Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. Karsinoma Nasofaring
a. Definisi
d. Etiologi
Beberapa etiologi yang dapat menyebabkan KNF :1
1. Makanan yang diawetkan
Bahan kimia yang dilepaskan dalam uap saat memasak makanan, seperti ikan dan
sayuran diawetkan, dapat masuk ke rongga hidung, meningkatkan risiko
karsinoma nasofaring. Paparan bahan kimia ini pada usia dini, lebih dapat
meningkatkan risiko.
2. Virus Epstein-Barr
Virus umumnya ini biasanya menghasilkan tanda-tanda dan gejala ringan, seperti
pilek. Kadang-kadang dapat menyebabkan infeksi mononucleosis. Virus Epstein-
Barr juga terkait dengan beberapa kanker langka, termasuk karsinoma nasofaring.
3. Genetic
Memiliki anggota keluarga dengan karsinoma nasofaring meningkatkan risiko
penyakit
h. Klasifikasi berdasarkan klasifikasi TNM (AJCC, 7th ed, 2010), dapat ditentukan
dengan menilai karakteristik massa tumor, kelenjar getah bening yang terlibat, dan
metastasis ke organ lain.1
STADIUM TUMOR
T0 Tidak terdapat tumor primer
T1 Tumor terbatas pada nasofaring, atau tumor meluas ke
orofaring dan atau rongga hidung tanpa perluasan ke
parafaringeal
T2 Tumor dengan perluasan ke parafaringeal
T (Tumor)
T3 Tumor melibatkan struktur tulang dari basis kranii dan atau
sinus paranasal
T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau keterlibatan saraf
kranial, hipofaring, orbita, atau dengan perluasan ke fossa
infratemporal / masticator space
N0 Tidak terdapat metastasis ke KGB regional
N1 Metastasis unilateral di KGB, 6 cm atau kurang di atas fossa
N supraklavikula
(Nodulus N2 Metastasis bilateral di KGB, 6 cm atau kurang dalam dimensi
Limafatikus) terbesar di atas fosa supraklavikula
N3a Metastasis di KGB dengan ukuran > 6 cm
N3b Perluasan KGB ke supraklavikula
M M0 Tidak terdapat metastasis
( Metastasis ) M1 Terdapat metastasis
i. Penatalaksanaan
Radioterapi menggunakan sinar peng-ion untuk mematikan sel-sel tumor dan
memelihara jaringan sehat di sekitar tumor agar tidak menderita kerusakan terlalu
berat. Dosis radiasi perfraksi yang diberikan adalah 200 Gy DT (dosis tumor)
diberikan 5 kali seminggu untuk tumor primer maupun kelenjar. Terapi radiasi
biasanya dilakukan selama 3 minggu dengan menggunakan cisplatinum 100 mg/m².
Hasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons terhadap penyinaran sangat
tergantung pada stadium tumor. Makin lanjut stadium tumor, makin berkurang
responsnya. Angka ketahanan hidup penderita karsinoma nasofaring tergantung
stadium penyakit. Radiasi dapat menimbulkan komplikasi akut maupun kronik. Efek
radiasi akut mencapai puncak dalam 90 hari. Pengaruh radiasi jangka panjang adalah
kerusakan jaringan permanen. Pemberian kemoterapi pada karsinoma nasofaring
diindikasikan pada kasus penyebaran ke KGB leher, metastasis jauh dan kasus-kasus
residif. Diberikan sebagai kemoterapi neoadjuvan dan concomitan. Regimen
kemoterapi neoadjuvan antara lain: cisplatin dan 5-FU, cisplatin dan epirubicin,
paclitaxel dan carboplatin, docetaxel dan cisplatin, gemcitabin dan cisplatin. Karena
keterbatasan letak anatomi dan banyaknya kelenjar limfe maka terapi operatif jarang
dilakukan.Pembedahan terbatas pada diseksi untuk mengontrol kelenjar yang
radioresisten dan metastase leher setelah radioterapi .3
DAFTAR PUSTAKA
1. Soehartati, Gondhowiardjo., dkk. Pedoman Nasioanal Pelayanan Kedokteran. Kanker
Nasofaring. 2017. Komite Penanggulangan kanker nasinoanal.
2. Faiza,shofi., dkk. Karakteristik Klinis dan Patologis Karsinoma Nasofaring di Bagian
THT-KL RSUP Dr.M.Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(1)
3. Ariani,Suci.,dkk. Diagnosa Dan Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring.2019
Stadiu
Deskripsi
m
I
Terbatas pada nasofaring
II Meluas ke rongga hidung dan atau sphenoid
Perluasan ke 1 atau beberapa hal berikut: antrum,
III ethmoid, pterygomaxillary dan fossa infratemporal,
orbit, dan / atau pipi
IV Meluas ke rongga tengkorak
Stadium Deskripsi
DAFTAR PUSTAKA
1. Dewi, Wisma Ary,. Tatalaksana Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. CDK-262/ vol.
45 no. 3 th. 2018
2. Herzon, K,. Radioterapi & Onkologi Indonesia. Angiofibroma Nasofaring Juvenile. 2017
3. Karsinoma sinonasal
a. Definisi
Karsinoma hidung dan sinus paranasal atau disebut juga karsinoma sinonasal adalah
tumor ganas yang terdapat pada kavum nasi dan sinus paranasal. Kebanyakan
karsinoma sinonasal berkembang dari sinus maksilaris dan tipe histopatologi yang
paling sering ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa.1
b. Epidemiologi
Tumor sinonasal jarang, hanya 3% dari keganasan di kepala dan leher, dan hanya
sekitar 1% dari keganasan seluruh tubuh. Di Asia, keganasan sinonasal menempati
peringkat kedua tersering keganasan di kepala dan leher, setelah karsinoma
nasofaring. Keganasan tersering pada sinonasal adalah karsinoma sel skuamosa
(70%), selanjutnya adenokarsinoma (10-20%). Predileksi tersering di sinus maksila
(60%), diikuti rongga hidung (20-30%), sinus etmoid (10- 15%), jarang di sinus
frontal dan sphenoid (<1%). Sekitar 80% ditemukan pada usia 45-85mtahun dan
insiden pada pria dua kali lebih sering dibandingkan pada wanita.2
c. Etiologi
Etiologi tumor sinonasal belum diketahui pasti, studi epidemiologi dari berbagai
negara menunjukkan adanya hubungan dengan paparan zat kimia atau bahan industri
antara lain nikel,debu kayu, kulit, mebel.2
d. Gejala
Gejala awal cenderung tidak spesifik dan bervariasi, mulai dari obstruksi hidung
unilateral, diikuti rhinorrhea jernih encer, serosanguinosa, purulen, sampai
epistaksis.2 Pada keadaan lanjut, gejala yang ditimbulkan antara lain :3
1. Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinore, kadang disertai
darah atau epistaksis. Desakan pada hidung menyebabkan deformitas.
2. Gejala orbital, perluasan ke arah orbita dapat menimbulkan gejala diplopia,
proptosis, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.
3. Gejala oral menimbulkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di prosesus
alveolaris.
4. Gejala fasial, perluasan tumor ke anterior menimbulkan penonjolan pada pipi
disertai nyeri, anestesi atau parestesi.
5. Gejala intrakranial, perluasan ke intrakranial menyebabkan sakit kepala hebat,
oftalmoplegia, gangguan visus, kadang dapat timbul likuorea serta mengenai
saraf kranial
e. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Pemeriksaan radiologi penting untuk evaluasi tumor sinonasal. Foto polos sinus
paranasal berfungsi untuk diagnosis awal, terutama jika ada erosi tulang dan
perselubungan padat unilateral, selanjutnya dapat dilakukan Ct-Scan. Computed
Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) memberikan informasi
yang baik mengenai tekstur, margin, efek pada tulang dan bahkan vaskularisasi.2
f. Penatalaksanaan
Tatalaksana yang paling sering dilakukan adalah pembedahan disertai dengan
radioterapi.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Astuti,DP,. Dkk,. Karakteristik Penderita Karsinoma Sinonasal yang Menjalani
Operasi di RSUP Sanglah Denpasar. Medicine: 2020, Volume 51, Number 1:92-
95
2. Shavilla,E.,dkk, Prevalensi Kanker Sinonasal di Poliklinik THT-KL RS. Hasan
Sadikin Bandung. Jurnal Kesehatan 2017
3. Prasetyaningrum,Ika,dkk,. Distribusi Penderita Karsinoma Sinonasal di RSUP
Sanglah. 2017
4. Husna,M.,dkk. Gambaran Klinis dan Hsitopatologi Pasien Karsinoma Kavum
Nasal dan Sinus Paranasalis dibagian THT-KL RSUP Dr. M. Jamil Padang tahun
2016 – 2018. Jurnal kesehatan andalas : 2019;8(3)