Anda di halaman 1dari 9

Karakteristik Reservoar Minyak Lapangan Duri, Riau

Nuzul Ramansyah1), Raiza Ofima L1), Steven Octavianus1), Yunus Zakiy S1), Nurul Nahar1)
Undergraduated Student of Geological Engineering, University of Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta
Jl. SWK 104 (Lingkar Utara), Condongcatur, Yogyakarta 55283
Corresponding author e-mail :

Abstrak
Duri terkenal akan kekayaan minyaknya. Hal tersebut melatarbelakangi penelitian akan
karakteristik batuan di Riau. Secara geologi, Duri termasuk kedalam cekungan Sumatera Tengah
atau biasa dikenal dengan Central Sumatera Basin (CSB). Stratigrafi cekungan Sumatera Tengah
sendiri terbagi menjadi beberapa formasi dari yang paling tua ke yang paling muda dimulai dari
batuan dasar (basement), kelompok pematang, kelompok sihapas, formasi petani dan formasi
minas (Heidrick & Aulia 1993). Sumber minyak dari lapangan duri yang sudah sejak lama
dioperasikan oleh PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI) diketahui berasal dari batu pasir dari
formasi bekasap (termasuk kedalam kelompok sihapas) dan formasi duri yang secara origin
delta-tidal. Metode yang dipakai di penelitian kali ini adalah studi pustaka mengenai geologi
regional daerah penelitian dan analisis peta geologi berkaitan dengan sebaran reservoar.
Kata kunci: Cekungan Sumatera Tengah, Lapangan Duri, Minyak, Karakteristik
Pendahuluan
Latar Belakang
Riau terkenal sebagai provinsi penghasil minyak, menempati posisi kedua sebagai
penghasil minyak terbesar di Indonesia, dibawah Jawa Timur. Mengerucut, blokrokan
(Sumatera) adalah blok penghasil minyak terbesar di Indonesia, dibawah blok cepu (Jawa
Timur). Lapangan Duri merupakan lapangan minyak terbesar di Blok Rokan. Lapangan tersebut
sampai tahun ini masih dioperasikan oleh PT. Chevron Indonesia (CPI). Tentunya, kelimpahan
minyak tersebut masih memiliki kaitan dengan batuan reservoar, tempat dimana minyak
dikandung dan dihasilkan. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi penelitian akan karakteristik
batuan di Duri.
Tujuan
Diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi geologi cekungan sumatera
tengah, jenis batuan yang berperan sebagai reservoar, dan secara garis besar hubungannya
dengan kelimpahan minyak di blokrokan.

Lokasi Penelitian
Secara administratif, Lokasi penelitian bertempat di lapangan Duri, Duri, Kabupaten
Bengkalis, Riau. Lapangan Duri diketahui mengambil minyak dari reservoar minyak pada
formasi Duri dan formasi Bekasap yang termasuk pada Kelompok Sihapas. Formasi Duri dikenal
memiliki litologi selingan batupasir sedang hingga kasar dengan batuserpih dan Formasi
Bekasap memiliki kandungan litologi batupasir berbutir halus hingga kasar dan sedikit
batuserpih.

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Metode
Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka pada penelitian-penelitian yang telah
ada sebelumnya dan buku mengenai geologi sumatera yaitu buku Sumatra: Geology, Resources,
and Tectonic Evolution. Studi Pustaka dilakukan guna untuk mengetahui letak-letak reservoir
minyak di sumatera, karakteristik cekungan sumatera tengah, stratigrafi cekungan sumatera
tengah, dan lingkungan pengendapan. Selain itu, terdapat analisis peta geologi untuk mengetahui
sebaran reservoar minyak. Sebaran reservoar minyak diketahui dengan menggunakan
menganalisis keterdapatan batupasir Formasi Duri dan Formasi Bekasap.

Geologi
Geologi Regional
Lokasi penelitian secara geologi termasuk kedalam Cekungan Sumatera Tengah atau
Central Sumatera Basin (CSB). Cekungan Sumatera Tengah merupakan salah satu cekungan
paling produktif dalam menghasilkan hidrokarbon di Asia Tenggara. Cekungan Sumatera
Tengah terbentuk dari peregangan cekungan busur belakang pada Eosen Tengah hingga Eosen
Akhir (Eubank and Makki, 1981; Daly et al, 1991). Pola struktur yang berkembang di Cekungan
Sumatera Tengah berupa struktur barat laut-tenggara dan struktur berarah utara-selatan.
Gambar 2.1 Peta Geologi Duri (Skala 1:250.000, Lembar Dumai)

Stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah dari yang paling tua terdiri dari:

1) Batuan Dasar (Basement)


Berumur pre-tersier dan memiliki variasi litologi greywacke, quartzite, granite, argillite.

2) Kelompok Pematang (Eosen Awal-Oiligosen)


Lingkungan pengendapan dari Kelompok Pematang ini diketahui merupakan Danau
(Lacustrine) Williams et al. (1985) berdasarkanbeberapa bukti seperti tidak
ditemukannya fosil foraminifera yang merupakan penciri lingkungan laut dan adanya
fosil ostrakoda dan gastropoda dari genus Viviparus dan Thiaria yang merupakan spesies
air tawar. Kelompok Pematang terbagi menjadi 3 formasi dari yang paling tua ke muda,
yaitu: Formasi Lower Red Bed, Formasi Brown Shale, Formasi Upper Red Bed.Formasi
Lower Red Bed mengandung litologi batupasir, batuserpih, dan konglomerat yang
diendapkan di lingkungan alluvial/ fluvial. Diatasnya, terdapat Formasi Brown Shale
yang mengandung litologi batuserpih berlaminasi baik, berwarna coklat gelap hingga
hitam, kaya akan material organic yang mengindikasikan lingkungan pengendapan
dengan kondisi air tenang. Formasi yang berada di atas Brown Shale, yaitu Formasi
Upper Red Bed mengandung litologi batupasir halus hingga kasar, batulempung, dan
batulanau yang terendapkan di lingkungan aluvial/ fluvial sama seperti formasi Lower
Red Bed. Bagian atas dari Formasi Upper Red Bed merupakan paleosols yang berperan
sebagai seal yang efektif. Bagian atas ini juga terpotong oleh ketidakselarasan yang
secara seismik, sangat baik untuk menjadi reflektor. Jika pengendapan kelompok ini
dikaitkan dengan pembentukan cekungan, Kelompok Pematang termasuk kedalam fase
Synrift bagian awal.

3) Kelompok Sihapas (Miosen Awal)


Diatas ketidakselarasan pada Formasi Upper Red Bed, terjadi transgresi dan pengendapan
batupasir yang berperan sebagai reservoar pada Cekungan Sumatera Tengah. Batupasir
inilah yang mendominasi kandungan litologi dari Kelompok Sihapas. Kelompok Sihapas
berkisar dari Miosen Awal-Miosen Tengah. Kelompok ini terdiri dari Formasi Menggala,
Formasi Bangko, Formasi Bekasap, dan Formasi Duri. Formasi Menggala yang biasa
dikenal sebagai Lower Sihapas mengandung litologi batupasir konglomerat yang berbutir
halus hingga kasar. Diatasnya, terdapat Formasi Bangko yang mengandung litologi
selingan batuserpih kalkareus berwarna abu dengan batupasir dan sedikit batugamping.
Diatasnya, terdapat Formasi Bekasap dengan kandungan litologi batupasir sedang sedang
hingga kasar dan sedikit batuserpih. Selanjutnya, Formasi Duri yang dikenal sebagai
Upper Sihapas mengandung litologi selingan batupasir sedang hingga kasar dengan
batuserpih. Jika pengendapan kelompok ini dikaitkan dengan pembentukan cekungan,
Kelompok Sihapas termasuk kedalam fase Synrift akhir-Postrift awal.

4) Formasi Telisa (Miosen Awal Bagian Tengah-Miosen Tengah Bagian Awal)


Pada saat yang bersamaan, Formasi Telisa diendapkan secara bersamaan dengan Formasi
Duri. Sehingga, pada kolom stratigrafi dari Cekungan Sumatera Tengah, nampak posisi
kedua formasi tersebut secara vertikal sama, namun durasi pengendapan Formasi Telisa
sedikit lebih lama dibandingkan Formasi Duri. Kandungan litologi formasi ini adalah
batuserpih dan batulanau kalkareus berwarna keabuan dan kadang terdapat batugamping.
Jika pengendapan kelompok ini dikaitkan dengan pembentukan cekungan, Formasi Telisa
termasuk kedalam fase Postrift awal.

5) Formasi Petani (Miosen Tengah-Pliosen)


Formasi ini diendapkan diendapkan diatas Formasi Telisa secara selaras. Formasi ini
mengandung litologi berupa batuserphih hijau keabuan, batulempung, batulanau dan
batupasir dengan ketebalan tipis berkarbon, dan batugamping. Formasi ini mempunyai
peran penting sebagai akumulasi petroleum. Formasi ini termasuk kedalam Late Postrift.

6) Formasi Minas
Formasi ini terendapkan secara tidak selaras diatas Formasi Petani. Formasi Minas
merepresentasikan fase akhir dari pengendapan di Cekungan Sumatera Tengah. Formasi
ini mengandung litologi kerikil, pasir, dan lempung. Pengendapan masih berlangsung
hingga saat ini.

Gambar 2.2 Stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick & Aulia 1993)
Pengendapan formasi juga berkaitan dengan pembentukan Cekugan Sumatera Tengah.
Secara umum, pembentukan Cekungan Sumatera Tengah berkaitan dengan adanya aktivitas
tektonik berupa peregangan kerak benua yang disebabkan oleh gaya transtensional akibat
subduksi lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia. Dimana gaya tersebut menyebabkan
terbentuknya struktur half graben pada masa itu. Lebih rinci, proses terbentuknya cekungan ini
terdiri dari berbagai fase tektonik, yaitu: F0, F1, F2, dan F3 (Eubank & Makki,1981). Berikut
merupakan penjabaran fase-fase tektonik yang membentuk Cekungan Sumatera Tengah:

 F0 (Fase Derformasi)
Terjadi pada pra-tersier berupa deformasi batuan dasar yang menyebabkan adanya sesar
yang berorientasi NW-SE dan NNW-SSE.
 F1 (Fase Regangan)
Disebut juga fase rifting. Fase rifting ini menyebabkan terbentuknya sesar-sesar normal
(sesar turun) yang berarah utara dan timur laut yang terkonsentrasi di sepanjang zona
regangan tersebut, kemudian terisi oleh material sedimen klastik dari darat yang tebal
yang akhirnya membentuk cekungan Sumatera Tengah. Fase ini terjadi pada saat eosen
awal hingga oligosen akhir. Aktivitas pada fase ini disebabkan tumbukan Lempeng
Samudera Hindia terhadap Lempeng Benua Asia yang menghasilkan gayatrantensional
hampir diseluruh Lempeng Sunda. Fase ini juga menyebabkan terbentuknya sesar-sesar
normal berarah utara dan timurlaut yang terisi oleh sedimen klastik daratdan sedimen
danau dengan ketebalan yang berbeda-beda.
 F2(Fase Penurunan Cekungan)
Terjadi pada Akhir Oligosen- Miosen Tengah. Pada periode ini, terjadi transgresi
bertepatan dengan pengendapan kelompok Sihapas. Aktifitas tektonikpada fase ini
ditandai oleh munculnya sesar-sesar mendatar sepanjang sesar-sesar yang berarah utara-
selatan.
 F3 (Fase Kompresi)
Fase ini terjadi pada Akhir Miosen-Resen. Aktivitas tektonik pada masa ini meliputi
pemekaran lantai Samudra dari laut Andaman, pengangkatan regional, terbentuknya jalur
pegunungan vulkanik dan right lateral strike slip sepanjang Bukit Barisan yang
mengakibatkan kompresi sepanjang Cekungan Sumatera Utara dan Tengah dengan arah
gaya NE-SW.
Gambar 2.3 Evolusi Cekungan Sumatera Tengah

Geologi Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian bertempat di lapangan Duri. Lapangan Duri diketahui mengambil
minyak dari reservoar minyak pada formasi Duri dan formasi Bekasap yang termasuk pada
Kelompok Sihapas. Formasi Duri dikenal memiliki litologi selingan batupasir sedang hingga
kasar dengan batuserpih yang secara origin delta-tidal. Berdasarkan penelitian sebelumnya, fosil
agak jarang ditemukan pada formasi yang tersingkap di Duri (Formasi Minas), fosil hanya
ditemukan di formasi brown shale yang termasuk kedalam kelompok pematang di daerah lain
dimana fosil tersebut merupakan gastropoda air tawar. Pada barat lokasi penelitian, struktur
geologi yang mengontrol adalah antiklin asimetri dan sesar Sebanga yang berarah utara-selatan
dan timurlaut-baratdaya. Bentuk lahan lokasi penelitian merupakan bentuk lahan antropogenik,
dimana bentuk lahan tersebut sudah dipengaruhi oleh aktivitas manusia.

HASIL
Gambar 3.1 A. Lokasi Lapangan Duri B. Reservoar Utama Lapangan Duri C. Nilai API Gravity
Lapangan Duri (Garis merah sebagai penunjuk posisi lapangan duri) (P.A. Kelley, 1995)

Mengacu pada gambar B, Lapangan Duri terbukti mengambil minyak melalui bagian atas dari
Kelompok Sihapas. Pada gambar C, lapangan duri memiliki nilai API (American Index
Petroleum) kurang dari 27˚, dimana API merupakan nilai pengukuran seberapa berat suatu
cairan, dibandingkan dengan air. Jika API Gravity suatu cairan lebih dari 10˚, maka cairan
tersebut akan lebih ringan dan mengapung diatas air. Sebaliknya, jika API Gravity-nya kurang
dari 10˚, maka cairan tersebut akan lebih berat dan tenggelam.

Reservoar Komposisi Mineral Porositas Ketebalan Litologi Utama


Rata-rata Maksimum Reservoar
Formasi Kuarsa, K-Feldspar, 25% 274 m Perselingan
Duri Plagioklas, Siderit (Semen) batupasir halus
Kalsit (Semen) hingga kasar
dengan
batulempung
Formasi Glaukonit 23% 396 m Batupasir halus
Bekasap hingga kasar dan
batubara

Tabel 3. Karakteristik Producing Horizon pada Lapangan Duri

Seperti yang sudah disebutkan pada Gambar 3.1 B, bahwa reservoar utama lapangan duri
merupakan Formasi Duri dan Formasi Bekasap. Setelah itu, dilakukan studi pustaka mengenai
mineralogi, litologi utama, porositas rata-rata, dan ketebalan maksimum kedua formasi yang
berperan sebagai reservoar utama tersebut.
DISKUSI
Secara garis besar, elemen-elemen Petroleum system lapangan Duri dapat dijelaskan
menggunakan urutan stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah. Batuan induk dalam sistem
petroleum lapangan Duri, diperankan oleh litologi dari Kelompok Pematang terutama batuserpih
dalam Formasi Brown Shale. Lingkungan pengendapan formasi Brown Shale sendiri merupakan
lakustrin. Reservoar diperankan oleh bagian atas dari Kelompok Sihapas (kelompok yang
diendapkan secara tidak selaras diatas Kelompok Pematang) yaitu Formasi Bekasap dan formasi
diatasnya yaitu Formasi Duri. Kedua formasi ini terendapkan di lingkungan delta. Batuan
penutup diperankan oleh Formasi Telisa, yang diendapkan secara selaras diatas Formasi Duri
dan mengandung litologi berupa batuserpih, batulanau kalkareus berwarna keabuan, dan tidak
jarang terdapat batugamping. Formasi Telisa ini diendapkan pada lingkungan pasang surut.
Batupasir pada formasi duri memiliki komposisi mineral yaitu kuarsa, k-feldspar,
plagioklas, siderit (semen) dan kalsit (semen) (Underdown,2009), sedangkan batupasir pada
formasi bekasap memiliki komposisi mineral berupa glaukonit. Mineral-mineral silika dapat
diinterpretasikan berasal dari aktivitas intrusi yang memotong bagian atas formasi bekasap dan
formasi duri. Batupasir formasi duri memiliki karakteristik ukuran dari halus hingga sedang,
sedangkan batupasir formasi bekasap memiliki karakteristik ukuran halus hingga kasar. Selain
komposisi mineral dan ukuran butir, diketahui juga bahwa derajat pemilahan batupasir pada
formasi duri berkisar dari buruk-cukup baik.
Secara normatif, porositas merupakan perbandingan nilai volume rongga-rongga (pori)
dengan volume total batuan. Porositas biasanya dinyatakan dalam (%). Pada batupasir formasi
bekasap, dijumpai bahwa porositas rata-ratanya berjumlah 23% dan pada batupasir formasi duri
dijumpai bahwa porositas rata-ratanya berjumlah 25%. Nilai tersebut menunjukkan porositas
yang sangat tinggi.

Kesimpulan
Pada lapangan duri, terdapat formasi Duri dan Bekasap yang dimana keduanya didominasi oleh
batupasir. Batupasir pada formasi duri memiliki kandungan mineral kuarsa, k-feldspar,
plagioklas, siderit, dan kalsit. Batupasir pada formasi bekasap diketahui memiliki porositas rata-
rata sebesar 23% dan batupasir pada formasi duri memiliki porositas rata-rata sebesar 25%.
Batupasir pada formasi duri ditemukan berselingan dengan batulempung, sedangkan pada
formasi bekasap, selain ditemukan batupasir, ditemukan juga batubara. Sortasi dari batupasir
formasi duri diketahui berkisar dari cukup buruk-baik. Baik formasi bekasap dan formasi duri,
keduanya merupakan reservoar yang baik bagi lapangan minyak di Duri, Kabupaten Bengkalis,
Riau.
DAFTAR PUSTAKA

Barber, A.J. & Crow, M.J. & Milsom, J.S. 2005. Sumatra: Geology, resources and tectonic evolution.
Geological Society Memoirs. 31.

Dawson, William & Almon, William & Sangree, John. 2005. Petroleum System and Miocene Sequence
Stratigraphy: Central Sumatra Basin, Indonesia. 10.5724/gcs.05.25.0987.

Doust, H., and Noble, R. A. 2008. Petroleum systems of Indonesia. ScienceDirect. 103-129.

Kelley, P.A., B. Mertani, and H.H. Williams. 1995. Brown Shale Formation: Paleogene lacustrine
source
rocks of Central Sumatra: in B.J. Katz, ed, Petroleum Source Rocks, Springer-Verlag, New York,
p.283-308.

Underdown, David & Chan, Henky. 2009. Evaluation of Sand-Control Completions in the Duri
Steamflood, Sumatra, Indonesia. SPE Drilling & Completion - SPE DRILL COMPLETION. 24.
137-143. 10.2118/103821-PA.

William, H.H., and Eubank, R.T. 1995. Hydrocarbon Habitat in the Rift Graben of the Central
Sumatra Basin.

WONGSOSANTIKO, A. 1976. Lower Miocene Duri Formation Sands, Central Sumatra.


Proceedings of the 5th Annual Convention of the Indonesian Petroleum Association 133-150.

Anda mungkin juga menyukai