Anda di halaman 1dari 13

A.

Latar Belakang
Jenis – jenis tanah di Indonesia memiliki keanakaragaman sifat fisik maupun sifat kimia. Sifat
fisik itu sendiri adalah sifat yang bertanggung jawab atas peredaran udara, bahan, air dan zat
terlarut melalui tanah. Sifat ini sangat beranekaragam dalam tanah tropika termasuk beberapa
yang tidak dikenal diwilayah iklim sedang. Beberapa sifat fisik tanah antara lain adalah kadar
air, kadar pori, kepadatan relative, permeabilitas, pembagian butir dan sebagainya.
Sedangkan sifat kimia itu sendiri dapat diartikan sebagai keseluruhan reaksi fisiokimia dan
kimia yang berlangsung antar penyusun tanah dan antara penyusun tanah dan bahan yang
ditambahkan kepada tanah in situ (Bolt dan Bruggenwart, 1978). Faktor semua reaksi kimia
yang berlangsung dalam tanah berentangan sangat lebar, antara yang sangat singkat
berhitungan dengan menit dan yang luar biasa lama berhitungan abad.
Reaksi kimia tanah merupakan parameter tanah yang dikendalikan oleh sifat-sifat
elektrokimia koloid – koloid tanah. Yang mengunjuk pada keasaman dan kebasaan tanah.
Dimana hal tersebut dapat kita ketahui dari nilai pH tanah.
Mineral Pirit atau disebut juga besi sulfide ( FeS2 ) mempunyai kristal isometrik yang pada
umumnya terlihat atau nampak dan bentuknya seperti dadu atau kubus dan di sebut juga
striated ( garis sejajar pada permukaan kristal ), lihat pada gambar disamping. Mineral pirit
mempunyai kekerasan 6-6.5, dan mempunyai bobot jenis 4.95-5.10.ima). Mineral Pirit adalah
yang paling umum untuk mineral sulfide.
Mineral ini pada umumnya mempunyai warna emas pucat. Pirit menyingkapkan kepada
lingkungan selama pekerjaan tambang dan penggalian bereaksi dengan oksigen dan air untuk
membentuk asam belerang, menghasilkan pengeringan tambang asam. Ini diakibatkan oleh
reaksi bakteri Thiobacillus, yang menghasilkan energi mereka dengan penggunaan oksigen
untuk mengoxidasi besi yang mengandung besi ( Fe2+) ke besi/ ferric ( Fe3+). Besi yang ferric
pada gilirannya bereaksi dengan pirit untuk menghasilkan asam belerang dan mengandung
besi. Besi yang mengandung besi kemudian adalah tersedia untuk oksidasi oleh bakteri; siklus
ini dapat berlanjut sampai pirit ini tuntas bereaksi.
Pirit dalam penggunaannya untuk produksi dioksida belerang, untuk industri kertas, dan di
(dalam) pembuatan asam belerang, meskipun demikian . seperti itu aplikasi sedang merosot
seturut arti pentingnya. Pirit dapat menunjukkan hambatan negatif dan sudah secara
eksperimen menggunakan sirkuit getaran sebagai detektor radio .
Pirit dengan rumus kimia FeS2, merupakan salah satu dari jenis mineral sulfida yang umum
dijumpai di alam, entah sebagai hasil sampingan suatu endapan hidrotermal ataupun sebagai
mineral asesoris dalam beberapa jenis batuan. Tidak ada penciri mineralisasi tertentu jika anda
menjumpai pirit, Secara deskriptif, pirit ini mempunyai warna kuning keemasan dengan kilap
logam. pirit akan hancur berkeping-keping,pirit bersifat isotropic.
Pirit merupakan senyawa umum yang berasal dari endapan-endapan laut. Ketika senyawa ini
muncul di permukaan tanah maka akan teroksidasi dan terbentuklah senyawa ferri sulfat dan
asam sulfat. Terbentuknya asam sulfat tersebut mengakibatkan tanah bereaksi sangat masam
dan hal ini dapat menyebabkan meningkatnya aluminium yang berbahaya bagi pertumbuhan
tanaman. Dalam suasana anaerob pirit tidak membahayakan bagi tanaman dan bersifat stabil.
Sedangkan dalam suasana yang sangat masam atau PH 3,0 maka pirit akan terurai menjadi
FE2+ dan S elementer.

B.Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap derajat keasaman tanah.
2) Mengetahui pengaruh pH terhadap kesuburan tanah
3) Dapat menentukan jenis tanah yang cocok untuk pertanian, berdasarkan nilai pH tanah.
4) Mengetahui hubungan pH dan pirit.
II.TINJAUAN PUSTAKA

Reaksi tanah menunjukkan sifat keasaman dan kebasaan tanah yang dinyatakan dengan nilai
pH. (Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo, 1985) pH tanah adalah suatu ukuran aktivitas ion
hydrogen dalam larutan air tanah dan dipakai sebagai ukuran keasaman tanah. Sebetulnya
keasaman dan kebasaan tanah merupakan pencerminan kadar, baik ion H+ maupun ion OH-.
Kadar ion H+ biasanya dinyatakan dalam besaran pH, yaitu log negative H+, yang kadar
H+ dinyatakan dalam satuan g per liter. Didalam tanah selain ion H + ditemukan pula ion OH-,
yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+. Pada tanah – tanah yang asam,
jumlah ion H+ lebih tinggi dari pada jumlah ion OH-.
Sedangkan pada tanah alkalis, kandungan OH- lebih banyak dibandingkan ion H+. Bila
kandungan OH- sama dengan H+ maka tanah bereaksi netral, yaitu mempunyai pH = 7.
(Hardjowigeno, 1995)
Nilai pH berkisar dari 0 – 14. Dengan pH 7 disebut netral sedang pH kurang dari 7 disebut
asam, dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Besaran nilai pH tersebut
didasarkan atas besarnya konstanta disosiasi air murni, yaitu:
HOH
H+ + OH-
H+ + OH- = 1.10-14 = konstan
Penentuan nilai pH dapat dikerjakan secara elektrometrik dan kalorimetrik. Baik
dilaboratorium maupun dilapangan. Elektrometrik reaksi tanah ditentukan antara lain dengan
pH meter, sedangkan kalorimetrik dapat dikerjakan
dengan kertas pH dan larutan pH universal. Biasanya nilai pH yang lebih besar
dari 7 menunjukkan adanya karbonat – karbonat Ca atau Mg yang bebas, tanah
yang mempunyai lebih tinggi dari 8,5 hampir selalu mengundang sejumlah Na
yang dapat ditukarkan (Hardjowigeno, 1995)
(Menurut Notohadiprawiro, 1985) tanah dapat dipilahkan berdasarkan
reaksi tanah atau pH sebagai berikut:
Reaksi Tanah pH
Luar biasa asam <4
Sangat Asam 4,0 – 5,0
Asam 5,0 – 6,0
Agak Asam 6,0 – 7,0
Agak basa 7,0 – 8,0
Basa 8,0 – 9,0
Sangat basa 9,0 – 10
Luar biasa Asam > 10

Walaupun demikian pH tanah umumnya berkisar dari 3,0 – 9,0. Di Indonesia umumnya tanah
bereaksi asam dengan pH 6,0 – 6,5 sering dikatakan cukup netral, meskipun masih agak asam.
Tanah permukaan dikawasan kering dicirikan oleh pH 7,0 sampai 9,0. Disini sebagian basa
ada yang membentuk garam yang mengendap berupa CaCO3, Na2CO3 dan NaCl. Garam –
garam ini menjadi cadangan kation basa yang dapat mempertahankan kejenuhan basa tinggi
pada kompleks jerapan.
Keasaman atau kebasaan tanah bersumber dari sejumlah senyawa. Air adalah sumber kecil ion
H karena disosiasi molekul H2O lemah. Sumber – sumber besar adalah asam – asam organic
dan anorganik. Proses yang menghasilkan ion H+ adalah respirasi akar dan jasad penghuni
tanah, perombakan bahan organic, pelarutan CO2 udara dalam lengas tanah, hidrolisis Al,
nitrifikasi, oksidasi N2, oksidasi S, dan pelarutan, serta penguraian pupuk kimia. Sedangkan
sumber – sumber kebasaan adalah garam – garam basa, amonifikasi, dan hasil batuan basa,
ultrabasa.
(Menurut Hardjawigeno, 1995) pentingnya mengetahui pH adalah :
1. Menentukan mudah tidaknya unsure-unsur hara diserap tanaman. Pada umumnya unsure
hara mudah diserap tanaman pada pH sekitar 7 atau pH netral. Karena pada pH tersebut
kebanyakan unsure hara mudah larut dalam air. Pada tanah masam unsure P tidak dapat
diserap tanaman karena diikat atau difiksasi oleh unsure Al. Sedangkan pada tanah alkalis
unsure P juga tidak dapat diserap tanaman karena difiksasi oleh Ca
2. Menunjukkan kemungkinan adanya unsure-unsur beracun.
 Pada reaksi tanah asam, unsure-unsur juga menjadi mudah larut, sehingga ditemukan
unsure mikro dalam jumlah yang banyak. Sedangkan kebutuhan tanaman akan unsure
mikro sangatlah sedikit.
 Pada tanah-tanah rawa, pH yang terlalu rendah (sangat asam) menunjukkan kandungan
sulfat yang tinggi, yang juga merupakan racun bagi tanaman.
 Tanah yang terlalu basa juga sering mengandung banyak garam-garam yang terlalau
tinggi, yang juga dapat menjadi racun bagi tanaman.
3. Mempengaruhi perkembangan mikroorganisme
 Bakteri berkembang baik pada pH 5,5 atau lebih,
sedangkan pada pH kurang dari 5,5 perkembangannya sangat terhambat.

Untuk mengubah pH tanah dapat dilakukan dengan cara :


1. Tanah yang terlalu asam dapat dinaikkan pHnya dengan menambah unsure kapur
didalamnya.
2. Tanah yang terlalu basa dapat diturunkan pHnya dengan menambahkan unsure
belerang kedalamnya.

Mineral pirit (FeS2) juga disebut besi belerang. Sering pula disebut dengan emas orang tolol
lantaran warnanya yang kuning kecoklatan cemerlang ketika tertima sinar Matahari. Pirit ini
termasuk kelompok mineral sulfida. Menurut Doddy Setia Graha (1987:231) yang juga
dibenarkan oleh Adi Susilo, P.Hd dalam paparan tentang Batuan dan Mineral pada MGMP
Geografi SMA Kabupaten Malang, Januari 2011 bahwa pirit memiliki karakteristik sebagai
berikut: sistem kristal kubus; belahan tidak ada; kekerasan 6–6,5; berat jenis 5,01; kilap
logam (metallic); warna kuning terang muda; gores/cerat hitam kehijauan; optik opak, krem
muda–kuning, isotrop. Mineral ini di alam ditemukan pada sebagian mineral sulfida yang
terbanyak dan terluas di dalam batuan hampir semua umur. Pirit ditemukan dalam urat-urat
endapan bersuhu rendah sampai tinggi dalam batuan beku dan pegmatit, batuan sedimen, dan
batuan metamorf.
Pirit (dan Markasit) merupakan mineral sulfida yang paling umum dijumpai pada batubara.
Kedua jenis mineral ini memiliki komposisi kimia yang sama (FeS2) tetapi berbeda pada
sistem kristalnya. Pirit berbentuk isometrik sedangkan Markasit berbentuk orthorombik
(Taylor G.H, et.al., 1998).
Pirit (FeS2) merupakan mineral yang memberikan kontribusi besar terhadap kandungan sulfur
dalam batubara, atau lebih dikenal dengan sulfur piritik (Mackowsky, 1943 dalam Organic
petrology, 1998). Berdasarkan genesanya, pirit pada batubara dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu :
1. Pirit Syngenetik, yaitu pirit yang terbentuk selama proses penggambutan (peatification). Pirit
jenis ini biasanya berbentuk framboidal dengan butiran sangat halus dan tersebar dalam
material pembentuk batubara (Demchuk, 1992 dalam international journal of coal geology,
1992).
2. Pirit Epigenetik, yaitu pirit yang terbentuk setelah proses pembatubaraan. Pirit jenis ini
biasanya terendapkan dalam kekar, rekahan dan cleat pada batubara serta biasanya bersifat
masif. (Mackowsky, 1968; Gluskoter, 1977; Frankie and Howe, 1987 dalam international
journal of coal geology, 1992). Umumnya pirit jenis ini dapat diamati sebagai pirit pengisi
cleat pada batubara.
Pirit dapat terbentuk sebagai hasil reduksi sulfur primer oleh organisme dan air tanah yang
mengandung ion besi. Bentuk pirit hasil reduksi ini biasanya framboidal dengan sumber sulfur
yang tereduksi kemungkinan terdapat dalam material yang terendapkan bersama batubara.
Terbentuknya pirit epigenetik sangat berhubungan dengan frekuensi cleat / rekahan karena
kation-kation yang terlarut (dalam hal ini ion Fe) akan terbawa ke dalam batubara oleh aliran
air tanah melalui cleat tersebut dan selanjutnya bereaksi dengan sulfur yang telah tereduksi
untuk kemudian membentuk pirit (Demchuk T.D, dalam International Journal of Coal
Geology, 1992).
IV.PEMBAHASAN
Pada daerah iklim Tropis Basah, pengasaman tanah adalah  proses alamiah (natural).
Keasaman tanah ditentukan oleh kadar atau kepekatan ion hidrogen di dalarn tanah tersebut.
Bila kepekatan ion hidrogen di dalam tanah terlalu tinggi maka tanah akan bereaksi asam.
Sebaliknya, bila kepekatan ion hidrogen terIalu rendah maka tanah akan bereaksi basa.
Kemasaman tanah merupakan salah satu masalah utama bagi pertumbuhan tanaman. Pada
tanah bereaksi atau pH sangat masam, yaitu pH lebih rendah dari 4,5, maka dalam sistem
tanah akan terjadi perubahan kimia sebagai berikut:
(a) Aluminium menjadi lebih larut dan beracun untuk tanaman.
(b) Sebagian besar hara tanaman menjadi kurang tersedia bagi tanaman, sedangkan beberapa
hara mikro menjadi lebih larut dan beracun.
Masalah-masalah ini tersebar luas di daerah tropis basah yang telah mengalami pelapukan
lanjut. Menurut Sanchez dan Logan (1992), bahwa sepertiga dari daerah tropis, atau 1,7miliar
hektar, adalah tanah bereaksi asam dengan tingkat kelarutan aluminium cukup tinggi sehingga
menjadi racun bagi tanaman. Adapun pengaruh negatif dari kemasaman tanah terhadap
tanaman adalah sebagai berikut:
(a). penurunan ketersediaan unsur hara bagi tanaman
(b). meningkatkan dampak unsur beracun
(c). penurunan hasil tanaman
(d). mempengaruhi fungsi penting biota tanah yang bersimbiosis dengan tanaman seperti
fiksasi nitrogen oleh Rhizobium.
Tanah mineral masam banyak dijumpai di wilayah beriklim tropika basah, termasuk
Indonesia. Luas areal tanah bereaksi asam seperti podsolik, ultisol, oxisols dan spodosol,
masing-masing sekitar 47,5, 18,4, 5,0 dan 56,4 juta ha atau seluruhnya sekitar 67% dari luas
total tanah di Indonesia (Nursyamsi et al, 1996). Luasnya tanah
masam tersebut sebenarnya mempunyai potensi yang besar untuk pengembangan usaha
pertanian, tetapi sampai sekarang masih belum dapat dimanfaatkan secara maksimal
mengingat beberapa kendala yang terdapat pada tanah masam. Tanah ordo bersifat  lain yang
bersifat masam adalah inseptisol dan entisol.
Tanah memiliki konsep keasaman , konsep kemasaman tanah  merupakan salah satu prinsip
dasar kimia tanah yang mengindikasikan reaksi tanah. Tanah bereaksi netral jika ber pH 7,0.
Jika pH tanah > 7,0 merupakan tanah bereaksi basa atau disebut tanah alkali. jika pH tanah
lebih rendah dari 7,0 disebut tanah masam. Kedua kondisi ekstrem, yaitu: terlalu asam dan
terlalu basa merupakan kondisi yang sangat merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Akan tetapi, ada beberapa reaksi kimia di alam yang terjadi dalam kondisi pH netral.
Kriteria Kemasaman Tanah (pH) Pengelompokan kemasaman tanah berbeda dengan
pengelompokkan terhadap sifat kimia tanah lain, karena untuk kemasaman tanah (pH)
dikelompokkan dalam enam kategori berikut
1.) Sangat masam untuk pH kurang dari 4,5
2.) Masam untuk pH tanah berkisar antara 4,5 s/d 5,5
3.) Agak masam untuk pH tanah berkisar antara 5,6 s/d 6,5
4.) Netral untuk pH tanah berkisar antara 6,6 s/d 7,5
5.) Agak alkalis untuk pH tanah berkisar 7,6 s/d 8,5
6.) Alkalis untuk tanah dengan pH lebih besar dari 8,5
Kemasaman Tanah dapat terjadi karena adanya  air hujan, ada kekhawatiran tentang hujan
asam, tetapi hampir semua hujan adalah ber pH rendah (asam). Air Hujan murni yang tidak
mengandung bahan pencemar pada dasarnya adalah air distilasi. Air hujan ini yang dalam
kesetimbangan dengan atmosfer akan memiliki pH sekitar 5,6 karena pelarutan karbon
dioksida di dalam air.Ketika air hujan murni berada dalam kesetimbangan dengan karbon
dioksida, maka konsentrasi ion hidrogen yang dihasilkan menyebabkan pH 5,6. Selain itu
keasaman tanah juga disebabkan oleh adanya  respirasi akar tanaman juga menghasilkan
karbon dioksida karena proses respirasi akar, dan selama periode pertumbuhan aktif akar
dapat menyebabkan karbon dioksida di tanah yang konsentrasinya lebih tinggi beberapa kali
dari di atmosfer, sehingga terjadi peningkatan jumlah karbon dioksida terlarut dalam air tanah
dan menyebabkan peningkatan keasaman tanah atau pH menjadi lebih rendah.Pupuk juga
dapat menjadi penyebab keasaman tanah karbon dioksida bukan satu-satunya sumber ion
hidrogen dalam tanah, namun. Pada tanah yang dikelola, pupuk dapat menjadi sumber utama
ion hidrogen. Faktor Pupuk (Pupuk Amonium dan Pupuk Mono Kalsium Fosfat). Pupuk
Amonium, pupuk modern biasanya menggunakan amonium sebagai sumber nitrogen, akan
tetapi oksidasi ammonium dihasilkan ion nitrat dan ion hidrogen sehingga menyebabkan
pengasaman tanah.
Dengan kata lain, dua atom hidrogen dihasilkan setiap molekul ammonium teroksidasi. Pupuk
Mono Kalsium Fosfat yang sering digunakan sebagai salah satu komponen pupuk juga
menjadi faktor penyebab terjadinya proses pengasaman tanah (meskipun lebih rendah
daripada amonium). Senyawa ini akan terhidrolisis dalam air membentuk fosfat bikalsium dan
Asam fosfat ,Asam fosfat terdisosiasi sangat cepat seiring dengan peningkatan pH dari 3,0
menjadi lebih dari 7.0.
Secara umum ion hidrogen (H+) ketiga tersebut akan terlarut pada pH di atas netral, sehingga
tidak termasuk faktor penyebab pengasaman tanah. Akan tetapi, kedua ion hidrogen ( H+)
yang sudah terlarut dalam kisaran pH tanah asam, termasuk faktor penyebab kemasaman
tanah. Ketika pupuk fosfor diberikan dalam lubang tugal, maka H 3PO4 terdisosiasi dalam
tanah sehingga terjadi nilai pH yang sangat rendah didekat pupuk tersebut. Tingkat keasaman
ini akan secara bertahap menyebar kedalam tanah sekitar lokasi pupuk . menurut Lindsay dan
Stephenson (1959), nilai pH 1,5 dapat ditemukan segera di  zona sekitar pupuk tersebut.Dari
ketiga factor tersebut ternyata reaksi oksidasi juga berpengaruh terhadap terjadinya keasaman
tanah. Reaksi oksidasi yang menghasilkan ion hidrogen dapat menyebabkan terjadinya
pengasaman tanah . Semua reaksi oksidasi dalam tanah yang menghasilkan ion hidrogen dapat
menyebabkan terjadinya pengasaman tanah.Salah satu reaksi pengasaman paling efektif
adalah oksidasi sulfur anorganik. Belerang biasanya digunakan jika tanah memiliki pH lebih
tinggi dari yang diinginkan, sehingga diperlukan upaya penurunan pH tanah.Misalnya, Reaksi
oksidasi pirit yang terjadi pada tanah rawa yang diangkat sehingga terjadi reaksi oksidasi dari
pirit tanah tersebut. Bahan Organik juga menjadi penyebab keasaman tanah.Berbagai macam
bahan organik juga dapat menyebabkan pengasamkan tanah. Kemampuan pengasamannya
tergantung pada jenis tanaman sebagai sumber bahan organik tersebut. Beberapa tanaman
mengandung asam organik dalam jumlah yang sangat berbeda dengan tanaman lainnya. Asam
organik hasil dekomposisi bahan organik menyebabkan pengasaman tanah. Bahan organik
yang berasal dari tanaman dengan kandungan basa-basa rendah juga menyebabkan terjadinya
sedikit pengasaman tanah. Bahan organik yang berasal dari tanaman dengan kandungan basa-
basa kurang mencukupi kebutuhan mikrobia pendekomposernya, menyebabkan mikrobia
tersebut menyerap basa-basa keperluannya dari sistem tanah, sehingga basa-basa tanah seperti
kalsium dan magnesium terkuras dari tanah maka menyebabkan terjadinya pengasaman tanah.
Pertumbuhan tanaman juga berkontribusi dalam pengasaman tanah, proses penyerapan hara
utama (kalium, kalsium dan magnesium) disertai pertukaran dengan ion hidrogen sehingga
menyebabkan terjadinya pengasaman tanah.
Jenis Tanaman tertentu juga mempengaruhi pengasaman tanah. Contohnya adalah tanaman
Legumninosa. Selama masa pertumbuhan tanaman Leguminosa terjadi penyerapan anion dan
kation dengan perbandingan yang tidak seimbang, sehingga lebih mengasamkan tanah.
Tanaman leguminosa menyerap hara nitrogen dari hasil fiksasi mikrobia yang bersimbiosis
dengannya. Tanaman non-leguminosa menyerap nitrogen dari sistem tanah dan penyerapan ini
dalam kondisi yang seimbang dengan penyerapan kation-kation basa, sehingga lebih sedikit
pertukaran dengan ion maka sedikit menyebabkan pengasaman tanah.
Reaksi tanah atau pH tanah merupakan ukuran kemasaman tanah atau kebasaan tanah. Tanah
ber pH 7 adalah tanah bereaksi netral, tanah ber pH > 7 adalah tanah bereaksi basa dan tanah
ber pH lebih rendah dari 7 merupakan tanah bereaksi asam atau yang dikenal sebagai tanah
masam (acid soils).Reaksi tanah atau pH tanah dapat diukur baik dengan menggunakan
pelarut air (pHw) atau bisa juga dengan menggunakan pelarut kalsium klorida (pHCa),
sehingga pH hasil pengukuran akan bervariasi tergantung dari metode pelarut yang
digunakan.Sebagai aturan umum, Nilai pH yang diukur dengan pelarut kalsium klorida adalah
lebih rendah 0,7 satuan unit pH daripada nilai pH yang diukur dengan pelarut air .
Ketika laboratorium mengukur pH tanah Anda, maka sangatlah penting diketahui bahwa
mereka menetapkan dengan menggunakan metode pelarut air atau pelarut kalsium klorida
karena hasil penetapan pH dari kedua metode tersebut akan berbeda.Untuk tanah yang
bereaksi asam, pilihan pengelolaan yang paling praktis adalah menambahkan kapur untuk
mempertahankan status pH tanah saat ini atau meningkatkan pH tanah lapisan atas (top soil).
pH tanah sangat berhubungan erat dengan senyawa pirit. Dapat dilihat dari kandungan
senyawa pirit (FeS2) yang terdapat dalam tanah sulfat asam yang banyak di jumpai di daerah
rawa, baik pada pasang surut maupun lebak. Mikroorganisme sangat berperan dalam
pembentukan tanah tersebut. Pada kondisi tergenang senyawa tersebut bersifat stabil, namun
bila telah teroksidasi maka akan memunculkan problem, bagi tanah, kualitas kimia perairan
dan biota-biota yang berada baik di dalam tanah itu sendiri maupun yang berada di badan-
badan air, dimana hasil oksidasi tersebut tercuci ke perairan tersebut. Mensvoort dan Dent
(1998) menyebutkan bahwa senyawa pirit tersebut merupakan sumber masalah pada tanah
tersebut.Dilihat luasan, topografi dan ketersediaan air, lahan tersebut sebenarnya mempunyai
potensi untuk pengembangan tanaman pangan dan tahunan. Di Indonesia, diperkirakan
terdapat sekitar 6,7 ha lahan berpirit tersebut, yang tersebar di pulau Kalimantan, Sumatera,
dan Irian (Nugroho et al., 1992). Topografi termasuk kategori datar (<3%) style=”"> air yang
bervariasi tergantung tipe luapan air. Sebagian lahan tersebut telah dibuka untuk pemukiman
transmigrasi, dan ditanami padi, palawija dan buah-buahan dengan hasil yang bervariasi, dan
umumnya dibawah potensi produksi tanaman.Pembukaan lahan pada tanah tersebut selalu
dibarengi dengan pembuatan saluran air untuk kepentingan transportasi dan dranase/irigasi
kawasan tersebut. Tapi dalam kenyataannya, pengelolaan air tak terkendali dengan baik.
Permukaan air tanah turun di bawah permukaan lapisan pirit, terutama pada musim kemarau.
Akibatnya terjadi oksidasi senyawa pirit, yang menghasilkan asam sulfat, membuat pH tanah
sangat masam. Kemasaman yang rendah tersebut berdampak negatif terhadap sifat kimia
tanah dan aktivitas mikroba tanah. Tanah-tanah yang sudah teroksidasi ini, bila tergenang
pada musim hujan, akan terjadi proses reduksi. Proses tersebut meningkatkan pembentukan
besi ferro dan sulfida, yang dapat meracuni tanaman padi.
IV.KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
1. pH tanah adalah log dari harga kebalikan konsentrasi ion hydrogen dan dalam air terjadi
disosiasi.
2. Pada pH tanah netral berkisar antara 6,6 – 7,5 unsur yang tersedia adalah K, Mg. Ca dan
Mn.
3. Tanah yang terlalu asam dapat dinaikkan pHnya dengan menambah unsure kapur
didalamnya.
4. Tanah yang terlalu basa dapat diturunkan pHnya dengan menambahkan unsure belerang
kedalamnya.
5. Pirit memiliki karakteristik sebagai berikut: sistem kristal kubus; belahan tidak ada;
kekerasan 6–6,5; berat jenis 5,01; kilap logam (metallic); warna kuning terang muda;
gores/cerat hitam kehijauan; optik opak, krem muda–kuning, isotrop
6. Pirit dapat terbentuk sebagai hasil reduksi sulfur primer oleh organisme dan air tanah yang
mengandung ion besi.

B. Saran
Untuk menyempurnakan makalah ini penulis mengaharapkan kritik dan saran dari pembaca
yang membangun karena penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA

Hardjowigwno.1995.http://www.scribd.com/doc/28752453/pengukuran-derajat-Keasaman-
Dengan-pHmeter. Diakses pada tanggal 4mei 2011.

Notohadiprawiro.1985.http://www.scribd.com/doc/2852453/Pengukuran-Derajat-Keasaman-
Dengan-pHmeter. Diakses pada tanggal 4 mei 2011.

Setia Graha, Doddy. 1987. Batuan dan Mineral. Bandung: Nova.

Susilo, Adi. 2011. Presentasi tentang Batuan dan Mineral. Malang: Tidak Diterbitkan.

Taylor G.H, et.al.1998.http://achmadinblog.wordpress.com/2010/03/24/Ganesa sulfur- pada-


batubara/. Diakses pada tanggal 1 Mei 2011.

Demchuk.1992. http://achmadinblog.wordpress.com/2010/03/24/ganesa sulfur- pada-


batubara/. Diakses pada tanggal 1 Mei 2011.

Anda mungkin juga menyukai