Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

CRONIC KIDNEY DESEASE


STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS

Oleh:

SIPRIANUS SALMON SEDA, S.Kep

113063J119050

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2020
I. KONSEP TEORI
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Makroskopis
Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada
dinding abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12
hingga L3. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya
lobus hepar. Ginjal dibungkus oleh tiga lapis jaringan. Jaringan yang terdalam
adalah kapsula renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah adiposa, dan
jaringan terluar adalah fascia renal.
Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat
terang dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap.
Korteks ginjal mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap
nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari beberapa
massa-massa triangular disebut piramida ginjal dengan basis menghadap
korteks dan bagian apeks yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna

2
untuk mengumpulkan hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ketubulus
kolektivus menuju pelvis ginjal.
Nefron merupakan unit fungsional ginjal terkecil yang mampu
menghasilkan urin. Tiap ginjal bisa tersusun atas 1 juta nefron yang saling
disatukan oleh jaringan ikat. Susunan nefron-nefron ini membagi ginjal
menjadi 2 bagian, yaitu korteks dan medulla. Nefron sendiri terdiri atas
glomerulus dan tubulus. Glomerulus tersusun atas pembuluh darah-pembuluh
darah yang membentuk suatu untaian dikapsula Bowman. Glomerulus berasal
dari arteri ginjal. Arteri ini awalnya terbagi menjadi banyak afferent arterioles
yang masing-masing menuju 1 nefron dan menjadi glomrulus. Glomerulus
akan berakhir di efferent arterioles. Arteriol terakhir tersebut lalu menjadi
kapiler yang berfungsi memberi pasokan oksigen dan energi bagi ginjal.
Kapiler ini sekaligus berfungsi menerima zat-zat reabsorbsi dan membuang
zat-zat sekresi ginjal.
Tubulus ginjal tersusun atas sel-sel epitel kuboid selapis. Tubulus ini
dimulai dari kapsula Bowman lalu menjadi tubulus kontortus proksimal,
lengkung Henle, tubulus kontortus distal, dan berakhir di tubulus
pengumpul.Seluruh bagian tubulus kontortus berada di korteks, sementara
lengkung Henle ada di Medulla. Jalur naik dari tubulus kontortus distal akan
lewat di antara afferent dan efferentarterioles. Struktur ini disebut juxta
glomerular apparatus. Nefron ginjal sendiri terbagi atas 2 jenis, nefron
kortikal yang lengkung Henlenya hanya sedikit masuk medulla dan memiliki
kapiler peritubular, dan nefron juxta medullary yang lengkung Henlenya
panjang kedalam medulla dan memiliki vasa recta. Vasa Recta adalah susunan
kapiler yang memanjang mengikuti bentuk tubulus dan lengkung Henle.
Secara makroskopis, korteks ginjal akan terlihat berbintik-bintik karena
adanya glomerulus, sementara medulla akan terlihat bergaris-garis karena
adanya lengkung Henle dan tubulus kolektus.
Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur keseimbangan cairan
tubuh dengan cara membuang sampah-sampah sisa metabolisme dan menahan

3
zat-zat yang dibutuhkan tubuh. Fungsi ini amat penting bagi tubuh untuk
menjaga homeostasis. Homeostasis amat penting dijaga karena sel-sel tubuh
hanya bisa berfungsi pada keadaan cairan tertentu. Walupun begitu, ginjal
tidak selalu bisa mengatur keadaan cairan tubuh dalam kondisi normal. Pada
keadaan minimal, ginjal harus mengeluarkan minimal 0,5 l air per hari untuk
kebutuhan pembuangan racun. Hal ini tetap harus dilakukan walaupun tubuh
berada dalam kondisi dehidrasi berat.
Secara singkat, fungsi ginjal bisa diuraikan menjadi :
1) Pengeluaran sisa zat organik
Ginjal mengekskresi urea, asam urat, kreatinin, dan produk penguraian
hemoglobin dan hormon.

2) Pengaturan konsentrasi ion-ion penting


Ginjal mengekskresi ion natrium, kalium, kalsium, magnesium, sulfat dan
fosfat. Ekskresi ion-ion ini seimbang dengan asupan dan ekskresinya
melalui rute lain, seperti pada gastrointestinal dan kulit.
3) Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh
Ginjal mengendalikan ekskresi ion hydrogen, bikarbonat dan ammonium
serta memproduksi urine asam atau basa bergantung pada kebutuhan
tubuh.
4) Pengaturan produksi sel darah merah
Ginjal melepas eritropoietin yang mengatur produksi sel darah merah.
5) Pengaturan tekanan darah
Ginjal mengatur volume cairan yang esensi bagi pengaturan tekanan
darah, dan juga memproduksi enzim renin. Renin adalah komponen
penting dalam mekanisme renin angiotensin aldosteron, yang
meningkatkan tekanan darah dan retensi air.
6) Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi gula darah dan asam amino
darah

4
Ginjal, melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebih, bertanggung
jawab atas konsentrasi nutrisi dalam darah.
7) Pengeluaran zat beracun
Ginjal mengeluarkan zat tambahan makanan, obat-obatan dan zat kimia
asing lain dari tubuh.
Ginjal sendiri mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri yang
masuk kemedialnya. Ginjal akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari
darah dan mengubahnya menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan
dialirkan ke ureter. Dari ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di
kekandung kemih. Bila orang tersebut merasakan keinginan mikturisi dan
keadaan memungkinkan, maka urin yang ditampung di kandung kemih akan
dikeluarkan lewat uretra.
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin,
yaitu filtrasi, reabsorsi, dan sekresi. Filtrasi glomerular adalah perpindahan
cairan dan zat terlarut dari kapiler glomerular, dalam gradient tekanan tertentu
kedalam kapsul Bowman, kapsul Bowman dari badan malpighi menyaring
darah dalam glomerulus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat
bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat
glomerulus (urin primer). Laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate)
adalah jumlah filtrat yang terbentuk per menit pada semua nefron. Pada laki-
laki GFR sekitar 125ml/menit atau 180L/24 jam, pada perempuan GFR
sekitar 110ml/menit.
Derajat konstriksi arteriol aferen dan eferen akan menentukan aliran
darah ginjal dan juga tekanan hidrostatik glomerular yang akan
mempengaruhnya meningkatnya atau menurunnya GFR. Derajat kontriksi
arteriol aferen dan eferan ini dipengaruhi oleh auto regulasi ginjal dan
stimulasi simpatis, adanya obstruksi pada saluran urinaria juga akan
meningkatkan tekanan hidrostatik dalam kapsul Bowman dan menyebabkan
penurunan GFR.

5
Sebagian besar filtrate kemudian akan direabsorpsi di tubulus ginjal
melalui difusi pasif gradient kima atau listrik, transport aktif terhadap gradient
tersebut atau difusi terfasilitasi. Sekitar 85% natrium klorida dan air serta
semua glukosa dan asam amino dalam filtrate glomerulus diabsorpsi dalam
tubulus kontortus proksimal, walaupun reabsorpsi berlangsung pada semua
bagian nefron. Setelah proses reabsorpsi, zat-zat seperti ion hidrogen, kalium,
dan ammonium, produk akhir metabolik, kreatinin serta zat sisa obat-obatan
tertentu secara aktif disekresi kedalam tubulus untuk kemudian dikeluarkan
melalui urin.

B. DEFINISI
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan
pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke
status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu
beberapa tahun. (Barbara C Long, 2010)
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa
metabolit ( toksik uremik ) di dalam darah. (Arif Muttaqin, 2011)
CKD atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal
untuk sedikitnya 4 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010). Gagal ginjal kronik adalah
gangguan fungsional yang progresif dan irre!ersible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit sehingga terjadi uremia dan retensi urea serta sampah nitrogen
lain dalam darah (Smeltzer, 2012 ).

6
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2
dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG


(ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo, 2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

C. ETIOLOGI
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal
ginjal kronis. Akan tetapi apapun sebabnya, respon yang terjadi adalah
penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan
dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar
ginjal.
1. Penyakit dari ginjal
a. penyakit pada saringan (glomerulus) : glomerulonefritis
b. infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis
c. batu ginjal : nefrolitiasis
d. kista di ginjal : polcystis kidney
e. trauma langsung pada ginjal
f. keganasan pada ginjal
g. sumbatan : tumor, batu, penyempitan/striktur

2. Penyakit umum di luar ginjal

7
a. penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. dyslipidemia
c. infeksi di badan : tbc paru, sifilis, malaria, hepatitis
d. preeklamsi
e. obat-obatan
f. kehilangan banyak cairan yang mendadak ( luka bakar )

D. MANIFESTASI KLINIS
Karena pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh
kondisi uremia, maka pasien akan memperhatikan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjsl kronis mencakup
hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi system rennin-
angiotenin-aldosteron), gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner (akibat
cairan berlebihan), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh
toksin uremik).
Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah
(pruritis). Butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini
jarang terjadi akibat penanganan dini dan agresif terhadap penyakit ginjal tahap
akhir. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual,
muantah dan cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat
kesadaran, ketidak mampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
Manifestasi klinik antara lain :
1. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
2. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

8
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2006) antara lain : hipertensi,
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin –
aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan
berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik,
pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan
tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Suyono (2011) adalah sebagai berikut:
1. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin angiotensin aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema
periorbital, friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
2. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Manifestasi pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan kussmaul.
4. Manifestasi gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,
muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal.
5. Manifestasi neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai,
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.

E. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan
Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan
masukan diet berlebih.

9
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

F. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan
GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi
lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu.

10
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik
setelah dialisis.
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga
stadium yaitu:
1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN)
normal dan penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration
Rate besarnya 25% dari normal).
Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar
kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan,
timbul nokturia dan poliuri.
3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia).
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration
rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada
tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat
mencolok dan timbul oliguri.

11
Infeksi Vaskuler Zat toksik Obstruksi saluran kemih

Reaksi antigen Asterosklerosis Tertimbun di ginjal Retensi urine


antibodi
Suplai darah ke ginjal

GFR (Bun & Kreatinin )

CKD

Perubahan pada sistem


respirasi Retensi Na

Sekresi mukus Tekanan kapiler

Volume intersisial
Penyempitan jalan
napas Edema

Sesak napas, krekels MK: Kelebihan


volume cairan
MK:
Ketidakefektifan Penurunan Suplai
bersihan jalan napas O2

Takipneu

MK: Ketidakefektifan
pola napas

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
1. Laboratorium :

12
a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah
retikulosit yang rendah.
b. Ureum dan kreatini : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum
dan kreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingat meninggi akibat
pendarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid,
dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang ketika ureum
lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens
Kreatinin yang menurun.
c. Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia :
biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya
dieresis
d. Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D3 pada GGK.
e. Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
f. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umunya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
g. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada
gagal ginjal ( resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
h. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
i. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang
menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal
ginjal.

2. Radiology

13
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya batu
atau adanya suatu obstruksi ). Dehidrasi karena proses diagnostic akan
memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak
puasa.
3. IIntra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.
4. USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat.
5. EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Semua factor
yang berperan dalam terjadinya gagal ginjal kronik dicari dan diatasi.
Adapun penatalaksanaannya yaitu : Penatalaksanaan konservatif,
Meliputi pengaturan diet, cairan dan garam, memperbaiki ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa, mengendalikan hiperensi, penanggulangan asidosis,
pengobatan neuropati, deteksi dan mengatasi komplikasi. Dan penatalaksanaan
pengganti diantaranya dialysis (hemodialisis, peritoneal dialysis) transplantasi
ginjal.
Selain itu tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit dan mencegah komplikasi yaitu sebagai berikut :
1.      Dialisis
Dialysis dapat dlakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat

14
dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan pendarahan, dan
membantu menyembuhkan luka.
2.      Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah
jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah,
hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi
hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake
kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa.
3.      Koreksi anemia
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.
Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, missal
pada adanya insufisiensi koroner.
4.      Koreksi asidosis.
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Hemodialisis dan
dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis
5.      Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan.
Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati
karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6.      Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal
ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

II. ASUHAN KEPERAWATAN

15
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi
masalah keperawatan gawat darurat. Proses pengkajian terbagi dua:
1. Pengkajian Primer ( primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak
terhadap kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup).
Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi jika hal tersebut memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :

 A = Airway dengan kontrol servikal

Kaji :
- Bersihan jalan nafas
- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring

B = Breathing dan ventilasi

Kaji :
- Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas

C = Circulation

Kaji :
- Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal

16
 D = Disability

Kaji :
- Tingkat kesadaran
- Gerakan ekstremitas
- GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V =
verbal, P = pain/respon nyeri, U = unresponsive.
- Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.

E = Eksposure

Kaji :
- Tanda-tanda trauma yang ada.

2. Pengkajian Sekunder (secondary survey)

Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang


ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder
meliputi pengkajian obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan
(riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat
pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.

Riwayat Sekarang:
- Klien masuk dengan keluhan utama sesak nafas.
- Batuk berlendir
- Terdengar bunyi lendir saat bernafas
- Konjungtiva anemis
- Mata cekung
- Kedua ekstremitas bawah tampak oedema
- Riwayat HD.

17
S Klien mengatakan sesak bernafas

A Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi

M Klien mengatakan mengkonsumsi obat sesuai dengan anjuran


dokter
Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit Jantung,
P
Tekanan Darah Tinggi DM dan penyakit GGK sudah lama
diderita klien.
L Klien mengatakan sudah susah makan dan menelan

E Klien mengatakan bahwa rasa sesak dirasakan secara tiba-tiba


a. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia,
dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih,
infeksi system prkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi
penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian
dokumentasikan.
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit
yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga,
ada atau tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan
riwayat alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular pada keluarga.

c. Riwayat Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis
akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan

18
menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri
( gambaran diri ) dan gangguan peran pada keluarga.
d. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan
lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah, dll.
e. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dan TTV
1) Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat
2) Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana
dapat mempengaruhi system saraf pusat
3) TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan
darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
f. Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi:
1) Kepala : edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum.
2) Dada : pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada.
3) Perut : adanya edema anasarka (ascites).
4) Ekstrimitas : edema pada tungkai, spatisitas otot.
5) Kulit : sianosis, akaral dingin, turgor kulit menurun.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi secret di jalan napas.

19
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan
ginjal mengeskresi air dan Natrium.

20
C. TUJUAN DAN INTERVENSI
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi secret di jalan napas.

Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, 1. Kaji kepatenan jalan napas
klien akan memiliki jalan napas paten 2. Posisikan pasien unuk meminimalkan ventilasi.
dengan bersihan jalan napas yang efektif 3. Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu.
Kriteria Hasil :
4. Kolaborasi pemberian O2
- Irama dan frekuensi pernafasan dalam
5. Kolaborasi tindakan suction.
rentang normal
- Klien dapat melakukan batuk efektif 
- Tidak terdengar suara lendir pada
saluran pernafasan
 

21
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen.

Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, 1. Kaji tanda-tanda vital
klien akan menunjukkan pola nafas yang 2. Atur posisi klien senyaman mungkin untuk
efektif dengan suplai oksigen yang adequat meminimalkan ventilasi.
Kriteria Hasil : 3. Ajarkan klien teknik bernapas dan relaksasi
- Klien akan mengatakan sesak berkurang 4. Kolaborasikan dengan medis dalam pemberian
- Klien tampak tenang therapy O2
- Tidak terlihat penggunaan otot-otot
pernafasan tambahan
- RR dalam batas normal

22
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengeskresi air dan Natrium.

Tujuan Intervensi
Keseimbangan cairan dan elektrolit 1. Kaji adanya edema dengan distensi vena jugolaris,
Kriteria hasil : dispnea, tachikardi, peningkatan tekanan darah
- Rasio intake dan output pada batas normal crakles pada auskultasi.
- Berat badan normal 2. Monitor intake dan output setiap 4-8 jam dengan
- Tekanan darah dalam batas ketentuan (140/90 memperhatikan output di bawah 30 ml/jam.
mmHg) dan elektrolit K, Ca, Mg, Fosfat, Na 3. Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam untuk
pada batas normal. meningkatkan tekanan darah..
4. Monitor BUN, kreatinin, asam urat
5. Monitor elektrolit untuk K, Na, Ca, Mg dan P
tingkatkan.
6. Kolaborasi pemberian obat diuretik, HCT

23
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2010). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 11.
Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi
3. Jakarta : EGC
Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep
dengan pendekatan Nanda, NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Long, B C. (2010). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2007). Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2011). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Doenges, Marilynn E. (2011). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Supartondo. ( 2011 ). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : Balai Penerbit

24

Anda mungkin juga menyukai