Anda di halaman 1dari 8

Erina Candra Wati (1943057033)

Project Parasitologi

Tugas 1
Coronavirus merupakan virus zoonosis, artinya virus ini menyebar dari hewan ke
manusia. Investigasi menunjukkan bahwa virus corona penyebab SARS (SARS-CoV)
ditularkan dari musang ke manusia. Pada wabah MERS, hewan yang menyebarkan
coronavirus MERS-CoV ke manusia adalah unta dromedaris. Sementara itu,
coronavirus yang menyebabkan COVID-19 (SARS-CoV-2) diduga kuat berasal dari
trenggiling. Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa
ditemukan untuk Coronavirus. Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber utama
untuk kejadian severe acute respiratory syndrome (SARS) dan Middle East respiratory
syndrome (MERS). Namun pada kasus SARS, saat itu host intermediet (masked palm
civet atau luwak) justru ditemukan terlebih dahulu dan awalnya disangka sebagai host
alamiah. Barulah pada penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa luwak hanyalah sebagai
host intermediet dan kelelawar tapal kuda (horseshoe bars) sebagai host alamiahnya.
Secara umum, alur Coronavirus dari hewan ke manusia dan dari manusia ke manusia
melalui transmisi kontak, transmisi droplet, rute feses dan oral.

Penyebaran coronavirus sama seperti virus yang penyebab flu lainnya, yakni dari
batuk dan bersin, atau dari sentuhan orang yang terinfeksi. Virus ini juga dapat menular
apabila Anda menyentuh barang yang terkontaminasi, lalu menyentuh hidung, mata,
dan mulut tanpa mencuci tangan. Dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Umum Pusat
Persahabatan Diah Handayani menjelaskan bahwa 2019-nCoV adalah virus yang
menyerang sistem pernafasan manusia. Bedanya dengan virus lain, ujar Diah, virus
corona ini memiliki virulensi atau kemampuan yang tinggi untuk menyebabkan penyakit
yang fatal. Menurut Diah, virus ini berbahaya jika telah masuk dan merusak fungsi paru-
paru, atau dikenal dengan sebutan pneumonia, yaitu infeksi atau peradangan akut di
jaringan paru yang disebabkan oleh virus dan berbagai mikroorganisme lain, seperti
bakteri, parasit, jamur, dan lainnya. "Pertukaran oksigen tidak bisa terjadi sehingga
orang mengalami kegagalan pernafasan. Itulah mengapa virus ini berat karena bukan
lagi hanya menyebabkan flu atau influensa tapi dia menyebabkan Pneumonia," kata
Diah saat dihubungi BBC Indonesia.

Nama koronavirus berasal dari bahasa Latin corona dan bahasa Yunani κορώνη


(korṓnē, "lingkaran, untaian"), yang berarti mahkota atau lingkaran cahaya. Namanya
mengacu pada penampilan karakteristik virion (bentuk infektif virus) dalam mikroskop
elektron, yang memproyeksikan pinggiran permukaan virus yang besar dan bulat yang
menghasilkan gambar yang mengingatkan pada mahkota atau korona matahari.
Morfologi ini diciptakan oleh peplomer tonjolan protein permukaan virus (S), yang
menentukan tropisme inang. Protein yang menyusun struktur koronavirus yaitu protein
tonjolan (spike) (S), amplop (E), membran (M), dan nukleokapsid (N). Khusus pada
virus SARS, letak pengikatan reseptor pada protein S memediasi perlekatan virus ke
reseptor sel inangnya yaitu, enzim pengubah angiotensin (ACE2). Beberapa
koronavirus (khususnya anggota Betacoronavirus garis keturunan A) juga memiliki
tonjolan protein pendek yang disebut hemaglutinin esterase (HE).

National Geographic menuliskannya lewat artikel berjudul “Here’s what coronavirus


does to the body”. Diungkapkan bahwa COVID-19 memulai serangan di paru-paru dan
berakhir pula di sana

1. Virus corona merupakan virus yang menyerang sistem pernapasan. Mereka


menginfeksi sel-sel yang sekiranya mempengaruhi kinerja sistem pernapasan.
Penularannya pun datang lewat batuk atau bersin dari orang yang terinfeksi
COVID-19. Pada tahap awal ini sang penderita akan merasakan gejala seperti
flu, demam, dan batuk.

2. Virus akan mulai mereplika diri, Virus akan menjadi banyak dan menyebar ke
area tubuh yang lain, kurang lebih dalam kurun waktu satu minggu setelah
terserang. Hasil CT Scan menunjukkan bahwa terdapat kerusakan paru-paru,
namun itu berkembang dengan sangat lambat.
3. Setelah itu virus mulai merusak sistem imun, menyebabkan tubuh semakin
lemah dan mudah terjangkit penyakit. Demam yang makin tinggi, susah
mendapatkan asupan oksigen, dan munculnya sindrom gangguan pernapasan
dewasa adalah tanda-tanda tahap kedua dari infeksi ini.
4. Mengganggu produksi lendir dan fungsi bulu di paru-paru, Dijelaskan dalam
sebuah artikel di National Geographic tersebut bahwa sel paru-paru memiliki dua
kelas yakni satu bagian memproduksi lendir dan satu lagi memiliki rambut yang
disebut cilia. Kedua kelas tersebut membantu jaringan paru-paru untuk
terlindungi dari patogen. Dalam kasus virus corona yang serupa dengan SARS,
virus ini menyerang sel-sel tersebut, menyebabkan cilia tidak berfungsi sehingga
kotoran dan lendir masuk dan memenuhi paru-paru. Dari sini, dimulailah fase
terakhir infeksi.
5. Fase terakhir adalah fase kerusakan paru-paru. Dilansir dari e-book WHO, di
proses ini, sang pasien bisa jadi tidak memiliki demam atau hanya demam ringan
saja, namun kondisi paru-paru semakin kritis. Itu disebabkan adanya kegagalan
jaringan.
Darah yang membawa oksigen tidak bisa mengalir dengan baik dan
menyebabkan penderita mau tidak mau harus menggunakan alat bantu
pernapasan. Di titik ini mereka yang terinfeksi virus bisa memiliki cedera
permanen di paru-paru, meningkatkan kemungkinan adanya kegagalan
pernapasan yang berujung pada kematian.
Pasien yang berhasil selamat biasanya akan mendapatkan kerusakan paru-paru
permanen. Berdasarkan laporan WHO, kerusakan itu berbentuk lubang kecil
seperti sarang lebah.
6. Tidak semua penderita virus melewati tiga fase tersebut, Laporan terkait SARS
tersebut menyebutkan bahwa penderita keluarga virus corona tersebut tidak
selalu melewati tiga fase. Disebutkan bahwa orang tua dan mereka yang sedang
tidak memiliki sistem imun baik bisa langsung mengalami fase terakhir yang
mematikan. Sebaliknya, laporan dari National Geographic menyebutkan hanya
25 persen pasien SARS saja yang masuk ke fase terakhir.
7. Ada dugaan virus Corona juga akan mengganggu sistem pencernaan.
Berdasarkan dari wabah sebelumnya, SARS dan MERS, beberapa penderita
virus ini mengalami diare dan merasakan sakit perut yang parah. Dijelaskan
bahwa virus suka menginfeksi protein bernama reseptor dan protein ini sering
terdapat pada usus besar dan kecil. Permasalahannya, usus juga tersambung
pada lambung sehingga infeksinya bisa turut menyebar ke organ pencernaan itu.
Inilah yang menyebabkan adanya kemungkinan penderita virus corona
mengalami gangguan pencernaan.
Cara Infeksi Coronavirus :
Siapa pun dapat terinfeksi virus corona. Akan tetapi, bayi dan anak kecil, serta
orang dengan kekebalan tubuh yang lemah lebih rentan terhadap serangan virus
ini. Selain itu, kondisi musim juga mungkin berpengaruh.
Infeksi coronavirus disebabkan oleh virus corona itu sendiri. Kebanyakan virus
corona menyebar seperti virus lain pada umumnya, seperti:
- Percikan air liur pengidap (bantuk dan bersin).
- Menyentuh tangan atau wajah orang yang terinfeksi.
- Menyentuh mata, hidung, atau mulut setelah memegang barang yang terkena
percikan air liur pengidap virus corona.
- Tinja atau feses (jarang terjadi)
Khusus untuk COVID-19, masa inkubasi belum diketahui secara pasti. Namun,
rata-rata gejala yang timbul setelah 2-14 hari setelah virus pertama masuk ke
dalam tubuh. Di samping itu, metode transmisi COVID-19 juga belum diketahui
dengan pasti. Awalnya, virus corona jenis COVID-19 diduga bersumber dari
hewan. Virus corona COVID-19 merupakan virus yang beredar pada beberapa
hewan, termasuk unta, kucing, dan kelelawar. Sebenarnya virus ini jarang sekali
berevolusi dan menginfeksi manusia dan menyebar ke individu lainnya. Namun,
kasus di Tiongkok kini menjadi bukti nyata kalau virus ini bisa menyebar dari
hewan ke manusia. Bahkan, kini penularannya bisa dari manusia ke manusia.
Gejala Infeksi Coronavirus
Virus corona bisa menimbulkan beragam gejala pada pengidapnya. Gejala yang
muncul ini bergantung pada jenis virus corona yang menyerang, dan seberapa
serius infeksi yang terjadi. Berikut beberapa gejala virus corona yang terbilang
ringan:
- Hidung beringus.
- Sakit kepala.
- Batuk.
- Sakit tenggorokan.
- Demam.
- Merasa tidak enak badan.
Hal yang perlu ditegaskan, beberapa virus corona dapat menyebabkan gejala
yang parah. Infeksinya dapat berubah menjadi bronkitis dan pneumonia
(disebabkan oleh COVID-19), yang mengakibatkan gejala seperti:
- Demam yang mungkin cukup tinggi bila pasien mengidap pneumonia.
Batuk dengan lendir.
- Sesak napas.
- Nyeri dada atau sesak saat bernapas dan batuk.
- Infeksi bisa semakin parah bila menyerang kelompok individu tertentu.
Contohnya, orang dengan penyakit jantung atau paru-paru, orang dengan
sistem kekebalan yang lemah, bayi, dan lansia.
Untuk mendiagnosis infeksi virus corona, dokter akan mengawali dengan
anamnesis atau wawancara medis. Di sini dokter akan menanyakan seputar
gejala atau keluhan yang dialami pasien. Selain itu, dokter juga akan melakukan
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan darah untuk membantu menegakkan
diagnosis. Dokter mungkin juga akan melakukan tes dahak, mengambil sampel
dari tenggorokan, atau spesimen pernapasan lainnya. Untuk kasus yang diduga
infeksi novel coronavirus, dokter akan melakukan swab tenggorokan, DPL,
fungsi hepar, fungsi ginjal, dan PCT/CRP.
Dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Paru Indonesia itu
menegaskan bahwa semua virus corona, termasuk virus corona 2019-nCoV
belum ada obatnya. Diah menambahkan, walaupun virus ini memiliki risiko
kematian, namun angkanya masih rendah dibandingkan orang yang terjangkit
dan kemudian sembuh. "Tapi bisa (disembuhkan), terbukti yang sakit sudah
ribuan tapi yang meninggal kan sedikit. Jadi dia tetap sebuah virus yang bisa
disembuhkan," katanya. Jadi,proses pengobatan yang dilakukan adalah terapi
pendukung dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh."Boleh obat flu biasa
kalau masih ringan, kalau demam diberi obat anti demam," katanya. Diah
menegaskan, beberapa korban meninggal umumnya tidak hanya semata
disebabkan oleh 2019-nCoV, namun juga dipengaruhi faktor kerentanan seperti
usia yang sudah tua sehingga daya tahan tubuh lemah dan juga penyakin lain
yang sudah ada.

Daftar Pustaka

de Groot RJ, Baker SC, Baric R, Enjuanes L, Gorbalenya AE, Holmes KV, Perlman S,
Poon L, Rottier PJ, Talbot PJ, Woo PC, Ziebuhr J (2011). "Family Coronaviridae".
Dalam King AM, Lefkowitz E, Adams MJ, Carstens EB, International Committee on
Taxonomy of Viruses, International Union of Microbiological Societies. Virology
Division. Ninth Report of the International Committee on Taxonomy of Viruses. Oxford:
Elsevier. hlm. 806–828. ISBN 978-0-12-384684-6.

Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Zang Li, Fan G, etc. Clinical features of patients
infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. The Lancet. 24 jan 2020.

 Li F, Li W, Farzan M, Harrison SC (September 2005). "Structure of SARS coronavirus


spike receptor-binding domain complexed with receptor". Science. 309 (5742): 1864–8

Metlay JP, Waterer GW, Long AC, Anzueto A, Brozek J, Crothers K, et al. Diagnosis and
Treatment of Adults with Communityacquired Pneumonia: An Official Clinical Practice
Guideline of the American Thoracic Society and Infectious Diseases Society of America.
Am J Respir Crit Care Med.Vol: 200 Iss 7;2019. pp e45– e67

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Panduan Praktik Klinis: Pneumonia 2019-nCoV.


PDPI: Jakarta; 2020.

Tugas 2
Ringkasan:
Nama koronavirus berasal dari bahasa Latin corona dan bahasa Yunani
κορώνη (korṓnē, "lingkaran, untaian"), yang berarti mahkota atau lingkaran cahaya.
Namanya mengacu pada penampilan karakteristik virion (bentuk infektif virus)
dalam mikroskop elektron. Penyebaran coronavirus sama seperti virus yang penyebab
flu lainnya, yakni dari batuk dan bersin, atau dari sentuhan orang yang terinfeksi. Virus
ini juga dapat menular apabila Anda menyentuh barang yang terkontaminasi, lalu
menyentuh hidung, mata, dan mulut tanpa mencuci tangan. , virus ini berbahaya jika
telah masuk dan merusak fungsi paru-paru, atau dikenal dengan sebutan pneumonia,
yaitu infeksi atau peradangan akut di jaringan paru yang disebabkan oleh virus dan
berbagai mikroorganisme lain, seperti bakteri, parasit, jamur, dan lainnya.
Virus corona ini awalnya akan menyerang system pernafasan, Penularannya pun
datang lewat batuk atau bersin dari orang yang terinfeksi COVID-19. Pada tahap awal
ini sang penderita akan merasakan gejala seperti flu, demam, dan batuk. Lalu kedua
mulai merusak sistem imun, menyebabkan tubuh semakin lemah dan mudah terjangkit
penyakit. Ketiga Mengakibatkan kerusakan paru-paru, tapi tak semua penderita
mengalami fase tersebut, Beberapa penderita virus ini mengalami diare dan merasakan
sakit perut yang parah dan gangguan sistem pencernaan.

Virus corona menyebar seperti virus lain pada umumnya, seperti:


- Percikan air liur pengidap (bantuk dan bersin), Menyentuh tangan atau wajah
orang yang terinfeksi, Menyentuh mata, hidung, atau mulut setelah memegang
barang yang terkena percikan air liur pengidap virus corona, Tinja atau feses
(jarang terjadi).
Gejala virus corona yang terbilang ringan:
- Hidung beringus, Sakit kepala, Batuk, Sakit tenggorokan, Sesak nafas, Demam,
Merasa tidak enak badan
Contohnya, orang dengan penyakit jantung atau paru-paru, orang dengan sistem
kekebalan yang lemah, bayi, dan lansia. Untuk mendiagnosis infeksi virus corona,
dokter akan mengawali dengan anamnesis atau wawancara medis. Di sini dokter akan
menanyakan seputar gejala atau keluhan yang dialami pasien. Selain itu, dokter juga
akan melakukan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan darah untuk membantu
menegakkan diagnosis. Dokter mungkin juga akan melakukan tes dahak, mengambil
sampel dari tenggorokan, atau spesimen pernapasan lainnya. Untuk kasus yang diduga
infeksi novel coronavirus, dokter akan melakukan swab tenggorokan, DPL, fungsi
hepar, fungsi ginjal, dan PCT/CRP.
Belum ada obat untuk virus ini. Jadi,proses pengobatan yang dilakukan adalah
terapi pendukung dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh. Boleh obat flu biasa
kalau masih ringan, kalau demam diberi obat anti demam, Karena , beberapa korban
meninggal umumnya tidak hanya semata disebabkan oleh Virus corona, namun juga
dipengaruhi faktor kerentanan seperti usia yang sudah tua sehingga daya tahan tubuh
lemah dan juga penyakin lain yang sudah ada.
Daftar Pustaka
de Groot RJ, Baker SC, Baric R, Enjuanes L, Gorbalenya AE, Holmes KV, Perlman S,
Poon L, Rottier PJ, Talbot PJ, Woo PC, Ziebuhr J (2011). "Family Coronaviridae".
Dalam King AM, Lefkowitz E, Adams MJ, Carstens EB, International Committee on
Taxonomy of Viruses, International Union of Microbiological Societies. Virology
Division. Ninth Report of the International Committee on Taxonomy of Viruses. Oxford:
Elsevier. hlm. 806–828. ISBN 978-0-12-384684-6.
Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Zang Li, Fan G, etc. Clinical features of patients
infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. The Lancet. 24 jan 2020.
 Li F, Li W, Farzan M, Harrison SC (September 2005). "Structure of SARS coronavirus
spike receptor-binding domain complexed with receptor". Science. 309 (5742): 1864–8
Metlay JP, Waterer GW, Long AC, Anzueto A, Brozek J, Crothers K, et al. Diagnosis and
Treatment of Adults with Communityacquired Pneumonia: An Official Clinical Practice
Guideline of the American Thoracic Society and Infectious Diseases Society of America.
Am J Respir Crit Care Med.Vol: 200 Iss 7;2019. pp e45– e67
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Panduan Praktik Klinis: Pneumonia 2019-nCoV.
PDPI: Jakarta; 2020.

Anda mungkin juga menyukai