Anda di halaman 1dari 35

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

PENGELOLAAN PENDIDIKAN

Disusun Oleh :
Kelompok : 4 (Empat)
Anggota Kelompok : 1. Ramadhania Husnatul Khairiyah (A1E019037)
2. Anna Yunita Sari (A1E019033)
3. Yona Titian Rahma (A1E019031)
4. Veby Penyustia (A1E019035)
5. Dwiki Nugraha (A1E019039)
Mata Kuliah : Pengelolaan Pendidikan
Dosen Pembimbing : Dr. Connie, M.Pd.

UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
2020
KATA PENGANTAR

1
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini selesai
sesuai waktu yang ditentukan. Terimakasih saya berikan kepada Ibu. Dr. Connie,
M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Pengelolaan Pendidikan yang telah
membimbing kami mahasiswa dan mahasiswi semester 3 tahun ajaran 2020/2021.

Kami telah berusaha mengerjakan tulisan ini dengan maksimal dan


mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan
terimakasih kepada pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan ini.

Terlepas dari itu semua, kami sadar bahwa tugas ini memiliki kekurangan.
Oleh karena itu, kami meminta maaf apabila terdapat kesalahan serta kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dalam penulisan ini agar kami dapat
memperbaiki tulisan ini.

Akhir kata kami berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat dan
inspirasi kepada para pembaca tentang Kepemimpinan Pendidikan.

Bengkulu, Oktober 2020

2
DAFTAR ISI

COVER
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN.........................................................................1
PENGELOLAAN PENDIDIKAN...........................................................................1
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1. Latar Belakang..........................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3. Tujuan........................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
2.1. Pengertian Kepemimpinan........................................................................6
2.2. Pengertian Kepemimpinan Pendidikan.....................................................8
2.3. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan......................................10
2.4. Model – Model Kepemimpinan Pendidikan...........................................16
2.5. Fungsi Kepemimpinan Pendidikan.........................................................26
2.6. Ciri – Ciri Kepemimpinan Pendidikan....................................................27
2.7. Bentuk – Bentuk Kepemimpinan Pendidikan.........................................28
2.8. Gaya – Gaya Kepemimpinan Pendidikan...............................................31
2.9. Tipe – Tipe Kepemimpinan Pendidikan..................................................31
BAB III..................................................................................................................33
PENUTUP..............................................................................................................33
3.1. Kesimpulan..............................................................................................33
3.2. Saran........................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sebagai suatu organisasi, lembaga pendidikan memerlukan tidak
hanya seorang manajer untuk mengelola sumber daya lembaga pendidikan
yang lebih banyak berkonsentrasi pada permasalahan anggaran dan
persoalan administratif lainnya, tetapi juga memerlukan pimpinan yang
mampu menciptakan sebuah visi dan semua komponen individu yang terkait
dengan lembaga pendidikan. Pemimpin maupun manajer diperlukan dalam
pengelolaan lembaga pendidikan. Berbeda dengan organisasi lain, lembaga
pendidikan merupakan bentuk organisasi moral yang berbeda dengan
bentuk organisasi lainnya. Sebagai suatu organisasi, kesuksesan lembaga
pendidikan,tidak hanya di tentukan oleh kepemimpinan pendidikan, tetapi
juga oleh tenaga kependidikan lainnya dan proses lembaga pendidikan itu
sendiri. Kepemimpinan pendidikan berkewajiban untuk mengkoordinasikan
ketenagaan pendidikan di lembaga pendidikan untuk menjamin
teraplikasinya peraturan pada lembaga pendidikan.
Kepemimpinan pada hakikatnya merupakan kemampuan yang
dimiliki seseorang untuk membina, membimbing, mengarahkan dan
mengerakkan orang lain agar dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemimpin perlu
melakukan serangkaian kegiatan diantaranya adalah mengarahkan orang-
orang yang terlibat dalam organisasi yang dipimpinnya. Dengan kata lain
tercapai atau tidak tujuan suatu organisasi sangat tergantung pada
pimpinannya.
Oleh karena itu, segala penyelenggaraan pendidikan akan mengarah
kepada usaha meningkatkan mutu pendidikan yang sangat dipengaruhi oleh
guru dalam melaksanakan tugasnya secara operasional. Untuk itu kepala
sekolah harus melakukan supervisi sekolah yang memungkinkan kegiatan
operasional itu berlangsung dengan baik.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa Definisi Kepemimpinan?

4
2. Apa Definisi Kepemimpinan Pendidikan?
3. Apa yang Dimaksud dengan Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin
Pendidikan?
4. Sebutkan dan Jelaskan Model – Model Kepemimpinan Pendidikan?
5. Sebutkan dan Jelaskan Fungsi Kepemimpinan Pendidikan?
6. Sebutkan dan Jelaskan Ciri – Ciri Kepemimpinan Pendidikan?
7. Sebutkan dan Jelaskan Bentuk – Bentuk Kepemimpinan Pendidikan?
8. Sebutkan dan Jelaskan Gaya – Gaya Kepemimpinan Pendidikan?
9. Sebutkan dan Jelaskan Tipe – Tipe Kepemimpinan Pendidikan?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Kepemimpinan
2. Mengetahui Pengertian Kepemimpinan Pendidikan
3. Mengetahui Maksud dari Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan
4. Mengetahui Model – Model Kepemimpinan Pendidikan
5. Mengetahui Fungsi Kepemimpinan Pendidikan
6. Mengetahui Ciri – Ciri Kepemimpinan Pendidikan
7. Mengetahui Bentuk – Bentuk Kepemimpinan Pendidikan
8. Mengetahui Gaya – Gaya Kepemimpinan Pendidikan
9. Mengetahui Tipe – Tipe Kepemimpinan Pendidikan

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kepemimpinan


Terminologi kepemimpinan memiliki ruang lingkup dan sudut
pandang yang cukup luas, sehingga muncul beragam definisi dari para ahli.
Tidak ada definisi baku tentang arti kepemimpinan, bahkan Stogdill
mengatakan “terdapat hampir sama banyaknya definisi tentang
kepemimpinan dengan jumlah orang yang telah mencoba mendefinisakan
konsep tersebut”. Meski demikian bukan berarti tidak ada acuan umum
dalam menguraikan pengertian kepemimpinan.
Memimpin berarti mempengaruhi para bawahan agar mereka mau
bekerja dengan baik sesuai dengan prosedur dan metode kerja yang telah
ditetapkan. Ordway Tead dalam bukunya The Art of Leadership
mengemukakan bahwa: Leadership is the activity of influensing people to
cooperaty toward some goal wich they come to fine desirable.
(Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang untuk bekerjasama
yang mana mereka mewujudkan kerjasamanya itu untuk mencapai tujuan
yang diinginkan).
Hemhill & Coons (1957) mendefinisikan kepemimpinan sebagai perilaku
dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke
suatu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared goal). Sementara menurut
Herold Koontz, “Leadership is the art coordinating and motivating
individuals and group to achieve desired inds”. (Kepemimpinan adalah seni
atau kemampuan untuk mengkoordinasikan dan menggerakkan seseorang
individu atau kelompok ke arah pencapaian tujuan yang diharapkan).
Dari penjabaran di atas, maka kepemimpinan dapat diartikan sebagai
suatu proses kegiatan seseorang untuk mempengaruhi, menggerakkan dan
mengkoordinasikan individu atau kelompok agar terwujud hubungan
kerjasama dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seringkali
kepemimpinan disamakan dengan pemimpin, padahal keduanya memiliki
perbedaan makna. Pemimpin merupakan seseorang yang memiliki tugas

6
memimpin, sementara kepemimpinan merupakan bakat atau sifat yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin.
Kepemimpinan diterjemahkan ke dalam sifat, perilaku pribadi,
pengaruh terhadap orang lain, pola interaksi, hubungan kerjasama antar
personalia, dan kedudukan antar jabatan. Seorang pemimpin harus memiliki
bakat kepemimpinan, dalam arti kapasitas kepemimpinan tersebut
diperlukan oleh tiap pemimpin agar berhasil dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya.
Kepemimpinan memiliki dua komponen pemahaman, pertama,
kepemimpinan menyangkut fenomena kelompok yang melibatkan interaksi
antara dua orang atau lebih. Kedua, kepemimpinan melibatkan proses
mempengaruhi, yakni pengaruh yang sengaja digunakan oleh pemimpin
kepada bawahannya. Keefektifan kepemimpinan menitikberatkan pada
kemampuan seorang pemimpin dalam mempengaruhi dan menggerakkan
para anggota sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Pengertian Kepemimpinan Menurut Para ahli :
1. Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian
Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar
mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut
untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang
diinginkan kelompok.
2. Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu
bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup
mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang
berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian
khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
3. Menurut D.E. McFarland mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah
suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberi perintah atau
pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain
dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

7
4. J.M. Pfiffner mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah seni
mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok
untuk mencapai tujuan yang di inginkan.

2.2. Pengertian Kepemimpinan Pendidikan


Kepemimpinan pendidikan adalah suatu kesiapan, kemampuan yang
dimiliki oleh seseorang dalam proses mempengaruhi, mendorong,
membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan orang lain yang ada
hubungannya dengan pelaksanaan dan pengembangan pendidikan dan
pengajaran agar segenap kegiatan dapat berjalan secara efektif dan efisien
dalam mencapai tujuan pendidikan.
Charles W. Boardman dalam bukunya “Democratic Supervision in
Secondary School” menguraikan bahwa: As the educational leader of the
school he must have the ability to organize and assist the faculty in
formulating a program for the improvement of instruction in school. He
must inspire confidence in teachers, secure cooperation in developing the
supervision program, and stimulate them into active participation in the
effort to attain its objectives.
Uraian Charles W. Boardman tersebut menekankan bahwa seorang
pemimpin pendidikan (sekolah) harus memiliki beberapa keterampilan.
Pertama, ia harus memiliki kemampuan mengorganisir dan membantu staf
dalam merumuskan perbaikan program pembelajaran. Kedua, kemampuan
memupuk kepercayaan diri guru-guru dan anggota staf sekolah. Ketiga,
kemampuan membangun kerjasama dalam pengembangan program
supervisi. Keempat, kemampuan mendorong para personalia sekolah agar
turut berpartisipasi dalam usaha-usaha mencapai tujuan sekolah yang telah
dirumuskan.
Kepemimpinan pendidikan memiliki orientasi agar sumber daya
manusia dalam ruang lingkup pendidikan dapat dikoordinasikan untuk
berkerja secara optimal dalam mencapai tujuan yang ada. Tujuan ini
meliputi tujuan baik dalam lingkup aktifitas kelas (pembelajaran), satuan
pendidikan, maupun departemental.

8
Menurut Wikipedia, kepemimpinan pendidikan adalah proses
meminta dan membimbing bakat dan energi guru, murid, dan orang tua
untuk mencapai tujuan pendidikan bersama. Istilah ini sering digunakan
secara sinonim dengan kepemimpinan sekolah di Amerika Serikat dan telah
menggantikan manajemen pendidikan di Inggris Raya. Beberapa universitas
di Amerika Serikat menawarkan gelar sarjana dalam kepemimpinan
pendidikan.
Kepemimpinan sekolah Istilah muncul pada akhir abad ke-20 karena
beberapa alasan. Tuntutan dibuat di sekolah untuk tingkat prestasi murid
yang lebih tinggi, dan sekolah diharapkan untuk meningkatkan dan
mereformasi. Harapan ini dibarengi dengan tuntutan akuntabilitas di tingkat
sekolah. Pemeliharaan status quo tidak lagi dianggap dapat diterima.
Administrasi dan manajemen adalah istilah yang berkonotasi dengan
stabilitas melalui pelaksanaan kontrol dan pengawasan. Konsep
kepemimpinan disukai karena menyampaikan dinamisme dan proaktif.
Kepala sekolah atau kepala sekolah biasanya dianggap sebagai pemimpin
sekolah; Namun, kepemimpinan sekolah dapat mencakup orang lain, seperti
anggota tim kepemimpinan formal dan orang lain yang berkontribusi
terhadap tujuan sekolah.
Sementara kepemimpinan sekolah atau kepemimpinan pendidikan
menjadi populer sebagai pengganti administrasi pendidikan dalam beberapa
tahun terakhir, kepemimpinan bisa dibilang hanya menyajikan sebagian
gambaran pekerjaan sekolah, divisi atau distrik, dan kementerian atau
lembaga pendidikan negara, belum lagi bidang penelitian. dieksplorasi oleh
fakultas universitas di departemen yang berkaitan dengan operasional
sekolah dan lembaga pendidikan. Untuk alasan ini, mungkin ada alasan
untuk mempertanyakan manfaat istilah tersebut sebagai tujuan umum untuk
bidang tersebut. Sebaliknya, etiologi penggunaannya dapat ditemukan
dalam model tata kelola sosial dan ekonomi neoliberal yang lebih umum
dan sementara dialami, terutama di Amerika Serikat dan Inggris Raya.
Dalam pandangan ini, istilah tersebut dipahami sebagai pinjaman dari
bisnis.

9
2.3. Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan
Dalam hubungannya dengan misi pendidikan, kepemimpinan dapat
diartikan sebagai usaha Kepala Sekolah dalam memimpin, mempengaruhi
dan memberikan bimbingan kepada para personil pendidikan sebagai
bawahan agar tujuan pendidikan dan pengajaran dapat tercapai melalui
serangkaian kegiatan yang telah direncanakan.
Fungsi kepemimpinan pendidikan menunjuk kepada berbagai aktivitas
atau tindakan yang dilakukan oleh seorang Kepala Sekolah dalam upaya
menggerakkan guru-guru, karyawan, siswa dan anggota masyarakat agar m
atau berbuat sesuatu guna melaksanakan program-program pendidikan di
sekolah. Lebih lanjut, M.I. Anwar mengatakan bahwa untuk memungkinkan
tercapainya tujuan kepemimpinan pendidikan di sekolah, pada pokoknya
kepemimpinan pendidikan memiliki tiga fungsi berikut:
1. Membantu kelompok merumuskan tujuan pendidikan yang akan dicapai
yang akan menjadi pedoman untuk menentukan kegiatan-kegiatan yang
akan dilakukan;
2. Fungsi dalam menggerakkan guru-guru, karyawan, siswa dan anggota
masyarakat untuk menyukseskan program pendidikan di sekolah; dan
3. Menciptakan sekolah sebagai suatu lingkungan kerja yang harmonis
sehat, dinamis, dan nyaman, sehingga segenap anggota dapat bekerja
dengan penuh produktivitas akan memperoleh kepuasan kerja tinggi.
Artinya pemimpin harus menciptakan iklim organisasi yang mampu
mendorong produktivitas pendidikan yang tinggi dan kepuasan kerja
yang maksimal.
Kemampuan seorang pemimpin mempengaruhi orang lain didukung
oleh kelebihan yang dimilikinya, baik yang berkaitan dengan sifat
kepribadian maupun yang berkaitan dengan keluasan pengetahuan dan
pengalamannya, yang mendapat pengakuan dari orang-orang yang dipimpin.
Menurut Lezotte sekolah yang efektif tercipta karena kepemimpinan yang
diterapkan di sekolah diarahkan pada proses pemberdayaan para guru
sehingga kinerja guru lebih berdasarkan pada prinsip-prinsip dan konsep
bersama, bukan karena suatu instruksi dari pimpinan. Peningkatan mutu
sekolah memerlukan perubahan kultur organisasi suatu perubahan yang

10
mendasar tentang bagaimana individu – individu dan kelompok memahami
pekerjaan dan perannya dalam organisasi sekolah. Kultur sekolah terutama
dihasilkan oleh kepemimpinan Kepala Sekolah .
Kepala Sekolah harus memahami bahwa sekolah sebagai suatu
sistem organik, sehingga mampu berperan sebagai pemimpin leader
dibandingkan sebagai manajer. Sebagai Leader Kepala Sekolah harus :
1. Lebih banyak mengarahkan daripada mendorong atau memaksa;
2. Lebih bersandar pada kerja sama dalam menjalankan tugas
dibandingkan bersandar pada kekuasaan atau Surat Keputusan (SK);
3. Senantiasa menanamkan kepercayaan pada diri guru dan staf
administrasi, bukannya menciptakan rasa takut;
4. Senantiasa menunjukkan bagaimana cara melakukan sesuatu daripada
menunjukkan bahwa ia tahu sesuatu;
5. Senantiasa mengembangkan suasana antusias, bukannya
mengembangkan suasana yang menjemukan; dan
6. Senantiasa memperbaiki kesalahan yang ada daripada menyalahkan
kesalahan pada seseorang, bekerja dengan penuh kesungguhan,
bukannya ogah-ogahan karena serba kekurangan.
Agar kepemimpinan Kepala Sekolah efektif, beberapa sifat dan gaya
kepemimpinan seorang pemimpin (Kepala Sekolah) dalam menggalang
hubungan baik dengan orang-orang yang dipimpin yaitu:
1. Memberi contoh;
2. Berkepentingan pada kualitas;
3. Bekerja dengan landasan hubungan kemansuiaan yang baik;
4. Memahami masyarakat sekitarnya;
5. Memiliki sikap mental yang baik;
6. Berkepentingan dengan staf dan sekolah;
7. Melakukan kompromi untuk mencapai kesepakatan;
8. Mempertahankan stabilitas;
9. Mampu mengatasi stres;
10. Menciptakan struktur agar sesuatu bisa terjadi;
11. Mentolerir adanya kesalahan;

11
12. Tidak menciptakan konflik pribadi;
13. Memimpin melalui pendekatan yang positif;
14. Tidak mendahului orang-orang yang dipimipinnya;
15. Mudah dihubungi oleh orang; dan
16. Memiliki keluarga yang serasi
Kepemimpinan Kepala Sekolah harus dapat menggerakkan dan
memotivasi kepada:
1. Guru, untuk menyusun program, menyajikan program dengan baik,
melaksanakan evaluasi, melakukan analisis hasil belajar dan
melaksanakan perbaikan dan pengayaan secara tertib dan bertanggung
jawab.
2. Karyawan, untuk mengerjakan tugas administrasi dengan baik,
melaksanakan kebersihan lingkungan secara rutin, melaksanakan tugas
pemeliharaan gedung dan perawatan barang-barang inventaris dengan
baik dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab;
3. Siswa, untuk rajin belajar secara tertib, terarah dan teratur dengan penuh
kesadaran yang berorientasi masa depan; dan
4. Orang tua dan masyarakat, agar mampu untuk menumbuhkan dan
mengembangkan kemitraan yang lebih baik agar partisipasi mereka
terhadap usaha pengembangan sekolah makin meningkat dan dirasakan
sebagai suatu kewajiban, bukan sesuatu yang membebani.
Yang lebih penting lagi, kepemimpinan Kepala Sekolah harus dapat
memberikan kesejahteraan lahir batin, mengembangkan kekeluargaan yang
lebih baik, meningkatkan rasa kebersamaan dalam mencapai tujuan dan
menumbuhkan budaya positif yang kuat di lingkungan sekolah.
Komponen sekolah, termasuk sekolah dasar dan madrasah ibidaiyah,
terdiri dari administrasi sekolah, kelembagaan, ketenagaan, kurikulum,
siswa, sarana, prasarana, dan situasi umum sekolah. Kepala Sekolah
merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam keberhasilan sekolah
mencapai tujuannya.
Kegiatan Kepala Sekolah tidak hanya berkaitan dengan pimpinan
pengajaran saja, melainkan meliputi seluruh kegiatan sekolah, seperti

12
pengaturan, pengelolaan sekolah, dan supervisi terhadap staf guru dan staf
administrasi. Kepala Sekolah pada dasarnya melakukan kegiatan yang
beraneka macam dari kegiatan yang bersifat akademik, administratif,
kegiatan kemanusiaan dan kegiatan sosial.
Banyak kegiatan Kepala Sekolah yang sangat bermanfaat, yang bisa ditiru
oleh Kepala Sekolah lain dalam melaksanakan tugasnya. Beberapa sekolah
yang mempunyai prestasi yang baik di dalam pengelolaan sekolah (prestasi
hasil belajar siswa, hubungan sekolah dengan masyarakat) dapat dijadikan
bahan kajian oleh sekolah lain dalam rangka mengelola sekolahnya sendiri.
Walaupun disadari pula bahwa tidak ada situasi yang sama yang dapat
dijadikan landasan untuk pengelolaan sekolah seperti guru, siswa,
administrasi dan alat peralatan. Hal ini sangat mempengaruhi bagi
terciptanya sekolah yang efektif. Kepala Sekolah sebagai pemimpin
pendidikan mempunyai tugas memadukan unsur-unsur sekolah dengan
situasi lingkungan budayanya, yang merupakan kondisi bagi terciptanya
sekolah yang efektif. Sekolah yang efektif adalah sekolah yang memiliki
mutu yang baik. Artinya, bahwa mutu siswa yang dihasilkan oleh sekola itu
mempunyai kemampuan dan keterampilan sesuai dengan tuntutan dan
keinginan masyarakat dan menjawab tantangan moral, mental dan
perkembangan ilmu serta teknologi. Siswa yang bermutu adalah siswa yang
memiliki kemampuan dan potensi mengembangkan dirinyak menjadi warga
yang berguna bagi nusa, bangsa dan negara.
Dengan demikian maka Kepala Sekolah adalah seorang pemimpin
pendidikan yang merencanakan, mengorganisasikan, mengkoordinasikan,
mengawasi, dan menyelesaikan seluruh kegiatan pendidikan di sekolah
dalam pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran. Mulyasa
menyimpulkan bahwa Kepala Sekolah memiliki tujuh peran yaitu Kepala
Sekolah selaku Edukator, Manajer, Advisor, Supervisor, Leader, Inovator,
dan Motivator (EMAS LIM) sebagai seorang pemimpin, Kepala Sekolah
bertindak dan berperan elaku supervisor yang berkewajiban agar tiap guru
atau bawahannya melakukan situasi sesuai dengan tanggung jawab yang
diembannya. Tanggung jawab supervisor adalah mengusahakan agar guru

13
sebagai bawahannya mau melaksanakan tugasnya sesuai dengan
persyaratan-persyaratan tugas/pekerjaan yang telah ditetapkan.
Sebagai seorang supervisor, Kepala Sekolah diharapkan bertindak sebagai
seorang konsultan yang dinamis, menyiapkan supervise pendidikan dari
latihan, instruksi, penyuluhan dan evaluasi. Dengan demikian tugas utama
seorang supervisor adalah menolong seorang bawahan mencapai tujuan
organisasi dengan cara menunjukkan kepada bawahan, bagaimana cara
menyelesaikan tugas dengan mempengaruhi kemampuan bawahan.
Dalam melaksanakan perannya sebagai seorang supervisor, Kepala
Sekolah dituntut untuk lebih dekat dengan para guru, khususnya pada saat
mereka berada di lingkungan sekolah. Pengamatan terhadap guru dapat
dilakukan melalui pengamatan langsung pada proses mengajar, maupun
supervisi terhadap perilaku pengajaran. Kepala Sekolah harus mampu
menggerakkan guru agar melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru.
Evaluasi terhadap guru dapat dilakukan oleh guru, siswa dan Kepala
Sekolah. Evaluasi ini dalam rangka mengetahui sampai sejauhmana
guruguru melaksanakan tugasnya, sesuai dengan program atau rencana
satuan bahan pelajaran (apakah guru tersebut telah berhasil menyelesaikan
bahan pelajaran dalam waktu yang telah
ditentukan).
Adapun tugas guru, selain mengajar, mendidik dan melatih siswa,
masih di bebani tugas tambahan, yaitu membantu Kepala Sekolah dalam
melaksanakan tugas.
Kepala Sekolah juga merupakan sosok “yang dituakan” sehingga yang
diharapkan darinya adalah contoh dan teladan yang baik. Kedudukan
sebagai kepala keluarga membawa dampak bahwa Kepala Sekolah
berkewajiban melaksanakan bimbingan dan teguran terhadap anak yang
melakukan kesalahan dengan sikap kebapakan, dan tidak dilandasi dengan
sikap kecurigaan. Sekolah dianggap sebagai keluarga besar yang
memerlukan kerjasama antara warganya, dan kerjasama itulah yang
merupakan landasan keberhasilan sekolah.

14
Oleh karena itu, dalam persepsi guru, seorang Kepala Sekolah harus
memiliki karakteristik sebagai kepala keluarga di sekolah. Sifat-sifat atau
karakteristik seorang Kepala Sekolah sebagai kepala keluarga di sekolah,
yaitu:
1. Memiliki integritas, yaitu bersifat tegas dan jujur, baik tercermin dari
sifat-sifat pribadinya maupun dalam pelaksanaan prinsip-prinsip
moralnya;
2. Adil, yaitu harus bersikap adil terhadap kebenaran dan tidak ada
perbedaan perlakuan kepada siapapun;
3. Kemampuan, yaitu mampu melaksanakan tugasnya dan mampu
melaksanakan hubungan kemanusiaan dengan baik;
4. Memiliki intuisi, yaitu mampu melaksanakan tugasnya dan mampu
melaksanakan hubungan kemanusiaan dengan baik; dan
5. Reliabilitas, yaitu memiliki kemampuan untuk bekerja sama dengan
orang lain dalam melaksanakan komitmennya.
Dalam persepsi guru, karakteristik-karakeristik itulah yang harus
tercermin dari seorang Kepala Sekolah sebagai seorang pemimpin
pendidikan yaitu Kepala Sekolah harus memiliki kemampuan sebagai
edukator, manajer, advisor, supervisor, leader, inovator dan motivator
(EMASLIM).
Dari pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan seorang Kepala Sekolah akan berpengaruh terhadap
kedisiplinan guru dalam rangka melaksanakan tugas-tugasnya selaku
pendidik, pengajar, dan pelatih.
Sebagaimana telah disampaikan di muka, bahwa Kepala Sekolah
sebagai pemimpin pendidikan mempunyai tugas memadukan unsur-unsur
sekolah dengan memperhatikan situasi lingkungan budayanya, yang
merupakan kondisi bagi terciptanya sekolah yang efektif.
Sekolah yang efektif adalah sekolah yang memiliki mutu yang baik.
Artinya, bahwa mutu siswa yang dihasilkan oleh sekolah itu mempunyai
kemampuan dan keterampilan sesuai dengan tuntutan dan keinginan
masyarakat dan menjawab tantangan moral, mental dan perkembangan ilmu

15
serta teknologi. Siswa yang bermutu adalah siswa yang memiliki
kemampuan dan potensi mengembangkan dirinya menjadi warga yang
berguna bagi nusa, bangsa dan negara.
Dengan demikian, maka Kepala Sekolah adalah seorang pemimpin
pendidikan yang mempunyai tugas untuk melaksanakan fungsi – fungsi
manajemen, yaitu merencanakan, mengorganisasikan, mengkoordinasikan,
mengawasi dan menyelesaikan seluruh kegiatan pendidikan di sekolah,
dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran secara bersama-
sama.

2.4. Model – Model Kepemimpinan Pendidikan


Model – model kepemimpinan masa lalu
1. Model Watak Kepemimpinan
Pada umumnya studi – studi kepemimpinan pada tahap awal
mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para
pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan,
ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial
ekonomi, dan lain-lain (Bass1960, Stogdill 1974).
Stogdill (1974) menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor
pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut yaitu
kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status, dan situasi.
Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor – faktor
yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak
konsisten dan tidak didukung dengan hasil – hasil studi yang lain.
Disamping itu, watak pribadi bukanlah faktor yang dominan dalam
menentukan keberhasilan kinerja managerial para pemimpin. Hingga
tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk untuk
mengindifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh
pemimpin yang baik, dandari studi – studi tersebut dinyatakan bahwa
hubungan antara karakteristik, watak dengan efektifitas kepemimpinan,
walupun positif tetapi signifikasinya sangat rendah (Stogdill 1970).
Bukti – bukti yang ada menyarankan bahwa apabila kepemimpinan
didasarkan pada faktor situasi, maka pengaruh watak yang dimiliki oleh

16
para pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak segnifikan. Kegagalan
studi – studi tentang kepemimpinan pada periode awal ini yang tidak
berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara watak pribadi
pemimpin dan kepemimpinan membuat para penelitiuntuk mencari
factor – faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor situasi
yang diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik
antara pemimpin dan pengikut.
2. Model Kepemimpinan Situasional
Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan
model watak kepemimpinan denganfocus utama faktor situasi sebagai
variable penentu kemampuan kepemimpinan.
Studi – studi kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi
karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang
membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas – tugas
organisasi secara efektif dan efisien. Dan juga model ini membahas
aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya
berdasarkan watak kepribadian pemimpin.
Hencley (1973) menyatakan bahwa faktor situasi lebih menentukan
keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan watak pribadinya,
menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini seseorang bisa
dianggap sebagai pemimpin atau pengikut tergantung pada situasi atau
keadaan yang dihadapi. Banyak studi yang mencoba untuk
mengidentifikasi karakteristik situasi khusus yangmempengaruhi kinerja
para pemimpin.
Hoy dan Miskel (1987) menyatakan bahwa terdapat empat faktor
yang mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu sifat struktural organisasi,
iklim atau lingkungan organisasi, karakteristik tugas atau peran dan
karakteristik bawahan.
Kajian model kepemimpinan situasional lebih menjelaskan
fenomena kepemimpinan dibandingkan dengan model terdahulu. Namun
demikian model ini masih dianggap belum memadaikarena model ini

17
tidak dapat memprediksikan kecakapan kepemimpinan yang mana yang
lebih efektif dalam situasi tertentu.
3. Model Pemimpin Yang Efektif
Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang
tipe - tipe tingkah laku parapemimpin yang efektif. Tingkah laku para
pemimpin dapat dikategorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur
kelembagaan dan konsiderasi.
Dimensi struktur kelembagaan menggambarkan sampai sejauh
mana pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok
dalam rangka mencapai tujuan organisasi serta sejauh mana
parapemimpin mengorganisasikan kegiatan – kegiatan kelompok
mereka, dimensi ini dikaitkan dengan usahapara pemimpin mencapai
tujuan organisasi.
Dimensi konsiderasi menggambarkan sampai sejauh mana tingkat
hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya, dan sampai sejauh
mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi bagi
bawahan, misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan
penghargaan yang mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi.
Dimensi konsiderasi ini juga dikaitkan dengan adanya pendekatan
kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi
dan hubungan manusiawi.
Halpin (1966) menyatakan bahwa tingkah laku pemimpin yang
efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi terhadap dua aspek
diatas. Dia berpendapat bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin
yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur dan
mempunyai hubungan dan persahabatan yang sangat baik. Secara
ringkas model kepemimpinan efektif ini mendukunganggapan bahwa
pemimpin yang efektif adalah pamimpin yang dapat menangani kedua
aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam organisasinya.
4. Model Kepemimpinan Kontingensi

18
Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada
kecocokan antara karakteristis watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya
dan fariabel – fariabel situasional.
Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi
yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka
model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih
luas, yakni pada aspek – aspek keterkaitan antara kondisi atau variable
situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja
pemimpin (Hoy and Miskel 1987).
Fiedler (1967) beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap
efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya
kepemimpinan dan sesuai situasi yang dihadapinya. Menurutnya ada
tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiganya
ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin, ketiga faktor
tersebut adalah:
a. Hubungan antara pemimpin dan bawahan, yaitu sampai sejauh mana
pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan untuk mengikuti
petunjuk pemimpin.
b. Struktur tugas yaitu sampai sejauh mana tugas – tugas dalam
organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana tugas –
tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur
yangbaku.
c. Kekuatan posisi, yaitu sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan
yang dimiliki oleh pemimpin, karena posisinya diterapkan dalam
organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting
dannilai dari tugas – tugas mereka masing – masing. Kekuatan posisi
juga menjelaskan sampai sejauh manapemimpin menggunakan
otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi
danpenurunan pangkat.
Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih
sempurna dibandingkan model – model sebelumnya dalam memahami
aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian modelini

19
belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang
paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan
variable situasional.
Model Kpemimpinan Masa Kini (sekarang)
1. Model Kepemimpinan Transaksional.
Kepemimpinan transaksional adalah hubungan antara pemimpin
dan bawahan serta ditetapkandengan jelas peran dan tugas-tugasnya.
Menurut Masi and Robert (2000), kepemimpinan transaksional
digambarkan sebagai mempertukarkan sesuatu yang berharga bagi yang
lain antara pemimpin dan bawahannya (ContingenRiward), intervensi
yang dilakukan oleh pemimpin dalam proses organisasional
dimaksudkan untuk mengendalikan dan memperbaiki kesalahan yang
melibatkan interaksi antara pemimpin dan bawahannya bersifat pro
aktivitas. Kepemimpinan transaksional aktif menekankan pemberian
penghargaan kepada bawahan untuk mencapai kinerja yang diharapkan.
Oleh karena itu, secara pro aktif seorang pemimpin memerlukan
informasi untuk menentukan apa yang saat ini dibutuhkan bawahannya.
Berdasarkan dari uraian tersebut diatas, maka dapat dikatakan
bahwa prinsip utama darikepemimpinan transaksional adalah
mengaitkan kebutuhan individu pada apa yang diinginkan pemimpin
untuk dicapai dengan apa penghargaan yang diinginkan oleh
bawahannya memungkinkan adanya peningkatan motivasi bawahan.
Steers (1996).
2. Model Kepemimpinan Transformasional
Teori ini mengacu pada kemampuan seorang pemimpin untuk
memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang individukan
dan yang memiliki charisma. Dengan kata lain,
pemimpintransformasional adalah pemimpin yang mampu
memperhatikan keprihatinan dan kebutuhanpengembangan diri pengikut
untuk mengeluarkan upaya ekstra untuk mencapai tujuan kelompok.
Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa
seorang pemimpin perlumenentukan apa yang perlu dilakukan para

20
bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu,
pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian
tugas – tugas organisasi.
Untuk memotifasi agar bawahan melekukan tanggung jawab
mereka, para pemimpintransaksional sangat mengandalkan pada sistem
pemberian penghargaan dan hukuman padabawahannya.
Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa pamimpin
transformasional merupakan pemimpin yang kharismatik dan
mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi
mencapaitujuannya. Pemimpin transformasional juga harus mempunyai
kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya,
serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi
dari pada apa yang mereka butuhkan.
Yamarino dan Bass (1990), pemimpin trasformasional harus
mampu membujuk parabawahannya melakukan tugas – tugas mereka
melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang
lebih besar.
Bass dan Avolio (1994), mengemukakan bahwa kepemimpinan
transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai
―The Four I’s”:
a. Perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi,
menghormati sekaligus mempercayai (Pengaruh ideal).
b. Pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang
mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi
bawahan (Motivasi – inspirasi)
c. Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide – ide
baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-
permasalahan yang dihadapi bawahan (stimulasi intelektual).
d. Pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang
pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian
masukan – masukan bawahan dan secara khusus mau

21
memperhatikan kebutuhan – kebutuhan bawahan akan
pengembangan karir (konsederasi individu).
Banyak peneliti dan praktisi managemen yang sepakat bahwa
model kepemimpinan transformasional merupakan konsep
kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin
(Sarros dan Butchatsky 1996).
Hasil survey Parry (2000) yang dilakukan di New Zealand,
menunjukkan tidak adapertentangan dengan penemuan – penemuan
sebelumnya tentang efektifitas kepemimpinan transformasional.
Disamping itu Parry juga berpendapat bahwa kepemimpinan
transformasional dapatdilatihkan, pendapat ini didasarkan pada temuan
– temuannya yaitu keberhasilan pelatihan kepemimpinan
transformasional yang dilakukan di New Zealand sebagai berikut:
a. Berhasil meningkatkan kemampuan pelaksanaan kepemimpinan
transformasional lebih dari 11% (dilihat dari peningkatan hasil
usahanya) setelah dua hingga tiga bulan dilatih.
b. Berhasil meningkatkan kegiatan kerja bawahan sebesar 11% setelah
dua hingga tiga bulan dilatih.
Ada juga yang berpendapat Model – Model Kepemimpinan Pendidikan,
sebagai berikut :
1. Model Kepemimpinan Kontinum (Otokratis – Demokratis)
Pemimpin memengaruhi pengikutnya melalui beberapacara, yaitu
dari cara yang menonjolkan sisi ekstrem yang disebut dengan perilaku
otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisiek stremlainnya
yang disebut dengan perilaku demokratis. Perilaku otokratis pada
umumn yang bersifat negatif, ketika sumber kuasa atau wewenang
bersal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi, otoritasberada di tangan
pemimpin karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada
pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan
bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat
negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat, antara lain
pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada

22
pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan.
Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokrati sini adalah pada tugas
dan selalu memberikan arahan kepada bawahannya.
Perilaku demokratis adalah perilaku kepemimpinan ini
memperoleh sumber kekuasaan atau wewenang yang berawal dari
bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan
pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinan berusaha mengutamakan
kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, ketika si pemimpin
senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya.
Kebijakan disini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok. Namun,
kenyataannya, perilaku kepemimpinan ini tidak mengacu pada dua
model perilaku kepemimpinan yang ekstrem di atas, tetapi memiliki
kecenderungan yang terdapat diantara dua sisi ektrem tersebut.
2. Model Kepemimpinan Ohio
Dalampenelitiannya, universitas Ohio melahirkan teori dua faktor
tentang gaya kepemimpinan, yaitu struktur inisiasi dan konsiderasi.
Struktur insiasi mengacu kepada perilaku pemimpin dalam
menggambarkan hubungan antara dirinya dengan anggota kelompok
kerja dalam upaya membentuk polaorganisasi, saluran komunikasi, dan
metode atau prosedur yang ditetapkan dengan baik. Adapun konsiderasi
mengacu kepada perilaku yang menunjukan persahabatan, kepercayaan
timbal balik, rasa hormat, dan kehangatan dalam hubungan antara
pemimpin dengan anggota staffnya (bawahan). Adapaun contoh dari
faktor konsiderasi adalah pemimpin menyediakan waktu untuk
menyimak anggota kelompok, pemimpin mau mengadakan perubahan,
dan pemimpin bersikap bersahabat dan dapat didekati. Sedangkan,
contoh untuk faktor strukturinisiasi adalah pemimpin menugaskan tugas
tertentu kepada anggota kelompok, pemimpin meminta anggota
kelompok mematuhi tata tertib dan peraturan standar, dan pemimpin
memberitahu anggota kelompok tentang hal – hal yang diharapkan dari
mereka.
3. Model Kepemimpinan Likert (Likert’s Management System)

23
Likert mengembangkan suatu pendekatan pentinguntuk memahami
perilaku pemimpin. Ia mengembangkan teori kepemimpinan dua
dimensi, yaitu orientasi tugas dan individu. Melalui penelitian ini
akhirnya Likert berhasil merancang empat sistem kepemimpinan seperti
yang diungkapan oleh Thoha, yang dikutip oleh E. Mulyasa, yaitu
sistem otoriter, otoriter yang bijaksana, konsultatif, dan partisipatif.
a. Sistemotoriter (sangat otokratis)
Dalam sistem ini, pemimpin menentukan semua keputusan yang
berkaitan dengan pekerjaan dan pemerintah dan semua bawahan
untuk menjalankannya.
b. Sistemotoriterbijak (otokrati spaternalistik)
Perbedaan dengan sistem sebelumnya adalah terletak kepada adanya
fleksibilitas pimpinan dalam menetapkan standar yang ditandai
dengan meminta kepada bawahan
c. Sistemkonsultatif
Kondisi lingkungan kerja pada sistem ini dicirikan adanya pola
komunikasi dua arah antara pemimpin dan bawahan
d. Sistempartisipatif
Pada sistem ini, pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang lebih
menekankan pada kerja kelompok di tingkat bawah.
4. Model Kepemimpinan Managerial Great
Jika dalam model ohio, kepemimpinan ditinjau dari sisi struktur
inisiasi dan konsideransinya. Dalam model managerial grid yang
disampaikan oleh Blake dan Mouton, seperti yang dikutip oleh E.
Mulayasa, memperkenalkan model kepemimpinan yang ditinjau dari
perhatiannya terhadap produksi atau tugas dan perhatian pada orang.
Perhatian pada produksi (tugas) adalah sikap pemimpin yang
menekankan mutu, keputusan, prosedur, mutu pelayanan staff, efisiensi
kerja, dan jumlah pengeluaran. Sedangkan, perhatian kepada orang
adalah sikap pemimpin yang memperhatikan anak buah dalam rangka
pencapaian tujuan.
5. Model Kontingensi Fiedler

24
Dalam teori kontingensi (kemungkinan) variabel – variabel yang
berhubungan dengan kepemimpinan dalam pencapaian tugas merupakan
suatu hal yang sangat menentukan pada gerak akselerasi pencapaian
tujuan organisasi. Dalam memunculkan teori ini perhatian Fiedler adalah
pada perbedaan gaya dan motivasional dari pemimpin.
6. Kepemimpinan Situasional
Artinya, teori ini menekankan pada ciri – cirri pribadi pemimpin
dan situasi, mengemukakan dan mencoba untuk mengukur atau
memperkirakan ciri – ciri pribadi ini, dan membantu pimpinan dengan
garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang didasarkan kepada
kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian dan situasional.
7. Model Kepemimpinan Tiga Dimensi
Intisaridari model ini terletak pada pemikiran, bahwa
kepemimpinan dengan kombinasi perilaku hubungan dan perilaku tugas
dapat saja sama, namun hal tersebut tidak menjamin memiliki efektivitas
yang sama pula. Artinya, untuk setiap empat gaya utama perilaku
kepemimpinan, pada masing – masing gaya tesebut ada gaya yang lebih
atau kurang efektif, hal ini terjadi karena perbedaan kondisi lingkungan
yang terjadi dan dihadapi oleh sosok pemimpin dengan kombinasi
perilaku hubungan dan tugas yang sama tersebut memiliki perbedaan.
Secara umum, dimensi efektivitas lingkungan terdiri dari dua bagian,
yaitu dimensi lingkungan yang tidak efektif dan efektif.
8. Model Kepemimpinan Combat
Beberapakarakteristikdari model combattersebut, sebagaimana
yang dideskripsikanoleh J. Salusu, sebagaiberikut :
a. Seorang pemimpin harus bersedia menanggung resiko
b. Berusaha menjadi innovator dan untuk itu perlu secara terus
menerus belajar.
c. Segera bertindak karena tanpa bergerak seseorang tidak bisa
memimpin.
d. Memiliki harapan yang tinggi karena dengan mengharap organisasi
beroleh lebih banyak, seorang pemimpin akan berhasil, paling tidak

25
setengahnya. Harapan itu tentu harus diiringi dengan kemauan keras
dan tindakan – tindakan yang penuh perhitungan.
e. Pertahankan sikap positif, selalu berfikir yang baik, angkatlah
derajat setiap orang yang bekerja disekitar organisasi karena masing
– masing mempunyai peranan yang berarti dalam kehidupan
organisasi.
f. Selalu berada di depan dan tidak menyuruh orang lain untuk maju
lebih dulu.

2.5. Fungsi Kepemimpinan Pendidikan


Secara operasional fungsi kepemimpinan dapat dibedakan dalam lima
fungsi pokok, yaitu:
1. Fungsi Instruksi
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai
komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana,
bilamana, dan di mana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat
dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan
kemampuan untuk menggerakan dan memotivasi orang lain agar mau
melaksanakan perintah.
2. Fungsi Konsultasi
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam
usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerapkali memerlukan bahan
pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang
yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi
yang diperlukan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya
konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat
dilakukan setelah keputusan di tetapkan dan sedang dalam pelaksanaan.
Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan
balik (feed back) untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-
keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.
3. Fungsi Partisipasi
Dalam menjalankan fungsi ini, pemimpin berusaha mengaktifkan orang-
orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil

26
keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti
bebas melakukan semuanya, tetapi dilakukan secara terkendali dan
terarah berupa kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil
tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam
fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.
4. Fungsi Delegasi
Fungsi Delegasi dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan
wewenang membuat atau menetapkan keputusan, baik melalui
persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi
pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu
harus diyakini merupakan pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan
prinsip, persepsi, dan aspirasi.
5. Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses
(efektif) mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam
koordinasi yang efektif sehingga memungkinkan tercapainya tujuan
bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan
melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.
Seluruh fungsi kepemimpinan tersebut diselenggarakan dalam aktivitas
kepemimpinan secara integral, yaitu pemimpin berkewajiban
menjabarkan program kerja, mampu memberikan petunjuk yang jelas,
berusaha mengembangkan kebebasan berfikir dan mengeluarkan
pendapat, mengembangkan kerja sama yang harmonis, mampu
memecahkan maalah dan mengambil keputusan masalah sesuai batas
tanggung jawab masing-masing, menumbuhkembangkan kemampuan
memikul tanggung jawab, dan pemimpin harus mendayagunakan
pengawasan sebagai alat pengendali.

2.6. Ciri – Ciri Kepemimpinan Pendidikan


Keberhasilan suatu organisasi lebih banyak ditentukan dari prilaku
seseorang sehingga kita harus tahu kemampuan apa yang sebenarnya harus
dimiliki oleh seseorang pemimpin. Hadari Nawawi menyebutkan ada

27
beberapa persyaratan yang umumnya harus dimiki oleh sesorang pemimpin
yaitu:
1. Memilikiki kecerdasan intelegensi yang cukup baik
2. Percaya diri
3. Cakap, bergaul, dan ramah tamah
4. Kreatof, penuh inisiatif, dan memiliki hasrat kemauan untuk maju dan
berkenbang menjadi lebih baik
5. Organisatoris yang berpengaruh dan berwibawa
6. Memiliki keahlian dan keterampilan dalam bidangnya
7. Suka menolong, member petunjuk dan dapat menghukum secara
konsekuensi dan bijaksana
8. Memiliki keimbangan / kestabilan emosional dan bersifat sabar
9. Memiliki semangat pengabdian dan kesetiaan yang tinggi
10. Berani mengambil keputusan dan tanggungjawab
11. Jujur, rendah hati, sederhana, dan dapat dipercaya
12. Bijaksana dan berlakuadil
13. Disiplin
14. Berpengatahuan dan berpandangan luas
15. Sehat jasmani dan rohani

2.7. Bentuk – Bentuk Kepemimpinan Pendidikan


Dalam kepemimpinan pendidikan, selain memiliki tipe, gaya juga
memiliki bentuk – bentuk yang dapat dilihat dari beberapa segi diantaranya:
1. Segi kepatuhanan,
a. Kepemimpinan karismatik, Dalam kepemimpinan ini seorang
pemimpin dipatuhi oleh anak buahnya karena memiliki kharisma
atau juga memiliki kekuatan tertentu.
Contohnya kyai, pemimpin tokoh adat.
b. Kepemimpinan tradisional, Dalam kepemimpinan ini seorang
pemimpin dipatuhi karena faktor tradisi, misalnya anaknya pejabat
suatu wilayah, anaknya kyai dan sebagainya.
Contohnya orang yang dituakan didaerahnya.

28
c. Kepemimpinan rasional, Dalam kepemimpinan ini seorang
pemimpin dipatuhikarena faktor – faktor yang obyektif, misalnya
profesionalitas atau kemampuan dibidangnya.
Contohnya orang yang dianggap mampu oleh banyak orang.
2. Segi pelaksanaan fungsi pengambilan keputusan :
a. Kepemimpinan otokratis adalah modal kepemimpinan yang diktator,
segalakeputusan ditentukan oleh pimpinan, sementara anak buahnya
pasif. Adapun ciri – ciri dari pemimpin seperti ini menganggap
organisasi sebagai pemilik pribadi, tidak mau menerima kritik dan
saran, mengabaikan asas musyawarah mufakat, pengawasan
dilakukan secara ketat tidak menggunakan prinsip partisipasi namun
pengawasannya bersifat menilai dan menghakimi, kaku dalam
bersikap dan tidak bisa melihat situasidan kondisi akan tetapi selalu
memaksakan kehendak, akibatnya guru menjadi orangyang penurut
dan tidak mampu berinisiatif serta adanya konflik antara pimpinan
dan bawahan dan anatara anggota – anggota staf kerja itu sendiri dan
guru takut untuk mengambil keputusan. Hampir sama dengan segi
militelistik.
b. Kepemimpinan partisipatif atau demokratis adalah kepemimpinan
yang aktif, dinamis, dan terarah yang berusaha memanfaatkan setiap
orang untuk kepentingankemajuan dan perkembangan organisasi!
Saran – saran, pendapat – pendapat dan kritik – kritik setiap anggota
disalurkan dengan sebaik – baiknya dan diusahakan
memanfaatkannya bagi pertumbuhan dan kemajuan organisasi
sebagai perwujudan tanggung jawab bersama. Maka pemimpin yang
seperti ini akan menghasilkan adanya partisipasi yang aktif dari
semua anggota kelompok yang berkesempatan untuk secara
demokratis memberi kekuasaan dan tanggung jawab.
c. Kepemimpinan Laissez Faire adalah kepemimpinan yang tidak
memperhatikan anak buahnya dalam memberi pengarahan dan
bimbingan. Mereka dibiarkan berjalan sendiri – sendiri, pemimpin
seperti ini mempunyai keyakinan bahwa dengan member kebebasan

29
yang seluas – luasnya pada bawahan maka usahanya cepat berhasil.
Dalam suasana kerja yang dihasilkan oleh kepemimpinan pendidikan
semacam itu, tidak dapat dihindarkan timbulnya berbagai ekses
negatif, misalnya berupa konflik – konflik kesimpang siuran kerja
dan kesewenang – wenangan oleh karena masing – masing individu
memunyai kehendak yang berbeda – beda menuntut untuk
dilaksanakan sehingga akibatnya masing – masing adu argumentasi,
adu kekuasaan dan adu kekuatan serta persaingan yang kurang sehat
diantara anggota disamping itu karena pemimpin sama sekali tidak
berperan menyatukan, mengarahkan, mengkoordinir serta
menggerakkan anggotanya.
d. Kepemimpinan militeristik adalah model kepemimpinan gaya
militer, padahal mereka bukan militer. Kepemimpinan yang
menempatkan diri sebagai komandandan yang lain dianggap sebagai
anak buah yang harus menuruti komandannya.
3. Segi formalitas
a. Kepemimpinan formal adalah sebuah bentuk kepemimpinan yang
diangkat secara formal melalui mekanisme pemilihan dengan aturan
– aturan tertentu.
b. Kepemimpinan informal adalah sebuah bentuk kepemimpinan yang
tidak diangkat secara formal, tetapi masyarakat menganggap dia
sebagai pemimpin. Contonya tokoh masyarakat dan sebagainya.
4. Segi positif dan negatif pendekatan
a. Kepemimpinan positif adalah bahwa seorang pemimpin dalam
menjalankan kepemimpinannya selalu menggunakan pendekatan
positif. Misalnya suka memberikan penghargaan kepada orang yang
dipimpin.
b. Kepemimpinan negatif, yaitu kebalikan dari kepemimpinan positif.
Misalnya mengedepankan kemarahan, menakut – nakuti dan
sebagainya. Konsep seorang pemimpin pendidikan tentang
kepemimpinan dan kekuasaaan yang memproyeksikan diri dalam
bentuk sikap kepemimpinan, sifat, dan kegiatan yang dikembangkan

30
dalam lembaga pendidikan yang akan dipimpinnya sehingga akan
mempengaruhi kualitas hasil kerja yang akan dicapai oleh lembaga
pendidikan tersebut. Bentuk – bentuk kepemimpinan sering kita
jumpai dalam kehidupan masyarakat sehari – harimu dan
kebanyakan tidak mengetahuinya.

2.8. Gaya – Gaya Kepemimpinan Pendidikan


Gaya kepemimpinan dalam dunia pendidikan diantaranya tipe gaya
kepemimpinan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan Otokratis Pemimpin bertindak sebagai diktator,
pemimpin adalah pengerak dan penguasa kelompok. Kewajiban
bawahan atau anggota – anggotanya hanyalah mengikuti dan
menjalankan, tidak boleh membatahataupun mengajukan saran.
2. Kepemimpinan yang Laissez Faire (masa bodoh). Pemimpin yang
seperti ini menafsirkan demokrasi dalam arti keliru, karena demokrasi
seolah – olah diartikan sebagai kebebasan bagi setiap anggota untuk
mengemukakan dan mempertahankan pendapatdan kebijakannya masing
– masing. Tingkat keberhasilan organisasi atau lembaga yang dipimpin
dengan Gaya Laissez Faire semata – mata disebabkan karena kesadaran
dan dedikasi beberapa anggota kelompok, dan bukan karena pengaruh
dari pemimpinnya.
3. Kepemimpinan Demokratis Kepemimpinan demokrasi selalu menyadari
bahwa dirinya merupakan bagian darikelompoknya. Berhasil tidaknya
suatu pekerjaan bersama terletak pada kelompok dan pimpinan.
Kepemimpinan Pseudo Demokratis Kepemimpinan model ini
sebenarnya pemimpin yang mempunyai sifat dan sikap otokratis, tetapi
ia pandai memberikan kesan seolah-olah demokratis.

2.9. Tipe – Tipe Kepemimpinan Pendidikan


Dalam setiap realitasnya bahwa pemimpin dalam melaksanakan
proses kepemimpinannya terjadi adanya suatu permbedaan antara pemimpin
yang satu dengan yang lainnya, hal sebagaimana menurut G. R. Terry yang
dikutif Maman Ukas, bahwa pendapatnya membagi tipe-tipe kepemimpinan
menjadi 6, yaitu :

31
1. Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership). Dalam system
kepemimpinan ini, segala sesuatu tindakan itu dilakukan dengan
mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu dilakukan secara lisan atau
langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin yang bersangkutan.
2. Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal leadership). Segala
sesuatu kebijaksanaan yang dilaksanakan melalui bawahan-bawahan
atau media non pribadi baik rencana atau perintah juga pengawasan.
3. Tipe kepemimpinan otoriter (autoritotian leadership). Pemimpin otoriter
biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja
menurut peraturanperaturan yang berlaku secara ketat dan instruksi-
instruksinya harus ditaati.
4. Tipe kepemimpinan demokratis (democratis leadership). Pemimpin yang
demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan
bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab
tentang terlaksananya tujuan bersama. Agar setiap anggota turut
bertanggung jawab, maka seluruh anggota ikut serta dalam segala
kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaian.
Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usahan
pencapaian tujuan.
5. Tipe kepemimpinan paternalistis (paternalistis leadership).
Kepemimpinan ini dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat
kebapakan dalam hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya adalah
untuk melindungi dan untuk memberikan arah seperti halnya seorang
bapak kepada anaknya.
6. Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious leadership). Biasanya
timbul dari kelompok orang-orang yang informal di mana mungkin
mereka berlatih dengan adanya system kompetisi, sehingga bisa
menimbulkan klik-klik dari kelompok yang bersangkutan dan biasanya
akan muncul pemimpin yang mempunyai kelemahan di antara yang ada
dalam kelempok tersebut menurut bidang keahliannya di mana ia ikur
berkecimpung.

32
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kepemimpinan pendidikan adalah suatu kesiapan, kemampuan yang
dimiliki oleh seseorang dalam proses mempengaruhi, mendorong,
membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan orang lain yang ada
hubungannya dengan pelaksanaan dan pengembangan pendidikan dan
pengajaran agar segenap kegiatan dapat berjalan secara efektif dan efisien
dalam mencapai tujuan pendidikan.
3.2. Saran
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan pertolongan pada kami
sehingga kami bisa mempelajari menyelesaikan makalah ini dan tentunya
dalam penyusunan makalah kami masih jauh dari kata sempurna untuk itu
kami mengharapkan saran yang membangun dari para pembaca sebagai
perbaikan makalah kami selanjutnya.

33
DAFTAR PUSTAKA

Aniatih, 2014. “Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan”. (Online).


http://www.aniatih.blogspot.com. (diakses 25 November 2014).
Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2004).
Burhanuddin, Analisis Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Malang :
Bumi Aksara, 1994).
Dadang Sulaeman dan Sunaryo, Psikologi Pendidikan, (Bandung : IKIP Bandung,
1983).
Hidayat, Ara, Machali, Imam, Pengelolaan Pendidikan,Bandung: Pustaka Educa,
2010
I.Nyoman Bertha, Filsafat dan Teori Pendidikan, (Bandung : FIP IKIP Bandung,
1983).
Kepemimpinan Pendidikan (Online),
(http://amcreative.wordpress.com/kepemimpinan-pendidikan/), diakses 9
September2012.
Kurniadin, Didin, Machali, Imam, Manajemen Pendidikan Konsep dan Prinsip
Pengelolaan Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012
Kyle, David. T. 2004. The Four Power of Leadership. Batam: Karisma Press.
Muiz, Abdul. 2008.
M. Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Mutiara Sumber2 Benih
Kecerdasan, 1981).
Maman Suherman, Pengembangan Sarana Belajar, (Jakarta : Karunia, 1986).
Maman Ukas, Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung : Ossa
Promo, 1999).
Marsetio Donosepoetro, Manajemen dalam Pengertian dan Pendidikan Berpikir,
(Surabaya : 1982).
Mulyasa, E, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996)
P.T.Remaja Rosdakarya.

34
Prasetyo, Adhi. 2014. Fungsi dan Peranan Kepemimpinan Pendidikan.
(Online).http://www.duniainformatikaindonesia.blogspot.com.(diakses 25
November 2014).
Purwanto, Ngalim. 2012. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung:
P.T.Remaja Rosdakarya.
Suryosubroto, B. Manajemen Pendidikan di Sekolah: Jakarta: Rineka Cipta, 2004
Thoha, Miftah. 2003. Kepemimpinan dalam Suatu Manajemen: Suatu Pendekatan
Perilaku Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ukhuwahislah. 2014. “Kepemimpinan Pendidikan” (Makalah)
http://www.ukhuwahislah.blogspot.com. (diakses 26 November 2014).
Wahab, Abd, Umiarso,Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual,
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2007
Winardi. 1990. Kepemimpinan dalam Manajemen. Bandung: Rineka Cipta

35

Anda mungkin juga menyukai