Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL

PENGARUH PENGALIHAN PP 46 TAHUN 2013 MENJADI


PP 23 TAHUN 2018 TERHADAP TINGKAT PERTUMBUHAN
WAJIB PAJAK DENGAN OMSET DIBAWAH RP. 4,8
MILIYAR DAN PENERIMAAN PPH PASAL 4 AYAT (2)
DI KPP PRATAMA SENAPELAN PEKANBARU

Oleh
Nama : Rossy Handayani
NIM : 1762201117
Jurusan: Akuntansi

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Syukur Allhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan

skripsi yang berjudul “PENGARUH PENGALIHAN PP 46 TAHUN 2013

MENJADI PP 23 TAHUN 2018 TERHADAP TINGKAT PERTUMBUHAN

WAJIB PAJAK DENGAN OMSET DIBAWAH RP. 4,8 MILIYAR DAN

PENERIMAAN PPH PASAL 4 AYAT (2) DI KPP PRATAMA

SENAPELAN PEKANBARU”. Shalawat dan salam tak lupa pula penulis

panjatkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa

umatnya dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang benderang yang disinari

oleh iman dan islam.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu

penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa

tanpa bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, maka penyusunan skripsi ini

tidak akan berjalan dengan lancar.

Maka pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terlibat dan turut membantu dalam

penyelesaian skripsi ini.

i
1. Ayahnda tercinta Muhammad Jazuli, Ibunda Astuti Azmy dan Keluarga

Besar yang tiada hentinya mendo’akan yang terbaik.

2. Bapak Dr. Junaidi SS M HUM selaku Rektor Universitas Lancang

Kuning

3. Bapak Dr Arizal N SE MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Lancang Kuning

4. Bapak Zaharman SE Msi Ak CA selaku Wakil Dekan I Fakultas

Ekonomi Universitas Lancang Kuning

5. Bapak Souvya Fithrie SE MM selaku Wakil Dekan II Fakultas Ekonomi

Universitas Lancang Kuning

6. Bapak Dini Onasis SE MM MH Ak CA CTA selaku Wakil Dekan III

Fakultas Ekonomi Universitas Lancang Kuning

7. Bapak Aljufri SE MAk AK CA selaku Ketua Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Lancang Kuning

8. Bapak Zaharman SE Msi Ak CA dan Dini Onasis SE MM MH Ak CA

CTA selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan

arahan yang baik sehingga sangat membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

9. Kepada seluruh Pimpinan dan Pegawai KPP Pratama Senapelan

Pekanbaru yang telah memberikan izin untuk penulis melakukan kegiatan

riset (penelitian).

10. Kepada Teman – teman seperjuangan khususnya kelas Anvulan

Akuntansi Angkatan 2017 dan kepada seluruh pihak yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu.

ii
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu dalam menyelesaian skripsi ini, semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Aamiin Ya Rabbal’alamin.

Pekanbaru, April 2020


Penulis

Rossy Handayani
NIM 1762201117

iii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

DAFTAR TABEL....................................................................................................v

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................4

C. Tujuan Penelitian...........................................................................................4

D. Manfaat Penelitian.........................................................................................5

BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................6

A. Uraian Teori...................................................................................................6

1. Pajak.........................................................................................................6

2. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)...........................................9

3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.........................................11

4. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.........................................13

5. Pertumbuhan Wajib Pajak.......................................................................14

6. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2).........................................................14

B. Penelitian Terdahulu....................................................................................16

C. Kerangka Konseptual...................................................................................19

D. Hipotesis......................................................................................................20

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................21

A. Jenis Data.....................................................................................................21

B. Definisi Operasional Variabel......................................................................21

C. Tempat dan Waktu Penelitian......................................................................23

D. Populasi dan Sampel Penelitian...................................................................23

E. Sumber Data................................................................................................24

F. Teknik Analisa Data....................................................................................25

iv
DAFTAR TABEL

Tabel I.1 Data penerimaan PPh Pasal 4 Ayat (2) dalam Penerapan PP. No.
46/2013 dan PP. No. 23/2018 pada KPP Pratama Senapelan Pku...... 4

v
DAFTAR GAMBAR

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara berkembang dengan wilayah yang luas. Tentu

saja itu menjadi tolak ukur banyaknya dana yang harus dikeluarkan oleh pemerintah

indonesia. Oleh karena itu pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang dapat

mengatasi masalah tersebut diantaranya adalah kebijakan dalam pemungutan pajak.

Sebagian besar pengeluaran negara indonesia bersumber dari pajak terutama dalam

hal pelaksanaan pembangunan negara.

Menurut UU no 16 tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara

perpajakan pasal 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang,

dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan

negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan kata lain pajak dapat

diartikan dengan oleh rakyat dan untuk rakyat.

Perekonomian nasional Indonesia dipengaruhi cukup besar oleh peran

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Jumlah tersebut mencapai 99,9%.

Menurut Iskandar Simongkir (Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan

Kementrian Koordinasi Bidang Perekonomian, Juli 2018), jumlah usaha kecil di

Indonesia mencapai 93,4%, kemudian usaha menengah 5,1% dan yang besar hanya

1
1% saja. Dengan banyaknya jumlah UMKM di Indonesia, seharusnya pendapatan

pajak dari wajib pajak juga besar, namun dalam beberapa tahun belakangan

pendapatan pajak dari wajib pajak UMKM tidak mengalami peningkatan yang

signifikan.

Pada tanggal 12 Juni 2013, Pemerintah menerbitkan kebijakan baru dalam

PP No 46 Tahun 2013 dimana wajib pajak yang memiliki omset dibawah Rp. 4,8

Milyar dalam satu tahun pajak akan dikenakan PPh Final dengan tarif 1% dari jumlah

omset mereka. Kebijakan ini mulai berlaku sejak 1 Juli 2013. Kebijakan ini

diharapkan pemerintah dapat mempermudah wajib pajak untuk melakukan

perhitungan, penyetoran dan pelaopran pajak penghasilan yang terutang sehingga

akan meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk membayar pajaknya dan sejalan

dengan itu diharapkan juga dapat meningkatkan pendapatan negara. Pengenaan pajak

dalam kebijakan ini adalah Wajib pajak UMKM diantaranya Orang Pribadi dan

Wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau

perseroan terbatas dengan ketentuan bukan usaha tetap.

Namun, sejak berlakunya kebijakan PP 46 tahun 2013 banyak sekali

menimbulkan kontroversi. Para wajib pajak dengan omset dibawah Rp. 4,8 sebagian

mengatakan itu tidak adil dan memberatkan. Sebagian lagi menganggap kebijakan

baru ini membantu dalam administrasi pembayaran dan pelaporan. Menurut Jelly dkk

dalam jurnal risetnya yang berjudul “Analisa Penerapan Peraturan Pemerintah No 46

Tahun 2013 Terhadap Pertumbuhan Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan PPh Pasal 4

Ayat (2) tahun 2017, dengan data yang terdapat pada KPP Pratama Luwuk

2
didapatkan kesimpulan bahwa tujuan PP 46 Tahun 2013 ini belum tercapai dengan

baik karena tingkat pertumbuhan wajib pajak yang menurun dan penerimaan pajak

untuk PPh pasal 4 ayat (2) yang masih kurang peningkatannya.

Banyaknya kontraversi membuat pemerintah kembali memikirkan kebijakan

yang lebih efektif lagi. Sehingga pada tanggal 8 Juni 2018 diterbitkanlah PP 23

Tahun 2018 untuk menggantikan PP 46 tahun 2013. Pemerintah tentu saja sudah

belajar dari kekurangan sebelumnya. PP 23 tahun 2018 memiliki cakupan yang lebih

luas terhadap wajib pajak dan objek serta perhitungan tentang dasar pengenaan

pajaknya lebih jelas lagi seperti : jika pada PP 46 Tahun 2018 kebijakan tersebut

hanya mengatakan dasar pengenaan dari pajak tersebut adalah penghasilan bruto saja

namun di PP 23 Tahun 2018 dasar pengenaan pajak dijelaskan lebih detail lagi.

Dengan tarif 0,5% diharapkan dapat lebih mengurangi beban pajak sehingga

pelaku usaha bisa meningkatkan kemampuan ekonomi mereka untuk

mengembangkan usahanya masing-masing. Menurut Menteri Keuangan Indonesia

(Sri Mulyani, 2018), Tarif yang rendah juga diharapkan dapat membuat masyarakat

semakin terdorong terjun ke dunia usaha, tarif rendah juga bisa mendorong kepatuhan

perpajakan meningkat sehingga basis data perpajakan Direktorat Jenderal Pajak

semakin kuat.

Tetapi penurunan 0,5% tarif pajak bukan satu-satunya point penting dalam

kebijakan PP 23 Tahun 2018. Kebijakan ini memiliki batasan waktu (grace periode)

penggunaan bagi wajib pajak, Sifatnya yang opsional dan kosekuensi bahwa Wajib

Pajak diwajibkan menyetorkan pajak meski dalam keadaan rugi.

3
Tabel I.1
Data penerimaan PPh Pasal 4 Ayat (2) dalam Penerapan PP. No. 46/2013 dan
PP. No. 23/2018 pada KPP Pratama Senapelan Pekanbaru

PP. No. 46 Tahun 2013 PP. No. 23 Tahun 2018


2018 Penerimaan PPh Pasal 4 Penerimaan PPh Pasal 4
Ayat (2) Ayat (2)
Januari 2.723.035.660
Februari 2.430.138.129
Maret 4.325.956.299
April 3.769.365.917
Mei 2.566.896.050
Juni 2.461.562.455
Juli 2.359.001.097
Agustus 1.835.011.321
September 1.706.479.753
Oktober 1.759.360.954
November 1.639.482.873
Desember 1.896.521.145
Total 18.276.954.510 11.195.857.143
Sumber : KPP Pratama Senapelan Pekanbaru

Berdasarkan data pada tabel I.1, dapat dilihat bahwa sebelum diterapkannya

PP. No. 23 Tahun 2018, penerimaan PPh Pasal 4 Ayat (2) mengalami penurunan.

Penurunan tersebur paling terlihat jelas dari bulan Maret sebesar Rp. 4.325.956.299

menjadi Rp. 3.769.365.917 dan penerimaan Pajak terus berkurang sampai bulan juni

2018. Lalu pada bulan Juli 2018 setelah diberlakukannya PP. No. 23 Tahun 2018

dengan tariff 0,5% penerimaan PPh Pasal 4 ayat (2) terus mengalami penurunan

yakni pada bulan Juli 2018 dari Rp. 2.359.001.097 menjadi Rp. 1.835.011.321 di

bulan Juli 2018. Lalu penurunan penerimaan pajak terus terjadi hingga bulan

November 2018. Penurunan tersebut juga terjadi dikarenakan pengaruh dari tarif

4
pajak yang terkena perubahan.

Hal ini dibuktikan dengan pernyataan Presiden Jokowi saat sedang

melakukan kunjungan kepada pelaku usaha UMKM, seharusnya tarif 1% itu

digunakan bagi pelaku usaha yang sudah besar penghasilannya (Hendra, 2018).

Pengambilan keputusan tentang penurunan tarif melewati perdebatan yang cukup

panjang. Pada awalnya Presiden ingin perubahan tarif dari 1% menjadi 0,25% dari

omzet, namun itu tidak disetujui oleh Menkeu dikarenakan nantinya mempengaruhi

penerimaan dan pendapatan pemerintahan (Supriatin, 2018).

Berdasarkan dari latar belakang di atas maka Penulis ingin mengetahui

seberapa besar pengaruh pengalihan PP tersebut meski dengan penetapan-penetapan

yang bertolak belakang dan apakah dengan penetapan tersebut tujuan pemerintah

dapat tercapai dengan baik. Maka penelitian ini hasilnya akan dituangkan dalam

bentuk skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengalihan PP 46 Tahun 2013 Menjadi

PP 28 Tahun 2018 Terhadap Tingkat pertumbuhan Wajib Pajak dengan Omset

dibawah Rp. 4,8 Miliyar dan Penerimaan PPh Pasal 4 Ayat (2) di KPP Pratama

Senapelan Pekanbaru.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, perlu diterangkan dalam suatu

rumusan masalah yang jelas untuk memberikan arah terhadap pembahasan bab

selanjutnya. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagi berikut :

5
1. Bagaimana pengaruh pengalihan PP 46 Tahun 2013 menjadi PP 23 Tahun 2018

terhadap pertumbuhan Wajib Pajak dengan omset dibawah Rp. 4,8 Miliyar?

2. Bagaimana pengaruh pengalihan PP 46 Tahun 2013 menjadi PP 23 Tahun 2018

terhadap penerimaan PPh pasal 4 ayat (2)?

3. Apakah tujuan dari pengalihan kebijakan tersebut sudah tercapai dengan baik?

C. Batasan Masalah

Peneliti membatasi masalah pada Wajib Pajak UMKM yang mempunyai

omset di bawah 4,8 Milyar yang terdaftar di KPP Pratama Senapelan Pekanbaru.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka

tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh pengalihan PP 46 Tahun 2013 menjadi PP 23 Tahun

2018 terhadap pertumbuhan Wajib Pajak dengan omset dibawah Rp. 4,8 Miliyar.

2. Untuk mengetahui pengaruh pengalihan PP 46 Tahun 2013 menjadi PP 23 Tahun

2018 terhadap penerimaan PPh pasal 4 ayat (2).

3. Untuk mengetahui apakah tujuan pengalihan kebijakan ini sudah tercapai dengan

baik.

6
E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan manfaat bagi segi teoritis

maupun praktis, diantaranya sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menambah wawasan

pemikiran bagi peneliti terkait permasalahan yang diteliti dan dapat dijadikan

bahan referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat membantu berbagai pihak

seperti pemerintah, wajib pajak dengan omset dibawah Rp. 4,8 Miliyar dan

masyarakat memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan masalah

pengalihan kebijakan terkait penelitian ini di Pekanbaru.

7
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Uraian Teori

1. Pajak

a. Pengertian Pajak

Pajak merupakan hal yang sangat penting dalam keberlangsungan

suatu negara, karena itu hingga saat ini pajak dimanfaatkan seoptimal

mungkin untuk menghasilkan pendapatan negara yang maksimal.

Definisi pajak menurut Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2009

Pasal 1 ayat 1 yaitu pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Undang – Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya

kemakmuran rakyat.

Sedangkan pajak menurut Mardiasmo (2006:1) adalah “iuran

rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) yang langsung dapat ditunjukan dana yang digunakan untuk

membayar pengeluaran umum.”

8
Edukasi terhadap perpajakan harus terus dilakukan bahkan hal

tersebut bisa mulai kita tanamkan dari pendidikan taman kanak – kanak

sampai dengan universitas serta masyarakat umum, tentunya dengan

harapan bahwa pemahaman pajak masyarakat akan pajak yang baik terkait

dengan peranan pajak terhadap kelangsungan negeri ini akan berbanding

lurus. Sebagaimana kita ketahui bahwa kontribusi penerimaan negara dari

sektor pajak ini sangat dominan di Anggaran Pendapatan Belanja Negara

(APBN) yang mencapai 80% dari APBN.

b. Fungsi Pajak

Fungsi pajak menurut Mardiasmo (2012:1) ada dua, yaitu :

1.) Fungsi Anggaran (budgetair)

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluarannya.

2.) Fungsi Mengatur (regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan

kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Berdasarkan fungsi pajak di atas maka dapat diketahui bahwa

fungsi anggaran merupakan alat untuk mengisi kas negara atau daerah

sebanyak – banyaknya dalam rangka membiayai pengeluaran rutin dan

pembangunan pemerintah pusat maupun daerah, sedangkan fungsi

9
mengatur yaitu bersifat mengatur dalam bidang sosial, politik,

ekonomi dan budaya.

c. Pengelompokan Pajak

Menurut Etty Muyassaroh (2012:8) pengelompokan pajak dapat

dibagi sebagai berikut :

1.) Menurut Sifat

a. Pajak Subjektif

Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal atau

berdasarkan subjek dalam arti memperhatikan keadaan wajib

pajak dapat mempengaruhi besar kecilnya jumlah pajak yang

harus dibayar.

Contoh : Pajak Penghasilan

b. Pajak Objektif

Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan

objek tanpa memperhatikan keadaan wajib pajak.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah

2.) Menurut Lembaga Pemungut

a. Pajak Pusat

10
Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat

dan digunakan untuk membiayai Rumah Tangga Negara.

Pemungutannya dikelola oleh Departemen Keuangan

Republik Indonesia, Direktorat Jendral Pajak dan Direktorat

Jendral Bea Cukai.

Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi

dan Bangunan, dan Bea Materai.

b. Pajak Daerah

Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah dan digunakan untuk membiayai Rumah Tangga

Daerah. Pemungutannya dikelola oleh Pemerintah Daerah

Tingkat I, Departemen Dalam Negeri, dan Pemerintah Daerah

Tingkat II/Kotamadya.

Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar

kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran

dan Pajak Hiburan.

3.) Menurut Golongan

a. Pajak Langsung

Pajak langsung adalah pajak yang secara ekonomis harus

dipikul oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak

dilimpahkan kepada orang lain, sedangkan secara

11
administratif pajak langsung dikenakan berulang-ulang pada

waktu tertentu (Periodik).

Contoh : Pajak Penghasilan

b. Pajak Tidak Langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang secara ekonomis pada

akhirnya dapat dilimpahkan (digeserkan) kepada pihak lain,

sedangkan secara administratif tidak dikenakan berulang-

ulang tetapi hanya dikenakan bila terjadi hal-hal atau

peristiwa yang dikenakan pajak.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai

2. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), pengertian Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah adalah sebagai berikut:

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau

badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang

12
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak

langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi

kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.

c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha

yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun

tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah

kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang. Adapun kriteria usaha mikro, kecil dan

menengah menurut UU No 28 Tahun 2008 adalah sebagai berikut :

Tabel II.1

Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Tabel II.1 di atas menjelaskan kriteria UMKM berdasarkan asset dan

omset per tahun, bahwa Usaha Mikro adalah usaha yang memiliki asset

maksimal Rp 50.000.000,00 dan omset maksimal Rp 300.000.000,00.

13
Usaha Kecil memiliki asset lebih dari Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp

500.000.000,00 dan omset lebih dari Rp 300.000.000,00 sampai dengan Rp

2.500.000.000,00. Sedangkan Usaha Menengah memiliki asset lebih dari Rp

500.000.000,00 sampai dengan Rp 10.000.000.000,00 dan omset lebih dari

Rp 2.500.000.000,00 sampai dengan Rp 50.000.000.000,00.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

Pemerintah dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak

terutamadari sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menerbitkan

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas

Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang

memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Dalam Pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa Wajib Pajak yang memiliki

peredaran bruto tertentu dikenai Pajak Penghasilan yang bersifatfinal.

Sedangkan dalam Pasal 2 ayat (2) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto

tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak yang

memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk

usaha tetap; dan

b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa

sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi

14
Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu)

Tahun Pajak.

Dalam hal Wajib Pajak yang melaksanakan kewajiban ini, terdapat

beberapa pengecualian yang tertera dalam ayat (3) yang menyatakan bahwa

tidak termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha

perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:

a. Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik

yang menetap maupun tidak menetap ; dan

b. Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum

yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) huruf e dan Pasal 17 ayat (7) UU PPh,

dikatakan bahwa dengan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) dapat

ditetapkan cara menghitung Pajak Penghasilan (PPh) yang lebih sederhana

dibandingkan dengan menggunakan UU PPh secara umum.

Penyederhanaannya yakni Wajib Pajak hanya menghitung dan membayar

pajak berdasarkan peredaran bruto (omzet). Sesuai dengan dasar hukum ini,

diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 (PP 46) Tahun 2013 dengan

tujuan terutama untuk kesederhanaan dan pemerataan dalam melaksanakan

kewajiban perpajakan. PP 46 tahun 2013 ini merupakan kebijakan Pemerintah

Republik Indonesia yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan atas

15
penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang

memiliki peredaran bruto tertentu baik orang pribadi maupun badan.

Ketentuan ini dikeluarkan dan mulai berlaku sejak 1 Juli 2013.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018

Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 adalah peraturan

mengenai penghasilan atau pendapatan dari usaha yang diperoleh wajib pajak

yang memiliki peredaran bruto tertentu dalam satu tahun masa pajak. PP ini

berlaku mulai 1 Juli 2018. Adapun tarif pajak penghasilan yang baru bagi

UMKM sebesar 0,5% dari omset. Peraturan tersebut menggantikan peraturan

sebelumnya, yaitu PP No. 46 Tahun 2013 dengan tarif PPh final UMKM

sebesar 1 persen yang dihitung berdasarkan pendapatan bruto (omzet)-nya

diperuntukkan bagi UMKM yang beromzet kurang dari Rp4,8 miliar dalam

setahun.

Batasan waktu kebijakan insentif pajak yang ditetapkan ini berbeda

untuk berbagai subyek pajak. Pertama, bagi subyek pajak orang pribadi,

insentif tersebut berjangka waktu selama 7 tahun. Kedua, bagi subyek pajak

badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas, insentif berjangka waktu selama 3

tahun. Terakhir, bagi subyek pajak badan usaha berbentuk CV, firma, dan

koperasi selama 4 tahun. Adapun jangka waktu dihitung sejak tahun pajak

regulasi berlaku bagi wajib pajak (WP) lama, dan sejak tahun pajak terdaftar

bagi WP baru.

16
Kebijakan insentif PPh bagi pelaku UMKM merupakan salah satu

fasilitas fiskal yang diberikan oleh pemerintah kepada pelaku UMKM untuk

mendorong potensi/ aktivitas sektor UMKM namun juga akan mengurangi

potensi penerimaan pajak pada jangka pendek. Pengenaan tarif pajak final

lama bagi UMKM sebesar 1 persen dinilai memberatkan pelaku UMKM dan

sering dikeluhkan oleh pelaku UMKM. Kebijakan insentif pajak UMKM

memberikan keringanan pajak bagi pelaku UMKM dengan potongan pajak

sebesar 0,5%. Dari sisi pelaku usaha, penurunan tarif baru diharapkan

menstimulasi munculnya pelaku UMKM baru untuk berkembang dan

memberikan ruang finansial (kesempatan berusaha) dengan berkurangnya

beban biaya UMKM untuk dapat digunakan dalam ekspansi usaha. (Rafika

Sari, 2018).

5. Pertumbuhan Wajib Pajak

Menurut Pasal 1 Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan, Pertumbuhan Wajib Pajak adalah nilai terhadap banyaknya wajib

pajak yang terdaftar berstatus secara aktif untuk kewajiban perpajakannya

disetiap tahunnya. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi

pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak

dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

17
perpajakan.

6. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2)

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) atau lebih dikenal dengan

PPh Final adalah Pajak Penghasilan dengan tarif tertentu (final) baik melalui

pemotongan oleh pihak lain atau dengan menyetor sendiri, yang dikenakan

kepada penghasilan-penghasilan tertentu. Pembayaran, pemotongan atau

pemungutan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) yang dipotong pihak lain

maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran dimuka atas PPh

terutang akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan

tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan pelunasan

kewajiban pajaknya.

Dengan demikian maka penghasilan yang telah dikenakan Pajak

Penghasilan Final (PPh final) ini tidak akan dihitung lagi Pajak

Penghasilannya pada SPT Tahunan dengan penghasilan lain yang non final

untuk dikenakan tarif progresssif (pasal 17 UU PPh). Namun atas pelunasan

pemotongan atau pembayaran PPh final tersebut juga bukan merupakan kredit

pajak pada SPT Tahunan.

Penghasilan yang dikenakan pajak final adalah penghasilan yang

menurut Undang-undang dikenakan pajak bersifat final.Ketentuan tentang hal

ini diatur dalam Undang-undang PPh pada pasal 4 ayat (2), pasal 15, pasal 19

18
ayat (1), pasal 21 ayat (1), dan pasal 22.

Berikut ini adalah perlakuan perpajakannya:

1. Penghasilan yang dikenakan pajak final tidak digabungkan

dengan penghasilan yang dikenakan pajak dengan tarif progresif pada

akhir tahun.

2. Pajak penghasilan yang terutang/telah dipotong/dipungut oleh

pihak lain atau yang dibayar sendiri atas penghasilan yang pengenaan

pajaknya bersifat final, tidak dapat diperhitungkan/ dikreditkan

dengan pajak penghasilan yang terutang atas penghasilan kena pajak

yang dikenakan pajak dengan tarif progresif pada akhir tahun.

3. Biaya/pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final tidak dapat

dikurangkan dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak.

4. Tarif pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang pengenaan

pajaknya bersifat final adalah tarif sepadan, kecuali terhadap uang

pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun

yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau

tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus

oleh Badan Penyelenggara Pensiun/ Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Pemenuhan kewajiban pajaknya dapat dilakukan melalui pemotongan

atau pemungutan oleh pihak lain yang ditunjuk maupun dibayar

sendiri.

19
B. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini didasari oleh beberapa hasil dari penelitian – penelitian

terdahulu yang berkaitan dengan masalah yang berkaitan dengan judul penelitian

ini. Berikut ini adalah tinjauan dari beberapa penelitian terdahulu yang relevan

dengan penelitian ini.

Tabel II.2

Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

.
1. Fatmawati Pengaruh Pemahaman Pemahaman Wajib Hasil dari penelitian ini
(2015) Wajib Pajak Atas PP Pajak, Implementasi adalah semua variabel
No. 46 Tahun 2013 dan Self Assesment independen berpengaruh
Implementasi Self System, Kepatuhan terhadap variabel dependen.
Assessment System Wajib Pajak
Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak dengan
Persepsi Wajib Pajak
Sebagai Variabel
Moderasi (Studi
Empiris Pada Pelaku
UMKM Kerajinan

20
Gerabah Kasongan)

2. Suryani Pengaruh Pengalihan Tingkat Hasil penelitian pada

PP 46 2013 Menjadi PP Pertumbuhan pertumbuhan wajib pajak


(2019)
23 2018 Terhadap Wajib Pajak beserta diterimanya PPh

Tingkat Pertumbuhan UMKM, final di KPP Pasuruan

Wajib Pajak UMKM Penerimaan PPh dihasilkan bahwa untuk

dan Penerimaan PPh Pasal 4 Ayat (2) peningkatan wajib pajak

Pasal 4 Ayat (2) di KPP UMKM tidak ada beda

Pratama Pasuruan peningkatan WP UMKM


awal dan setelah pengalihan
PP 46 2013 berubah PP 23
2018. Sektor diterimanya
PPh final menghasilkan jika
ada beda tingkat
diterimanya PPh final awal
dan setelah pengalihan PP
46 2013 menjadi PP 23
2018.

21
3. Elfrida Tata cara penghitungan
Pengaruh Peraturan Pengaruh
pajak terutang Peraturan
Purba Pemerintah Nomor 46 Peraturan
Pemerintah Nomor 46 tahun
(2014) Tahun 2013 Terhadap Pemerintah
2013 lebih
Kepatuhan Wajib Nomor 46 Tahun
sederhanasehingga lebih
Pajak dan Penerimaan 2013, Kepatuhan
memudahkan Wajib Pajak
Pajak di Kpp Pratama Wajib Pajak dan
dalam menghitung
Medan Timur Tahun Penerimaan Pajak.
pajakterutangnya dan dilihat
2012-2014
dari segi waktu yang
digunakan PP 46 tahun 2013
inilebih efisien bagi wajib
pajak dan Tingkat
kontribusi jumlah
penerimaan PPh Pasal 4
ayat (2) di KPP Pratama
Medan Timur cenderung
meningkat. Rata-rata
pertumbuhan mengalami
peningkatan pertumbuhan
yang cukup signifikan
setelah penerapan PP
Nomor 46 tahun 2013.

22
C. Kerangka Konseptual

Dalam kerangka konseptual perlu dijelaskan bagaimana hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen.

PERTUMBUHAN
WAJIB PAJAK PERTUMBUHAN
WAJIB PAJAK

Pengalihan
PP 46 Tahun 2013
Menjadi
PP 23 Tahun 2018

PENERIMAAN PPh PENERIMAAN PPh


PASAL 4 AYAT (2) PASAL 4 AYAT (2)

Gambar II.1
Kerangka Konseptual

Keterangan :

: Pengaruh PP 46 Tahun 2013

: Pengaruh PP 23 Tahun 2018

23
D. Hipotesis

Hipotesis menurut Herlina (2008), menyatakan hubungan yang diduga

secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan yang dapat diuji secara

empiris. Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tinjauan teori, dan

kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini dapat dikemukakan sebagai

berikut :

1. H1 : Terdapat perbedaan tingkat tumbuhnya wajib pajak UMKM sebelum

dan setelah pengalihan PP 46 Tahun 2013 menjadi PP 23 Tahun 2018.

2. H2 : Terdapat perbedaan diterimanya PPh final sebelum dan setelah

pengalihan PP 46 2013 menjadi PP 23 Tahun 2018.

24
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Data

Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah jenis data kuantitatif dan kualitatif.

Data kuantitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk angka-angka dan tabel yang

diperoleh dari perhitungan atau pengukuran. Data kuantitatif tersebut berupa rincian jumlah

pertumbuhan Wajib Pajak UMKM, jumlah penerimaan PPh Pasal 4 Ayat (2) untuk Wajib

Pajak UMKM sebelum dan setelah diberlakukannya PP Nomor 23 Tahun 2018 di KPP

Pratama Senapelan Pekanbaru yang disajikan dalam bentuk angka. Data kualitatif adalah

data-data yang dinyatakan dalam bentuk kata- kata bukan dalam bentuk angka. Data

kualitatif tersebut berupa data sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi, dan program-

program yang dilakukan oleh KPP Pratama Senapelan Pekanbaru.

B. Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini, objek penelitian dibagi menjadi variabel dependen dan

independen. Variabel independen atau variabel bebas dalam penelitian ini adalah

Pengalihan PP 46 Tahun 2013 Menjadi PP 23 Tahun 2018 (X) dan Variabel

dependen atau variabel terikat dalam penelitian ini adalah Tingkat Pertumbuhan

Wajib Pajak (Y1) dan Penerimaan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) (X2).

1. Variabel Terikat (Y)

25
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Tingkat Pertumbuhan Wajib Pajak

dan Penerimaan PPh Final Pasal 4 Ayat (2).

a. Tingkat Pertumbuhan Wajib Pajak (Y1)

Tingkat Pertumbuhan Wajib Pajak berarti tingkatan atau nilai

pertumbuhan terhadap banyaknya wajib pajak yang terdaftar berstatus

secara aktif untuk kewajiban perpajakannya disetiap tahunnya. Dalam

penelitian ini, tingkat pertumbuhan wajib pajak dilihat sebagai variabel

yang perubahan nilainya dipengaruhi oleh variabel bebasnya.

b. Penerimaan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) (Y2)

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) atau lebih dikenal dengan

PPh Final adalah Pajak Penghasilan dengan tarif tertentu (final) baik

melalui pemotongan oleh pihak lain atau dengan menyetor sendiri,

yang dikenakan kepada penghasilan-penghasilan tertentu. Dalam

penelitian ini, penerimaan PPh Pasal 4 Ayat (2) ini dilihat sebagai

variabel yang perubahan nilainya dipengaruhi oleh variabel bebasnya.

2. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas adalah variabel yang diduga berpengaruh terhadap

variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah Pengalihan PP

46 Tahun 2013 Menjadi PP 23 Tahun 2018. Pengalihan tersebut di lihat dari

bagaimana kondisi variabel terikat pada saat masih menggunakan PP 46

26
Tahun 2013 dan bagaimana kondisi variabel terikat yang ada saat PP 23

Tahun 2018 mulai diberlakukan.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Senapelan Pekanbaru.

Tempat penelitian dipilih dengan pertimbangan bahwa data dan informasi yang

dibutuhkan dapat diperoleh. Selain itu, tempat penelitian dipilih karena relevan

dengan pokok permasalahan yang menjadi objek pokok penelitian. Penelitian ini

diperkirakan dilaksanakan dari bulan Agustus 2019 sampai dengan Oktober 2019

dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel III.1
Jadwal Penelitian
Bulan / Minggu
No Kegiatan Agustus 2019 September 2019
1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul                
2 Pencarian Data                
3 Penyusunan Proposal                
4 Bimbingan Proposal                

D. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Wajib Pajak

UMKM yang terdaftar di KPP Pratama Senapelan Pekanbaru. Untuk mengefisiensi

waktu dan biaya maka tidak semua Wajib Pajak tersebut menjadi objek dalam

penelitian ini. Oleh karena itu dilakukanlah pengambilan sampel dengan

27
menetapkan kriteria yaitu Wajib Pajak UMKM yang menjadi sampel penelitian

hanya yang memiliki omset 4,8 Milyar.

E. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Menurut Erlina (2011:31), data primer adalah data yang dikumpulkan

berdasarkan interaksi langsung antara pengumpul data dan sumber data, sedangkan

data sekunder dikumpulkan dari sumber-sumber tercetak. Data sekunder yang

digunakan adalah rincian jumlah Wajib Pajak UMKM yang terdaftar di KPP

Pratama Senapelan Pekanbaru (baik yang aktif maupun tidak), jumlah penerimaan

PPh Final, realisasi penerimaan pajak UMKM dan jumlah penerimaan pajak

UMKM dalam 12 bulan sebelum dan sesudah PP 23 Tahun 2018 diresmikan.

Jenis data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data

dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia diperoleh langsung dari publikasi

resmi seperti situs/website Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat

Jenderal Pajak, dan berbagai sumber lainnya. Studi kepustakaan antara lain berupa

buku, jurnal dan penelitian lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Sumber

data primer pada penelitian ini diperoleh langsung dari KPP Senapelan Pekanbaru.

Data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui

media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder berupa

bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data

dokumenter) yang dipublikasikan atau yang tidak dipublikasikan. Data penelitian

28
ini diperoleh dengan menggunakan metode tinjauan kepustakaan (Library

Research) dan mengakses website maupun situ – situs.

F. Teknik Analisa Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Uji Mann Whitney Test

Metode analisis dalam penelitian menggunakan metode analisis

linear sederhana dengan uji hipotesis menggunakan uji Mann Whitney

Test. Uji Mann Whitney Test adalah uji non parametris yang digunakan

untuk mengetahui perbedaan mendian 2 kelompok bebas apabila skala

data variabel terikatnya adalah ordinal atau interval/ratio tetapi tidak

berdistribusi normal. Uji Mann Whitney Test biasanya digunakan untuk

penelitian dengan kriteria :

1. Jumlah sampel penelitian sedikit yakni kurang dari 30 sampel.

2. Data tidak berdistribusi normal [Kelebihan statistik non parametrik].

3. Digunakan untuk menguji satu variabel data kategori dan satu variabel

data interval.

Dasar Pengambilan Keputusan dalam Uji Mann Whitney adalah

sebagai berikut :

1. Jika nilai Asymp.Sig. (2-tailed) < 0,05, maka terdapat perbedaan yang

signifikan.

29
2. Jika nilai Asymp.Sig. (2-tailed) > 0,05, maka tidak terdapat perbedaan

yang signifikan.

30

Anda mungkin juga menyukai