Anda di halaman 1dari 15

RESUME

TEH DAN PENGOLAHANNYA

MATA KULIAH : TEKNOLOGI PASCA PANEN


DOSEN PENGAMPU : BIGI U., M.Si.

DISUSUN OLEH:

NAMA : BENI ISWANTO


NPM : 19110036

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN


DHARMA WACANA METRO
2021
2.1 KOMPOSISI KIMIA TEH
Kata teh (Camelia sinensis) berasal dari Cina. Orang Cina daerah Amoy menyebut teh
dengan tay. Nama ini kemudian menyebar ke mancanegara dengan penyebutan yang
sedikit berbeda. Tanaman teh masuk ke Indonesia pada tahun 1684, berupa biji teh dari
Jepang. Dewasa ini di seluruh pelosok Indonesia aneka produk teh dijumpai sehari-hari.
Teh bisa diminum panas atau dingin, sebagai minuman penyegar atau obat
(Setyamidjaja, 2000).
Silsilah kekerabatan tanaman teh dalam dunia tumbuhan termasuk dalam:
Kingdom         : Plantae
Divisio            : Spermatophyta
Sub Divisio     : Angiospermae
Class                : Dicotyledoneae
Ordo                : Guttiferales
Famili              : Tehaceae
Genus              : Camellia
Spesies            : Camellia sinensis

Tanaman teh berbentuk pohon yang tingginya dapat mencapai belasan meter. Namun,
tanaman teh di perkebunan selalu dipangkas untuk memudahkan pemetikan, sehingga
tingginya 90-120 cm. Mahkota tanaman teh berbentuk kerucut dan daunnya berbentuk
jorong atau agak bulat telur terbalik/lanset. Bunga tunggal dan ada yang tersusun dalam
rangkaian kecil. Buah berupa buah kotak berwarna hijau kecoklatan. Akar teh berupa
akar tunggang dan mempunyai banyak akar cabang (Setyamidjaja,2000).

Tanaman teh memerlukan persyaratan tertentu untuk pertumbuhannya. Persyaratan itu


antara lain ketinggian tempat tumbuh dari permukaan laut, curah hujan, temperatur, jenis
dan kesuburan tanah. Teh akan dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi diatas 700 m
dpl (diatas permukaan laut). Curah hujan yang cocok untuk pertumbuhan teh berkisar
2500-3500 mm per tahun, dengan curah hujan minimum 1100-1400 mm per tahun dan
suhu tempat pertumbuhan tanaman teh sebesar 14 – 25º C. Tanah yang baik dan sesuai
dengan kebutuhan tanaman teh adalah tanah yang cukup subur dengan kandungan bahan
organik tinggi, tidak bercadas serta mempunyai pH antara 4,5-6,0. Ada tiga varietas teh
yang terkenal di dunia, yaitu Sinensis,
Assamica dan Cambodia. Saat ini sudah tidak terhitung lagi jumlah hibrid yang
dikembangkan diantara jenis tersebut. Hasil produksi teh Sinensis tidak banyak, tapi
kualitasnya baik. Produksi teh Assamica tinggi dan kualitasnya juga baik.
Teh Cambodia adalah jenis hibrida kedua jenis sebelumnya. Dari hasil penelitian
diketahui bahwa kandungan unsur kimia pada teh merupakan komponen yang banyak
dibutuhkan oleh kesehatan tubuh manusia.

Daun teh yang baru dipetik mengandung air 75 % dari berat daun dan sisanya berupa
padatan dan terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik. Bahan organik yang penting
dalam pengolahan antara lain polifenol, karbohidrat dan turunannya, ikatan nitrogen,
pigmen, enzim dan vitamin. Komposisi kimia teh berdasarkan % berat kering dapat
dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia bubuk teh kering

Senyawa % Berat
Flavonol 25
Flavonol dan flavonol hidroksida 3
Asam polifenol dan depsida 5
Polifenol lain 3
Kafein 3
Theobromin dan theofilin 0,2
Asam amino 4
Asam organic 0,5
Moniosakarida 4
Polisakarida 14
Protein 15
Selulosa 7
Lignin 6
Lemak 2
Klorifil dan pigmen lain 0,5
Abu 5
Volatil <0,1

2.2 PROSES PENGOLAHAN TEH SECARA UMUM


Pengolahan daun teh dimaksudkan untuk mengubah komposisi kimia daun teh segar
secara terkendali, sehingga menjadi hasil olahan yang dapat memunculkan sifat-sifat
yang dikehendaki pada air seduhannya, seperti warna, rasa, dan aroma yang baik dan
disukai. Teh di Indonesia ada tiga jenis berdasarkan cara pengolahannya, yaitu teh hitam
(black tea/fermented tea), teh hijau (green tea/unfermented tea), dan teh wangi (jasmine
tea). Sedangkan di Taiwan ada satu jenis lagi, yaitu teh oolong (semifermented tea) yang
merupakan hasil dari proses pengolahan peralihan antara teh hijau dan teh hitam
(Nazaruddin,1993).

2.2.1 Pengolahan Teh Hijau


Pengolahan teh hijau di Indonesia telah dikenal sejak lama namun dilaksanakan dengan
peralatan dan teknologi yang sederhana. Teh hijau merupakan pucuk daun muda
tanaman teh yang diolah tanpa melalui proses fermentasi. Tahapan pengolahan teh
hijau yang baik dan benar terdiri dari pelayuan, penggulungan, pengeringan, dan sortasi
kering (Setyawidjaja, 2000).
A. Penyediaan Bahan Baku
1. Pemetikan
Pemetikan adalah pekerjaan memungut sebagian dari tunas-tunas teh beserta
daunnya yang masih muda. Pemetikan berfungsi juga sebagai usaha membentuk
kondisi tanaman agar mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan
(Setyawidjaja, 2000). Jenis petikan menurut waktunya ada tiga, yaitu:
a. Petikan jedangan
Petikan jedangan merupakan petikan yang dilakukan sekitar 2-3 bulan
setelah tanaman dipangkas.
b. Petikan biasa
Setelah 2-2,5 bulan dilakukan petikan jedangan, maka akan tumbuh tunas
tersier dan bentuk tanaman akan rata. Saat itulah dilakukan petikan biasa
atau petikan produksi. Giliran petik sebaiknya dilaksanakan antara 10-11
hari dan berlangsung sampai dilakukan pemangkasan berikutnya.
c. Petikan gendesan
Tanaman yang terus-menerus dipetik akan semakin menurun produksinya.
Untuk mempertahankannya, maka dilakukan pemangkasan. Jarak
pemangkasan ini berjarak 3 tahun setelah pemangkasan pertama. Sebelum
diadakan pemangkasan biasanya masih terdapat pucuk-pucuk yang masih
bisa dipetik. Pemetikan pucuk-pucuk tersebut disebut pemetikan gendesan.
2. Pengangkutan Pucuk
Pengangkutan pucuk merupakan kegitan mengangkut pucuk dari kebun ke
pabrik. Sebelum melaksanakan proses pengolahan, pucuk teh harus dalam
keadaan baik, artinya keadaannya tidak mengalami perubahan selama pemetikan
sampai ke lokasi pengolahan. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan teh
yang bermutu tinggi. Oleh karena itu, proses pengangkutan memilki peranan
yang sangat penting.
Menurut Anonymous (1993), hal yang dilakukan untuk mencegah kerusakan
daun untuk antara lain:
a. Jangan terlalu menekan daun agar daun tidak terperas.
b. Dalam membongkar daun, jangan menggunakan barang-barang dari besi atau
yang tajam agar daun tidak sobek atau patah.
c. Hindari terjadinya penyinaran terik matahari dalam waktu lama, lebih dari 3
jam.
d. Jangan menumpuk daun sebelum dilayukan dalam waktu yang lama (daun
segera dilayukan)
3. Penerimaan Pucuk
Pucuk yang sudah sampai di pabrik harus segera diturunkan dari truk untuk
menghindari kerusakan pucuk, selanjutnya pucuk akan segera ditimbang dan
diangkut ke whitering through untuk dilayukan.

B. Proses Pengolahan Teh Hijau


Untuk mendapatkan teh hijau dengan kualitas yang baik sesuai dengan standar mutu
permintaan pasar, diperlukan suatu program pengolahan yang benar, terarah, dan
sesuai dengan prinsip-prinsip pengolahan yang efisien dan berkesinambungan.
Disamping itu, diperlukan bahan baku (pucuk) yang bermutu tinggi minimal 60%
halus (muda) dan kerusakan pucuk serendah mungkin (5%). Tahapan pengolahan teh
hijau terdiri dari pelayuan, penggulungan, pengeringan, sortasi kering, serta
pengemasan.
a. Pelayuan
Pelayuan pada teh hijau bertujuan untuk menginaktifkan enzim polifenol
oksidase dan menurunkan kandungan air dalam pucuk, agar pucuk menjadi lentur
dan mudah digulung. Proses pelayuan dilakukan sampai pada tahap layu tertentu,
yang sifat pelayuannya berbeda dibanding dengan cara pelayuan teh lokal.

Pelayuan dilaksanakan dengan cara mengalirkan sejumlah pucuk secara


berkesinambungan kedalam alat pelayuan Rotary Panner dalam keadaan panas
dengan suhu pelayuan 80-100oC. Selama proses pelayuan berlangsung
dalam rotary panner, terjadi proses penguapan air baik yang terdapat di
permukaan maupun yang terdapat didalam daun. Uap air yang terjadi harus
secepatnya dikeluarkan dari ruang roll rotary panner, untuk menghindari
terhidrolisanya klorofil oleh uap asam-asam organik.
b. Penggulungan
Penggulungan pada pengolahan teh hijau bertujuan membentuk mutu secara fisik,
karena selama penggulungan, pucuk teh akan dibentuk menjadi gulungan-
gulungan kecil dan terjadi pemotongan. Proses ini harus segera dilakukan setelah
pucuk layu keluar mesin rotary panner.

Penggulungan dilakukan satu kali agar tidak terjadi penghancuran daun teh yang
terlalu banyak, yang dapat meningkatkan jumlah bubuk dengan mutu yang
kurang menguntungkan. Lama penggulungan disesuaikan dengan tingkat layu
pucuk, ukuran, tipe mesin penggulung serta mutu pucuk yang diolah. Lama
penggulungan sebaiknya tidak lebih dari 30 menit dihitung sejak pucuk layu
masuk mesin penggulung (Setyamidjaja, 2000).
c. Pengeringan
Pengeringan pada teh hijau bertujuan untuk menurunkan kadar air dari pucuk
yang digulung hingga 3-4%, memekatkan cairan sel yang menempel di
permukaan daun sampai berbentuk seperti perekat, dan memperbaiki bentuk
gulungan teh jadi. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilaksanakan dua tahap
pengeringan, masing-masing menggunakan mesin yang berbeda.

Mesin pengering pertama disebut ECP (Endless Chain Pressure) Dryer. Pada
mesin pengering ini, suhu diatur supaya suhu masuk 130-135 oC dan suhu keluar
50-55oC dengan lama pengeringan 25 menit. Pada pengeringan pertama ini,
jumlah air yang diuapkan mencapai 50% dari bobot pucuk, sehingga hasilnya
baru setengah kering dengan tingkat kekeringan 30-35%.

Pada pengeringan tahap kedua digunakan mesin pengering Rotary


Dryer tipe  Repeat Rool. Maksud pengeringan kedua adalah untuk menurunkan
kadar air sampai 3-4% serta memperbaiki bentuk gulung teh keringnya.
Pengeringan dalam rotary dryer menggunakan suhu tidak lebih dari 70oC dengan
lama pengeringan 80-90 menit, dan putaran rotary dryer 17-19 rpm. Untuk
memperoleh hasil pengeringan yang baik selain ditentukan oleh suhu dan putaran
mesin juga ditentukan oleh kapasitas mesin pengering. Kapasitas per batch mesin
pengering ditentukan oleh diameter mesin itu. Rotary dryer yang rollnya
berdiameter 70 cm, mempunyai kapasitas pengeringan sebesar 40-50 kg teh
kering, dan untuk roll yang berdiameter 100 cm kapasitasnya 60-70 kg teh kering
(Setyamidjaja, 2000).
d. Sortasi Kering
Teh yang berasal dari pengeringan ternyata masih heterogen atau masih
bercampur baur, baik bentuk maupun ukurannya. Selain itu teh masih
mengandung debu, tangkai daun dan kotoran lain yang sangat berpengaruh
terhadap mutu teh nantinya. Untuk itu, dibutuhkan proses penyortiran atau
pemisahan yang bertujuan untuk mendapatkan bentuk dan ukuran teh yang
saragam sehingga cocok untuk dipasarkan dengan mutu terjamin.

Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan, memurnikan dan membentuk atau


mengelompokkan jenis mutu teh hijau dengan bentuk ukuran yang spesifik sesuai
dengan standar teh hijau. Pada prinsipnya, sortasi kering teh hijau adalah :
1. Memisahkan keringan teh hijau yang banyak mengandung jenis mutu ekspor,
2. Memisahkan partikel-partikel yang mempunyai bentuk dan ukuran yang relatif
sama kedalam beberapa kelompok (grade), kemudian memisahkannya dari
tulang-tulang daunnya,
3. Melakukan pemotongan dengan tea cutter bagian-bagian teh yang ukurannya
masih lebih besar dari jenis mutu yang dikehendaki,
4. Setelah hasil sortasi teh hijau terkumpul menjadi beberapa jenis

C. Penyimpanan dan Pengemasan


Penyimpanan dan pengemasan mutlak dilakukan mengingat teh yang baru
dihasilkan belum bisa langsung di pasarkan. Selain jumlahnya masih sedikit, teh
yang baru disortasi masih perlu didiamkan agar kelembaban teh bisa terkontrol.
Proses ini terutama hanya untuk menjaga aroma teh yang harum.

Pengemasan teh hijau dilakukan dengan bahan pembungkus kantong kertas yang
didalamnya dilapisi aluminium foil. Untuk memasarkannya teh hijau biasa dikemas
dalam kantong kertas atau kantong plastik dengan ukuran kemasan bervariasi
(Setyamidjaja, 2000).
Menurut Bambang (1994), tujuan pengemasan teh adalah:
1. Melindungi produk dari kerusakan.
2. Memudahkan transportasi.
3. Efisien dalam penyimpanan di gudang.
4. Dapat di gunakan sebagai alat promosi.

2.2.2 Pengolahan Teh Oolong


Teh Oolong adalah varietas teh yang semi-fermentasi antara teh hijau dan teh hitam, teh
ini berasal dari Cina. Teh Oolong memiliki penampakan yang unik, yaitu daun tehnya
kelihatan seperti digulung menjadi bentuk mirip bola kecil dan berwarna hijau tua,
Sedangkan teh oolong yang telah diseduh berwarna kuning keemasan terang dengan
aroma yang kuat dan harum .

Proses pembuatan teh oolong dimulai dari proses pemetikan daun dari tanaman teh.
Daun yang dipetik adalah dua daun yang terletak paling pucuk untuk menghasilkan teh
yang berkualitas tinggi. Daun yang telah dipetik dikeringkan dengan sinar matahari
secara tidak langsung selama satu jam. Kemudian daun dipindahkan ke dalam ruangan
untuk proses pelayuan selama 6 jam. Setelah dilayukan dilakukan pengeringkan. Proses
pengeringan berlangsung selama 5 menit dengan dimasukkan ke dalam lorong panas
dengan suhu 3300C. Setelah itu daun teh mengalami proses penggulungan. Proses
penggulungan berlangsung selama 10 menit. Kemudian dilakukan perajangan atau
pemotongan. Kemudian dikeringkan lagi sampai kadar air betul-betul minimal.

2.2.3 Pengolahan Teh Hitam


Pengolahan teh hitam umumnya terdiri dari dua cara yaitu CTC dan Ortodok.
Pengolahan CTC meliputi proses Crush Tear & Curl dimana daun layu diputar diantara
putaran dua rol dengan arah yang berbeda. Pengolahan teh dengan cara CTC proses
fermentasi berjalan dengan sempurna.Pengolahan dengan cara orthodox dimana daun
layu diputar dengan roll orthodox yang telah didesain dimana daun dihancurkan dan
dipotong sehingga dapat memecahkan isi sel daun. Pematangannya hampir sama
dengan proses CTC tetapi proses ini akan menghasilkan teh dengan aroma dan flavor
yang lebih bagus.
A. Proses Pengolahan Teh Hitam Metode CTC
1. Penerimaan Bahan Baku
Untuk pengolahan teh CTC diperlukan pucuk halus yang berasal dari pemetikan
medium murni, karena pucuk yang halus sangat membantu kelancaran
proses penggilingan.oleh karena itu, bahan baku harus terdiri dari pucuk teh yang
halus (minimal 60%) dan utuh. Apabila tangkai-tangkai tua kurang baik lebih
banyak, maka dapat menyebabkan macetnya putaran alat penggilingan.

Sistem pemetikan berpengaruh terhadap mutu teh yang dihasilkan. Apabila daun
yang dipetik tua, maka teh yang dihasilkan rendah karena kandungan polifenol
daun semakin rendah dan serat-serat daun makin panjang. Sebaliknya, apabila
daun yang dipetik muda, maka mutu teh yang dihasilkan tinggi karena kandungan
polifenolnya masih tinggi dan serat daun belum panjang (Setyamidjaya, 2000).

Sebelum pucuk teh masuk ke pabrik, maka dilakukan penimbangan terlebih


dahulu kemudian dinaikkan ke monorail untuk dihamparkan di whitering trough.
Tujuan penghamparan adalah mencegah penggumpalan pucuk dan memberikan
aerasi yang cukup bagi pucuk agar tidak terjadi akumulasi panas akibat
metabolisme lanjutan yang terjadi pada pucuk, sehingga pelayuan dapat
berlangsung secara merata.
2. Pelayuan
Pelayuan merupakan langkah pertama dalam pengolahan teh hitam yang meliputi
proses biokimia dan fisiologis pada jaringan yang masih dilanjutkan setelah daun
dipetik. Pada proses pelayuan, pucuk teh akan mengalami dua perubahan yaitu:
(1) Perubahan fisik, menurunnya kandungan air dalam daun, yang menyebabkan
daun menjadi lemas dan tangkai menjadi lentur. (2) Perubahan kimia, terjadi
perubahan senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam pucuk teh. Tujuan dari
pelayuan untuk memekatkan cairan sel sampai kondisi optimum untuk
berlangsungnya proses oksidasi enzimatis polifenol teh pada tahap pengolhan
selanjutnya (Setyaamidjaja, 2000).

Proses pelayuan, berlangsung selama 12-18 jam dengan suhu udara ruangan 20-
26oC dan kelembapan udara 60-75%. Setelah + 6 jam dihamparkan maka
dilakukan pembalikan, dan harus benar-benar memenuhi syarat bahwa sebagian
pucuk bawah yang akan dibalik sudah mendekati kondisi layu, hal ini dapat
diketahui dari tanda-tanda: pucuk layu tetap bewarna hijau dan bila diremas
menggumpal serta saat kepalan dibuka daun mekar kembali, pucuk tidak mudah
dipatahkan dengan kondisi lemas dan lentur, pucuk mempunyai aroma segar dan
tidak berbau asap. Selain dilihat dari tanda-tanda pelayuan dapat juga diuji dengan
pengujian kadar air. Kadar air yang diinginkan saat turun layu adalah 68-72%.
Apabila proses pelayuan kurang optimal bisa mengakibatkan hasil yang tidak
diinginkan terhadap mutu teh.

Suhu udara ruang pelayuan harus tetap dijaga, jika suhu (>26 oC) maka
enzim fenolase pada sel daun teh mulai menurun aktivitasnya sehingga akan
mengakibatkan pecahnya selaput vakuola pada daun sehingga oksidasi enzimatis
terjadi lebih awal, terlebih-lebih pada daun yang telah mengalami kerusakan fisik.
Hal ini menyebabkan daun teh menjadi merah. Jika kelembapan terlalu tinggi
maka proses pelayuan akan berjalan lambat sehingga mutu yang dinginkan tidak
tercapai begitu juga sebaliknya (Heny, 2008).
3. Turun Layu atau Ayakan Pucuk Layu
Proses turun layu merupakan proses pemisahan komponen asing yang ada pada
pucuk teh setelah mengalami pelayuan. Pucuk layu yang akan digiling biasanya
mengandung debu, pasir, kerikil, logam, maupun benda-benda asing lainnya yang
dapat mempengaruhi mutu teh serta dapat merusak mesin penggiling. Komponen
tersebut dipisahkan menggunakan ayakan yaitu “Green Leaf Sifter” (GLS).
4. Penggilingan
Penggilingan merupakan tahap pengolahan yang membentuk mutu teh secara
kimiawi dan fisik. Penggilingan menyebabkannya kontak antara enzim, senyawa
polifenol dan oksigen. Setelah melewati GLS, pucuk teh akan masuk ke
dalam rotorvane. Tujuan dari penggilingan ini, untuk memotong dan memecahkan
sel daun sehingga cairan daun keluar dan terjadi kontak antara enzim dengan
oksigen, memperkecil ukuran daun sehingga memperluas permukaan kontak
enzim dengan oksigen.

Setelah melewati penggilingan rotorvane, pucuk teh akan menuju ke mesin CTC


triplek. Pada mesin ini, pucuk teh yang telah lumat mengalami proses
pemotongan, pemecahan, dan penggulungan yang mengakibatkan pecahnya sel
daun teh. Akibatnya, cairan sel akan keluar dengan sempurna. Polifenol yang
terkandung dalam teh tersebut akan bertemu dengan polifenol oksidase yang
memungkinkan mulai terjadinya proses oksidasi enzimatis yang akan membentuk
rasa, aroma, dan warna teh yang khas.

Selama proses penggilingan, suhu dan kelembaban ruangan harus dijaga agar
tetap stabil. Suhu ruangan berkisar antara 21-25°C dan RH ruangan berkisar
antara 90-95%. Hal ini bertujuan agar senyawa aromatik yang mulai terbentuk
selama proses tersebut tidak menguap ke udara akibat perbedaan kelembaban
antara bubuk teh basah dengan ruangan.
5. Fermentasi (oksidasi Enzimatis)
Proses oksidasi enzimatis adalah proses reaksi oksidasi substansi senyawa-
senyawa kimia yang ada dalam cairan daun dengan oksigen dari udara melalui
bantuan enzim sehingga dihasilkan substansi theaflavin dan thearubigin yang
menentukan sifat seduhan. Tujuan dari oksidasi enzimatis adalah untuk
memperoleh sifat-sifat karakteristik teh yang dikehendaki yaitu warna air seduhan,
rasa dan aroma air seduhan dan warna ampas seduhan (Setyaamidjaja, 2000).

Reaksi oksidasi enzimatis atau fermentasi sebenarnya sudah dimulai sejak pucuk
mengalami proses penggilingan yaitu ketika dinding sel daun pecah dan cairan sel
keluar sehingga terjadi kontak dengan udara dan enzim-enzim. Kondisi ruangan
proses juga harus dijaga pada RH 90-95% dan suhu 21-25°C, selama 80-90 menit
dihitung mulai dari proses penggilingan.

Suhu ruang harus tetap dijaga, jika suhu (>25oC) maka menyebabkan aktivitas
enzim fenolasemenurun bahkan dapat mendenaturasi enzim tersebut sehingga
proses oksidasi enzimatis tidak berjalan sempurna. Selain itu, suhu yang tinggi
juga dapat menyebabkan senyawa aromatik yang terbentuk selama proses oksidasi
enzimatis dapat menguap sehingga dapat menurunkan mutu teh. Selain itu,
kelembaban ruangan juga harus dijaga agar senyawa aromatik tidak menguap.
Pengaturan kelembaban ini dapat dilakukan dengan pemberian uap air
menggunakan disk humidifier.
Apabila proses oksidasi enzimatis kurang lama, dapat mengakibatkan warna air
seduhan teh menjadi pucat, rasanya mentah dan sepat serta ampasnya berwarna
kehijau-hijauan. Namun, apabila waktu oksidasi enzimatis terlalu lama, dapat
mengakibatkan warna air seduhan menjadi lebih tua dan tidak cerah, rasanya
kurang kuat, sepat tapi tidak terlalu pahit, tidak terlalu segar, warna ampasnya
tidak cerah, hitam kecoklatan atau hijau suram.
6. Pengeringan
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang
dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang
biasanya udara panas. Tujuan pengeringan adalah untuk menghentikan oksidasi
enzimatis senyawa polifenol dalam teh pada saat komposisi zat-zat pendukung
mutu mancapai keadaan optimal (Setyaamidjaja, 2000).

Proses pengeringan berlangsung ± 18-20 menit. Bila pengeringan terlalu lama


dapat menyebabkan teh gosong sehingga rasanya tidak enak, tetapi bila terlalu
cepat dapat menghasilkan teh yang mentah.

Suhu udara masuk (inlet) 110-120°C dan suhu udara keluar (outlet) antara 80-
90°C. Jika suhu inlet terlalu tinggi (>120°C) maka produk akan menjadi dry
(kering) dan menyebabkan over firing (rasa kering pada air seduhan), jika suhu
inlet terlalu rendah (<110°C) maka produk akan raw(kurang masak) dan
memungkinkan terjadinya oksidasi lanjutan yang dapat menurunkan kualitas teh
karena aroma teh akan hilang, jika suhu outlet terlalu tinggi (>90°C) maka produk
akan bakey (terbakar gosong) sehingga dapat menyebabkan case
hardening (bagian luar gosong tetapi bagian dalam masih mentah) sedangkan jika
suhu outlet terlalu rendah (<80°C) maka menyebabkan mentah pada teh, sehingga
rasanya pahit dan menyebabkan teh memiliki kadar air yang cukup tinggi
sehingga mudah berjamur.

Setelah keluar dari alat pengering FBD, bubuk teh diuji organoleptik dan kadar
airnya. Apabila teh telah memenuhi standar, maka akan masuk dalam proses
sortasi tetapi jika tidak memenuhi standar akan dijadikan mutu lokal.
7. Sortasi
Sortasi merupakan suatu proses pengelompokan teh berdasarkan ukuran mesh/
grade tertentu sehingga diperoleh partikel teh yang seragam. Tujuan dari sortasi
adalah mengelompokkan bubuk teh kering berdasarkan ukurannya, serta
memisahkan bubuk teh dari tangkai kering dan serat merah. Bubuk teh dari
pengeringan dengan suhu yang masih tinggi tidak langsung disortasi sebab pada
suhu tinggi lapisan vernis yang malapisi teh dan memberi kesan lebih mengkilat
akan segera pecah apabila bergesekan dengan mesin sortasi sehingga kenampakan
teh menjadi kusam (Setyaamidjaja, 2000).
Sortasi teh kering pada pengolahan teh CTC lebih sederhana dibandingkan dengan
teh hitam orthodox. Keringan teh CTC ukurannya hampir seragam dan serat-serat
yang tercampur dengan keringan hanya sedikit, karena telah banyak yang
dikeluarkan (terbuang) pada saat proses pengeringan dilaksanakan. Tinggi
rendahnya presentase serat yang terkandung dalam keringan teh sangat
dipengaruhi oleh tingkat kehalusan pucuk. Makin halus pucuk yang diolah, makin
rendah kandungan seratnya.
8. Pengemasan 
Pengemasan merupakan salah satu cara untuk mengawetkan produk pangan atau
non pangan. Tujuan pengemasan adalah mencegah pengaruh lingkungan yang bisa
merusak bubuk teh, mempermudah pengangkutan bubuk teh dan mempermudah
penyimpanan. Pengemasan dilakukan apabila jumlah satu jenis mutu teh telah
mencapai satu chop (±1000 kg). Tujuan dari pelapisan aluminium foil ini adalah
untuk mencegah penyerapan air dari lingkungan.

2.2.4 Pengolahan Teh Putih


Teh putih adalah daun teh yang belum diawetkan dan di oksidasi. Seperti teh hijau, teh
oolong dan teh hitam, teh putih berasal dari tanaman Camellia sinensis. Beberapa teh
putih mengandung bunga dan daun teh yang masih muda, yang kemudian diketahui
mengandung kafeina lebih rendah dibandingkan daun yang lebih tua, dan dapat
disimpulkan bahwa teh putih mengandung lebih sedikit kafeina dibandingkan dengan
teh hijau.

Jenis teh putih mirip dengan teh hijau, hanya saja rasa dan warnanya tidak sekuat jika
dibandingkan dengan teh hijau. Komposisi teh ini banyak terdiri dari bagian tunas
namun kandungan antioksidannya tinggi serta memiliki kandungan kafein yang
terendah. Proses pengolahan teh putih melalui dua tahap, yaitu steam dan pengeringan.
Pada proses ini tidak dilakukannya proses pelayuan, penggulungan, dan oksidasi
menyebabkan penampakan daun tidak berubah. Penampakan warna putih dari daun teh
terlihat jelas, yaitu daun teh yang berwarna putih-keperakan. Ketika diseduh, warnanya
kuning pucat.
                                                
2.2.5 Perbedaan Proses Pengolahan Teh
Tabel 2. Perbedaan Umum Antara Teh Hijau, Teh Oolong dan Teh Hitam

Green tea Oolong tea Black tea


Fermentasi dicegah Fermentasi sebagian Fermentasi penuh
Konstituen natural leaf Minyak essensial Konsentrasi tinggi akan
dipertahankan berkembang minyak essensial
Hasil akhir menunjukkan
Tanin tetap/tidak Sedikit menyerupai
dipabrik/daerah dimana teh
berubah natural leaf
itu dibuat

Tabel 3. Perbedaan antara Teh Hijau dan Teh Hitam dari Tahapan Proses
Pengolahannya

Tahap
Teh Hijau Teh Hitam
Pengolahan
Dilakukan dengan suhu tinggi Dilakukan dengan suhu sedang dan
Pelayuan
dan waktu pendek waktu lama
Penggilingan untuk mencacah
Penggulungan Untuk menggulung pucuk daun
pucuk daun menjadi kecil-kecil.
Tidak dilakukan proses Dilakukan fermentasi secara
Fermentasi
fermentasi oksidasi enzimatis.
Untuk mengeringkan pucuk Sama dengan teh hijau dan juga
Pengeringan daun dan membentuk gulungan unutk menginaktifkan enzim
daun. polifenol oksidase.
Sama dengan teh hijau.
Untuk memisahkan biji kering
Sortasi dan dan mengemasnya sesuai
Pengemasan dengan standar pada
perusahaan.

Tabel 4. Perbedaan antara Teh Hijau dan Teh Hitam berdasarkan Aspek
Organoleptiknya

Hal Teh Hijau Teh Hitam


Warna teh kering hijau kehitaman Warna teh kering hitam
Keadaan fisik dan air seduhannya hijau dengan air seduhan kuning
kekuningan. kemerahan.
Aroma
Kurang wangi Lebih wangi dari teh hijau
(Flavor)
Kesegarannya kurang dan rasanya Tingkat kesegarannya lebih
Cita rasa
lebih sepet dari teh hitam dan rasanya tidak sepet

Anda mungkin juga menyukai