Anda di halaman 1dari 16

Biodiesel dari Minyak Jelantah Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah

Digunakan sebagai Tugas Produk Kreatif “Energi Terbaharukan”

Makalah Ini Disusun Atas Kerjasama Antar Kelompok 5 dan 6 yang Terdiri dari :

(KELOMPOK 5)
-ANDREAS BASTIAN L.B.
-HAJID MARDANSYAH.
-JEREMY IZZY MAMUAJA.
-MUHAMMAD MASNANSYAH.
-SHANDYA DANANG .P.

(KELOMPOK 6)
-DANDI SURYA .P.
-EMIRSEN EMAWAN .P.
-MUHAMMAD RENDI

SMK NEGERI 1 BALIKPAPAN


GEOLOGI PERTAMBANGAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah” ini. Karya ilmiah ini disusun sebagai
salah satu tugas Produk Kreatif “Energi Terbaharukan”
Penulis meyakini bahwa dalam menulis makalah ini banyak kesalahan-
kesalahan dan kekurangan-kekurangan yang penulis buat, hal ini dikarenakan
keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis dalam tugas yang menjadi kewajiban
penulis.
Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak
kami harapkan agar dalam pembuatan makalah di waktu yang akan datang bisa
lebih baik lagi. Harapan kami semoga makalah ini berguna bagi siapa saja yang
membacanya.
Penyusun,

Maret 2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………..………………………………..……………………. i

KATA PENGANTAR……………... …………..…………………………………………. ii

MOTTO……………………………...…………………….………………………………. iii

DAFTAR ISI…………………………………………………….…………………………. iv

BAB I PENDAHULUAN………………….………………………………………………. 1

Latar Belakang ……………………………………….……………………………………. 1

Rumusan masalah …………………………………………………………………………. 1

Tujuan …………………………………………………………………………..…………. 2

Manfaat ……………………………………………………………………………………. 2

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA………………………………………………………………. 3

2.1 Biodiesel…………………………………….…………………………………………. 3

2.2 Minyak Jelantah ………………………………….……………………………………. 3

2.3 Proses yang Digunakan dalam Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jela.………………. 5

BAB 3 CARA KERJA…………………….………………………………………………. 6

BAB 4 PEMBAHASAN…………………..………………………………………………. 7

BAB 5 PENUTUP…………………………………………………………………………. 9

5.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………………. 9

5.2 Saran ………………………………………………..…………………………………. 9

DAFTAR PUSTAKA…………………………………..…………………………………. 10

LAMPIRAN………………………………………………….……………………………. 11
BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia dikenal dunia memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah, terutama
minyak bumi dan gas alam. Hal ini yang menjadikan Indonesia memanfaatkan sumber daya alam
tersebut dalam jumlah yang besar untuk kesejahteraan masyarakatnya. Dewasa ini kita kerap kali
mendengar tentang istilah krisis energi, hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya industri
yang memerlukan konsumsi bahan bakar minyak yang semakin banyak. Seperti yang telah kita
ketahui bahwa minyak bumi dan gas alam adalah salah satu unrenewable resource, sehingga
semakin lama persediaan minyak bumi dan gas akan semakin menipis.
Dari permasalahan di atas menjadikan kita harus berpikir bagaimana caranya untuk
mengganti SDA tersebut dengan sumber daya yang lebih murah dan tepat guna. Sebagai jawaban
dari permasalahan tersebut adalah bioenergi. Bioenergi sendiri merupakan sumber daya alternatif
yang dapat digunakan berulang-ulang, untuk mengganti sumber daya fosil yang banyak
digunakan di Indonesia saat ini. Biodiesel dapat terbuat dari minyak nabati maupun minyak
hewani. Pemanfaatan bahan dari minyak nabati salah satunya adalah limbah minyak goreng atau
minyak jelantah merupakan bahan alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Keuntungan lain dari pemanfaatan minyak goreng bekas ini adalah meminimalisir
pencemaran lingkungan akibat pembuangan minyak goreng bekas yang dapat dijumpai di setiap
rumah-rumah, penjual gorengan dan tempat-tempat lain pengahasil minyak jelantah. Jika tidak
ditangani dan tidak diupayakan pencegahannya maka akan terjadi tumpukan-tumpukan limbah
minyak goreng bekas. Karena minyak jelantah bersifat karsinogenik yang tidak baik untuk
kesehatan, akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit, misalnya
diarhea, pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker dan menurunkan nilai cerna lemak
sehingga minyak jelantah lebih baik digunakan maupun didaur ulang sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel.

Rumusan Masalah

Bagaimana reaksi pembuatan biodiesel dari minyak jelantah?


Apakah bahaya dari minyak jelantah?
Bagaimana cara pembuatan biodiesel dari minyak jelantah?
Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah ini adalah
sebagai berikut :
Mengenalkan sumber energi terbarukan biodiesel yang terbuat dari limbah minyak jelantah.
Diharapkan dapat membantu mengurangi pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah
minyak goreng.
Mengetahui metode pembuatan biodiesel dari minyak jelantah.
Dengan menggunakan biodiesel dari minyak jelantah diharapkan dapat membantu mengurangi
emisi karbon dan polusi ( lebih ramah lingkungan).
Manfaat

Penulisan ini diharapkan mampu memberikan wawasan tentang pemanfaatan limbah,


dalam hal ini yaitu minyak goreng bekas/jelantah yang dapat digunakan untuk pembuatan
biodiesel. Sekaligus dapat memberikan pengetahuan tentang pembuatan biodiesel dari minyak
jelantah dan manfaat pembuatannya.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkil ester dari rantai
panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan
terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan.
Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar
menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini,
tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan
diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun,
biodiesel lebih sering digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan
bakar diesel petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.
Biodiesel merupakan kandidat yang paling dekat untuk menggantikan bahan bakar fosil
sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena ia merupakan bahan bakar terbaharui
yang dapat menggantikan diesel petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual
dengan menggunakan infrastruktur sekarang ini.
Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika
Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan bakar.
Pertumbuhan SPBU membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan
juga pertumbuhan kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.

2.2 Minyak Jelantah


Minyak jelantah (bahasa Inggris: waste cooking oil) adalah minyak limbah yang bisa
berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak
samin dan sebagainya, minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga
umumnya. Minyak yang telah dipakai untuk menggoreng menjadi lebih kental, mempunyai asam
lemak bebas yang tinggi dan berwarna kecokelatan. Selama menggoreng makanan, terjadi
perubahan fisiko-kimia, baik pada makanan yang digoreng maupun minyak yang dipakai sebagai
media untuk menggoreng, dapat digunakan kembali untuk keperluaran kuliner akan tetapi bila
ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak
jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker,
dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya.
Minyak jelantah juga dapat digunakan kembali sebagai minyak goreng yang bersih tanpa
kotoran, dengan cara minyak jelantah tersebut direndam bersama dengan ampas tebu, maka
nantinya warna coklat dan kotoran pada minyak jelantah akan terserap oleh ampas tebu tersebut,
sehingga minyak jelantah tersebut akan kembali bersih dan dapat dipakai kembali.
Umumnya, minyak goreng digunakan untuk menggoreng dengan suhu minyak mencapai
200-300 °C. Pada suhu ini, ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh rusak, sehingga tinggal
asam lemak jenuh saja. Risiko terhadap meningkatnya kolesterol darah tentu menjadi semakin
tinggi. Selain itu, vitamin yang larut di dalamnya, seperti vitamin A, D, E, dan K ikut rusak.
Kerusakan minyak goreng terjadi atau berlangsung selama proses penggorengan, dan itu
mengakibatkan penurunan nilai gizi terhadap makanan yang digoreng. Minyak goreng yang
rusak akan menyebabkan tekstur, penampilan, cita rasa dan bau yang kurang enak pada
makanan. Dengan pemanasan minyak yang tinggi dan berulang-ulang, juga dapat terbentuk
akrolein, di mana akrolein adalah sejenis aldehida yang dapat menimbulkan rasa gatal pada
tenggorokan, membuat batuk konsumen dan yang tak kalah bahaya adalah dapat mengakibatkan
pertumbuhan kanker dalam hati dan pembengkakan organ, khususnya hati dan ginjal.
Minyak goreng yang telah dipakai secara berulang-ulang, akan mengalami beberapa
reaksi yang dapat menyebabkan menurunkan mutu minyak. Pada suhu pemanasan sampai
terbentuk akrolein. Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng akan mengalami peruraian
molekul-molekul, sehingga titik asapnya turun. Bila minyak digunakan berulang kali, semakin
cepat terbentuk akrolein. Yang membuat batuk orang yang memakan hasil gorengannya. Jelantah
juga mudah mengalami reaksi oksidasi sehingga jika disimpan cepat berbau tengik.
Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung
dan lain-lain. Meski beragam secara kimia isi kandungannya sebetulnya tak jauh beda, yakni
terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (AL) dan asam lemak tidak jenuh (ALT). Dalam jumlah
kecil kemungkinan terdapat juga lesitin, cephalin, fosfatida lain, sterol, asam lemak bebas, lilin,
pigmen larut lemak, dan hidrokarbon, termasuk karbohidrat dan protein. Hal yang kemungkinan
berbeda adalah komposisinya.
Selain itu, minyak jelantah juga disukai jamur aflatoksin sebagai tempat berkembang
biak. Jamur ini menghasilkan racun aflatoksin yang menyebabkan berbagai penyakit, terutama
hati/liver. Selanjutnya, proses dehidrasi (hilangnya air dari minyak) akan meningkatkan
kekentalan minyak dan pembentukan radikal bebas (molekul yang mudah bereaksi dengan unsur
lain). Proses ini menghasilkan zat yang bersifat toksik (berefek racun) bagi manusia.
Jadi, penggunaan minyak jelantah secara berulang berbahaya bagi kesehatan. Proses
tersebut dapat membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun. Pada minyak
goreng merah, seperti minyak kelapa sawit, kandungan karoten pada minyak tersebut menurun
setelah penggorengan pertama. Dan hampir semuanya hilang pada penggorengan keempat.
Minyak jelantah sebaiknya tidak digunakan lagi bila warnanya berubah menjadi gelap, sangat
kental, berbau tengik, dan berbusa.
Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat
dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan. Salah satu
bentuk pemanfaatan minyak jelantah agar dapat bermanfaat dari berbagai macam aspek ialah
dengan mengubahnya secara proses kimia menjadi biodiesel. Hal ini dapat dilakukan karena
minyak jelantah juga merupakan minyak nabati, turunan dari CPO (crude palm oil). Biodiesel
dari substrat minyak jelantah merupakan alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan
sebagaimana biodiesel dari minyak nabati lainnya. Hasil uji gas buang menunjukkan keunggulan
FAME dibanding solar, terutama penurunan partikulat/debu sebanyak 65%. Biodiesel dari
minyak jelantah ini juga memenuhi persyaratan SNI untuk Biodiesel.
2.3 Proses yang Digunakan dalam Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah
Reaksi yang digunakan dalam pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ini adalah reaksi
trans-esterifikasi.
Reaksi transesterifikasi mengubah trigliserida (96-98 %minyak) dan alkohol menjadi
ester, dengan sisa gliserin sebagai produk sampingnya. Hasilnya molekul-molekul trigliserida
yang panjang dan bercabang diubah menjadi ester-ester yang lebih kecil yang memiliki ukuran
dan sifat yang serupa dengan minyak solar.
Alkohol yang digunakan adalah alkohol dengan rantai pendek, seperti metanol, etanol
dan butanol. Metanol dan etanol dapat dengan mudah dihasilkan dari bahan nabati. Etanol
menghasilkan etil ester yang lebih sedikit dan meninggalkan sisa karbon yang banyak. Metanol
selain harganya yang lebih murah, juga adalah jenis alkohol yang paling umum digunakan.
Katalis digunakan untuk mempercepat jalannya reaksi (Encinar, 1999).
Metanol dan etanol adalah jenis alkohol yang banyak dipakai dalam industri, karena
kedua jenis alkohol ini memberikan reaksi yang relatif lebih cepat. Reaksi dengan alkohol yang
mempunyai titik didih lebih rendah dilaksanakan pada suhu 60-65 ºC, sedangkan untuk reaksi
dengan alkohol yang mempunyai titik didih tinggi dilakukan pada suhu 200-250 ºC. Reaktor
yang dipakai diusahakan dalam keadaan kering dan kadar asam lemak bebas yang ada dalam
minyak atau lemak harus kecil. Konsentrasi katalisator akan berkurang karena air dan asam
lemak bebas akan bereaksi dengan katalisator yang sifatnya basa dan membentuk sabun.
BAB 3
CARA KERJA

Alat dan Bahan:


1 liter minyak goreng bekas
3,5 gram NaOH
200 mL metanol (spiritus putih/tak berwarna)
Aquades
Gelas ukur ukuran 250 mL
Gelas beker ukuran 1000 mL
Pengaduk
Kompor
Termometer
Panci stainless steels (jangan gunakan panci aluminium karena dikhawatirkan akan terjadi reaksi
lain)

Cara Kerja:
Ukurlah 200 mL metanol menggunakan gelas ukur, lalu tuang ke dalam gelas beker.
Campurkan 3,5 gram NaOH ke dalam cairan metanol, aduk hingga NaOH larut (sekitar 30
menit).
Ambil minyak jelantah yang telah disaring sebanyak 1 liter, lalu tuang ke dalam panci stainless
steels.
Panaskan minyak bekas di atas pemanas listrik atau kompor sambil diaduk hingga suhu minyak
mencapai 60°C.
Setelah suhu minyak mencapai 60°C angkat minyak dari kompor sambil terus diaduk, tuangkan
larutan NaOH dan metanol yang telah dibuat sebelumnya. Pencampuran dilakukan dengan cara
menuangkan sedikit demi sedikit larutan sambil tetap terus diaduk.
Setelah semua larutan tertuang habis, campuran harus tetap diaduk dengan agak kuat. Setelah
sekitar 20-30 menit pada campuran akan berubah warna menjadi oranye. Perubahan warna ini
menandakan telah terjadi reaksi. Lakukan terus pengadukan hingga warna oranye menjadi
semakin tajam dan agak keruh. Jika warna sudah tidak berubah lagi , maka menandakan reaksi
telah selesai.
Diamkan campuran selama 24 jam hingga terbentuk 2 lapisan : lapisan bagian atas yang
berwarna oranye merupakan biodiesel, sedangkan di bagian bawahh padat kuning keputihan
merupakan campuran gliserol, air dan sisa NaOH.
Pisahkan kedua campuran dengan cara menuangkan secara perlahan –lahan bagian atasnya
(biodiesel) ke tempat lain.
Jika ingin hasil yang lebih baik, dapat dilakukan pemurnian dengan menggunakan air.
BAB 4
PEMBAHASAN

Biodiesel salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, tidak mempunyai
efek terhadap kesehatan yang dapat dipakai sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dapat
menurunkan emisi bila dibandingkan dengan minyak diesel. Sebuah proses dari transesterifikasi
lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang
asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel
memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat
menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, biodiesel lebih sering digunakan sebagai
penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petrol murni ultra rendah
belerang yang rendah pelumas.
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi antara trigliserida dengan alkohol membentuk
metil ester asam lemak (FAME) dan gliserol sebagai produk samping. Persamaan umum Reaksi
transesterifikasi ditunjukkan seperti di bawah ini
CH2―O―COR1 R1COOCH3 CH2OH

CH―O―COR2 + 3CH3OH katalis R2COOCH3 + CHOH

CH2―O―COR3 R3COOCH3 CH2OH


Trigliserida Metanol Metil Ester Gliserol
R1, R2, R3 adalah rantai karbon asam lemak jenuh maupun asam lemak tak jenuh
Dalam penggunaannya, minyak goreng mengalami perubahan kimia akibat oksidasi dan
hidrolisis, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada minyak goreng tersebut. Melalui proses
tersebut beberapa trigliserida akan terurai menjadi senyawa-senyawa lain, salah satunya Free
Fatty Acid (FFA) atau asam lemak. Kandungan asam lemak bebas ini lah yang kemudian akan
diesterifikasi dengan methanol menghasilkan biodiesel. Sedangkan kandungan trigliseridanya
ditransesterifikasi dengan metanol, yang juga menghasilkan biodiesel dan gliserol.
Katalis (dalam hal ini adalah NaOH) berfungsi untuk menurunkan energi aktivasi
sehingga kecepatan reaksi menjadi lebih tinggi pada suatu kondisi tertentu. Semakin banyak
katalis maka energi aktivasi suatu reaksi akan semakin kecil, akibatnya produk akan semakin
cepat terbentuk.
Biodiesel mengurangi pencemaran hidrokarbon yang tidak terbakar, karbon monoksida,
sulfur dan hujan asam. Menggurangi beban lingkungan karena sampah/limbah biodiesel tidak
menambah jumlah gas karbon dioksida, karena minyak berasal dari tumbuhan/nabati. Energi
yang dihasilkan mesin diesel lebih sempurna dibandingkan solar sehingga mesin yang
menggunakan biodiesel tidak mengeluarkan asap hitam berupa karbon atau CO2, sedangkan
mesin yang menggunakan solar mengeluarkan asap hitam. Selain itu, biodiesel mengeluarkan
aroma khas seperti minyak bekas menggoreng makanan.
Dari hasil praktikum didapatkan 500 mL biodiesel dan 500 mL endapan. Kemudian hasil
dari biodiesel tersebut dicuci dengan menggunakan aquades. Perbandingannya adalah 1:5
(aquades:biodiesel). Hasil akhir dari pemurnian ini adalah 400 mL biodiesel dan 200 mL
endapan berwarna putih kental.

Cara Pemurnian
Ukurlah air menggunakan gelas ukur dengan perbandingan 1:5 dari hasil biodiesel yang telah
dibuat.
Panaskan di atas kompor dan atur suhunya (jangan melebihi 80°C).
Aduk terus campuran selama ±30 menit.
Setelah itu angkat dan diamkan selama 24 jam hingga terbentuk 2 lapisan : lapisan bagian atas
merupakan biodiesel, sedangkan endapan bagian bawah merupakan air yang mengandung
kotoran sisa NaOH dan lain-lain.
Pisahkan kedua lapisan tersebut dan biodiesel siap digunakan sebagai bahan bakar pengganti
solar atau minyak tanah.
Analisis Laboratorium Sifat – sifat Biodiesel dari Minyak Jelantah

Sifat fisik Unit Hasil ASTM Standar (Solar)


2. Flash point °C 170 Min.100
3. Viskositas (40°C) cSt. 4,9 1,9-6,5
4. Bilangan setana – 57 Min.40
5. Cloud point °C 3,3 –
6. Sulfur content % m/m << 0.01 0.05 max
7. Calorific value kJ/kg 38.542 45.343
8. Density (15°C) Kg/l 0,93 0,84
9. Gliserin bebas Wt.% 0,00 Maks.0,02
Sumber: http://www.migasindonesia.com
Bahan bakar yang berbentuk cair ini bersifat menyerupai solar, sehingga sangat prosfektif untuk
dikembangakan. Apalagi biodiesel memiliki kelebihan lain dibanding dengan solar, yakni:

– Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (free sulphur,
smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu global.
– Cetane number lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan
dengan minyak kasar.
– Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai (biodegradable).
– Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbaharui.
– Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara lokal.
BAB 5
PENUTUP

Kesimpulan
Dari praktikum yang dilaksanakan pada hari Kamis, 8 April 2021 s/d Jumat, 9 April 2021 dapat
diambil beberapa kesimpulan, antara lain :
Biodiesel merupakan salah satu alternative bahan bakar ramah lingkungan yang berbahan dasar
minyak jelantah (limbah penggorengan).
Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah sangat sederhana baik berupa alat, bahan dan
pengolahannya dan dapat dipraktekkan oleh para pelajar.
Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan bakar motor diesel merupakan suatu cara
pembuangan limbah (minyak jelantah) yang menghasilkan nilai ekonomis serta menciptakan
bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar solar yang bersifat ethis, ekonomis, dan sekaligus
ekologis.

Saran
Karena seiring berjalannya waktu persediaan energi dari fosil semakin berkurang sehingga solar
semakin menipis persediaannya dibandingkan dengan kebutuhan terhadap solar yang semakin
meningkat. Maka sekarang kita dapat memaksimalkan penggunaan minyak jelantah sebagai
penggantinya dan bahan bakar biodiesel. Karena adanya alternatif ini kita menjadi tidak sangat
tergantung akan solar.
Membuang limbah minyak goreng atau minyak jelantah yang dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan yang bertentangan dengan prinsip green chemistry, dan mengakibatkan penyakit
apabila dipakai kembali, sebaiknya kita dapat mendaur ulangnya seperti menjadi bahan bakar
biodiesel.
DAFTAR PUSTAKA

http://titi-sindhuwati.blogspot.com/2012/01/limbah-minyak-goreng-tidak-lagi-menjadi.html
http://greenchemistryindonesia.wordpress.com/
http://id.wikipedia.org
Djaeni, dkk., 2002, Pengolahan Limbah Minyak Goreng Bekas menjadi Gliserol dan Minyak
Diesel melalui Proses Trans-Esterifikasi, Universitas Diponegoro, Semarang, Prosiding Seminar
Nasional “Kejuangan” Teknik Kimia, Yogyakarta
Tahar, A., 2003, Evaluasi Teknis Pembuatan
Biodiesel dari Minyal Jelantah, Institut Teknologi Bandung, Prosiding Seminar
Rekayasa dan Proses Kimia, UNDIP, Semarang
Herlina, Netti dan M. Hendra S. Ginting. 2002. Lemak dan Minyak. Medan: Fakultas Teknik,
Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.
isekolah. org. 2008. “Unand Temukan Teknologi Olah Minyak Jelantah”
Encinar, Jose M., 1999, Preparation and Properties of Biodiesel from Cynara Carduncus L. Oil.
Industrial and Enfineering Chemistry Research, Vol. 38.
No.8, Ind. Chem. Res., Washington.
Ketaren, S., 1986, Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
1. BAHAN-BAHAN 2. PENCAMPURAN 3,5 gram NaOH DAN 200
mL methanol KEDALAM MINYAK

3. PROSES PENGADUKAN SAMPAI 30 MENIT 4. HASIL BIODIESEL SETELAH 24 JAM

Anda mungkin juga menyukai