cultural Methods in Different Soils.Journal of Agricultural Science,
Cambridge. 123: 207-218.
Whitehead, A.G. dan Turner, S.J. 1998. Management and Regulatoy
Control Strategies for Potato Cyst Nematodes (Globodera
rostochiensis and Globodera pallida), dalam Marks, R.J. dan Brodie,
B.B. Editor, PotatoCyst Nematodes: Biology, Distribution and
Control, Bagian III, CAB International, 135-152.
Whitehead, A. G. 1998. Plant Nematode Control. CAB International.
Cambridge University Press. UK .
Woods, S.R., Haydock, P.P.J., dan Edmunds, C. 1999.Mode of Action of
Fosthiazate Used for the Control of the Potato Cyst Nematode
Globodera pallida.Ann. Appl. Biol., 135: 409-415.
Glosarium 63

GLOSARY

Akar lateral : Akar yang muncul dari perisikel akar yang


sudah jadi
Ambang ekonomi : Batas populasi hama telah menimbulkan
kerusakan yang lebih besar daripada biaya
pengendalian, kepadatan populasi hama
yang memerlukan tindakan pengendalian
untuk
Diapause : Perkembangan tertahan dan tidak bisa mulai
berkembang sampai ada syarat spesifik yang
memuaskan, sekalipun kondisi lingkungan
menguntungkan
Dormansi : Kondisi yang dicirikan oleh laju metabolik
yang luar biasa rendah dan penghentian
pertumbuhan dan perkembangan untuk
sementara
Eksudat akar : Bahan yang dikeluarkan dari aktivitas sel akar
hidup seperti gula, asam amino, asam
organik, asam lemak dan sterol, factor
tumbuh, nukleotida, flavonon, enzim , dan
yang lainnya
Establish : Keberadaannya sudah permanen/menetap
Fenestra : spot/titik transparan pada beberapa
Heteroderidae, daerah yang berdinding tipis
dari kerucut vulva nematoda betina
Genjah : Tanaman yang berumur pendek, lekas
berbuah/panen

63
NE MA
NEMA
MATTODODAA SIST AK
SISTA ENTANG
KE
64 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

Hyalin : Protein yang dikeluarkan dari butiran kortikal


telur yang sudah dibuahi
Juvenil/Larva : Bentuk yang hidup bebas dan belum dewasa
secara seksual dalam siklus hidup beberapa
hewan, yang mungkin memiliki perbedaan
morfologi, nutrisi, dan habitat dari bentuk
KCKT/HPLC : Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau
High Performance Liquid Chromatography
(HPLC) merupakan salah satu metode
fisikokimia berdasarkan pada teknik
kromatografi di mana fase geraknya berupa
cairan dan fase diam dapat dalam bentuk cair
atau padat
Kutikula : Lapisan keras yang menyelubungi tubuh
nematoda, bersifat non-seluler,
semipermeable, dan berfungsi sebagai
kerangka luar tubuh (eksoskeleton) maupun
pelindung terhadap kondisi Iingkungan luar
yang tidak menguntungkan
Nematoda : Organisme berbentuk seperti cacing kecil,
biasanya memiliki panjang ±200-1000
milimikron
OPT karantina : Semua Organisme Penganggu Tumbuhan
yang ditetapkan oleh Menteri untuk dicegah
masuknya ke dalam dan tersebarnyadi dalam
wilayah Negara Republik Indonesia
OPT karantina gol. I : adalah Organisme Pengganggu Tumbuhan
Karantina
OPT karantina gol. II : adalah semua Organisme Pengganggu
Tumbuhan Karantina yang dapat dibebaskan
dari Media Pembawanya dengan cara
perlakuan
Parasit : Organisme yang memakan isi sel, jaringan,
atau cairan tubuh spesies lain (inang) selagi
berada di dalam atau pada tubuh organisme
inang. Parasit membahayakan, namun
biasanya tidak membunuh inang
Parasit obligat : Parasit yg hanya dapat hidup sebagai parasit
sehingga sukar ditumbuhkan dalam media
buatan
Glosarium 65

Perisikel : Lapisan terluar dalam silinder vaskuler,


tempat asal akar lateral
Persisten : Terus ada atau bertahan dalam jangka waktu
lama
Posterior : Sebutan untuk bagian belakang atau bagian
ekor dari hewan bersimetri bilateral
Quiscence : Penahanan perkembangan sebagai respon
terhadap kondisi yang tidak menguntungkan
dan perkembangan akan segera dimulai
kembali setelah mendapatkan kondisi yang
menguntungkan
Rotasi tanaman : Menanam tanaman secara bergulir/bergilir di
suatu lahan pertanian
Sinsitium : Sel yang mempunyai inti banyak yang
dihasilkan dari fusi beberapa sel berinti
tunggal
Sista : Unit ekologi, yang melindungi telur dari
serangan patogen dan memberi konstribusi
dalam kemampuan telur untuk dorman
Stilet : Merupakan organ yang berfungsi dalam
sistem pencernaan, berupa tabung yang
berasal dari kutikula yang dapat dijulurkan
dan ujungnya meruncing, mempunyai
lubang yang letaknya subterminal, serta
bagian pangkalnya membengkak dan
membentuk basalknob
Viabel : Mampu untuk hidup dan tumbuh secara
normal
Indeks 67

INDEKS

A D
ABA, 20 Daun, 5, 15, 16, 17, 18, 19, 38
Akar, 1, 2, 5, 7, 8, 17 Diapause, 12, 13, 29
Akar lateral, 8, 9, 18 Dikotil, 15
Akuades, 30 Dormansi, 13
Ambang ekonomi, 1
Anorganik, 31, 37 E
Asetilkolin esterase, 39 Eksudat akar, 2, 7, 12, 30
ATP, 28 Ekstrak metanol, 26, 38
Ekstraksi, 26, 29, 30, 42
B Eugenol, 28, 39
Baermann, 27
Bakteri, 43 F
Benih, 1, 2, 49, 50, 53 Fenestral, 10
Betina, 6, 9, 11, 12, Fenwick, 23, 24
Biologis, 33, 45, 48, Filotaksis, 15
Flotasi, 23, 29
C Fotosintesis, 17, 20
Cengkeh, 26, 38, 39
Corong, 27, G
Cuci, 23, 25, G. rostochiensis, 2, 6, 7, 12, 26, 37,
40
Globodera, 1, 5, 24

67
NEMATODA SISTA KENTANG
68 BIOLOGI, TEKNIK PENGAMATAN DAN UPAYA PENGENDALIAN

H O
Heteroderidae, 5 Organisme pengganggu
tumbuhan, 2,
I OPT, 2, 50
Inang, 1, 2, 5, 8, 13, 32
Inokulasi, 39, 42 P
In vivo, 37, 41 Parasit, 1, 5, 45
In vitro, 37, 48 Patogen, 14, 35, 44, 45
Penetasan, 6, 7, 13
J Pengendalian, 2, 24, 33, 42
Juvenil, 6, 9, 25, 37, 42, 45 Perangkap, 33, 43
J2, 6, 7, 8, 9 Permiabilitas, 14, 25
Persisten, 12
K Pewarnaan, 25, 26
Karantina, 2, 24, 41 Populasi, 12, 17, 32, 43, 49
KCKT, 28, 47,
Kentang, 28, 47 Q
Krisoidin, 25, 26 Quiscence, 13
Kultivar, 33, 35
Kutikula, 6, 9, 10 R
Rasio, 13, 17, 18
L Resisten, 18, 33, 35, 43, 47
laktofenol, 30 Rizobakter, 46, 47, 48, 49
Rotasi tanaman, 33, 34, 49
M
Minyak atsiri, 27, 29, 31 S
Mikroskop, 23, 25 Sel, 8, 20, 48
Multinukleat, 8 Siklus hidup, 2, 6, 28
Mycofer, 46, 47 Sinsitium, 8
Sista, 8
N Sizygium aromaticum, 25
NSK, 1, 2, 5, 12, 17, 19 Solanum sisymbriifolium, 43
Nematoda, 1, 2, 3, 5, 8, 11 Solanum tuberosum, 1, 15
Stilet, 6, 7, 8, 10
Indeks 69

T
Tajuk, 16, 18, 19, 34
Tanah, 1, 2, 6, 19, 12,
Tanaman, 1, 2, 5, 8, 9, 13
Telur, 1, 6, 7, 10, 12, 14,

U
Umbi, 1, 5, 35

V
Viabel, 12
Viabilitas, 24

W
Warna, 30

Z
Zat pengatur tumbuh, 47
ZnSO4 , 31, 32, 40
ZPT, 47

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai