Anda di halaman 1dari 66

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pertanian khususnya sub sektor hortikultura di Indonesia

kenyataannya sangat potensial sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi

masa depan karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Tanaman hortikultura

adalah tanaman sayuran, buah-buahan, bunga-bungaan atau tanaman hias yang

memiliki peranan yang sangat besar dalam pertumbuhan manusia. Salah satunya

adalah sebagai sumber gizi pelengkap makanan pokok yang dibutuhkan untuk

menunjang pertumbuhan jasmani manusia.

Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai

nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Dari sisi

penawaran atau produksi, luas wilayah Indonesia dengan keragaman

agroklimatnya memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman

hortikultura, yang rmencakup 323 jenis komoditas terdiri atas 60 jenis

kommoditas buah-buahan, 80 jenis komoditas sayuran, 66 jenis komoditas

biofarmaka dan 117 jenis komoditas tanaman hias (Kementan, 2015).

Komoditas hortikultura seharusnya dipilih sesuai potensi dan kesesuaian

lahan. Potensi dan kesesuaian lahan digunakan sebagai penapis untuk

merekomendasikan komoditas yang paling tepat untuk dikembangkan dan

diarahkan dalam rangka mengembangkan potensi yang dimiliki suatu wilayah.

Menurut Badan Penelitian Pertanian (2003), komoditas hortikultura merupakan

komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu

1
2

wilayah yang penetapannya didasarkan pada berbagai pertimbangan, baik secara

teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun pengelolaannya.

Luas panen dan produksi tanaman hortikultura di Provinsi Aceh pada

tahun 2016 yaitu, cabai mencapai produksi 457.490 ton/ha dengan luas panen

4.273 ha, kacang panjang mencapai produksi 121.295 ton/ha dengan luas panen

2.086 ha, mentimun mencapai produksi 146.347 ton/ha dengan luas panen 1.704

ha dan semangka mencapai produksi ton/ha dengan luas panen ha (BPS Provinsi

Aceh, 2017).

Lahan merupakan salah satu media penting dalam sektor pertanian, dalam

pemanfaatannya sebagai salah satu media budidaya tanaman merupakan modal

dasar yang utama dan terpenting dalam usaha tani yang harus tetap dijaga dan

dipertahankan kelestariannya. Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan

bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat bersifat siklik yang berbeda

di atas dan di bawah wilayah tersebut termasuk atmosfir serta segala akibat yang

ditimbulkan oleh manusia di masa lalu dan sekarang (Adelia, dkk, 2016).

Kota langsa mempuyai luas lahan 23.983 ha yang mempunyai luas

tanaman hortikultura di Kota Langsa pada tahun 2016 yaitu, Cabai mencapai

produksi 307 ton/ha dengan luas panen 5 ha, Kacang Panjang mencapai produksi

770 ton/ha dengan luas panen 8 ha dan Mentimun mencapai produksi 800 ton/ha

dengan luas panen 7 ha (BPS Kota Langsa, 2017).

Desa Matang Setui Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa mempunyai

lahan untuk pengembangan tanaman hortikultura dengan luas lahan untuk

pertanian seluas 87 ha (BPS Kota Langsa 2017). Lahan-lahan yang ada di Desa
3

Matang Setui saat ini hanya digunakan untuk tanaman padi dan sangat sedikit

yang dimanfaatkan untuk tanaman hortikultura, meskipun peluang untuk

mengembangkan tanaman ini di antara tanaman padi sebenarnya sangat besar

terutama pada saat tanaman padi telah panen. Ketika padi telah panen lahan di

Desa ini tidak ditanam jenis tanaman lain sampai musim tanam padi kembali,

yaitu pada musim penghujan. Pertumbuhan padi pada lahan ini memang cukup

baik, namun jika di tanamin padi terus-menerus tanpa rotasi tanaman lain dan

penggunaan lahan yang tidak optimal, maka dikhawatirkan akan mempercepat

degradasi kualitas lahan.

Penggunaan lahan yang optimal memerlukan kesesuaian agroteknologi

dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Kesesuaian lahan adalah tingkat

kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu. Menurut Hardjowigeno

(2010) kesesuaian lahan adalah potensi lahan yang didasarkan atas kesesuaiannya

untuk penggunaan pertanian secara lebih khusus seperti padi sawah, tanaman

palawija, tanaman perkebunan, atau bahkan untuk jenis tanaman tertentu berikut

tingkat pengelolaannya seperti padi sawah dengan irigasi dan pemupukan

lengkap, kedelai dengan mekanisasi, karet dengan teknologi tinggi dan

sebagainya.

Keberhasilan budidaya suatu jenis komoditas tanaman sangat tergantung

kepada kultivar tanaman yang ditanam, agroekologis/ lingkungan tempat tumbuh

tempat melakukan budidaya tanaman dan pengelolaan yang dilakukan oleh

petani/pengusaha tani. Khusus mengenai lingkungan tempat tumbuh (agro-

ekologis), walaupun pada dasarnya untuk memenuhi persyaratan tumbuh suatu


4

tanaman dapat direkayasa oleh manusia, namun memerlukan biaya yang tidak

sedikit. Dalam rangka pengembangan suatu komoditas tanaman, pertama kali

yang harus dilakukan mengetahui persyaratan tumbuh dari komoditas yang akan

dikembangkan kemudian mencari wilayah yang mempunyai kondisi

agroekologis/faktor tempat tumbuh yang relatif sesuai. Untuk mencapai tujuan

tersebut tanaman yang akan di usahakan pada suatu lahan harus di lakukan

evaluasi lahan (Sasongko, 2010)

Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna tanah

yang membandingkan persyaratan yang diminta untuk penggunaan lahan yang

akan diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan

yang akan digunakan. Inti prosedur evaluasi kesesuaian lahan adalah dengan

menentukan jenis penggunaan atau jenis komoditas yang akan diusahakan,

kemudian menentukan persyaratan dan pembatas pertumbuhan/penggunaannya,

terakhir membandingkan (matching) antara persyaratan penggunaan lahan (syarat

tumbuh tanaman) tersebut dengan kualitas lahan secara fisik (Hardjowigeno dan

Widiatmaka, 2007).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin melakukan penelitian yang

berjudul “Kajian Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Beberapa Tanaman

Hortikultura di Desa Matang Setui Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa”.


5

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana karakteristik dan kesesuaian lahan untuk pengembangan beberapa

tanaman hortikultura di Desa Matang Setui Kecamatan Langsa Timur Kota

Langsa ?

2. Faktor-faktor pembatas apa yang berpengaruh terhadap kelas kesesuaian lahan

untuk pengembangan beberapa tanaman hortikultura di Desa Matang Setui

Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa?

3. Bagaimana klasifikasi kesesuaian lahan untuk pengembangan beberapa

tanaman hortikultura di Desa Matang Setui Kecamatan Langsa Timur Kota

Langsa?

Tujuan Penelitian.

Untuk mengetahui kesesuaian lahan untuk pengembangan beberapa

komoditas tanaman hortikultura di Desa Matang Setui Kecamatan Langsa Timur

Kota Langsa.

Hipotesis

1. Lahan di Desa Matang Setui Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa sesuai

untuk pengembangan tanaman hortikultura.

2. Ada satu atau lebih karakteristik penentuan kelas kesesuaian lahan tanaman

hortikultura di Desa Matang Setui Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa


6

Manfaat Penelitian

1. Sebagai penelitian ilmiah dalam rangka penyusunan skripsi yang merupakan

salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata 1 (S1) pada Program Studi

Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Samudra.

2. Sebagai sumber informasi sebagai upaya pemikiran dan pertimbangan dalam

merencanakan penggunaan lahan yang sesuai untuk pengembangan komoditas

tanaman hortikultura.
TINJAUAN PUSTAKA

Lahan

Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,

hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi

penggunaannya (FAO, 1976 dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Menurut FAO, 1976 dalam Sitorus, 2004 lahan adalah suatu daerah

dipermukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer,

tanah, lapisan geologi, hidrologi, populasi tanaman dan hewan serta hasil kegiatan

manusia masa lalu dan sekarang, sampai pada tingkat tertentu dengan sifat-sifat

tersebut mempunyai pengaruh yang berarti terhadap fungsi lahan oleh manusia

pada masa sekarang dan masa yang akan datang.

Satuan peta lahan adalah kelompok lahan yang mempunyai sifat-sifat yang

sama, yang penyebarannya di gambarkan dalam peta sebagai hasil dari suatu

survei sumberdaya alam (seperti survey tanah, intentarisasi hutan dan sebagainya).

Kadang-kadang satuan peta lahan terdiri dari dua jenis lahan atau lebih dengan

sifat yang masing-masing berbeda (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Sifat Lahan

Satuan lahan adalah suatu areal dari lahan yang dapat dibedakan pada peta

dan mempunyai kekhususan pada sifat-sifat lahan atau kualitas lahan (FAO,

1976). Sebagai mana yang diungkapkan oleh Arsyad (2006), pengertian sifat

lahan yaitu : Atribut atau keadaan unsur-unsur lahan yang dapat diukur atau

diperkirakan, seperti tekstur tanah, struktur tanah, jumlah curah hujan, distribusi

7
8

hujan, temperatur, darinase tanah, jenis vegetasi dan sebagainya. Sifat lahan

merupakan suatu penciri dari segala sesuatu yang terdapat di lahan tersebut yang

merupakan pembeda dari suatu lahan yang lainnya.

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur

tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya

baik materil maupun spiritual. Penggunaan lahan dibedakan menjadi dua kategori,

yakni penggunaan lahan untuk sektor pertanian dan untuk sektor non-pertanian

(Sitorus 1989).

Kemampuan lahan adalah potensi lahan untuk penggunaaan pertanian

secara umum. Kesesuaian lahan yaitu potensi lahan untuk jenis tanaman tertentu.

Sedangkan kemampuan lahan adalah kapasitas suatu lahan untuk berproduksi dan

kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu (FAO,

1976 dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Syarat-syarat Penggunaan Lahan.

Persyaratan penggunaan lahan adalah sekelompok kualitas lahan yang

diperlukan oleh suatu tipe penggunaan lahan agar dapat berproduksi dengan baik.

Sifat-sifat pembatas adalah kualitas lahan yang mempunyai pengaruh yang

merugikan bagi suatu tipe penggunaan lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka,

2007).
9

Perbaikan Lahan

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), perbaikan lahan adalah

kegiatan-kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan yang menguntungkan

terhadap kualitas lahan. Perbaikan besar merupakan perbaikan yang besar dan

permanen. Sedangkan perbaikan kecil adalah perbaikan yang relatif mempunyai

efek yang kecil atau yang tidak permanen, yang dapat dilakukan sendiri oleh

petani.

Karakteristik Lahan

Karakteristik lahan (land characteristic) mencakup faktor-faktor lahan

yang dapat diukur atau ditaksir besarnya seperti lereng, curah hujan, tekstur tanah

dan sebagainya. Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) menganjurkan agar dalam

membanding-kan sifat-sifat lahan dengan syarat-syarat penggunaan lahan

digunakan bukan kualitas lahan.

Istilah pembandingan digunakan untuk menguraikan proses dimana

persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan dibandingkan dengan

kondisi lahan untuk menduga prestasi penggunaan lahan (Sitorus, 2004).

Kualitas Lahan

Kualitas lahan adalah sifat-sifat lahan yang tidak dapat diukur langsung

karena merupakan interaksi dari beberapa karakteristik lahan (Complex of Land

Attribute) yang mempunyai pengaruh nyata terhadap kesesuaian lahan untuk

penggunaan-penggunaan tertentu. Satu jenis kualitas lahan dapat disebabkan oleh

beberapa karakteristik lahan, misalnya ketersediaan hara dapat ditentukan


10

berdasarkan ketersediaan P dan K-dapat ditukar (Hardjowigeno dan Widiatmaka,

2007).

Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk tipe penggunaan

lahan (jenis tanaman dan tingkat pengelolaan) tertentu. Sedangkan, klasifikasi

kesesuaian lahan adalah pengelompokan lahan berdasarkan kesesuaiannya atau

kemampuannya untuk tujuan penggunaan tertentu. Pengelompokan ini biasanya

dilakukan oleh ilmuwan tanah dengan menggunakan satuan peta tanah (SPT), atau

juga sering disebut satuan peta lahan (SPL) dari hasil survey tanah sebagian

satuan evaluasi dan sebagian dasar untuk menentukan batas-batas penyebarannya

(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), kelas kesesuaian lahan

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kelas kesesuaian lahan aktual dan kelas

kesesuaian lahan potensial.

a. Kesesuaian lahan aktual atau kesesuaian lahan pada saat ini atau kelas

kesesuaian lahan dalam keadaan alami, belum mempertimbangkan usaha

perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi

kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada di setiap satuan peta.seperti

diketahui, faktor pembatas dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: (1) faktor

pembatas yang sifatnya permanen dan tidak mungkin atau tidak ekonomis

diperbaiki, dan (2) faktor pembatas yang dapat diperbaiki dan secara ekonomis

masih menguntungkan dengan memasukkan teknologi yang tepat.


11

b. Kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah

dilakukan usaha-usaha perbaikan lahan. Kesesuaian lahan potensial

merupakan kondisi yang diharapkan sesudah diberikan masukan sesuai

dengan tingkat pengelolaan yang akan diterapkan, sehingga dapat diduga

tingkat produktivitas dari suatu lahan serta hasil produksi per satuan luasnya

Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Klasifikasi lahan merupakan pengembangan sisem logika untuk

pengaturan dari berbagai macam lahan kedalam katagori-katagori yang ditentukan

menurut sifat-sifat lahan itu sendiri. Sifat-sifat ini dapat meliputi sifat-sifat yang

dapat diamati secara langsung, sepert kemiringan lereng atau sifat-sifat yang

ditetapkan dengan hanya penyidikan, seperti kesuburan tanah (Sitorus, 2004).

Klasifikasi pada dasarnya adalah pengelompokan obyek tertentu yang

sama atau sejenis dan pemisahan objek yang berbeda. Kegunaan klasifikasi dalam

evaluasi dan pengolaan lahan adalah untuk mengumpulkan informasi,

mengorganisasikan dan mengkomunikasikannya untuk keperluan pengambilan

keputusan. Salah satu fungsi dari suatu sistem klasifikasi adalah untuk memberi

kemungkinan melakukan penyidikn mengenai objek-objek yang diklasifikasikan.

Klasifikasi penting dalam usaha untuk mengerti da mengelola sumberdaya

lahan,karena klasifikasi dapat menciptakan keteraturan dari data yang akan

diinterprestasi serta mengurangi jumlah menjadi lebih kecil dari jumlah total

objek melalui pembentukan kelas-kelas (Sitorus, 2004).


12

Struktur klasifikasi kesesuaian lahan, menurut kerangka kerja FAO (1976)

dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) terdiri atas 4 kategori, yaitu:

Ordo (Order) : Menunjukkan keadaan kesesuaian lahan secara umum, apakah

suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan

tertentu.

Kelas (Class) : Menunjukkan tingkat kesesuain suatu lahan.

Sub kelas : Menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus

dijalankan dalam masing-masing kelas .

Unit : Menunjukkan perbedaan-perbedaan besarnya faktor penghambat

yang berpengaruh dalam pengelolaan suatu sub- kelas.

Kesesuaian Lahan Pada Tingkat Ordo

Pada tingkat ordo ditunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai

untuk suatu jenis penggunaan lahan tertentu. Ordo kesesuaian lahan, menurut

kerangka kerja evaluasi lahan FAO (1976) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka

(2007), dibedakan atas:

a) Ordo S: Sesuai

Lahan yang termasuk dalam ordo ini dapat digunakan dalam jangka waktu

yang tidak terbatas untuk suatu tujuan yang telah dipertimbangkan. Lahan

dalam ordo ini juga untuk penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau

sedikit resiko kerusakan terhadap sumber daya lahannya. Dengan kata lain,

keuntungan lebih besar daripada masukan yang diberikan


13

b) Ordo N: Tidak Sesuai

Lahan yang termasuk dalam ordo ini mempunyai pembatas atau kesulitan

demikian rupa sehingga mencegah penggunaan secara lestari untuk suatu

tujuan yang direncanakan. Lahan dapat digolongkan sebagai tidak sesuai

untuk digunakan bagi usaha pertanian karena berbagai penghambat, baik

secara fisik (lereng sangat curam, berbatu-batu dan sebagainya) atau secara

ekonomi (keuntungan yang didapat lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan).

Kesesuaian Lahan Pada Tingkat Kelas

Kelas kesesuaian lahan merupakan pembagian yang lebih lanjut dari ordo

dan menggambarkan tingkat kesesuaian dari suatu ordo (Hardjowigeno dan

Widiatmaka 2007). Pembagian kelas kesesuaian lahan menurut FAO (1976)

dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) adalah sebagai berikut:

a) Kelas S1: Sangat sesuai

Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk penggunaan secara lestari

atau hanya mempunyai pembatas tidak berarti dan tidak berpengaruh nyata

terhadap produksi serta tidak menyebabkan kenaikan masukan yang diberikan

pada umumnya.

b) Kelas S2 (cukup sesuai)

Lahan mempunyai pembatas agak berat untuk mempertahankan tingkat

pengelolaan yang harus dilakukan. Pembatas akan mengurangi produktivitas

dan keuntungan, serta meningkatkan masukan yang diperlukan.


14

c) Kelas S3 (sesuai marginal)

Lahan mempunyai pembatas yang berat untuk mempertahankan tingkat

pengelolaan yang harus dilakukan. Pembatas akan mengurangi produktivitas

dan keuntungan. Perlu peningkatan masukan yang diperlukan.

d) Kelas N1 (tidak sesuai saat ini)

Lahan mempunyai faktor pembatas yang lebih berat, tapi masih mungkin

untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan

sekarang ini dengan biaya yang rasional. Faktor-faktor pembatasnya begitu

berat sehinga menghalangi keberhasilan penggunaan lahan yang lestari dalam

jangka panjang.

e) Kelas N2 (tidak sesuai selamanya)

Lahan mempunyai pembatas yang sangat berat, sehingga tidak mungkin

digunakan sebagai suatu penggunaan yang lestari.

Evaluasi Kesesuaian Lahan

Evaluasi kesesuaian lahan pada hakekatnya berhubungan dengan evaluasi

untuk satu penggunaan tertentu seperti untuk budidaya padi, jagung, dan

sebagainya. Penilaian kesesuaian lahan pada dasarnya dapat berupa pemilihan

lahan sesuai untuk tanaman tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan

menginterpretasikan peta tanah dalam kaitannya dengan kesesuaiannya untuk

berbagai tanaman dan tindakan pengelolaan yang diperlukan (Sitorus, 2004).

Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan.

Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe
15

penggunaan lahanyang akan diterapkan, daengan sifat-sifat atau kualitas lahan

yang dimiliki oleh lahan yang digunakan. Dengan cara ini, maka akan diketahui

potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe penggunaan

lahan tersebut (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Evaluasi sumberdaya lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk

menduga potensi sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaannya. Adapun

keragka dasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk membandingkan

persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat

sumberdaya yang ada pada lahan tersebut. Kebutuhan untuk pengevaluasi lahan

dirasa penting setelah disadari bahwa pemetaan sumberdaya alam itu sendiri tidak

akan memberikan petunjuk yang cukup tentang bagaimana lahan dapat digunakan

dan apa konsekuensi- konsekuensinya (Sitorus, 2004).

Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan kualitas

lahan masing-masing satuan peta lahan dengan persyaratan penggunaan lahan

yang diterapkan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007)

Evaluasi kemampuan lahan pada dasarnya merupakan evaluasi potensi

lahan bagi penggunaan berbagai sistem pertanian secara luas dan tidak

membicarakan peruntukan jenis tanaman tertentu ataupun tindakan-tindakan

pengelolaannya. Oleh karena itu sifatnya merupakan evaluasi yang lebih umum

dibandingkan dengan evaluasi kesesuaian lahan yang bersifat lebih khusus

(Sitorus, 2004).
16

Dasar-Dasar Evaluasi Lahan.

Untuk menentukan metode dan penghampiran yang diperlukan, harus

ditentukan terlebih dahulu dasar-dasar yang digunakan, yang mencangkup

ketentuan - ketentuan berikut: 1) Kesesuaian lahan harus didasarkan atas

penggunaan lahan untuk tujuan tertentu, karena penggunaan yang berbeda

memerlukan syarat yang berbeda. 2) Diperlukan perbandingan antara biaya dan

keuntungan dalam penggunaan lahan yang direncanakan. 3) Diperlukan

penghampiran multidisiplin. 4) Harus relevan terhadap sifat-sifat fisik, ekonomi,

dan sosial daerah. 5) Berdasarkan atas penggunaan untuk waktu yang tidak

terbatas (sustain basis), jangan sampai dikemudian hari menyebabkan

kemunduran lingkungan dan kerusakan lahan, meskipun dalam jangka pendek

sangat menguntungkan. 6) Evaluasi meliputi lebih dari satu macam penggunaan

lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Tujuan dari evaluasi lahan adalah menentukan nilai suatu lahan untuk

tujuan tertentu. Menurut FAO (1976), dalam evaluasi lahan perlu juga

memperhatikan aspek ekonomi, sosial serta lingkungan yang berkaitan dengan

perencanaan tata guna lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Sistem Informasi Geografis (GIS)

Sistem Informasi Geografis (SIG) atau juga dikenal sebagai Geographic

Information System (GIS) merupakan suatu sistem informasi yang berbasis

komputer, dirancang untuk bekerja dengan menggunakan data yang memiliki

informasi spasial (bereferensi keruangan). Sistem ini meng-capture, mengecek,


17

mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data yang

secara spasial mereferensikan kepada kondisi bumi. Teknologi SIG

mengintegrasikan operasioperasi umum database, seperti query dan analisa

statistik, dengankemampuan visualisasi dan analisa unik yang dimiliki oleh

pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan sistem informasi

lainnya yang membuatnya menjadi berguna bagi berbagai kalangan untuk

menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang terjadi

(Muslim dan Sunyoto 2012).

Berdasarkan defenisi Sistem Informasi Geografis (SIG), maka SIG dapat

diuraikan menjadi beberapa subsistem (Prahasta, 2009) sebagai berikut :

a. Subsistem Masukan Data (Input)

Subsistem ini digunakan untuk memasukkan data dan mengubah data asli ke

bentuk yang dapat diterima dan dipakai dalam SIG. Semua data dasar geografi

diubah dulu menjadi data digital, sebelum dimasukkan ke komputer. Ada dua

macam data geografi, yaitu data spasial dan non spasial :

1. Data Spasial (keruangan), yaitu data yang menunjukkan ruang, lokasi atau

tempat dipermukaan bumi. Data spasial berasal dari peta analog, foto

udara dan penginderaan jauh dalam bentuk cetak kertas.

2. Data non-spasial, yaitu data yang berupa text atau angka. Data non-spasial

ini akan menerangkan data spasial atau sebagai dasar untuk

menggambarkan data spasial, dari data non-spasial ini nantinya dapat

dibentuk data spasial. Data non-spasial disebut juga sebagai atribut yang

menjelaskan suatu informasi, data atribut ini diperoleh dari statistic,


18

sensus, catatan lapangan dan tabular (data yang disimpan dalam bentuk

tabel) lainnya.

b. Subsistem Manipulasi dan Analisis Data

Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan ole SIG.

Subsistem ini juga dapat melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk

menghasilkan informasi yang diharapkan (Budiyanto, 2002)

c. Subsistem Penyajian Data (output)

Subsistem output data berfungsi menayangkan informasi geografi sebagai

hasil analisa data dalam proses SIG. informasi tersebut ditayangkan dalam

bentuk peta, tabel, bagan, gambar, grafik dan hasil perhitungan (Prahasta,

2009)

d. Pengolahan Data

Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun data atribut

kedalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di

update, dan diedit. Jadi subsistem ini dapat menimbun dan menarik kembali

dari arsip data dasar, juga dapat melakukan perbaikan data dengan cara

menambah, mengurangi atau memperbaharui (Febriyanto, 2010)

Tanaman Hortikultura

Hortikultura berasal dari bahasa latin, yakni hortus yang berarti kebun dan

colere yang berarti menumbuhkan pada suatu medium buatan. Secara harfiah,

hortikultura berarti ilmu yang mempelajari budidaya tanaman kebun. Pada

umumnya para pakar mendefinisikan hortikultura sebagai ilmu yang mempelajari


19

budidaya tanaman sayuran, buah-buahan, bunga-bungaan, atau tanaman hias

(Zulkarnain, 2009).

Kementerian Pertanian telah menetapkan sebanyak 323 jenis komoditas

hortikultura terdiri dari 60 jenis buah-buahan, 80 jenis sayuran, 66 jenis

biofarmaka (tanaman obat) dan 117 jenis tanaman hias (horikultura) dan

diperkirakan jenis komoditas hortikultura ini akan bertambah banyak di masa

mendatang. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 90 jenis komoditas hortikultura

yang terdata dalam statistik pertanian (Kementan, 2015).

Tanaman Cabai

Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu spesies dari sekitar

20-30 spesies dalam genus Capsicum. Menurut Kusandriani (1996), cabai

merupakan tanaman terna tegak atau perdu tidak berduri, licin atau berbulu.

Tanaman cabai berbentuk semak, batangnya berkayu, tipe percabangan tegak atau

menyebar dengan diameter 1.5 – 3.0 cm. Batang utama berkayu dan berwarna

cokelat kehijauan bentuk percabangan dari batang utama ke cabang primer

berbentuk huruf “Y”, demikian pula antara cabang primer ke cabang sekunder

(Pangestika, 2015).

Suhu berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, demikian juga terhadap

tanaman cabai. Suhu yang ideal untuk budidaya cabai adalah 24-28°C. Pada suhu

tertentu seperti 15°C dan lebih dari 32°C akan menghasilkan buah cabai yang

kurang baik. Pertumbuhan akan terhambat jika suhu harian di areal budidaya

terlalu dingin, tanaman cabai dapat tumbuh pada musim kemarau apabila dengan
20

pengairan yang cukup dan teratur. Curah Hujan adalah untuk tanaman cabai

tumbuh baik di musim kemarau tetapi juga memerlukan pengairan yang cukup.

Adapun curah hujan yang dikehendaki yaitu 800-2000 mm/tahun (Tjahjadi,

2010).

Ketinggian tempat untuk penanaman cabai adalah dibawah 1400 m dpl.

Pertumbuhan tanaman cabai akan optimum jika ditanam pada tanah dengan pH 6-

7. Tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung humus (bahan organik)

sangat disukai, (Sunaryono dan Rismunandar, 2007).

Tanaman Kacang Panjang

Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) termasuk dalam family

papilionaceae yang merupakan tanaman semusim. Tanaman ini berbentuk perdu

yang tumbuhnya menjalar atau merambat. Daunnya berupa daun majemuk, terdiri

dari tiga helai. Batangnya liat dan sedikit berbulu. Buahnya berbentuk bulat

panjang dan ramping (Harianto, 2007).

Tanaman kacang panjang memiliki daya adaptasi yang cukup luas

terhadap lingkungan tumbuh. Tanaman ini tumbuh dan berproduksi dengan baik

di dataran rendah sampai dataran tinggi ±1200 m dpl, tetapi paling baik adalah di

dataran rendah. Prasyarat iklim yang paling ideal untuk pertumbuhan dan

produksi kacang panjang adalah daerah-daerah yang mempunyai suhu udara

antara 28 tempatnya terbuka, iklimnya kering, dan curah hujan tahunan antara

600-1500 mm (Arsyad, 2007).


21

Tanaman kacang panjang merupakan tanaman semusim yang dapat

tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah dengan syarat drainase tanah cukup

baik dan tidak tergenang serta ketersediaan air cukup selama masa pertumbuhan

tanaman. Pertumbuhan tanaman kacang panjang paling baik adalah jenis tanah

lempung berpasir, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan

drainasenya baik, serta memiliki derajat keasaman tanah pada pH 5,5-6,5.

Kacang-kacangan peka terhadap keasaman tanah yang tinggi. Tanah yang terlalu

asam dengan pH di bawah 5,5 dapat menyebabkan tumbuh kerdil karena teracuni

Alumanium yang larut dalam tanah (Taufik, 2013).

Tanaman Semangka

Tanamarn semangka (Colocynthis citrullus) termasuk ke dalam famili

Cucurbitaceae. Semangka merupakan tanaman satu tahun yang tumbuh menjalar

dan merambat, panjang batang 1.5 - 5 m. Ketinggian tempat yang ideal untuk

tanaman semangka adalah 100 sampai 300 meter di atas permukaan laut dengan

suhu rata-rata harian berkisar 25-300C. (Sobir dan Siregar, 2010).

Di samping sebagai pengangkut zat makan, air berfungsi sebagai penyusun

tubuh tanaman dan pembentuk zat makanan. Semangka memerlukan banyak air

karena 90% dari buah semangka adalah air tetapi semangka tidak perlu diairi atau

digenangi terus menerus. Akar tanaman akan mati karena kekurangan oksigen

untuk respirasi bila di lingkungan perakarannya tergenangi air. Tanaman

semangka tampaknya dapat tumbuh pada berbagai tipe lahan, asalkan drainasenya

baik. Tanaman semangka menyukai lahan yang gembur dan subur, mengandung
22

banyak bahan organik, serta mempunyai drainase yang baik. Tanah yang berpasir

atau tanah lempung berpasir yang banyak mengandung Nitrogen cocok untuk

lahan tanaman ini (Kalie, 2008).

Keasaman tanah (pH) yang diinginkan untuk pertumbuhan optimum

semangka berkisar 5,8-7,2. Apabila pH tanah kurang dari 5,8 (tanah asam), perlu

dilakukan pengapuran dengan dosis disesuaikan dengan tingkat keasaman. Selain

itu, semangka agak sensitif terhadap kadar garam (Sobir dan Siregar, 2010).

Tanaman semangka rnembutuhkan sinar matahari penuh untuk

pertumbuhannya. Lahan penanaman sebaiknya tidak ditutupi naungan karena

dapat rnenghalangi pancaran sinar matahari. Ikiim kering dan panas baik untuk

pertumbuhan vegetatif atau generatif. Curah hujan ideal antara 40-50 mm per

bulan (Agromedia, 2007).

Tanaman Melon

Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, tanaman melon termasuk dalam keluarga

labu-labuan (Cucurbitaceae) seperti halnya dengan blewah (Cucumis melo L.),

semangka (Citrullus vulgaris Schard.), mentimun (Cucumis sativus L.), pare

(Momordica charantia L. Roxb.) dan waluh (Cucurbita moschata). Ketinggian

tempat yang optimal untuk budidaya melon adalah 200 - 1000 mdpl. Pada

ketinggian tempat tersebut semua tipe melon dapat ditanam. Namun, tanaman

melon masih dapat berproduksi dengan baik pada ketinggian 0 - 200 mdpl untuk

melon tipe musk melon dan pada ketinggian lebih dari 1000 mdpl untuk tipe

cantaloupe dan casaba melon (Wirahma, 2008).


23

Persyaratan kebutuhan iklim tanaman melon adalah sebagai berikut: suhu

rata-rata berkisar antara 18 - 350C dan suhu yang optimum sekitar 22 - 30 0C

(Djaenudin, dkk, 2000). Tanaman melon memerlukan penyinaran matahari penuh

selama pertumbuhannya. Lama penyinaran matahari yang diperlukan tanaman

melon berkisar 10 - 12 jam sehari. Sinar matahari membantu proses pembentukan

zat gula (pati) yang menyebabkan ukuran buah melon menjadi besar dan manis

(Prajnanta, 2004).

Tanaman melon memerlukan curah hujan antara 2000 - 3000 mm/tahun.

Tanaman melon kurang bagus bila diusahakan di musim hujan. Kelembaban

udara ideal yang dibutuhkan tanaman melon sekitar 24 - 80%, namun pada

kelembaban 90% melon masih dapat tumbuh baik dan sehat asalkan sirkulasi

udara lancar. Pertumbuhan tanaman melon akan optimal apabila dibudidayakan

pada tanah dengan kisaran pH 5.8 - 7.6, namun demikian tanaman melon masih

dapat tumbuh dan berproduksi pada pH 5.0 - 8.2. Sistem perakaran tanaman

melon agak dangkal. Untuk menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman

melon, tanaman ini memerlukan tanah yang gembur, mempunyai lapisan olah

yang tebal, geluh berpasir (porus/sarang) dan kaya bahan organik. Tanah yang

gembur dan berpasir akan memudahkan akar tanaman melon berkembang dan

system drainase menjadi lebih baik karena tanaman melon tidak menyukai tanah

yang terlalu basah (Wirahma, 2008).

Tanaman Mentimun

Mentimun (Cucumis sativus L.) salah satu tanaman yang termasuk dalam

famili Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan), mentimun termasuk tanaman


24

semusim (annual) yang bersifat menjalar atau memanjat dengan perantaraan

pemegang yang berbentuk pilin (spiral). Batang mentimun berupa batang lunak

dan berair, berbentuk pipih, berambut halus, berbuku-buku, dan berwarna hijau

segar. Panjang atau tinggi tanaman dapat mencapai 50-250 cm, bercabang dan

bersulur yang tumbuh disisi tangkai daun. Batang utama dapat menumbuhkan

cabang anakan, ruas batang atau buku-buku batang berukuran 7-10 cm dan

diameter 10-15 mm (Imdad dan Nawangsih, 2001).

Pada dasarnya mentimun dapat tumbuh dan beradaptasi di hampir semua

jenis tanah. Kemasaman tanah yang optimal untuk mentimun adalah antara 5.5-

6.5. Tanah yang banyak mengandung air terutama pada waktu berbunga

merupakan jenis tanah yang balk untuk penanaman mentimun. Tanaman

mentimun dapat tumbuh baik di ketinggian 0-1.000m di alas penmukaan air laut

(Sumpena, 2008).

Di Indonesia mentimun dapat di tanam di dataran rendah dan dataran

tinggi yaitu sampai ketinggian ± 100 m di atas permukaan laut. Tanaman

mentimun tumbuh dan berproduksi tinggi pada suhu udara berkisar antara 20-

32oC, dengan suhu optimal 27oC. Di daerah tropik seperti di Indonesia keadaan

suhu udara ditentukan oleh ketinggian suatu tempat dari permukaan laut. Cahaya

juga merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman mentimun, karena

penyerapan unsur hara akan berlangsung optimal jika pencahayaan berlangsung

antara 8-12 jam hari (Cahyono, 2003).


25

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Desa Matang Setui Kecamatan Langsa

Timur Kota Langsa. Waktu penelitian di rencanakan selama 2 bulan, yang di

mulai dari bulan Mei - Juni 2018. Pengolahan data dan analisis sampel tanah akan

dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Tanah dan Tanaman Fakultas Pertanian

Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Peta lokasi penelitian disajikan pada

lampiran 2.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan yang digunakan dalam pengumpulan data adalah Peta Kota Langsa

(Peta administrasi, peta jenis tanah, peta topografi dan peta penggunaan lahan)

yang di dapat dari BAPPEDA Kota Langsa, serta beberapa jenis bahan kimia

untuk identifikasi tanah di lapangan seperti H2O 10%, dan HCl 10 N, dan bahan-

bahan kimia lainnya untuk analisis kimia tanah di laboratorium.

Alat

Alat yang yang digunakan adalah Munsell Soil Color Chart, pH tancap,

bor tanah, Rollmeter, Global Positioning System (GPS), Sekop, Cangkul, alat

tulis, printer, parang, cangkul, cutter, kamera digital serta peralatan laboratorium

analisis seperti pH-meter, EC-meter, oven, N-destilation unit, Flame fotometer,

spektrofotometer, AAS dan seperangkat laptop yang telah terpasang software

Microsoft Office 2007 dan ArcGIS 10.3.


26

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survei deskriptif

berdasarkan observasi lapangan dan analisis sampel tanah di laboratorium serta

menggunakan data primer hasil pengamatan lapangan, dan data sekunder hasil

interpretasi data penginderaan jauh dan data sekunder lainnya. Secara garis besar

penelitian dilakukan atas 4 (empat) tahapan meliputi: (1) persiapan, (2)

pelaksanaan lapangan, (3) analisis laboratorium dan (4) Analisis

data/pembahasan. Untuk lebih jelasnya alat kerja penelitian disajikan pada

Gambar 1.

Persiapan

Kegiatan pada tahap persiapan dilakukan studi literartur dan pengumpulan

data sekunder lokasi penelitian yaitu data iklim meliputi curah hujan, bulan

kering, suhu udara, kelembaban dan sifat fisik lingkungan Desa Matang Setui

Langsa Timur Kota Langsa, serta peta-peta yang diperlukan (peta admistrasi, peta

tutupan lahan, peta jenis tanah, peta topografi). Pada tahap ini juga dilakukan

pengolahan peta tutupan lahan dan peta jenis tanah mengggunakan program GIS

sehingga memperoleh peta satuan unit lahan.


27

Peta Jenis Peta Lereng Peta Penggunaan


Tanah Lahan

Satuan Peta Lahan Sementara

Cek Lapangan

Satuan Peta Lahan


Definitif

Survey
Utama

Data Morfologi Sampel


Lahan Tanah

Analisi Laboratorium

Sifat Fisik
dan Kimia
Tanah
Persyaratan Tanaman
Hortikultura
Karakteristik Bandingkan (Balai Besar
Lahan (Matching)
Sumberdaya Lahan
Pertanian, 2011)
Kelas Kesesuaian
Lahan

Pembahasa
n
Gambar 1. Bagan Alur Pelaksanaan Penelitian
28

Pelaksanaan Lapangan

Pengamatan di lapangan dilakukan meliputi pengamatan fisik lingkungan

berupa karakteristik lahan yang berpengaruh terhadap penggunaannya antara lain:

derajat lereng, vegetasi, ketinggian tempat, tingkat bahaya erosi, tingkat bahaya

banjir, bentuk lahan, batuan dipermukaan dan singkapan batuan serta parameter

yang ada pada kriteria kelas kesesuaian lahan untuk tanaman hortikultura.

Pengamatan sifat fisik tanah dan morfologi lahan yang diamati di lapangan

disajikan pada Tabel 1.

Pengambilan sampel tanah dilakukan di areal satuan lahan berdasarkan

peta tanah dengan cara pemboran. Titik yang dipilih mewakili masing-masing

great group tanah. Penentuan nilai karakteristik lahan untuk sampel tanah

dilakukan dengan menggunakan bor tanah pada kedalaman 0-30. Penentuan sifat

kimia tanah dilakukan dengan analisis sampel tanah di Laboratorium.

Tabel 1. Sifat-sifat Fisik dan Morfologi Lahan yang diamati di Lapangan.

No Sifat Morfologi yang diamati Alat/Metode Pengamatan


1 Jenis tanah Deskripsi profil
2 Kedalaman efektif Bor tanah
3 Tekstur lapang Memijat dengan jari-jari
4 Reaksi (pH) lapang pH tancap
5 Struktur tanah Pengamatan lapang tipe struktur tanah
6 Drainase permukaan Pengamatan lapang
7 Banjir/genangan Pengamatan lapang
8 Batuan di permukaan Pengamatan lapang
9 Singkapan batuan Pengamatan lapang
10 Derajat lereng Pengamatan lapang
11 Ketinggian tempat Altimeter/GPS

Analisis Tanah di Laboratorium


29

Untuk lebih jelasnya aspek analisis tanah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Sifat Fisika dan Kimia yang di analisis di Laboratorium


No Satuan Metode analisis
1 Tekstur tanah (3 Fraksi) % Pipet , Hukum stokes
2 pH - Elektrometrik
3 C-Organik % Walky & Black
4 N-Total % Kjedahl
5 P-Total Ppm Ektraksi dengan HCL 5%
6 P-Tersedia - Bray II
7 K-Total Ppm Ektraksi dengan NH4OaC pH 7
8 Kation- kation dapat ditukar
K-dd me/100 kg Ektraksi dengan NH4OaC pH 7
Ca-dd me/100 kg Ektraksi dengan NH4OaC pH 7
Mg-dd me/100 kg Ektraksi dengan NH4OaC pH 7
Na-dd me/100 kg Ektraksi dengan NH4OaC pH 7
9 KTK me/100 kg Ektraksi dengan NH4OaC pH 7
10 Kejenuhan Basa % Kation-kation Basa
X 100%
KTK
11 Salinitasi Ms Elektrika Conduktivity

Penilaian status kualitas tanah dan kesuburan tanah ini menggunakan

kriteria interpretasi sifat-sifat kimia tanah menurut Puslittanak (1997). Evaluasi

kesuburan tanah bertujuan untuk menentukan kendala utama kesuburan seri tanah

serta mencari alternative pemecahannya dalam rangka meningkatkan

produktivitas tanah.

Penilaian kelas kesesuaian lahan untuk tanaman hortikultura dilakukan

dengan menggunakan Panduan Teknis Evaluasi Kesesuaian Lahan Pertanian

yang ditetapkan oleh Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (2011). Ada 5

jenis tanaman hortikultura semusim yang dinilai dalam penelitian ini yaitu: cabai

(Capsicum annum L.), kacang panjang (Vigna sinensis L.), mentimun (Cucumis
30

sativus L.), semangka (Colocynthis citrullus) dan melon (Citrulus vulgaris

SHRAD).

Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan secara aktual dan potensial. Evaluasi

kesesuaian lahan aktual bertujuan untuk menilai kesesuaian lahan pada kondisi

aktual di lapangan, sebelum mempertimbangkan input yang diberikan untuk

mengatasi kendala yang ditemukan, sedangkan evaluasi secara potensial

ditunjukkan untuk mengetahui kemungkinan perbaikan dari kendala yang ada.

Kesesuaian Lahan

Metode kesesuaian lahan yang digunakan menurut Pusat Penelitian Tanah

dan Agroklimat (1997). Klasifikasi kesesuaian lahan dibedakan menurut

tingkatan-nya yaitu Ordo yang tergotong sesuai (S) dan tidak sesuai (N) data

karakteristik/ kualitas lahan yang diamati di lapangan dan hasil analisis sampel

tanah di Laboratorium ditabulasikan dalam bentuk tabel untuk lebih memudahkan

dalam interpretasinya.

Prosedur Analisis Data

Dalam penelitian ini akan dikaji Satuan Peta Lahan (SPL) yang dilakukan

dengan metode overlay peta tanah, dan peta lereng, delineasi penggunaan lahan

yang dilakukan dengan cara matching peta SPL dengan kriteria kesesuaian lahan

hortikultura menurut Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (2011), analisis

ketersediaan lahan dilakukan dengan cara overlay peta penggunaan lahan dengan

peta kesesuaian lahan untuk tanaman hortikultura. Penelitian ini menyajikan

beberapa output berdasarkan tujuan dan prosedur analisis yang dilakukan, serta
31

ditampilkan dalam bentuk matrik penelitian tabel tujuan, jenis data, prosedur

analisis, dan output penelitian disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Matriks Jenis Data, Teknik Analisis dan Luaran yang Diharapkan
Berdasarkan Tujuan Penelitian
No Tujuan
Jenis Data Teknik Analisis Luaran
. Penelitian
1. Mengkaji a) Peta a) Koreksi geometri Peta SPL
Satuan Lahan penggunaan b) Analisis data skala 1: 25
Pengamatan lahan spasial 000
(SLP) Kecamatan digeneralisasikan
Langsa Timur skalanya lalu
skala 1: 60 dimulai dari
000 penggabungan
b) Peta (overlay) peta
administrasi SPL dengan peta
Kota Langsa lereng Kecamatan
skala 1: 25 Langsa Timur
000 skala 1: 60 000
c) Peta jenis c) Klasifikasi SPL
tanah d) Overlay peta SPL
Kecamatan dengan lokasi
Langsa Timur penelitian
skala 1: 60
000
d) Peta topografi
Kecamatan
Langsa Timur
skala 1: 60
000
2 Melakukan a) Peta SPL a) Peta SPL 1:25 Peta
evaluasi lahan skala 1:25 000 ditumpang kesesuaian
fisik 000 tindihkan lahan skala
b) Peta (overlay) dengan 1:25 000
administrasi peta admin kota
Kota Langsa Langsa
1: 25 000 b) Matching
karakteristik
lahan dengan
kriteria
kesesuaian lahan
untuk tanaman
hortikultura
32

Evaluasi Kesesuaian Lahan Fisik

Analisis kesesuaian lahan fisik dilakukan dengan cara membandingkan

(matching) kualitas lahan melalui satuan tanah dengan persyaratan tumbuh

tanaman. Dalam proses matching ini berlaku hukum minimum, yang berarti kelas

kesesuaian lahan ditentukan oleh faktor pembatas terberat. Kriteria persyaratan

tumbuh tanaman mengacu kepada kriteria kesesuaian lahan dari Balai Besar

Sumberdaya Lahan Pertanian (2011) disajikan pada Lampiran 3, 4, 5, 6 dan 7.

Komoditas tanaman yang dievaluasi yaitu tanaman hortikultura. Evaluasi

lahan fisik menghasilkan lima kelas kesesuaian lahan, yaitu: S1, S2, S3, N1 dan

N2. Sebaran kelas kesesuaian lahan di Desa Matang Setui skala 1:25 000

diperoleh dari proses tumpang tindih (overlay) peta-peta karakteristik lahan, yaitu

peta tanah, curah hujan dan peta lereng. Pemrosesan tersebut menghasilkan data-

data atribut yang terdiri dari beberapa informasi terkait dengan jenis tanah dan

kelas kemiringan lereng. Data-data karakterisitik yang terkait dengan sifat fisik

tanah seperti bahan induk, kedalaman tanah, kepekaan erosi dan drainase

bersumber dari Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP),

sedangkan data kimia kesuburan merupakan bagian dari kegiatan Kerjasama

Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional  (KKP3N)

(Widiatmaka, dkk, 2015).

Semua jenis komoditas pertanian yang berbasis lahan untuk dapat tumbuh

atau hidup dan berproduksi optimal memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu.

Untuk memudahkan dalam pelaksanaan evaluasi, persyaratan penggunaan lahan


33

dikaitkan dengan kualitas lahan dan karakteristik lahan. Kualitas dan karakteristik

lahan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter


dalam evaluasi lahan
Kualitas Lahan Karakteristik Lahan
Temperatur (t) Rata-rata tahunan
Ketersediaan air (wa) Curah Hujan/tahun
Ketersediaan oksigen (oa) Drainase tanah
Media perakaran (rc) Tekstur
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm)
Retensi hara (nr) KTK tanah (me/100gr)
Kejenuhan basa (%)
pH tanah (pH)
C-organik (C-org)
Toksisitas (x) Salinitas (ds/m)
Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%)
Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm)
Bahay erosi (eh) Lereng (%)
Bahaya erosi
Bahaya banjir Genangan
Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%)
Singkapan batuan (%)
Sumber : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (2011)
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Daerah Penelitian

Letak dan Luas Wilayah

Desa Matang Setui merupakan salah satu Desa di Kota Langsa. Secara

geografis Kabupaten Batang terletak pada posisi 98º0'0" dan 98º0'40" Bujur

Timur dan 4º26'10" dan 4º26'40" Lintang Selatan dengan luas wilayah 110,70 ha.

Secara administratif Desa Matang Setui berbatasan di sebelah Utara dengan

Matang Payang, sebelah Timur berbatasan dengan Alue Pinang, sebelah Selatan

berbatasan dengan Bukit Rata, dan bagian Barat berbatasan dengan Medang Ara

(BPS Kota Langsa, 2018).

Iklim

Iklim merupakan faktor fisik yang sulit diubah dan paling menentukan

keragaman penggunaan lahan. Penyebaran dari unsur-unsur iklim yang bervariasi

menurut ruang dan waktu sehingga penyebaran penggunaan lahan juga beragam

sesuai dengan penyebaran iklim (Gandasasmita 2001). Hasil pengamatan curah

hujan dan hari hujan selama 10 tahun di Desa Matang Setui (2008-2017) dapat

dilihat pada Lampiran 2. Dari Lampiran 2 terlihat curah hujan tahunan bervariasi

antara 1001- 3478,4 dengan rata-rata tahunan 2183,54. Menurut Schmidt dan

Ferguson (1951) tipe iklimnya termasuk tipe B dengan jumlah Bulan kering

(bulan dengan curah hujan <60 mm) berkisar 1 sampai 3 bulan setahun dan rata-

rata tahunan bulan kering (BK) 2,1. Sedangkan Bulan Basah (bulan dengan curah

hujan >100 mm) berkisar antara 5 sampai 9 bulan setahun dan rata-rata tahunan

bulan basah (BB) 8,3 dengan nilai Q antara 14,3% - 33,3%.


35

Lereng

Berdasarkan topografi di Desa Matang Setui termasuk dataran rendah

dengan ketinggian antara 0-9 m dpl. Peta lereng yang disajikan pada Lampiran 3.

Menurut pendapat dari Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (2011). sebaran

lereng yang sesuai untuk pengembangan tanaman kacang panjang, mentimun dan

melon adalah lereng 0-3% sedangkan untuk pengembangan tanaman cabai dan

semangka adalah lereng 0-8% dengan bentuk datar. Hal ini menunjukkan

sebaran bentuk lahan dari 0-8 % di Desa Matang Setui dari luas keseluruhan

wilayah sesuai untuk pengembangan tanaman tersebut.

Tanah

Tanah di Desa Matang Setui terbentuk dari bahan induk dari bahan

endapan liat dan pasir tergolong kepada Ordo Entisol Sub Ordo Aqua (USDA).

Tanah ini tersebar di seluruh Desa Matang Setui. Peta jenis tanah yang disajikan

pada Lampiran 4. Tanah Entisol mempunyai sifat fisik dan kimia yang kurang

baik bagi pertumbuhan tanaman. Tanah ini umumnya bertekstur pasir sehingga

struktur lepas, porositas aerasi besar dan permeabilitas cepat. Selain itu kadar

lempung dan bahan organik rendah, menyebabkan kapasitas menahan air dan

unsur hara rendah, agregasi lemah, kemantapan agregat rendah. Hal ini

menunjukkan bahwa tanah ini mudah mengalami dispersi apabila mengalami

tumbukan air hujan, dan mengakibatkan tanah ini mudah tererosi dan agregat

yang hancur menjadi partikel-partikel yang sangat halus dapat menutupi pori-pori

tanah sehingga menurunkan kapasitas infiltrasi tanah. Oleh sebab itu perlu

dilakukan perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi Entisol dengan penambahan
36

bahan organik dan penyediaan air yang cukup sehingga tanah ini dapat digunakan

untuk usaha-usaha pertanian.

Di Indonesia tanah Entisol banyak diusahakan untuk areal persawahan

baik sawah teknis maupun tadah hujan pada daerah dataran rendah. Tanah ini

mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi

dan kandungan hara tersediakan rendah. Potensi tanah ini kaya akan hara tetapi

belum tersedia, pelapukan akan dipercepat bila terdapat cukup aktivitas bahan

organik sebagai penyedia asam-asam organik (Tan, 1986).

Penggunaan lahan

Penggunaan lahan di Desa Matang Setui dibagi menjadi 3 penutupan

/penggunaan lahan. Ketiga kelas penggunaan lahan itu adalah: Sawah diposisi

pertama dengan luasan mencapai 54,48 % (60,3 ha). Posisi kedua ditempati oleh

perkebunan dengan luasan mencapai 9,85 % (10,90 ha) dan ladang pada posisi

ketiga dengan luasan 3,12 % (3,46 ha). Data Luas dan Persentase Penggunaan

Lahan di Desa Matang Setui disajikan pada Lampiran 10.

Sifat Fisik dan Kimia Tanah

Sifat Fisik Tanah

Data fisik tanah daerah penelitian dapat dilihat pada Lampiran 4. Menurut

Kohnke (1968), sifat-sifat fisik tanah merupakan salah satu faktor yang penting

dalam mempertimbangkan klasifikasi dan pemetaan tanah, pengelolaan tanah dan

tanaman serta klasifikasi kesesuaian lahan. Hal ini dianggap penting karena sifat-

sifat fisik tanah secara langsung dapat mempengaruhi kimia maupun biologi tanah
37

serta relatif lebih sulit untuk di perbaiki karena memerlukan waktu yang cukup

lama.

Hasil analisis sifat fisika tanah dapat disajikan pada Lampiran 12.

Lampiran 12 menunjukkan sifat fisika tanah seperti; keadaan batuan, lereng,

kepekaan erosi, kedalaman efektif yang sangat mendukung usahatani cabai,

kacang panjang, mentimun, semangka dan melon, kecuali kebutuhan drainase

untuk SPL 2 menjadi usaha perbaikan sedikit diperlukan sehubung dengan

pengelolaan tanaman di lahan perkebunan. Data ini menunjukkan bahwa sifat

fisika tanah yang kurang mendukung pertumbuhan tanaman cabai, kacang

panjang, mentimun, semangka dan melon adalah iklim. Berdasarkan data iklim

yang ada di lokasi penelitian menurut klasifikasi iklim Smith dan Fegusson

(1951), mempunyai iklim tipe B (basah).

Lampiran 12 menunjukkan bahwa karakteristik fisika tanah dilokasi

penelitian secara umum cukup baik. Tekstur tanah liat berdebu dan lempung liat

berdebu mempunyai ruang makro yang relatif sedikit dan pori mikro yang tinggi,

sehingga persediaan oksigen dan air di dalam tanah dapat berimbang (Suprapto,

1997). Tanah dengan pori-pori kasar yang banyak sulit menahan air sehingga

tanaman mudah mengalami kekeringan. Dengan kata lain semakin liat suatu tanah

maka porositasnya semakin halus dan semakin baik untuk penanaman tanaman.

Dengan demikian tekstur ini tidak menjadi masalah bagi pertumbuhan tanaman

cabai, kacang panjang, mentimun, semangka dan melon baik lapisan atas maupun

lapisan bawah.
38

Sifat Kimia Tanah

Hasil analisis sifat-sifat kimia tanah disajikan pada Tabel 5. Harkat sifat

kimia tanah disajikan pada Lampiran 13, sedangkan pengolahan hasil

pengharkatan elemen kesuburan tanah disajikan pada tabel 6.

Tabel 5. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah Masing-masing SPL Pengamatan di


Lokasi Penelitian
SPL
No. Sifat Fisika Tanah Satuan
1 2 3
1. pH KCL - 3,62 3,88 3,57
2. pH H2O - 4,24 4,57 3,82
3. C-Organik (%) 1,40 0,84 5,18
4. N-Total (%) 0,14 0,12 0,29
5. P-Tersedia PPM 4,15 2,35 2,80
6. Kation Tertukar
Ca (Cmol Kg -1) 2,13 1,05 1,70
-1
Mg (Cmol Kg ) 0,41 0,40 0,42
-1
K (Cmol Kg ) 0,23 0,20 0,35
-1
Na (Cmol Kg ) 0,21 0,20 0,22
-1
7. KTK (Cmol Kg ) 14,80 11,20 16,40
8. Kejenuhan Basa (%) 20,14 16,52 16,40
-1
9. Al-dd (Cmol Kg ) 3,52 3,44 6,20
-1
10. H-dd (Cmol Kg ) 2,68 2,16 2,60
Sumber : Data diolah, 2018

Dari hasil analisis tanah di lokasi penelitian secara umum mempunyai

tingkat kemasaman tanah dari sangat masam sampai masam (pH KCL berkisar

antara 3,57 – 3, 88) sedangkan (pH H2O berkisar antara 3,82 – 4,57). Reaksi tanah

yang sangat masam dijumpai pada semua SPL dan pada SPL 2 reaksi tanah

masam.

Pada Tabel 5, memperlihatkan bahwa kadar – kation (K, Ca, Mg, Na)

secara umum bervariasi sangat rendah sampai sedang. Kadar Ca-dd dari sangat

rendah sampai rendah (1,05 – 2,13 cmol kg -1). Kadar Ca-dd statusnya rendah
39

hanya terdapat pada SPL 1 sedangkan yang sangat rendah terdapat pada SPL 2

dan 3. Kadar Mg-dd statusnya rendah di semua SPL (0,40-0,42 cmol kg -1). Kadar

K-dd dari rendah sampai sedang (0,20 – 0,35 cmol kg -1). Namun hampir semua

SPL rendah yang sedang hanya di SPL 3. Na-dd status rendah pada semua SPL

(0,20-0,22 cmol kg -1).

Hasil analisis tanah memperlihatkan bahwa KTK di lokasi penelitian dari

rendah sampai sedang (11,20-16,40 cmol kg -1). Hal ini merupakan gambaran

bahwa tingkat kesuburan tanah di lokasi penelitian rendah, namun pada SPL 3

mempunyai kadar KTK sedang. Ini berarti bahwa tingkat kesuburan tanah di

lokasi penelitian sangat dibutuhkan unsure hara terutama unsure hara makro yaitu

N, P, K, Ca dan Mg.

Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa KB di lokasi penelitian dari

sangat rendah sampai sedang (16,40-20,14 %). Ini merupakan petunjuk bahwa

aktifitas kation-kation Ca, Mg, K dan Na pada ion H. Namun tidak semua SPL

memiliki keadaan tanah tersebut, seperti pada SPL 1 yang mempunyai KB sedang

(20,14 %) . Hal ini merupakan aktifitas kation-kation Ca, Mg, K dan Na pada

komplek pertukaran relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan aktivitas ion H,

sedangkan SPL 2 dan 3 mempunyai KB rendah (16,40 dan 16,52 %)

mengakibatkan aktifitas kation-kation Ca, Mg, K dan Na pada komplek

pertukaran sangat rendah jika dibandingkan dengan aktivitas ion H.

Demikian pula kalau dilihat dari hasil analisis Al-dd dan H-dd yang

menunjukkan kadar yang sangat rendah sampai rendah yaitu Al-dd (3,44-6,20
40

cmol kg -1) dan H-dd (2,16-2,68 cmol kg -1). Bahaya kerusakan akar tanaman

diakibatkan keracunan Al tidak menjadi factor pembatas.

Kesuburan tanah merupakan salah satu unsur yang digunakan menilai

kesesuaian lahan untuk usaha pertanian. Penilaian kesuburan di lokasi penelitian

didasarkan pada data analisis tanah di Laboratorium dan pengharkatan kesuburan

tanah mengacu kepada metode TOR P3MT (1983).

Ditinjau dari harkat tanah yang disusun atas dua kelompok sifat-sifat kimia

tanah, yaitu kelompok KTK, KB tidak boleh saling tertukar dan kelompok P-

tersedia, K dapat ditukar dan C-organik yang nilainya dapat disajikan pada Tabel

6.

Tabel 6. Kesuburan Tanah Masing-masing SPL di Lokasi Penelitian Berdasarkan


Kriteria TOR P3MT (1983).
No Harkat Kesuburan
KTK KB P-tersedia K-dd C-organik
SPL tanah
1. R S R R
2. R SR R SR
3. S SR S ST
Sumber : Data di olah, 2018
Keterangan : ST : Sangat Tinggi, SR : Sangat Rendah, S: Sedang, R : Rendah

Tabel 6, menunjukkan hasil penilaian harkat kesuburan tanah pada setiap SPL

Klasifikasi Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Hortikultura

Hasil klasifikasi kesesuaian lahan tanaman hortikultura dengan penerapan

beberapa sistem memberikan kelas kesesuaian lahan yang berbeda satu sama lain

untuk ke 3 SPL pengamatan yang di teliti.

Klasifikasi kesesuaian lahan yang digunakan berdasarkan kriteria Balai

Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (2011)

mewakili kualitas lahan berdasarkan sifat fisika tanah yaitu tekstur, pH tanah,
41

drainase, kelerengan, erosi permukaan, batuan permukaan dan kedalaman efektif.

Penentuan nilai-nilai karakteristik lahan yang berhubungan sifat kimia tanah

seperti derajat keasaman (pH), C-organik, kapasitas tukar kation (KTK), N-total,

P-tersedia, kalium (K) dan DHL.


42

Hasil Uji Laboratorium dan Pengukuran Lapangan SPL 1


No. Kualitas/ Karakteristik Lahan Kss. Kss. Kss. Kss.
Data Kss. Melon
Cabe Mentimun K. Panjang Semangka
1. Rata-rata Tahunan(oC)
2. Curah Hujan/ Tahun (Mm) 2185 S3 S3 S3 S3 S3
Drainase Tanah Baik S1 S1 S1 S1 S1
3. Tekstur Halus S1 S1 S1 S1 S1
Kedalaman Efektif (Cm) >75 S1 S1 S1 S1 S1
KTK tanah (cmol 14,80 S1 S2 S2 S1 S2
Kejenuhan Basa (%) 20,14 S2 S3 S2 S2 S2
4.
pH H2O 4,24 S3 S3 S3 S3 S3
C-Organik (%) 1,40 S1 S1 S1 S1 S1
5. . P2O5 (cmol)
Lereng (%) 0-3 S1 S1 S1 S1 S1
6. Batuan Permukaan - S1 S1 S1 S1 S1
Singkapan Batuan - S1 S1 S1 S1 S1
7. Tingkat Bahaya Erosi SR S1 S1 S1 S1 S1
Kesesuaian Lahan Aktual S3nr S3nr S3nr S3nr S3nr
Tabel 7. Rekapitulasi Pembandingan Hasil Uji Laboratorium dan Pengukuran Lapangan pada SPL 1
Sumber : Data diolah, 2018
Keterangan : Kss: Kesesuaian S1, S2, S3, N, SR : Sangat Ringan, nr : Retensi hara

Tabel 8. Rekapitulasi Pembandingan Hasil Uji Laboratorium dan Pengukuran Lapangan pada SPL 2
43

Hasil Uji Laboratorium dan Pengukuran Lapangan SPL 2


No. Kualitas/ Karakteristik Lahan Kss. Kss. Kss. Kss.
Data Kss. Melon
Cabe Mentimun K. Panjang Semangka
1. Rata-rata Tahunan(oC)
2. Curah Hujan/ Tahun (Mm) 2185 S3 S3 S3 S3 S3
Drainase Tanah Sedang S2 S2 S2 S2 S2
3. Tekstur Halus S1 S1 S1 S1 S1
Kedalaman Efektif (Cm) >75 S1 S1 S1 S1 S1
KTK tanah (cmol 11,20 S2 S2 S2 S2 S2
Kejenuhan Basa (%) 16,52 S3 S3 S3 S3 S3
4.
pH H2O 4,75 S3 S3 S3 S3 S3
C-Organik (%) 0,82 S1 S2 S2 S2 S2
5. . P2O5 (cmol)
Lereng (%) 0-3 S1 S1 S1 S1 S1
6. Batuan Permukaan - S1 S1 S1 S1 S1
Singkapan Batuan - S1 S1 S1 S1 S1
7. Tingkat Bahaya Erosi SR S1 S1 S1 S1 S1
Kesesuaian Lahan Aktual S3nr S3nr S3nr S3nr S3nr
Sumber : Data diolah, 2018
Keterangan : Kss: Kesesuaian S1, S2, S3, N, SR : Sangat Ringan, nr : Retensi hara

Tabel 9. Rekapitulasi Pembandingan Hasil Uji Laboratorium dan Pengukuran Lapangan pada SPL 3
Kualitas/ Karakteristik Lahan Hasil Uji Laboratorium dan Pengukuran Lapangan SPL 3
44

No. Kss. Kss. Kss. Kss.


Data Kss. Melon
Cabe Mentimun K. Panjang Semangka
1. Rata-rata Tahunan(oC)
2. Curah Hujan/ Tahun (Mm) 2185 S3 S3 S3 S3 S3
Drainase Tanah Baik S1 S1 S1 S1 S1
3. Tekstur Halus S1 S1 S1 S1 S1
Kedalaman Efektif (Cm) >75 S1 S1 S1 S1 S1
KTK tanah (cmol 16,40 S1 S1 S1 S1 S1
Kejenuhan Basa (%) 16,40 S3 S3 S3 S3 S3
4.
pH H2O 3,82 S3 S3 S3 S3 S3
C-Organik (%) 5,18 S1 S1 S1 S1 S1
5. . P2O5 (cmol)
Lereng (%) 0-3 S1 S1 S1 S1 S1
6. Batuan Permukaan - S1 S1 S1 S1 S1
Singkapan Batuan - S1 S1 S1 S1 S1
7. Tingkat Bahaya Erosi SR S1 S1 S1 S1 S1
Kesesuaian Lahan Aktual S3nr S3nr S3nr S3nr S3nr
Sumber : Data diolah, 2018
Keterangan : Kss: Kesesuaian S1, S2, S3, N, SR : Sangat Ringan, nr : Retensi hara
45

Berdasarkan hal tersebut, maka sampel tanah yang diambil dalam

penelitian ini adalah tanah yang berada pada kedalaman antara 0 – 30 cm. Tingkat

kesesuaian komoditi tanaman hortikultura dapat diketahui setelah dilakukan

pembandingan antara karakteristik lahan di Desa Matang Setui dengan syarat

tumbuh tanaman hortikultura berdasarkan kriteria kriteria Balai Besar Penelitian

dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (2011) yang dapat dilihat pada

Tabel 7, 8, 9.

Penilaian Kesesuaian Lahan Aktual

Kesesuaian lahan aktual atau kesesuaian lahan saat ini adalah kelas

kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan data hasil pengamatan dan analisis

lapangan maupun laboratorium. Pada lahan tersebut belum dilakukan perbaikan/

pengelolaan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas di lapangan.

Hasil dari pembandingan (matching) secara aktual pada ketiga titik SPL

untuk tanaman hortikultura di Desa Matang Setui dapat digolongkan ke dalam sub

kelas kesesuaian lahan yaitu sesuai marginal (S3) dengan faktor pembatas curah

hujan, dan ketersediaan hara yaitu ; kejenuhan basa pada SPL 2 dan 3 dan pH H2O

pada semua SPL) pada tanaman cabai, mentimun, semangka, melon, sedangkan

tanaman kacang panjang faktor pembatas berupa curah hujan, dan ketersediaan

hara (kejenuhan basa dan pH H2O) pada semuua SPL . Faktor pembatas yang

dijumpai di lapangan tergolong tinggi namun bila dilakukan upaya perbaikan

masih ada kemungkinan kesesuaian lahan dapat kembali pulih, kecuali curah

huan. Pada aplikasinya, untuk melakukan upaya perbaikan memerlukan input

yang tinggi seperti penyediaan pupuk dan pemberian kapur untuk meningkatkan
46

pH. Hasil evaluasi kesesuaian lahan aktual untuk tanaman hortikultura secara

lengkap dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan Aktual untuk tanaman hortikultura di
Desa Matang Setui Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa
Kesesuaian Luas
SPL Faktor Pembatas
Lahan Aktual Ha %
1 S3nr Ketersediaan Hara 60,31 54,48
2 S3nr Ketersediaan Hara 10,90 9,85
3 S3nr Ketersediaan Hara 3,46 3,12
Total 110,70 100
Sumber : Data diolah, 2014
Keterangan :
nr = ketersediaan hara

Penilaian Kesesuaian Lahan Potensial

Kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang telah dilakukan

usaha perbaikan. Usaha perbaikan yang dilakukan harus sejalan dengan tingkat

penilaian kesesuaian lahan yang akan dilaksanakan. Kelas kesesuaian lahan

potensial dapat ditingkatkan kelas kesesuaiannya dengan cara memberikan input

teknologi untuk menanggulangi faktor pembatas yang ada. Tingkat perbaikan

yang diberikan adalah dalam bentuk Low input (Li), Medium input (Mi) dan High

input (Hi).

Usaha perbaikan lahan di Desa Matang Setui dilakukan berdasarkan

penggolongan dari faktor – faktor pembatas yang ada. Berbagai macam faktor

pembatas yang ada dilapangan ada yang dapat diperbaiki dan ada pula yang tidak

dapat diperbaiki. Usaha perbaikan dilakukan agar tanaman hortikultura meliputi

cabe, mentimun, kacang panjang, semangka dan melon dapat dibudidayakan di

Desa Matang Setui sebagai salah satu upaya penyelamatan lahan. Di bawah ini
47

merupakan tabel mengenai faktor – faktor pembatas permanen dan nonpermanen

dapat dilihat pada Tabel 11.

Kualitas/ Karakteristik Hasil Uji Laboratorium dan Pengukuran Lapangan SPL 1


No.
Lahan Cabe Mentimun K. Panjang Semangka Melon
1. Rata-rata Tahunan(oC)
2. Curah Hujan/ Tahun (Mm) - - - - -
Drainase Tanah + + + + +
3. Tekstur     
Kedalaman Efektif (Cm)     
KTK tanah (cmol  + +  +
Kejenuhan Basa (%) + ++ + + +
4. pH H2O ++ ++ ++ ++ ++
C-Organik (%)   
 
5. . P2O5 (cmol)
Lereng (%)     
6. Batuan Permukaan     
Singkapan Batuan     
7. Tingkat Bahaya Erosi     
Tabel 11. Rekapitulasi Pembandingan Hasil Uji Laboratorium dan Pengukuran
Lapangan pada SPL 1
Sumber : Hasil Olah Data 2018
Keterangan :
- : Tidak dapat dilakukan perbaikan
 : Tidak perlu dilakukan perbaikan
+ : Perbaikan dapat dilakukan dan akan dihasilkan kenaikan satu tingkat lebih
tinggi ( S3 menjadi S2 )
++ : Perbaikan kelas dua tingkat lebih tiggi ( S3 menjadi S1 )
+++ : Kenaikan kelas 3 tingkat lebih tinggi ( N menjadi S1 )
Sumber: Luthfi Rayes (2007)
48

Tabel 12. Rekapitulasi Pembandingan Hasil Uji Laboratorium dan Pengukuran


Lapangan pada SPL 2
Kualitas/ Karakteristik Hasil Uji Laboratorium dan Pengukuran Lapangan SPL 2
No.
Lahan Cabe Mentimun K. Panjang Semangka Melon
o
1. Rata-rata Tahunan( C)
2. Curah Hujan/ Tahun (Mm) - - - - -
Drainase Tanah + + + + +
3. Tekstur     
Kedalaman Efektif (Cm)     
KTK tanah (cmol + + + + +
Kejenuhan Basa (%) ++ ++ ++ ++ ++
4. pH H2O ++ ++ ++ ++ ++
C-Organik (%)
 + + + +
5. . P2O5 (cmol)
Lereng (%)     
6. Batuan Permukaan     
Singkapan Batuan     
7. Tingkat Bahaya Erosi     
Sumber : Hasil Olah Data 2018
Keterangan :
- : Tidak dapat dilakukan perbaikan
 : Tidak perlu dilakukan perbaikan
+ : Perbaikan dapat dilakukan dan akan dihasilkan kenaikan satu tingkat lebih
tinggi ( S3 menjadi S2 )
++ : Perbaikan kelas dua tingkat lebih tiggi ( S3 menjadi S1 )
+++ : Kenaikan kelas 3 tingkat lebih tinggi ( N menjadi S1 )
Sumber: Luthfi Rayes (2007)
49

Tabel 13. Rekapitulasi Pembandingan Hasil Uji Laboratorium dan Pengukuran


Lapangan pada SPL 3
Kualitas/ Karakteristik Hasil Uji Laboratorium dan Pengukuran Lapangan SPL 3
No.
Lahan Cabe Mentimun K. Panjang Semangka Melon
o
1. Rata-rata Tahunan( C)
2. Curah Hujan/ Tahun (Mm) - - - - -
Drainase Tanah + + + + +
3. Tekstur     
Kedalaman Efektif (Cm)     
KTK tanah (cmol)     
Kejenuhan Basa (%) ++ ++ ++ ++ ++
4. pH H2O ++ ++ ++ ++ ++
C-Organik (%)     
5. . P2O5 (cmol)
Lereng (%)     
6. Batuan Permukaan     
Singkapan Batuan     
7. Tingkat Bahaya Erosi     
Sumber : Hasil Olah Data 2018
Keterangan :
- : Tidak dapat dilakukan perbaikan
 : Tidak perlu dilakukan perbaikan
+ : Perbaikan dapat dilakukan dan akan dihasilkan kenaikan satu tingkat lebih
tinggi ( S3 menjadi S2 )
++ : Perbaikan kelas dua tingkat lebih tiggi ( S3 menjadi S1 )
+++ : Kenaikan kelas 3 tingkat lebih tinggi ( N menjadi S1 )
Sumber: Luthfi Rayes (2007)

Hasil evaluasi kesesuaian lahan aktual sebelumnya telah ditemukan faktor

pembatas utama yang menyebabkan lahan tersebut tidak sesuai digunakan yaitu ,

curah hujan, dan ketersediaan hara(kejenuhan basa dan pH H2O). Pada ketiga SPL

yang diamati, ternyata secara potensial masih dapat ditingkatkan kelasnya menjadi

S1. Karena upaya perbaikan masih dapat dilakukan walau input yang diberikan

tergolong tinggi. Jumlah curah hujan di Desa Matang Setui memberikan suplai

lebih untuk tanaman hortikultura. Jumlah 2185,54 mm/th termasuk dalam kelas

kesesuaian S3. Kelas kesesuaian yang lebih tinggi dapat tercapai apabila jumlah
50

curah hujan kurang dari 1883,3 mm/th. Permasalahan ini dapat diatasi dengan

upaya pembuatan saluran pembuangan air di antara sela–sela barisan tanaman. Air

hujan yang turun sebagian akan terserap oleh tanaman dan sebagian lagi akan

mengalir ke saluran pembuangan air tersebut sehingga kebutuhan air untuk

tanaman hortikultura tidak berlebihan pada saat musim penghujan.

Faktor kejenuhan basa dapat diperbaiki dengan cara pengapuran dan

penambahan pupuk organik (Luthfi Rayes, 2007). Cara ini dapat dilakukan

dengan memberikan pupuk tambahan yaitu pupuk organik. Pupuk organik

meliputi pupuk hijau, pupuk kandang, pupuk kompos, dan sisa–sisa tanaman.

Sedangkan untuk perbaikan pH tanah yang rendah dapat menambahkan kapur

agar pH menjadi netral.

Adapun hasil evaluasi kesesuaian lahan secara potensial secara lengkap

dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil evaluasi kesesuaian lahan potensial untuk tanaman hortikultura di
Desa Matang Setui
Kesesuaian
Kesesuaian Faktor Usaha Tingkat
SPL Lahan
Lahan Aktual Pembatas Perbaikan Teknologi
Potensial
1 S3nr Ketersediaan Tambahan Low Input S1
Hara hara
2 S3nr Ketersediaan Tambahan Low Input S1
Hara hara
3 S3nr Ketersediaan Tambahan Low Input S1
Hara hara
Sumber : Data diolah, 2018
PENUTUP

Kesimpulan

Di daerah penelitian terdapat 3 Satuan Peta Lahan (SPL), yang tanah nya

diklasifikasikan menurut Soil Taxonomy termasuk ke dalam Ordo Entisol Sub

Ordo Aqua dan menghasilkan tiga kelas penggunaan lahan yaitu sawah,

perkebunan, lading/tegalan. Sawah merupakan penggunaan lahan yang dominan

di wilayah penelitian dengan luasan 60,3 ha atau 54,48 % dari total luas wilayah

penelitian.

Analisis tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman hortikultura di Desa

Matang Setui Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa adalah kelas kesesuaian

lahannya adalah sesuai marginal (S3) dengan faktor pembatas ketersediaan hara.

Tingkat kesuburan lahan pada SPL1, 2 dan 3 cocok untuk pengembangan tanaman

hortikultura. Karakteristik lahan untuk pengembangan tanaman hortikultura dapat

memberikan input perbaikan untuk kesesuaian lahan agar dapat dinaikkan kelas

kesesuaiannya dengan mengadakan perbaikan pemberian pupuk dan pengapuran.

Saran

Jika perkembangan tanaman hortikultura yang diutamakan maka kegiatan

budidaya tanaman hortikultura seperti cabe, mentimun, kacang panjang, semangka

dan melon Desa Matang Setui dinilai masih dapat dikembangkan lagi, namun

pengelolaan tanah di wilayah Desa Matang Setui harus ditingkatkan terutma

pemberian pupuk. Dari hasil penelitian salah satu faktor pembatas utama yaitu

ketersediaan hara di dalam tanah, serta pH tanah yang rendah. Pemberian pupuk

dan pengapuran sesuai dengan dosis juga perlu dilakukan, serta adanya sosialisasi
52

tentang pemahaman multifungsi lahan sawah menjadi tanaman hortikultura

sehingga masyarakat bersama pemerintah dapat menekan laju konversi sawah

yang terus meningkat.


53

DAFTAR PUSTAKA

Adelia, R., Dibia, I. N., Mega, I. M. Evaluasi Kesesuaian Lahan Beberapa


Komoditas Tanaman Hortikultura dan Perkebunan di Kawasan
Agrowisata Desa Kerta Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar. E-
Jurnal Agroeteknologi Tropika. Vol. 5, No. 4: 405-413.
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press.
_______H. Ir. 2007. Penuntun Praktis bercocok tanam Kacang kacangan. Ricardo.
Jakarta Selatan
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2011.
Persyaratan Penggunaan Lahan beberapa Jenis Tanaman Hortikultura.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian, Bogor. http: //bbsdlp. litbang. pertanian.go.id/
tamp_komoditas.php. diakses pada Tanggal 10 April 2018.
Badan Pusat Statistik. 2017. Provinsi Aceh dalam Angka 2017. Provinsi Aceh :
Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh.
__________2017. Kota Langsa dalam Angka 2017. Kota Langsa : Badan Pusat
Statistik Kota Langsa.
Budiyanto, E. ,2002. Sistem informasi Geografis Menggunakan Arcview GIS,
Penerbit : Andi, Yogyakarta.
Cahyono. 2003. Budidaya Tanaman Mentimun. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Djaenudin D, Marwan H, Subagyo H, Mulyani A dan Suharta N. 2000. Kriteria
Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah
dan Pengembangan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.
FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil Resources Management and
Conservation Service Land and Water Development Division. FAO
Soil Bulletin No. 32. FAO-UNO.
Febrianto, A. 2010. “Interpretasi Citra Sateli Spot 5 Untuk Pemetaan
Penggunaan Lahan Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang,”
Semarang. http://digilib.unnes.ac.id (23 April 2018).
Hardjowigeno, S., Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
UniversityPress.
Hardjowigeno. H. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta (ID) : Akademika Pressindo.
Harianto, 2007. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta. Aneka Ilmu. Semarang.
Hayatuliman, M. 2017. Analisis Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah di
Kabupaten Subang Bagian Tengah. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor
54

Imdad, H. P., Nawangsih, AA. 2001. Sayuran Jepang Edisi ke-3. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Kementrian Pertanian. 2015. Direktorat Jendral Hortikltura 2015-2019. Rencana
Strategis. Jakarta.
Kalie, M.B. 2008. Bertanam Semangka. Jakarta: Penebar Swadaya.
Muslim, N., Sunyoto, A. 2012.. Sistem Informasi Geografis Berbasis Web
Pemetaan Potensi Panas Bumi Di Indonesia Menggunakan Google
Maps. Jurnal Dasi, Vol. 13 No. 2: 60-64.
Pangestika, H.W. 2015. Evaluasi Pendahuluan Galur Cabai Keriting (Capsicum
annuum L.). Skripsi. Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Prahasta, E. 2009. Sistem Informasi Geografis. Penerbit: Informatika, Bandung.
Prajnanta, F. 2004. Melon, Pemeliharaan Secara Intensif dan Kiat Sukses
Beragribisnis. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sasongko P. E. 2010. Studi Keseuaian Lahan Potensial untuk Tanaman Kelapa
Sawit Kabupaten Blitar. Jurnal Pertanian MAPETA, Vol XII. No. 2:
137-144.
Sitorus, S.R.P. 1989. Survai Tanah dan Penggunaan Lahan. Bogor (ID) :
Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan.
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
_________.2004. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Bandung: Tarsito Bandung.
_________, Iswati, A., Panuju, D.R. 2013. Teknik Komoditas Unggulan Pertanian
Berdasarkan Potensi Wilayah. [Laporan Akhir PenelitianUnggulan
Perguruan Tinggi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sobir., Siregar F.D. 2010. Budidaya Semangka Panen 60 Hari. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Sunaryono., Hendro., Rismunandar. 2007. Kunci Bercocok Tanam Sayur-sayuran
Penting di Indonesia (Produksi Holtikultura II). Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2003.
Sumpena, U. 2008. Budidaya Mentimun Intensif, dengan Mulsa, secara Tumpang
Gilir. Jakarta: Penebar Swadaya.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Edisi Revisi. 1997. Kriteria Keadaan
Lahan dan Komoditas Pertanian Badan Penelitian dan Pembangunan
Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.
Taufik, I. 2013. Pengaruh Beberapa Varietas dan Jarak Tanam Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Panjang (Vigna Sinensis
L.). Skripsi. Program Studi Agroteknologi. Fakultas Pertanian.
Universitas Teuku Umar Meulaboh. Aceh Barat
Tjahjadi. 2010. Bertanam Cabai. Kanisius. Yogyakarta.
55

Widiatmaka, Sabiham S, Machfud, Ambarwulan W, Santoso PBK, Hikmat M.


2015. Optimalisasi dan Pengembangan Kriteria Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan Di Pantura Jawa Mendukung Ketahanan
Pangan Nasional; Studi Kasus Kabupaten Subang. Bogor.
Wirahma, S. 2008. Evaluasi Kebutuhan Agroklimat Tanaman Melon (Cucumis
melo L.) dan Potensi Pengembangannya di Jawa Barat. Skripsi.
Departemen Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Zulkarnain. 2009. Dasar-dasar Hortikultura.: Bumi Aksara. Jakarta
56

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Bulan dan Minggu Pelaksanaan Penelitian


No Kegiatan Maret April Mei Juni Juli Agustus
4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Konsultasi Dengan
Dosen Pembimbing

2 Penyusun Rencana
Penelitian

3 Seminar Proposal
4 Pembuatan Peta
Kerja
4 Pra Survey
5 Survey Utama
6 Analisis
Laboratorium
7 Pengolahan Data
Pembuatan Peta
Kesesuaian Lahan
8 Draft Skripsi
9 Seminar Hasil
10 Perbaikan Skripsi
11 Sidang
Lampiran 2. Peta Administrasi Kota Langsa
57

Lampiran 3. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cabai (Capsicum annum)


Persyaratan Penggunaan Kelas Kesesuaian Lahan
Karakteristik Lahan S1 S2 S3 N
Regim Temperatur (t)
Suhu rata-rata tahunan (oC) 21 - 27 27 – 28 28 – 230 < 30
16 - 21 14 – 16 < 14
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 600 – 1.200 500 – 600 400 – 500 < 400
1.200– 1.400 >1.400
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase tanah Baik, agak Agak cepat Terhambat Sangat
terhambat sedang terhambat,
cepat
Media perakaran (rc)
Tekstur Halus, agak - Agak Kasar
halus, Sedang Kasar

Bahan kasar (%) < 15 15 – 35 35 – 55 > 55


Kedalaman tanah (cm) > 75 50 – 75 30 – 50 < 30
Gambut
Ketebalan < 60 60-140 140-200 > 200
+ si sipan/pengkayaan <140 140-200 200-400 >400
Kematangan Saprik+ Saprik-hemik+ Hemik fibrik+ Fibrik
Retensi Hara (nr)
KTK tanah (me/100gr) >16 ≤ 16
Kejenuhan basa (%) >35 20 – 35 <20
pH H2O 6,0 - 7,6 5,5 – 6,0 < 5,5
7,6 – 8,0 >8,0
C-organik > 0,8 ≤ 0,8
Toksisitas (x)
Salinitas (ds/m) <3 3,0 - 4,0 5,0 – 6,0 >7
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%) <15 15 – 20 20 – 25 >25
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman sulfidik (cm) >100 75-100 40-75 <40
Bahay erosi (eh)
Lereng (%) <8 8-16 16-30 >30
Bahaya erosi Sangat ringan Ringan, Sangat Berat sangat berat
ringan
Bahaya banjir
Genangan F0 0 F1 > F1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 5,0 – 15 15 – 40 >40
Singkapan batuan (%) <5 5,0 – 15 15 – 25 >25
58

Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kacang panjang (Vigna


sinensis ENDL)
Persyaratan Penggunaan Kelas Kesesuaian Lahan
Karakteristik Lahan S1 S2 S3 N
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 12 - 24 24 - 27 27 - 30 > 30
10 - 12 8 - 10 <8
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm)* 350 - 600 600 - 1.000 > 1.000 < 250
300 - 350 230 - 500
Kelembaban udara (%)* 42 - 75 36 - 42 30 - 36 < 30
75 – 90 > 90
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Baik, agak Agak cepat, terhambat Sangat
terhambat sedang terhambat,
cepat
Media perakaran (rc)
Tekstur halus, agak Halus, agak halus, Agak Kasar
halus, sedang sedang Kasar
Bahan kasar (%) < 15 15 – 35 35 – 55 > 55
Kedalaman tanah (cm) > 75 50 - 75 25-50 < 25
Gambut
Ketebalan < 50 50-100 100-200 > 200
Kematangan Saprik Saprik-hemik Hemik Fibrik
Retensi Hara (nr)
KTK tanah (cmol) > 16 5-16 <5
Kejenuhan basa (%) > 50 35 - 50 < 35
pH H2O 5,6 - 7,6 5,4 - 5,6 < 0,8
7,6 - 8,0 < 5,4
C-organik > 1,2 0,8 – 1,2 > 8,0
Hara Tersedia (na)
N total (%) Sedang Rendah sangat rendah -
P2O5 (mg/100 g) Sedang Rendah sangat rendah -
K2O (mg/100 g) Sedang Rendah sangat rendah -
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m)* <1 1 - 1,5 1,5 - 2 >2
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%)* <5 5–8 8 - 12 > 12
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman sulfidik (cm)* > 100 75 - 100 40 - 75 < 40
Bahay erosi (eh)
Lereng (%) <3 3–8 8 – 15 >15
Bahaya erosi - Sangat ringan Ringan- Berat-sangat
sedang berat
Bahaya banjir/genangan pada
masa tanam (fh)
- Tinggi (cm) - - 25 >25
- Lama (hari) - - <7 >7
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 5 – 15 15 – 40 >40
Singkapan batuan (%) <5 5 – 15 15 – 25 >25

Sumber : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (2011)
59

Lampiran 5. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Mentimun (Cucumis


sativus L.)
Persyaratan Penggunaan Kelas Kesesuaian Lahan
Karakteristik Lahan S1 S2 S3 N
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 22-30 30-32 32-35 > 35
20-22 18-20 < 18
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm)* 400-700 700-1000 > 1000 < 250
300-400 230-500
Kelembaban udara (%)* 24-80 20-24 < 20
80-90 > 90
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Baik, agak Agak cepat, terhambat Sangat
terhambat sedang terhambat,
cepat
Media perakaran (rc)
Tekstur halus, agak Halus, agak halus, Agak Kasar
halus, sedang sedang Kasar
Bahan kasar (%) < 15 15 – 35 35 – 55 > 55
Kedalaman tanah (cm) > 50 > 50 25-50 < 25
Gambut
Ketebalan < 50 50-100 100-200 > 200
Kematangan Saprik Saprik-hemik Hemik Fibrik
Retensi Hara (nr)
KTK tanah (cmol) >16 5 – 16 <5
Kejenuhan basa (%) >35 20 – 35 <20
pH H2O 5,8 – 7,6 5,5 – 5,8 <5,5
7,6 – 8,0 >8,0
C-organik >1,2 0,8 – 1,2 <0,8
Hara Tersedia (na)
N total (%) Sedang Rendah sangat rendah -
P2O5 (mg/100 g) Sedang Rendah sangat rendah -
K2O (mg/100 g) Sedang Rendah sangat rendah -
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m)* <4 4–6 6–8 >8
Sodisitas (xn) <15 15 – 20 20 – 25 >25
Alkalinitas/ESP (%)* <75 50 – 75 30 – 50 <30
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman sulfidik (cm)* <75 50 – 75 30 – 50 <30
Bahay erosi (eh)
Lereng (%) <3 3–8 8 – 15 >15
Bahaya erosi - Sangat ringan Ringan- Berat-sangat
sedang berat
Bahaya banjir/genangan pada
masa tanam (fh)
- Tinggi (cm) - - 25 >25
- Lama (hari) - - <7 >7
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 5 – 15 15 – 40 >40
Singkapan batuan (%) <5 5 – 15 15 – 25 >25

Sumber : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (2011)
60

Lampiran 6. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Semangka (Colocynthis


citrullus)
Persyaratan Penggunaan Kelas Kesesuaian Lahan
Karakteristik Lahan S1 S2 S3 N
Regim Temperatur (t)
Suhu rata-rata tahunan (oC) 22-30 30-32 32-35 > 35
20-22 18-20 < 18
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 400-700 70-1000 > 1000 < 200
300-400 200-300
Kelembaban udara (%) 24-80 80-90 >90
20-24 <20
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase tanah Baik, agak Agak cepat Terhambat Sangat
terhambat terhambat
Media perakaran (rc)
Tekstur Sedang Agak halus Halus, Agak Kasar
Kasar
Bahan kasar (%) < 15 15 – 35 35 – 55 > 55
Kedalaman tanah (cm) > 100 75 - 100 50 - 75 < 50
Gambut
Ketebalan < 60 60-140 140-200 > 200
+ si sipan/pengkayaan <140 140-200 200-400 >400
Kematangan Saprik+ Saprik-hemik+ Hemik Fibrik
fibrik+
Retensi Hara (nr)
KTK tanah (me/100gr) >16 <60
Kejenuhan basa (%) >35 20 – 35 <20
pH H2O 5,8 – 7,6 5,5 – 5,8 <8,0
7,6 – 8,0
C-organik >1,2 0,8 – 1,2 <0,8
Toksisitas (x)
Salinitas (ds/m) <4 4,0 – 6,0 6,0 – 8,0 >8
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%) <15 15 – 20 20 – 25 >25
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman sulfidik (cm) >100 75-100 40-75 <40
Bahay erosi (eh)
Lereng (%) <8 1,0-16 16-30 >30
Bahaya erosi Sangat Ringan, Sangat Berat sangat berat
ringan ringan
Bahaya banjir
Genangan Tanpa - Genangan >F2
genangan ringan
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 5,0 – 15 15 – 40 >40
Singkapan batuan (%) <5 5,0 – 15 15 – 25 >25
Sumber : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (2011)
61

Lampiran 6. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Melon (Citrulus vulgaris


SHRAD)
Persyaratan Penggunaan Kelas Kesesuaian Lahan
Karakteristik Lahan S1 S2 S3 N
Regim Temperatur (t)
Suhu rata-rata tahunan (oC) 22-30 30-32 32-35 > 35
20-22 18-20 < 18
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 400-700 70-1000 > 1000 < 200
300-400 200-300
Kelembaban udara (%) 24-80 20-24 <20
80-90 >90
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase tanah Baik, agak Agak cepat, Terhambat Sangat
terhambat Sedang terhambat,
cepat
Media perakaran (rc)
Tekstur Sedang, agak Halus, sangat Agak Kasar Kasar
halus halus
Bahan kasar (%) < 15 15 – 35 35 – 55 > 55
Kedalaman tanah (cm) > 50 > 50 30 – 50 < 30
Gambut
Ketebalan (cm) < 50 50-100 100-150 >150
Kematangan Saprik Saprik, hemik Hemik Fibrik
Retensi Hara (nr)
KTK tanah (me/100gr) >16 5 – 16 <5
Kejenuhan basa (%) >35 20 – 35 < 20
pH H2O 5,8 – 7,6 5,5 – 5,8 < 0,8
7,6 – 8,0 < 5,5
C-organik >1,2 0,8 – 1,2 > 8,0
Hara Tersedia (na)
N total (%) Sedang Rendah Sangat rendah -
P2O5 (mg/100 g) Tinggi Sedang Rendah – -
K2O (mg/100 g) Sangat rendah
Sedang Rendah Sangat rendah -
Toksisitas (x)
Salinitas (ds/m) <4 4–6 6–8 >8
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%) <15 15 – 20 20 – 25 >25
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman sulfidik (cm) >100 75-100 40-75 <40
Bahay erosi (eh)
Lereng (%) <3 3-8 8 - 15 > 15
Bahaya erosi Sangat ringan Ringan- Berat-
sedang sangat
Berat
Bahaya banjir/genangan pada
masa tanam (fh)
- Tinggi (cm) - Lama (hari) - - 25 > 25 <7 > 7
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 5 – 15 15 – 40 >40
Singkapan batuan (%) <5 5 – 15 15 – 25 >25
Sumber : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (2011)
62
63

Lampiran 10. Legenda Peta Tanah Lokasi Penelitian


KODE Tanah Lereng LUAS
Relief Bahan Induk
SPL Lokasi Jenis (%) Ha %
SPL1 Ladang 60,31 54,48
Bahan Endapan Liat
SPL2 Perkebunan Fluvaquents 0-3 Datar 10,90 9,85
dan Pasir
SPL3 Sawah 3,46 3,12
TOTAL 110,70 100
64

Lampiran 12. Kerakteristik dan Kriteria Fisika Tanah di Lokasi Penelitian di Desa Matang
Setui Kota Langsa
SPL
No. Sifat Fisika Tanah
1 2 3
1. Sebaran ukuran butir
Pasir (%) 10 15 10
Debu (%) 45 50 43
Liat (%) 45 35 47
2. Batuan (%) <5 <5 <5
3. Kelas Tekstur C E C
4. Lereng (%) 0-3 0-3 0-3
5. Drainase Baik Sedang Baik
6. Kepekaan erosi (%) - - -
7. Kedalama efektif (cm)
8. Curah hujan (mm)
Sumber : Data diolah,2018
Keterangan : C : Liat Berdebu, E : Liat Berdebu
65

Lampiran 11. Hasil Penelitian Sifat Fisika dan Kimia Tanah Lokasi Penelitian di Laboraturium
Tekstur pH P Na-dd Ca-dd Mg-dd Al-dd K-dd KTK H-dd DHL
KODE Kelas C-Organik N KB
Pasi Debu Liat H2O KCL Mg C Mol C Mol C Mol C Mol C Mol C Mol C Mol mS
SPL Tekstur (%) (%) (%)
r Kg-1 Kg-1 Kg-1 Kg-1 Kg-1 Kg-1 Kg-1 Kg -1
cm-1
SPL1 10 45 45 C 4,24 3,62 1,40 0,14 4,15 0,21 2,13 0,41 3,52 0,23 14,80 20,14 2,68 0,40
SPL2 15 50 35 E 4,57 3,88 0,84 0,12 2,35 0,20 1,05 0,40 3,44 0,20 11,20 16,52 2,16 0,09
SPL3 10 43 47 C 3,82 3,57 5,18 0,29 2,80 0,22 1,70 0,42 6,20 0,35 16,40 16,40 2,60 0,93
Sumber: Hasil analisis laborturium fakultas pertanian unsyiah, 2018
Keterangan : C : Liat Berdebu, E : Lempung Liat Berdebu
66

Lampiran 13. Kerakteristik dan Kriteria Fisika Tanah di Lokasi Penelitian di Desa Matang setui Kota Langsa
SPL
No. Sifat Fisika Tanah Satuan
1 KK 2 KK 3 KK
1. pH KCL - 3,62 3,88 3,57
2. pH H2O - 4,24 4,57 3,82
3. C-Organik (%) 1,40 0,84 5,18
4. N-Total (%) 0,14 0,12 0,29
5. P-Tersedia PPM 4,15 2,35 2,80
6. Kation Tertukar
Ca (Cmol Kg -1) 2,13 1,05 1,70
-1
Mg (Cmol Kg ) 0,41 0,40 0,42
-1
K (Cmol Kg ) 0,23 0,20 0,35
-1
Na (Cmol Kg ) 0,21 0,20 0,22
-1
7. KTK (Cmol Kg ) 14,80 11,20 16,40
8. Kejenuhan Basa (%) 20,14 16,52 16,40
-1
9. Al-dd (Cmol Kg ) 3,52 3,44 6,20
-1
10. H-dd (Cmol Kg ) 2,68 2,16 2,60
Sumber: Hasil analisis laborturium fakultas pertanian unsyiah, 2018
Keterangan :
SR : Sangat Rendah R : Rendah
ST : Sangat Tinggi S : Sedang
AM : Agak Masam M : Masam
AA : Agak Alkalis N : Netral
SM : Sangat Masam K : Kriteria
T : Tinggi

Anda mungkin juga menyukai