Anda di halaman 1dari 13

PNEUMONIA

No. ICD-10 : J18.9 Pneumonia, unspecified


No. ICPC-2 : R81 Pneumonia
Tingkat Kompetensi : 4A

PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara-negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.
Di SMF Paru RS Persahabatan tahun 2000 infeksi juga merupakan penyakit paru utama,
68,9% diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 12,07% diantara kasus non
tuberkulosis. Pada rawat inap meningkat menjadi 21,99%.
Pneumonia di masyarakat merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka
kematian tinggi di dunia. Di Amerika pneumonia masih merupakan bahaya potensial yang
mengancam kehidupan dan merupakan penyebab kematian ke 6 dari semua penyebab
kematian serta peringkat pertama sebagai penyebab kematian penyakit infeksi.
Di Amerika dengan cara invasif penyebab pneumonia ditemukan hanya 50%. Penyebab
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan
hasilnya, maka pada pengobatan awal pneumonia diperlukan pemberian antibiotika secara
empirik.

TUJUAN PEMBELAJARAN

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM (TIU)


Setelah menyelesaikan modul ini, maka dokter mampu menguatkan kompetensinya pada
penyakit Pneumonia.

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS (TIK)


Setelah menyelesaikan modul ini, maka dokter mampu:
1. Menganalisis data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan diagnosis masalah kesehatan pasien.
2. Mengembangkan strategi untuk menghentikan sumber penyakit, patogenesis dan
patofisiologi, akibat yang ditimbulkan serta risiko spesifik secara selektif.
3. Menentukan penanganan penyakit baik klinik, epidemiologis, farmakologis, diet, olah raga
atau perubahan perilaku secara rasional dan ilmiah.
4. Memilih dan menerapkan strategi pengelolaan yang paling tepat berdasarkan prinsip
kendali mutu, kendali biaya, manfaat dan keadaan pasien serta sesuai pilihan pasien.
5. Mengidentifikasi dan menerapkan pencegahan penyakit dengan melibatkan pasien,
anggota keluarga dan masyarakat untuk mencegah kekambuhan.

DEFINISI

1
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit dan lain-lain). Biasanya pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dimasukkan.
Secara anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris,
pneumonia segmentalis dan pneumonia lobaris yang lebih dikenal sebagai bronkopneumonia
dan biasanya mengenai paru bagian bawah.
Community Acquired Pneumonia atau pneumonia di masyarakat adalah pneumonia yang
didapat di masyarakat, yaitu terjadi infeksinya di luar rumah sakit. Pneumonia nosokomial
adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru dan terjadi setelah 48 jam
masa perawatan di rumah sakit. Pneumonia pada immunocompromised host terjadi akibat
terganggunya sistem kekebalan tubuh.

ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus,
jamur dan protozoa. Pneumonia yang terdapat di masyarakat banyak disebabkan bakteri gram
positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri gram negatif dan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Pada pneumonia atipik kuman
penyebab tersering adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella spp
dan influenza virus tipe A dan B. Penyebab lain Chlamydia psittasi, Coxiella burnetti,
Adenovirus dan Respiratori syncitial virus.
Cara pegambilan bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat dengan cara dibatukkan
(sputum), trantorakal aspirasi, transtrakeal aspirasi, bilasan bronkus.

PETA KONSEP

• Bakteri : Gram positif, Gram negatif, anaerob


• Virus
• Jamur
• Parasit

Pneumonia

Anamnesis : Riwayat ISPA, suhu > 40 o C, nyeri tenggorokan


Pemeriksaan fisik : ronki basah halus, ronki basah kasar
Pemeriksaan penunjang : leukositosis, differential count shift to the left, peningkatan LED

“Community acquired pneumonia” Pneumonia lobaris


(pneumonia di masyarakat)

“Hospital aquired” (nosocomial) Pneumonia segmentalis


pneumonia

Pneumonia pada Bronkopneumonia


immunocompromised host”

2
FAKTOR RISIKO

Faktor risiko pada pneumonia nosokomial


1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh
Penyakit kronik :
(Penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkolisme, azotemia), perawatan di rumah sakit
yang lama, perokok, intubasi endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid,
pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok homograph, infeksi di luar
paru dan “acute lung injury”
2. Faktor yang berhubungan dengan potensial tercemar bakteri dalam jumlah banyak
Koma dan pemakaian obat tidur, petugas rumah sakit yang tidak mencuci tangan dengan
baik, pemakaian alat-alat pernapasan, pemakaian antasid,  blokers, pemakaian selang
untuk makan ke lambung

Pneumonia pada immunocompromised host semakin meningkat dengan penggunaan


obat-obat sitotoksik dan immunosupresif, hal ini akibat dari meningkatnya kemajuan di
bidang pengobatan penyakit keganasan dan transplantasi organ. Akhir-akhir ini dengan
meningkatnya kasus AIDS, pneumonia jenis ini akan merupakan tantangan bagi para klinis
dalam menghadapi penyakit ini.

PENEGAKAN DIAGNOSIS

ANAMNESIS
Pneumonia di masyarakat :
Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama
beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam menggigil, suhu tubuh kadang-kadang
melebihi 40oC, sakit tenggorok, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk dengan sputum
mukoid atau purulen kadang-kadang berdarah.

PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik dada, terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas dengan
suara napas bronkial kadang-kadang melemah. Didapatkan ronki basah halus, yang kemudian
menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium :
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah lekosit, biasanya lebih dari
10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitung jenis lekosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Kultur darah dapat positif pada 20-25%
penderita yang tidak diobati. Kadang-kadang didapatkan peningkatan kadar ureum darah,
akan tetapi kreatinin masih dalam batas normal. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia
dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

Pemeriksaan radiologis :
Foto toraks, merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Foto toraks saja tidak
dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi dengan “air bronchogram” (pneumonia lobaris),
tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae. Gambaran radiologis pada pneumonia

3
yang disebabkan kuman klebsiela sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus
atas kanan, kadang-kadang dapat mengenai beberapa lobus. Gambaran lainnya dapat berupa
bercak-bercak dan kavitas. Kelainan radiologis lain yang khas yaitu penebalan (“bulging”)
fisura interlobar. Pneumonia yang disebabkan kuman pseudomonas sering memperlihatkan
infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia.

DIAGNOSIS KLINIS
Pada pneumonia atipik gejalanya adalah tanda infeksi saluran napas yaitu demam, batuk
nonproduktif dan gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia. Pada pemeriksaan fisik
terdapat ronki basah tersebar, konsolidasi jarang terjadi. Laboratorium menunjukkan
lekositosis ringan, pewarnaan gram negatif, biakan negatif dari sputum atau darah. Gambaran
radiologik infiltrat interstitial. Perbedaan gambaran klinik pneumonia atipik dan tipik dapat
dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan gambaran klinik pneumonia atipik dan tipik


Tanda dan gejala P.atipik P.tipik
• Onset gradual akut
• Suhu kurang tinggi tinggi,menggigil
• Batuk non produktif produktif
• Dahak mukoid purulen
• Gejala lain nyeri kepala,mialgia, sakit jarang
tenggorokan
• Gejala di luar paru Sering lebih jarang
flora normal atau kokus gram (+) atau (-)
• Pewarnaan gram
spesifik
“patchy” konsolidasi lobar
• Radiologik
lekosit ,/normal kadang lebih tinggi
• Laboratorium rendah
Sering jarang
• Gangguan fungsi hati

Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :


• Rontgen dada, adanya infiltrat baru atau progresif pada paru
• Ditambah 2 diantara berikut ini :
- suhu tubuh > 38,3o C
- sekret purulen
- lekositosis

Berdasarkan American Thoracic Society (ATS) pneumonia nosokomial dibagi menjadi 3


grup, yaitu :
1. Beratnya penyakit pneumonia :
- ringan-sedang
- Berat
2. Faktor risiko
3. Onset dari penyakit pneumonia :
- onset dini (< 5 hari)
- onset lanjut (> 5 hari)

Kriteria kelompok tersebut :


Kelompok I : Pneumonia ringan-sedang, onset setiap saat dan tidak ada faktorrRisiko

4
atau pneumonia berat dengan onset dini dan tidak ada faktor risiko.
Kelompok II : Pneumonia ringan-sedang, faktor risiko spesifik dan onset setiap waktu.
Kelompok III : Pneumonia berat, onset setiap waktu dengan faktor risiko spesifik dan
atau pneumonia berat dengan onset lambat dan tidak ada faktor risiko .

KLASIFIKASI PNEUMONIA NOSOKOMIAL

Beratnya penyakit

Ringan-sedang Berat

Faktor risiko Faktor risiko

Tidak ada Ada Tidak ada Ada

Onset setiap Onset setiap Onset dini Onset lambat Onset setiap
saat saat waktu
kelompok III

Kelompok I Kelompok II Kelompok I Kelompok III

DIAGNOSIS BANDING

1. Bronkitis Akut
2. Pleuritis eksudatif karena TB
3. Ca paru
4. Infark paru

SARANA DAN PRASARANA

1. Oksigen
2. Obat-obatan: Antipiretik, Antibiotik, Antitusif, Ekspektoran, Bronkodilator, antiinflamasi.
3. Laboratorium untuk pemeriksaan sputum dan darah rutin
4. Radiologi

PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF

Pneumonia di Masyarakat
Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan
klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah.

55
1. Penderita yang tidak dirawat
a. Istirahat di tempat tidur, bila panas tinggi dikompres
b. Minum banyak
c. Obat-obat penurun panas, mukolitik dan ekspektoran
d. Antibiotika
2. Perawatan di Rumah Sakit
Indikasi rawat penderita pneumonia adalah penderita sangat muda atau tua, keadaan klinis
berat (misalnya sesak napas, kesadaran menurun. gambaran kelainan foto toraks cukup
luas), ada penyakit lain yang mendasari (seperti bronkiektasis, bronkitis kronik), ada
komplikasi dan tidak ada respons terhadap pengobatan yang diberikan atau sesuai sistim
skor yang dapat dilihat pada tabel 1. Pada penderita yang dirawat penatalaksanaan dibagi
atas : penatalaksanaan umum dan pengobatan kausal.
a. Penatalaksanaan umum
- pemberian oksigen
- pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
- mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan napas
- obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi
atau terjadi kelainan jantung
- bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri
- obat-obat khusus pada keadaan tertentu
b. Pengobatan kausal
Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data
MO (mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu
diperhatikan :
1. penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa dipertimbangkan
pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi
2. kuman patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh
karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empirik. Pewarnaan gram
sebaiknya dilakukan pada semua sediaan yang dicurigai sebagai sumber infeksi
dan sebagai petunjuk pilihan pada pengobatan pendahuluan
3. perlu diketahui riwayat pemberian antibiotika sebelumnya pada penderita.
Untuk mengetahui derajat risiko penderita pneumonia dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Sistim skor pada pneumonia di masyarakat
Karakteristik penderita Jumlah poin
Faktor demografi
• Usia : laki-laki Umur (tahun)
perempuan Umur (tahun) – 10
• Perawatan di rumah + 10
• Penyakit penyerta
Keganasan + 30
Penyakit hati + 20
Gagal jantung kongestif + 10
Penyakit cerebrovaskular + 10
Penyakit ginjal + 10
Pemeriksaan fisik
• Perubahan status mental + 20
• Pernapasan > 30 kali/menit + 20
• Tekanan darah sitolik < 90 mmHg + 20
+ 15
• Suhu tubuh < 350C atau > 400C

6
• Nadi > 125 kali/menit + 10
Hasil laboratorium/Radiologik
• Analisis gas darah arteri : pH 7,35 + 30
• BUN > 30 mg/dL + 20
• Natrium < 130 mEq/liter + 20
• Glukosa > 250 mg/dL + 10
• Hematokrit < 30% + 10
+ 10
• PO2 < 60 mmHg
+ 10
• Efusi pleura

Tabel 2. Derajat skor risiko


Risiko Kelas risiko Total skor Perawatan
Rendah I Tidak diprediksi Rawat jalan
II < 70 Rawat jalan
III 71 – 90 Rawat inap/rawat jalan
Sedang IV 91 – 130 Rawat inap
Berat V > 130 Rawat inap

Pneumonia di masyarakat yang berat dapat diartikan sebagai pneumonia yang perlu perawatan
di ICU, karena pneumonia berat dapat mengancam kehidupan. Berdasarkan modifikasi
kriteria pneumonia berat menurut ATS dibagi menjadi :
a. Kriteria minor (data dasar ketika penderita datang) :
1. Frekuensi napas > 30/menit
2. PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
3. Gambaran rontgen paru menunjukkan kelainan bilateral
4. Gambaran rontgen paru melibatkan > 2 lobus
5. Tekanan sistolik < 90 mmHg
6. Tekanan diastolik < 60 mmHg
b. Kriteria mayor (data yang ditemukan pada waktu masuk atau pada pengamatan selanjutnya)
1. Membutuhkan ventilasi mekanik
2. Infiltrat bertambah > 50%
3. Membutuhkan vasopressor > 4 jam (septik shok)
4. Serum kreatin > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dl, pada penderita riwayat penyakit
ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis

Penderita yang memerlukan perawatan ICU adalah penderita yang mempunyai paling
sedikit 2 atau 3 gejala minor atau 1-2 gejala mayor.

Pneumonia Nosokomial
Beberapa faktor yang menentukan kemungkinan terdapatnya infeksi patogen. Tempat terjadinya
pneumonia (di rumah sakit atau di masyarakat) :
▪ Umur penderita
▪ Terdapat penyakit penyerta atau Immunosupresi
▪ Kemungkinan terdapat pajanan, patogen yang potensial (lama rawat di rumah sakit)
▪ Secara klinik terlihat pneumonia yang berat

Pneumonia pada Immunocompromised Host


Variasi infeksi pneumonia pada “Immunocompromised Host” sangat luas maka

7
penatalaksanaannya tergantung pada penyakit yang mendasarinya.

TERAPI FARMAKOLOGIS

Pemberian antibiotika untuk pneumonia diberikan secara empirik. Lama pemberian


antibiotika + 7 –10 hari atau 2-5 hari setelah bebas panas.

Pengobatan pneumonia di masyarakat di Bagian Pulmonologi FKUI RSUP Persahabatan


berdasarkan penelitian sebelumnya dan gambaran sensitiviti kuman yang ditemukan serta
modifikasi ATS adalah :
1. Rawat jalan usia < 55 tahun tanpa penyakit penyerta : betalaktam, trimetroprim +
sulfametoksasol, sefalosporin I, eritromisin pilihan lainnya betalaktam + inhibitor
betalaktamase atau makrolid baru
2. Rawat jalan, usia > 55 tahun tanpa atau dengan penyakit penyerta : trimetoprin +
sulfametoksasol, betalaktam + inhibitor betalaktamase, pilihan lainya : sefalosporin II
atau makrolid baru
3. Rawat inap, tanpa ICU : Penisilin prokain 2 x 1,2 juta/hari/IM untuk penderita tidak
mampu. Jika mampu obat pilihannya injeksi : betalaktam + inhibitor betalaktamase atau
sefalosporin II, pilihan lainnya sefalosporin III bila perlu ditambahkan makrolid baru
(oral), flurokuinolon
4. Rawat inap yang memerlukan ICU obat injeksi : makrolid baru + Sefalosporin III aktif
pseudomonas atau siprofloksasin atau sefalosporin generasi III + aminoglikosida,
flurokuinolon.

Pada pengobatan pneumonia perlu ditentukan apakah penderita perlu dirawat atau berobat
jalan. Jika perlu dirawat maka masa perawatan dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke
oral dilanjutkan dengan berobat jalan, karena biaya rawat inap lebih mahal dari rawat jalan.
Pada waktu perubahan obat suntik ke oral harus diperhatikan kemanjurannya, keamanan,
waktu yang tepat dan biaya. Terdapat berbagai pendapat mengenai lama pemberian obat
suntik yaitu 2-3 hari. Paling aman 3 hari, kemudian setelah hari ke 4 penderita dapat berobat
jalan.

Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia di masyarakat:


• Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi
• Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna
• Penderita sudah tidak panas + 8 jam
• Gejala klinik membaik (mis : frekuensi pernapasan, batuk)
• Lekosit menuju normal/normal
• C.reaktif protein menuju normal

Antibiotika yang dipilih dari suntikan ke oral dibagi menjadi :


1. Obat yang sama jenis dan potensinya (metronidazol, Siprofloksasin, Klindamysin,
ofloksasin, koamoksilin clav, amoksilin dll)
2. Obat yang sama tetapi potensinya berkurang (sefuroksim, ampisilin, eritromisin)
3. Obat yang berbeda kelasnya tetapi potensinya berkurang (sefotaksim suntik ke sefiksim
oral)
4. Obat yang berbeda kelas dan tanpa kehilangan potensinya (seftazidim suntik ke
siprofloksasin oral)

8
Antibiotika masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk atipik
walaupun salah satu penyebabnya visru, namun karena infeksi virus dianggap “selflimiting”,
perhatian ditujukan pada kuman penyebab. Antibiotika terpilih pada pneumonia atipik yang
disebabkan oleh M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :
▪ tetrasiklin : tetrasiklin : 4 x 500 mg
doksisiklin : 2 x 100 mg
▪ makrolid : eritromisin : 4 x 500 mg
spiramisin : 2 x 1 gram
▪ kuinolon

Lama pengobatan antara 10-14 hari kadang-kadang hingga 3-4 minggu. Makrolid generasi baru
roksitromisin, klaritromisin dan azithromisin efektif untuk penyakit ini.

Pengobatan Pneumonial Nosokomial


Pengobatan pneumonia nosokomial berdasarkan klasifikasi pneumonia nosokomial menurut
ATS :
Kelompok I :
Kuman penyebab : Enterobacter spp, E coli, Klebsiella spp, Proteus spp, S.marcescens,
H.Influenzae, S.pneumoniae, S.aureus (hati-hati kemungkinan ada MRSA)
Obat pilihan : sefalosporin II atau III non pseudomonas, betalaktam+inhibitor
betalaktamase.
Jika alergi penisilin dapat diberikan fluorokuinolon atau klindamisin + aztreonom.

Kelompok II :
Kuman penyebab utama : Enterobacter spp, E.coli,Klebsiella spp, Proteus spp,
S.marcescens, H.Influenzae, S.pneumoniae, S.aureus (Hati-hati kemungkinan ada MRSA).
Kuman penyebab tambahan : anaerob, MRSA, legionella spp, P.aeruginosa
Obat pilihan : sefalosporin II atau III non pseudomonas, batalaktam + Inhibitor
betalaktamase.
Jika alergi penisilin dapat diberikan fluorokuinolon atau klindamisin + aztreonam.
Jika anaerob diberikan klindamisin atau metronidazol atau betalaktam + inhibitor
betalaktamase.
Legionella spp : makrolid atau fluorokuinolon
MRSA diberikan : vancomycin
P.aerugiona diberikan sesuai dengan kelompok II

Kelompok III :
Kuman penyebab utama : Enterobacter spp, E coli, Klebsiella spp, Proteus spp,
S.marcescens,H.Influenzae, S.pneumoniae, S.aureus (hati-hati kemungkinan ada MRSA)
Kuman penyebab tambahan : P.aeruginosa, acinetobacter Spp, S.maltophilia, MRSA
Obat pilihan : amino glukosida dikombinasi dengan salah satu dibawah ini :
▪ penisilin anti pseudomonas
▪ piperacillin + tazoba actam
▪ ceftazidime atau cefoperazone
▪ imipenem
▪ meropenem
▪ cefepime

Harus dipikirkan kemungkinan terdapat infeksi P.aeruginosa atau acinetobacter atau MRSA.

9
Pada keadaan ini diperlukan agresif pengobatan antibiotika kombinasi. Jika terdapat
S.maltophilia dapat diberikan kotrimotsasol atau sefalosporin generasi IV.

Lama pengobatan
Dalam penelitian prospektif tidak ada catatan mengenai lamanya pemberian antibiotika
pada penderita pneumonia nosokomial. Lama pemberian antibiotika sangat individual yaitu
tergantung beratnya penyakit, cepat atau lambatnya respons pengobatan dan adanya kuman
penyebab yang patogen. Jika disebabkan P.aeruginosa atau acinetobacter spp kemungkinan
terjadinya gagal pengobatan, relaps dan kematian akan tinggi. Terdapat gambaran foto toraks
yang multilobar, kavitas, penyakit berat dan adanya nekroting kuman gram negatif
pneumonia, maka respons pengobatan akan lambat dan penyembuhannya tidak sempurna.
Pada suatu penelitian dilaporkan bahwa angka kesembuhan pneumonia nosokomial 95% bila
disebabkan metisilin sensitif Staphyloccocus aureus atau H.influenzae, untuk kuman-kuman
tersebut dibutuhkan pengobatan antibiotika 7-10 hari.

KONSELING DAN EDUKASI

Edukasi diberikan kepada individu dan keluarga mengenai pencegahan rekurensi dan pola
hidup sehat, termasuk tidak merokok.

MONITORING PENGOBATAN
Pneumonia nosokomial :
Setelah pengobatan secara empirik kemungkinan diberikan modifikasi antibiotika
berdasarkan hasil kultur/resistensi darah atau bahan dari saluran napas bawah. Hal ini
diperlukan karena kemungkinan terdapat resistensi atau terdapat kuman patogen seperti
P.aeruginosa, acinetobacter spp, yang belum tercakup pada pengobatan awal. Respons klinik
hampir selalu berhubungan dengan keadaan penderita misalnya umur, penyakit penyerta,
kuman penyebab dan hal-hal lain yang mungkin terjadi selama terjadinya pneumonia
nosokomial.
Responss pengobatan dapat dilihat dari gejala klinik (suhu tubuh, jumlah dahak,
oksigenasi), leukositosis, perubahan radiologik serta perbaikan organ yang mengalami
kegagalan. Responss klinik ini belum dapat terlihat sebelum 24-72 jam setelah pemberian
antibiotika.
Responss bakteriologik dapat terlihat pada serial kultur apakah terdapat eradikasi,
superinfeksi, persistent atau infeksi berulang. Responss radiologik pada penderita pneumonia
berat, sangat sedikit. Perburukan radiologik sering terjadi pada penderita bakterimia atau pada
pneumonia yang disebabkan oleh kuman yang sangat virulent. Penyembuhan radiologik
seringkali lebih lambat dari gejala klinik terutama pada penderita umur tua, PPOK dll.

Penyebab terjadinya perburukan atau tidak terdapatnya perbaikan


Perburukan penyakit terjadi bila :
1. Diagnosis bukan pneumonia
Kesalahan diagnosis misalnya, atelektasis, gagal jantung, emboli paru, kontusio paru,
ARDS, pneumonia aspirasi
2. Faktor penderitanya
▪ Pemakaian alat bantu napas yang terlalu lama
▪ Gagal napas
▪ Penyakit dasar yang fatal
▪ Umur > 60 tahun

10
▪ Gambaran radiologik terlihat infiltrat bilateral
▪ Penyakit paru kronik
3. Faktor bakteri
▪ Bakterinya resisten terhadap antibiotika yang diberikan
▪ Kuman penyebabnya Pseudomonas aeruginosa tetapi diberikan antibiotika tunggal
▪ Kuman penyebab lainnya misal : jamur, TB dan virus atau bakteri patogen yang tidak
tercakup oleh antibiotika awal
4. Komplikasi selama pengobatan
▪ Suhu tubuh meningkat disebabkan infeksi ditempat lain mis : sinusitis infeksi saluran
kemih, dll
▪ Komplikasi dari pneumonianya mis : abses, empiema
▪ Keadaan lain : panas yang tetap meninggi, sepsis, kegagalan multi organ

Evaluasi penderita yang tidak respons pada pengobatan


Penderita yang mengalami perburukan dengan cepat atau tidak responss pada pengobatan
awal, mungkin perlu antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil kultur. Evaluasi secara
agresif diperlukan tergantung individu, dimulai dengan diagnosis banding dan mengulang
kultur serta resistensi dari bahan sekresi saluran napas bawah. Jika hasil kultur resisten atau
terdapat kuman patogen yang tidak umum maka pengobatan dapat dimodifikasi. Jika hasil
kultur sensitif dan kuman tidak patogen, harus dipikirkan adanya proses non infeksi atau terjadi
komplikasi. Pemeriksaan radiologik khusus kadang-kadang diperlukan untuk melihat
komplikasi atau diagnosis banding misalnya lateral dekubitus, CT Scan, USG, dll.
Jika evaluasi bakteriologik dan radiologik negatif, diputuskan pengamatan penderita
sambil meneruskan pengobatan empirik atau mengubah antibiotika atau biopsi paru. Mengenai
biopsi paru masih diperdebatkan. Jika penderita mengalami perburukan yang cepat yaitu < 24-
72 jam setelah pengobatan atau perbaikan kemudian perburukan maka dapat ditambahkan
antibiotika sambil melakukan tindakan evaluasi agresif radiologi, mikrobiologi.

KRITERIA RUJUKAN

• Kriteria CURB (Conciousness, kadar Ureum, Respiratory rate>30 x/m, Blood


pressure:Sistolik <90 mmHg dan diastolik <60 mmHg; masing-masing bila ada kelainan
bernilai 1. Dirujuk bila total nilai 2.
• Untuk anak, kriteria rujukan memakai Manajemen Terpadu pada Balita Sakit (MTBS).

KOMPLIKASI
▪ Abses paru
▪ Empiema
▪ Perikarditis
▪ Meningitis

PROGNOSIS
Secara umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari kuman penyebab dan
penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat
mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.
Angka kematian penderita CAP kurang dari 5 % pada penderita rawat jalan , sedangkan
penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20 % . Menurut Infectious Disease Society Of
America ( IDSA ) Angka kematian pneumonia di masyarakat pada rawat jalan berdasarkan
kelas yaitu kelas I 0,1 % dan kelas II 0,6 % dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8 % , kelas

11
IV 8,2 % dan kelas V 29, 2 %. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian
penderita CAP sesusi dengan peningkatan risiko kelas..

PENCEGAHAN
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi, terutama bagi golongan risiko tinggi, seperti orang
usia lanjut, atau penderita penyakit kronis. Vaksin yang dapat diberikan adalah vaksinasi
influenza (HiB) dan vaksin pneumokokal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lozano R, Naghavi M, Foreman K, Lim S, Shibuya K, Aboyans V, et al. Global and regional
mortality from 235 causes of death for 20 age groups in 1990 and 2010: a systematic analysis
for the Global Burden of Disease Study 2010. Lancet. 2012;380(9859):2095-128.
2. Vos T, Barber R, Bell B, Bertozzi-Villa A, Biryukov S, Bolliger I, et al . Global, regional,
and national incidence, prevalence, and years lived with disability for 301 acute and chronic
diseases and injuries in 188 countries, 1990-2013: a systematic analysis for the Global
Burden of Disease Study 2013. Lancet. 2015;386:743-800.
3. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, Bartlett JG, Campbell GD, Dean NC, et al.
Infectious Diseases Society of America/American Thoracic Society consensus guidelines on
the management of community-acquired pneumonia in adults. Clin Infect Dis. 2007;44
(Suppl 2):S27-72.
4. Polverino E, Torres Marti A. Community-acquired pneumonia. Minerva Anestesiol.
2011;77(2):196- 211.
5. Garg R, Aggarwal K. Community-acquired pneumonia. Indian Journal of Clinical
Practice. 2012;23(2):67-71.
6. Drijkoningen JJ, Rohde GG. Pneumococcal infection in adults: burden of disease. Clin
Microbiol Infect. 2014;20 Suppl 5:45-51.
7. Centers for Disease Control and Prevention. Pneumococcal Disease. In: Hamborsky J,
Kroger A, Wolfe S, editors. Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases.
13th ed. Washington D.C; Public Health Foundation; 2015.
8. Soepandi P, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F, Agustin H, et al. Pneumonia
Komunitas; Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2 ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2014.
9. Farida H, Gasem MH, Suryanto A, Keuter M, Zulkarnain N, Satoto B, et al. Viruses and
Gram-negative bacilli dominate the etiology of community-acquired pneumonia in
Indonesia, a cohort study. Int J Infect Dis. 2015;38:101-7.
10. Ikatan Dokter Indonesia, Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer, edisi 1. Jakarta. 2013.

12
13

Anda mungkin juga menyukai