Anda di halaman 1dari 77

PENGARUH PEMANASAN BERULANG (TYNDALISASI) SAUS SPAGHETTI

IKAN TUNA (Thunnus obesus) TERHADAP DAYA TERIMA DAN PENDUGAAN


UMUR SIMPAN DENGAN METODE AKSELERASI MODEL
PERSAMAAN ARRHENIUS

Influence of The Recurrent Heating (Tyndalization) of Tuna (Thunnus obesus)


Spaghetti Sauce on The Acceptance and Estimation of Shelf Life with Acceleration
Method of Arrhenius Equation Model

OLEH:

NUR SAKINAH

G311 13 001

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

i
HALAMAN PENGAJUAN

PENGARUH PEMANASAN BERULANG (TYNDALISASI) SAUS SPAGHETTI


IKAN TUNA (Thunnus obesus) TERHADAP DAYA TERIMA DAN PENDUGAAN
UMUR SIMPAN DENGAN METODE AKSELERASI MODEL
PERSAMAAN ARRHENIUS

Influence of The Recurrent Heating (Tyndalization) of Tuna (Thunnus obesus)


Spaghetti Sauce on The Acceptance and Estimation of Shelf Life with Acceleration
Method of Arrhenius Equation Model

OLEH:

NUR SAKINAH

G311 13 001

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Departemen Teknologi Pertanian

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

ii
Scanned by CamScanner
NUR SAKINAH (G31113001). Pengaruh Pemanasan Berulang (Tyndalisasi) Saus
Spaghetti Ikan Tuna (Thunnus obesus) Terhadap Daya Terima dan Pendugaan Umur
Simpan Dengan Metode Akselerasi Model Persamaan Arrhenius
Dibawah bimbingan: Dr. Ir. Mariyati Bilang, DEA dan Prof. Dr. Ir. H. Jalil Genisa, MS

ABSTRAK

Saus spaghetti ikan tuna merupakan hasil olahan tomat (Lycopersicum esculentum) dengan
penambahan ikan tuna dan bumbu lainnya sebagai penyedap yang memiliki cita rasa yang
khas dan dijadikan pelengkap saat menyantap spaghetti. Penelitian ini terbagi menjadi dua
tahap, tahap penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui perlakuan terbaik saus
spaghetti ikan tuna yang diberi perlakuan pemanasan berulang 1 sampai dengan 3 kali
pemanasan dimana selang waktu 24 jam untuk setiap kali pemanasan, dengan kriteria hasil
uji organoleptik (warna, rasa, dan aroma) dan total mikroba. Dari hasil penelitian
pendahuluan diperoleh perlakuan saus spaghetti terbaik adalah perlakuan A2 dengan 2 kali
pemanasan. Penelitian utama pada penelitian ini bertujuan untuk menentukan umur simpan
sampel saus spaghetti ikan tuna terbaik dengan menggunakan metode akselerasi model
Arrhenius. Produk disimpan dalam 3 suhu yang berbeda yaitu suhu 310C, 380C dan 450C.
Analisa dan parameter yang digunakan adalah pengukuran pH, total mikroba, total asam
tertitrasi, tingkat kecerahan warna dan organoleptik yang meliputi aroma dan rasa. Hasil
analisis biologi yaitu TPC sebagai parameter kunci, umur simpan saus spaghetti ikan tuna
adalah 78 hari atau 2,6 bulan sedangkan dari analisis fisik (organoleptik) yaitu rasa sebagai
parameter kunci, umur simpan saus spaghetti ikan tuna adalah 267 hari atau 8,9 bulan.

Kata Kunci: Tomat, Ikan Tuna, Saus Spaghetti, Arrhenius.

iv
NUR SAKINAH (G31113001). Influence of The Recurrent Heating (Tyndalization) of
Tuna (Thunnus obesus) Spaghetti Sauce on The Acceptance and Estimation of Shelf Life
with Acceleration Method of Arrhenius Equation Model
Dibawah bimbingan: Dr. Ir. Mariyati Bilang DEA dan Prof. Dr. Ir. H. Jalil Genisa, MS

ABSTRACT

Spaghetti sauce of tuna is a processed product of tomato (Lycopersicum esculentum) with


the addition of tuna and added some seasoning. It has a typical taste and as a complement
to eat spaghetti. This research was divided into two stages, the preliminary research stage
aimed to find out the best treatment of tuna spaghetti sauce which was treated with recurrent
heating 1 to 3 times of heating wherein interval 24 hours for each time of heating, with the
criteria was organoleptic test results (color, flavor, and flavour) and total microbes. From
the preliminary research results obtained the best spaghetti sauce treatment has A2
treatment with 2 times heating. The main research in this study aimed to determine the shelf
life of the best sample by using the Arrhenius model acceleration method. The product has
stored in 3 different temperatures at 310C, 380C and 450C. Analyzes and parameters used
were pH measurement, total microbes, total titrated acids, color and organoleptic brightness
levels that include aroma and taste. The result of microbial analysis was TPC as the key
parameter, the shelf life of tuna spaghetti sauce was 78 days or 2.6 months while from
physical analysis (organoleptic) that has the flavor as the key parameter, the age of tuna
spaghetti sauce was 267 days or 8.9 months.

Keywords: Tomato, Tuna, Spaghetti Sauce, Arrhenius.

v
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahim…..

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subahanahu wa Ta’ala yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini. Shalawat serta salam untuk baginda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wasallam
beserta para keluarga Beliau, para sahabat, tabi’in dan tabi’u-tabi’in dan orang-orang yang
berpegang teguh di atas sunnah Beliau hingga akhir zaman. Skripsi dengan judul Pengaruh
Pemanasan Berulang (Tyndalisasi) Terhadap Daya Terima dan Pendugaan Umur
Simpan Saus Spaghetti Ikan Tuna (Thunnus obesus) dengan Metode Akselerasi Model
Persamaan Arrhenius merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
program studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Teknologi pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Penyusunan skripsi ini melalui banyak hambatan baik dari luar maupun dari penulis
sendiri. Namun dengan doa, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat
mengatasinya. Penulis juga memohon maaf apabila dalam skripsi ini terdapat kesalahan atau
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
skripsi ini dapat menjadi lebih baik.
Penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Dr. Ir. Mariyati Bilang, DEA dan Prof. Dr. Ir. H. Jalil Genisa, MS selaku pembimbing
yang telah banyak memberikan bimbingan, kritikan, arahan, saran serta motivasi kepada
penulis selama penyusunan skripsi ini. Tak lupa pula ucapan dan terima kasih kepada
Prof. Dr. Ir. Hj. Mulyati M. Tahir, MS dan Muhammad Asfar, S.TP, MS yang telah
meluangkan waktunya selaku penguji guna memberikan masukan dan petunjuk demi
kesempurnaan skripsi ini.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada para staff dan
dosen di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan yang memberikan banyak ilmu. Semoga
skripsi ini dapat membantu bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang
pangan.

Makassar, Mei 2018

Penulis

vi
UCAPAN TERIMA KASIH

Melalui kesempatan yang berharga ini penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih
kepada :

1. Dekan Fakultas Pertanian dan para Wakil Dekan, Karyawan dan Staf dalam lingkup
Fakultas Pertanian.
2. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian dan Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi
Pangan Jurusan Teknologi Pertanian yang telah banyak memberikan pengetahuan
kepada penulis selama menempuh pendidikan.
3. Ibunda Lili Nafiana dan Ayahanda Syamsul Bahri tercinta yang tak henti-hentinya
mengiringi doa untuk setiap langkah anak-anaknya serta dukungan moril dan materil
yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan jenjang pendidikan ini.
Terima kasih kepada kakakku tercinta Muhammad Arief dan Khadijah yang turut
memberikan semangat dan dukungan materil selama menempuh pendidikan dan adikku
terkasih Nur Azizah dan Muhammad Ikhsan.
4. Puang Uccang dan Puang Hana yang juga memberikan semangat dan dukungan baik
moril dan materil. Terima kasih pula kepada keluarga besar Baji Ampe yang telah
menjadi keluarga kedua penulis selama menempuh pendidikan di Makassar.
5. Murobiyah terkasih karena Allah kak Sri Rahayu Madiana S.TP serta teman halaqah
tarbiyah Hasrah, Ummi, Darma, Ferty, Lulu, Kiki, Indah, Anni yang telah memberikan
banyak pelajaran hidup dan memberikan ruang kepada penulis untuk menghilangkan
kepenatan selama penyusunan skripsi ini
6. Saudara-saudari tercintah ITP 2013 Hasrah, Nabila Mukmininah Jibril, Silvi Sutri,
Nurmadiah, Darmayanti, Lulu, Wahyuni, Kurniati, Marselia, Rahma, Riapunzel,
Nurfadilla, Dwi Multi, Pratiwi, Andi Asril, Ervan, Sarah, Olphi, Gismawaty, Chadijah,
Aisyah, Ulfa, Yayan. Kamel, Nadya, La Ode, Irdhan, Ogi, Ardhy, Zulfikar. Terima kasih
atas dukungan, cinta kasih, pengalaman berharga untuk pendewasaan diri dan selalu setia
menemani selama 4 tahun lebih dikala susah dan senang serta menjadi saudara terdekat
selama penulis duduk dijenjang kuliah.
7. Saudara-saudari seperjuangan penulis RANTAI 2013.
8. Kak Yuli yang selalu membantu penulis dari awal duduk dibangku kuliah hingga
penyusunan skripsi selesai. Terima kasih atas semangat dan dukungannya selama ini.
semoga Allah memberikan balasan terbaik.

vii
9. Kanda dan Adinda dari KMJ TP UH yang tidak bisa penulis jabarkan satu per satu.
Terima kasih atas semangat, moril dan tenaga mulai dari awal penulis menjadi
mahasiswa di Universitas Hasanuddin hingga menyelesaikan skripsi ini.
10. Serta seluruh pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Terima kasih atas doa dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama menempuh
pendidikan di Universitas Hasanuddin.

Syukron, Jazakallah Khairan……

viii
RIWAYAT HIDUP PENULIS

NUR SAKINAH lahir di Pontianak, tanggal 10 Agustus 1995 merupakan

anak ketiga dari lima bersaudara hasil pernikahan pasangan Syamsul

Bahri dan Lili Nafiana. Pendidikan formal yang pernah dijalani yaitu:

TK Aisyiah Pontianak (2000-2001), Madrasah Ibtidaiyyah Negeri Teladan

Pontianak (2001-2007), Madrasah Tsanawiyyah Darussalam Sengkubang (2007-2010),

Madrasah Aliyah Persis 99 Rancabango Garut (2010-2013). Tahun 2013 penulis diterima

dengan Jalur SNMPTN di Perguruan Tinggi Negeri Universitas Hasanuddin Program Strata

Satu (S1) dan tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan,

Departemen Teknologi Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai

Pengurus di Dewan Perwakilan Anggota Teknologi Pertanian periode 2014-2015, dan aktif

sebagai Pengurus Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian periode 2015-2016 dan

periode 2016-2017.

ix
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... xiv
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................................. xv
I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
I. 1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
I. 2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 3
I.3 Tujuan dan Kegunaan ................................................................................................... 3
II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 4
II. 1 Saus Spaghetti ............................................................................................................. 4
II. 2 Tomat (Lycopersicon esculentum Miil) ...................................................................... 5
II. 3 Ikan Tuna (Thunnus obesus) ...................................................................................... 6
II. 4 Tyndalisasi ................................................................................................................. 7
II. 5 Faktor –faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Panas Mikroba ............................... 8
II. 6 Pendugaan Umur Simpan ......................................................................................... 11
II. 7 Model Arrhenius ...................................................................................................... 14
III. METODE PENELITIAN .............................................................................................. 15
III.1 Waktu dan Tempat ................................................................................................... 15
III.2 Alat dan Bahan Penelitian........................................................................................ 15
III.3 Tahapan Penelitian ................................................................................................... 15
III.3.1 Penelitian Pendahuluan ..................................................................................... 15
III.3.1.1 Pembuatan Saus Spaghetti Ikan Tuna ............................................................ 15
III.3.2 Penelitian Utama ............................................................................................... 17
III.4 Desain Penelitian ..................................................................................................... 20
III.5 Parameter Pengamatan ............................................................................................. 20
III.6 Analisis Data ............................................................................................................ 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................... 24
IV. 1 Penelitian Pendahuluan........................................................................................... 24
IV.1.1 Pengujian Organoleptik..................................................................................... 24
IV.1.1.1 Rasa ................................................................................................................ 24
IV.1.1.2 Aroma............................................................................................................. 25
IV.1.2 Total Asam Tertitrasi ........................................................................................ 26
x
IV.1.3 pH (Derajat Keasaman) ..................................................................................... 26
IV.1.4 Total Mikroba ................................................................................................... 27
IV. 2 Pemilihan Perlakuan Terbaik .................................................................................. 29
IV.3 Perubahan Mutu Saus Spaghetti Ikan Tuna pada Beberapa Suhu Selama
Penyimpanan ............................................................................................................ 30
IV. 3. 1 Uji Organoleptik ............................................................................................. 30
IV. 3. 1. 1 Aroma.......................................................................................................... 30
IV. 3. 1. 2 Rasa ............................................................................................................. 33
IV. 3. 2 Analisis pH ...................................................................................................... 37
IV. 3. 3 Total Mikroba ................................................................................................. 40
IV. 3. 4 Total Asam Tertitrasi ...................................................................................... 43
IV. 3. 5 Analisis Warna ................................................................................................ 44
IV. 4 Pendugaan Umur Simpan ....................................................................................... 45
V PENUTUP ....................................................................................................................... 50
V. 1 Kesimpulan .............................................................................................................. 50
V. 2 Saran ........................................................................................................................ 50
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 51
LAMPIRAN ........................................................................................................................ 54

xi
DAFTAR TABEL

N0. Teks Halaman


1 Kandungan Gizi Buah Tomat Segar (per 100 gram) 6
2 Penentuan Suhu Pengujian Umur Simpan Produk 13
3 Hasil Perhitungan Koloni Total Mikroba Saus Spaghetti Ikan Tuna 28
4 Hasil Penilaian Rata-Rata Skor Aroma Saus Spaghetti Ikan Tuna 31
Nilai slope, intercept dan kolerasi dari persamaan regresi linear
5 32
parameter aroma pada orde nol
Nilai slope, intercept dan kolerasi dari persamaan regresi linear
6 32
parameter aroma pada orde satu
7 Nilai Ln K dan 1/t Orde Nol Pada Parameter Aroma 32
8 Nilai Ln K dan 1/t Orde Satu Pada Parameter Aroma 33
9 Hasil Penilaian Rata-Rata Skor Rasa Saus Spaghetti Ikan Tuna 34
Nilai slope, intercept dan kolerasi dari persamaan regresi linear
10 35
parameter rasa pada orde nol
Nilai slope, intercept dan kolerasi dari persamaan regresi linear
11 35
parameter rasa pada orde satu
12 Nilai Ln K dan 1/t Orde Nol Pada Parameter Rasa 36
13 Nilai Ln K dan 1/t Orde Satu Pada Parameter Rasa 36
14 Hasil Pengukuran Rata-Rata pH Saus Spaghetti Ikan Tuna 37
Nilai slope, intercept dan kolerasi dari persamaan regresi linear
15 38
parameter pH pada orde nol
Nilai slope, intercept dan kolerasi dari persamaan regresi linear
16 38
parameter pH pada orde satu
17 Nilai Ln K dan 1/t Orde Nol Pada Parameter pH 39
18 Nilai Ln K dan 1/t Orde Satu Pada Parameter pH 39
19 Populasi Mikroba (log cfu/ml) Saus Spaghetti Ikan Tuna 40
Nilai slope, intercept dan kolerasi dari persamaan regresi linear
20 41
parameter total mikroba pada orde nol
Nilai slope, intercept dan kolerasi dari persamaan regresi linear
21 41
parameter total mikroba pada orde satu
22 Nilai Ln K dan 1/t Orde Nol Pada Parameter Total Mikroba 42
23 Nilai Ln K dan 1/t Orde Satu Pada Parameter Total Mikroba 42
Hasil Pengukuran Rata-Rata Total Asam Tertitrasi Saus Spaghetti
24 43
Ikan Tuna
25 Pengujian Tingkat Kecerahan Saus Spaghetti Ikan Tuna 44
Plot Hubungan 1/T versus slope dan energi aktivasi setiap Parameter
26 45
Pengamatan Saus Spaghetti Ikan Tuna
27 Penentuan Umur Simpan Saus Spaghetti Ikan Tuna (Bulan) 48

xii
DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman


1 Kurva penurunan logaritma jumlah mikroba terhadap pemanasan 10
2 Kurva nilai Z 11
3 Diagram Alir Persiapan Saus Tomat Spaghetti 16
4 Diagram Alir Pembuatan Saus Spaghetti Ikan Tuna 17
5 Diagram Alir Pendugaan Umur Simpan Saus Spaghetti Ikan Tuna 19
Pengaruh Perlakuan Pemanasan Berulang terhadap Rasa Saus
6 24
Spaghetti Ikan Tuna
Pengaruh Perlakuan Pemanasan Berulang terhadap Aroma Saus
7 25
Spaghetti
8 Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap Total Asam Tertitrasi Saus 26
Hubungan antara Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap Derajat
9 27
Keasaman (pH) Saus Spaghetti Ikan Tuna
Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap Penurunan Jumlah
10 28
Mikroorganisme pada Saus Spaghetti Ikan Tuna
11 Perubahan Aroma Selama Penyimpanan Ordo 0 31
12 Perubahan Aroma Selama Penyimpanan Ordo 1 32
13 Nilai Ln (K) sebagai Fungsi dari 1/T Ordo 0 Aroma 33
14 Nilai Ln (K) sebagai Fungsi dari 1/T Ordo 1 Aroma 33
15 Perubahan Rasa Selama Penyimpanan Ordo 0 35
16 Perubahan Rasa Selama Penyimpanan Ordo 1 35
17 Nilai Ln (K) sebagai Fungsi dari 1/T Ordo 0 Rasa 36
18 Nilai Ln (K) sebagai Fungsi dari 1/T Ordo 1 Rasa 36
19 Analisis pH Selama Penyimpanan Ordo 0 38
20 Analisis pH Selama Penyimpanan Ordo 1 38
21 Nilai Ln (K) sebagai Fungsi dari 1/T Ordo 0 pH 39
22 Nilai Ln (K) sebagai Fungsi dari 1/T Ordo 1 pH 39
23 Populasi Mikroba (log cfu/ml) Selama Penyimpanan Ordo 0 41
24 Populasi Mikroba (log cfu/ml) Selama Penyimpanan Ordo 1 41
25 Nilai Ln (K) sebagai Fungsi dari 1//T Ordo 0 Populasi Mikroba 42
26 Nilai Ln (K) sebagai Fungsi dari 1//T Ordo 1 Populasi Mikroba 42

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman


1 Kuesioner Evaluasi Sensori 54
Hasil Uji Anova Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap Parameter
2 55
Aroma Saus Spaghetti Ikan Tuna
Hasil Uji Anova Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap Parameter
3 55
Rasa Saus Spaghetti Ikan Tuna
Hasil Uji Anova Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap Parameter
4 55
pH Saus Spaghetti Ikan Tuna
Hasil Uji Anova Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap TPC Saus
5 55
Spaghetti Ikan Tuna
Hasil Uji Anova Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap Total Asam
6a 56
Saus Spaghetti Ikan Tuna
Uji Lanjutan Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap Total Asam
6b 56
Saus Spaghetti Ikan Tuna
7 Rekapitulasi Hasil Pengukuran Parameter Pengamatan 56
8 Kuesioner Evaluasi Sensori Selama Masa Penyimpanan 57
Kualitas awal (Qo), Batas kualitas (Qt), dan Unit Kualitas (Qu) untuk
9 58
tiap Parameter Mutu
10 Hasil Uji Anova Parameter Aroma Selama Masa Penyimpanan 58
11 Hasil Uji Anova Parameter Rasa Selama Masa Penyimpanan 58
12 Hasil Uji Anova Parameter pH Selama Masa Penyimpanan 59
13 Hasil Uji Anova Parameter Total Mikroba Selama Masa Penyimpanan 59
Hasil Uji Anova Parameter Total Asam Tertitrasi Selama Masa
14 59
Penyimpanan
Hasil Uji Anova Analisis Warna menggunkan Chromameter Selama
15 60
Masa Penyimpanan
16 Dokumentasi Penelitian 61

xiv
DAFTAR ISTILAH

Energi aktivasi : Energi minimum yang dibutuhkan untuk memulai suatu reaksi kimia.
Orde reaksi : Banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang dapat mempengaruhi
kecepatan suatu reaksi.
Tyndalisasi : Metode sterilisasi yang memberikan uap panas pda suatu medium dengan
waktu 30 menit dan suhu 100oC yang dilakukan sebanyak 3x berturut-turut
dengan selang waktu 24 jam dari pemanasan sebelumnya.

xv
1

I PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang

Buah tomat merupakan komoditas unggulan hortikultura yang mempunyai nilai


ekonomis penting di Indonesia (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat
(Lycopersicum esculentum Mill) mengandung banyak zat-zat penting seperti protein, lemak,
gula (glukosa dan fruktosa), kholoin, tomatin, mineral (Ca, Mg, P, K, Na, Fe, dan sulfur),
histamin, dan vitamin seperti: provitamin A (karoten), B1, B2, B6, C, dan E (Rugayah,
2004). Masyarakat pada umumnya mengkonsumsi tomat dalam keadaan segar, untuk bumbu
masakan ataupun dalam bentuk produk olahan dari industri. Banyaknya yang diperoleh
dengan mengkonsumsi buah tomat, terutama kandungan likopen yang merupakan salah satu
antioksidan yang memiliki aktivitas dua kali lebih kuat dibanding alfa tokoferol atau vitamin
E bagi kesehatan manusia (Agarwal dan Rao, 2000). Kandungan likopen pada 100 gr buah
tomat segar rata-rata sebanyak 3-5 mg (Giovannucci, 1999), sedangkan pada olahan tomat
terkandung 50% likopen (Wenli et al., 2001).
Buah tomat merupakan salah satu komoditi pertanian yang mudah rusak, hal ini dapat
disebabkan oleh kerusakan mekanis, fisiologis maupun kerusakan yang disebabkan oleh
mikrobiologi (mikroba pembusuk) sehingga dapat mempengaruhi penurunan kandungan
gizi serta mempengaruhi umur simpan buah tomat. Selain itu, penyimpanan buah tomat
dalam jangka waktu panjang juga tidak memungkinkan, hal ini dikarenakan buah tomat
memiliki kandungan air yang cukup tinggi serta kandungan gizi cukup lengkap sehingga
dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang di dalamnya. Oleh
karena itu perlu dilakukan suatu pengolahan yang dapat mengurangi jumlah kerusakan buah
tomat ketika panen raya.
Hingga saat ini, salah satu upaya yang dilakukan untuk memperpanjang daya simpan
buah tomat yaitu dengan mengolahnya menjadi produk turunan tomat, salah satu contoh
yaitu saus spaghetti. Di pasaran saus spaghetti ini telah banyak diproduksi oleh industri-
industri besar, namun seiring dengan berkembangnya teknologi konsumen lebih jelih dalam
memilih makanan yang aman (bebas bahan pengawet). Sehingga perlu diterapkan suatu
teknik pengolahan yang dapat meperpanjang daya simpan produk pangan tanpa
menambahkan pengawet yaitu dengan memperhatikan mutu dan sanitasi bahan serta alat
yang digunakan untuk mengolah produk pangan, yakni dengan metode pemanasan berulang
(tyndalisasi) yang dapat diterapkan pada produk pangan yang dikemas dalam botol jar steril.
Metode tyndalisasi yang diterapkan pada pengolahan produk pangan ini diharapkan dapat
2

membunuh sel vegetatif sekaligus spora mikroba yang terkandung dalam produk pangan
sehingga dapat memperpanjang daya simpan produk. Pembuatan saus spaghetti pada
penelitian ini juga menggunakan ikan tuna untuk menambah cita rasa saus spaghetti yang
dihasilkan sehingga dapat menarik minat konsumen.
Informasi masa kaduluarsa atau umur simpan merupakan salah satu informasi yang
wajib dicantumkan produsen pada kemasan produk pangan sehingga dapat menjadi jaminan
keamanan bagi konsumen yang mengonsumsinya. Umur simpan produk merupakan periode
waktu bagi produk yang secara sensorik dan nutrisi masih bisa diterima dan aman
dikonsumsi oleh konsumen. Kewajiban produsen untuk mencantumkan informasi umur
simpan ini telah diatur oleh pemerintah dalam UU Pangan tahun 1996 serta PP Nomor
69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dimana setiap industri pangan wajib
mencantumkan tanggal kadaluarsa (umur simpan) pada setiap kemasan produk pangan
(Arpah, 2001). Pendugaan umur simpan dapat dilakukan dengan mengidentifikasi tanda-
tanda penurunan mutu atau kerusakan yang mungkin terjadi selama penyimpanan.
Kerusakan saus pada umumnya banyak dipengaruhi oleh sanitasi tempat pegolahan,
transportasi, pemasaran dan cara penyimpanan. Selama proses tersebut peranan
mikrooranisme sangat besar dalam percepatan kerusakan saus tomat, sehingga pada kondisi
tertentu produk tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Untuk mengetahui kelayakan tersebut
diperlukan suatu analisis yang lebih mendalam seperti faktor fisikokimia dan mikrobiologis
yang dapat diuji secara kuantitatif. Kemungkinan perubahan produk selama proses
penyimpanan dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, salah satunya yaitu suhu
penyimpanan yang cenderung berubah-ubah sehingga dapat mempengaruhi mutu produk.
Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin
cepat oleh karena itu faktor suhu harus selalu diperhitungkan dalam menduga kecepatan
penurunan mutu produk pangan.
Umur simpan produk pangan dapat diduga dengan dua metode, yaitu Extended
Storage Studies (ESS) dan Accelerated Shelf Life Test (ASLT). ESS merupakan metode
penentuan kadaluarsa secara konvensional dengan cara menyimpan suatu seri produk pada
kondisi normal, kemudian diamati perubahan mutu dan umur simpannya. Metode ini
memerlukan waktu yang sangat lama. Sedangkan ASLT adalah metode penentuan umur
simpan produk dengan cara menyimpan produk pada kondisi suhu ekstrim sehingga
parameter kritis produk mengalami penurunan mutu akibat pengaruh panas dan penentuan
umur simpan dapat ditentukan (Arpah dan Syarief, 2000). Metode ASLT ini menggunakan
tiga suhu penyimpanan yang mampu memprediksi umur simpan produk yang diuji. Model
3

Arrhenius biasanya digunakan untuk produk yang sensitif terhadap perubahan suhu
penyimpanan. Mengacu pada hal yang dipaparkan di atas, maka diperlukan adanya suatu
kajian untuk menentukan umur simpan saus spaghetti ikan tuna pada suhu yang berbeda
berdasarkan parameter penurunan mutunya dengan mengacu pada model Arrhenius.

I. 2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah


1. Bagaimana tingkat kesukaan panelis terhadap saus spaghetti ikan tuna yang diberi
perlakuan pemanasan berulang?
2. Berapa lama umur simpan saus spaghetti ikan tuna yang menjadi perlakuan terbaik
dalam penelitian ini?

I.3 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah


1. Untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap saus spaghetti ikan tuna yang diberi
perlakuan pemanasan berulang.
2. Untuk mengetahui lama umur simpan saus spaghetti ikan tuna yang menjadi perlakuan
terbaik dalam penelitian ini.
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi para pembaca dan
masyarakat luas mengenai formulasi dan tata cara pembuatan saus spaghetti ikan tuna yang
menjadi salah satu alternative dalam mengurangi kerusakan buah tomat ketika panen raya.
4

II TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Saus Spaghetti

Kata “saus” berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari bahasa latin
salsus yang berarti “digarami”. Saus merupakan salah satu produk olahan pangan berbentuk
pasta yang dibuat dari bahan baku buah atau sayuran yang merupakan jenis bumbu penyedap
makanan dengan warna oranye hingga merah yang berasal dari bahan baku alami maupun
penambahan zat pewarna makanan yang memiliki aroma dan rasa yang merangsang
sehingga populer di kalangan masyarakat. Saus dibuat dalam bentuk pasta yang terdiri atas
campuran buah dengan penambahan cabai untuk menambah rasa pedas. Saus memiliki
berbagai variasi rasa tergantung bumbu yang ditambahkan (Hambali, dkk., (2006) dalam
Yulinda, 2015).
Saos spaghetti merupakan hasil olahan tomat yang tergolong dalam bumbu penyedap
yang diolah lebih lanjut dengan menambahkan bumbu-bumbu seperti bawang merah,
bawang putih, bawang bombay, gula, garam, merica serta oregano untuk mempertegas cita
rasa dari saos spaghetti yang dihasilkan. Secara umum, tahapan pembuatan saus spaghetti
instan tidak jauh berbeda dengan membuat saos tomat yang melalui beberapa tahap yaitu
pembuatan pasta, pencampuran bahan tambahan makanan atau bumbu, pemasakan dan
pengemasan. Pada pembuatan pasta tomat, tomat yang digunakan adalah tomat segar yang
kemudian diblansir terlebih dahulu dengan cara direbus dalam air 80-900C selama 3 menit.
Hal ini bertujuan untuk mempertahankan warna merah tomat agar saus tomat yang
dihasilkan berwarna merah cerah. Pada proses pengolahan saus spaghetti, suhu dan waktu
pemanasan sangat menentukan saus spaghetti yang dihasilkan. Suhu yang digunakan untuk
pemasakan sekitar 80-900C selama kurang lebih 45 menit dengan api kecil hingga semua
bahan homogen. Saus spaghetti yang telah homogen kemudian dimasukkan kedalam botol
dan disisakan sedikit sekitar 2 cm untuk mengeluarkan udara dari ruang kosong lalu ditutup
rapat. Saus spaghetti kemudian disterilisasi selama 30 menit dalam air panas pada suhu 700C
(Wandestri, 2016).
Proses pengolahan saus spaghetti diawali dengan mempersiapan bahan-bahan dan
alat-alat yang akan digunakan. Bahan baku pembuatan saus spaghetti sebaiknya
menggunakan buah tomat segar dan bumbu-bumbu yang digunakan pada pembuatan saus
spaghetti yaitu bawang merah dan bawang putih yang telah dihaluskan, bawang bombay
cincang serta beberapa bahan penyedap lainnya seperti garam, merica dan oregano. Pada
proses pencampuran bumbu-bumbu yang telah halus ditumis hingga harum kemudian
5

tambahkan pure tomat dan air serta bahan-bahan penyedap lainnya. Setelah semua bahan
tercampur, kemudian dilakukan pemasakan selama 30 menit dengan suhu 800C hingga
semua bahan homogen, lalu pemasakan dihentikan (Hambali, dkk., 2006).
Saus spaghetti yang telah masak kemudian dimasukkan kedalam botol kaca yang
telah disterilisasi, lalu diexhausting dan ditutup. Saos spaghetti yang telah dikemas dapat di
sterilisasi dengan suhu 97-990C selama 20 menit, dimana waktu dan suhu tersebut telah
terbukti efektif untuk mencapai titik cool point pada sterilisasi produk sambal udang Rebon
(Marsena, 2016).

II. 2 Tomat (Lycopersicon esculentum Miil)

Tomat merupakan komoditas sayuran yang berasal dari Peru dan Ekuador.
Komoditas ini telah menyebar ke seluruh dunia khususnya negara yang beriklim tropis.
Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tumbuhan semusim, berbentuk perdu
atau semak dan termasuk kedalam golongan tanaman berbunga (Angiospermae). Tomat
merupakan buah yang berasa masam, berwarna merah dan memiliki produktivitas tinggi di
Indonesia. Buah tomat merupakan sumber vitamin dan mineral, namun mudah mengalami
kerusakan jika tidak disimpan pada kondisi yang baik. Besarnya kerusakan buah tomat
setelah panen berkisar antara 20% sampai dengan 50% (Winarno,1986). Kandungan air dan
komponen pektin yang tinggi pada buah tomat, menyebabkan komoditas ini mudah
mengalami kerusakan fisik, kimia maupun mikrobiologis. Salah satu alternatif yang dapat
dilakukan untuk mencegah kerusakan buah tomat yaitu mengolahnya menjadi berbagai
produk olahan (Dewanti, dkk., 2010). Penggunaannya buah tomat semakin luas, karena
selain dikonsumsi sebagai tomat segar dan untuk bumbu masakan, buah tomat juga dapat
diolah lebih lanjut sebagai bahan baku industri makanan seperti sari buah dan saus tomat
(Wasonowati, 2011).
Secara lengkap ahli-ahli botani mengklasifikasikan tanaman tomat secara sistemik
sebagai berikut (Tugiyono, 2005).
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum (Lycopersicum)
Species : Lycopersicum esculentum Mill
6

Tabel 1. Kandungan gizi buah tomat segar (per 100 gram)


Nutrisi Jumlah
Kalori 20 kal
Protein 1,0 g
Lemak 0,3 g
Karbohidrat 4,2 g
Kalsium (Ca) 5 mg
Fosfor (P) 27 mg
Zat Besi (Fe) 0,5 mg
Karoten (Vit. A) 1.500 S.I
Thiamin (Vit. B3) 60 mg
Riboflavin (Vit. B2) -
Asam askorbat (Vit. C) 40 mg
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1972.
Buah tomat memiliki banyak manfaat bagi tubuh manusia karena mengandung
vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan. Buah tomat juga
mengandung zat pembangun jaringan tubuh manusia. Sumber vitamin pada tomat sangat
baik untuk mencegah dan mengobati beberapa penyakit. Sedangkan zat besi yang
terkandung di dalamnya berfungsi membentuk sel darah dan zat likopennya berkhasiat untuk
mencegah dan mengobati beberapa penyakit kanker (Cahyono, 2008). Warna khas dari buah
tomat disebabkan oleh likopen, karoten, xantofil, dan zat warna klorofil yang merata dalam
bagian buah yang padat. Likopen atau yang sering disebut sebagai α-karoten adalah suatu
karotenoid pigmen merah terang yang banyak ditemukan dalam buah tomat dan buah-
buahan lain yang berwarna merah. Zat ini berfungsi sebagai antioksidan, yaitu penangkal
radikal bebas perusak jaringan tubuh yang mengakibatkan munculnya gurat-gurat ketuaan
lebih awal. Buah tomat mensintesis likopen dalam jumlah banyak selama pemasakan, yaitu
mencapai 90% dari fraksi karotenoid total.
II. 3 Ikan Tuna (Thunnus obesus)

Klasifikasi ikan tuna berdasarkan taksonominya (FAO 2010 dalam Nurjanah, 2011)
adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Teleostei
Subkelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Family : Scombridae
Genus : Thunnus
Spesies : Thunnus obesus
7

Tuna merupakan ikan ekonomis penting dalam perdagangan perikanan dunia dan
termasuk golongan ikan pelagis. Daging ikan tuna berwarna merah muda sampai merah tua,
karena otot ikan tuna lebih banyak mengandung myoglobin dibandingkan ikan lainnya
(Nurjanah, 2011). Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan
lemak yang rendah. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6 - 26,2 g/100 g daging. Lemak
antara 0,2 - 2,7 g/100 g daging. Di samping itu ikan tuna mengandung mineral kalsium,
fosfor, besi dan sodium, vitamin A (retinol), dan vitamin B (thiamin, riboflavin dan niasin)
(Departemen of Health Education and Walfare 1972 yang diacu Maghfiroh, 2000). Ikan tuna
juga mengandungan omega-3 lebih banyak dari ikan tawar, yaitu mencapai 28 kali.
Konsumsi ikan tuna 30 g sehari dapat mereduksi resiko kematian akibat penyakit jantung
hingga 50%. Sebuah studi di Harvard tahun 2004, menyebutkan bahwa konsumsi ikan
tuna 1-4 kali setiap minggu dapat meningkatkan omega-3 dan mencegah heart arrhytmia
hingga 28%. Publikasi Cancer Epidemology Biomakers and Preventionpada tahun 2004
menunjukkan bahwa konsumsi ikan yang kaya akan asam lemak seperti tuna dapat
mengurangi penyakit leukemia. Kandungan omega-3 pada ikan tuna dapat menghambat
enzim proinflammatory yang disebut cyclooxygenase 2 (COX 2), enzim pendukung
terjadinya kanker payudara. Omega-3 juga dapat mengaktifkan reseptor di membran sel
yang disebut proliferator-actived receptor (PPAR)-a yang dapat menangkap aktivitas sel
penyebab kanker (H Kordi K, 2015).
II. 4 Tyndalisasi

Proses sterilisasi secara umum dapat mengawetkan produk pangan dengan adanya
inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (terutama
khamir, kapang dan beberapa bakteri yang tidak membentuk spora). Tetapi hanya sedikit
menyebabkan perubahan/ penurunan mutu gizi dan organoleptik. Keampuhan proses
pemanasan dan peningkatan daya simpan dari proses sterilisasi dipengaruhi oleh
karakteristik pangan terutama nilai pH, kondisi penyimpanan pasca proses, ketahanan panas
mikroorganisme dan sporanya terhadap panas, karakteristik pindah panas dan jumlah
mikroba awal pada produk (Kusnandar, 2010).
Dari hasil percobaan John Tyndall (1820-1893) pada cairan bahan organik yang telah
dipanaskan dalam air garam yang mendidih selama 5 menit, kemudian diletakkan di dalam
ruangan bebas selama berbulan-bulan ternyata tidak akan membusuk, tetapi apabila tanpa
dilakukan pemanasan maka akan terjadi pembusukan dan ditemukan adanya fase termolabil
(tidak tahan pemanasan, saat bakteri melakukan pertumbuhan) dan termoresisten pada
8

bakteri (sangat tahan terhadap panas). Dari penyelidikan ahli botani Jerman yang bernama
Ferdinand Cohn, dapat diketahui secara mikroskopis bahwa pada fase termoresisten, bakteri
dapat membentuk endospora. Sehingga dengan adanya hasil penemuan tersebut, maka dicari
cara untuk sterilisasi bahan yang mengandung bakteri pembentuk spora, yaitu dengan
pemanasan yang terputus dan diulang beberapa kali atau dikenal sebagai Tyndallisasi.
Pemanasan ini dilakukan pada suhu 100oC selama 30 menit, kemudian dibiarkan pada suhu
kamar selama 24 jam, cara ini diulang sebanyak 3 kali. Saat dibiarkan pada suhu kamar,
bakteri berspora yang masih hidup akan berkecambah membentuk fase pertumbuhan/
termolabil, sehingga dapat dimatikan pada pemanasan berikutnya.
Tyndalisasi merupakan sterilisasi bertingkat dengan uap panas, uap air panas
mengalir dengan temperatur 1000C dalam waktu 30 menit. Sterilisasi tyndalisasi kemudian
diterapkan pada produk non-pangan dan produk pangan yang dikalengkan dengan tujuan
untuk membebashamakan mikroorganisme hidup yang tak diinginkan pada suatu produk
pangan. Tyndalisasi dapat membunuh sel vegetatif sekaligus spora mikroba tanpa merusak
zat-zat yang terkandung di dalam makanan dan minuman yang diproses. Proses sterilisasi
ini dilakukan sebanyak 3 kali berturut-turut selang waktu 24 jam.
Penerapan tyndalisasi pada produk pangan dianggap cukup efektif untuk untuk
mematikan semua mikroba pembusuk dan mikroba patogen yang dibuktikan melalui hasil
penelitian Marsena (2016) bahwasanya produk sambal udang rebon yang diberikan
pemanasan pertama dapat menurunkan jumlah total mikroba dari log 4,84 (0,7x105) menjadi
log 4,54 (0,35x105). Pada proses pemanasan berulang kedua kembali terjadi penurunan
jumlah mikroba dari log 4,54 (0,35x105) menjadi log 4,30 (0,2x105). Dan pada proses
pemanasan berulang yang ketiga, mikroba yang terdapat pada sambal mengalami penurunan
yang signifikan hingga log 4,17. Penurunan jumlah total mikroba ini dikarenakan mikroba
yang telah terpapar panas akan mengalami kerusakan dinding sel dan setelah 24 jam akan
mengalami recorvery kembali kemudian akan mati setelah diberi perlakuan panas berulang.
II. 5 Faktor –faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Panas Mikroba

Pada umumnya ketahanan panas mikroba berbeda-beda satu sama lain. Ketahanan
panas diantara spesies mikroorganisme dipengaruhi oleh suhu optimum untuk
pertumbuhannya. Mikroorganisme yang bersifat psikrofilik merupakan organisme yang
paling sensitif terhadap pemanasan, diikuti oleh mikroorganisme mesofilik dan paling tahan
panas adalah mikroorganisme termofilik. Bakteri pembentuk spora pada umumnya lebih
tahan panas dibandingkan dengan yang tidak membentuk spora, dan bakteri pembentuk
9

spora yang termofilik lebih tahan panas dibandingkan dengan yang mesofilik. Faktor-faktor
yang mempengaruhi ketahanan panas mikroba meliputi, karakteristik pertumbuhan mikroba,
kandungan nutrisi medium pemanas, dan jenis makanan dimana mikroba yang telah
dipanaskan dibiarkan tumbuh (Fardiaz, 1992).
Menurut Jay (2006) efektifitas pemanasan dalam membunuh mikroba dan spora
tergantung dari banyak faktor. Beberapa faktor berkaitan dengan karakteristik bahan pangan,
sedangkan yang lainnya berkaitan dengan karakteristik mikroorganisme dan proses
pengolahan. Faktor karakteristik bahan pangan berhubungan dengan nutrisi, aw
(kelembaban), pH, dan zat antimikroba (alami atau ditambahkan) dalam bahan pangan.
Adanya nutrisi berupa karbohidrat, protein, lemak, dan total padatan terlarut memberikan
efek perlindungan terhadap mikroba. Semakin tinggi konsentrasi nutrisi berarti semakin
tinggi pula ketahanan panas bakteri. Adanya kandungan lemak dalam media pemanasan
akan meningkatkan ketahanan panas bakteri karena lemak dapat melindungi sel dari panas
disamping itu lemak juga dapat melindungi spora dari kerusakan karena panas (Desai dan
Varadaraj, 2010). Mikroba dalam makanan yang mengandung partikel berukuran kecil
tersuspensi dalam cairan lebih mudah mengalami kerusakan karena panas daripada dalam
makanan berbentuk padat atau gumpalan. Selain itu, mikroorganisme mudah rusak jika
bahan pangan memiliki pH dan aw rendah. Dalam makanan yang memiliki pH rendah,
pemanasan mengakibatkan kematian mikroorganisme. Kehadiran antimikroba juga berperan
sama yaitu mempercepat kematian mikroba (Jay, 2006).
Sifat mikroorganisme yang mempengaruhi ketahanan panas antara lain, jenis spesies
atau strain, fase pertumbuhan, paparan panas pendahuluan, dan jumlah awal mikroba. Secara
umum, sel vegetatif, yeast, kapang dan bakteri lebih sensitif panas daripada spora. Hampir
semua bakteri termofilik dan termodurik hancur melalui pemanasan pada suhu 75-80°C
selama 5-10 menit. Spora yeast dan kapang hancur pada 65-70°C dalam beberapa menit,
tetapi beberapa spora kapang dapat bertahan pada suhu setinggi 90°C selama 4-5 jam. Spora
bakteri bervariasi dalam hal ketahanan panas. Umumnya pemanasan 80-85°C selama 30
menit tidak menghancurkan spora tersebut. Kebanyakan spora rusak dengan pemanasan
100°C selama 30 menit. Akan tetapi ada juga spora bakteri yang tidak rusak selama
pemanasan pada suhu 100°C selama 24 jam (Jay, 2006). Strain atau spesies dari mikroba
yang berbeda juga memiliki sensitifitas panas berbeda. Dalam hal fase pertumbuhan,
mikroba dalam fase eksponensial lebih mudah direduksi dengan pamanasan dari
pada mikroba pada fase stasioner. Jumlah awal mikroba yang lebih tinggi membutuhkan
waktu pemanasan yang lebih lama untuk menghancurkannya (Jay, 2006). Paparan panas
10

pendahuluan mempengaruhi sensitifitas panas mikroba. Sel yang mendapat paparan panas
pendahuluan pada suhu rendah menjadi lebih tahan panas pada pemanasan pada suhu yang
lebih tinggi (Jay, 2006).
Dalam menghitung ketahanan panas dibutuhkan data atau pengukuran, yaitu kurva
TDT (thermal death time). Untuk mendapatkan kurva TDT (nilai z), sebelumnya dibuat
kurva kematian mikroba untuk menetapkan nilai D. Nilai D adalah waktu dalam menit
dimana populasi mikroba tertentu (spora/sel) pada pemanasan dengan suhu tertentu
direduksi 90% atau sebesar satu siklus log (Jay, 1996). Oleh karena itu, waktu atau dosis
yang dibutuhkan untuk mereduksi 1000 sel mikroba menjadi 100 sel adalah nilai D. Semakin
besar nilai D pada suhu tertentu maka semakin tinggi pula ketahanan panas mikroba tersebut
pada suhu tertentu. Nilai D dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu maka nilai D
semakin kecil. Artinya, semakin tinggi suhu pemanasan, maka waktu yang diperlukan untuk
menginaktivasi mikroba akan semakin pendek. Gambar 1. memperlihatkan kurva hubungan
antara jumlah mikroba (sumbu Y) dan waktu pada suhu pemanasan tertentu (sumbu X).
Kurva ini sering disebut dengan kurva semi-logaritma ketahanan panas mikroba. Kurva ini
berbentuk linier dengan nilai slopenya adalah -1/D.

Gambar 1. Kurva penurunan logaritma jumlah mikroba terhadap pemanasan (Cowan


dan Talaro, 2009)

Nilai D dari setiap mikroba memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap perubahan
suhu. Sensitivitas nilai D terhadap suhu sering dinyatakan dengan nilai Z, yaitu perubahan
suhu yang diperlukan untuk merubah nilai D sebesar 90% atau 1 siklus (Toledo, 1991).
Gambar 2. menunjukkan kurva semi-logaritma hubungan nilai D dengan suhu. Nilai Z
diperoleh dari kebalikan nilai slope kurva. Kurva semilogaritma yang menghubugkan suhu
(sumbu X) dan nilai D (sumbu Y) akan menghasilkan slope berupa -1/Z.
11

Gambar 2. Kurva nilai Z (Toledo, 1991)


II. 6 Pendugaan Umur Simpan

Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Produk pangan
mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Reaksi deteriorasi dimulai dengan
persentuhan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya, atau akibat perubahan
suhu. Reaksi ini dapat pula diawali oleh hentakan mekanis seperti vibrasi, kompresi, dan
abrasi (Arpah, 2001).
Tingkat deteriorasi dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju
deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Umur simpan adalah waktu
hingga produk mengalami suatu tingkat deteriorasi tertentu. Reaksi deteriorasi pada produk
pangan dapat disebabkan oleh faktor instrinsik maupun ekstrinsik yang selanjutnya akan
memicu reaksi dalam produk berupa reaksi kimia, rekasi enzimatis, atau lainnya seperti
proses fisik dalam bentuk penyerapan uap air atau gas di sekeliling (Arpah, 2001).
Menurut Syarief et al. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan
makanan yang dikemas adalah sebagai berikut:
1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisasi berlangsungnya perubahan,
misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya kimia internal
dan fisik.
2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volumenya.
3. Kondisi atmosfir (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan
selama transit dan sebelum digunakan.
4. Ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau,
termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat.
Sistem penentuan umur simpan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama
karena penetapan kadaluarsa pangan dengan metode Extended Storage Studies (ESS)
dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil
dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu
12

kadaluarsa. Untuk mempercepat waktu penentuan umur simpan tersebut maka digunakan
metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) atau metode akselerasi. Pada metode ini
kondisi penyimpanan diatur di luar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak
dan umur simpan dapat ditentukan (Arpah dan Syarief, 2000).
Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk
produk-produk pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada penelitain akselerasi
dapat menggunakan dua cara pendekatan yaitu : 1) Pendekatan kadar air kritis dengan
bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering
dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria kadaluarsa dan 2)
Pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan
yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu
untuk produk pangan.
1. Reaksi Orde Nol
Tipe-tipe kerusakan yang mengikuti kinetika reaksi orde nol mencakup reaksi
kerusakan enzimatis, pencokelatan enzimatis, dan oksidasi lemak. Menurut Labuza (1982),
berbagai literatur tentang pangan mengasumsikan bahwa nilai n=0. Asumsi ini disebut
skema reaksi orde nol, yang berimplikasi bahwa kecepatan kerusakan berlangsung pada suhu
dan aw yang konstan seperti digambarkan pada persamaan berikut:
𝑑𝐴
=𝑘
𝑑𝜃
Persamaan di atas menyebutkan bahwa persen kehilangan umur simpan per hari
berlangsung konstan pada beberapa suhu yang konstan. Secara matematika, bila persamaan
tersebut diintegralkan menjadi
𝐴𝑒 𝜃𝑠
−∫ 𝑑𝐴 = ∫ 𝑘𝑑𝜃
𝐴𝑜 𝑜

kemudian A = Ao - k
atau Ae = Ao – k𝜃s
Ao = nilai mutu awal
A = jumlah yang tertinggal setelah waktu
Ae = nilai dari A pada akhir dari umur simpan (dapat bernilai nol atau nilai lain)
s= umur simpan dalam hari, bulan, tahun, atau lainnya.
Maka untuk menghitung umur simpan dengan menggunakan persamaan orde nol dapat
dilakukan dengan persamaan:
𝐴𝑜 − 𝐴
𝜃=
𝑘
13

2. Reaksi Orde Satu


Menurut Labuza (1982), umur simpan pada beberapa kasus tidak mengikuti
degradasi dengan kecepatan konstan yang sederhana. Pada kenyataannya, nilai n dapat
berubah untuk beberapa reaksi dari nol sampai ke beberapa nilai fraksional atau lebih dari 2.
Banyak dari kerusakan bahan pangan tidak mengikuti reaksi orde nol, tetapi mengikuti pola
dimana n=1, yang menunjukkan suatu penurunan eksponensial kecepatan kerusakan sebagai
penurunan mutu. Hal ini bukan berarti bahwa umur simpan makanan yang mengikuti skema
ini lebih panjang dibanding dengan kecepatan konstan, karena nilai k berbeda. Persamaan
matematik untuk reaksi orde satu adalah:
− 𝑑𝐴
= kA1
𝑑𝑡
𝐴 𝜃
𝑑𝐴
∫ = − ∫ 𝑘𝑑𝜃
𝐴𝑜 𝐴 0
𝐴
𝑙𝑛 = - k𝜃
𝐴𝑜

A = jumlah yang tertinggal pada waktu


AE = jumlah yang tertinggal pada akhir umur simpan s (bukan 0)
k = kecepatan konstan dalam unit yang berbanding terbalik dengan waktu
Tipe-tipe kerusakan yang mengikuti orde satu adalah
1. Pertumbuhan mikroba (daging segar dan ikan) dan kematian (heat treatment).
2. Produksi off-flavor oleh mikroba, seperti pada daging, ikan, dan unggas.
3. Kerusakan vitamin (makanan kaleng dan kering).
4. Kerusakan mutu protein (makanan kering).
Tahapan penentuan umur simpan dengan ASLT meliputi penetapan parameter
kriteria kadaluwarsa, pemilihan jenis dan tipe pengemas, penentuan umur suhu untuk
pengujian, prakiraan waktu dan frekuensi pengambilan sampel, plotting data sesuai ordo
reaksi, analisis sesuai suhu penyimpanan, dan analisis pendugaan umur simpan sesuai batas
akhir penurunan mutu yang dapat ditolerir. Penggunaan suhu inkubasi untuk mengetahui
umur simpan produk disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Penentuan suhu pengujian umur simpan produk
Jenis Produk Suhu pengujian (oC) Suhu kontrol (oC)
Makanan dalam kaleng 25, 30, 35, 40 4
Pangan kering 25, 30, 35, 40, 45 -18
Pangan dingin 5, 10,15, 20 0
Pangan beku -5, -10, -15 < -40
Sumber: Labuza dan Schmidl (1985)
14

II. 7 Model Arrhenius

Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan. Semakin


tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat,
karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu bahan pangan selama penyimpanan,
faktor suhu harus selalu diperhatikan. Asumsi yang digunakan untuk menggunakan model
Arrhenius ini adalah perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja,
tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu. Proses perubahan mutu tidak
dianggap sebagai akibat dari proses–proses yang terjadi sebelumnya, suhu selama
penyimpanan dianggap tetap atau konstan (Syarief dan Halid, 1993). Pengaruh suhu dalam
suatu reaksi dapat dideskripsikan dengan menggunakan persamaan Arrhenius, seperti di
bawah ini:
k = ko 𝑒 -Ea/RT
k = konstanta kecepatan reaksi
ko = konstanta pre-eksponensial
Ea = energi aktivasi (kal/mol)
R = konstanta gas 1.986 (kal/mol)
T = suhu (oC + 273)
Persamaan di atas diubah menjadi:
𝐸𝑎 1
ln k = ln ko - x𝑇
𝑅

ko merupakan konstanta penurunan mutu produk yang tidak tergantung pada suhu,
sedangkan k merupakan konstanta penurunan mutu dari salah satu kondisi suhu yang
digunakan dan Ea/R merupakan gradien yang diperoleh dari plot Arrhenius. Dengan
perhitungan menggunakan rumus ini, akan diperoleh nilai ko. Selanjutnya umur simpan
produk dapat diperoleh dengan rumus:
𝐴𝑜−𝐴𝑡
𝑡= (reaksi ordo nol)
𝑘
𝑙𝑛 𝐴𝑜−𝑙𝑛 𝐴𝑡
𝑡= (reaksi ordo satu)
𝑘
Keterangan:
t = prediksi umur simpan (hari)
Ao = nilai mutu awal
At = nilai mutu produk yang tersisa setelah waktu t
k = konstanta reaksi pada suhu penyimpanan yang diinginkan
15

III. METODE PENELITIAN

III.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei – November 2017, bertempat di
Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Pangan, Laboratorium Kimia dan Pengawasan
Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Teknologi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. Laboratorium Kimia Analisa,
Politeknik Ujung Pandang, Makassar.

III.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu timbangan analitik, erlenmeyer, bulp,
pipet volume, hot plate, laminar air flow, autoklaf, inkubator, microwave, magnetic stirrer,
termometer, pH meter, cawan petri, tabung reaksi, vortex, blender, panci, wadah, saringan,
panci, sendok, pisau, kompor, bunsen.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu buah tomat, ikan tuna, bawang
merah, bawang putih, bawang bombay, gula, garam, merica, oregano, minyak goreng, air
mineral, aluminium foil, tissue, kapas, indicator PP (fenolftalein), NaOH, aquades, NaCl,
PCA (Plate Count Agar).

III.3 Tahapan Penelitian

Prosedur penelitian ini terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan
dan penelitian utama.

III.3.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh perlakuan terbaik saus


spaghetti ikan tuna yang diberi perlakuan pemanasan berulang terhadap daya terima panelis
serta jumlah total mikroba yang terdapat dalam saus spaghetti ikan tuna.

III.3.1.1 Pembuatan Saus Spaghetti Ikan Tuna

Tahapan dari pembuatan saos spaghetti ikan tuna yaitu bawang merah halus 5%,
bawang putih halus 5%, dan bawang bombay kasar 5% ditumis menggunakan minyak
goreng, kemudian campur ikan tuna yang telah dicincang kasar sebanyak 5%. Tambahkan
pure tomat dan cincang buah tomat 70% dari berat total dengan perbandingan 90 pure
tomat : 10 tomat cincang. Aduk hingga homogen sambil menambahkan bumbu-bumbu
penyedap seperti garam 1,5%, merica 0,5%, oregano 0,1%, tepung maizena 0,4% dan
16

ekstrak air tomat 2,5%. Setelah homogen, saos spaghetti dimasak hingga mendidih dengan
api kecil selama 20 menit. Setelah pemasakan selesai, saos spaghetti dikemas dalam botol
jar yang telah disterilisasi dengan menggunakan metode uap panas, kemudian dilakukan
exhausting selama 10 menit dengan suhu 1000C dengan keadaan tutup jar tidak rapat.
Selanjutnya saus spaghetti ikan tuna yang telah dikemas dalam botol jar disterilisasi dengan
suhu 1000C selama 30 menit dengan keadaan tutup jar rapat dan dilakukan sebanyak tiga
kali berturut-turut selang waktu 24 jam (tyndalisasi) sesuai perlakuan. Lama pemanasan
yang efektif yaitu selama 20 menit, dimana pada waktu tersebut suhu pada titik cool point
mencapai suhu yang diinginkan (97-99oC). Saus spaghetti didinginkan kemudian dilakukan
pengukuran pH, total asam, organoleptik (hedonik), dan TPC. Perlakuan terbaik saus
spaghetti ikan tuna dari penelitian tahap pertama selanjutnya akan ditentukan umur
simpannya dengan metode Accelerated Shelf Life Test (ASLT) yang mengacu pada model
Arrhenius. Adapun tahapan proses pembuatan saus spaghetti ikan tuna dapat dilihat pada
Gambar 3 dan Gambar 4.

Tomat 100%

Pencucian

Blanching
Kulit dan biji
80-850C, 5 menit

Penghalusan biji
Daging tomat

Ekstrak air tomat 2,5%

Pencincangan Penghalusan

Pemasakan
Pure tomat 10% 800C, 30 menit

Saus Tomat 90%

Saus tomat spaghetti

Gambar 3. Diagram Alir Persiapan Saus Tomat Spaghetti


17

5% Bawang merah
Saus tomat spaghetti 70%, 5% Bawang putih
5% bawamg bombay

Dihaluskan
- garam 1,5%
- merica 0,5% Pencampuran dan
- maizena 0,4% Pemasakan hingga Penumisan dengan
- oregano 0,1% mendidih dan homogen minyak goreng 5%
- air tomat 2,5% selama 20 menit
- ikan tuna cincang 5%

Pengisian ke botol jar


steril

Analisis
- organoleptik
Exhausting pada suhu
- pH
1000C selama 10 menit
- total asam
- TPC

Sterilisasi pada suhu


1000C selama 30 menit
sebanyak 3x berturut-
turut selang 24 jam
(sesuai perlakuan)

Pendinginan

Analisis
- organoleptik
Saos spaghetti ikan tuna - pH
- total asam
- TPC

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Saus Spaghetti Ikan Tuna

III.3.2 Penelitian Utama

Penelitian utama yaitu pendugaan umur simpan saos spaghetti ikan tuna dengan
menggunakan metode Accelerated Shelf Life Test (ASLT) yang mengacu model persamaan
Arrhenius. Perlakuan terbaik dari penelitian penadahuluan akan disimpan pada suhu 310C,
380C dan 450C selama ±60 hari. Tiap 14 hari sekali dilakukan analisis mengenai parameter
kritis pada sasus tomat yang meliputi: pengukuran pH, total asam, total padatan terlarut,
warna (Cromameter), TPC dan organoleptik yang meliputi aroma, rasa, dan warna dengan
menggunakan metode uji beda dengan skala 1 – 5.
Selanjutnya data yang diperoleh pada penelitian ini dapat diterapkan dalam langkah-
langkah pendugaan umur simpan dengan metode ASLT sebagai berikut:
a. Data hasil analisa produk terhadap waktu diplotkan dalam bentuk kurva sehingga
diperoleh tiga persamaan regresi liniernya untuk tiga kondisi suhu penyimpanan produk
dengan menggunakan Y = a + bx, dimana Y = nilai karakteristik produk, x = lama
18

penyimpanan (hari), a = nilai karakteristik produk pada awal penyimpanan, b = laju


perubahan nilai karakteristik (nilai b sama dengan nilai k).
b. Dari masing-masing persamaan tersebut diperoleh nilai slope (b) yang merupakan
konstanta laju reaksi perubahan karakteristik produk atau laju penurunan mutu (k).
c. Untuk menentukan ordo reaksi yang digunakan dibuat grafik ordo nol yaitu hubungan
antara nilai k dengan lama penyimpanan dan ordo satu yaitu hubungan antara ln k dengan
lama penyimpanan. Dari kedua persamaan tersebut dipilih ordo reaksi yang mempunyai
nilai R2 (determinasi) terbesar (Goncalves et al., 2011). Penurunan mutu ordo nol adalah
merupakan penurunan mutu yang konstan yang dinyatakan sebagai persamaan sebagai
berikut.
At – Ao = -kt …………..................................(1)
dimana: At = Jumlah A pada waktu t
Ao = Jumlah awal A
K = laju perubahan mutu
t = waktu simpan
Plot hubungan antara penurunan mutu dengan waktu penyimpanan pada reaksi ordo 0.
Sedangkan penurunan mutu ordo satu dinyatakan sebagai persamaan sebagai berikut.
ln At – ln Ao = -kt .………....………………..(2)
Plot hubungan antara penurunan mutu dengan waktu penyimpanan pada reaksi ordo 1.
d. Untuk pendekatan Arrhenius, nilai k diplotkan terhadap 1/T (K-1) dan ln k
didapatkan nilai intersep dan slope dari persamaan regresi linier ln k = ln k0 –(E/R)
(1/T), dimana ln k0 = intersep, E/R = slope, E = energi aktivasidan R =konstanta
gas ideal = 1,986 kal/moloK. Selanjutnya nilai ln k pada masing-masing suhu
penyimpanan tersebut diplot dengan 1/T.
e. Dari persamaan pada tahapan sebelumnya diperoleh nilai konstanta k0 yang
merupakan faktor pare eksponensial dan nilai energi aktivasi reaksi perubahan
karakteristik sari buah (Ea = E). Dan kemudian ditentukan model persamaan laju
reaksi (k) perubahan karakteristik sari buah dengan k = k0.e-Ea/RT dengan T adalah
suhu penyimpanan.
f. Dengan persamaan Arrhenius dapat dihitung nilai konstanta Arrhenius (k) pada suhu
(T) penyimpanan yang ditentukan.
g. Penentuan parameter kunci dengan melihat parameter yang mempunyai energi
aktivasi rendah.
19

h. Umur simpan produk dapat diduga dengan menghitung selisih nilai mutu awal
produk dan nilai mutu produk yang tersisa setelah waktu t dibagi dengan laju
penurunan mutu (k) pada suhu penyimpanan yang dinyatakan melalui persaman
sebagai berikut:
𝐴𝑜−𝐴𝑡
𝑡= (reaksi ordo nol)
𝑘
𝑙𝑛 𝐴𝑜−𝑙𝑛 𝐴𝑡
𝑡= (reaksi ordo satu)
𝑘
Keterangan:
t = prediksi umur simpan (hari)
Ao = nilai mutu awal
At = nilai mutu produk yang tersisa setelah waktu t
k = konstanta reaksi pada suhu penyimpanan yang diinginkan
Saus spaghetti ikan tuna
perlakuan A2

Penyimpanan saus spaghetti


ikan tuna pada:
T1 : suhu 310C
T2 : suhu 380C
T3 : suhu 450C

Pengamatan:
Periode: hari ke- 0, 14, 28, 42, 56
Parameter Uji: pH, total asam
tertitrasi, TPC, warna
(Chromameter), uji organoleptik.

Data yang diperoleh


kemudian dihitung dan
dibandingkan dengan nilai
standar minimum parameter

Uji Anova

Bila tidak
Bila berbeda Berbeda
nyata nyata

Nilai tiap parameter


diplotkan dalam regresi Tidak dilanjutkan
orde 0 dan orde 1 dari tiap
parameter

Masing-masing
didapatkan nilai slope,
intercept dan korelasi
dari tiap suhu

Nilai slope diplotkan


dalam grafik sebelumnya,
nilai K & nilai T dalam
1/T untuk memenuhi
persamaan linear
lnk= lnk0 - (Ea/R)(1/T)

Jumlah R2 (korelasi) dari


orde 0 dan orde 1
dibandingkan & dipilih
jumlah R2 tertinggi

Orde yang terpilih


ditentukan sebagai
parameter kunci

Pendugaan Umur
Simpan

Gambar 5. Diagram Alir Pendugaan Umur Simpan Saus Spaghetti Ikan Tuna
20

III.4 Desain Penelitian

Penelitian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pada penelitian pendahuluan menentukan


satu perlakuan terbaik berdasarkan hasil uji tingkat kesukaan panelis (hedonik) dan jumlah
total mikroba yang terkandung dalam saus spaghetti ikan tuna yang diberikan perlakuan
pemanasan berulang dengan selang waktu 24 jam setiap pemanasan. Penelitian pendahuluan
menggunakan desain penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor, yaitu
faktor pemanasan.
A0 : kontrol/ tanpa pemanasan
A1 : pemanasan 1x
A2 : pemanasan 2x
A3 : pemanasan 3x
Perlakuan terbaik saus spaghetti ikan tuna yang diperoleh pada penelitian
pendahuluan selanjutnya akan digunakan pada penelitian utama yaitu pendugaan umur
simpan saus spaghetti ikan tuna dengan metode Accelarated Shelf Life Test (ASLT) dengan
menggunakan model persamaan Arrhenius. Pada pendugaan umur simpan ini, saus spaghetti
ikan tuna dikemas menggunakan kemasan botol kaca/ jar, dimana kondisi penyimpanan
divariasikan dengan beberapa suhu penyimpanan. Rancangan perlakuan yang dibuat yaitu
faktor suhu penyimpanan (T) yang terdiri dari 3 taraf, yaitu:
T1 : 310C
T2 : 380C
T3 : 450C
III.5 Parameter Pengamatan

Pada penelitian tahap pertama dilakukan beberapa pengujian diantaranya yaitu


pengukuran pH, total asam, uji organoleptic (hedonic), dan TPC. Pada penelitian tahap
kedua untuk mengetahui pendugaan umur simpan saos spaghetti ikan tuna maka dilakukan
beberapa pengamatan yang meliputi pengukuran pH, total asam, TPC, pengujian warna
(Chromameter) dan uji organolepti (uji beda).

1. Pengukuran pH (AOAC, 2005)

Penentuan pH (derajat keasaman) dengan menggunakan pH meter. Sebelum


digunakan, pH meter dikalibrasi dengan larutan buffer fosfat pH 7 selama 15 - 30 menit
hingga stabil. Elektroda kemudian dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan kertas
tisu. Sebelum pengukuran pH, sampel disiapkan dengan cara menimbang sampel sebanyak
21

5 g lalu dimasukkan ke dalam 10 ml aquades, kemudian dihomogenkan. Setelah itu elektroda


dicelupkan ke dalam sampel dan dibiarkan tercelup beberapa saat hingga diperoleh
pembacaan yang stabil. Nilai yang terbaca pada merupakan nilai pH sampel.

2. Total Asam (Sudarmadji et al. 1997)

Pengukuran total asam menggunakan metode titrasi dilakukan dengan menimbang


5 gram sampel kemudian dihaluskan lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan diencerkan
menggunakan aquades sebanyak 100 ml hingga homogen. Sampel yang telah homogen
kemudian diambil sebanyak 25 ml dan dimasukkan dalam Erlenmeyer, lalu ditambahkan 2-
3 tetes indicator PP (fenolftalein), kemudian titrasi dengan larutan 0.1 N NaOH hingga
terbentuk warna merah muda dan warna tersebut tidak berubah kembali selama 30 detik.
Pada akhir titrasi dihitung jumlah NaOH yang digunakan, kemudian hitung jumlah total
asarerm sampel dengan menggunakan rumus berikut:

ml NaOH x N NaOH x FP x Grek


% total asam = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔𝑟𝑎𝑚) 𝑥 1000

Keterangan:
FP (faktor pengenceran) = 4
Grek (Gram ekuivalen) = 90

3. Total Mikroba (Total Plate Count) (Fardiaz (1989)

Pengujian total mikroba dilakukan berdasarkan metode hitungan cawan. Sebanyak


1 g sampel diencerkan dengan 9 ml larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) yang telah
disterilisasi. Pengenceran ini dihitung sebagai pengenceran 10-1. Pengenceran selanjutnya
dilakukan dengan melarutkan 1 ml larutan hasil pengenceran 10-1 dengan 9 ml larutan garam
fisiologis dan dihitung sebagai pengenceran 10-2 dan seterusnya sampai dengan pengenceran
10-5. Sebanyak 1 ml sampel dari pengenceran 10-5 dipipet dan dimasukkan ke dalam masing-
masing cawan petri steril, kemudian dituang PCA steril sebanyak ± 15 ml (dilakukan secara
duplo untuk tiap pengenceran) dan digoyangkan secara merata. Setelah media agar memadat,
cawan dibungkus dengan kertas lalu diinkubasi posisi terbalik pada suhu 36°C – 37°C
selama 48 jam. Diamati mikroorganisme yang tumbuh. Kemudian dihitung dengan rumus:
1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜𝑏𝑎 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 𝑥
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
22

4. Uji Organoleptik (Hedonik)

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap saus
spaghetti yang dihasilkan. Pada pengujian ini ada 15 orang panelis yang memberikan
penilaiannya berdasarkan tingkat kesukaannya terhadap saos spaghetti ikan tuna yang
meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa. Pengujian yang dilakukan adalah menggunakan
metode hedonik (uji kesukaan) dengan skala penilaian 1-5 yaitu (1) sangat tidak suka (2)
tidak suka (3) agak suka (4) suka (5) sangat suka.

5. Pengukuran Warna

Analisis warna ditentukan secara objektif dengan menggunakan Chromameter CR-


400/410 (Konica Minolta). Chromameter yang akan digunakan dikalibrasi terlebih dahulu.
Selanjutnya saos spaghetti ikan tuna dimasukkan ke dalam tabung 5 cm hingga permukaan
tabung tertutup rata dengan saos spaghetti, kemudian tabung yang telah berisi sampel
ditembak dengan kilatan lampu (dipotret) dengan menggunakan Chromameter. Hasil
pengukuran akan terbaca pada layar dengan menggunakan simbol-simbol berikut:
L = nilai yang menunjukkan kecerahan, berkisar antara 1-100
a = a positif (+) menunjukkan warna merah
a negatif (-) menunjukkan warna hijau
b = b positif (+) menunjukkan warna kuning
b negatif (-) menunjukkan warna biru

6. Analisa Sensori

Analisis sensori yang dilakukan adalah uji beda dari kontrol (different from control
test). Uji pembedaan ini dilakukan dua arah yaitu antara beberapa sampel uji dengan kontrol.
Dalam penelitian ini kontrol yang digunakan adalah produk saus spaghetti ikan tuna yang
disimpan dalam lemari pendingin dengan asumsi tidak terjadi perubahan yang signifikan
terhadap karakteristik sensori produk. Pengujian dilakukan pada perbedaan sampel
dengan parameter aroma dan rasa dengan angka penilaian dari 1 sampai 5 dengan ketentuan
1 (tidak beda/ sama), 2 (sedikit berbeda), 3 (agak berbeda), 4 (berbeda cukup besar), 5
(sangat berbeda besar). Data hasil uji selanjutnya diolah dengan ANOVA (Analysis of
Variance) dan bila terbukti ada perbedaan akan dilanjutkan dengan perhitungan umur
simpan dengan metode akselerasi model persamaan Arrhenius.
23

III.6 Analisis Data

Data pengujian yang diperoleh pada penelitian pendahuluan akan diolah dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kali pengulangan, jika perlakuan
berpengaruh nyata terhadap parameter maka dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut
Duncan. Hasil uji organoleptik diolah dengan deskriptif kuantitatif. Sedangkan pada
penelitian utama, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan simulasi pendugaan
umur simpan dengan 3 perlakuan suhu yang berbeda dengan metode persamaan Arrhenius.
Pengolahan data hasil analisis parameter umur simpan mengikuti reaksi orde 0 dan orde 1
dilakukan menggunakan program internal perusahaan berbasis Microsoft Office Excel versi
2013. Sedangkan untuk data hasil uji organoleptik diolah dengan deskriptif kuantitatif.
24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan yang dilakukan yakni bertujuan untuk memperoleh


perlakuan terbaik saus spaghetti ikan tuna yang diberi perlakuan pemanasan berulang
berdasarkan hasil uji organoleptik yang meliputi rasa, aroma dan warna, serta berdasarkan
hasil uji TPC terendah. Perlakuan saus spaghetti ikan tuna terbaik selanjutnya akan
digunakan sebagai sampel tunggal untuk memprediksi umur simpan saus spaghetti ikan tuna
dengan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) Model Arrhenius.

IV.1.1 Pengujian Organoleptik

IV.1.1.1 Rasa

Rasa merupakan salah satu faktor terpenting dalam menentukan mutu dan tingkat
penerimaan konsumen terhadap suatu produk pangan dengan melibatkan indra pengecap
yaitu lidah. Rasa sangat dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsistensi dan interaksi
dengan komponen penyusun makanan lainnya (Winarno, 1997). Hasil uji hedonik terhadap
rasa saus spaghetti ikan tuna pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.
5
4.13 4.07 4.03
3.83
4
Rasa (skor)

1 (kali pemanasan)
0 1 2 3
Perlakuan Pemanasan Berulang, t=30 menit, T=100

Gambar 6. Pengaruh Perlakuan Pemanasan Berulang terhadap Rasa Saus Spaghetti


Ikan Tuna
Hasil rata-rata uji hedonik saus spaghetti ikan tuna dengan perlakuan pemanasan
berulang berdasarkan parameter rasa menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis berkisar
antara 3,83 – 4,13 atau pada taraf disukai. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
pemanasan berulang yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa saus spaghetti
ikan tuna. Rasa saus spaghetti ikan tuna berasal dari bahan-bahan yang digunakan seperti
buah tomat dan protein ikan tuna yang memiliki sifat fungsional sebagai flavor binding
(pengikat rasa) pada produk pangan (Lewless and Heymann (1998). Dan selama proses
pengolahan, rasa saus spaghetti ikan tuna akan dipengaruhi oleh bahan-bahan
yang ditambahkan dalam proses pengolahan seperti merica, garam serta daun oregano
25

yang memberikan cita rasa khas seperti saus spaghetti pada umumnya sehingga
disukai oleh panelis. Disamping itu, komponen lain yang dapat mempengaruhi rasa yaitu
senyawa kimia yang ditambahkan, adanya interaksi senyawa dengan komponen rasa yang
lain akan menaikkan rangsangan pada pada produk (Sulthoniyah, Sulistiyati, Eddy
Suprayitno, 2013).

IV.1.1.2 Aroma

Aroma merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan
tingkat kesegaran atau mutu suatu bahan pangan ataupun produk yang dihasilkan. Hasil uji
hedonik terhadap aroma pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.
5

3.90 3.87 3.83


4 3.63
Aroma (skor)

1 (kali pemanasan)
0 1 2 3
Pemanasan Berulang, t=30 menit, T=100

Gambar 7. Pengaruh Perlakuan Pemanasan Berulang terhadap Aroma Saus Spaghetti


Ikan Tuna
Hasil rata-rata uji hedonik saus spaghetti ikan tuna dengan perlakuan pemanasan
berulang berdasarkan parameter aroma menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis
berkisar antara 3,63 – 3,9 atau pada taraf disukai. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan pemanasan berulang yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma saus
spaghetti ikan tuna. Aroma saus spaghetti ikan tuna dipengaruhi oleh penambahan bahan-
bahan yang ditambahkan pada proses pengolahan memiliki aroma yang tajam dan
khas, seperti ikan tuna, merica serta daun oregano yang memberikan aroma khas sehingga
menambah citarasa saus spaghetti ikan tuna. Selain itu, bahan-bahan seperti bawang
merah, bawang putih dan bawang bombay juga memberikan peranan dalam pembentukan
aroma saus spaghetti ikan tuna, karena kandungan Allicin pada bawang putih merupakan
komponen utama yang berperan memberikan aroma pada bawang putih dan merupakan
salah satu komponen antibiotik. Disamping itu, lada yang ditambahkan pada
proses pengolahan saus spaghetti memberikan rasa pedas dan flavor yang khas jika
dicampur ke dalamnya (Ginting, 2008). Penambahan minyak pada proses pengolahan juga
berpengaruh terhadap rasa saus spaghetti ikan tuna yakni memberikan rasa gurih pada
makanan (Sutiah, dkk., 2008).
26

IV.1.2 Total Asam Tertitrasi

Pengujian total asam pada suatu produk pangan bertujuan untuk mengukur
kandungan asam organik dalam gula yang berperan sebagai pemberi rasa khas dalam
makanan. Pengujian total asam pada produk saus spaghetti ikan tuna dilakukan untuk
mengetahui kandungan asam yang terkandung dalam produk tersebut. Nilai total asam pada
saus spaghetti ikan tuna dengan perlakuan pemanasan dapat dilihat pada Gambar 8.
Total Asam Tertitrasi (%)

0.714

0.663

0.597

0.516
(kali pemanasan)
Perlakuan Pemanasan Berulang, t= 30 menit, T= 100 C

Gambar 8. Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap Total Asam Tertitrasi Saus


Spaghetti Ikan Tuna

Hasil analisa total asam tertitrasi pada saus spaghetti ikan tuna dengan perlakuan
pemanasan berulang dapat dilihat pada gambar diatas bahwa total asam tertitrasi saus
spaghetti ikan tuna berkisar antara 0,516% – 0,714%. Total asam yang terkandung dalam
saus spaghetti ikan tuna berasal dari buah tomat yang digunakan sebagai bahan baku utama
dalam pembuatan saus spaghetti ikan tuna yang mengandung total asam sekitar 0,55% dari
jenis asam sitrat dan malat yang berkontribusi terhadap cita rasa buah tomat. Berdasarkan
hasil analisa sidik ragam, perlakuan pemanasan yang diberikan berpengaruh nyata terhadap
kenaikan total asam saus spaghetti ikan tuna. Kenaikan total asam tertitrasi pada saus
spaghetti ikan tuna erat kaitannya dengan nilai pH dari saus spaghetti ikan tuna, dimana
kenaikan total asam akan menunjukkan penurunan pH pada saus spaghetti ikan tuna.
Hal ini diduga adanya kandungan pektin pada buah tomat yang dapat mengikat gula,
air dan padatan terlarut seperti asam-asam dalam bahan, sehingga menyebabkan total
asam semakin meningkat dan dikarenakan semakin banyaknya gula yang terhidrolisis
menjadi asam (Lubis et al, 2014).

IV.1.3 pH (Derajat Keasaman)

Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen yang menggambarkan tingkat


keasaman. Nilai pH merupakan parameter yang sangat penting untuk diketahui di dalam
pengolahan maupun pengawetan suatu bahan pangan karena perubahan nilai pH yang
27

signifikan dapat merubah rasa dari suatu produk. Pengukuran pH atau derajat keasaman
dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman suatu produk bahan pangan. Nilai pH pada
produk saus spaghetti ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 9.
4.3

4.2

4.1 4.04
pH

3.99
4.0
3.87
3.9 3.85

3.8 (kali pemanasan)


0 1 2 3
Pengaruh Pemanasan Berulang, t= 30 menit, T=100 C

Gambar 9. Hubungan antara Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap Derajat Keasaman


(pH) Saus Spaghetti Ikan Tuna
Hasil analisa pH pada saus spaghetti ikan tuna dengan perlakuan pemanasan berulang
dapat dilihat pada gambar diatas, pH saus spaghetti ikan tuna berkisar antara 3,87 – 4,04 dan
masih dalam taraf aman untuk dikonsumsi. Nilai pH yang rendah disebabkan karena adanya
kandungan asam yang terdapat dalam buah tomat yang merupakan bahan utama yang
digunakan pada proses pengolahan saus spaghetti ikan tuna. Hasil analisa sidik ragam
menunjukkan bahwa perlakuan pemanasan berulang tidak berpengaruh nyata terhadap
perubahan pH pada saus spaghetti ikan tuna, dimana nilai pH saus spaghetti ikan tuna pada
pemanasan satu kali mengalami peningkatan, namun secara keseluruhan nilai pH pada saus
spaghetti ikan tuna cenderung mengalami penurunan dalam keadaan asam setelah perlakuan
pemanasan yang diberikan, dimana nilai pH saus spaghetti ikan tuna masih sesuai dengan
persyaratan SNI (1994) untuk pH saos tomat yakni 3-4. Penurunan pH pada saus spaghetti
ikan tuna diduga perlakuan pemanasan berulang yang diberikan pada saus spaghetti ikan
tuna dapat menghidrolisis senyawa pektin yang terkandung dalam buah tomat menjadi asam
pektat dan sam pektinat, sehingga nilai keasaman semakin besar (Fahrizal dan Fadhil, 2014).

IV.1.4 Total Mikroba

Total Plate Count adalah salah satu teknik yang digunakan untuk mengetahui jumlah
koloni hidup yang terkandung dalam 1 ml sampel. Data penurunan total mikroba saus
spaghetti ikan tuna dengan perlakuan pemanasan berulang selang 24 jam dari pemanasan
awal dapat dilihat pada Tabel 3.
28

Tabel 3. Hasil Perhitungan Koloni Total Mikroba pada Saus Spaghetti Ikan Tuna
Hasil Perhitungan
Perlakuan Pemanasan
Koloni Log
A0 0,55 x 105 4,74
A1 0,45 x 105 4,65
A2 0,30 x 105 4,47
A3 0,25 x 105 4,39
Sumber: Data Primer Hasil Penelitian, 2017

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah mikroba pada saus spaghetti
ikan tuna dengan perlakuan pemanasan tidak dapat terdeteksi. Bedasarkan standar SNI,
mikroba dapat dihitung bila terdapat 25-250 koloni dalam suatu pengenceran, sedangkan
koloni dalam saus spaghetti ikan tuna hanya terdapat 2-5 koloni pada pengenceran 105.
Hal ini disebabkan karena pada proses pengolahannya dilakukan secara aseptis dan dengan
adanya perlakuan pemanasan yang diberikan dapat membebashamakan mikroorganisme
yang masih terkandung dalam saus spaghetti ikan tuna. Jumlah koloni yang terdapat dalam
saus spaghetti ikan tuna masih memenuhi persyaratan SNI bumbu instan pasta dan masih
aman untuk dikonsumsi. Standar total mikroba bumbu instan pasta menurut SNI SNI 01-
3709-1995 bahwa ambang batas total mikroba jenis bumbu instan adalah 1x106 koloni/ml
atau 6,0 log cfu/ml. Penurunan jumlah koloni dalam saus spaghetti ikan tuna dapat dilihat
pada Gambar 10.
4.8
Log Jumlah Mikroba

4.7 Log Jumlah Mikroba


Linear (Log Jumlah Mikroba)
4.6

4.5

4.4 y = -0.123x + 4.747


R² = 0.9764
4.3

4.2 (kali pemanasan)


0 1 2 3
Perlakuan Pemanasan Berulang, t= 30 menit, T= 100 C

Gambar 10. Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap Penurunan Jumlah Mikroorganisme


pada Saus Spaghetti Ikan Tuna
Jumlah koloni yang didapatkan pada saus spaghtti ikan tuna tanpa perlakuan
pemanasan berulang dalam gelas jar yaitu 0,55 x 105. Pemanasan yang digunakan saat
memasak saus spaghetti ikan tuna tidak cukup untuk mematikan semua mikroba pembusuk
dan mikroba patogen yang terdapat di dalamnya, sehingga diperlukan pemanasan berulang
untuk mematikan mikroba yang masih tersisa. Perlakuan pemanasan pertama menyebabkan
penurunan jumlah total mikroba dari log 4,74 (0,55x105) menjadi log 4,65 (0,45x105). Pada
29

perlakuan pemanasan berulang kedua menyebabkan terjadinya penurunan jumlah mikroba


dari log 4,65 (0,45x105) menjadi log 4,47 (0,30x105). Dan pada perlakuan pemanasan
berulang yang ketiga mikroba yang terkandung dalam saus spagehtti ikan tuna akan semakin
lemah oleh tekanan perlakuan pemanasan berulang yang diberikan terhadap saus spaghetti
ikan tuna, hingga dengan perlahan jumlah mikroba menurun hingga log 4,39. Berdasarkan
hasil dari analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemanasan berulang berpengaruh nyata
terhadap penurunan jumlah mikroba pada saus spaghetti ikan tuna. Perlakuan panas yang
diberikan pada saus spaghetti ikan tuna bertujuan untuk mematikan mikroorganisme yang
sensitif terhadap panas serta merusak sel-sel vegetatif dan spora yang masih terkandung
dalam produk pangan sehingga dengan adanya perlakuan pemanasan berulang yang
diterapkan pada saus spaghetti ikan tuna secara perlahan dapat mematikan mikroba yang
sebelumnya telah terpapar panas dan mengalami kerusakan dinding sel dan setelah 24 jam
akan mengalami recorvery kembali kemudian akan mati setelah diberi perlakuan panas
berulang (Nursari, Karimuna1 dan Tamrin, 2016).
IV. 2 Pemilihan Perlakuan Terbaik

Kriteria yang menjadi tolak ukur dalam menentukan perlakuan terbaik saus spaghetti
ikan tuna pada penelitian pertama yaitu berdasarkan sifat organoleptik yang sangat disukai
panelis yang meliputi rasa, aroma, dan warna serta hasil pengujian TPC terkecil dari saus
spaghetti ikan tuna yang diberi perlakuan pemanasan berulang. Berdasarkan analisis sidik
ragam, perlakuan pemanasan berulang berpengaruh nyata terhadap penurunan jumlah
mikroba pada saus spaghetti ikan tuna. Jumlah mikroba pada saus ikan tuna semakin
menurun dengan perlakuan pemanasan berulang yang diberikan, dimana perlakuana A3
dengan perlakuan 3x pemanasan mengandung total mikroba lebih rendah dibanding
perlakuan A0, A1 dan A2. Dan berdasarkan analisis sidik ragam, hasil uji organoleptik yang
melibatkan 15 panelis menunjukkan bahwa perlakuan pemanasan berulang tidak
berpengaruh nyata terhadap rasa rasa, aroma dan warna, sehingga kriteria pemilihan
perlakuan terbaik saus spaghetti ikan tuna berdasarkan efisiensi energi yang digunakan saat
pengolahan saus spaghetti ikan tuna, yakni perlakuan A2 dengan perlakuan 2x pemanasan
sebagai perlakuan terbaik. Pemanasan berulang yang diterapkan pada saus spaghetti ikan
tuna diharapkan dapat menurunkan populasi mikroba pada saus spaghetti ikan tuna sehingga
dapat disimpan dalam jangka waktu yang panjang. Hasil perlakuan terbaik dari penelitian
pendahuluan selanjutnya akan digunakan sebagai sampel tunggal dalam memprediksi umur
30

simpan saus spaghetti ikan tuna yang menggunakan metode ASLT (Accelerate Shelf Life
Test) model Arrhenius.
IV.3 Perubahan Mutu Saus Spaghetti Ikan Tuna pada Beberapa Suhu Selama
Penyimpanan

Penelitian utama dilakukan untuk mengamati perubahan mutu saus spaghetti ikan
tuna yang dikemas dalam kemasan jar dari segi organoleptik, kimia, fisik dan mikrobiologi
selama kurang lebih 8 minggu dengan suhu penyimpanan 31oC, 38oC dan 45oC.
Penyimpanan dengan kondisi suhu yang berbeda ini bertujuan untuk mempercepat proses
kerusakan saus spaghetti ikan tuna sehingga dapat diperkirakan kondisi kritis dari interaksi
beberapa perlakuan suhu yang diberikan. Parameter yang digunakan sebagai penentu titik
kritis dalam menentukan umur simpan saus spaghetti ikan tuna ini adalah uji organoleptik
(uji beda) yang meliputi parameter aroma dan rasa, uji TPC, pengukuran pH, total asam
tertitrasi, dan pengukuran tingkat kecerahan warna (L*) dengan menggunakan instrument
Chromameter. Data hasil pengamatan yang dikumpulkan selama 8 minggu dan diamati
setiap 14 hari kemudian ditentukan umur simpannya menggunakan metode percepatan/
ASLT (Accelerate Shelf Life Test) model Arrhenius.

IV. 3. 1 Uji Sensori

Pengujian organoleptik dengan metode uji beda dilakukan terhadap atribut aroma
dan rasa terhadap saus spaghetti ikan tuna selama penyimpanan dengan skala nilai 1 (tidak
beda/ sama), 2 (sedikit berbeda), 3 (agak berbeda), 4 (berbeda cukup besar), 5 (sangat
berbeda besar). Pengujian organoleptik dengan metode uji beda dilakukan untuk mengetahui
tingkat perbedaan produk uji yang disimpan pada tiga suhu berbeda dengan produk kontrol,
sehingga dapat diketahui produk tersebut telah mengalami penyimpangan atau sebaliknya.
Pengujian organoleptik ini dilakukan dengan melibatkan 15 orang panelis untuk mengetahui
kesan yang ditimbulkan panelis terhadap parameter aroma dan rasa saus spaghetti ikan tuna
selama masa penyimpanan.

IV. 3. 1. 1 Aroma

Aroma merupakan salah satu indikator yang dapat digunkan untuk menentukan
tingkat kesegaran atau mutu suatu produk pangan yang dihasilkan atau selama proses
penyimpanan. Selama penyimpanan aroma saus spaghetti ikan tuna diamati
dengan melakukan evaluasi sensori selama 8 minggu setiap 14 hari sekali. Perubahan aroma
saus spaghetti ikan tuna selama masa penyimpanan dapat dilihat Tabel 4.
31

Tabel 4. Hasil Penilaian Rata-Rata Skor Aroma Saus Spaghetti Ikan Tuna
Perlakuan Suhu
Hari
31oC 38oC 45oC
0 1 1 1
14 1.43 1.50 1.53
28 1.63 1.43 1.60
42 1.73 1.60 1.63
56 1.53 1.60 1.53
Sumber: Data Sekunder Uji Sensori Aroma, Laboratorium Pengolahan Pangan
Berdarkan tabel di atas, peningkatan suhu penyimpanan menyebabkan terjadinya
perubahan aroma terhadap aroma saus spaghetti ikan tuna selama masa penyimpanan. Rata-
rata skor terbaik untuk uji beda adalah 1 dan total skor ambang batas penerimaan adalah 4.
Hasil pengujian diatas menunjukkan bahwa sampel saus spaghetti ikan tuna selama masa
penyimpanan masih dapat diterima oleh panelis dari segi aroma hingga penyimpanan
minggu ke- 8, dimana skor yang diperoleh belum mencapai skor titik kritis aroma saus
spaghetti ikan tuna yang ditetapkan yaitu 4. Perubahan aroma baik untuk perlakuan suhu
31OC, 38OC dan 45OC tidak terlalu jauh berbeda hingga penyimpanan hari ke- 56, dimana
aroma sampel uji untuk setiap perlakuan suhu masih memiliki aroma yang khas dan tidak
mengalami penyimpangan jika dibandingkana dengan aroma saus spaghetti ikan tuna
kontrol. Aroma khas saus spaghetti ikan tuna berasal dari bahan-bahan yang ditambahkan
selama proses pengolahan, yaitu bawang merah, bawang putih, bawang bombay dan
beberapa bumbu lainnya seperti merica dan daun oregano yang menghasilkan aroma saus
spaghetti pada umumnya. Pengujian ANOVA pada lampiran 11 menunjukkan bahwa
pengujian organolpetik saus spaghetti ikan tuna yang disimpan pada 3 kondisi suhu berbeda
berpengaruh sangat nyata terhadap parameter aroma selama masa penyimpanan sehingga
dapat dilanjutkan pada perhitungan Arrhenius.
Hasil perhitungan Arrhenius yang diamati pada perubahan mutu orde 0 dan orde 1
dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12.
5
4
Skor Aroma

y = 0.0083x + 1.2267 y = 0.0093x + 1.1667


3 y = 0.0098x + 1.1933 R² = 0.5004 R² = 0.6827
2 R² = 0.5797

1
0
0 10 20 30 40 50 60
Lama Penyimpanan (Hari)
Gambar 11. Perubahan Aroma Selama Penyimpanan Ordo 0
32

0.8
0.7
0.6
Skor Aroma 0.5
y = 0.0075x + 0.1566
R² = 0.5834
0.4
0.3 y = 0.0072x + 0.1402
0.2 y = 0.0066x + 0.1795 R² = 0.6549
0.1 R² = 0.5023
0
0 10 20 30 40 50 60
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 12. Perubahan Aroma Selama Penyimpanan Ordo 1

Hasil dari Gambar 11 dan 12 menghasilkan persamaan garis linear dari masing-
masing perlakuan suhu penyimpanan pada orde 0 dan orde 1, sehingga dari ketiga persamaan
tersebut dihasilkan nilai slope, intercept dan korelasi yang dapat dilihat pada Tabel 5
dan Tabel 6.
Tabel 5. Nilai slope, intercept dan kolerasi dari persamaan regresi linear parameter
aroma pada orde nol
Parameter Suhu (oC) Suhu (oK) Slope (k) Intercept Korelasi
31 304 0.01 1.20 0.580
Aroma 38 311 0.01 1.17 0.683
45 318 0.01 1.23 0.500

Tabel 6. Nilai slope, intercept dan kolerasi dari persamaan regresi linear parameter
aroma pada orde satu
Parameter Suhu (oC) Suhu (oK) Slope (k) Intercept Korelasi
31 304 0.01 0.157 0.583
Aroma 38 311 0.01 0.140 0.655
45 318 0.01 0.179 0.502

Berdasarkan nilai garis linear untuk memenuhi persamaan Ln k = A – B (1/t), maka


nilai slope (k) yang diperoleh diubah menjadi Ln k sedangkan suhu dalam satuan Kelvin (T)
diubah menjadi 1/t, sehingga nilai Ln K (Y) dan 1/t (X) untuk orde 0 dan orde 1 dapat dilihat
pada Tabel 7 dan Tabel 8.
Tabel 7. Nilai Ln K dan 1/t Orde Nol Pada Parameter Aroma
Suhu dalam oK (T) 1/T (X) Slope (K) Ln K (Y)
304 0.003 0.01 -4.629
311 0.003 0.01 -4.679
318 0.003 0.01 -4.787
33

Tabel 8. Nilai Ln K dan 1/t Orde Nol Pada Parameter Aroma


Suhu dalam oK (T) 1/T (X) Slope (K) Ln K (Y)
304 0.003 0.01 -4.898
311 0.003 0.01 -4.937
318 0.003 0.01 -5.027

Hasil persemaan nilai Ln k dan 1/t yang didapatkan dari Tabel 7 dan Tabel 8
diplotkan dalam grafik, sehingga diperoleh persaman regresi liner Arrhenius. Perbedaan
hubungan antara nilai 1/t dan Ln k pada orde 0 dan orde 1 dapat dilihat pada Gambar 13
dan Gambar 14.
-4.6
0.00312 0.00315 0.00318 0.00321 0.00324 0.00327 0.0033
-4.64

-4.68
ln k

-4.72 y = 1089.4x - 8.2026


R² = 0.9514
-4.76

-4.8
1/ T
Gambar 13. Nilai Ln (K) sebagai Fungsi dari 1/T Ordo 0 Aroma
-4.86
0.00312
-4.89 0.00315 0.00318 0.00321 0.00324 0.00327 0.0033

-4.92
y = 891x - 7.8199
ln k

-4.95
R² = 0.9458
-4.98
-5.01
-5.04
1/ T
Gambar 14. Nilai Ln (K) sebagai Fu ngsi dari 1/T Ordo 1 Aroma

Hasil data yang diplotkan pada Gambar 13 dan Gambar 14 menghasilkan regresi
linear Arrhenius pada orde 0 yaitu Y = 1089.4x - 8,2026 dengan R2 = 0,9514 dan regresi
linear Arrhenius pada orde 1 yaitu Y= 891 x – 7, 8199 dengan R2 = 0,9458.

IV. 3. 1. 2 Rasa

Rasa merupakan faktor yang penting dari produk makanan disamping aroma
dan konsistensi bahan yang digunakan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan
oleh bahan makanan tersebut. Rasa dari suatu bahan dapat berasal dari sifat bahan pangan
itu sendiri atau karena adanya zat lain yang ditambahkan pada proses pengolahannya
(Kartika dkk, 1988). Selama penyimpanan rasa saus spaghetti ikan tuna diamati
34

dengan melakukan evaluasi sensori selama 8 minggu setiap 14 hari sekali. Perubahan rasa
saus spaghetti ikan tuna selama masa penyimpanan dapat dilihat Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Penilaian Rata-Rata Skor Rasa Saus Spaghetti Ikan Tuna
Perlakuan Suhu
Hari
31oC 38oC 45oC
0 1 1 1
14 1.5 1.5 1.53
28 1.63 1.67 1.7
42 1.7 1.73 1.57
56 1.67 1.3 1.77
Sumber: Data Sekunder Uji Sensori Rasa, Laboratorium Pengolahan Pangan

Berdarkan tabel di atas, peningkatan suhu penyimpanan menyebabkan terjadinya


perubahan rasa saus spaghetti ikan tuna selama masa penyimpanan. Berdasarkan pendapat
beberapa panelis, pengujian organoleptik parameter rasa menunjukkan adanya perbedaan
rasa pada sampel uji dan sampel kontrol pada pengujian hari ke- 42. Namun, perbedaan rasa
yang dikemukakan bukan perubahan rasa yang menyimpang, melainkan perubahan rasa
sampel uji yang lebih enak dibandingkan dengan sampel kontrol, hal ini disebabkan selama
masa penyimpanan senyawa-senyawa yang terkandung di dalam saus spaghetti saling
berinteraksi satu sama lain sehingga menghasilkan rasa yang kompak. Selain itu, bahan-
bahan yang ditambahkan selama proses pengolahan, seperti buah tomat dan ikan tuna
memberikan cita rasa yang umami pada saus spaghetti ikan tuna, hal ini disebabkan adanya
kandungan asam glutamate yang merupakan salah satu asam amino yang berperan dalam
memberikan rasa umami pada produk olahan. Hal ini sesuai dengan pernyataaaan Subagio
(2006), rasa gurih didapatkan dari senyawa asam-asam amino, seperti: asam glutamat dan
asam nukleat. Amaliafitri (2010), menambahkan asam glutamat merupakan sumber rasa
umami (gurih) paling dominan dan berdampak pada kesempurnaan atau keaslian dari
rasa itu sendiri. Rasa umami disebut sebagai rasa dasar kelima disamping rasa manis,
asin, asam dan pahit. Pengujian ANOVA pada lampiran 12 menunjukkan bahwa saus
spaghetti ikan tuna yang disimpan pada 3 kondisi suhu berbeda berpengaruh sangat nyata
terhadap parameter rasa selama masa penyimpanan sehingga dapat dilanjutkan pada
perhitungan Arrhenius.
Hasil perhitungan Arrhenius yang diamati pada perubahan mutu orde 0 dan orde 1
dapat dilihat pada Gambar 15 dan Gambar 16.
35

5
4
y = 0.011x + 1.1933 y = 0.0112x + 1.2 y = 0.0121x + 1.1867
Skor Rasa
3
R² = 0.7007 R² = 0.671 R² = 0.7544
2
1
0
0 10 20 30 40 50 60
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 15. Perubahan Rasa Selama Penyimpanan Ordo 0


0.7
0.6
y = 0.0082x + 0.1581
0.5
Skor Rasa

R² = 0.6683
0.4
y = 0.0089x + 0.1543
0.3 R² = 0.713
y = 0.0083x + 0.1633
0.2
R² = 0.6444
0.1
0
0 10 20 30 40 50 60
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 16. Perubahan Rasa Selama Penyimpanan Ordo 1

Hasil dari Gambar 15 dan 16 menghasilkan persamaan garis linear dari masing-
masing perlakuan suhu penyimpanan pada orde 0 dan orde 1, sehingga dari ketiga persamaan
tersebut dihasilkan nilai slope, intercept dan korelasi yang dapat dilihat pada Tabel 10 dan
Tabel 11.

Tabel 10. Nilai slope, intercept dan kolerasi dari persamaan regresi linear parameter rasa
pada orde nol
Parameter Suhu (oC) Suhu (oK) Slope (K) Intercept Korelasi
31 304 0.01 1.193 0.701
Rasa 38 311 0.01 1.187 0.754
45 318 0.01 1.200 0.671

Tabel 11. Nilai slope, intercept dan kolerasi dari persamaan regresi linear parameter rasa
pada orde satu
Parameter Suhu (oC) Suhu (oK) Slope (K) Intercept Korelasi
31 304 0.01 0.158 0.668
Rasa 38 311 0.01 0.154 0.713
45 318 0.01 0.163 0.644

Berdasarkan nilai garis linear untuk memenuhi persamaan Ln k = A – B (1/t), maka


nilai slope (k) yang diperoleh diubah menjadi Ln k sedangkan suhu dalam satuan Kelvin (T)
36

diubah menjadi 1/t, sehingga nilai Ln K (Y) dan 1/t (X) untuk orde 0 dan orde 1 dapat dilihat
pada Tabel 12 dan Tabel 13.

Tabel 12. Nilai Ln K dan 1/t Orde Nol Pada Parameter Rasa
Suhu dalam oK (T) 1/T (X) Slope (K) Ln K (Y)
304 0.003 0.01 -4.514
311 0.003 0.01 -4.411
318 0.003 0.01 -4.493
Tabel 13. Nilai Ln K dan 1/t Orde Satu Pada Parameter Rasa
Suhu dalam oK (T) 1/T (X) Slope (K) Ln K (Y)
304 0.003 0.01 -4.805
311 0.003 0.01 -4.723
318 0.003 0.01 -4.793

Hasil persemaan nilai Ln k dan 1/t yang didapatkan dari Tabel 11 dan Tabel 12
diplotkan dalam grafik, sehingga diperoleh persaman regresi liner Arrhenius. Perbedaan
hubungan antara nilai 1/t dan Ln k pada orde 0 dan orde 1 dapat dilihat pada Gambar 17 dan
Gambar 18.
-4.4
0.00312
-4.42 0.00315 0.00318 0.00321 0.00324 0.00327 0.0033

-4.44
y = -158.05x - 3.9643
ln k

-4.46 R² = 0.0442
-4.48
-4.5
-4.52
1/ T
Gambar 17. Nilai Ln (K) sebagai Fungsi dari 1/T Ordo 0 Rasa
-4.7
0.00312 0.00315 0.00318 0.00321 0.00324 0.00327 0.0033
-4.72
-4.74 y = -85.017x - 4.5002
R² = 0.0192
ln k

-4.76
-4.78
-4.8
-4.82
1/ T
Gambar 18. Nilai Ln (K) sebagai Fungsi dari 1/T Ordo 1 Rasa

Hasil data yang diplotkan pada Gambar 17 dan Gambar 18 menghasilkan regresi
linear Arrhenius pada orde 0 yaitu Y = -158,05x - 3,9643 dengan R2 = 0,0442 dan regresi
linear Arrhenius pada orde 1 yaitu Y= -85,017x – 4,5002 dengan R2 = 0,0192.
37

IV. 3. 2 Analisis pH
Nilai pH merupakan parameter yang sangat penting untuk diketahui di dalam
pengolahan maupun pengawetan suatu bahan pangan karena perubahan nilai pH yang
signifikan dapat merubah rasa dari suatu produk. Pengukuran pH atau derajat keasaman saus
spaghetti ikan tuna bertujuan untuk mengetahui tingkat keasaman produk selama masa
penyimpanan. Selama penyimpanan saus spaghetti ikan tuna diamati dengan melakukan
pengukuran pH selama 8 minggu dengan pengambilan sampel setiap 14 hari sekali.
Perubahan pH saus spaghetti ikan tuna selama masa penyimpanan dapat dilihat Tabel 14.

Tabel 14. Hasil Pengukuran Rata-Rata pH Saus Spaghetti Ikan Tuna


Perlakuan Suhu
Hari
310C 380C 450C
0 5.05 5.05 5.05
14 5.355 5.215 5.22
28 4.555 4.405 4.435
42 4.465 4.425 4.53
56 4.535 4.475 4.46
Sumber: Data Sekunder Pengukuran pH, Laboratorium Pengolahan Pangan
Berdarkan tabel di atas, peningkatan suhu penyimpanan menyebabkan penurunan pH
pada saus spaghetti ikan tuna. Semakin tinggi suhu penyimpanan produk, maka pH saus
spaghetti ikan tuna semakin menurun. Rata-rata pH dari awal penyimpanan adalah 5,05 dan
pH ambang batas penerimaan saus spaghetti ikan tuna yaitu 5,97. Nilai pH yang rendah pada
saus spaggetti ikan tuna dikarenakan bahan baku utama yang digunakan yaitu berupa buah
tomat yang mengandung asam-asam organik salah satunya yaitu asam sitrat yang berperan
dalam menentukan nilai pH. Namun kandungan asam organik dalam buah-buahan sangat
rendah berkisar 1-2,5 dari berat bahan (Winarno dan Aman, 1984). Secara keseluruhan hasil
pengukuran pH saus spaghetti ikan tuna selama masa penyimpanan menunjukkan perubahan
nilai pH yang fluktuatif dengan kisaran nilai pH 4-5. Hal ini dikarenakan pada proses
pengolahan tidak ada penambahan senyawa asam yang dapat mempertahankan nilai pH saus
spaghetti ikan tuna, sehingga selama masa penyimpanan nilai pH saus spaghetti ikan tuna
fluktuatif. Penambahan asam pada produk olahan dapat menurunkan pH yang disertai
dengan naiknya kosentrasi ion hidrogen (H+) dan dijumpai bahwa pH rendah lebih besar
penghambatannya pada pertumbuhan mikroorganisme (Tranggono, et al., 1989). Pengujian
ANOVA pada lampiran 13 menunjukkan bahwa saus spaghetti ikan tuna yang disimpan
pada 3 kondisi suhu berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap perubahan nilai pH selama
masa penyimpanan sehingga dapat dilanjutkan pada perhitungan Arrhenius.
38

6
y = -0.01x + 4.97 y = -0.0101x + 4.929
5.5
R² = 0.8058 R² = 0.7397
y = -0.01x + 4.888
5
R² = 0.6739
pH
4.5

3.5
0 10 20 30 40 50 60
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 19. Analisis pH Selama Penyimpanan Ordo 0


1.64
y = -0.0021x + 1.6033
1.6
R² = 0.8062
1.56 y = -0.0021x + 1.5946
R² = 0.7398
pH

1.52
y = -0.0021x + 1.5858
1.48
R² = 0.6745
1.44
0 10 20 30 40 50 60
Lama Penyimpanan (Hari)

Gambar 20. Analisis pH Selama Penyimpanan Ordo 1

Hasil dari Gambar 19 dan 20 menghasilkan persamaan garis linear dari masing-
masing perlakuan suhu penyimpanan pada orde 0 dan orde 1, sehingga dari ketiga persamaan
tersebut dihasilkan nilai slope, intercept dan korelasi yang dapat dilihat pada Tabel 15 dan
Tabel 16.
Tabel 15. Nilai slope, intercept dan kolerasi dari persamaan regresi linear parameter
pH pada orde nol
Parameter Suhu (oC) Slope (K) Intercept Korelasi
31 -0.01 4.97 0.806
pH 38 -0.01 4.88 0.674
45 -0.01 4.93 0.740

Tabel 16. Nilai slope, intercept dan kolerasi dari persamaan regresi linear parameter
pH pada orde satu
Parameter Suhu (oC) Slope (K) Intercept Korelasi
31 -0.002 1.603 0.806
pH 38 -0.002 1.586 0.674
45 -0.002 1.595 0.740

Berdasarkan nilai garis linear untuk memenuhi persamaan Ln k = A – B (1/t), maka


nilai slope (k) yang diperoleh diubah menjadi Ln k sedangkan suhu dalam satuan Kelvin (T)
39

diubah menjadi 1/t, sehingga nilai Ln K (Y) dan 1/t (X) untuk orde 0 dan orde 1 dapat dilihat
pada Tabel 17 dan Tabel 18.

Tabel 17. Nilai Ln K dan 1/t Orde Nol Pada Parameter pH


Suhu dalam oK (T) 1/T (X) Slope (K) Ln K (Y)
304 0.003 -0.010 -4.602
311 0.003 -0.010 -4.602
318 0.003 -0.010 -4.598

Tabel 18. Nilai Ln K dan 1/t Orde Satu Pada Parameter pH


Suhu dalam oK (T) 1/T (X) Slope (K) Ln K (Y)
304 0.003 -0.002 -6.160
311 0.003 -0.002 -6.153
318 0.003 -0.002 -6.152

Hasil persemaan nilai Ln k dan 1/t yang didapatkan dari Tabel 17 dan Tabel 18
diplotkan dalam grafik, sehingga diperoleh persaman regresi liner Arrhenius. Perbedaan
hubungan antara nilai 1/t dan Ln k pada orde 0 dan orde 1 dapat dilihat pada Gambar 21 dan
Gambar 22.
-4.597
0.00312
-4.598 0.00315 0.00318 0.00321 0.00324 0.00327 0.0033

-4.599
y = -24.342x - 4.5221
ln k

-4.6
R² = 0.7387
-4.601
-4.602
-4.603
1/ T

Gambar 21. Nilai Ln (K) sebagai Fungsi dari 1/T Ordo 0 pH


-6.15
0.00312
-6.152 0.00315 0.00318 0.00321 0.00324 0.00327 0.0033

-6.154
ln k

-6.156
-6.158
y = -52.24x - 5.987
-6.16 R² = 0.8305
-6.162
1/ T
Gambar 22. Nilai Ln (K) sebagai Fungsi dari 1/T Ordo 1 pH

Hasil data yang diplotkan pada Gambar 21 dan Gambar 22 menghasilkan regresi
linear Arrhenius pada orde 0 yaitu Y = -24,342x - 4,5221 dengan R2 = 0,7387 dan regresi
linear Arrhenius pada orde 1 yaitu Y= -52,24x - 5,987 dengan R2 = 0,8305.
40

IV. 3. 3 Total Mikroba

Pengujian mikrobiologi sangat penting bagi produk-produk makanan. Pengujian


mikrobiologi dapat digunakan untuk menduga daya tahan makanan dan sebagai indikator
sanitasi dan keamanan pangan. Pengujian total mikroba pada produk saus spaghetti ikan tuna
dilakukan untuk mengetahui jumlah total mikroba saus spaghetti ikan tuna, baik dalam
bentuk kapang, khamir, maupun bakteri, yang terkandung dalam produk selama masa
penyimpanan. Selama penyimpanan saos spaghetti ikan tuna diamati dengan melakukan
pengujian TPC selama 8 minggu dengan pengambilan sampel setiap 14 hari sekali.
Perubahan pH saus spaghetti ikan tuna selama masa penyimpanan dapat dilihat Tabel 19.
Tabel 19. Populasi Mikroba (log cfu/ml) Saus Spaghetti Ikan Tuna
Perlakuan Suhu
Hari 31oC 38 oC 45 oC
(log cfu/ml)
0 4 4 4
14 4.88 4.85 5
28 5.10 4.98 5.08
42 5.34 5.41 5.53
56 5.52 5.56 5.64
Sumber: Data Sekunder Pengujian Total Plate Count, Laboratorium Mikrobiologi Pangan
Berdarkan tabel di atas, peningkatan suhu selama masa penyimpanan dapat
menyebabkan meningkatnya populasi mikroba (log cfu/ml) pada saus spaghetti ikan tuna.
Hasil pengujian TPC menunjukkan bahwa jumlah mikroba yang terkandung dalam saus
spaghetti ikan tuna selama masa penyimpanan masih aman untuk dikonsumsi yakni 4 – 5,64
log cfu/ml, baik pada penyimpanan suhu 31oC, 38oC dan 45oC. Total mikroba yang terdapat
dalam saus spaghetti ikan tuna masih memenuhi persyaratan SNI bumbu instan pasta,
sehingga masih aman untuk dikonsumsi. Standar jumlah mikroba yang ditetapkan oleh SNI
01-3709-1995 yaitu untuk jenis bumbu instan pasta adalah 1x106 koloni/ml atau 6,0 log
cfu/ml. Kenaikan jumlah mikroba pada saus spaghetti ikan tuna disebabkan kandungan
nutrisi yang kompleks di dalam saus spaghetti ikan tuna, sehingga dapat digunakan mikroba
untuk pertumbuhannya. Selain itu, pada proses pengolahan tidak ada penambahan
bahan pengawet berupa asam benzoate atau natrium benzoate sehingga pertumbuhan
mikroba pada saus spaghetti ikan tuna selama masa penyimpanan tidak dapat dihambat
(Tranggono, et al., 1989). Pengujian ANOVA pada lampiran 14 menunjukkan bahwa total
mikroba saus spaghetti ikan tuna yang disimpan pada 3 kondisi suhu berbeda berpengaruh
41

sangat nyata selama masa penyimpanan sehingga dapat dilanjutkan pada perhitungan
Arrhenius.
6

5.6
y = 0.0264x + 4.2211
log cfu/ml

5.2
R² = 0.907
y = 0.025x + 4.2657
4.8
R² = 0.8737
y = 0.0272x + 4.2881
4.4
R² = 0.8616
4
0 10 20 30 40 50 60
Lama Penyimpanan (Hari)
Gambar 23. Populasi Mikroba (log cfu/ml) Selama Penyimpanan Ordo 0
2
1.8 y = 0.0053x + 1.4495
R² = 0.8432
ln cfu/ml

1.6
y = 0.0056x + 1.4547 y = 0.0055x + 1.4408
1.4
R² = 0.8312 R² = 0.8804
1.2
1
0 10 20 30 40 50 60
Lama Penyimpanan (Hari)
Gambar 24. Populasi Mikroba (log cfu/ml) Selama Penyimpanan Ordo 1

Tabel 20. Nilai slope, intercept dan kolerasi dari persamaan regresi linear parameter total
mikroba pada orde nol
Parameter Suhu (oC) Suhu (oK) Slope (K) Intercept Korelasi
31 304 0.025 4.266 0.874
TPC 38 311 0.026 4.221 0.907
45 318 0.027 4.288 0.862

Tabel 21. Nilai slope, intercept dan kolerasi dari persamaan regresi linear parameter total
mikroba pada orde satu
Parameter Suhu (oC) Suhu (oK) Slope Intercept Korelasi
31 304 0.005 1.450 0.843
TPC 38 311 0.006 1.441 0.880
45 318 0.006 1.455 0.831

Berdasarkan nilai garis linear untuk memenuhi persamaan Ln k = A – B (1/t), maka


nilai slope (k) yang diperoleh diubah menjadi Ln k sedangkan suhu dalam satuan Kelvin (T)
diubah menjadi 1/t, sehingga nilai Ln K (Y) dan 1/t (X) untuk orde 0 dan orde 1 dapat dilihat
pada Tabel 22 dan 23.
42

Tabel 22. Nilai Ln K dan 1/t Orde Nol Pada Parameter Total Mikroba
Suhu dalam oK (T) 1/T (X) Slope (K) Ln K (Y)
304 0.003 0.025 -3.688
311 0.003 0.026 -3.635
318 0.003 0.027 -3.606
Tabel 23. Nilai Ln K dan 1/t Orde Satu Pada Parameter Total Mikroba
Suhu dalam oK (T) 1/T (X) Slope (K) Ln K (Y)
304 0.003 0.005 -5.249
311 0.003 0.006 -5.202
318 0.003 0.006 -5.182

Hasil persemaan nilai Ln k dan 1/t yang didapatkan dari Tabel 22 dan Tabel 23
diplotkan dalam grafik, sehingga diperoleh persaman regresi liner Arrhenius. Perbedaan
hubungan antara nilai 1/t dan Ln k pada orde 0 dan orde 1 dapat dilihat pada Gambar 25 dan
Gambar 26.
-3.57
0.00312 0.00315 0.00318 0.00321 0.00324 0.00327 0.0033
-3.6
y = -564.04x - 1.8286
-3.63
R² = 0.9758
ln k

-3.66

-3.69

-3.72
1/ T

Gambar 25. Nilai Ln (K) sebagai Fungsi dari 1//T Ordo 0 Populasi Mikroba
-5.16
0.00312 0.00315 0.00318 0.00321 0.00324 0.00327 0.0033
-5.18

-5.2 y = -467.27x - 3.7081


ln k

R² = 0.9558
-5.22

-5.24

-5.26
1/ T
Gambar 26. Nilai Ln (K) sebagai Fungsi dari 1//T Ordo 1 Populasi Mikroba

Hasil data yang diplotkan pada Gambar 25 dan Gambar 26 menghasilkan regresi
linear Arrhenius pada orde 0 yaitu Y = -564,04x – 1,8286 dengan R2 = 0,9758 dan regresi
linear Arrhenius pada orde 1 yaitu Y= -467,27x – 3,7081 dengan R2 = 0,9558.
43

IV. 3. 4 Total Asam Tertitrasi


Asam-asam yang dianalisis dalam analisis total asam tertitrasi adalah semua jenis
asam yang terdapat dalam medium, baik asam yang terdisosiasi maupun yang tidak
terdisosiasi dan jumlahnya dapat diketahui dengan banyaknya NaOH yang bereaksi dengan
asam-asam tersebut. Selama penyimpanan saos spaghetti ikan tuna diamati dengan
melakukan pengujian total asam tertitrasi selama 8 minggu dengan pengambilan sampel
setiap 14 hari sekali. Perubahan total asam tertitrasi saus spaghetti ikan tuna selama masa
penyimpanan dapat dilihat Tabel 24.

Tabel 24. Hasil Pengukuran Rata-Rata Total Asam Tertitrasi Saus Spaghetti
Ikan Tuna
Perlakuan Suhu
Hari
31oC 38oC 45oC
0 0.655 0.655 0.655
14 0.645 0.670 0.619
28 0.626 0.623 0.680
42 0.578 0.576 0.598
56 0.706 0.673 0.594
Sumber: Data Sekunder Pengukuran Total Asam Tertitrasi, Laboratorium Pengolahan Pangan

Berdasarkan hasil pengujian total asam tertitrasi dan kemudian dilakukan uji
ANOVA (Lampiran 15) terhadap data yang diperoleh, maka hasil uji ANOVA
menunujukkan bahwa lama penyimpanan sampel selama 8 minggu tidak berpengaruh
nyata terhadap perubahan total asam tertitrasi saus spaghetti ikan tuna baik yang disimpan
pada suhu 31oC, 38oC maupun 45oC. Berdarkan tabel di atas, peningkatan suhu selama
masa penyimpanan dapat menyebabkan kandungan total asam saus spaghetti ikan
tuna fluktuatif, yaitu pada rentang 4,446 – 0,706. Kandungan asam yang terdapat dalam
saus spaghetti ikan tuna berasal dari asam-asam organik yang terkandung dalam bahan
baku utama yakni buah tomat. Asam organik paling dominan yang terkandung dalam buah
tomat yakni asam sitrat dan asam malat yang berkontribusi memberikan cita rasa pada
buah tomat (Salunkhe et al, 1974). Selain itu, aktivitas mikroorganisme dalam merombak
protein, karbohidrat dan zat-zat organik dalam saus spaghetti ikan tuna menjadi asam-
asam organik juga dapat mempenagruhi peningkatan total asam selama masa penyimpanan
(Wulandari, 2001).
44

IV. 3. 5 Analisis Warna


Warna merupakan indikator pertama yang dapat dilihat dan digunakan oleh
konsumen dalam membedakan mutu suatu produk karena warna produk dapat dengan
mudah menarik perhatian konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Penentuan
mutu suatu bahan makanan dapat dilakukan secara langsung dengan mempertimbangkan
warna dari bahan makanan tersebut. Selama penyimpanan saos spaghetti ikan tuna diamati
dengan melakukan analisis warna secara objektif dengan menggunakan Chromameter
CR-400/410 (Konica Minolta). Analisis warna ini dilakukan selama 8 minggu dengan
pengambilan sampel setiap 14 hari sekali. Perubahan tingkat kecerahan saus spaghetti ikan
tuna selama masa penyimpanan dapat dilihat Tabel 25.

Tabel 25. Pengujian Tingkat Kecerahan Saus Spaghetti Ikan Tuna


Perlakuan Suhu
Hari o
31 C 38oC 45oC
0 36.59 36.59 36.59
14 38.60 35.76 36.82
28 37.56 36.88 37.81
42 37.11 37.51 36.47
56 37.26 36.63 34.03
Sumber: Data Sekunder Pengukuran Warna (Chromameter), Laboratorium Teknik Kimia,
Politeknik Ujung Pandang

Berdasarkan hasil analisis warna berdasarkan nilai *L yang menunjukkan tingkat


kecerahan saus spaghetti ikan tuna dan kemudian dilakukan uji ANOVA (Lampiran 16)
terhadap data yang diperoleh, maka hasil uji ANOVA menunujukkan bahwa lama
penyimpanan saus spaghetti ikan tuna selama 8 minggu tidak berpengaruh nyata terhadap
perubahan warna/ tingkat kecerahan saus spaghetti ikan tuna baik yang disimpan pada suhu
31oC, 38oC maupun 45oC. Berdarkan tabel di atas, peningkatan suhu selama masa
penyimpanan dapat menyebabkan perubahan pada tingkat kecerahan warna pada saus
spaghetti ikan tuna namun tidak signifikan, saus spaghetti ikan tuna yang disimpan pada
suhu 31oC nilai tingkat kecerahan cenderung naik/ cerah sedangkan pada penyimpanan suhu
38oC dan 45 oC perubahan tingkat kecerahan warna fluktuatif, namun cenderung menurun
mengarah ke arah hitam/ gelap. Pada minggu ke- 8, tingkat kecerahan warna saus spaghetti
ikan tuna pada suhu 45oC mengalami penurunan warna secara signifikan yakni 34,03. Warna
saus spaghetti ikan tuna sangat dipengaruhi oleh warna bahan yang digunakan yakni buah
tomat. Buah tomat mengandung senyawa likopen yang merupakan salah satu jenis
karotenoid yang memberikan warna merah hingga kuning pada suatu bahan pangan.
45

Pengolahan yang dilakukan telah merubah warna merah dari senyawa likopen menjadi
warna oranye akibat pengaruh penambahan minyak goreng yang saat proses pengolahan.
Selama masa penyimpanan perubahan warna pada saus spaghetti ikan tuna diduga terjadi
karena adanya reaksi Maillard. Reaksi ini terjadi karena adanya reaksi-reaksi antara
karbohidrat dengan gugus primer, yaitu gugus amino dari protein bereaksi dengan gugus
aldehida atau keton dari gula pereduksi. Reaksi ini menyebabkan produk pangan berwarna
coklat yang disebut kompleks melanoidin (Wulandari, 2001). Faktor lainnya yang dapat
mempengaruhi perubahan warna pada produk pangan diantaranya bahan pengemas, proses
pengolahan, pigmen dan zat warna yang ditambahkan, udara dan cahaya dari lingkungan
yang saling berinteraksi dengan produk tersebut, perubahan suhu, karakteristik dan transmisi
kemasan yang digunakan, serta karakteristik fisik bahan yang dapat mempengaruhi
kecerahan dan kekeruhan produk pangan tersebut (Singh, 1994).

IV. 4 Pendugaan Umur Simpan Saus Spaghetti Ikan Tuna

Langkah pertama dalam melakukan pendugaan umur simpan saus spaghetti ikan tuna
adalah penentuan orde reaksi. Perubahan mutu produk dapat berlangsung secara konstan
atau tidak. Jika berlangsung secara konstan, maka perubahannya mengikuti kurva linier dan
menunjukkan orde reaksi 0. Akan tetapi jika perubahan mutu tidak berlangsung secara
konstan maka perubahan mutunya mengikuti kurva eksponensial dan menunjukkan orde 1.
Orde reaksi dipilih dari nilai koefisien determinasi (R2) yang lebih besar antara kurva linier
dan eksponensial.
Langkah selanjutnya adalah penentuan parameter kritis yang didasarkan pada
penurunan mutu produk selama penyimpanan. Beberapa parameter yang diamati dalam
penelitian ini adalah pengukuran pH, total mikroba, aroma dan rasa. Penentuan parameter
kritis dapat ditinjau dari nilai koefisien determinasi (R2) terbesar atau nilai terkecil dari
energi aktivasi setiap parameter uji untuk memulai suatu reaksi.
Tabel 26. Plot Hubungan 1/T versus slope dan energi aktivasi setiap Parameter
Pengamatan Saus Spaghetti Ikan Tuna
Ordo 0 Ordo 1
Parameter
Slope Ea (KJ/ mol) Korelasi Slope Ea (KJ/ mol) Korelasi
TPC 564.04 3.88 0.976 -467.27 1.35 0.956
Aroma 1089.36 9.06 0.951 891.00 1.77 0.946
Rasa -158.05 1.31 0.044 -85.02 0.17 0.019

Berdasarkan data penyajian dari tabel 26, parameter mutu yang dapat dijadikan
sebagai parameter kritis dalam pendugaan umur simpan saus spaghetti ikan tuna adalah
46

parameter rasa dari segi nilai energi aktivasi terendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Anagari (2010) bahwa semakin kecil energi aktivasi suatu produk maka semakin cepat
mengalami kerusakan. Parameter mutu kedua yang dijadikan parameter kritis adalah
parameter TPC yang memiliki nilai koefisien determinasi (R2) terbesar dibanding data
dari parameter lainnya, sehingga parameter TPC dapat dijadikan sebagai parameter kritis
dalam menentukan umur simpan saus spaghetti ikan tuna dalam penelitian ini. Hal ini sesuai
dengan pernyataan (Kusnandar, 2008) bahwa orde reaksi yang memiliki nilai koefisien
determinasi (R2) terbesar dapat dipilih sebagai parameter kritis dalam penentuan umur
simpan suatu produk. Titik kritis yang digunakan bagi parameter rasa adalah skor 4. Pada
skor tersebut saus spaghetti ikan tuna sudah mengalami perbedaan yang cukup besar atau
sudah mengalami penolakan oleh panelis. Sedangkan titik kritis yang digunakan bagi
parameter TPC adalah log 6 (1 x 106). Nilai maksimum total mikroba yang terkandung dalam
produk bumbu instan yaitu sebesar (1 x 106).
Langkah selanjutnya dalam pendugaan umur simpan adalah membuat regresi linier
dari hubungan antara ln k dan 1/T parameter rasa (Gambar 17), yaitu:
ln k = 3.964 – 158.05 (1/T) R2 = 0,0442
Persamaan di atas diekspresikan sebagai Ln K= Ln Ko-Ea/RT. nilai Ln Ko merupakan nilai
intersep dan nilai –E/R merupakan nilai slope dari persamaan Arrhenius, sehingga dapat
diperoleh energi aktivasi sebagai berikut :
-Ea/R = -158,05
R = 8,314 kal/mol K /1000
Ea = 1,31 kal/mol
Nilai Ln K diperoleh dari hasil kali nilai Ea/RT atau slope dengan nilai (1/T) kemudian
menambahkan nilai Ln Ko atau intersep sehingga nilai laju perubahan rasa/ nilai K untuk
tiap perlakuan suhu penyimpanan adalah
Suhu 31OC/ 304OK: Ln K = (Ea/R) x (1/T) - Ln Ko
Ln K = -158,05 x (1/304) – (- 3,964)
Ln K = -4,4842
K = 0,0113
O O
Suhu 38 C/ 311 K: Ln K = (Ea/R) x (1/T) - Ln Ko
Ln K = -158,05 x (1/311) – (-3,964)
Ln K = -4,4725
K = 0,0114
Suhu 45OC/ 318OK: Ln K = (Ea/R) x (1/T) - Ln Ko
Ln K = -158,05 x (1/318) – (-3,964)
Ln K = -4,4613
K = 0,0115
Setelah diperoleh laju perubahan rasa, maka dapat dicari umur simpan saus spaghetti
ikan tuna pada masing-masing suhu penyimpanan, yaitu:
47

Suhu 31OC atau 304 K:


4−1
𝑡= = 266 hari = 8 bulan 26 hari
0,0113
Suhu 38OC atau 311 K:
4−1
𝑡= = 263 hari = 8 bulan 23 hari
0,0114
Suhu 45OC atau 318 K:
4−1
𝑡= = 260 hari = 8 bulan 20 hari
0,0115
Pendugaan umur simpan saus spaghetti ikan tuna dari segi nilai koefisien determinasi
(R2) terbesar yakni parameter TPC adalah membuat regresi linier dari hubungan antara ln k
dan 1/T parameter TPC (Gambar 26), yaitu:
ln k = 3.7081 – 467.27 (1/T) R2 = 0,956
Persamaan di atas diekspresikan sebagai Ln K= Ln Ko-Ea/RT. nilai Ln Ko merupakan nilai
intersep dan nilai –E/R merupakan nilai slope dari persamaan Arrhenius, sehingga dapat
diperoleh energi aktivasi sebagai berikut :
-Ea/R = 467,27
R = 8,314 kal/mol K /1000
Ea = 3,88 kal/mol
Nilai Ln K diperoleh dari hasil kali nilai Ea/RT atau slope dengan nilai (1/T) kemudian
menambahkan nilai Ln Ko atau intersep sehingga nilai laju perubahan rasa/ nilai K untuk
tiap perlakuan suhu penyimpanan adalah
Suhu 31OC/ 304OK: Ln K = (Ea/R) x (1/T) - Ln Ko
Ln K = 467,27x (1/304) – (-3,7081)
Ln K = -5,2442
K = 0,0053
O O
Suhu 38 C/ 311 K: Ln K = (Ea/R) x (1/T) - Ln Ko
Ln K = 467,27x (1/311) – (-3,7081)
Ln K = -5,2106
K = 0,0055
Suhu 45OC/ 318OK: Ln K = (Ea/R) x (1/T) - Ln Ko
Ln K = 467,27x (1/318) – (-3,7081)
Ln K = -5,1775
K = 0,0056
Setelah diperoleh laju perubahan rasa, maka dapat dicari umur simpan saus spaghetti ikan
tuna pada masing-masing suhu penyimpanan, yaitu:
Suhu 31OC atau 304 K:
1.80 − 1.39
𝑡= = 77 hari = 2 bulan 17 hari
0,0053
Suhu 38OC atau 311 K:
1.80 − 1.39
𝑡= = 74 hari = 2 bulan 14 hari
0,0055
48

Suhu 45OC atau 318 K:


1.80 − 1.39
𝑡= = 71 hari atau 2 bulan 11 hari
0,0053
Rekaptulasi perhitungan umur simpan saus spaghetti ikan tuna pada beberapa suhu
bereda dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Penentuan Umur Simpan Saus Spaghetti Ikan Tuna (Bulan)
Suhu (oC) Ordo Rasa TPC Aroma
0 8.9 2.7 9.7
28
1 5.5 2.6 5.9
0 8.8 2.6 10.1
31
1 5.5 2.5 6.1
0 8.7 2.5 10.9
38
1 5.4 2.4 6.5
0 8.6 2.4 11.8
45
1 5.4 2.3 6.9

Berdasarkan hasil penentuan parameter kunci yang telah ditentukan, dapat dilihat
pada tabel 28 bahwasanya saus spaghetti ikan tuna yang ditinjau dari segi parameter rasa
berdasarkan ordo 0 menghasilkan umur simpan 9,7 bulan bila disimpan pada suhu 28oC dan
jika dilihat dari segi parameter TPC berdasarkan ordo 1 menghasilkan umur simpan 2,6
bulan bila disimpan pada suhu 28oC. Tabel 28 menunjukkan bahwa dari segi parameter kunci
yaitu TPC, semakin tinggi suhu penyimpanan maka semakin pendek umur simpan saus
spaghetti ikan tuna. Hal ini dikarenakan pada proses pengolahan saus spaghetti ikan tuna
tidak ada penambahan bahan pengawet berupa asam benzoate atau natrium benzoate ke
dalam saus spaghetti ikan tuna sehingga pertumbuhan mikroba yang masih terkandung
dalam tidak dapat ditekan. Hal ini sesuai pernyataan Srieatimah (2007) bahwasanya
penggunaan bahan tambahan makanan yang berfungsi sebagai pengawet bertujuan untuk
menghambat atau menghentikan aktivitas mikroba seperti bakteri, kapang, khamir, sehingga
dapat meningkatkan daya simpan suatu produk olahan, meningkatkan cita rasa, serta
mencegah perubahan warna. Salah satu bahan pengawet berupa natrium benzoate, yang jika
ditambahkan dalam bahan pangan maka akan terurai menjadi bentuk efektif yaitu bentuk
asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Mekanisme natrium benzoat sebagai bahan pengawet
berdasarkan permeabilitas membran sel mikroba terhadap molekul-molekul asam benzoat
tidak terdissosiasi. Dalam suasana pH 4,5 molekul-molekul asam benzoat tersebut dapat
mencapai sel mikroba yang membran selnya mempunyai sifat permeabel terhadap molekul-
molekul asam benzoat yang tidak terdissosiasi. Sel mikroba yang mempunyai pH cairan sel
netral akan dimasuki molekul-molekul asam benzoat, selanjutnya molekul asam benzoat
49

akan terdissosiasi dan menghasilkan ion-ion H+, sehingga akan menurunkan pH mikroba
pada bahan pangan. Akibatnya metabolisme sel akan terganggu dan akhirnya sel mati
(Winarno dan Jennie, 1974).
50

V PENUTUP

V. 1 Kesimpulan
1. Pada penelitian pendahuluan yang menjadi perlakuan terbaik saus spaghetti ikan tuna
adalah perlakuan A2 (2x pemanasan) dengan skor rasa 4.1 (Suka), aroma 4 (suka) dan
warna 3.9 (suka), pH 3,99, total asam 0,663 dan total mikroba log 4,47.
2. Pada penelitian utama diperoleh pendugaan umur simpan saus spaghetti ikan tuna
(2x pemanasan) dengan metode akselerasi model persamaan Arrhenius pada suhu 28oC
dengan RH 50% berdasarkan analisis biologi yaitu TPC memiliki umur simpan 78 hari
atau 2,6 bulan sedangkan dari analisis fisik (organoleptik) yaitu parameter rasa sebagai
parameter kunci, memiliki umur simpan 267 hari atau 8,9 bulan.

V. 2 Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya dilakukan pengujian Total Plate Count secara
anaerob sehingga dapat diketahui jumlah mikroba yang dapat hidup dalam saus spaghetti
ikan tuna yang dikemas secara vakum. Selain itu, jenis ikan tuna yang digunakan pada
penenlitian ini tergolong jenis ikan musiman yang kurang berlimpah di pasaran. Sebaiknya
digunakan jenis ikan non musiman atau yang kurang dimanfaatkan (non ekonomis) sehingga
dapat mengurangi cost produksi serta dapat meningkatkan nilai ekonomis ikan yang
digunakan.
51

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal S., Rao A. V. 2000. Tomato Lycopene and its Role in Human Health and
Chronic Diseases. Can Med Assoc J.,163:739- 44.
Ahmad, Z. 2014. Kimia Fisik Pangan. http://ahmadzaki.lecture.ub.ac.id/files/2014/04/-
Kinetika-reaksi-KFP-20141.pdf
Amaliafitri. 2010. Umami sebagai Rasa Dasar ke-5. http://mediaprofesi.com/gaya-
hidup/92-umami-sebagai-rasa-dasar-ke-5-html.
Anagari, H., S.A. Mustaniroh, Wignyanto. 2010. Penentuan umur simpan minuman
fungsional sari akar alang-alang dengan metode Accelerated Shelf Life Testing
(ASLT). Batu, Malang.
Arpah, M. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluwarsa Produk Pangan. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Arpah M, Syarief R. 2000. Evaluasi Model-Model Pendugaan Umur Simpan
Pangan Dari Difusi Hukum Fick Unidireksional. Bul Teknologi dan Industri
Pangan 9:1-11
Cahyono, B. 2008. Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen Tomat. Kanisius,
Yogyakarta.
Cowan, M. K., & K. P. Talaro. 2009. Microbiology : A Systems Approach. McGraw-Hill.
New York 10020.
Di Mascio, P., Kaiser, S. dan Sies, H., 1989, Lycopene as The Most Efficient Biological
Carotenoid Singlet Oxygen Quencher, Archives of Biochemistry and Biophysics.
Desai, S.V. dan Varadaraj, M.C. 2010. Behavioural pattern of vegetative cells 2424 and
spores of Bacillus cereus as affected by time-temperature combinations used
in processing of India traditional foods. Journal Food Science and Technology
47(5): 549-556.
Dewanti, T., Rukmini, Nurcholis, Maligan. 2010. Aneka Produk Olahan Tomat dan
Cabe. Laporan yang dipublikasikan oleh Universitas Brawijaya, Malang.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2011. Renstra Direktorat Jenderal Hortikultura Edisi
Revisi tahun 2010 - 2014.
Fahrizal dan Fadhil. 2014. Kajian Fisiko Kimia dan Daya Terima Organoleptik Selai
Nenas yang Menggunakan Pektin dari Limbah Kulit Kakao. Jurnal Teknologi
dan Industri Pertanan Indonesia. Vol. (6) No. 3, 2014. Universitas Syiah Kuala,
Darussalam.
Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ginting, R. 2008. Pengaruh Pengolahan Terhadap Kadar Likopen Buah Tomat Dan
Pengaruh Penyimpanan Pada Suhu Dingin (Refrigeration) Terhadap Mutu
Produk Olahan Tomat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
H Kordi K, M.G.(2015). Pengelolaan Perikanan Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press. Halaman 123-125.
Hambali, E., A. Suryani, dan M. Ihsanur., 2006. Membuat Saus Cabai dan Tomat. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Jay JM. 1996. Modern Food Microbiology. Ed ke-5. USA : Champman & Hall.
52

Jay, J,. 2006. Modern Food Microbiology 6th Edition. Publisher. Maryland.
Kartika, Bambang. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. UGM: PAU Pangan dan
Gizi.
Kusnandar, F. 2010. Memahami Proses Termal dalam Pengawetan Pangan. Departemen
Ilmu Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Labuza, T.P. 1982. Shelf Life Dating of Food. Food and Nutrition Press, Inc. Westport,
Connecticut, USA.
Lewless DM and Heymanann. 1998. Sensory Evaluation of Food. Chapman and Hall.
New York.
Lubis, Zulkifli et al. 2014. Pengaruh Konsentrasi Pektin dan Lama Penyimpanan
Terhadap Mutu Selai Nanas Lembaran. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian.
Vol. 2. No.4. 2014. USU Medan.
Maghfiroh, I. 2000. Pengaruh penambahan bahan pengikat terhadap karaktristik
nugget dari ikan patin (Pangasius hypothalamus). Skripsi. Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Marsena. 2016. Mempelajari Pengaruh Pemanasan Berulang (Tyndalisasi) Terhadap
Mutu Sambal Udang Rebon (skripsi). Universitas Hasanuddin. Makassar.
Nurjanah., Tati Nurhayati dan Rijan Zakaria, 2011. Kemunduran Mutu Ikan Gurami
(Osphronemus gouramy) Pasca Kematian dan Penyimpanan Suhu
Chilling. Jurnal Sumber Daya Perairan. Volume 5. Nomor 2. Hal 15.
http://journal.ubb.ac.id/index.php/aquatic/issue/downl oad/39/59.
Nursari, Karimuna1 Dan Tamrin. 2016. Pengaruh pH dan Suhu Pasteurisasi terhadap
Karakteristik Kimia, Organoleptik Dan Daya Simpan Sambal. Jurnal Sains dan
Teknologi Pangan. Vol. 1, No. 2, P. 151-158.
Rugayah, E.A. Widjaja, dan Praptiwi. 2004. Pedoman Pengumpulan Data
Keanekaragaman Flora. Pusat Penelitian Biologi, LIPI. Bogor.
Salunkhe, D. K, S.K. Pao, & G.G. Dull. 1974. Assesment of nutritive value, quality and
stability of cruciferous vegetables during storage and subsequent to processing.
In Storage, Processing and Nutritional quality of Fruit and Vegetables. CRC
Press, Cleveland, Ohio.
Setijorini, L. E dan S. Sulistiana. 2001. Studi Tentang Penggunaan Klasium Klorida
(Cacl2) Dalam Mempertahankan Kualitas Dan Menghambat Proses
Pemasakan Buah Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) Selama Penyimpanan.
Laporan yang dipublikasikan oleh Universitas Terbuka. UI, Jakarta.
Srieatimah, E., 2007. Waspadai bahan tambahan makanan.
http:www.pikiranrakyat.com/-cetak/2006/012006/05/cakrawala/lainnya.htm.
Subagio A. 2006. Mengembangkan Terasi Instan. Food Review Indonesia Vol. 1 No.9
Oktober 2006.
Sulthoniyah, Sulistiyati, Eddy Suprayitno. 2013. Pengaruh Suhu Pengukusan Terhadap
Kandungan Gizi Dan Organoleptik Abon Ikan Gabus (Ophiocephalus Striatus).
THPi Student Journal, Vol. I No. 1 Pp 33-45.
Sutiah K, Sofian F, Wahyu S. 2008. Studi Kualitas Minyak Goreng dengan parameter
Viskositas dan Indeks Bias. Jurusan Fisika FMIPA UNDIP.
53

Syarief, R.S., Santausa dan Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. PAU Pangan
dan Gizi IPB, Bogor.
Syarief, R.S. dan H. Haryadi. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan,
Jakarta.
Toledo, R.T. 1991. Fundamental of Food Engineering.2nd Edition. Chapman and Hall.
New York
Tranggono, Sutarji, Haryadi, dan A. Murdiati, 1989. Bahan Tambahan Pangan. Proyek
Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama Antar Universitas Pangan dan Gizi. UGM,
Yogyakarta.
Tugiyono. 2005. Tanaman Tomat. Agromedia Pustaka. Jakarta: 250 halaman.
Wandestri; F. Hamzah and N. Harun. (2016). Penambahan Beberapa Konsentrasi
Xanthan Gum Terhadap Mutu Saos Tomat. Jom Faperta; 3(1).
Wasonowati, C. 2011. Menigkatkan pertumbuhan tanaman tomat (Lycopersicum
esculentum Mill) dengan sistem budidaya hidroponik. Agrovigor volume 4.
Pp 21-28.
Wenli, Y., Z. Yaping., X. Zhen., J. Hui, and W. Dapu. 2001. The antioxidant properties of
lycopene concentrate extracted from tomato paste. Journal of the American Oil
Chemists' Society 2001, Volume 78, issue 7, pp 697-701
Winarno, F. G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G., dan B.S.L. Jennie, 1974. Dasar Pengawetan Pangan, Sanitasi dan
Peracunan. Departemen Teknologi Hasil Pertanian IPB-Press, Bogor.
Winarno, F.G. dan W. Aman, 1984. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya, Jakarta.
54

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Evaluasi Sensori

KUISIONER PENGUJIAN ORGANOLEPTIK


METODE HEDONIK
Nama :

Tanggal :

Sampel : Saos Spaghetti Ikan Tuna

Instruksi : Dihadapan saudara/i disajikan 2 buah sampel Saos Spaghetti Ikan Tuna,
saudara/i diminta memberikan penilaian terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa daari
masing-masing sampel dengan cara mencicipi sampel satu persatu. Netralkan indera
pengecap saudara/i dengan air putih setelah selesai mencicipi satu sampel. Setelah selesai,
berikan penilaian dan komentar saudara/i dalam ruang yang telah disediakan.

Keterangan :
1 : Sangat tidak suka
2 : Tidak suka
3 : Agak suka
4 : Suka
5 : Sangat Suka
Komentar……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………….
55

Lampiran 2. Hasil Uji Anova Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap Parameter Aroma
Saus Spaghetti Ikan Tuna
Aroma
Source of Variation Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .142 3 .047 1.075 .413

Within Groups .351 8 .044

Total .493 11

Lampiran 3. Hasil Uji Anova Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap Parameter Rasa
Saus Spaghetti Ikan Tuna
Rasa
Source of Variation Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .150 3 .050 .484 .703

Within Groups .827 8 .103

Total .977 11

Lampiran 4. Hasil Uji Anova Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap Parameter pH Saus
Spaghetti Ikan Tuna
pH
Source of Variation Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .074 3 .025 1.112 .399

Within Groups .178 8 .022

Total .252 11

Lampiran 5. Hasil Uji Anova Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap TPC Saus Spaghetti
Ikan Tuna
TPC
Source of Variation SS df MS F P-value F crit

Between Groups 15 3 5 4.444444 0.040679 4.066181

Within Groups 9 8 1.125

Total 24 11
56

Lampiran 6a. Hasil Uji Anova Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap Total Asam Saus
Spaghetti Ikan Tuna

Total Asam Tertitrasi


Source of Variation Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 0.61 3 .020 6.479 .016

Within Groups .025 8 .003

Total .086 11

Lampiran 6b. Uji Lanjutan Pengaruh Pemanasan Berulang terhadap Total Asam Saus
Spaghetti Ikan Tuna
Subset
PERLAKUAN N 1 2 3
“A0” 3 .5160
“A1” 3 .5970 .5970
“A2” 3 .6330 .6330
“A3” 3 .7140
Sig. .114 .453 .114

Lampiran 7. Rekapitulasi Hasil Pengukuran Parameter Pengamatan

Perlakuan Parameter
Pemanasan Total Asam (%) pH TPC
0 0,52 3.87 0.55 x105
1 0,60 4.04 0.45 x105
2 0,66 3.99 0.35 x105
3 0,71 3.85 0.25 x105
57

Lampiran 8. Kuesioner Evaluasi Sensori Selama Masa Penyimpanan

KUESIONER PENGUJIAN ORGANOLEPTIK

UJI BEDA DARI KONTROL

Nama :
Tanggal :
Sampel : Saos Spaghetti Ikan Tuna
Tujuan : Mengetahui tingkat perbedaan antara kontrol dengan sampel yang diuji
Instruksi : Dihadapan Anda terdapat 4 sampel saos spaghetti ikan tuna, 1 sampel
sebagai kontrol dan 3 sampel lainnya sebagai sampel uji (berkode). Anda diminta untuk
menguji secara berpasangan untuk mengetahui adakah perbedaan diantaranya dan seberapa
besar bedanya. Caranya: ambil sampel kontrol lalu lakukan pengamatan pada parameter
warna, aroma dan rasa. Kemudian netralkan mulut dengan air putih dan amati satu sampel
berkode yang telah disajikan dengan parameter yang sama. Berikan penilaian pada kolom
yang disediakan dengan ketentuan: 1 (tidak beda/ sama), 2 (sedikit berbeda), 3 (agak
berbeda), 4 (berbeda cukup besar), 5 (sangat berbeda besar). Selesai sampel 1, lakukan hal
yang sama pada sampel berikutnya. Tuliskan komentar Anda terutama pada perbedaan yang
terdeteksi.

Komentar:…………………………………………………………………………………..

………………………………………………………………………………………….........
58

Lampiran 9. Kualitas awal (Qo), Batas kualitas (Qt), dan Unit Kualitas (Qu) untuk tiap
Parameter Mutu

Parameter Kerusakan Batas Nilai Ln (nilai awal)


pH 5.97 1.79
Batas
TPC 6 1.80
Kualitas (Q)
Rasa 4 1.39
Aroma 4 1.39
Parameter Kerusakan Nilai Awal Ln (batas nilai)
pH 5.05 1.62
Kualitas Awal
TPC 4 1.39
(Qt)
Rasa 1 0
Aroma 1 0
Parameter Kerusakan Unit Ln (unit)
pH 0.92 0.17
Unit Kualitas
TPC 2 0.41
(Qu)
Rasa 3 1.39
Aroma 3 1.39

Lampiran 10. Hasil Uji Anova Parameter Aroma Selama Masa Penyimpanan
Source of
Variation SS Df MS F P-value F crit
Between
Groups 1.75266038 4 0.438165 251.3804 5.51E-10 3.47805
Within Groups 0.01743036 10 0.001743

Total 1.77009074 14
Keterangan :
p-Value < 0.01 = berpengaruh sangat nyata
0,01 < p-value > 0,05 = berpengaruh nyata
p-Value > 0.05 = tidak nyata

Lampiran 11. Hasil Uji Anova Parameter Rasa Selama Masa Penyimpanan
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 1.75266 4 0.438165 251.3804 5.51E-10 3.47805
Within Groups 0.01743 10 0.001743

Total 1.770091 14
Keterangan :
p-Value < 0.01 = berpengaruh sangat nyata
0,01 < p-value > 0,05 = berpengaruh nyata
p-Value > 0.05 = tidak nyata
59

Lampiran 12. Hasil Uji Anova Analisis pH Selama Masa Penyimpanan


Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 0.941217 4 0.235304 245.5348 6.19E-10 3.47805
Within Groups 0.009583 10 0.000958

Total 0.9508 14
Keterangan :
p-Value < 0.01 = berpengaruh sangat nyata
0,01 < p-value > 0,05 = berpengaruh nyata
p-Value > 0.05 = tidak nyata

Lampiran 13. Hasil Uji Anova Analisis Total Mikroba Selama Masa Penyimpanan

Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 4.566505 4 1.141626 247.8883 5.9E-10 3.47805
Within Groups 0.046054 10 0.004605

Total 4.612559 14
Keterangan :
p-Value < 0.01 = berpengaruh sangat nyata
0,01 < p-value > 0,05 = berpengaruh nyata
p-Value > 0.05 = tidak nyata

Lampiran 14. Hasil Uji Anova Analisis Total Asam Tertitrasi Selama Masa Penyimpanan
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 0.029609 4 0.007402 3.174273 0.063037 3.47805
Within Groups 0.02332 10 0.002332

Total 0.052929 14
Keterangan :
p-Value < 0.01 = berpengaruh sangat nyata
0,01 < p-value > 0,05 = berpengaruh nyata
p-Value > 0.05 = tidak nyata
60

Lampiran 15. Hasil Uji Anova Analisis Warna menggunakan Chromameter Selama Masa
Penyimpanan
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 3.664207 4 0.916052 0.830819 0.535279 3.47805
Within Groups 11.02588 10 1.102588

Total 14.69009 14
Keterangan :
p-Value < 0.01 = berpengaruh sangat nyata
0,01 < p-value > 0,05 = berpengaruh nyata
p-Value > 0.05 = tidak nyata
61

Lampiran 16. Dokumentasi Penelitian

Persiapan daging buah tomat Pure Tomat

Ikan tuna kukus Bumbu-bumbu dapur halus

Proses pemasakan saus spaghetti ikan tuna Saus spaghetti ikan tuna dalam kemasan jar

Penyimpanan pada suhu 31oC Penyimpanan pada suhu 38oC


62

Penyimpanan pada suhu 45oC Pengujian organoleptik

Pengujian total asam tertitrasi Pengujian Total Plate Count

Hasil Total Plate Count Pengujian Warna (Chromameter)

Anda mungkin juga menyukai