Anda di halaman 1dari 6

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga disampaikan
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan
seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam
kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.

Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Civic Education pada Program Studi dengan ini penulis
mengangkat judul “Otonomi Daerah”.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
dari cara penulisan, maupun isinya.

Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

A. Latar belakang

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari pengertian tersebut
di atas maka akan tampak bahwa daerah diberi hak otonom oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan
mengurus kepentingan sendiri.

Implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru setelah pemerintah dan DPR sepakat untuk
mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU otonomi daerah ini
merupakan revisi terhadap UU Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun 1999 sehingga kedua UU tersebut kini
tidak berlaku lagi.

Sejalan dengan diberlakukannya undang-undang otonomi tersebut memberikan kewenangan


penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab. Adanya
perimbangan tugas fungsi dan peran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tersebut
menyebabkan masing-masing daerah harus memiliki penghasilan yang cukup, daerah harus memiliki
sumber pembiayaan yang memadai untuk memikul tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Dengan demikian diharapkan masing-masing daerah akan dapat lebih maju, mandiri, sejahtera
dan kompetitif di dalam pelaksanaan pemerintahan maupun pembangunan daerahnya masing-masing.

Memang harapan dan kenyataan tidak lah akan selalu sejalan. Tujuan atau harapan tentu akan berakhir
baik bila pelaksanaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan juga berjalan baik. Namun
ketidaktercapaian harapan itu nampak nya mulai terlihat dalam otonomi daerah yang ada di Indonesia.
Masih banyak permasalahan yang mengiringi berjalannya otonomi daerah di Indonesia. Permasalahan-
permasalahan itu tentu harus dicari penyelesaiannya agar tujuan awal dari otonomi daerah dapat
tercapai.

A. Pengertian otonomi daerah


Otonomi sesungguhnya diambil dari bahasa Yunani, dari kata “autos” yang bisa diterjemahkan sebagai
sendiri, dan “namos” yang berarti undang – undang atau peraturan. Jika disambung dan diartikan berarti
maknanya adalah aturan sendiri. Sehingga maksud dari Otonomi Daerah adalah wilayah dengan batas –
batas tertentu yang mempunyai aturannya sendiri.

Menurut UU No.32 tahun 2004, arti dari Otonomi Daerah adalah “hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom guna mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya serta kepentingan
masyarakat seseuai dengan undang – undang yang berlaku”

Tidak jauh dari arti yang sudah disebutkan dalam Undang – Undang, di dalam Kamus Hukum dan
Glosarium, Otonomi Daerah dapat diartikan sebagai kewenangan yang bertujuan untuk melakukan
pengaturan serta pengurusan kepentingan masyarakat sesuai dengan karsa sendiri, yang didasari oleh
aspirasi dari masyarakat sesuai dengan Undang – Undang yang berlaku.

Menurut BENYAMIN HOESEIN, Otonomi Daerah itu adalah pemerintahan yang diselenggarakan oleh dan
untuk rakyat, yang termasuk ke dalam wilayah nasional suatu negara namun secara informal
pemerintahannya berada di luar dari pemerintah pusat.

B. Prinsip otonomi daerah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan pergantian dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999. Dalam undang-undang ini dijelaskan prinsip-prinsip otonomi daerah sebagai berikut (Lukman,
2009).

1. Penyelenggaraan otonomi daerah harus dilaksanakan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya
dengan memperhatikan aspek-aspek demokrasi yang berkeadilan, adanya pemerataan serta potensi dan
keanekaragaman daerah,

2. Pelaksanaan otonomi daerah harus didasarkan pada prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung
jawab,

3. Pelaksanaan otonomi daerah secara luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah
kota sedangkan otonomi daerah provinsi merupakan otonomi terbatas,

4. Penyelenggaraan otonomi daerah harus mampu menjamin hubungan yang serasi antara daerah dan
pemerintah sesuai dengan konstitusi negara,

5. Pelaksanaan otonomi daerah harus dapat lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom dan
karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi. Selain itu harus
menjamin keserasian antar daerah dengan daerah yang lainnya,

6. Pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam
pengembangan, penelitian, perencanaan serta pengawasan.

C. Asas otonomi daerah


Terdapat 3 asas pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yakni asas desentralisasi, asas dekonsentrasi,
dan asas tugas pembantuan. Berikut merupakan penjelasan asas-asas otonomi daerah selengkapnya.

1. Asas Desentralisasi

Asas otnomi daerah yang pertama adalah asas desentralisasi. Asas ini merupakan penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah-daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahannya dalam sistem negara kesatuan.

Penggunaan asas ini penting untuk memperpendek jalur birokrasi yang rumit dari pemerintah daerah ke
pemerintah pusat, serta mengurangi beban pemerintah pusat dalam mengurus urusan negara. Selain itu
juga akan tercipta harmonisasi antara pemerintah pusat dan daerah.

2. Asas Dekonsentrasi

Selanjutnya ada asas dekonsentraso. Asas ini merupakan bentuk pendelegasian wewenang dari
pemerintah pusat pada pemerintah daerah atau dari badan otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan sektor administrasi dalam sistem negara kesatuan.

Pada asas ini, kontak langsung antara rakyat dan pemerintah menjadi lebih sering. Selain itu, asas
dekonsentrasi ini dapat menjadi alat yang efektif untuk menjaga persatuan dan kesatuan, karena adanya
perangkat politik di wilayah daerah.

3. Asas Medebewind (Tugas Pembantuan)

Asas otonomi daerah yang terakhir adalah asas tugas pembantuan atau dikenal dengan sebutan asas
medewind. Asas ini merupakan bentuk penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Asas ini merupakan suatu asas dasar hukum otonomi daerah yang memiliki sifat membantu pemerintah
pusat atau pemerintah yang lebih tinggi tingkatannya dalam menyelenggarakan negara atau daerah
melalui kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah atau badan otonom yang dimintai bantuannya
tersebut.

D. Dasar hukum otonomi daerah


Penyelenggaraan Otonomi Daerah bukan semata – mata atas kemauan daerah atau pusat saja. semua
telah diatur dan disepakati di dalam hukum. Ini pula yang dijadikan sebagai dasar dalam
menjalankannya. Adapun dasar – dasar hukum untuk melaksanakan Otonomi Daerah adalah sebagai
berikut ini:

Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014, yakni tentang pemerintahan daerah (Revisi dari Undang –
Undang Nomor 32 Tahun 2004)

Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Daerah
dan Pemerintahan Pusat

Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Ketetapan MPR RI Nomor IV / MPR / 2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah

Ketetapan MPR Ri Nomor XV / MPR 1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pembagian,
Pengaturan, serta Pemanfaatan Sumber Daya nasional yang Berkeadilan, dan juga Perimbangan
Keuangan dari Pusatdan Daerah pada Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada pasal 18 ayat 1 – 7, Pasal 18 A
ayat 1 – 2, Pasal 18B ayat 1 – 2.

E. Tujuan otonomi daerah

1. Dari Sisi Politik : Harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya Kepala
Pemerintahan Daerah yang dipilh secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan
pemerintahan yang responsife.

2. Dari Segi Ekonomi: Terbukanya peluang bagi pemerintah di daerah mengembangkan kebijakan
regional dan local untuk mengoptimalkan lpendayagunaan potensi.

3. Dari Kacamata Sosial: Menciptakan kemampuan masyarakat untukmerespon dinamika kehidupan di


sekitarnya.

4. Mengetahui masalah-masalah yang menjadi kewenangan atau acuan program suatu daerah dalam
meningkatkan produktivitas dalam bidang tertentu.

5. Mengetahui sejauh mana arah dan sasaran suatu daerah dalam pencapaian menuju sutu daerah yang
otonom.

6. Mengetahui tingkat keberhasilan dalam pencapaian program/bidang tertentu sehingga suatu daerah
bisa menjadi daerah otonom.

F. Contoh otonomi daerah

1. Penetapan upah minimum regional


UMR adalah standar gaji terendah yang dianjurkan pemerintah kepada para pengusaha untuk menggaji
karyawannya. UMR diperhitungkan berdasarkan biaya hidup di masing – masing daerah. Misalnya saja di
Yogyakarta, UMR berada pada kisaran 1,7 juta. Dengan jumlah tersebut di kota pelajar ini seseorang
sudah dapat hidup dengan baik dan membayar sewa bulanan.

Di kota lain berbeda jumlah lagi. Jika hal sama diterapkan di daerah lain, maka belum tentu
masyarakatnya dapat hidup dengan baik. Misalnya hal sama diterapkan di daerah Jakarta, jumlah
tersebut pasti sangatlah kurang, karena UMR disana saja saat ini ada di angka 3,5 juta. Aturan mengenai
UMR ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 01 / MEN / 1999 tentang Upah
Minimum.

2. Pengembangan kurikulum pendidikan

Ada beberapa mata pelajaran yang memang bersifat wajib dan harus diajarkan untuk seluruh siswa di
Indonesia. Katakanlah Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Bahasa Indonesia. Akan tetapi, disini
pemerintah pusat memberikan kelonggaran kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan mata
pelajaran apa saja yang bisa ditambahkan dalam pendidikan anak, biasanya disebut dengan muatan
lokal.

Misalnya di Jawa Tengah pasti ada tamabahan pelajaran Bahasa Jawa, di Jawa Barat ada pelajaran
Bahasa Sunda, dan lain sebagainya. Penerapan ini jelas jika diterapkan di daerah yang tidak semestianya
akan menjadi masalah. Misalnya, karena pemerintah pusat berada di Jakarta, mereka menetapkan
pelajaran Bahasa Betawi wajib untuk seluruh Indonesia. Jelas ini tidak benar. Disinilah peran otonomi.

3. Penggunaan APBD

Adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. APBD satu daerah dan yang lainnya bisa berbeda –
beda. Tergantung kepada kebutuhan daerah setiap tahun, alokasi umum, dan alokasi khususnya.
Pemerintah pusat sudah memberikan keleluasaan untuk apa dana akan dialokasikan asalkan semua
yang dibuat oleh pemerintah daerah ada pertanggungjawabannya dan tidak disalah gunakan.

4. Pengelolaan objek wisata daerah

Pemerintah daerah sudah dibebaskan oleh pemerintah pusat dalam pengelolaan sumber daya yang ada
di dalam daerah tersebut. Termasuk wisatanya, dalam praktiknya pemerintah daerah menyerahkan
pengelolaan sepenuhnya kepada masyarakat setempat. Pemerintah daerah akan memberikan bantuan
jika memang diperlukan.

Hal ini memberi keuntungan kepada masyarakat karena dapat dimanfaatkan untuk menaikkan taraf
ekonomi mereka. Selain itu, dengan adanya kunjungan wsata dari orang di berbagai daerah, juga akan
membuat UMKM yang berfokus pada sektor pariwisata lebih cepat untuk berkembang.

5. Penentuan retribusi
Sering kali tarif retribusi ketika memasuki daerah wisata, parkir, dan yang lainnya antar satu daerah dan
yang lainnya ditemukan berbeda – beda. Membayar parkir di kota Solo hanya cukup 2000 rupiah,
sedangkan di Bandung sudah dihitung perjam. Perbedaan ini bukan bersumber dari kemauan juru
parkir, tetapi peraturan daerah yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah atas wewenang dari
pusat.

Kesimpulan

KESIMPULAN

Otonomi daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala
potensi terbaik yang dimilikinya secara optimal. Dimana untuk mewujudkan keadaan tersebut,berlaku
proposisi bahwa pada dasarnya segala persoalan sepatutnya diserahkan kepada daerah untuk
mengidentifikasikan,merumuskan,dan memecahkannya, kecuali untuk persoalan-persoalan yang
memang tidak mungkin diselesaikan oleh daerah itu sendiri dalam perspektif keutuhan negara- bangsa.
Dalam Sidang Tahunan MPR tahun 2000 telah pula ditetapkan Ketetapan MPR No.IV/MPR/2000
tentang Kebijakan dalam Penyelenggaran Otonomi Daerah yang antara lain merekomendasikan bahwa
prinsip otonomi daerah itu harus dilaksanakan dengan menekankan pentingnya kemandirian dan
keprakarsaan dari daerah-daerah otonom untuk menyelenggarakan otonomi daerah tanpa harus
terlebih dulu menunggu petunjuk dan pengaturan dari pemerintahan pusat. Bahkan,kebijakan nasional
otonomi daerah ini telah dikukuhkan pula dalam materi perubahan Pasal 18UUD 1945.

Anda mungkin juga menyukai