Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PHATOLOGI UMUM (HIPOGLIKEMIA)

Disusun Oleh :
Kelompok IV

Dela Pratiwi 20114041366


Ahma Widia Ritonga 20114041362
Lili Riandi 20114041382
Ferry Ramadhan 20114041357
Syafira Khairani 20114041406
Khaira Azzahra 20114041380

Dosen Pengampu :
dr. Ida Febriana, M.K.M.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BINALITA SUDAMA
MEDAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah member rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelasaikan tugas makalah yang berjudul
Hipoglikemia ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Ibu dr. Ida Febriana, M.K.M. pada mata kuliah Phatologi Umum. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Hipoglikemia bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu dr. Ida Febriana,M.K.M.
selaku dosen mata kuliah Phatologi Umum yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehinga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan.

Medan,30 Maret 2021

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang....................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................3
1.3. Tujuan.................................................................................................................3
1.4. Manfaat Penelitian...............................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................5
A. Definisi...............................................................................................................5
B. Klasifikasi..........................................................................................................5
C. Etiologi/Penyebab..............................................................................................6
D. Patofisiologi.......................................................................................................6
E. Manifestasi Klinis..............................................................................................8
F. Komplikasi.........................................................................................................8
G. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................8
H. Penatalaksanaan Keperawatan..........................................................................10
BAB III...........................................................................................................................16
PEMBAHASAN..........................................................................................................16
BAB III...........................................................................................................................22
PENUTUP...................................................................................................................22
Daftar pustaka................................................................................................................23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam darah


dibawah normal (<70mg/dl). Hipoglikemia adalah efek samping yang paling
sering terjadi akibat terapi penurunan glukosa darah pada pasien DM dan
pengontrolan glukosa darah secara intensif selalu meningkatkan risiko terjadinya
hipoglikemia berat. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada DM tipe 1 dengan
angka kejadian 10% - 30% pasien per tahun dengan angka kematian nya
3% - 4%, sedangkan pada DM tipe 2 angka kejadiannya 1,2 % pasien per
tahun. Rata-rata kejadian hipoglikemia meningkat dari 3.2 per 100 orang per
tahun menjadi 7.7 per 100 orang per tahun pada penggunaan insulin. Menurut
penelitian lain didapatkan data kejadian hipoglikemia terjadi sebanyak 30% per
tahun pada pasien yang mengonsumsi obat hipoglikemik oral seperti sulfonilurea.
Sebagai penyulit akut pada DM tipe 2, hipoglikemia paling sering disebabkan
oleh penggunaan Insulin dan Sulfonilurea.

Pasien-pasien yang menggunakan insulin atau obat hipoglikemik oral


dapat mengalami hipoglikemia ringan, yang dapat ditangani sendiri, dimana
episode hipoglikemiknya terjadi sekitar dua kali per minggu. Hipoglikemia berat,
yang membutuhkan bantuan orang lain untuk mendapatkan kembali euglikemia,
minimal terjadi sekali per tahun sebesar 27% pada pasien yang diobati dengan
regimen insulin intensif. Hipoglikemia merupakan penyebab kematian pada
sekitar 3% dari penderita diabetes yang bergantung pada insulin.
Pada pasien DM, hipoglikemia merupakan faktor penghambat utama
dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal. Hipoglikemia yang terjadi
pada DM merupakan suatu keadaan yang terjadi ketika insulin dan glukosa darah

1
dalam keadaan tidak seimbang. Hal ini dapat terjadi setelah menggunakan insulin
atau obat anti diabetik lainnya, tidak cukup makan atau waktu jeda antar makan
yang lama (biasanya pada tengah malam), latihan fisik tanpa asupan makanan
yang cukup sebelumnya, atau tidak cukup konsumsi karbohidrat dimana
gejala yang di timbulkannya dapat berupa gejala otonom seperti berkeringat,
gemetar, palpitasi, dll, dan/atau gejala dari disfungsi neurologi seperti kejang,
lethargi, hingga koma.

Selain faktor-faktor risiko diatas, usia juga menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi kejadian hipoglikemia, disebabkan oleh kerusakan respon hormon
kontra regulasi akibat usia. Sedangkan berdasarkan studi epidemiologi oleh
American Diabetes Association memperlihatkan bahwa hipoglikemia merupakan
komplikasi metabolik yang paling sering terjadi pada orangtua di Amerika
Serikat, dimana pasien DM tipe 2 lanjut usia yang mengalami hipoglikemia
menunjukkan lebih lama dirawat di rumah sakit dan menghabiskan biaya yang
lebih besar. Hipoglikemia ini disebabkan oleh berkurangnya fungsi ginjal dan
aktivitas enzim hati yang berkaitan dengan metabolisme sulfonilurea dan insulin
yang dipengaruhi oleh usia.

Hipoglikemia terbagi atas ringan, sedang, hingga berat dan dapat terjadi
pada malam hari (hipoglikemia nokturnal). Pasien DM tipe 1 yang menggunakan
pompa insulin dan insulin analog kerja lama sering mengalami hipoglikemia berat
khususnya selama tidur dimalam hari, ditambah pula, Sovik dan Thordason
melaporkan bahwa dikalangan pasien berusia <40 tahun yang telah mengalami
DM selama 10 tahun, 6% nya meninggal karena sindrom “dead-in-bed” yang
mana kemungkinan paling banyak disebabkan oleh hipoglikemia nokturnal berat.

Hipoglikemia terkadang luput dari pengawasan dokter maupun pasien.


Sebagian orang dengan DM tidak memiliki tanda-tanda peringatan dini untuk
kadar glukosa darah yang rendah. Kondisi ini paling sering mengenai penderita
diabetes Tipe I, tetapi tidak menutup kemungkinan juga dapat terjadi pada
penderita diabetes Tipe 2.

2
Hipoglikemia merupakan keadaan yang sangat berbahaya dan dapat
mengancam jiwa penderita karena glukosa darah adalah sumber energi satu-
satunya pada otak, sehingga jika mengalami penurunan kadar dari normal dapat
mempengaruhi dan mengganggu fungsi otak tersebut secara langsung.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah ini adalah


bagaimanakah kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 ?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui kejadian Hipoglikemia pada pasien DM tipe 2.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Menentukan distribusi frekuensi kejadian hipoglikemia pada


pasien DM tipe 2.

1.3.2.2. Menentukan distribusi frekuensi kejadian hipoglikemia pada pasien DM


tipe 2 berdasarkan jenis kelamin.

1.3.2.3. Menentukan distribusi frekuensi kejadian hipoglikemia pada pasien DM


tipe 2 berdasarkan usia.

1.3.2.4. Menentukan distribusi frekuensi kejadian hipoglikemia pada pasien DM


tipe 2 berdasarkan klasifikasi hipoglikimia.

1.3.2.5. Menentukan distribusi frekuensi kejadian hipoglikemia pada pasien DM


tipe 2 berdasarkan terapi DM yang digunakan.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

3
1.4.1.1.Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan
informasi ilmiah tentang kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2

1.4.1.2.Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya

1.4.2. Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat khususnya Pasien DM dapat menambah wawasan dan


pengetahuan mereka mengenai penyebab dan gejala hipoglikemia, sehingga
dapat dilakukan pencegahan agar tidak terjadi hipoglikemia atau tidak
memperburuk kondisi yang sudah terjadi.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Hipoglikemia merupakan suatu kegagalan dalam mencapai batas


normal kadar glukosa darah.
Hipoglikemia merupakan suatu keadaan dimana kadar glukosa darah
<60 mg/dl. Jadi, dapat disimpulkan bahwa, hipoglikemia merupakan kadar
glukosa darah dibawah normal yaitu <60 mg/dl.
Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan
dimana kadar glukosa darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi karena
ketidakseimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan
yang digunakan. Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis antara lain
penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan menjadi kabur dan gelap,
berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan terkadang sampai hilang
kesadaran.

B. Klasifikasi

Hipoglikemia akut menunjukkan gejala Triad Whipple. Triad Whipple


meliputi:
1. Keluhan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah. Gejala otonom
seperti berkeringat, jantung berdebar-debar, tremor, lapar.
2. Kadar glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L). Gejala neuroglikopenik
seperti bingung, mengantuk, sulit berbicara, inkoordinasi, perilaku berbeda,
gangguan visual, parestesi, mual sakit kepala.
3. Hilangnya dengan cepat keluhan sesudah kelainan biokimia dikoreksi.
Hipoglikemia juga dapat dibedakan menjadi:

5
1. True hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 60
mg/dl
2. Koma hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 30
mg/dl
3. Reaksi hipoglikemi, yaitu bila kadar glukosa darah sebelumnya naik,
kemudian diberi obat hipoglikemi dan muncul tanda-tanda hipoglikemia namun
kadar glukosa darah normal.
4. Reaktif hipoglikemi, timbul tanda-tanda hipoglikemi 3-5 jam sesudah
makan. Biasanya merupakan tanda prediabetik atau terjadi pada anggota keluarga
yang terkena diabetes melitus.

C. Etiologi/Penyebab

Dosis pemberian insulin yang kurang tepat, kurangnya asupan


karbohidrat karena menunda atau melewatkan makan, konsumsi alkohol,
peningkatan pemanfaatan karbohidrat karena latihan atau penurunan berat
badan.

D. Patofisiologi

Dalam diabetes, hipoglikemia terjadi akibat kelebihan insulin relative


ataupun absolute dan juga gangguan pertahanan fisiologis yaitu penurunan
plasma glukosa. Mekanisme pertahanan fisiologis dapat menjaga
keseimbangan kadar glukosa darah, baik pada penderita diabetes tipe I
ataupun pada penderita diabetes tipe II. Glukosa sendiri merupakan bahan bakar
metabolisme yang harus ada untuk otak. Efek hipoglikemia terutama berkaitan
dengan sistem saraf pusat, sistem pencernaan dan sistem peredaran darah.
Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak.
Selain itu otak tidak dapat mensintesis glukosa dan hanya menyimpan
cadangan glukosa (dalam bentuk glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit.
Oleh karena itu, fungsi otak yang normal sangat tergantung pada konsentrasi
asupan glukosa dan sirkulasi. Gangguan glukosa dapat menimbulkan disfungsi

6
sistem saraf pusat sehingga terjadi penurunan suplai glukosa ke otak. Karena
terjadi penurunan suplai glukosa ke otak dapat menyebabkan terjadinya
penurunan suplai oksigen ke otak sehingga akan menyebabkan pusing,
bingung, lemah.
Konsentrasi glukosa darah normal, sekitar 70-110 mg/dL. Penurunan
konsentrasi glukosa darah akan memicu respon tubuh, yaitu penurunan
kosentrasi insulin secara fisiologis seiring dengan turunnya konsentrasi
glukosa darah, peningkatan konsentrasi glucagon dan epineprin sebagai
respon neuroendokrin pada kosentrasi glukosa darah di bawah batas normal,
dan timbulnya gejala- gejala neurologic (autonom) dan penurunan kesadaran
pada kosentrasi glukosa darah di bawah batas normal. Penurunan kesadaran
akan mengakibatkan depresan pusat pernapasan sehingga akan mengakibatkan
pola nafas tidak efektif.
Batas kosentrasi glukosa darah berkaitan erat dengan system
hormonal, persyarafan dan pengaturan produksi glukosa endogen serta
penggunaan glukosa oleh organ perifer.Insulin memegang peranan utama dalam
pengaturan kosentrasi glukosa darah. Apabila konsentrasi glukosa darah
menurun melewati batas bawah konsentrasi normal, hormon-hormon
konstraregulasi akan melepaskan. Dalam hal ini, glucagon yang diproduksi oleh
sel α pankreas berperan penting sebagai pertahanan utama terhadap
hipoglikemia. Selanjutnya epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan juga
berperan meningkatkan produksi dan mengurangi penggunaan glukosa.
Glukagon dan epinefrin merupakan dua hormon yang disekresi pada kejadian
hipoglikemia akut. Glukagon hanya bekerja dalam hati. Glukagon mulamula
meningkatkan glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis, sehingga terjadi
penurunan energi akan menyebabkan ketidakstabilan kadar glukosa darah.
Penurunan kadar glukosa darah juga menyebabkan terjadi penurunan
perfusi jaringan perifer, sehingga epineprin juga merangsang lipolisis di
jaringan lemak serta proteolisis di otot yang biasanya ditandai dengan
berkeringat, gemetaran, akral dingin, klien pingsan dan lemah.

7
Pelepasan epinefrin, yang cenderung menyebabkan rasa lapar karena
rendahnya kadar glukosa darah akan menyebabkan suplai glukosa ke jaringan
menurun sehingga masalah keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
dapat muncul.

E. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala hipoglikemia menurut Setyohadi (2012) antara lain:


1. Adrenergik seperti: pucat, keringat dingin, takikardi, gemetar, lapar,
cemas, gelisah, sakit kepala, mengantuk.
2. Neuroglikopenia seperti bingung, bicara tidak jelas, perubahan
sikap perilaku, lemah, disorientasi, penurunan kesadaran, kejang, penurunan
terhadap stimulus bahaya.

F. Komplikasi

Komplikasi dari hipoglikemia pada gangguan tingkat kesadaran yang


berubah selalu dapat menyebabkan gangguan pernafasan, selain itu
hipoglikemia juga dapat mengakibatkan kerusakan otak akut. Hipoglikemia
berkepanjangan parah bahkan dapat menyebabkan gangguan neuropsikologis
sedang sampai dengan gangguan neuropsikologis berat karena efek hipoglikemia
berkaitan dengan sistem saraf pusat yang biasanya ditandai oleh perilaku dan
pola bicara yang abnormal (Jevon, 2010) dan menurut Kedia (2011)
hipoglikemia yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang
permanen, hipoglikemia juga dapat menyebabkan koma sampai kematian.

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Gula darah puasa


Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi
glukosa 75 gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl.
2. Gula darah 2 jam post prandial

8
Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140 mg/dl/2
jam.
3. HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar
gula darah yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes
dalam waktu 2- 3 bulan. HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi
yang pada orang normal antara 4- 6%. Semakin tinggi maka akan menunjukkan
bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko terjadinya komplikasi.
4. Elektrolit, tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah
terganggu
5. Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi

I. Penatalaksanaan Medis
Menurut Kedia (2011), pengobatan hipoglikemia tergantung pada
keparahan dari hipoglikemia. Hipoglikemia ringan mudah diobati dengan
asupan karbohidrat seperti minuman yang mengandung glukosa, tablet
glukosa, atau mengkonsumsi makanan rigan. Dalam Setyohadi (2011), pada
minuman yang mengandung glukosa, dapat diberikan larutan glukosa murni 20-
30 gram (1 ½ - 2 sendok makan). Pada hipoglikemia berat membutuhkan
bantuan eksternal, antara lain :
1. Dekstrosa
Untuk pasien yang tidak mampu menelan glukosa oral karena
pingsan, kejang, atau perubahan status mental, pada keadaan darurat dapat
pemberian dekstrosa dalam air pada konsentrasi 50% adalah dosis biasanya
diberikan kepada orang dewasa, sedangkankonsentrasi 25% biasanya
diberikankepada anak-anak.
2. Glukagon
Sebagai hormon kontra-regulasi utama terhadap insulin, glucagon
adalah pengobatan pertama yang dapat dilakukan untuk hipoglikemia berat.
Tidak seperti dekstrosa, yang harus diberikan secara intravena dengan
perawatan kesehatan yang berkualitas profesional, glucagon dapat diberikan

9
oleh subkutan (SC) atau intramuskular (IM) injeksi oleh orang tua atau
pengasuh terlatih. Hal ini dapat mencegah keterlambatan dalam memulai
pengobatan yang dapat dilakukan secara darurat

H. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Pengkajian Primer Hipoglikemia


a) Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bernafas dengan
bebas,ataukah ada secret yang menghalangi jalan nafas. Jika ada obstruksi,
lakukan :
· Chin lift/ Jaw thrust
· Suction
· Guedel Airway
· Instubasi Trakea
b) Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
· Beri oksigen
· Posisikan semi Flower
c) Circulation
Menilai sirkulasi / peredaran darah
· Cek capillary refill
· Pemberian infus
· Auskultasi adanya suara nafas tambahan
· Segera Berikan Bronkodilator, mukolitik.
· Cek Frekuensi Pernafasan
· Cek adanya tanda-tanda Sianosis, kegelisahan
· Cek tekanan darah
Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil
d) Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Kaji pula tingkat mobilisasi

10
pasien.Posisikan pasien posisi semi fowler, esktensikan kepala, untuk
memaksimalkan ventilasi.Segera berikan Oksigen sesuai dengan kebutuhan, atau
instruksi dokter.

2) Pengkajian Sekunder Hipoglikemia


Data dasar yang perlu dikaji adalah :
a) Keluhan utama :
sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering hipoglikemi
merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain sebelumnya seperti
asfiksia, kejang, sepsis.
b) Riwayat :
· ANC
· Perinatal
· Post natal
· Imunisasi
· Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga
· Pemakaian parenteral nutrition
· Sepsis
· Enteral feeding
· Pemakaian Corticosteroid therapi
· Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika
· Kanker
c) Data fokus
Data Subyektif:
· Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
· Keluarga mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin
· Rasa lapar (bayi sering nangis)
· Nyeri kepala
· Sering menguap
· Irritabel
Data obyektif:

11
· Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku,
· Hight—pitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas
cepat irreguler, keringat dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma
· Plasma glukosa < 50 gr
3) Pengkajian Head To Toe
1) Kepala : Mesochepal, tidak ada lesi, tidak ada hematoma,
tidak adanyeri tekan
2) Rambut : Warna hitam, kusut, tidak ada kebotakan
3) Mata : Pengelihatan normal, diameter pupil 3, sclera
ikterik,konjungtiva anemis, pupil isokor
4) Hidung : Bentuk simertis, tidak ada perdarahan, tidak ada
secret, terpasang O2 nasal 5 liter/menit
5) Telinga : Bentuk normal, pendengaran normal, tidak ada
secret,tidak ada perdarahan
6) Mulut dan gig : Mukosa kering, mulut bersih
7) Leher : Tidak ada pembesaran tyroid, nadi karotis teraba,
tidak adapembesaran limfoid
8) Thorax :
I : ekspansi dada tidak simetris, tidak ada luka, frekuensi nafas tidak
teratur : P : Tidak ada udema pulmo
P : Ada nyeri tekan dada kiri
A : Bunyi jantung S1,S2 tunggal, bunyi paru ronchi
9) Abdomen :
I : Tidak ada luka, tidak ada asites
A : Bising usus normal 10 x/menit
P : Suara timpani
P : Ada pembesaran hati, tidak ada nyeri tekan

10) Genitalia : Terpasang DC, tidak ada darah


11) Eksteremitas : Kekuatan otot 3 3 3 3

12
ROM : penuh, Akral hangat, tidak ada edema, terpasang infuse RL
di lengan kanan
12) Pola pemenuhan kebutuhan dasar Virginia Handerson :
1) Pola oksigenasi
Sebelum sakit : Pasien bernafas secara normal, tidak menderita
penyakit pernafasan.
Saat dikaji : Pasien sesak nafas, RR 22x/ menit.
2) Pola nutrisi
Sebelum sakit : Pasien makan 3x sehari (nasi, sayur, dan
lauk)pasien suka makan yang mengandung kolesterol tinggi, minum 6-8
gelas/hari.
Saat dikaji : Pasien makan sesuai diit yang telah diberikan,
minum 4-5 gelas/hari.
3) Pola eliminasi
Sebelum sakit : Pasien BAK 4-6x/hari dan BAB 1x/hari.
Saat dikaji : Pasien BAK 3-5x/hari dan BAB 1x/hari.
4) Pola aktivitas/ bekerja
Sebelum sakit : Pasien melakukan aktivitas secara mandiri, bekerja
sebagai wiraswasta.
Saat dikaji : Aktivitas pasien dibantu oleh keluarga dan tidak
dapat bekerja.
5) Pola istirahat
Sebelum sakit : Pasien istirahat/ tidur 8-10 jam/hari.
Saat dikaji : Pasien istirahat/ tidur 7-9jam/hari.
6) Pola suhu
Sebelum sakit : Pasien tidak pernah demam (suhu normal).
Saat dikaji : Suhu pasien normal 360C.
7) Pola gerak dan keseimbangan
Sebelum sakit : Pasien dapat melakukan gerak bebas sesuai
keinginannya.

13
Saat dikaji : Pasien hanya melakukan gerak-gerak terbatas
karenasesak dan nyeri dada kiri.
8) Pola berpakaian
Sebelum sakit : Pasien dapat mengenakan pakaiannya secara
mandiri danmemakai pakaian kesayangannya.
Saat dikaji : Pasien menggunakan pakaian seadaanya dan
dibantu keluarga saat mengganti pakaiannya.
9) Pola personal hygine
Sebelum sakit : Pasien biasa mandi 2xsehari dengan air bersih dan
sabun mandi tanpa bantuan keluarganya.
Saat dikaji : Pasien mandi dengan cara diseka dan dibantu
keluarganya.
10) Pola komunikasi
Sebelum sakit : Pasien berkomunikasi dengan lancar, memakai
bahasadaerah.
Saat dikaji : Pasien berkomunikasi dengan lancar, memakai
bahasadaerah.
11) Pola spiritual
Sebelum sakit : Pasien beribadah sesuai agamanya.
Saat dikaji : Pasien terganggu dalam melakukan ibadah
(sholat).
12) Pola aman & nyaman
Sebelum sakit : Pasien merasa aman dan nyaman hidup bersama
keluarga.
Saat dikaji : Pasien merasa gelisah dirawat di rumah sakit.
13) Pola rekreasi
Sebelum sakit : Pasien kadang-kadang berekreasi ke tempat-
tempat wisata.
Saat dikaji : Pasien tidak dapat berekreasi, hanya tidurandi
tempat tidur dan cenderung diam.
14) Pola belajar

14
Sebelum sakit : Pasien tidak mengetahui penyakit yang
dideritanya.
Saat dikaji : Pasien mengetahui penyakitnya gagal jantung
kronik.

15
BAB III

PEMBAHASAN

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam darah


mengalami penurunan dibawah nilai normal dan merupakan kondisi klinik yang
membutuhkan penanganan yang bersifat emergensi (1). Batasan ―kadar glukosa
darah rendah‖ untuk menetapkan seseorang mengalami hipoglikemia sangat
bervariasi. American Diabetes Association (ADA 2005) menggunakan batasan 70
mg/dl atau kurang, sedangkan European Medicine agency (EMA 2010)
menggunakan patokan hipoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari 54
mg/dl.

Penyebab terjadinya hipoglikemia adalah multi faktorial, penyebab utama


adalah iatrogenik (pemberian obat-obatan pada pasien diabetes melitus), penyakit
infeksi yang disertai sepsis, tumor, stres, defisiensi hormon dan penyakit
autoimmun. Penyebab lain yang sering ditemukan adalah asupan makanan yang
tidak adekuat, konsumsi alkohol yang berkepanjangan, interaksi obat, penyakit

kronik pada hati dan ginjal. Hipoglikemia juga sering ditemukan pada usia lanjut
dan usia neonatus (2,3). Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien diabetes melitus
dan disebut iatrogenic hypoglycemia, sedangkan hipoglikemia yang terjadi pada
pasien non-diabetes disebut hipoglikemia spontan. Tata cara diagnosis
hipoglikemia spontan relatif sulit dan memerlukan serangkaian pemeriksaan
laboratorium yang rumit untuk menentukan secara pasti penyebab terjadinya
hipoglikemia.

16
Gejala dan keluhan hipoglikemia. Hipoglikemia akan menyebabkan gejala
dan keluhan yang berlangsung progresif , mulai gejala yang ringan dan tidak khas
seperti penglihatan kabur, penurunan daya konsentrasi, perasaan lemas, pusing
dan sakit kepala sampai terjadinya kejang-kejang, penurunan kesadaran dan
bahkan kematian. Gejala-gejala yang timbul tersebut dipengaruhi oleh berat dan

lamanya hipoglikemia.

Gejala-gejala dan keluhan hipoglikemia dikelompokkan atas gejala


neurogenik/autonomik dan gejala neuroglikopenik. Gejala neurogenik/autonomik
berupa terjadinya perubahan persepsi psikologis oleh karena keadaan
hipoglikemia akan merangsang sistim simpato-adrenal (aktivasi sistim saraf
otonom). Gejala neurogenik/autonomik akan terjadi bila konsentrasi/kadar
glukosa darah mencapai sekitar 60 mg/dl. Sedangkan gejala neuroglikopenik akan
dialami bila kadar glukosa darah mencapai sekitar 50 mg/dl atau lebih rendah dan

terjadi akibat berkurangnya suplai glukosa ke otak.

Gejala neurogenik sendiri dikelompokkan dalam dua kelompok:

1. Gejala adrenergik berupa palpitasi, tahikardia, gelisah, kecemasan dan


tremor.
2. Gejala kolinergik berupa keringat yang berlebihan, pucat, teraba hangat,
parastesi, mual perasaan lapar yang berlebihan. Sedangkan gejala
neuroglikopenik bervariasi mulai dari perasaan lemas, pusing, sakit kepala,
perubahan perilaku, kebingungan, penurunan fungsi kognitif, kejang-kejang

17
sampai penurunan kesadaran dan koma. Hipoglikemia berat yang berlangsung
berkepanjangan dapat menyebabkan kematian dan kerusakan otak permanen.

Akibat hipoglikemia

Hipoglikemia akan berdampak negatif dalam kehidupan sehari-hari individu yang


mengalaminya. Hipoglikemia dihubungkan dengan penurunan kualitas hidup dan
akan berdampak dalam kehidupan sosial ekonomi penderitanya. Dampak
hipoglikemia pada berbagai organ tubuh :

1. Otak

Apabila suplai glukosa ke otak mengalami penurunan secara mendadak, maka


dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif, kegagalan fungsi otak, koma dan
kematian. Hipoglikemia berat yang terjadi pada pasien usia lanjut akan
menyebabkan peningkatan risiko dimensia dan ataksia cerebellum (11,12).

2. Jantung.

Hipoglikemia akut akan mengaktivasi sistim simpato-adrenal dan pelepasan


epinefrin dengan akibat terjadi perubahan hemodinamik melalui peningkatan
denyut jantung, dan tekanan darah sistolik diperifer, sebaliknya akan terjadi
penurunan tekanan darah sentral dan resistensi arteri diperifer. Aktivasi dari sistim
simpato-adrenal juga akan meningkatkan kontraktilitas miokardium dan curah
jantung (stroke volume dan cardiac output). Konsekwensi dari perubahan
hemodinamik tersebut adalah peningkatan beban kerja jantung pada waktu terjadi
hipoglikemia. Hal ini dapat memicu terjadinya serangan iskemia dan gangguan
perfusi jantung. Pelepasan epinefrin juga dihubungkan dengan terjadinya

18
gangguan irama jantung berupa pemanjangan interval QT yang dapat
menyebabkan tahikardia, fibrilasi dan kematian mendadak. Hipoglikemia akan
menurunkan sekresi insulin dan meningkatkan respon glukagon, mengaktivasi
respon simpato-adrenal, meningkatkan sekresi epinefrin dan glukokortikoid.
Hipoglikemia juga akan menginduksi kerusakan endotel , gangguan koagulasi dan
peningkatan marker-marker inflamasi seperti C-reactive protein, interleukin-6,
interleukin-8, TNF alfa dan endotelin.

3. Mata.

Hipoglikemia dapat menyebabkan gangguan visual terutama pada penderita


diabetes melitus. Kelainan mata pada hipoglikemia dapat berupa diplopia,
penglihatan kabur, dan kehilangan sensitivitas kontras serta gangguan pada retina .
Mekanisme pertahanan tubuh terhadap hipoglikemia. Pada individu yang sehat,
bila terjadi penurunan kadar glukosa darah dibawah ambang normal maka akan
terjadi mekanisme aktivasi CRR yang

akan mempertahankan kadar glukosa darah menjadi normal kembali (euglikemia).


Respon pertahanan tubuh tersebut terutama ditujukan agar suplai glukosa darah
yang cukup dan berkesinambungan kejaringan otak akan tetap terjamin.

1. Counter Regulatory Respons (CRR)

Otak adalah pengguna utama dari glukosa sebagai sumber energi. Namun
jaringan otak tidak mempunyai kemampuan untuk mensintesis dan memproduksi
glukosa serta tidak dapat menyimpannya sehingga kebutuhan glukosa otak sangat
bergantung pada kadar glukosa darah. Oleh karena itu terdapat berbagai
mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah dampak kerusakan otak akibat
terjadinya hipoglikemia. Makanisme tersebut dikenal dengan istilah the counter of

19
regulatory respons (CRR) terhadap terjadinya hipoglikemia. Aktivasi CRR,
diawali dengan penurunan produksi insulin bila kadar glukosa darah mencapai

82,8 mg/dl. Bila kadar glukosa darah turun hingga mencapai 68,4 mg/dl, maka
akan terjadi pelepasan hormon glukagon dan epinefrin. Kedua hormon ini akan
merangsang produksi glukosa di hati melalui proses glukoneogenesis dan
glikogenolisis serta menghambat ambilan/uptake pada jaringan perifer,
mekanisme CRR yang berlangsung secara fisiologis ini bertujuan untuk menjaga
dan menjamin agar suplai glukosa darah ke jaringan otak tetap terjaga.

2. Aktivasi sistim simpato-adrenal

Bila mekanisme CRR gagal dan kadar glukosa darah tetap mengalami
penurunan, maka akan terjadi aktivasi sistim simpato-adrenal yang menimbulkan
gejala-gejala neurogenik/autonomik. Gejala dan keluhan neuroglikopenik juga
akan terjadi bila kadar glukosa darah mencapai kisaran < 54 mg/dl. Kerusakan
atau kematian otak secara permanen akan dialami oleh pasien bila kadar glukosa
darahnya mencapai < 27 mg/dl (10,18).

3. Peningkatan sekresi hormon lainnya

Beberapa hormon lain juga mengalami perubahan pada waktu terjadi


hipoglikemia. Hormon-hormon tersebut adalah growth hormone dan kortisol yang
mempunyai efek meningkatkan kadar glukosa darah melalui peningkatan lipolisis,
ketogenesis dan glukoneogenesis (19). Pada kasus-kasus hipoglikemia kronik
maka Adenocorticotropic hormone (ACTH), kortisol serta growth hormone (GH)

20
merupakan hormon utama yang mengalami aktivasi dalam proses aktivasi CRR,
namun hormon ini nampaknya tidak berperanan pada keadaan hipoglikemia akut
(3). Prolaktin, vasopressin dan oxytocin juga terbukti mengalami peningkatan
pada saat terjadi hipoglikemia, namun peranannya terhadap aktivasi CRR belum
jelas dan mekanisme kerjanya belum diketahui dengan pasti. Sifikasi
hipoglikemia yang sering digunakan adalah berdasarkan karakteristik dan kondisi
klinis serta penampilan pasien yaitu pasien yang nampak sehat (healthy appearing

patients), pasien yang nampak sakit (ill appearing patients) dan hipoglikemia yang
terjadi pada pasien rawat jalan (outpatients setting) ataupun yang dirawat dirumah
sakit (hypoglycemia in hospitalized patients).

1. Klasifikasi hipoglikemia pada pasien non-diabetes

Secara klasik hipoglikemia pada pasien non-diabetes dikelompokkan dalam


dua kelompok utama yaitu :

a) Post-prandial (reactive) hipoglikemia: hipoglikemia yang terjadi dalam


waktu hingga 4-5 jam setelah makan
b) Fasting (post-absorbtive) hipoglikemia: Menurunnya kadar glukosa darah
<70 mg/dl yang disertai dengan gejala dan keluhan hipoglikemia yang
dialami >4 jam setelah makan.

Beberapa ahli melaporkan temuan adanya pasien yang mengalami


hipoglikemia post prandial dan juga hipoglikemia puasa, bahkan dapat dijumpai
pasien yang mengalami hipoglikemia yang tidak tergantung pada waktu makan

2. Klasifikasi hipoglikemia pada pasien diabetes

21
Hipoglikemia pada pasien diabetes dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa
kelompok, diantaranya: Derajat keparahan, kadar glukosa darah dan manifestasi
klinik dan kemampuan untuk menolong diri sendiri. Klasifikasi standar untuk
hipoglikemia pada pasien diabetes adalah klasifikasi yang banyak digunakan
untuk evaluasi terapi dan outcomes dari berbagai penelitian klinik yaitu:

a) Confirmed hypoglycemia adalah kejadian hasil pengukuran kadar glukosa


darah yang rendah.
b) Severe hypoglycemia adalah kejadian dimana pasien membutuhkan
pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemianya.
c) Nocturnal hypoglycemia adalah kejadian hipoglikemia yang dialami pada
waktu malam hari.

Hiperglikemia adalah suatu keadaan kadar glukosa darah meningkat di atas


batas normal. Kondisi ini dapat diakibatkan berbagai penyakit, namun paling
sering diakibatkan diabetes mellitus, baik tipe I maupun tipe II. Pada diabetes
mellitus tipe I, sel beta pankreas tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah
yang cukup untuk mengatur konsentrasi glukosa darah, sedangkan pada diabetes mellitus
tipe II, terjadi resistensi jaringan tubuh terhadap insulin, defek sekresi insulin, atau
peningkatan produksi glukosa. Indonesia menjadi urutan keempat dalam jumlah
penderita diabetes mellitusterbanyak di dunia pada tahun 2000 dengan jumlah 8,4
juta jiwa. Pada tahun 2030, jumlah penderita diabetes diperkirakan akan mencapai
21,3 juta.

22
BAB III

PENUTUP

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah Hipoglikemia merupakan


salah satu kegawatan diabetic yang mengancam, sebagai akibat dari menurunnya
kadar glukosa darah < 60 mg/dl. Tanda dan gejala hipoglikemia terdiri dari Fase
I,gejala –gejala akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga hormon
epinefrin di lepaskan.Gejala awal ini merupakan peringatan karna saat itu pasien
masih sadar sehingga dapat di ambil tindakan yang perlu untuk mengatasi
hipoglikemia lanjut.Fase II,gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya
fungsi otak , karna itu dinamakan gejala neurologis. Pengkajian khusus paha
hipoglikemia adalah Airway:Tidak ada gangguan; Breathing:Merasa
kekurangan oksige dan napas tersengal-sengal dan Circulation:
Kebas,kesemutan di bagian ekstremitas, keringat dingin, hipotermi, dan
penurunan kesadaran.

23
Daftar pustaka

Carpenito. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta : EGC

Clayton, et al. (2013). Hypoglycemia. Canadian Journal of Diabetes, 37(1), pp.


S69-S71.

Cryer PE. Hypoglycaemia: The limiting factor in the glycaemic

management of type I and type II diabetes. Diabetologia 2002; 45:

24
937–948.

Eko, Wahyu. 2012. Penyakit Penyebab Kematian Tertinggi di Indonesia.


diakses tanggal 12 Oktober 2012. Jam 19.30.
http://www.kpindo.com/artikel

Ferry, et al. EMedicineHealth (2019). Hypoglycemia (Low Blood Sugar).

Health Service Executive. Conditions & Treatments. Hypoglycaemia.

Herdman, Heather. 2010. Nanda International Diagnosis Keperawatan Definisi


dan Klasifikasi 2009- 2011. Jakarta: EGC

Hormone Health (2018). Hypoglycemia.

Jevon, Philip. 2010. Basic Guide To Medical Emergencies In The Dental


Practice. Inggris: Wiley Blackwell

Kalra, et al. (2013). Hypoglycemia: The Neglected Complication. Indian Journal


of Endocrinology and Metabolism, 17(5), pp. 819-34.

Kedia, Nitil. 2011. Treatment of Severe Diabetic Hypoglycemia With Glucagon:


an Underutilized Therapeutic Approach. Dove Press Journal

Mayo Clinic (2018). Diseases & Conditions. Hypoglycemia.

McNaughton, Candace D. 2011. Diabetes in the Emergency Department:


Acute Care of Diabetes Patients. Clinical Diabetes

25
MedicineNet (2018). Medical Definition of Hypoglycemia Unawareness.

Nall, et al. Healthline (2016). Low Blood Sugar (Hypoglycemia).

National Health Service UK (2017). Health A-Z. Low Blood Sugar


(Hypoglycaemia).

National Institute of Health (2016). National Institute of Diabetes and Digestive


and Kidney Disease. 4 Steps to Manage Your Diabetes for Life

RA, Nabyl. 2009. Cara mudah Mencegah Dan Mengobati Diabetes Mellitus.
Yogyakarta : Aulia Publishing

Setyohadi, Bambang. 2011. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat


Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

Stoltz, C. Verywell (2018). Causes and Risk Factors of Hypoglycemia.

26

Anda mungkin juga menyukai