Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dengan letak geografis berada di garis khatulistiwa tergolong

sebagai negara yang memiliki hutan tropis dengan dukungan iklim, curah hujan

serta intensitas cahaya matahari yang panjang, sehingga sangat menguntungkan

dan menghasilkan peluang untuk terbentuknya ragam biodiversitas tumbuhan.

Selain tumbuhan penghasil kayu, dalam kawasan hutan terdapat ragam jenis

tumbuhan yang dikelompokkan sebagai tumbuhan penghasil non kayu, salah

satunya adalah tumbuhan rotan. Hasil tumbuhan rotan berupa batang rotan sangat

dibutuhkan dalam industri perabotan. Produk komoditas tumbuhan rotan lainnya

yang telah dilupakan dan akhir-akhir ini menjadi perhatian dunia adalah olahan

dari buah rotan berupa resin, produk resin yang sejak masa penjajahan Belanda

telah dikenal dalam perdagangan internasional sebagai “dragon’s blood” (Wein,

2007).

Resin jernang (Dragon`s blood) yang telah dikenal di pasaran berasal dari

beberapa sumber tanaman, bahan tersebut terdistribusi dalam beberapa spesies.

Telah diketahui bahwa kemungkinan produk terbaik berasal dari pulau Sumatera

yang merupakan resin dari buah tanaman rotan jernang yang secara ilmiah dikenal

sebagai Daemonorops draco (Willd.) Blum (Grieve, 2005).

Jernang secara tradisional telah digunakan untuk mengatasi diare, disentri

dan sebagai plester untuk menutup luka. Jernang mengandung resin berwarna

1
merah (dracoresin) sekitar 56,8% yang merupakan campuran dari ester-ester

turunan resin alkohol (dracoresinotannol), benzoat dan asam-asam benzoasetat;

resen amorf yang berwarna kuning terang (dracoresene) sebanyak 13,58%;

substansi amorf berwarna putih (dracoalban) sebanyak 2,5%; lemak nabati 18,4%

dan abu 8,3% (Trease, 1952).

Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama dalam

masyarakat Indonesia dan sering menyebabkan kematian, frekuensi buang air

besar tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lembek atau cair. Salah

satu penyebab diare adalah terjadinya infeksi pada usus terutama disebabkan oleh

Escherichia coli.

Berdasarkan hal diatas dilakukan penelitian uji aktivitas antibakteri resin

jernang, sebagai bakteri uji digunakan Staphylococcus aureus ATCC 29737,

Escherichia coli ATCC 10536, Salmonella typhi ATCC 14028 dan pembuatan

tablet menggunakan metode granulasi basah. Penelitian ini dilakukan di

laboratorium mikrobiologi dan teknologi formulasi tablet Fakultas Farmasi,

Universitas Sumatera Utara.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah resin jernang memiliki aktivitas sebagai antibakteri.

2. Apakah resin jernang dapat dibuat dalam bentuk sediaan tablet.

1.3 Hipotesis.

1. Resin jernang memiliki aktivitas sebagai antibakteri karena mengandung

senyawa flavonoid.

2. Resin jernang dapat dibuat kedalam bentuk sediaan tablet.

2
1.4 Tujuan

1. Menguji aktivitas antibakteri resin jernang terhadap bakteri Escherichia

coli, Salmonella typhi dan Staphylococcus aureus.

2. Membuat sediaan tablet yang mengandung resin jernang.

1.5 Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah sebagai pengembangan pemakaian resin

jernang dalam bentuk sediaan tablet yang berkhasiat antibakteri.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resin

Resin adalah campuran asam-asam karboksilat, minyak esensial dan

terpentin yang terdapat sebagai eksudat pada berbagai pohon atau tanaman semak

juga yang diproduksi secara sintetis. Resin merupakan benda padat amorf atau

semipadat yang sangat mudah terbakar, larut dalam etanol, karbon tetraklorida,

eter dan minyak yang mudah menguap. Sebagian besar lunak dan lengket, tetapi

mengeras jika terpapar pada suhu dingin (Dorland, 2000).

Resin alam dapat di kelompokkan dalam beberapa golongan (Wallis, 1951), yaitu:

1. Resin asam, dengan komposisi didominasi oleh resin-resin dalam bentuk

asam seperti colophony, burgundy pitch, sandarac dan guaiacum.

2. Resin ester, dengan komposisi didominasi oleh ester-ester seperti benzoin

dan dragon`s blood (jernang).

3. Resin campuran, tidak didominasi oleh komposisi tertentu seperti mastic

dan shellac.

2.2 Tumbuhan Rotan Jernang dan Resin Jernang

Tumbuhan jernang (rotan jernang) yang termasuk kedalam genus

Daemonorops merupakan anggota kelompok tumbuhan palmae yang memanjat

(liana). Tumbuhan ini tersebar di beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia

Vietnam, Kamboja dan India. Terdapat beberapa spesies yang tergolong genus ini

4
seperti Daemonorops propinquus Becc., Daemonorops draco (Wild.) Blume,

Daemonorops micracantha, Daemonorops draconcellus dan yang lainnya.

Daemonorops draco (Wild.) Blume merupakan tanaman endemik Pulau Sumatera

yang menghasilkan resin jernang dengan kualitas terbaik.

Resin jernang adalah sekret berupa getah yang berasal dari buah spesies

Daemonorops propinquus Becc., Daemonorops draco (Wild.) Blume dan

beberapa spesies Daemonorops lainnya (Merck Index, 1983). Resin jernang

diperoleh dengan cara mengendapkan serbuk resin yang terdapat pada permukaan

buahnya kedalam air ataupun mengguncang secara langsung dengan

menggunakan keranjang hingga diperoleh serbuk jernang. Jernang

diperdagangkan dalam bentuk bongkahan ataupun serbuk dengan nilai ekonomis

yang tinggi.

Berikut ini adalah sistematika tumbuhan rotan jernang (Pandey, 2002):

Kingdom : Plantae  

Divisi : Spermatophyta  

Subdivisi : Angiospermae 

Kelas : Monocotyledoneae

Bangsa : Arecales

Suku : Arecaceae   

Marga : Daemonorops

Jenis : Daemonorops draco  (Wild.) Blume

2.2.1 Kandungan Kimia

Merlini dan Nashini (1976), melaporkan bahwa dalam resin jernang

terdapat beberapa substansi kimia alam seperti flavon, biflavonoid,

5
deoksiproantosianidin, triflavonoid, kalkon dan terpenoid. Rao, et al., (1982), juga

menemukan dua senyawa yaitu dracorhodin dan dracorubin. Menurut Ju, et al.,

(1991), resin jernang juga mengandung senyawa antifungi (5-methoxy-7-

hydroxyflavone) yang telah telah digunakan dalam pertanian.

Gambar 1.

HO O HO O

O o O o
H3C H3 C

5-methoxy-7-hydroxyflavone R = CH3 , dracorhodin

R=H , nordracorhodin

O O

O O
R = CH3 , dracorubin

R=H , nordracorubin

OCH3

Gambar 1. Struktur senyawa kimia dalam resin jernang

2.2.2 Manfaat

Jernang secara tradisional dan medis dimasa lalu telah digunakan sebagai

adstringen dengan dosis 650 ─ 1950 mg/hari pada passive hemorrhages, diare dan

yang lainnya. Jernang juga digunakan sebagai pewarna pada pasta gigi, plaster

luka, dan sebagai bahan baku pewarna kayu perabotan (Felter, 1898).

6
2.3 Uji Efek Antibakteri

Penentuan efek antibakteri dapat dilakukan dengan dua metode yaitu

difusi agar dan turbidimetri pada media cair (cara tabung) (Wattimena, 1987).

2.3.1 Metode Difusi Agar

Metode ini menggunakan media padat dan pencadang, kemudian

hambatan pertumbuhan bakteri ditentukan dengan cara mengukur diameter daerah

jernih di sekeliling pencadang dengan menggunakan mistar atau jangka sorong.

Beberapa pencadang yang dapat digunakan adalah silinder gelas, logam,

silinder kapiler, pencetak lubang (punch hole) dan cakram kertas (paper disc).

2.3.2 Metode Turbidimetri

Metode ini menggunakan media cair. Hambatan pertumbuhan mikroba

ditentukan dengan mengukur tingkat kekeruhan dengan alat yang cocok, misalnya

nefelometer dan spektrofotometer (Wattimena, 1987). Dasar teknik ini adalah

banyaknya cahaya yang diabsorpsi sebanding dengan banyaknya sel bakteri (Lay,

1994).

2.4 Uraian Bakteri

Nama bakteri berasal dari kata “bacterion” (bahasa Yunani) yang berarti

tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok

mikroorganisme yang bersel satu, berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian

kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro, 1987).

2.4.1 Bakteri Escherichia coli

Sistematika bakteri Escherichia coli menurut Bergey (Dwidjoseputro,

1987) adalah sebagai berikut:

7
Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes

Bangsa : Eubacteriales

Suku : Enterobacteriaceae

Marga : Escherichia

Jenis : Escherichia coli

Escherichia coli tergolong dalam kelompok bakteri gram negatif

berbentuk batang yang habitat alaminya berada pada sistem usus manusia dan

binatang sebagai flora normal.

Escherichia coli yang menyebabkan diare sangat sering terjadi di seluruh

dunia. Escherichia coli diklasifikasikan berdasarkan sifat karakteristik dari

virulensinnya dan tiap kelompok menyebabkan penyakit dengan mekanisme yang

berbeda (Jawets, 1995).

2.4.2 Bakteri Staphylococcus aureus

Sistematika bakteri Staphylococcus aureus menurut Bergey

(Dwidjoseputro, 1987) adalah sebagai berikut:

Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes

Bangsa : Eubacteriales

Suku : Micrococaceae

Marga : Staphylococcus

Jenis : Staphylococcus aureus

Stafilokokus merupakan sel positif berbentuk bulat biasanya tersusun

dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. Stafilokokus adalah

8
patogen utama pada manusia, hampir setiap orang pernah mengalami infeksi

Staphylococcus aureus selama hidupnya. Infeksi stafilokokus lokal tampak

sebagai jerawat, infeksi folikel rambut atau abses, terdapat juga sebagai reaksi

inflamasi yang kuat dan terlokalisir (Jawetz, 1995).

2.4.3 Bakteri Salmonella typhi

Sistematika bakteri Salmonella typhi menurut Bergey (Dwidjoseputro,

1987) adalah sebagai berikut:

Divisio : Protophyta

Kelas : Schizomycetes

Bangsa : Eubacteriales

Suku : Enterobacteriaceae

Marga : Salmonella

Jenis : Salmonella typhi

Salmonella typhi tergolong dalam kelompok bakteri gram negatif berbentuk

batang yang merupakan peneyebab gejala demam enterik (demam typhoid).

Salmonella akan mencapai usus kecil, kemudian masuk ke getah bening dan ke

aliran darah. Mereka dibawa oleh darah ke beberapa organ, termasuk usus.

Organisme tersebut meningkat didalam jaringan getah bening intestinal dan

dikeluarkan melalui tinja (Jawetz, 1995).

2.5 Uraian Sediaan Tablet

Definisi tablet menurut Farmakope Indonesia Edisi IV adalah sediaan

padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi yang berdasarkan

metode pembuatannya dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa.

Bahan tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai bahan pengisi, bahan

9
pengembang, bahan pengikat, bahan pelicin, bahan pembasah atau bahan lain

yang cocok.

Dewasa ini sediaan tablet semakin popular pemakaiannya dan merupakan

sediaan yang paling banyak diproduksi. Tablet merupakan salah satu sediaan yang

banyak mengalami perkembangan baik formulasi maupun cara penggunaannya.

Beberapa keuntungan tablet, yaitu:

- Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan

terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta

variabilitas kandungan yang paling rendah.

- Tablet merupakan bentuk sediaan dengan biaya pembuatan rendah.

- Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang ringan dan kompak.

- Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang mudah dan untuk dikemas dan

dikirim.

- Pemberian tanda pengenal produk pada tablet mudah dan murah, tidak

memerlukan langkah pengerjaan tambahan bila menggunakan permukaan

pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul.

- Tablet mudah ditelan serta kecil kemungkinan pecah/hancurnya tablet

tidak segera terjadi.

- Tablet bisa dijadikan produk dengan profil penglepasan khusus, seperti

penglepasan di usus atau produk lepas lambat.

- Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk

diproduksi secara besar-besaran.

- Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran

kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang baik.

10
Beberapa kerugian tablet, yaitu:

- Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung

pada keadaan amorfnya, flokulasi atau rendahnya berat jenis.

- Obat yang sukar dibasahkan, lambat melarut, dosisnya cukupan atau

tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap

kombinasi dari sifat di atas, akan sukar atau tidak mungkin diformulasi

dan dipabrikasi dalam bentuk tablet yang tetap menghasilkan

bioavaibilitas obat yang cukup.

- Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan

atau obat yang peka terhadap oksigen dan kelembapan udara perlu

pengapsulan, penyelubungan dulu sebelum dikempa atau penyalutan

tablet. Pada keadaan ini kapsul dapat merupakan jalan keluar yang terbaik

serta lebih murah (Banker dan Anderson, 1994).

2.5.1 Bahan-Bahan Pembantu Tablet

Komposisi umum dari tablet adalah zat berkhasiat, bahan pengisi, bahan

pengikat atau perekat, bahan pengembang dan bahan pelicin, juga dapat

ditambahkan bahan penambah rasa (flavoring agent), bahan pewarna (coloring

agent) dan bahan-bahan lainnya (Ansel, 1989).

2.5.1.1 Bahan Pengisi

Bahan pengisi ditambahkan untuk mendapatkan berat yang diinginkan,

terutama apabila bahan obat dalam jumlah yang kecil. Pada obat yang berdosis

cukup tinggi dan memenuhi syarat untuk cetak langsung maka bahan pengisi tidak

diperlukan. Pengisi dapat juga ditambahkan untuk memperbaiki daya kohesi

sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memperbaiki waktu alir. Bahan-

11
bahan yang umum digunakan sebagai bahan pengisi antara lain laktosa, sukrosa,

manitol, sorbitol, avicel, bolus alba, kalsium sulfat, dan yang lainnya (Banker dan

Anderson, 1994).

2.5.1.2 Bahan Pengikat

Bahan pengikat ditambahkan gunanya untuk mengikat komponen-

komponen tablet agar bersatu membentuk granul sehingga lebih baik sifat alirnya

dan lebih mudah dicetak menjadi tablet. Bahan pengikat yang digunakan

tergantung pada sifat fisika dan kima dari bahan obat, daya ikat yang diperlukan

dan tujuan pemakaian dari tablet yang bersangkutan.

Ada 4 macam bahan pengikat yang dipakai dalam pembuatan tablet (Soekemi,

1987) , yaitu:

1. Bentuk yang larut atau terdispersi dalam air, misalnya: sukrosa, amilum,

dan lain-lain. Biasanya dipakai dalam bentuk sirup atau mucilago.

2. Bahan yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik,

misalnya: hidroksipropil metilselulosa dalam pelarut organik, etil selulosa

dalam pelarut alkohol.

3. Bentuk kering, misalnya: Avicel, Emdex. Bahan pengikat biasanya

digunakan dalam bentuk granul-granul yang telah disempurnakan.

4. Bentuk cair, contohnya: isopropanol, digunakan untuk membuat tablet

effervescent.

2.5.1.3 Bahan Pengembang

Bahan pengembang ditambahkan untuk memudahkan pecahnya atau

hancurnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan. Dapat

berfungsi menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet

12
pecah menjadi bagian-bagian.. Pada awalnya diasumsikan bahwa guna dari

amilum sebagai bahan penghancur bergantung pada pengembangannya ketika

dibasahi. Telah diteliti bahwa amilum tidak mengembang ketika ditembus air pada

temperatur dalam cairan lambung. Belakangan telah dibuktikan bahwa kekuatan

penghancuran amilum tidak bergantung pada pengembangannya, tetapi

bergantung pada aksi kapilaritas. Amilum adalah bahan pengembang yang paling

sering digunakan dan harganya juga paling murah (Banker dan Anderson, 1994).

2.5.1.4 Bahan Pelicin

Bahan pelicin memudahkan pengeluaran tablet keluar ruang cetak melalui

pengurangan gesekan antara dinding dalam lubang ruang cetak dengan permukaan

sisi tablet. Bahan pelicin yang sering digunakan adalah kombinasi kalsium dan

magnesium sterat dengan talkum (Voigt R., 1994).

Bahan pelicin ditambahkan dengan maksud:

1. Meningkatkan daya alir granul-granul pada corong pengisi.

2. Mencegah melekatnya masa pada punch dan die.

3. mengurangi pergesekan antara butir-butir granul.

4. Mempermudah pengeluaran tablet dari die.

Magnesium atau kalsium stearat adalah pelicin yang umum dipergunakan,

sering dipakai pada konsentrasi  1% (Voigt R., 1994), serta talkum dipakai

pada konsentrasi 1 – 5% (Banker dan Anderson, 1994).

2.6 Metode Pembuatan tablet

Secara umum cara pembuatan tablet adalah dengan metode cetak langsung

granulasi basah dan granulasi kering . Metode tersebut dijelaskan di bawah ini:

13
2.6.1 Pencetakan Langsung

Ada beberapa zat berbentuk kristal, seperti NaCl, NaBr dan KCl yang

mungkin dapat langsung dicetak, tetapi kebanyakan obat jarang dengan mudah

dijadikan tablet. Disamping itu pencetakan zat tunggal dapat menghasilkan tablet

yang tidak akan pecah. Masalah-masalah pada pencetakan langsung dapat diatasi

dengan menggunakan bahan pengisi yang dapat dicetak langsung, yaitu zat netral

yang dapat dikompakkan dengan sedikit kesukaran dan dapat dicetak walau

sejumlah obat dicampur dengannya. Bahan-bahan yang dicetak langsung,

disamping baik alirannya dan kompresibilitasnya, juga harus inert, tidak berasa,

dapat dikerjakan kembali, bisa pecah dan murah (Banker dan Anderson, 1994).

2.6.2 Granulasi Basah

Cara ini paling banyak dipakai dan umum digunakan karena menghasilkan

granul-granul yang yang mempunyai sifat-sifat yang dibutuhkan untuk pencetakan

tablet serta tablet yang dihasilkan biasanya kompak. Pada cara ini bahan pengikat

ditambahkan dalam bentuk larutan misalnya larutan gelatin atau mucilago amili.

Granul dibentuk dengan cara mengikat serbuk dengan suatu pengikat.

Teknik ini membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang mengandung

pengikat, biasanya ditambahkan ke campuran serbuk, namun demikian bahan

pengikat ini juga dapat dimasukkan dalam bentuk kering ke dalam campuran

serbuk dan cairan dapat ditambahkan tersendiri (Banker dan Anderson, 1994).

2.6.3 Granulasi Kering

Granulasi kering merupakan teknik yang penting terutama pada saat dosis

efektif terlalu tinggi untuk pencetakan langsung dan obatnya peka terhadap

14
pemanasan, kelembapan atau keduanya yang akan menyulitkan pada granulasi

basah. Pada proses ini, komponen-komponen tablet dikompakkan dengan mesin

cetak tablet atau mesin khusus. Bila campuran serbuk pertama ditekan kedalam

die yang besar dan dikompakkan dengan punch berpermukaan datar, massa yang

diperoleh disebut slug dan prosesnya disebut slugging. Slug kemudian diayak dan

diaduk untuk mendapatkan bentuk granul yang daya mengalirnya lebih seragam

dari campuran awal. Bila slug yang didapat belum memuaskan maka proses ini

dapat diulang (Banker dan Anderson, 1994).

15
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, mesin

pencetak tablet single punch (Ateliers), desintegration tester (Erweka), friabilator

(Roche), Strong Cobb hardness tester (Erweka), stopwatch, termometer, mortir,

stamper, ayakan, lemari pengering, cawan porselen, lemari pendingin (Uchida),

pencadang logam, jarum ose, neraca analitik (Mettler AE 200), oven

(Gallenkamp), inkubator (Fischer Scientific), autoklaf (Fisons), jangka sorong,

mikropipet, laminar air flow (Astec HLF 1200 L), spektrofotometer UV-visibel

(Milton Roy Spectronic 1201).

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah resin jernang,

magnesium stearat, talkum, laktosa, air suling, amilum manihot, bakteri uji

Staphylococcus aureus ATCC 29737, Escherichia coli ATCC 10536, Salmonella

typhi ATCC 14028, etanol 96%, larutan NaCl 0,9% dan media nutrient agar.

3.2 Pengumpulan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah resin jernang dari

buah rotan jernang (Daemonorops draco (Willd.) Blume) hasil olahan masyarakat

yang diperoleh dari desa Cot Girek, kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh

Utara, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

16
3.3 Pembuatan Media

3.3.1 Nutrient agar

Komposisi : Bacto beef extract 3,0 g

Bacto peptone 5,0 g

Bacto agar 15,0 g

Cara pembuatan :

Sebanyak 23 g nutrient agar dilarutkan dalam air suling steril hingga

volume keseluruhan menjadi 1000 ml kemudian dipanaskan hingga semua larut,

dalam keadaan panas larutan tersebut kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer.

Lalu disterilkan di autoklaf 121 ºC selama 15 menit (Difco, 1997).

3.3.2 Larutan NaCl 0,9%

Komposisi : Natrium klorida 9,0 g

Air suling hingga 1000 ml

Cara pembuatan :

Natrium klorida ditimbang sebanyak 9 gram lalu dilarutkan dalam air

suling sedikit demi sedikit dalam labu ukur 1000 ml sampai larut sempurna. Lalu

ditambahkan air suling sampai garis tanda. Disterilkan di autoklaf pada suhu

121 ºC selama 15 menit (Sonnenwirth, 1980).

3.3.3 Pembuatan Agar Miring

Ke dalam tabung reaksi yang steril dimasukkan 3 ml media nutrient agar

steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai sediaan membeku pada posisi

miring membentuk sudut 45º. Kemudian disimpan dalam lemari pendingin pada

suhu 5ºC.

17
3.4 Penyiapan Inokulum

3.4.1 Pembuatan Stok Kultur Bakteri Staphylococcus aureus

Cara kerja:

Biakan bakteri Staphylococcus aureus dari strain utama diambil dengan

jarum ose steril lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring,

kemudian diinkubasikan pada suhu 35 ± 2ºC selama 24 jam.

3.4.2 Pembuatan Stok Kultur Bakteri Salmonella typhi

Cara kerja:

Biakan bakteri Salmonella typhi dari strain utama diambil dengan jarum

ose steril lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring,

kemudian diinkubasikan pada suhu 35 ± 2ºC selama 24 jam.

3.4.3 Pembuatan Stok Kultur Bakteri Escherichia coli

Cara kerja:

Biakan bakteri Escherichia coli dari strain utama diambil dengan jarum

ose steril lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring,

kemudian diinkubasikan pada suhu 35 ± 2ºC selama 24 jam.

3.4.4 Pembuatan Inokulum Bakteri Staphylococcus aureus

Cara kerja:

Bakteri Staphylococcus aureus hasil inokulasi diambil menggunakan

jarum ose steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml larutan NaCl 0,9% steril

lalu diinkubasikan pada suhu 35 ± 2ºC sampai didapat kekeruhan dengan

transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer UV pada panjang gelombang

580 nm (Ditjen POM, 1995).

18
3.4.5 Pembuatan Inokulum Bakteri Salmonella typhi

Cara kerja:

Bakteri Salmonella typhi hasil inokulasi diambil menggunakan jarum ose

steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml larutan NaCl 0,9% steril lalu

diinkubasikan pada suhu 35 ± 2ºC sampai didapat kekeruhan dengan transmitan

25% menggunakan alat spektrofotometer UV panjang gelombang 580 nm (Ditjen

POM, 1995).

3.4.6 Pembuatan Inokulum Bakteri Escherichia coli

Cara kerja:

Bakteri Escherichia coli hasil inokulasi diambil menggunakan jarum ose

steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml larutan NaCl 0,9% steril lalu

diinkubasikan pada suhu 35 ± 2ºC sampai didapat kekeruhan dengan transmitan

25% menggunakan alat spektrofotometer UV panjang gelombang 580 nm (Ditjen

POM, 1995).

3.5 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat-alat plastik disterilkan terlebih dahulu didalam autoklaf pada suhu

121°C selama 15 menit dan alat-alat gelas disterilkan di oven suhu 160 – 170°C

selama 2 jam. Jarum ose dibakar dengan api Bunsen.

3.6 Pembuatan Larutan Resin Jernang dengan Berbagai Konsentrasi

Sebanyak 5 g serbuk resin jernang ditimbang, lalu ditambahkan etanol

sebanyak 50 ml, diaduk hingga larut dan didapat konsentrasi 100 mg/ml,

kemudian dibuat pengenceran hingga diperoleh konsentrasi 80 mg/ml; 70 mg/ml,

50 mg/ml; 30 mg/ml; 10 mg/ml; 7,5 mg/ml; 5 mg/ml dan 2,5 mg/ml.

19
3.7 Pengujian Aktivitas Antibakteri Larutan Resin Jernang

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap larutan resin jernang

dengan berbagai konsentrasi. Pengujian ini dilakukan dengan metode difusi agar.

Cara kerja:

3.7.1 Bakteri Staphylococcus aureus

Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril,

setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 15 ml dengan suhu 45 – 50 oC.

Selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja, agar media dan suspensi

bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa

pencadang logam, dipipet 0,1 ml larutan resin jernang dengan berbagai

konsentrasi, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 2 oC selama

18 – 24 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih)

pertumbuhan di sekitar pencadang dengan menggunakan jangka sorong.

3.7.2 Bakteri Salmonella typhi

Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril,

setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 15 ml dengan suhu 45 – 50 oC.

Selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja, agar media dan suspensi

bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa

pencadang logam, dipipet 0,1 ml larutan resin jernang dengan berbagai

konsentrasi, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 2oC selama 18

– 24 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan

di sekitar pencadang dengan menggunakan jangka sorong.

20
3.7.3 Bakteri Escherichia coli

Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril,

setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 15 ml dengan suhu 45 – 50 oC.

Selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja, agar media dan suspensi

bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa

pencadang logam, dipipet 0,1 ml larutan resin jernang dengan berbagai

konsentrasi, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 2 oC selama

18 – 24 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih)

pertumbuhan di sekitar pencadang dengan menggunakan jangka sorong.

3.8 Pembuatan Tablet

3.8.1 Formula Tablet

Formula terdiri dari:

R/ Resin Jernang 325 mg

Mucilago amili 10 % q.s

Amilum manihot 5%

Talkum 1%

Mg. Stearat 1%

Laktosa q.s

m.f. tab. dtd. No. C

Bobot per tablet : 500 mg

Diameter : 13 mm

21
3.8.2 Pembuatan Tablet dari Simplisia Resin Jernang

Pembuatan tablet dari resin jernang dilakukan dengan cara:

1. Resin jernang ditimbang sebanyak 32,5 g kemudian digerus sampai

homogen, ditambah laktosa sedikit demi sedikit, setelah tercampur,

ditambahkan amilum manihot sebagai bahan pengembang dalam, digerus

hingga homogen.

2. Pembuatan mucilago amili, yaitu:

Cawan porselen dan batang pengaduk ditara, ditimbang berat amilum

manihot sebanyak 5 g lalu disuspensikan dalam aqua ad 50 ml, selanjutnya

dipanaskan pada api langsung sambil diaduk-aduk hingga diperoleh massa

transparan, ditimbang dan dicek beratnya, kekurangan berat ditambahkan

air panas sedangkan kelebihan berat diuapkan kembali dan ditimbang lagi

beratnya hingga diperoleh massa mucilago sebanyak 50 g.

3. Massa 1 ditambahkan sedikit demi sedikit dengan massa 2 hingga

diperoleh massa yang kompak, lalu digranulasi dengan ayakan mesh 8 dan

ditimbang beratnya.

4. Granulat dikeringkan pada suhu 40 - 60oC pada lemari pengering.

5. Setelah kering, granulat diayak lagi dengan ayakan mesh 16 dan di

timbang kembali beratnya.

6. Ditambahkan magnesium stearat, talkum dan bahan pengembang luar.

7. Massa granul diuji preformulasi dan dicetak menjadi tablet dengan

diameter 13 mm.

22
3.9 Uji Preformulasi

Uji preformulasi yang dilakukan adalah penentuan sudut diam granul,

penentuan waktu alir granul dan penentuan indeks tap.

3.9.1 Penentuan Sudut Diam Granul

Sejumlah granul dimasukkan kedalam corong alir yang telah dirangkai,

permukaan granul diratakan, lalu penutup corong dibuka, sehingga granul

mengalir sampai habis. Tinggi tumpukan granul yang terbentuk diukur, sudut

diam dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

2H
Tg θ =
D

Keterangan :  = Sudut diam

H = Tinggi tumpukan granul (cm)

D = Diameter tumpukan granul (cm)

Granul yang mempunyai daya alir bebas akan mempunyai sudut diam

≤ 30o (Banker dan Anderson, 1994). Hasil penentuan sudut diam granul dapat

dilihat pada Lampiran 8, halaman 49.

3.9.2 Penentuan Waktu Alir Granul

Dimasukkan sejumlah granul ke dalam corong yang telah dirangkai

kemudian permukaannya diratakan. Penutup wadah dibuka bersamaan dengan

dihidupkan stopwacth. Stopwacth dihentikan tepat pada saat granul habis

melewati corong dan dicatat waktu alirnya. Syarat waktu alir granul lebih kecil

dari 10 detik (Voigt, 1995).

Hasil penentuan waktu alir granul dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 49.

23
3.9.3 Penentuan Indeks Tap

Granul dimasukkan kedalam gelas ukur sampai garis tanda dan dinyatakan

sebagai volume awal (V1), kemudian gelas ukur dihentakkan sebanyak 20 kali

dengan alat yang dimodifikasi sehingga diperoleh volume akhir (V2). Indeks tap

dapat dihitung dengan rumus:

V1  V2
Indeks tap = x 100%
V2

Syarat indeks tap lebih kecil dari 20% (Voigt, 1995). Hasil penentuan indeks tap

granul dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 49.

3.10 Evaluasi Tablet

Evaluasi tablet yang dilakukan adalah keseragaman bobot, kekerasan

tablet, friabilitas dan waktu hancur.

3.10.1 Keseragaman Bobot

Diambil 20 tablet, dibersihkan dari debu, ditimbang seluruh tablet.

Dihitung bobot rata-rata tiap tablet, lalu ditimbang tablet satu persatu.

Bobot tablet  Bobot rata  rata


Deviasi = Bobot rata  rata
x 100%

Tabel 1. Persyaratan keseragaman bobot tablet

Penyimpangan terhadap bobot rata-rata


Bobot rata-rata
A B
151 mg sampai 300 mg 7,5 % 15 %
Lebih dari 300 mg 5% 10 %

Persyaratan tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya

menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan pada kolom A dan

tidak boleh 1 tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang

24
ditetapkan pada kolom B (Ditjen POM, 1979). Hasil uji keseragaman bobot dapat

dilihat pada Lampiran 9, halaman 50.

3.10.2 Kekerasan tablet

Alat : Strong Cobb hardness tester

Cara : Sebuah tablet diletakkan antara anvil dan punch tegak lurus, tablet dijepit

dengan cara memutar skrup pemutar sampai lampu stop menyala. Knop

ditekan, dan dicatat angka yang ditunjukkan jarum penunjuk skala pada

saat tablet pecah. Percobaan ini dilakukan untuk 5 tablet.

Syarat : kekerasaan tablet 4 – 8 kg (Parrott, 1971). Hasil uji kekerasan tablet dapat

dilihat pada Lampiran 9, halaman 51.

3.10.3 Friabilitas

Alat : Roche friabilator.

Cara : Ditimbang 20 tablet yang telah dibersihkan dari debu (A) dimasukkan ke

dalam alat dan diputar selama 4 menit. Tablet dikeluarkan dan dibersihkan

dari debu kemudian ditimbang kembali (B). Kehilangan bobot tidak lebih

dari 0,8 % (Banker dan Anderson, 1994).

Friabilitas dapat dihitung dengan rumus :

A B
Friabilitas = x 100%
A

Hasil friabilitas tablet dapat dilihat pada Lampiran, 9 halaman 51.

3.10.4 Waktu hancur

25
Alat : Desintegration tester. Tabung gelas panjang 80 mm sampai 100 mm,

diameter dalam lebih kurang 28 mm, diameter luar 30 mm hingga 31 mm,

ujung bawah dilengkapi kasa kawat tahan karat, lubang sesuai dengan

pengayak nomor 4, berbentuk keranjang. Keranjang disisipkan searah

ditengah-tengah tabung kaca, diameter 45 mm, dicelupkan kedalam air

bersuhu antara 36º dan 38º sebanyak lebih kurang 1000 ml, sedalam tidak

kurang dari 15 cm sehingga dapat dinaikturunkan dengan teratur.

Kedudukan kawat kasa pada posisi tertinggi tepat diatas permukaan air

dan kedudukan terendah mulut keranjang tepat di permukaan air.

Cara : Masukkan 5 tablet ke dalam keranjang, turun-naikkan keranjang secara

teratur 30 kali tiap menit. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian

tablet yang tertinggal diatas kasa, kecuali fragmen yang berasal dari

penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk

menhancurkan kelima tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak

bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut gula dan

bersalut selaput. Jika tablet tidak memenuhi syarat ini,ulangi lagi

menggunakan tablet satu persatu, kemudian ulangi lagi menggunakan 5

tablet dengan cakram penuntun. Dengan cara pengujian ini tablet harus

memenuhi syarat diatas (Ditjen POM., 1979). Hasil waktu hancur tablet

dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 51.

26
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Aktivitas Antibakteri

Resin jernang memiliki aktivitas yang baik dalam menghambat

pertumbuhan bakteri yang diujikan. Menurut Ditjen POM (1995), batas daerah

hambatan dinilai baik apabila memiliki diameter daya hambat lebih kurang 14 mm

sampai 16 mm. Hasil pengujian aktivitas antibakteri resin jernang terhadap

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella

typhi dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Gambar hasil pengamatan uji aktivitas

antibakteri resin jernang terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli

dan Salmonella typhi dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Resin Jernang Terhadap Pertumbuhan


Bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhi
Konsentrasi Diameter Hambat Pertumbuhan Bakteri (mm)*
Larutan resin
No.
jernang S. aureus E. coli S. typhi
(mg/ml)
1 100 19,73 18,60 16,93
2 80 18,50 15,78 15,69
3 70 17,61 14,69 14,35
4 50 16,60 13,50 13,59
5 30 15,00 12,82 12,56
6 10 14,21 12,37 11,88
7 7,5 13,37 11,63 10,74
8 5 12,26 10,71 10,05
9 2,5 11,57 9,55 9,41
10 Blanko 0 0 0
* = rata-rata tiga kali pengujian

Tabel menunjukkan bahwa larutan jernang memberikan batas daerah

hambatan yang memuaskan dengan diameter 14,21 mm pada konsentrasi

10 mg/ml untuk bakteri Staphylococcus aureus, diameter 14,69 mm pada

27
konsentrasi 70 mg/ml untuk bakteri Escherichia coli dan diameter 14,35 mm pada

konsentrasi 70 mg/ml untuk bakteri Salmonella typhi. Konsentrasi hambat

minimum larutan resin jernang untuk ketiga bakteri tersebut adalah 2,5 mg/ml.

Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa diameter daya hambat

rata-rata tertinggi diperoleh pada pengujian terhadap bakteri Staphylococcus

aureus, kemudian diikuti oleh Escherichia coli dan Salmonella typhi. Peningkatan

antivitas antibakteri resin jernang berbanding lurus terhadap konsentrasi larutan

resin jernang dapat dilihat pada grafik berikut ini:

21
20
19
18
17
diameter hambat (mm)

16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Konsentrasi (mg/ml)

S. aureus
E. coli
S. typhi

Gambar 2. Grafik aktivitas antimikroba resin jernang

Menurut Merlini dan Nashini (1976), Jernang mengandung beberapa

subtansi alam seperti flavon, biflavonoid, deoksiproantosianidin, triflavonoid,

28
kalkon dan terpenoid. Rao, et al., (1982) juga menemukan dua senyawa turunan

flavonoid yaitu dracorhodin dan dracorubin.

Adanya beberapa komponen yang dikandung oleh resin pada jernang yang

merupakan turunan-turunan senyawa flavonoid seperti dracorhodin dan

dracorubin dapat memberikan aktivitas antibakteri pada resin jernang.

Flavonoid disintesis oleh tumbuhan untuk menghindari infeksi mikroba,

maka tidak mengherankan apabila ia memberikan aktivitas antimikroba secara

in vitro. Mekanisme aktivitas antimikroba tersebut dapat terjadi karena membran

sel mikroba menjadi target oleh senyawa flavonoid (Cowan, 1999). Namun secara

umum, senyawa fenolik termasuk diantaranya senyawa flavonoid memiliki

mekanisme kerja sebagai antimikroba dengan menginduksi kebocoran intraselular

(Agents inducing leakage) yang aktif pada membran sel dan juga menyebabkan

koagulasi konstituen sitoplasma (Russel dan Chopra, 1991).

4.2 Pemeriksaan Tablet

4.2.1 Uji Preformulasi

29
Uji preformulasi massa granul yang dilakukan menghasilkan data

preformulasi massa granul seperti yang tertera pada tabel dibawah ini:

Tabel 3. Data uji preformulasi massa granul


No Waktu alir (detik) Sudut diam (o) Indeks Tap (%)
1 2,43 23,96 4,16
2 2,48 23,96 2,04
3 2,48 23,49 4,16
R 2,46 23,80 3,45

Tabel menunjukkan bahwa waktu alir rata-rata yang diperoleh adalah 2,46

detik. formula tersebut memiliki waktu alir yang memenuhi persyaratan dari

granul yang diuji. Granul dalam bentuk spheris dan permukaan halus akan lebih

mudah untuk mengalir (Cartensen, 1977).

Sudut diam yang diperoleh sebesar 23,80º, nilai tersebut telah memenuhi

persyaratan sudut diam yaitu sebesar ≤ 30°, granul akan bersifat free flowing jika

sudut diamnya  30º. Partikel dengan bentuk yang lebih spheris memberikan

sudut diam yang lebih rendah (Banker dan Anderson,1994)

Tabel menunjukkan nilai indeks tap yang diperoleh yaitu sebesar 3,45%,

Menurut Guyot (1978), granul yang bersifat mengalir bebas adalah partikel yang

memiliki indeks tap  20%. Pengujian indeks tap memiliki peran yang sangat

penting dalam hal gambaran awal terhadap kelayakan cetak dari massa granul

menjadi tablet. Hal ini menunjukkan daya tahan granul terhadap daya kompresi

yang diberikan oleh alat pencetak tablet. Semakin rendah persentase indeks tap

menunjukkan kualitas yang lebih baik dari sifat fisis massa granul yang akan di

formulasikan kedalam bentuk tablet.

4.2.2 Hasil Evaluasi Tablet

30
Uji evaluasi tablet yang dilakukan menghasilkan data seperti yang tertera

dibawah ini:

4.2.2.1 Uji Keseragaman Bobot

Hasil pemeriksaan keseragaman bobot terhadap 20 tablet diperoleh bobot

rata-rata sebesar 500,35 mg dengan nilai penyimpangan bobot pada kolom A1

sebesar 3,46% dan A2 sebesar 1,52%. Data uji keseragaman bobot dapat dilihat

pada Lampiran 9, halaman 49.

Menurut Ditjen POM (1979), Persyaratan tidak boleh lebih dari 2 tablet

yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang

ditetapkan pada kolom A dan tidak boleh 1 tablet yang menyimpang dari bobot

rata-rata dari harga yang ditetapkan pada kolom B.

Menurut Banker dan Anderson (1994), ada tiga faktor yang mempengaruhi

keseragaman isi tablet yaitu tidak seragamnya distribusi bahan obat pada

pencampuran bubuk atau granulasi, pemisahan dari campuran serbuk atau

granulasi selama proses pembuatan dan penyimpangan berat tablet.

4.2.2.2 Data Evaluasi Tablet

Data evaluasi tablet meliputi waktu hancur, kekerasan tablet dan

friabilitas. Hasil uji dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4. Data Evaluasi Tablet

Evaluasi tablet Harga Syarat

Kekerasan (Kg) 6,8 4-5

31
Friabilitas (%) 0,7 <0,8

Waktu hancur (Menit,detik) 13,10 15,00

Tablet yang dihasilkan dengan bentuk sempurna, tidak mengalami caping,

laminasi dan sticking. Warna tablet coklat kemerahan yang hampir sama dengan

bahan aktif. Penampilan tablet seperti yang terlihat pada lampiran 10 halaman 52.

Tabel juga memperlihatkan data kekerasan tablet yang diperoleh yaitu

sebesar 6,8 kg. Nilai tersebut telah memenuhi persyaratan, yaitu antara 4 – 8 kg

menurut Parrot (1971). Menurut Rawlins (1977), uji kekerasan merupakan suatu

hal yang sangat penting untuk mempertahankan bentuk tablet dalam perlakuan

selama proses produksi dari keretakan, kecacatan, atau kerapuhan namun tetap

memudahkan dalam proses disintegrasi tablet.

Berdasarkan Tabel 4, besarnya friabilitas tablet yang diperoleh adalah

0,7%. Menurut Voigt (1995), friabilitas (kehilangan bobot) dari tablet yang

diperbolehkan adalah ≤ 0,8%. Friabilitas memberi gambaran terhadap ketahanan

tablet terhadap benturan mekanis dalam masa pengangkutan dan pada saat

pengemasan. Nilai friabilitas yang besar menunjukkan kualitas tablet yang buruk.

Kerenyahan suatu tablet berkaitan erat dengan kekompakan dari tablet tersebut,

jumlah cairan pengikat yang digunakan serta konsentrasi yang ditambahkan

merupakan faktor utama yang berperan menaikkan kekuatan granul pada

pencetakan tablet (Banker dan Anderson,1994). Jika dihubungkan, kekerasan

tablet akan memiliki hubungan dengan kerapuhan tablet. Kerapuhan

mencerminkan kohesifitas yang kurang pada saat kompresi. Apabila kekerasannya

rendah maka kerapuhan akan besar.

32
Tabel menunjukkan waktu hancur yang diperoleh sebesar 13,10 menit.

Nilai tersebut masih memenuhi persyaratan waktu hancur yang tertera dalam

Farmakope Indonesia Edisi IV, yaitu tidak lebih dari 15 menit (Ditjen POM.,

1995). Jenis dan jumlah bahan pengikat sangat berpengaruh terhadap waktu

hancur tablet. Pada formula digunakan mucilago amili 10% sebagai bahan

pengikat.

33
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Larutan resin jernang memiliki diameter daya hambat sebesar 14,21 mm

terhadap Staphylococcus aureus diperoleh pada konsentrasi 10 mg/ml,

sedangkan terhadap Escherichia coli dan Salmonella typhi diperoleh pada

konsentrasi 70 mg/ml dengan diameter 14,69 mm dan 14,35 mm.

Konsentrasi hambat minimum untuk ketiga bakteri tersebut adalah

2,5 mg/ml

2. Resin jernang (dragon`s blood) dapat diformulasikan ke dalam bentuk

sediaan tablet setelah memenuhi syarat uji preformulasi dan evaluasi

tablet.

5.2 Saran

Peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan isolasi dan identifikasi

senyawa-senyawa yang belum diketahui pada resin jernang.

DAFTAR PUSTAKA

34
Ansel, Howard C. (1989), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi V. UI-press.
Jakarta. Hal. 245.

Banker, S. B., dan Anderson, N.R. (1994). Tablet. Dalam Leon Lachman,
Lieberman, H. A., dan Kanig, J.L., (eds.). Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Terjemahan Siti Suyatmi. Jilid 2. Edisi III. UI Press. Jakarta.
Hal: 654, 684, 685.

Cartensen, J.T. (1977). Pharmaceutical of Solid Dosage Forms. A. Wiley


Interscience Publication John Wiley and Son, New York. Page: 133, 135:
216 – 218 .

Cowan, M. Murphy. (1999). Plant Product as Antimicrobial Agents. American


Society for Microbiology. Page 568.

Difco. (1977). Difco of Dehydrate Culture Media Reagent for Microbiology and
Clinical Laboratory Procedures. 9th edition, Michigan Detroit : Difco
Laboratories. Pages: 269 – 339 .

Ditjen POM. Depkes RI., (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Cetakan
pertama. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Hal: 8, 19 – 20 .

Ditjen POM. Depkes RI (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen


Kesehatan RI. Jakarta. Hal: 4 – 6 .

Dorland, W.A. Newman, (2002). Kamus Kedokteran. Edisi 29. EGC Medical
Publisher. Jakarta. Hal. 1890.

Dwidjoseputro. (1988). Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan. Jakarta.


Hal : 22, 118-134.

Felter, H.W. (1898). Resina Draconis in King's American Dispensatory. [cited


2008 Agustus 8]. URL: HYPERLINK
http://www.henriettesherbal.com/classis text/king`s/the preparation.html

Grieve, M. (1995). Dragon`s Blood. [cited 2008 Agustus 6]. URL: HYPERLINK
http://www.botanical.com/botanical/mgmh/d/dragon20.html#des

Guyot, J.G., (1978). Critere Technologi Des Choix Des Compression Direct.
Dalam Agusmal. Tesis. (1990). Pengaruh Laktosa Sebagai Pengisi Tablet
Yang Dibuat Dengan Metode Cetak Langsung.

Parrot, E.L., (1971). Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics.


Burgess Publishing Company. Minneapolis. Page 75.

Russel A.D. & Chopra I. (1991).Understanding Antibacterial Action and


Resistance. Ellis Horwood. New York. Page 113.

35
Sandell, E.A. (1982). Pharmaceutics. 2nd Edition. Swedish Pharmaceutics Press.
Stockholm. Pages: 26 – 32, 168 – 170.

Sonnenwirth, A.C. (1980). Growohl’s Clinical Laboratory Methods and


Diagnostic. Vol 2. The CV Mosby Company. London. Page 1578.

Suharyono. (1991). Diare Akut Klinik dan Laboratorik. Rineka Cipta. Jakarta
Hal.1.

Trease, G.E. and Evans, W.C. (1983). Pharmacognosy. 12th Edition. Bailiere
Tindall, London. Page 471.

Voigt, R.,(1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi V. Gadjah Mada


University Press,Yogyakarta. Hal: 165, 179, 222.

Wallis, T.E., (1951). Textbook of Pharmacognosy. J&A Churchill LTD. London.


Page 450

Wattimena, dkk. (1991). Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik. Fakultas


Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung..
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal : 60 – 61.

Wein, Arifin.(2007). Konservasi Hutan Dataran Rendah Melalui Budidaya Rotan


Jernang. [cited 2008 6 Agustus] URL: HIPERLINK
http://www.gitabuana.com.

36

Anda mungkin juga menyukai