Anda di halaman 1dari 46

1 REFARAT

2 SINDROM KORONER AKUT

7 DISUSUN OLEH:

8 1. M Nandang Septiandi (71190891012)


9 2. Dwi Dharma Saputra (71190891010)
10 3. Laily Ikrima (71190891032)
11

12 PEMBIMBING:

13

14

15 dr. Agustina, Sp.JP, M.Ked(Kard), FIHA

16

17

18

19 KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

20 RUMAH SAKIT TENTARA PUTRI HIJAU KESDAM I/BB

21 FAKULTAS KEDOKTERAN
22 UNIVERSITAS ISLAM SUMATRA UTARA

23 T.A 2020/2021

24 DAFTAR ISI

25BAB I PENDAHULUAN

26 1.1. Latar Belakang.........................................................................................1

27BAB II TINJAUAN PUSTAKA


28 2.1 Definisi ....................................................................................................4
29 2.2 Epidemiologi ............................................................................................5
30 2.3 Etiologi.....................................................................................................5
31 2.4 Patofisiologi .............................................................................................8
32 2.5 Manifestasi Klinis ..................................................................................14
33 2.6 Diagnosis ...............................................................................................14
34 2.7 Diagnosis Banding .................................................................................22

35 2.8 Tatalaksana ............................................................................................23

36 2.9 Komplikasi .............................................................................................35


37 2.10 Pencegahan ..........................................................................................38
38 2.11 Prognosis ..............................................................................................39
39BAB III PENUTUP
40 Kesimpulan...................................................................................................40
41DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................41

2
42

43

44 BAB I

45 PENDAHULUAN

46LATAR BELAKANG

47 Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan salah satu penyakit tidak menular dimana
48terjadi perubahan patologis atau kelainan dalam dinding arteri koroner yang dapat
49menyebabkan terjadinya iskemik miokardium dan UAP (Unstable Angina Pectoris) serta
50Infark Miokard Akut (IMA) seperti Non-ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) dan ST
51Elevation Myocardial Infarct (STEMI) (Tumade et al., 2014). Sindrom koroner akut
52disebabkan oleh aterosklerosis yaitu proses terbentuknya plak yang berdampak pada intima
53dari arteri, yang mengakibatkan terbentuknya trombus sehingga membuat lumen menyempit,
54yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah sehigga kekuatan kontraksi otot jantung
55menurun. Jika thrombus pecah sebelum terjadinya nekrosis total jaringan distal, maka
56terjadilah infark pada miokardium (Asikin et al., 2016).

57 Sindrom Koroner Akut merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia, World


58Health Organization (WHO) pada tahun 2015 melaporkan penyakit kardiovaskuler
59menyebabkan 17,5 juta kematian atau sekitar 31% dari keseluruhan kematian secara global
60dan yang diakibatkan sindrom koroner akut sebesar 7,4 juta. Penyakit ini diperkirakan akan
61mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030 (Susilo, 2015; Tumade et al., 2014).

62 Di Indonesia angka mortalitas pada tahun 2012 adalah 680 dari 100.000 populasi.
63Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 prevalensi penyakit jantung koroner di Kalimantan
64Selatan dengan diagnosis dokter sebesar 0,5% dan diagnosis dokter atau gejala sebesar 2,2%.
65Di Kota Banjarmasin, prevalensi penyakit jantung koroner dengan diagnosis dokter sebesar
660,4% dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 0,8% (Riskesdas, 2013).

67 Terjadinya sindrom koroner akut dihubungkan oleh beberapa faktor risiko meliputi
68faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti umur, jenis kelamin, keturunan, dan faktor yang
69dapat dimodifikasi seperti merokok, hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, dan obesitas
70(Ghani et al., 2016; Indrawati, 2014). Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya SKA ini
71telah dijelaskan dalam Frammingham Heart Study dan studi-studi lainnya. Studi-studi ini

1
72menjelaskan bahwa faktor resiko yang dapat dimodifikasilah yang berpengaruh kuat
73terjadinya sindrom koroner akut (Torry et al., 2014). Kriteria diagnosis definitif pasien SKA
74berdasarkan Indonesian Heart Asosiation yaitu nyeri dada angina ( angina tipikal ), EKG
75dengan gambaran elevasi yang diagnostic untuk IMA-EST, depresi ST, atau inversi T yang
76diagnostic sebagai keadaan iskemia miokard, atau LBBB baru/persangkaan baru, serta
77biomarka jantung yag meningkat.

78 Sindrom ini menggambarkan suatu penyakit yang berat, dengan mortalitas tinggi.
79Mortalitas tidak tergantung pada besarnya prosentase stenosis (plak) koroner, namun lebih
80sering ditemukan pada penderita dengan plak kurang dari 50–70% yang tidak stabil, yakni
81fibrous cap ‘dinding (punggung) plak’ yang tipis dan mudah erosi atau ruptur. Terminologi
82sindrom koroner akut berkembang selama 10 tahun terakhir dan telah digunakan secara luas.
83Hal ini berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang diketahui berhubungan dengan
84kebanyakan kasus angina tidak stabil dan infark miokard: baik Angina tidak stabil, infark
85miokard tanpa gelombang Q, dan infark miokard gelombang Q mempunyai substrat
86patogenik umum berupa lesi aterosklerosis pada arteri koroner. Terminologi yang akan sering
87dipakai pada penderita Angina Pectoris adalah perasaan “berat”, “sesak”, “ditekan”,
88“didorong” atau “diremas”. Angina Pectoris yang khas biasanya akan terasa di tengah
89dada/belakang sternum (retrosternal) dan akan menjalar ke dagu dan/atau ke lengan. Angina
90bisa rasanya dari nyeri ringan sampai ke paling nyeri dan timbul keringatan dingin dan
91perasaan cemas. Kadang kala akan berserta dengan sesak nafas.

92

93 Gambar 1. Angina Pektoris pada SKA


2
94 Angina sering dipicu dengan aktivitas fisik terutama setelah makan dan pada cuaca
95yang dingin, dan kebanyakan dicetus oleh perasaan marah atau gembira. Nyeri akan hilang
96cepat (biasanya berapa menit) dengan istirahat. Kadang kala perasaan itu akan hilang sendiri
97dengan teruskan aktivitas. Istilah ACS banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan
98kejadian yang gawat pada pembuluh darah koroner.ACSmerupakan satu sindrom yang terdiri
99dari beberapa penyakit koroner yaitu, unstable angina, Acute Myocardial Infarction dengan
100segmen ST elevasi (STEMI) dan Acute Myocardial Infarction tanpa segmen ST elevasi
101(NSTEMI), maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner
102perkutan. Alasan rasional menyatukan semua penyakit itu dalam satu sindrom adalah karena
103mekanisme patofisiologi yang sama. Semua disebabkan oleh terlepasnya plak yang
104merangsang terjadinya agregasi trombosit dan trombosis, sehingga pada akhirnya akan
105menimbulkan stenosis atau oklusi pada arteri koroner dengan atau tanpa emboli. Sedangkan
106letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan elevasi ST adalah
107dari jenis thrombus yang menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-elevasi
108ST dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah trombus
109komplet/oklusif.

110

3
111 BAB II

112 TINJAUAN PUSTAKA

1132.1 DEFINISI

114 Sindrom koroner akut merupakan suatu kumpulan gejala klinis iskemia miokard yang
115terjadi secara tiba-tiba akibat kurangnya aliran darah ke miokard berupa angina, perubahan
116segmen ST pada elektrokardiografi (EKG) 12 lead, dan peningkatan kadar biomarker
117kardiak. SKA terdiri dari tiga kelompok yaitu angina pektoris tidak stabil/ APTS (unstable
118angina (UA)), non-ST-segmen elevation myocardial infarction (NSTEMI), dan STsegmen
119elevation myocardial infarction (STEMI) (Kumar and Cannon, 2009.).

120 Sindrom koroner akut adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia
121miokard akut, yang terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST segment
122elevation myocardial infarction = STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST
123(non ST segment elevation myocardial infarction = NSTEMI), dan angina pectoris tidak
124stabil (unstable angina pectoris = UAP). Ketiga kondisi tersebut berkaitan erat, hanya berbeda
125dalam derajat beratnya iskemia dan luasnya jaringan miokardiaum yang mengalami nekrosis.

126 Penyebab utama ACS adalah stenosis koroner akibat thrombus pada plak
127ateroscklerosis yang mengalami erosi, fisur, dan/atau rupture dan menyumbat pada pumbuluh
128darah yang sudah mengalami penyempitan oleh aterosklerosis. UA dan NSTEMI adalah
129bagian dari sindrom coroner akut kontinum, di mana plak pecah dan terbentuk thrombosis
130koroner aliran darah ke daerah miokardium. UA dan NSTEMI juga disebutkan sindrom
131koroner akut non-ST elevasi. Untuk membedakan mereka dari STEMI, pemakaian EKG
132dibutuhkan. Dalam UA dan NSTEMI, tidak ditemukan ST Elevasi dan gelombang Q
133patologis pada EKG, pada pasien dengan STEMI, alasan mengapa ST elevasi dan gelombang
134Q patologis ditemukan, kerana ada hubungan iskemic dari miokardium. Durasi oklusi, sejauh
135mana daerah infark menjaga kelangsungan hidup selama oklusi, serta letak pembuluh darah
136yang menentukan infark ada hubungan dengan munculnya ST elevasi dan gelombang Q.

137 Definisi sindrom koroner akut tergantung pada karakteristik khusus tiap unsur tiga
138serangkai dari presentasi klinis yaitu riwayat penyakit arteri koroner, perubahan
139elektrokardiografi dan biomarker jantung (Scottish Intercollegiate Guidelines Network,
1402007).

4
141 Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa SKA adalah kumpulan gejala
142berupa keluhan nyeri dada yang khas yang disebabkan karena oklusi dari pembuluh darah
143koroner yang mengakibatkan terjadinya iskemik atau infark miosit kardiak, dimana SKA
144berdasarkan riwayat penyakit arteri koroner, perubahan elektrokardiografi dan biomarker
145jantung dibagi menjadi 3 yaitu UAP, STEMI dan NSTEMI.

1462.2 Epidemiologi

147 Penyakit jantung koroner terus-menerusmenempati urutan pertama di antara jenis


148penyakit jantung lainnya.dan angkakesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%. Diagnosis
149NSTEMI lebih sulit untuk ditegakkan dibanding diagnosis STEMI.Olehkarena itu perkiraan
150prevalensinya menjadi lebih sulit.Secara keseluruhan, datamenunjukkan bahwa kejadian
151NSTEMI dan UA tahunan lebih tinggi daripada STEMI.Perbandingan antara SKA dan
152NSTEMI telah berubah seiring waktu, karena lajupeningkatan NSTEMI dan UA relatif
153terhadap STEMI tanpa penjelasan yang jelasmengenai perubahan ini.Perubahan dalam pola
154kejadian NSTEMI dan UA mungkindapat dihubungkan dengan perubahan dalam manajemen
155serta upaya pencegahan penyakit jantung koroner selama 20 tahun terakhir.Secara
156keseluruhan, dari berbagai penelitian, didapatkan bahwakejadian tahunan dari penerimaan
157rumah sakit untuk NSTEMI dan UA sekitar 3 per 1000 penduduk.

1582.3 ETIOLOGI

159 Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya: atrial
160fibrillation), emboli paru-paru (pulmonary embolism) , hipertensi maligna atau accelerated,
161penyakit tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme), valvular heart discase, unstable angina,
162high output failure, gagal ginjal, permasalahan yang ditimbulkan oleh pengobatan
163(medication- induced problems), intake (asupan) garam yang tinggi, dan anemia berat.

164Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan

165dalam enam kategori utama:

166 1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh
167 hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle
168 branch
169 1. block), berkurangnya kontraktilitas (kardiomiopati).
170 2. Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).
171 3. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.

5
172 4. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).

1735. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard (tamponade).

1746. Kelainan kongenital jantung.

175 Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus

176> Faktor Predisposisi

177 Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi, penyakit
178arteri koroner, kardiomiopati, enyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital, stenosis
179mitral, dan penyakit perikardial.

180> Faktor Pencetus

181 Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan
182(intake) garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak miokard akut,
183hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan
184endokarditis infektif.

185

186

187Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

1881. Usia Kerentanan yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi hubungan
189 antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lama paparan yang
190 lebih panjang terhadap faktorfaktor aterogenik.
1912. Jenis kelamin Kejadian penyakit koroner relatif lebih rendah pada wanita sampai
192 menopause, setelah menopause kerentanannya menjadi sama dengan pria. Efek
193 perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita sebelum
194 menopause.

6
1953. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner Riwayat keluarga yang positif
196 terhadap penyakit jantung koroner (yaitu saudara atau orang tua yang menderita penyakit
197 ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis
198 prematur. Komponen genetik dapat dikaitkan pada beberapa bentuk aterosklerosis yang
199 nyata, atau yang cepat perkembangannya, seperti pada gangguan lipid familial. Tetapi
200 riwayat keluarga dapat pula mencerminkan komponen lingkungan yang kuat, seperti
201 gaya hidup yang menimbulkan stres atau obesitas.

202Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

2031. Merokok Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung
204 terhadap dinding arteri. Karbon monoksida (CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan
205 arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi
206 trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedangkan glikoprotein
207 tembakau dapat mengakibatkan reaksi hipersensitif dinding arteri.
2082. Hiperlipidemia Lipid plasma (kolesterol, trigliserida, fosfolipida, dan asam lemak bebas)
209 berasal dari makanan (eksogen) dan sintesis lemak endogen.Kolesterol dan trigliserida
210 adalah dua jenis lipd yang relatif mempunyai makna klinis yang penting sehubungan
211 dengan aterogenesis.Lipid terikat pada protein, karena lipid tidak larut dalam
212 plasma.Ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein, yaitu; kilomikron,
213 VLDL, LDL dan HDL. LDL paling tinggi kadar kolesterolnya, sedangkan kilomikron
214 dan VLDL kaya akan trigliserida. Kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.
215 Peningkatan kolesterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit jantung
216 koroner, sementara kadar HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung penyakit
217 jantung koroner, sebaliknya kadar HDL yang rendah ternyata bersifat aterogenik.
2183. Hipertensi Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap
219 pemompaan darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban kerja jantung bertambah. Sebagai
220 akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel untuk menguatkan kontraksi. Akan tetapi
221 kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertropi
222 kompensasi akhirnya terlampaui , tejadi dilatasi dan payah jantung. Jantung jadi semakin
223 terancam dengan adanya aterosklerosis koroner. Kebutuhan oksigen miokardium
224 meningkat sedangkan suplai oksigen tidak mencukupi, akhirnya mengakibatkan iskemia.
225 Kalau berlangsung lama bisa menjadi infark. Disamping itu, hipertensi dapat
226 meningkatkan kerusakan endotel pembuluh darah akibat tekanan tinggi yang lama
227 (endothelial injury).

7
2284. Diabetes Mellitus Diabetes mellitus menyebabkan gangguan lipoprotein. LDL dari
229 sirkulasi akan di bawa ke hepar. Pada penderita diabetes mellitus, degradasi LDL di
230 hepar menurun, dan gikolasi kolagen meningkat. Hal ini mengakibatkan meningkatnya
231 LDL yang berikatan dengan dinding vaskuler.
2325. Obesitas Kegemukan mungkin bukan faktor resiko yang berdiri sendiri, karena pada
233 umumnya selalu diikuti oleh faktor resiko lainnya.

234Faktor Predisposisi

2351. Hipertensi Hipertensi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya rupturnya plak pada
236pembuluh darah.

2372. Anemia Adanya anemia mengakibatkan menurunnya suplai oksigen ke jaringan, termasuk
238ke jaringan jantung. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen, jantung dipacu untuk
239meningkatkan cardiac ouput. Hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen di jantung
240meningkat. Ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen mengakibatkan gangguan pada
241jantung.

2423. Kerja fisik/olahraga Pada aktivitas fisik yang meningkat, kebutuhan oksigen terhadap
243jaringan dan miokardium meningkat. Adanya aterosklerosis mengakibatkan suplai oksigen
244tidak mencukupi, akhirnya mengakibatkan iskemia. Kalau berlangsung lama bisa terjadi
245infark.

2462.4 PATOFISIOLOGI

247 Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada Sindrom
248Koroner akut akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, schingga volume residu
249ventrikel menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh
250ventrikel kiri tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi
251pula peningkatan LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana derajat
252peningkatannya bergantung pada kelenturan ventrikel. Oleh karena selama diastole atrium
253dan ventrikel berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan meningkatkan
254LAP( Left Atrium Pressure ), schingga tekanan kapiler dan vena paru-paru juga akan
255meningkat. Jika tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular,
256maka akan terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut merembes ke dalam
257alveoli, terjadilah edema paru-paru. Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat
258meningkatkan tekanan arteri paru yang disebut dengan hipertensi pulmonal, yang mana

8
259hipertensi pulmonal akan meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses
260yang terjadi pada jantung kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi kongesti
261sistemik dan edema.

262 Menurut Laksono S (2009), ada beberapa mekanisme patofisiologi sindrom koroner
263akut :

264a. Mekanisme neurohormonal

265 Pengaturan neurohormonal melibatkan sistem saraf adrenergik (aktivasi system saraf
266simpatis akan meningkatkan kadar norepinefrin), sistem renin-angiotensin, stress oksidatif
267(peningkatan kadar ROS/reactive oxygen species), arginin vasopressin (meningkat),
268natriuretic peptides, endothelin, neuropeptide Y, urotensin II, nitric oxide, bradikinin,
269adrenomedullin (meningkat), dan apelin (menurun).

270b. Remodeling ventrikel kiri

271 Remodeling ventrikel kiri yang progresif berhubungan langsung dengan


272memburuknya kemampuan ventrikel di kemudian hari.

273c. Perubahan biologis pada miosit jantung

274 Terjadi hipertrofi miosit jantung, perubahan komplek kontraksi-cksitasi, perubahan


275miokard, nekrosis, apoptosis, autofagi,

276d. Perubahan struktur ventrikel kiri

277 Perubahan ini membuat jantung membesar, mengubah bentuk jantung menjadi lebih
278sferis mengakibatkan ventrikel membutuhkan energi lebih banyak, sehingga terjadi
279peningkatan dilatasi ventrikel kiri, penurunan cardiac output, dan peningkatan hemodynamic
280overloading.

281Unstable angina Muncul

282 akibat berkurangnya suplai oksigen dan/atau peningkatan kebutuhan oksigen jantung
283(cth karena takikardi atau hipertensi).Berkurangnya suplai oksigen terjadi karena adanya
284pengurangan diameter lumen pembuluh darah yang dipengaruhi oleh vasokonstriktor
285dan/atau thrombus.Pada banyak pasien unstable angina, mekanisme berkurangnya suplai
286oksigen lebih banyak terjadi dibandingkan peningkatan oksigen demand.Tetapi pada
287beberapa kasus, keduanya dapat terjadi secara bersamaan.

9
288Ruptur Plak

289 Ruptur dari plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting dari angina pektoris tak
290stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang
291sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Dua pertiga dari pembuluh yang
292mengalami rutur sebelumnya mempunyai penyempitan 50 % atau kurang, dan pada 97 %
293pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70 %. Biasanya ruptur
294terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari
295timbunan lemak.Kadang-kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah
296karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofage dan secara enzimatik melemahkan
297dinding plak (fibrous cap).

298 Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
299menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus. Bila thrombus menutup pembuluh darah 100
300% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat
301100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.

302Trombosis dan Agregasi Trombosit

303 Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya
304angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena integrasi
305yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan
306terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan
307sel busa (foam cell) yang ada dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah,
308faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang
309menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal
310endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu
311agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik dan
312inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan
313dalam memulai trombosis yang intermitten, pada angina tak stabil.

314 Vasospasme
315 Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil.
316 Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet
317 berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasm. Spasm
318 yang terlokalisir seperti pada angina Prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil.

10
319 Adanya spasm seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran
320 pembentukan trombus.

321 Erosi pada Plak tanpa Ruptur


322 Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya proliferasi dan
323 migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk
324 dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh
325 dengan cepat dan keluhan iskemi.

326 Infark miokard


327 Ketika aliran darah koroner terganggu pada waktu tertentu, dapat terjadi nekrosis sel
328 miosit. Hal tersebut disebut infark miokard. Gangguan, progresivitas plak, dan pembentukan
329 klot lebih lanjut yang terjadi pada MI sama halnya seperti yang terjadi pada sindrom koroner
330 akut yang lainnya. Namun, pada MI trombusnya lebih labil dan dapat menyumbat pembuluh
331 darah dalam waktu yang lebih lama, sehingga iskemia miokardial dapat berkembang menjadi
332 nekrosis dan kematian miosit.Jika thrombus lisis sebelum terjadinya nekrosis jaringan distal
333 yang komplet, infark yang terjadi hanya melibatkan miokardium yang berada langsung di
334 bawah endokardium (subendocardial MI).

335 Jika thrombus menyumbat pembuluh darah secara permanent, maka infarknya dapat
336 memanjang hingga epikardium sehingga menyebabkan disfungsi jantung yang parah
337 (transmural MI).Secara klinis, MI transmural harus diidentifikasi, karena dapat
338 menyebabkan komplikasi yang serius dan harus mendapat terapi yang segera.

339 Jejas Selular


340 Sel jantung dapat bertahan terhadap iskemi hanya dalam waktu 20 menit sebelum
341 mengalami kematian.Perubahan EKG hanya terlihat pada 30-60 detik setelah
342 hipoksia.Bahkan jika telah terjadi perubahan metabolisme yang non fungsional, sel miosit
343 tetap viable jika darah kembali dalam 20 menit.Penelitian menunjukkan bawa sel miosit
344 dapat beradaptasi terhadap perubahan suplai oksigen. Proses tersebut dinamakan ischemic
345 preconditioning. Setelah 8-10 detik penurunan aliran darah, miokardium yang terlibat
346 menjadi sianotik dan lebih dingin.

347 Glikolisis anaerob yang terjadi hanya dapat mensuplai 65-70% dari kebutuhan energi,
348 karena diproduksi ATP yang lebih sedikit daripada metabolisme aerob. Ion hydrogen dan
349 asam laktat kemudian berakumulasi sehingga terjadi asidosis, dimana sel miokardium sangat
350 sensitif pada pH yang rendah dan memiliki sistem buffer yang lemah.

11
351 Asidosis menyebabkan miokardium menjadi rentan terhadap kerusakan lisosom yang
352 mengakibatkan terganggunya fungsi kontraktilitas dan fungsi konduksi jantung sehingga
353 terjadi gagal jantung. Kekurangan oksigen juga disertai gangguan elektrolit Na, K, dan Mg.
354 secara normal miokardium berespon terhadap kadar katekolamin (epinefrin dan
355 norepinefrin/NE) yang bervariasi. Pada sumbatan arteri yang signifikan, sel miokardium
356 melepaskan katekolamin sehingga terjadi ketidakseimbangan fungsi simpatis dan
357 parasimpatis, disritmia dan gagal jantung.

358 Katekolamin merupakan mediator pelepasan dari glikogen, glukosa dan cadangan
359 lemak dari sel tubuh. Oleh karena itu terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas dan
360 gliserol plasma dalam satu jam setelah timbulnya miokard akut. Kadar FFA (Free Fatty
361 Acid) yang berlebih memiliki efek penyabunan terhadap membran sel. NE meningkatkan
362 kadar glukosa darah melalui perangsangan terhadap sel hepar dan sel otot. NE juga
363 menghambat aktivitas sel beta pankreas sehingga produksi insulin berkurang dan terjadi
364 keadaan hiperglikemia. Hiperglikemia terjadi setelah 72 jam onset serangan.

365 Angiotensin II yang dilepaskan selama iskemia miokard berkontribusi dalam


366 patogenesis MI, dengan cara yaitu:

3671. Efek sistemik dari vasokonstriksi perifer dan retensi cairan sehingga meningkatkan beban
368 jantung, akibatnya memperparah penurunan kemampuan kontraktilitas jantung.
3692. Angiotensin II mempunyai efek lokal yaitu sebagai growth factor sel otot polos pembuluh
370 darah, miosit dan fibroblast jantung, sehingga merangsang peningkatan kadar
371 katekolamin dan memperparah vasospasme koroner.

372 Kematian selular


373 Iskemia miokard yang berlangsung lebih dari 20 menit merupakan jejas hipoksia
374 irreversible yang dapat menyebabkan kematian sel dan nekrosis jaringan. Nekrosis jaringan
375 miokardium dapat menyebabkan pelepasan beberapa enzim intraseluler tertentu melalui
376 membrane sel yang rusak ke dalam ruang intersisisal.Enzim yang terlepas kemudian
377 diangkut melalui pembuluh darah limfe ke pembuluh darah.Sehingga dapat terdeteksi oleh
378 tes serologis.

379 Perubahan fungsional dan structural


380 Infark miokardial menyebabkan perubahan fungsional dan struktural jantung.

12
381 Perubahan makroskopis pada daerah infark tidak akan terlihat dalam beberapa jam.
382 Walaupun dalam 30-60 detik terjadi perubahan EKG. Miokardium yang infark dikelilingi
383 oleh zona jejas hiposia yang dapat berkembang menjadi nekrosis, kemudian terjadi
384 remodeling atau menjadi normal kembali. Jaringan jantung yang dikelilingi daerah infark
385 juga mengalami perubahan yang dapat dikategorikan ke dalam:

3861. Myocardial stunning, yaitu kehilangan sementara fungsi kontraktilitas yang berlangsung
387 selama beberapa jam – beberapa hari setelah perfusi kembali normal.
3882. Hibernating myocardium, yaitu jaringan yang mengalami iskemi persisten dan telah
389 mengalami adaptasi metabolik.
3903. Myocardial remodeling, adalah suatu proses yang diperantarai Angiotensin II, aldosteron,
391 katekolamin, adenosine dan sitokin inflamasi yang menyebabkan hipertrofi miositdan
392 penurunan fungsi kontraktilitas pada daerah jantung yang jauh dari lokasi infark.
393 Semua perubahan di atas dapat dibatasi melalui restorasi yang cepat dari aliran
394 koronerdan penggunaan ACE-inhibitor dan beta blocker setelah MI. Tingkat keparahan
395 gangguan fungsi tersebut dipengaruhi oleh ukuran dan lokasi infark. Perubahan fungsional
396 termasuk: (1). Penurunan kontraktilitas jantung dengan gerak dinding jantung abnormal, (2).
397 Perubahan compliance dari ventrikel kiri, (3). Penurunan stroke volume, (4). Penurunan
398 fraksi ejeksi, (5). Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, (6). Malfungsi dari SA
399 node, (7). Disritmia yang mengancam jiwa dan gagal jantung sering menyertai MI.

400 Fase Perbaikan


401 Infark miokard menyebabkan respon inflamasi yang parah yang diakhiri dengan
402 perbaikan luka. Perbaikan terdiri dari degradasi sel yang rusak, proliferasi fibroblast dan
403 sintesis jaringan parut. Banyak tipe sel, hormone, dan substrat nutrisi harus tersedia agar
404 proses penyembuhan dapat berlangsung optimal. Dalam 24 jam terjadi infiltrasi lekosit
405 dalam jaringan nekrotik dan degradasi jaringan nekrotik oleh enzim proteolisis dari neutrofil
406 scavenger.

407 Fase pseudodiabetik sering timbul oleh karena lepasnya katekolamin dari sel yang
408 rusak yang dapat menstimulasi lepasnya glukosa dan asam lemak bebas.Pada minggu kedua,
409 terjadi sekresi insulin yang meningkatkan pergerakan glukosa dan menurunkan kadar gula
410 darah.

411 Pada 10-14 hari setelah infark terbentuk matriks kolagen yang lemah dan rentan
412 terhadap jejas yang berulang. Pada masa itu, biasanya individu merasa sehat dan

13
413 meningkatkan aktivitasnya kembali sehingga proses penyembuhan terganggu. Setelah 6
414 minggu, area nekrosis secara utuh diganti oleh jaringan parut yang kuat namun tidak dapat
415 berkontraksi seperti jaringan miokardium yang sehat.

416

417

4182.5. MANIFESTASI KLINIS

419 Derajat oklusi arteri biasanya berkaitan dengan gejala yang muncul dengan variasi di
420penanda kardiak dan penemuan EKG. Angina atau nyeri ada merupakan gejala klasik suatu
421SKA. Pada angina tidak stabil, nyeri dada muncul saat istirahat atau aktivitas berat sehingga
422menghambat aktivitas. Nyeri dada yang berkaitan dengan NSTEMI biasanya lebih lama
423dalam hal durasi dan lebih berat. Pada kedua keadaan ini, frekuensi dan intensitas dapat
424meningkat bila tidak hilang dengan istirahat, nitrogliserin, atau keduanya dan dapat bertahan
425selama lebih dari 15 menit. Nyeri dapat muncul dan menjalar ke lengan, leher, dan punggung
426atau area epigastrium. Sebagai tambahan dari angina, pasien SKA dapat muncul disertai
427sesak nafas, keringat dingin, mual, atau kepala berkunang-kunang. Selain itu dapat terjadi
428perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipneu, hipertensi ataupun hipotensi, penurunan
429saturasi oksigen (SaO2) dan abnormalitas irama jantung (Overbaugh, 2009).

4302.6 DIAGNOSIS

431 Diagnosis SKA dapat diitegakkan dengan riwayat dan gejala, namun bisa juga dengan
432bantuan EKG dan pemeriksaan laboratorium. Langkah pertama dalam pengelolaan SKA ialah
433penetapan diagnosis pasti. Diagnosis yang tepat amat penting, karana bila diagnosis SKA
434telah dibuat di dalamnya terkandung pengertian bahwa penderitanya mempunyai
435kemungkinan akandapat mengalami infark jantung atau kematian mendadak. Diagnosis yang
436salah sering menpunyai konsekuensi buruk terhadap kuaitas hidup penderita. Pada orang –
437orang muda, pembatasan kegiatan jasmami yang tidak pada tempatnya mungkin akan
438dinasihatkan. Bila hal ini terjadi pada orang – orang tua, maka mereka mungkin harus
439mengalami pensium yang terlalu dini, harus berulang kali dirawat di rumah sakit secara
440berlebihan atau harus makan obat – obatan yang potensial toksin untuk jangka waktu lama.
441Di pihak lain, konsekuensis fatal dapat terjadi bila adanya penyakit jantung koroner yang
442tidak diketahui atau bila adanya penyakit-penyakit jantung lain yang menyebabkan angina
443pectoris terlewat dan tidak terdeteksi. Cara – cara diagnostic yang dipakaikan ada di table 2,

14
444tapi yang harus dokter lakukan buat diagnosis SKA adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik.
445Dengan mempunyai anamnesis dan pemeriksaan fisik yang bener dan lengkap, sudah cukup
446mengarahkan kita ke arah SKA.

447

448

449Cara – Cara Diagnositik

450
1. Anamnesis
451 2. Pemeriksaan Fisik

452 3. Laboratium
4. Foto Dada
453
5. Pemeriksaan Jantung Non
454 – Invasif

455 - EKG istirehat


- Uji Latihan Jasmani (treadmill)
456
- Uji latih Jasmani Kombinasi Pencitraan:
457 - Uji Latih Ekokardiagrafi (Stress Eko)
458 - Uji Latih Jasmani Scintigrafi Perfusi Miokard
- Uji Latih Jasmani Farmakologik Kombinasi Teknik
459 Imaging

460 - Ekokardiografi Istirehat


- Monitoring EKG ambulatory
461

462 - Teknik non invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi


koroner :
463 - computed tomography

464 -Magnetic resonance arteriography


6. Pemerikasaan invasive menentukan anatomi koroner
465
- arteriografi koroner
466 - ultrasound intravascular (IVUS)

467 Setiap pasien dengan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis yang teliti, penentuan
468faktor risiko, pemeriksaan jasmani dan EKG. Pada pasien dengan gejala angina pectoris

15
469ringan,cukup dilakukan pemeriksaan noninvasif. Bila pasien dengan keluhan yang berat dan
470kemungkinan diperlukan tindakan revaskularisasi, maka tindakan angiografi sudah
471merupakan indikasi.

472 Pada keadaan yang meragukan dapat melakukan Treadmill test. Treadmill test lebih
473sensitive dan specific dibandingkan dengan EKG isitrahat dan merupakan tes pilihan untuk
474mendeteksi pasien yang kemungkinan Angina Pectoris dan pemeriksaan ini sarannya yang
475mudah dan biayanya terjangkau.

476 Pemeriksaan alternatif lain yang dapat dilakukan adalah ekokardiografi dan teknik
477non – invasive penentuan kalsifikasi koroner dan anatomi koroner, Computed Tomography,
478Magnetic Resonance Arteriography, dengan sensifitas dan specifitas yang lebih tinggi.

479 Diteruskan dengan pemeriksaan penunjang seperti EKG istirahat dan pemeriksaan
480darah; periksa darah rutin dan enzim jantung Pasien dengan STEMI dan NSTEMI akan kita
481lihat kelainan di EKG seperti ST elevasi, ST depresi, Tall T wave, T inversi.UA tiada
482kelainan di EKG, karana di thrombus itu menyumbat tidak total dan tidak lama di arteri
483koroner dan tidak akan menyebabkan perubahan di EKG. Pemeriksaan darah rutin
484dibutuhkan karana dari keputusannya akan mengarahkan apakah pasien ini anemis dan
485apakah pasien ini ada infeksi. Pemeriksaan enzim jantung juga mengarahkan kita ke ACS, di
486keadaan fisiologis enzim jantung Troponin I dan T tidak akan meningkat, tapi enzim CK dan
487CK-MB akan meningkat jika melakukan aktivitas yang berat, kerusakan otot-otot atau
488mengalami febris yang tinggi. Pemeriksaan Enzim dapat membedakan antara NSTEMI dan
489Unstable Angina.

490 Diagnosis angina pectoris tidak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi
491sedangkan tidak ada kenaikan troponin maupun CK-MB dengan ataupun tanpa perubahan
492EKG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau
493adanya gelombang T yang negatif. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam,
494maka pada tahap awal serangan angina pectoris tidak stabil seringkali tak bisa dibedakan dari
495NSTEMI.

496 Penderita penyakit jantung koroner akan kita mengevaluasikan risiko mortalitas, ACS
497yang baru atau recurrent atau butuh revascularisasi yang darurat. Setiap pasien datang dengan
498diagnosis ACS harus dilakukan score ini, namanya TIMI Risk Score

499

16
500

501

502

503

504

505Table: TIMI score di UA dan NSTEMI Table: TIMI Score di STEMI

17
506

18
508Diagnosis dan Gambaran Klinis Angina Pektoris Tidak Stabil

509 Anamnesis merupakan hal yang sangat penting. Penderita yang datang dengan
510keluhan utama nyeri dada atau nyeri ulu hati yang hebat, bukan disebabkan oleh trauma, yang
511mengarah pada iskemia miokardium, pada laki-laki terutama berusia > 35 tahun atau wanita
512terutama berusia > 40tahun, memerlukan perhatian khusus dan evaluasi lebih lanjut tentang
513sifat, onset, lamanya, perubahan dengan posisi, penekanan, pengaruh makanan, reaksi
514terhadap obat-obatan, dan adanya faktor resiko. Wanita sering mengeluh nyeri dada atipik
515dan gejala tidak khas, penderita diabetes mungkin tidak menunjukkan gejala khas karena
516gangguan saraf otonom.

517 Nyeri pada SKA bersifat seperti dihimpit benda berat, tercekik, ditekan, diremas,
518ditikam, ditinju, dan rasa terbakar. Nyeri biasanya berlokasi di blakang sternum, dibagian
519tengah atau dada kiri dan dapat menyebar keseluruh dada, tidak dapat ditunjuk dengan satu
520jari. Nyeri dapat menjalar ke tengkuk, rahang, bahu, punggung, lengan kiri atau kedua
521lengan. Lama nyeri > 20menit, tidak hilang setelah 5 menit istirahat atau pemberian nitrat.

522Keluhan pasien umumnya berupa

523- Resting angina : terjadi saat istirahat berlangsung > 20 menit

524- New onset angina : baru pertama kali timbul, saat aktivitas fisik seharihari, aktifitas ringan/
525istirahat

526- Increasing angina : sebelumnya usah terjadi, menjadi lebih lama, sering, nyeri atau
527dicetuskan aktivitas lebih ringan.

528 Keluhan SKA dapat berupa rasa tidak enak atau nyeri di daerah epigastrium yang
529tidak dapat dijelaskan sebabnya dan dapat disertai gejala otonom sesak napas, mual sampai
530muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak
531ada yang khas.

532Elektrokardiografi (ECG)

533 Pemeriksaan ECG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi risiko
534pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukan kemungkinan
535adanya iskemi atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti
536depresi segmen ST kurang dari 0.5mm dan gelombang T negatif kurang dari 2mm, tidak

19
537spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina tak stabil 4%
538mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% ECG juga normal.

539Exercise test

540 Pemeriksaan EKG tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil secara
541lansung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya mitral insuffisiensi
542dan abnormalitas gerakan dinding reginal jantung, menandakan prognosis kurang baik. Stress
543ekokardiografi juga dapat membantu menegakkan adanya iskemi miokardium.

544Pemeriksaan laboratorium

545 Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai
546petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut European Society of Cardiology
547(ESC) dan ACC dianggap adanya mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24 jam.
548Troponin tetap positif sampai 2 minggu.Risiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan
549troponin. CKMB kurang spesifik karena juga ditemukan di otot skeletal, tapi berguna untuk
550diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam
55148jam.

552

553Diagnosis dan Gambaran Klinis Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST ( NSTEMI)

554 Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala epigastrium dengan ciri
555khas seperti diperas, diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan,
556menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan
557gambaran klinis menunjukkan mereka memiliki gejala dengan onset baru angina berat /
558terakselerasi memiliki prognosis lebih baik berbanding dengan memiliki nyeri pada waktu
559istirahat.Gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri lengan,
560epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar terutama
561pasien lebih dari 65 tahun.

562Elektrokardiogram (ECG)

563 Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting
564yang menentukan risiko pada pasien. Pada Thrombolysis in Myocardial Ischemia Trial
565(TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0.05mV merupakan predictor
566outcome yang buruk.Outocme yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya

20
567depresi segmen ST dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya
568memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI. Biomarker
569Kerusakan Miokard Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang
570lebih disukai, karena lebih spesifik berbanding enzim jantung seperti CK dan CKMB.Pada
571pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4jam dan dapat
572menetap sampai 3-4minggu.

573Diagnosis dan Gambaran KlinisInfark Miokard Akut Dengan Elevasi ST (STEMI)

574 Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesa nyeri dada yang
575khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST 2mm, minimal pada dua sadapan prekordial

576yang berdampingan atau  1mm pada dua sadapan ektremitas. Pmeriksaan enzim jantung,
577terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan
578terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, dalam mengingat
579tatalaksana IMA, prinsip utama penatalaksanaan adalah time is muscle.

580Anamnesis

581 Anamnesis yang cermat perlu dilakukan apakah nyeri dadanya berasal dari jantung
582atau diluar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan
583apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat
584infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes mellitus,
585dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga. Pada hampir
586setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat,
587stress emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari
588atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun
589tidur.

590 Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Harus mampu
591mengenal nyeri dada angina dan mamapu membedakan dengan nyeri dada lainnya, karena
592gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina
593sebagai berikut2 :

594 Lokasi: substernal , retrosternal, dan prekordial.

595 Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, sperti ditusuk,
596rasa diperas, dan dipelintir.

21
597 Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung
598interskapular, perut dan dapat juga ke lengan kanan.

599 Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.

600 Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.

601  Gejala yang menyertai: mual muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas.

602
603 Gambar 3 : Pola nyeri dada pada iskemia miokard

604Pemeriksaan Fisik

605 Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas
606pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30menit dan banyak
607keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai
608manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan hamper setengah
609pasien infark posterior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau
610hipotensi). Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
611intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
612ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena
613disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 380C
614dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.

615Elektrokardiogram

616 Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada
617atau keluhan yang dicurigai STEMI dan harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak
618kedatangan di UGD. Pemriksaan EKG menentukan keputusan terapi karena bukti kuat
619menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat

22
620untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI
621tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan
622interval 5-10menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinu harus dilakukan unutk
623mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior,
624EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.

625 Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
626menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosa infark miokard gelombang Q,
627sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus
628tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak
629ditemukan elevasi segmen ST dan biasanya megalami UA atau NSTEMI. Pada sebagian
630pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.
631Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang
632Q atau menghilangnya gelombang R dan infark miokard nontransmural jika EKG hanya
633menunjukkan perubahan sementara segmen ST atau gelombang T. Namun tidak selalu ada
634korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural atau transmural) sehingga
635terminologi IMA gelombang Q atau non Q menggantikan infark mural atau nontransmural.

636

637 Gambar 5 : STEMI dengan evolusi patologik Q wave di lead I dan VL

638Petanda Kerusakan Jantung (Biomarkers)

639 Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CKMB) dan Cardiac Specific
640Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai
641petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada
642keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala
643IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan
644biomarker.

23
645 Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya
646nekrosis jantung (infark miokard)

647 CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-
64824 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. CKMB turut meningkat pada operasi jantung,
649miokarditis dan kardioversi elektrik.

650 cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark
651miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-
65214 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

653Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:

654  Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8
655jam.

656  Creatinine Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
657mencapai punak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

658  Lactic Dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark
659miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari

6602.7 DIAGNOSIS BANDING

661 Berbagai diagnosa banding sindrom koroner akut antara lain: a. Mengancam jiwa dan
662perlu penanganan segera: diseksi aorta, perforasi ulkus peptikum atau saluran cerna, emboli
663paru, dan tension pneumothorax. b. Non iskemik: miokarditis, perikarditis, kardiomyopati
664hipertropik, sindrom Brugada, sindrom wolf-Parkinson-White. c. Non kardiak: nyeri bilier,
665ulkus peptikum, ulkus duadenum, pleuritis, GERD, nyeri otot dinding dada, serangan panik
666dan gangguan psikogenik. Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut,
667emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada
668tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes
669melitus dan usia lanjut.

24
670

671 Gambar : Diagnosis banding nyeri dada

6722.8 TATALAKSANA

673 Sekiranya pasien sudah mempunyai tanda-tanda ACS, kita harus segera bertindak
674supaya tidak menyebabkan konsekuensi yang lebih parah.Penatalaksanaan dapat
675menggunakan akrronim MONACO. Dapat dimulai dengan memberikan oksigen 4L/mnt,
676Aspirin 300mg, Clopidogrel 300mg, Nitroglycerin 0.6mg SL ulang setiap 5 minute sebanyak
677tiga kali, jika pasien mengeluhkan nyeri dada yang berat sekali, morphine IV 0.5mg/ml
678sebanyak 5 ml dimasukin. Seterusnya, EKG harus dipantau dan mengetahui apakah ini UA,
679NSTEMI atau STEMI.Jika pasien mengalami UA, kita harus memastikan dengan
680pemeriksaan enzim jantung, dan melanjutkan ke arah edukasi dan terapi rawat jalan. Jika
681pasien mengalami STEMI/NSTEMI, kita harus memikirkan apakah rencana reperfusi dengan
682Percutaneus Coronary Intervention (PCI) boleh dilakukan apa tidak? Jika tidak boleh, kita
683harus rencanakan fibrinolysis.

684 Tujuan pengobatan pada ACS adalah untuk memperbaiki prognosis dengan cara
685mencegah infark miokard dan kematian. Upaya yang dilakukan adalah bagaimana
686mengurangi terjadinya thrombotic akut dan disfungsi ventrikel kiri. Tujuan ini dapat dicapai
687dengan modifikasi gaya hidup ataupun intervensi farmakologik yang akan

688

689

690 (i) mengurang progresif plak

25
691 (ii) menstabilkan plak, dengan mengurangi inflamasi dan memperbaiki fungsi
692 endotel, dan akhirnya,
693 (iii) mencegah thrombosis bila terjadi disfungsi endotel atau pecahnya plak. Selain
694 itu, obat juga dipakai untuk memperbaiki simtom dan iskemi yaitu nitrat kerja
695 jangka pendek dan jangka panjang, Beta – Blocker, CCB.

696 Kepada pasien yang menderita ACS maupun keluarganya perlu kita terangkan tentang
697perjalanan penyakit, pilihan obat yang tersedia. Pasien harus diyakinkan bahwa kebanyakan
698kasus angina dapat mengalami perbaikan dengan pengobatan dan modifikasi gaya hidup
699sehingga kualitas hidup lebih baik. Kelainan penyerta seperti hipertensi, diabetes mellitus,
700dislipidemia, dll, perlu ditangani secara baik. Cara pengobatan ACS yaitu,

701 (i) pengobatan farmakologis,


702 (ii) revaskularisasi miokard. Perlu diingat bahwa tidak satu pun cara di atas
703 sifatnya menyembuhkan. Dengan kata lain tetap diperlukan modifikasi gaya
704 hidup dan mengatasi factor-factor risiko.

705 Di pengobatan farmakologik, ada banyak jenis obat yang boleh dipakai dan ada
706tertentu yang sering dipakaikan dan akan dibahaskan nanti. Yang pertama adalah Aspirin
707dosis rendah, dari berbagai studi telah jelas terbukti bahwa aspirin masih merupakan obat
708utama untuk mencegahan thrombosis. pada penderita dengan resistensi atau intoleransi
709terhadap Aspirin. AHA/ACC guidelines update 2007 memasukkan kombinasi Aspirin dan
710Clopidogrel pada pasien dengan ACS menunjukkan lebih rendah mortality rate.

711 Obat penurun kolesterol juga dipakai di pasien ACS, pengobatan dengan statin
712digunakan untuk mengurangi risiko baik pada prevensi primer maupun pervensi
713sekunder.Berbagai studi membuktikan bahwa statin dapat menurunkan komplikasi sebesar
71439%. Selain menurunkan kolesterol, statin juga mempunyai mekanisme lain yang dapat
715berperan sebagai anti inflamasi, anti thrombotic dll (pleiotropic effect). Target penurunan
716LDL kolesterol adalah < 100mg/dl dan pada pasien risiko tinggi, Diabetes Mellitus, penderita
717penyakit jantung koroner dianjurkan menurunkan LDL kolesterol < 70mg/dl. Meta-analysis
718menunjukkan bahwa dosis 75 – 150 mg sama efektivitasna dibandingkan dengan dosis yang
719lebih besar. Karena itu aspirin disarankan diberi pada semua pasien ACS kecuali ditemukan
720kontraindikasi.Selain itu, efek samping seperti iritasi gastrointestinal dan perdarahan, alergi
721harus diperhatiin.Cardioaspirin memberikan efek samping yang lebih minimal dibandingkan
722Aspirin.Selain itu, Thienopyridine Clopidogrel dan Ticlopidine merupakan antagonis ADP

26
723dan menghambat agregasi Thrombosit.Clopidogrel lebih diindikasikan Pengunaan
724Angiotensin Converter Enzyme – Inhibitor (ACEI)/ Aldosterone Receptor Blocker (ARB)
725sebagai kardioproteksi untuk prevensi infark sekunder pada pasien dengan penyakit jantung
726koroner telah dibuktikan dari studi.

727

728 Nitrat pada umumnya disarankan pada pasien ACS karena nitrat memiliki efek
729venodilator sehingga preload miokard dan afterload ventrikel kiri dapat menurun sehingga
730dengan demikian konsumsi oksigen miokard juga akan menurun. Nitrat juga melebarkan
731pembuluh darah normal dan yang mengalami aterosklerotik, menaikkan aliran darah kolateral
732dan menghambat agregasi thombosit.Bila serangan Angina tidak respons dengan Nitrat
733jangka pendek seperti Nitroglycerin, maka harus diwaspadai adanya STEMI.Efek samping
734dari obat ini adalah sakit kepala dan flushing.

735 β blocker juga merupakan obat standar yang diberikan pada pasien ACS, β blocker
736menghambat efek katekolamin pada sirkulasi dan reseptor β-1 yang dapat menyebabkan
737penurunan konsumsi oksigen miokardium. Pemberian β blocker dilakukan dengan target
738denyut jantung sekitar 60 kali per menit. Kontraindikasi terpenting pemberian β blocker

27
739adalah riwayat asma bronchial serta disfungsi ventrikel kiri akut. Kalsium channel blocker
740juga diberikan, dia mempunyai efek vasodilatasi. Kalsium channel blocker dapat mengurangi
741keluhan pada pasien yang telah mendapat nitrat atau β blocker; terutama pada pasien yang
742mempunyai kontraindikasi penggunaan β blocker. Kalsium channel blocker tidak disarankan
743bila terdapat penurunan fungsi ventrikel kiri atau gangguan konduksi atrioventrikel.

744 Selain obat di atas, obat anticoagulant juga dipakai untuk coba membuka pembuluh
745darah yang teroklusi. Unfractionated Heparin (UFH) adalah obat yang memicu aktivitas
746antithrombin III dan mencegah converse fibrinogen ke fibrin. Obat ini tidak melysiskan
747thrombusnya tapi mencegeh lanjutan thrombogenesis. Selain UFH, terdapat Low Molecular
748Weight Heparins (LMWH) yang dapat dipakai juga. LMWH adalah indikasi untuk terapi
749STEMI dan adalah prophylaksis pada UA dan NSTEMI.LMWH ada kelebihan dari UFH,
750karena LMWH tidak harus dimonitor International Normalized Ratio (INR).Di UFH harus
751melakukan INR berterusan supaya tidak sampai tahap yang mungkinkan perdarahan.

752 Setelah obat farmakologi, sekarang masuk ke revaskularisasi miokard. Ada dua cara
753revaskularisasi yang telah terbukti baik pada ACS stabil yang disebabkan aterosklerotik
754koroner yaitu tindakan revaskularisasi pembedahan, bedah pintas koroner (coronary artery
755bypass graft = CABG) dan tindakan intervensi perkutan (percutaneous coronary intervention
756= PCI). Akhir – akhir ini kedua cara tersebut telah mengalami kemajuan pesat yaitu
757diperkenalkannya tindakan, off pump surgery dengan invasive minimal dan drug eluting stent
758(DES). Revaskularisai dengan 1 tujuan adalah meningkatkan survival ataupun mencegah
759infark ataupun menghilangkan gejala.

760 Secara umum, pasien yang memiliki indikasi untuk dilakukan arteriography koroner
761dan tindakan kateterisasi menunjukkan penyempitan arteri koroner adalah kandidat yang
762potensial untuk dilakukan ravaskularisasi miokard.selain itu, tindakaan revaskularisasi
763dilakukan pada pasien jika;

764 1. Pengobatan tidak berhasil mengontrol keluhan pasien

765 2.Hasil uji non-invasif menunjukan adanya risiko miokard

766 3.Dijumpai risiko tinggi untuk kejadian dan kematian

767 4. Pasien lebih memiilihkan tindakan intervensi disbanding dengan pengobatan biasa
768dan sepenuhnya mengerti akan risiko dari pengobatan yang diberikan kepada mereka.

28
769 Dari gambar 1, menunjukkan goal reperfusi adalah PCI atau terapi thrombolitic, jika
770PCI tidak dapat diakses dalam jangka waktu 90 menit, terapi thrombolitic disarankan.
771Thrombolitic terapi dapat menurunkan mortalitas dan kurangkan saiz infark di patient dengan
772STEMI. Terapi ini dilakukan dalam 3 jam pertama dari angina berlaku dan dapat menurunkan
77350% mortalitas pada pasien ACS.

774Angina Pektoris Tidak Stabil (Unstable Angina)

775Tindakan umum

776 Pasien perlu perawatan rumah sakit, sebaiknya di unit intensif koroner, dan
777diistirahatkan (bed rest), diberi obat penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau petidin
778perlu ada pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat
779nitrogliserin. ]

780Terapi Medikamentosa

781 a. Nitrat

782 Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan efek
783mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan
784oksigen.Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan
785memperbaiki aliran darah kolateral.Yang ada di Indonesia terutama Isosorbit dinitrat, yang
786dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-4mg/jam.Bila keluhan sudah terkendali infus
787dapat diganti isosorbid dinitrat per oral.

788 b. Penyekat Beta

789 Beta-blocker menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut
790jantung dan daya kontraksi miokardium.Metaanalisis dari 4700 pasien dengan UA
791menunjukkan penyekat beta dapat menurunkan resiko infark sebesar 13% (p <0.04).Semua
792pasien UA harus diberi penyekat beta kecuali ada kontraindikasi seperti asam bronkiale dan
793pasien dengan bradiaritmia.Beta-bloker seperti propanolol, metoprolol, atenolol, telah diteliti
794pada pasien UA, yang menunjukkan effektivitas yang serupa.

795 c. Antagonis Kalsium

796 Antagonis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar: golongan dihidropiridin seperti
797nifedipin dan golongan nondihidropiridin seperti diltiazem dan verapamil. Kedua golongan
798ini dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan darah. Golongan

29
799dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan nodus sinus
800maupun nodus AV lebih sedikit, dan efek inotropik negatif juga lebih kecil. Verapamil dan
801diltiazem memperbaiki survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner
802akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload
803memberikan keuntungan pada golongan nondihidropiridin pada pasien SKE dengan faal
804jantung normal. Pemakaian antagonis kalsium pada pasien yang ada kontraindikasi dengan
805beta-bloker.

806 d. Aspirin

807 Banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi kematian jantung dan
808mengurangi infark fatal pada pasien UA. Oleh karena itu aspirin dianjurkan seumur hidup
809dengan dosis awal 160mgper hari dan dosis selanjutnya 80-325 mg per hari.

810 e. Klopidogrel

811 Klopidogrel merupakan derivat tienopiridin, yang menghambat agregasi platelet.


812Klopidogrel juga terbukti dapat mengurangi strok, infark dan kematian kardiovaskular dan
813dianjurkan pada pasien yang tidak tahan aspirin. AHA menganjurkan pemberian klopidogrel
814bersama aspirin paling sedikit 1 bulan sampai 9 bulan. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg per
815hari dan selanjutnya 75 mg per hari.

816 e. Unfractionated Heparin

817 Heparin adalah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagai rantai polisakarida
818yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagualn yang berbeda-beda. Antitrombin III,
819bila terikat dengan heparin, akan bekerja menghambat trombin dan faktor Xa. Kelemahan
820heparin adalah efek terhadap trombus yang kaya trombosit dan heparin dapat dirusak oleh
821platelet faktor 4.

822 f. Low Molekuler Weight Heparin (LMWH)

823 LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai polisakarida heparin.


824Kebanyakan mengandung sakarida kurang dari 18 jam dan hanya bekerja pada faktor
825Xa.LMWH di Indonesia adalah dalteparin, nadroparin dan enoksaparin

826Stratifikasi Risiko Pasien yang termasuk risiko rendah antara lain adalah :

827 - pasien yang tidak pernah memiliki angina sebelumnya, dan sudah tidak ada serangan

30
828 - sebelumnya tidak memakai obat anti angina

829 - ECG normal atau tak ada perubahan dari sebelumnya.

830 - Enzim jantung tidak meningkat termaasuk troponin dan biasanya usia lebih muda.
831Pasien yang termasuk dalam risiko sedang adalah :

832 - Bila ada angina baru dan makin berat, didapatkan angina pada waktu istirahat

833 - Laki-laki, usia >70 tahun, menderita diabetes melitus

834 - Tidak ada perubahan ST segmen

835 - Enzim jantung tidak meningkat. Pasien yang termasuk dalam risiko tinggi adalah :

836 - Angina berlansung lama atau angina pasca infark; sebelumnya mendapat terapi yang
837intensif

838 - Ditemukan hipotensi, diaforesis, edema paru atau ”rales” pada pemeriksaan fisik

839 - Terdapat perubahan segmen ST yang baru

840 - Didapatkan kenaikan troponin, keadaan hemodinamika tidak stabil.

841 Bila manifestasi iskemia kembali secara spontan atau pada waktu pemeriksaan, maka
842pasien sebaiknya dilakukan angiografi. Bila pasien tetap stabil dan termasuk risiko rendah
843maka terapi medikamentosa sudah mencukupi. Hanya pasien dengan risiko tinggi yang
844membutuhkan tindakan invasif segera, dengan kemungkinan tindakan revaskularisasi.

845Infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI)

846 Pasien NSTEMI harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk
847deviasi semen T dan irama jantung. Empat komponen utama terapi yang harus
848dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu:

849  Terapi antiiskemia

850  Terapi antiplatelet/antikoagulan

851  Terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi)

852  Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS

853

31
854

855Terapi antiiskemia

856 Terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta dapat diberikan untuk menghilangkan
857nitrogliserin sublingual dan dapat dilanjutkan dengan intravena dan penyekat beta oral
858antagonis kalsium nondihidropiridin diberikan pada pasien dengan iskemia refrakter atau
859yang tidak toleran dengan obat penyekat beta.

860 a. Nitrat

861 Nitrat pertama kali diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien mengalami nyeri
862dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitat sublingual 3 kali dengan interval 5
863menit, direkomendasi pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-10ug/menit).

864 b.Penyekat Beta

865 Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 50- 60kali/menit. Antagonis
866kalsium yang mengurangi frekuensi jantungseperti diltiazem dan verapamil pada pasien
867dengan nyeri dada persisten.

868 b. Terapi antitrombotik

869 Oklusi trombus subtotal pada koroner mempunyai peran utama dalam patogenesis
870NSTEMI dan keduanya mulai dari agregasi platelet dan pembentukan thrombin-activated
871fibrin bertanggungjawab atas klot.

872 c. Terapi antiplatelet

873 Aspirin

874 Peran penting aspirin adalah menghambat siklooksigenase-1 yang telah dibuktikan dari
875penelitian klinis multipel dan beberapa meta-analisis, sehingga aspirin menjadi tulang
876punggung dalam penatalaksanaaan UN/NSTEMI. Sindrom ”resistensi aspirin” muncul baru-
877baru ini. Sindrom ini dideskripsi dengan bervariasi sebagai kegagalan relatif untuk
878menghambat (inhibisi) agregasi platelet dan/atau kegagalan untuk memperpanjang waktu
879pendarahan, atau perkembangan kejadian klinis sepanjang terapi aspirin. Pasien-pasien
880dengan resisitensi aspirin mempunyai risiko tinggi terjadi rekuren. Walaupun penelitian
881prospektif secara acak belum pernah dilaporkan pada pasien-pasien ini, adalah logis untuk
882memberikan terapi klopidogrel, wlaaupun aspirin sebaiknya juga tidak dihentikan.

32
883 Klopidogrel Thienopyridine ini memblok reseptor adenosine diphosphate P2Y12 pada
884permukaan platelet dan dengan demikian menginhibisi aktivasi platelet. Penggunaanya pada
885UA/NSTEMI terutama berdasarkan penelitian Clopidogrel in Unstable Angina To Prevent
886Recurrent Ischemic Events (CURE) dan Clopidogrel for The reduction of Events During
887Observation (CREDO). Efek bermanfaat ditemukan unutk semua subkelompok, termasuk
888kelompok tanpa deviasi segmen ST dan kelompok yang memiliki skor risiko TIMI rendah.
889Namun, klopidogrel dikaitkan dengan peningkatan pendarahan mayor dan minor, sejalan
890dengan kecenderungan peningkatan pendarahan yang mengancam jiwa (life-threatening
891bleeding).

892 Berdasarkan hasil-hasil penelitian, maka klopidogrel direkomendasi sebagai obat lini
893pertama (first-line drug) pada UA/NSTEMI, kecuali mereka dengan risiko tinggi pendarahan
894dan pasien yang memerlukan CABG segera. Klopidogrel sebaiknya diberikan pada pasien
895UA/NSTEMI dengan kondisi:

896  Direncanakan untuk mendapat pendekatan non-invasif dini

897  Diketahui memiliki kontraindikasi untuk operasi

898  Kateterisasi ditunda/ditangguhkan selama > 24-36jam.

899 d. Terapi antikoagulan

900UFH (Unfractionated heparin)

901 Manfaat UFH jika ditambah aspirin telah dibuktikan dalam tujuh tahun penelitian acak
902dan kombinasi UFH dan aspirin telah digunakan dalam tatalaksana UA/NSTEMI untuk lebih
903dari 15 tahun. Namun demikian terdapat kerugian pada penggunaan UFH.Produksi antbodi
904antiheparin mungkin berhubungan dengan heparin-induced thrombositopenia. Ikatan ini
905menimbulkan efek antikoagulan yang tidak menentu, memerlukan monitor lebih sering
906terhadap activated partialthromboplastin time (aPTT), pengaturan dosis dan membutuhkan
907infus intravena kontinu.

908LMWH (Low Molecular Weight Heparin)

909 Kerugian pada penggunaan UFH sebagian besar dapat diatasi dengan penggunaan
910LMWH.Pentingnya pemantauan efek antikoagulan tidak diperlukan dan kejadian
911trombositopenia yang diinduksi heparin berkurang.LMWH adalh inhibitor utama pada
912sirkulasi trombin dan juga faktor Xa sehingga obat ini mempengaruhi tidak hanya kinerja

33
913trombin dalam sirkulasi (efek anti factor IIa), tapi juga mengurangi pembentukan trombin
914(efek anti factor Xa).

915Infark Miokard Dengan Elevasi ST

916 Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
917penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
918antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi
919IMA. Pedoman (guideline) yang digunakan dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST adalah
920dari ACC/AHA 2004. Walaupun demikian perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas
921di tempat masing-masing senter dan kemampuan ahli yang ada (khususnya di bidang
922kardiologi intervensi).

923Tatalaksana di Ruang Emergensi

924Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:

925 Mengurangi / menghilangkan nyeri dada

926 Identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera,

927 Triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit

928 Menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI

929Tatalaksana Umum

930 a. Oksigen

931 Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada
932 semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jm pertama.

933 b. Nitrogliserin (NTG)

934 NTG sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0.4mg dan dapat
935 diberikan samapai 3 dosis dngan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG
936 juga dapat menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
937 dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika
938 nyeri dada terus berlansungdapat diberikan NTG intravena (iv). NTG juga diberikan
939 untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi nitrat harus dihindari pada
940 pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita

34
941 infark ventrikel kanan. Pasien yang menggunakan phosphodiesterase-3 inhibitor sildanefil
942 dalam 24 jam karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.

943 Hal ini sanagat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivitas simpatis yang
944 menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.

945  Morfin
946 o Merupakan pilihan dalam nyeri dada STEMI. Diberikan dengan dosis 2-4mg
947 dan dapat diulangi dengan interal 5-15 menit sampai dosis total 320mg.

948  Aspirin
949 o Aspirin merupakan tatalaksana dasar pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
950 pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit
951 A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325mg di
952 ruangan EMG. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162mg.

953  Penyekat Beta


954 o Diberikan jika morfin tidak efekif. Regimen yang biasa diberikan adalah
955 metoprolol 5mg setiap 1-5menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
956 jantung >60x/menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval
957 PR<0.24detik dan ronki tidak lebih dari 10cm dari diafragma. Lima belas
958 menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan oral dengan dosis 50mg
959 tiap 6 jam selama
960 o 48jam, dan dilanjutkan 100mg setiap 12 jam.

961  Terapi reperfusi


962 Reperfusi dini akan akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
963 disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI
964 berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.

965a. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)


966 Biasanya angioplasty dan atau stenting (CABG) tanpa didahului fibrinolisis disebut
967PCI primer. Akan efektif pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama IMA. PCI
968primer lebih efektif bila dibandingkan fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang
969teroklusi dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan panjang yang lebih baik.

35
970 b.Fibrinolisis
971 Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit
972sejak masuk. Tujuan utama adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Antara obat
973fibrinolitik yang digunakan yaitu:

974 - Streptokinase (SK)


975 - tissue plasmibnogen Activator (tPA, alteplase)
976 - Reteplase (Retavase)

977 Terapi Farmakologis


978 a. Antitrombotik
979 Penggunaan terapi antiplatelet dan antitrombin selama fase awal STEMI berdasarkan
980 bukti klinis dan laboratories bahwa trombosis mempunyai peran penting dalam patogenesis.
981 Tujuan utama pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi arteri
982 koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tedensi pasien menjadi
983 trombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI.

984 Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah unfractinated
985 heparin. Pemberian UFH IV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat
986 trombolitik spesifik fibrin relatif (tPA, rPA atau TNK) membantu trombolisis dan
987 memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait infark.

988 b. Penyekat beta


989 Manfaat penyekat beta pada STEMI dapat dibagi menjadi : yang terjadi segera jika
990 obat diberikan secara akut dan yang diberkan jangka panjang jika obat diberikan untuk
991 pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian secara iv membaiki kebutuhan suplai serta
992 kebutuhan oksigen moikard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark, dan menurunkan
993 risiko kejadian aritmia ventrikel yang khusus.

36
994 c. ACE inhibitor
995Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas
996bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Inhibitor ACE harus diberikan
997dalam 24 jam pertama pada pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa
998batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dengan imaging
999menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau terdapat abnormalitas
1000gerakan dinding global atau pasien abnormalitas gerakan dinding global atau pasien
1001hipertensif.

1002 2.9 KOMPLIKASI


1003 Banyak komplikasi akan berlaku jika ACS tidak ditanganin dengan segera dan
1004 membiarin proses iskemic berterusan. Yang paling sering kelihat di pasien ACS adalah
1005 congestive heart failure (CHF). CHF post STEMI adalah suatu feature prognostic yang
1006 buruk dan membutuhkan terapi obat supaya mortalitas rate diturunkan. Klasifikasi Killip
1007 digunakan untuk assess pasien yang CHF post STEMI. 1) Killip 1 – tiada ronchi dan tiada
1008 suara jantung ke-3. 2) Killip 2 – ronchi di < 50% paru – paru atau ada suara jantung ke – 3.
1009 3) Killip 3 – ronchi > 50% paru – paru. 4) Killip 4 – Syok Cardiogenic.

1010 Untuk penderita CHF yang ringan biasanya akan respon terhadap Intravenous
1011 Furosemide 40-80mg dan Nitroglycerin administrasi kalau tekanan darah dalam batas
1012 normal. Oksigen adalah mandatory dan regular tahap oksigen monitor. ACE-I boleh
1013 diberikan dalam < 24-48 jam jika tekanan darah dalam batas normal.Penderita dengan CHF
1014 yang berat butuh melakukan Swan-Ganz katetherisasi untuk memeriksa tekanan
1015 pulmonary.Intravenous inotropic seperti dopamine dan dobutamine dibutuhkan pada
1016 penderita CHF yang berat.Jika pasien menderita syok kardiogenic, revaskularisasi dan/atau
1017 intra-aortic ballon pump insersi dibutuhkan.

1018 Selain gagal jantung, penderita juga mungkin mengalami rupture miokardium dan
1019 dilatasi aneurism.Ruptur di dinding ventrikel kiri biasanya adalah tanda – tanda awal dan
1020 yang fatal. Penderita akan mengalami kollaps haemodynamic dan mengikuti cardiac arrest.
1021 Ruptur subakut masih boleh lakukan pericardiocentesis dan pembaikan ruptur dengan
1022 operasi.Dilatasi aneurism pada miokardium yang infark adalah komplikasi yang lambat dan
1023 butuhkan operasi.

1024 Ventricular Septal Defect juga mungkin berlaku pada 1 – 2% pasien STEMI dan
1025 biasanya disebabkan keterlambatan dan gagal fibrinolisis. Mortalitasnya sangat tinggi

37
1026 dengan tanpa operasi langsung, mortalitas akan mencapai 92%. Mitral regurgitasi mungkin
1027 berlaku pada pasien STEMI juga. Sever mitral regurgitasi mungkin berlaku pada awal proses
1028 STEMI. Tiga mechanism mungkin menyebabkan mitral regurgitasi di STEMI, dengan
1029 bantuan Transoesophageal Echocardiogram (TOE) akan konfirmasikan causanya, 1)
1030 disfungsi ventricular kiri yang sever dan dilatasi menyebabkan annular dilatasi pada katup
1031 dan menyebabkan regugitasi. 2) miokardium infark di dinding inferior yang menyebabkan
1032 disfungsi otot papillary yang control buka dan tutup katupnya. 3) miokardium infark pada
1033 otot papilari dan menyebabkan akut sever oedem pulmo dan syok kardiogenic.

1034 Irama jantung juga akan terganggu pada penderita ACS. Ventrikular takikardi dan
1035 ventricular fibrilasi adalah gejala yang sering ketemu di pasien STEMI terutama dengan
1036 reperfusi.Ventrikular takikardi harus di terapi dengan Intravenous Beta – blockers, lidocain
1037 atau amiodarone. Kalau pasien adalah hipotensi, synchronized kardioversi dilakukan, dan
1038 memastikan kalium adalah di atas 4.5 mmol/L. Refractori ventricular takikardi atau fibrilasi
1039 akan ada respon terhadap magnesium 8 mmol/L dalam 15 menit IV. Atrial fibrillasi sering
1040 ketemu juga dan diterapikan beta – blocker atau digoxin. Bradyarrthimia boleh diterapi
1041 dengan IV Atripine 0.5mg dan diulangkan 6 kali dalam 4 jam. Kadang kala, gangguan
1042 konduksi aliran listrik jantung juga mungkin berlaku. AV blok adalah yang paling sering
1043 ketemu pada AMI, terutama kalau adalah dinding inferior yang infark, karena arteri koroner
1044 yang kanan supply ke SA dan AV node. Gangguan konduksi boleh temporary dan
1045 permenant.Jika temporary, hanya dilakukan Atropine atau pacemaker yang temporary.Tapi
1046 kalau adalah permanent, pacemaker yang permanent dibutuhkan.

1047 a. Disfungsi ventrikular


1048 Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran dan
1049 ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
1050 remodelling ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara
1051 klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark, ventrikel kiri
1052 mengalami dilatasi.Secara akut hasil ini berasal dari ekspansi infark.Selanjutnya terjadi pula
1053 pemanjangan segmen non infark, mengakibatan penipisan yang disproporsional dan elongasi
1054 zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan
1055 ukuran dan lokasi infark dengan dilatasi pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang
1056 mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung
1057 dengan prognosis yang buruk.

38
1058 b. Gangguan hemodinamik
1059 Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit karena
1060 STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
1061 pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang
1062 tersering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada
1063 roentgen sering dijumpai kongesti paru.

1064 c. Syok kardiogenik


1065 Hanya 10% pasien syok kardiogenik ditemukan saat masuk, sedangkan 90%
1066 ditemukan selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik
1067 mempunayi penyakit arteri koroner multivessel.

1068 d. Infark ventrikel kanan


1069 Sekitar sepertiga pasien dengan infark posteroposterior menunjukkan sekurang-
1070 kurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark terbatas
1071 primer pada ventrikel kanan. Infark ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda gagal
1072 ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul’s, hepatomegali) dengan
1073 atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST pada sadapan EKG sisi kanan, terutama sadapan
1074 V4R sering dijumpai pada 24 jam pertama pasien infark ventrikel kanan. Terapi terdiri dari
1075 ekspansi volume untuk mempertahankan preload ventrikel kanan yang adekuat dan upaya
1076 untuk meningkatkan tampilan dengan reduksi takanan arteri pulmonalis.

1077 e. Aritmia pasien pasca STEMI


1078 Insidens aritmia pasca infark lebih tinggi pada pasien segera setelah onset gejala.
1079 Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom,
1080 gangguan elektrolit, iskemia dan penghambatan konduksi di zona iskemia miokard.

1081 f. Ekstrasistol ventrikel


1082 Depolarisasi prematur ventrikel sporadik yang tidak sering terjadi pada hampir semua
1083 pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Penyekat beta efektif dalam mencegah aktifitas
1084 ektopik ventrikel pada pasien STEMI dan pencegahan fibrilasi ventrikel, dan harus diberikan
1085 rutin kecuali terdapat kontraindikasi. Hipokalemia dan hipomagnesemia merupakan faktor
1086 risiko fibrilasi ventrikel pada pasien STEMI, konsentrasi kalium serum diupayan mencapai
1087 4,5 mmol/liter dan magnesium 2 mmol/liter.

1088g. Takikardi dan fibrilasi ventrikel.

39
1089 Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardidan fibrilasi ventrikular dapat terjadi tanpa
1090 tanda bahaya aritmia sebelumnya.

1091 h. Komplikasi mekanik


1092 - Ruptur muskularpapilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dindingventikel.
1093 - Penatalaksaan : operasi.

1094 2.10 PENCEGAHAN


1095 Tidak ada motto yang boleh mengganti ini, “Mencegah lebih baik daripada
1096 mengobati”.Ini berlaku untuk siapapun, terlebih pada orang yang mempunyai factor risiko
1097 yang tinggi.Prioritas pencegahan terutama dilakukan pada pasien dengan penyakit jantung
1098 koroner, penyakit arteri periferi dan ateroscklerosis cerebrovascular.Selain itu, pasien yang
1099 tanpa gejala tapi mempunyai risiko tinggi karena banyak factor risiko dan besarnya risiko
1100 dalam 10 tahun bakal dapat penyakit kardiovascular yang fatal. Peningkatan salah satu
1101 komponen factor risiko seperti cholesterol > 320mg/dl, LDL >240 mg/dl, tekanan darah >
1102 180/110mmhg dan pasien diabetes tipe2 dan tipe 1 dengan mikroalbuminuria. Riwayat
1103 keluarga dekat pasien yang mempunyai penyakit kardiovaskular aterosklerotik atau riwayat
1104 mati mendadak.Semua yang diatas adalah factor – factor risiko yang menyebabkan penyakit
1105 jantung koroner yang memungkin pada pasien.

1106 Jadi kita sebagai pelayan medis, harus mencarikan factor risiko yang ada pada pasien
1107 dan membantu pasien mencegahkan factor risiko tersebut dengan cara nonfarmakologik dan
1108 farmakologik. ACC/AHA merekomendasikan petunjuk untuk untuk pencegahan penyakit
1109 kardiovaskular yang ditentukan dari factor risiko yang ada.

1110
1111Panduan pencegahan primer penyakit kardiovaskular dan stroke berdasarkan factor
1112risko.

40
1113 Selain daripada yang diatas, terdapat prevensi sekunder pada individu yang terbukti
1114 menderita penyakit jantung koroner adalah upaya untuk mencegah agak ACS itu tidak
1115 berulang lagi.Prevensi sekunder itu sangat diperlukan pada individu yang pernah atau sudah
1116 terbukti menderita ACS, cenderung untuk mendapat sakit jantung lagi, dan orang yang
1117 belum pernah sakit jantung tapi mempunyai kemungkinanya yang besar. Selain itu, individu
1118 yang mempunyai proses aterosklerosis pada pembuluh darah organ lain seperti di otak, aorta
1119 atau arteri karotis, arteri perifer dll. Oleh sebab itu, pervensi sekunder itu penting supaya
1120 tidak menyebabkan ACS nanti.Tabel 5 di bawah adalah intervensi – intervensi yang harus
1121 dilakukan pada penderita atau bakal penderita ACS supaya ACS tidak berlaku.

1122 2.11 PROGNOSIS

1123 Terdapat beberapa sistem yang ada dalam menentukan prognosis pasien pasca IMA:

Klas Definisi Mortalitas


(% )
I Tidak ada tanda gagal jantung kongestif 6
II + S3 dan / atau ronkhi basah 17
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80
1124

1125 Tabel: Klasifikasi Killip pada IMA

1126 Penelitian menunjukkan bahwa penderita yang simtomatis prognosisnya lebih baik
1127 daripada yang penderita yang asimtomatis. Data saat ini menunjukkan bahwa bila penderita
1128 asimtomatis atau dengan simtom ringan, kematian tahunan pada penderita dengan pada satu
1129 dan dua pembuluh darah koroner adalah 1,5 % dan kira-kira 6 % untuk lesi pada tiga
1130 pembuluh darah koroner. Kalau pada golongan terakhir ini kemampuan latihan (exercise
1131 capacity) penderita baik, kematian tahunan adalah 4 % dan bila ini tidak baik kematian
1132 tahunannya kira-kira 9 %, karena itu penderita harus dipertimbangkan untuk revaskularisasi.

41
1133 BAB III

1134 KESIMPULAN

1135 ACS adalah penyakit yang gawat dan harus diidentifikasi dan ditangain dengan cepat
1136 supaya komplikasi yang lebih parah tidak terjadi.Pada fase awal, ACS itu masih reversible,
1137 tapi bila sudah fase lebih lama,infarktidak dapat dikembali ke otot jantung yang normal.Otot
1138 jantung tidak dapat pulih dengan sendirinya. Selain itu, faktor – faktor resiko ACS seperti
1139 diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia, obesitas, merokok dll dapat menyebabkan lapisan
1140 endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami kerusakan sehingga
1141 terbentuknya plak pada pembuluh darah koroner dan menyempitnya lumen arteri koroner,
1142 dan mengurangi aliran darah/iskemia miokard. Bila plak aterosklerotik mengalami rupture
1143 akan menyebabkan ACS. Walaupun cara – cara diagnosis ACS bermacam – macam, setiap
1144 dokter harus mengetahui kemampuan dan keterbatasan masing – masing cara tersebut. Untuk
1145 membuat suatu diagnosis yang menyeluruh tidak selalu membutuhkan semua pemeriksaan
1146 tersebut. Pada penderita, uji latihan jasmani mungkin merupakan pemeriksaan yang sudah
1147 mencukupi tetapi pada penderita lain mungkin diperlukan arterigrafi koroner tanpa harus
1148 sebelumnya menjalani uji latihan jasmani.

1149 Pengobatan ACS ada banyak cara, pengobatan farmakologis, tindakan intervensi
1150 kardiologi dan pembedahan. Tetapi yang paling penting kita harus evaluasi apa factor risiko
1151 yang ada pada penderita dan menghilangkan risiko itu. Dengan cara modifikasi gaya hidup,
1152 mengatasi factor risiko/penyebab agar progresi penyakit dapat dihambat dan rekurensi ACS
1153 diminimalisasikan. Tindakan PCI maupun bedah pintas jantung (CABG) dikerjakan sesuai
1154 dengan indikasi yang tepat.Dengan kemajuan yang pesat dalam bidang intervensi kardiologi,
1155 sebagian kasus ACS yang dulunya harus dilakukan tindakan bedah jantung, sekarang ini
1156 dapat diatasi dengan PCI.Saat ini tindakan PCI maupun primary PCI sudah rutin
1157 dikerjakan.Pencegahan ACS penting sekali diperhatikan terutama pada kelompok orang
1158 dengan risiko tinggi.Pemeriksaan factor risiko harus dimulai sejak umur 20tahun terutama
1159 bila ada riwayat keluarga dengan ACS. Seluruh orang dewasa usia di atas 40 tahun harus
1160 mengetahui factor risiko dan prediksi besarnya risiko ACS dalam 10 tahun dengan tujuan
1161 menurunkan factor risiko sebesar-besarnya. Pasien diabetes atau risiko 10 tahun > 20%
1162 dianggap sama pasien ACS.

1163

42
1164 DAFTAR PUSTAKA

1165 Acute Coronary Syndromes : a national clinical guidelines, 2007, Scottish Intercollegiate
1166 Guidelines Network.

1167 Andra. Sindrom Koroner Akut:Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif?. Majalah Farmacia
1168 Edisi Agustus 2006 , Halaman: 54

1169 Aroney C. et al. 2006, Guidelines for the management of acute coronary syndromes 2006,
1170 National Heart Foundation of Australia.

1171 Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency


1172 Cardiovascular Care, AHA

1173 Brady W. et al. 2012, Acute Coronary Syndrome : 2010 American Heart

1174 Diputra. R. M. D., Wita. W dan Aryadana. W. 2018. Karakteristik Penderita Sindroma
1175 Kororer Akut di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2016. E. Jurnal Medika. Vol7.
1176 No10. (I-10).

1177 Fauci A. et al., 2005, Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th edition, p1425

1178 Harrisons, Prinsiples of Internal Medicine, 17th ed, Philadelphia, McGraw Hill, 2000,1387–
1179 97.

1180 Kumar P and Clark M, 2006, Clinical Medicine 7th Edition, page 743

1181Muhibbah.W.A., Agustina. R., dan Oskilliandri. 2019. Karakteristik Pasien Sindrom Coroner
1182 Akut Pada Pasien Rawat Inap Ruang Tulip di RSUD Ulin Banjarmasin. Jurnal of
1183 Healt Sciences. Vol.3. No.1 (6-12).

1184R.A. Nawawi, Fitriani, B. Rusli, Hardjoeno. NILAI TROPONIN T (cTnT) PENDERITA


1185 SINDROM KORONER AKUT (SKA). Indonesian Journal of Clinical Pathology
1186 and Medical Laboratory, Vol. 12, No. 3, Juli 2006: 123-126

1187 Rani A. et al., 2006, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, halaman 63

1188Santani. R., dan Nurkusumasari. N. Sindrom Koroner Akut. Fakultas Kedokteran Universitas
1189 Muhammadiyah Sukarta. (37 - 410).

1190Sulastri. L., Frisyani. Y dan Mulyati. T. 2020. Manfaat Health Education Pada Pasien Acute
1191 Coronary Syndrome (ACS) JNC. Vol.3 (1-10).

43
1192 Sunarya Soerianata, William Sanjaya. Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut dengan
1193 Revaskularisasi Non Bedah. Cermin Dunia Kedokteran No. 143, 2004

1194 Tumade. B., Edmond. J. 2016. Prevelensi Sindrom Koroner Akut di RSUP Prof. Dr. R. D.
1195 Kandou Manado Periode 1 Januari 2014 – 3 Desember 2014. Jurnal Kedokteran.
1196 Vol.4, No.1 (1-8).

44

Anda mungkin juga menyukai