Nim : 18102062
Jawaban :
1. Penyebaran Covid-19 semakin masif dalam beberapa minggu terakhir ini termasuk
yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan data sebaran kasus sampai dengan 5 April
2020 jumlah kasus positif sebanyak 2.273 dengan angka kematian berkisar 8,7%,
tersebar di 32 Provinsi dari total 34 Provinsi yang ada di Indonesia. Beberapa ahli
menyebutkan tren peningkatan kasus masih akan terus berlanjut, salah satunya
diungkapkan ahli dari Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) yang
memperkirakan total kasus positif bisa mencapai 71.000 kasus per akhir April 2020
dengan menggunakan pemodelan kasus di Indonesia selama lima hari terakhir atau
dengan model Italia.
Secara umum, pandemi Covid-19 telah berdampak buruk pada ekonomi nasional
sepanjang tahun 2020 lalu kendati mulai triwulan tiga 2020 mulai membaik. Kondisi
ekonomi nasional itu tampak dari sejumlah indikator perekonomian, seperti
pertumbuhan ekonomi, Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Indeks Manufaktur
(PMI), Retail Sales Index, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), dan jasa keuangan.
Laju pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2020 diperkirakan mengalami
pertumbuhan negatif. Pada kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi masih tumbuh 2,97
persen (yoy), tetapi memasuki kuartal II terkontraksi hingga 5,32 persen (yoy).
Kuartal II merupakan puncak dari semua kelesuan ekonomi karena hampir seluruh
sektor usaha ditutup untuk mencegah penyebaran virus SARS-CoV-2 penyebab
Covid-19. PSBB sebagai langkah penanganan pandemi Covid-19 yang diterapkan
pada sejumlah daerah di Indonesia merupakan faktor yang menyebabkan kontraksi
pertumbuhan ekonomi pada pada triwulan II 2020.
Memasuki kuartal III, saat PSBB mulai dilonggarkan, kegiatan ekonomi mulai
menggeliat. Kontraksi ekonomi mulai berkurang menjadi 3,49 persen. Dengan
catatan dua kuartal berturut-turut kontraksi, maka ekonomi Indonesia secara teknis
masuk dalam resesi. Pada kuartal IV, Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan,
ekonomi masih akan minus di kisaran minus 2,9 persen hingga minus 0,9 persen. Itu
artinya, Indonesia diperkirakan menutup tahun 2020 pada angka pertumbuhan
ekonomi minus.
Selama tahun 2020, pemerintah tercatat tiga kali mengubah proyeksi pertumbuhan
ekonomi. Pada Maret-April, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi di
kisaran minus 0,4 persen hingga minus 2,3 persen. Pada Mei-Juni, perkiraan lebih
pesimistis di angka minus 0,4 persen hingga minus 1 persen. Setelah melihat
berbagai perkembangan, pada September-Oktober, proyeksi pertumbuhan kembali
direvisi menjadi kontraksi 1,7 persen hingga 0,6 persen.
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mencatat, Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
kegiatan usaha pada triwulan III dan IV 2020 adalah sebesar minus 5,97 dan 2,21
persen, meningkat dibandingkan kondisi pada triwulan II yang mencapai minus 35,7
persen. Berdasarkan hasil data survei, perbaikan kegiatan dunia usaha terjadi pada
seluruh sektor ekonomi terutama pada sektor industri pengolahan, perdagangan
hotel dan restoran, sektor pengangkutan, serta komunikasi.
Dari sisi aktivitas manufaktur, terjadi perbaikan hingga Desember 2020. Indeks
Manufaktur (PMI) pada bulan Desember 2020 mencapai 51,3, atau berada di level
ekspansi. Angka PMI itu naik dari 50,6 pada bulan November 2020. Indeks
manufaktur yang telah kembali ke titik 50 poin pada November dan Desember 2020
merupakan satu indikator bahwa perusahaan manufaktur kembali berekspansi
karena mengalami peningkatan penjualan yang berakibat pada peningkatan
produksi. Selama pandemi, PMI pernah mencapai level terburuk dengan skor hanya
27,5 pada April 2020. Perbaikan sektor manufaktur akan menentukan pemulihan
ekonomi.
Indikator lain yang dapat dilihat adalah Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang
menunjukkan optimisme dan pesimisme konsumen terhadap perekonomian. Pada
Desember 2020, IKK keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi menguat,
mendekati zona optimis. IKK meningkat dari 92 pada November 2020 menjadi 96,5
pada Desember 2020. Sejak April 2020, IKK berada di level pesimis. IKK terburuk
terjadi pada Mei, pada angka 77,8, setelah itu merangkak naik hingga akhir tahun.
Sejalan dengan aktivitas perekonomian yang belum pulih, penyaluran kredit juga
merosot. Bank Indonesia (BI) mencatat, penyaluran kredit industri perbankan hingga
akhir Desember 2020 mencapai Rp 5.482,5 triliun, masih mengalami kontraksi 2,7
persen secara tahunan (yoy). Kontraksi tersebut terjadi karena penurunan kredit
kepada debitur korporasi yang belum banyak melakukan investasi.
Secara garis besar, Perppu tersebut mengatur kebijakan keuangan negara dan
kebijakan stabilitas sistem keuangan negara. Kebijakan keuangan negara tersebut
meliputi kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan,
kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, dan
kebijakan pembiayaan. Sedangkan, kebijakan stabilitas sistem keuangan meliputi
kebijakan untuk penanganan permasalahan lembaga keuangan yang
membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.
Penyesuaian postur dan rincian APBN 2020 dilakukan untuk menjaga kualitas dan
kesinambungan APBN 2020. Selain itu, penyesuaian dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan penanganan Covid-19 dan menghadapi ancaman yang dapat
membahayakan perekonomian nasional dan stabilitas keuangan. Peningkatan
pandemi Covid-19 diprediksi akan berakibat pada penurunan pertumbuhan ekonomi
pada tahun 2020. Berdasarkan prediksi The Economist Intelligence Unit sebagian
besar negara G-20 akan mengalami pertumbuhan ekonomi negatif kecuali China
(1,0), India (2,1), dan Indonesia (1,0)[4]. Pertumbuhan yang masih positif ini karena
baseline pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum Covid-19 sudah cukup tinggi
dengan real GDP growth sebesar 5,1.
Dalam aspek belanja negara, pemerintah menilai belanja negara masih belum efektif
dalam mencapai sasaran pembanguan dan tingginya beban mandatory pending juga
membatasi ruang gerak fiskal. Merujuk pada RKP 2020, pemerintah pada tahun
depan menargetkan rasio penerimaan pajak mencapai 10,57% hingga 11,18%.
Definisi pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-
undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengertian
pajak daerah di atas tertuang dalam UU N0. 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Aturan ini menggantikan UU N0. 18
Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000.
Dalam hal ini, setiap daerah wajib untuk mengaturnya sendiri berdasarkan
potensi yang dimiliki ke dalam peraturan di tingkat daerah dengan tetap mengacu
pada UU PDRD. Dalam UU PDRD sendiri dijelaskan bahwa setiap daerah
mempunyai hak dan kewajiban mengatur serta mengurus sendiri berbagai
keperluan pemerintahannya.
Dengan kata lain, pemungutan pajak daerah dilakukan dengan tujuan untuk
membiayai penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan, dan
pembinaan kemasyarakatan secara berdaya guna dan berhasil untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Sama halnya dengan pajak pusat, pajak daerah mempunyai peran penting
dalam melaksanaan beberapa fungsi, yakni fungsi budgetair dan fungsi
regulerend. Sebagai fungsi budgetair, pemungutan pajak daerah berguna untuk
menghimpun dana dari masyarakat untuk kepentingan pembiayaan
pembangunan daerah. Fungsi tersebut tercermin dari kehendak memperoleh
penerimaan pajak daerah dalam jumlah besar dengan biaya pemungutan yang
sekecil-kecilnya.
b) Retribusi
Menurut UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.
Banyak yang mengira jika retribusi daerah sama dengan pajak daerah.
Pernyataan tersebut tidak sepenuhnya salah, karena keduanya memiliki
persamaan dan perbedaan masing-masing. Keduanya merupakan salah satu
sumber pendapatan pemerintah daerah yang penting untuk membiayai
pembangunan. Selain itu, keduanya bersifat dipaksakan dan dibebankan kepada
masyarakat. Bila masyarakat taat bayar keduanya, maka akan tercapai
kesejahteraan bersama.
Retribusi daerah dibagi menjadi 3 jenis, seperti yang tertuang dalam UU No.
28 tahun 2009, yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi
Perizinan Tertentu.
1) Retribusi Jasa Umum
Retribusi Jasa Umum merupakan pungutan atas pelayanan yang
disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan
dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan. Tarifnya ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa
yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan
efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut. Biaya yang dimaksud
meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal.
Referensi
https://feb.unpad.ac.id/implementasi-kebijakan-keuangan-di-pemerintah-pusat-dan-
daerah-akibat-pandemi-covid-19/
https://amp.kontan.co.id/news/pemeriksaan-pengelolaan-keuangan-negara-dalam-
penanganan-covid-19-dimulai
https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/ekonomi-indonesia-pada-masa-
pandemi-covid-19-potret-dan-strategi-pemulihan-2020-2021
https://www.pajakku.com/read/5d82eb4574135e0390823b09/Definisi-Pajak-Daerah-dan-
Jenis-jenis-Pajak-Daerah
https://news.ddtc.co.id/memahami-definisi-fungsi-dan-jenis-pajak-daerah-21326
https://news.ddtc.co.id/apa-itu-retribusi-26462