MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus
Yang diampu Oleh Bapak Rizqi Fajar Pradipta, M.Pd
Oleh :
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali macam tingkah laku, karakteristik dan bentuk
fisik manusia yang kita temui. Baik itu orang normal maupun tidak normal. Didalam pendidikan
juga ada yang untuk anak normal dan untuk anak yang membutuhkan layanan khusus atau sekolah
luar biasa. Anak luar biasa adalah anak yang mengalami gangguan atau hambatan perkembangan
baik fisik maupun mentalnya sehingga mereka membutuhkan perhatian dan layanan khusus, hal ini
dengan tujuan agar mereka mampu menjalani kehidupan sehari-hari tanpa membutuhkan orang lain.
Salah satu anak yang mengalami hambatan atau gangguan yaitu anak tunalaras. Anak
tunalaras adalah anak yang mangalami gangguan emosi dan mentalnya dimana anak ini berbuat
sesuatu yang tidak biasa dilakukan oleh anak seusianya. Contoh prilaku yang dilakukan adalah
mencuri, membuat keributan atau cemas orang lain, menyakiti orang lain dan sebagainya yang tidak
biasa dilakukan oleh anak seusianya. Orang tua dan guru harus bisa mendeteksi sejak dini kalau
anaknya mengalami hambatan, hal ini bertujuan agar kelainan yang dialami anak tidak berkembang
atau bertambah parah. Misalnya kalau anak mengalami ketunalarasan maka pihak yang bersangkutan
harus cepat mencengahnya, agar kelainannya tidak bertambah parah.
Disini, lingkungan sangatlah mempengaruhi perkembangan anak baik itu lingkungan
keluaga, sekolah maupun masyarakat. Dimana kalau anak hidup dalam kelurga yang bisa
menghargai dan mendidik anak dengan baik maka anak akan bisa tumbuh kembang dengan baik dan
begitu juga sebaliknya karena keluarga tempat yang paling utama anak mendapat pendidikan.
Dalam lingkungan keluaga anak mendapat pendidikan yang baik, tapi lingkungan tidak baik
maka anak juga bisa mempunyai sifat atau kelainan misalnya suka membuat keributan dengan orang
lain. Untuk mengatasi terjadinya kelainan tersebut yaitu dengan lebih memperhatikan anak baik dari
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Kalau anak sudah mempunyai pergaulan yang tidak
baik maka, orang tua harus cepat tanggap mengambil sebuah tindakan dengan cara mencengahnya
atau dengan memperingatkan dan mengambil sebuh contoh agar anak tidak berlarut-larut dalam
permasalahan tersebut.
Kalau anak sudah mempunyai prilaku dan emosi yang tidak sesuai dengan usianya. Maka,
peran keluarga disini harus menerimanya anak tanpa membeda-bedakan dengan sodaranya. Dan
langkah yang harus dilakukan adalah bagaimana agar anak bisa keluar dari gangguan prilaku yang
dialaminya. Cara yang tepat yaitu dengan konsultasi ke psikolog dan bagaimana cara
menangani anak tersebut. Salah satu cara menanganinya yaitu dengan terapi bermain. Oleh sebab itu
penulis telah menyiapkan berbagai macam terapi bermain yang bisa diterapkan kepada anak kalau
seandainya anak mengalami kelainan prilaku.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam penulisan makalah ini penulis akan membatasi masalahnya yaitu :
C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari Makalah ini diantaranya:
1. Untuk mengetahui definisi tunalaras.
2. Untuk mengetahui factor penyebab dalam ketunalarasan.
3. Untuk mengetahui klasifikasi pembagian anak tunalaras
4. Untuk mengetahui karakteristik anak tunalaras.
5. Untuk mengetahui pengaruh ketunalarasan terhadap aspek-aspek perkembangan.
6. Untuk mengetahui upaya dalam memberikan layanan bagi anak tunalaras.
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Untuk menyumbang khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam pendidikan di
Indonesia. Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu pendidikan
terutama dikaitkan dengan anak yang mengalami kesulitan belajar.
2. Manfaat Praktis
a. Penulis
1) Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis serta tambahan pengetahuan sekaligus untuk
mengembangkan pengetahuan penulis dengan landasan dan kerangka teoritis yang ilmiah
atau pengintegrasian ilmu pengetahuan dengan praktek serta melatih diri dalam
menjalankan dan memahami suatu penelitian atau studi kasus khususnya mengenai
kesulitan belajar pada siswa.
2) Sebagai tugas mata kuliah Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.
b. Pembaca
PEMBAHASAN
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial.
Definisi anak tunalaras atau emotionally handicapped atau behavioral disorder lebih terarah berdasarkan definisi
dari Eli M Bower (Bandi Delphie, 2006: 17) bahwa anak dengan hambatan emosional atau kelainan perilaku,
apabila menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut ini: tidak mampu belajar bukan
disebabkan karena faktor intelektual, sensori atau kesehatan; tidak mampu untuk melakukan hubungan baik
dengan temanteman dan guru-guru; bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya; secara umum mereka
selalu dalam keadaan tidak gembira atau depresi; dan bertendensi ke arah simptom fisik seperti merasa sakit atau
ketakutan yang berkaitan dengan orang atau permasalahan di sekolah.
Anak tunalaras secara umum dikatakan sebagai anak yang mengalami gangguan emosi dan
penyimpangan tingkah laku. Menurut pendapat Yulia Putri (2010) anak tunalaras adalah anak yang mempunyai
tingkah laku berlainan, tidak memiliki sikap yang dewasa, melakukan pelanggaran norma-norma sosial dengan
frekuensi yang cukup besar, tidak/kurang mempunyai toleransi kepada orang lain/kelompok, serta mudah
terpengaruh oleh suasana, sehingga menimbulkan kesulitan bagi dirinya sendiri serta orang lain.
Menurut Tamsik Udin dan Tejaningsih (1998: 111) anak yang mengalami hambatan dalam
perkembangan sosial atau emosinya sehingga dimanifastikan lewat tingkah laku norma hukum, sosial,
agama yang berlaku di lingkungannya dengan frekuensi yang cukup tinggi. Akibat perbuatannya dapat
merugikan diri sendiri dan lingkungan sekitarnya. Sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan
khusus untuk mengembangkan potensinya seoptimal mungkin dan dapat hidup di tengah-tengah
masyarakat dengan baik.
Sutjihati Somantri (2007: 139) menjelaskan bahwa anak tunalaras adalah anak yang mengalami
gangguan atau hambatan emosi dan berkelainan tingkah laku, sehingga kurang dapat menyesuaikan diri
dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Anak tunalaras kadang-kadang
tingkah laku tidak mencerminkan kedewasaan dan suka menarik diri dari lingkungan, sehingga
merugikan dirinya sendiri dan orang lain dan bahkan kadang merugikan di segi pendidikannya. Anak
tunalaras juga sering disebut anak tunasosial karena tingkah laku anak tunalaras menunjukkan
penentangan terhadap norma-norma social masyarakat yang berwujud seperti mencuri, menganggu dan
menyakiti orang lain.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa anak tunalaras adalah anak yang
mengalami gangguan emosi dan penyimpangan tingkah laku serta kurang dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, baik di dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Anak tunalaras juga
mempunyai kebiasaan melanggar norma dan nilai kesusilaan maupun sopan santun yang berlaku dalam
kehidupan seharihari, termasuk sopan santun dalam berbicara maupun bersosialisasi dengan orang lain.
Secara garis besar anak tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi anak yang mengalami
kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan anak yang mengalami gangguan
emosi. Sehubungan dengan itu, William Crain (Suadin, 2010) mengemukakan kedua klasifikasi tersebut
antara lain:
a. Anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial:
1) The Semi-socialize child, anak yang termasuk dalam kelompok ini dapat mengadakan
hubungan sosial tetapi terbatas pada lingkungan tertentu. Misalnya: keluarga dan
kelompoknya. Keadaan seperti ini datang dari lingkungan yang menganut norma-norma
tersendiri, yang mana norma tersebut bertentangan dengan norma yang berlaku di
masyarakat. Dengan demikian anak selalu merasakan ada suatu masalah dengan
lingkungan di luar kelompoknya.
2) Children arrested at a primitive level of socialization, anak pada kelompok ini dalam
perkembangan sosialnya, berhenti pada level atau tingkatan yang rendah. Pada kelompok
ini adalah anak yang tidak pernah mendapat bimbingan ke arah sikap sosial yang benar
dan terlantar dari pendidikan, sehingga ia melakukan apa saja yang dikehendakinya. Hal
ini disebabkan karena tidak adanya perhatian dari orang tua yang mengakibatkan perilaku
anak di kelompok ini cenderung dikuasai oleh dorongan nafsu saja. Meskipun demikian
anak masih dapat memberikan respon pada perlakuan yang ramah.
3) Children with minimum socialization capacity, anak kelompok ini tidak mempunyai
kemampuan sama sekali untuk belajar sikap-sikap sosial. Ini disebabkan oleh
pembawaan/kelainan atau anak tidak pernah mengenal hubungan kasih sayang sehingga
anak pada golongan ini banyak bersikap apatis dan egois.
b. Anak yang mengalami gangguan emosi, terdiri dari:
1) Neurotic behavior, anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang lain akan
tetapi mereka mempunyai masalah pribadi yang tidak mampu diselesaikannya. Anak
pada kelompok ini sering dan mudah dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan cemas,
marah, agresif dan perasaan bersalah. Di samping itu kadang mereka melakukan tindakan
lain seperti mencuri dan bermusuhan. Anak seperti ini biasanya dapat dibantu dengan
terapi seorang konselor. Keadaan neurotik ini biasanya disebabkan oleh sikap keluarga
yang menolak atau sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta pengaruh pendidikan yaitu
karena kesalahan pengajaran atau juga adanya kesulitan belajar yang berat.
2) Children with psychotic processes, anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang
paling berat sehingga memerlukan penanganan yang lebih khusus. Pada kelompok ini
sudah menyimpang dari kehidupan yang nyata, sudah tidak memiliki kesadaran diri serta
tidak memiliki identitas diri. Adanya ketidaksadaran ini disebabkan oleh gangguan pada
system syaraf sebagai akibat dari keracunan, misalnya minuman keras dan obat-obatan.
Karakteristik anak tunalaras menurut Rusli Ibrahim (2005: 49-50), sebagai berikut:
a. Intelegensia dan Prestasi Akademis
Anak tunalaras rata-rata memiliki kecerdasan (IQ) yang setelah diuji menghasilkan
sebaran normal 90, dan sedikit yang memiliki nilai di atas sebaran nilai anak-anak normal dan
kemungkinan besar memiliki nilai IQ keterbelakangan mental serta ada juga yang memiliki
kecerdasan sangat tinggi dalam nilai tes kecerdasan. Anak tunalaras biasanya tidak mencapai
taraf yang diharapkan pada usia mentalnya dan jarang ditemukan yang berprestasi akademisnya
meningkat, dan rendahnya prestasi mereka pada pelajaran membaca dan matematika sangat
menonjol.
b. Persepsi dan Keterampilan Motorik
Anak tunalaras sulit melakukan aktivitas yang kompleks, merasa enggan dalam aktivitas,
malas dan merasa tidak mampu dalam melakukan aktivitas jasmani. Keterampilan motorik
sangat menunjang bagi pertumbuhan dan perkembangan individu di samping keuntungan lain,
seperti perkembangan sosial, kemampuan berpikir dan kesadaran persepsi. Oleh karena itu, di
sinilah penting letaknya pembelajaran pendidikan jasmani seperti permainan sepak bola bagi
anak tunalaras. Karakteristik anak tunalaras yang dikemukakan Hallahan dan Kauffman (1986)
berdasarkan dimensi tingkah laku anak tuna laras adalah sebagai berikut:
a) Anak yang mengalami gangguan perilaku:
Berkelahi, memukul menyerang
Pemarah
Pembangkang
Suka merusak
Kurang ajar, tidak sopan
Penentang, tidak mau bekerjasama
Suka menggangu
Suka ribut, pembolos
Mudah marah, suka pamer
Hiperaktif, pembohong
Iri hati, pembantah
Ceroboh, pengacau
Suka menyalahkan orang lain
Mementingkan diri sendiri.
b) Anak yang mengalami kecemasan dan menyendiri:
Cemas
Tegang
Tidak punya teman
Tertekan
Sensitif
Rendah diri
Mudah frustasi
Pendiam
Mudah bimbang
c) Anak yang kurang dewasa
Pelamun
Kaku
Pasif
Mudah dipengaruhi
Pengantuk
Pembosan
d) Anak yang agresif bersosialisasi:
Mempunyai komplotan jahat
Berbuat onar bersama komplotannya
Membuat genk
Suka diluar rumah sampai larut
Bolos sekolah
Pergi dari rumah.
Berikut ini karakteristik yang berkaitan dengan segi akademik, sosial/emosional dan
fisik/kesehatan anak tunalaras (Moh. Amin, 1991: 52-53), yaitu:
1. Karakteristik Akademik
Kelainan perilaku mengakibatkan penyesuaian sosial dan sekolah yang buruk. Akibatnya,
dalam belajarnya memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut :
a) Hasil belajar di bawah rata-rata.
b) Sering berurusan dengan guru BK
c) Tidak naik kelas
d) Sering membolos.
e) Sering melakukan pelanggaran, baik di sekolah maupun di masyarakat, dan lain-lain.
2. Karakteristik Sosial/Emosional :
a) Karakteristik Sosial
Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain:
Perilaku itu tidak diterima masyarakat, biasanya melanggar norma budaya.
Perilaku itu bersifat menggangu, dan dapat dikenai sanksi oleh kelompok sosial.
Perilaku itu ditandai dengan tindakan agresif, yaitu :
Tidak mengikuti aturan.
Bersifat mengganggu.
Bersifat membangkang dan menentang.
Tidak dapat bekerjasama.
Melakukan tindakan yang melanggar hukum dan kejahatan remaja.
b) Karakteristik Emosional
Hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, misalnya tekanan batin dan rasa
cemas.
Ditandai dengan rasa gelisah, rasa malu, rendah diri, ketakutan dan sifat
perasa/sensitif.
c) Karakteristik Fisik/Kesehatan:
Pada anak tuna laras umumnya masalah fisik/ kesehatan yang dialami berupa gangguan
makan, gangguan tidur atau gangguan gerakan. Umumnya mereka merasa ada yang tidak
beres dengan jasmaninya, ia mudah mengalami kecelakaan, merasa cemas pada
kesehatannya, seolah-olah merasa sakit, dll. Kelainan lain yang berupa fisik yaitu gagap,
buang air tidak terkontrol, sering mengompol, dan lain-lain .
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan perilaku, yaitu suka membuat keributan
dan cemas orang lain. Permasalahan yang dialami anak tunalaras adalah kurang memiliki
pengetahuan bagaimana bersikap, mengendalikan, dan memantau perilaku sendiri.
Perlunya dukungan dalam penanganan anak tunalaras baik oleh lingkungan keluarga, sekolah,
dan masyarakat. Orang tua mesti memperhatikan anak dalam menjalani kehidupan sehari-hari baik
di lingkungan kelurga, sekolah atau pun masyarakat agar anak tidak mengalami prilaku yang
menyimpang.
Kemudian peran guru di sekolah harus memperhatikan cara pergaulan anak-anaknya di
lingkungan sekolah serta cepat dalam menangani perilaku menyimpang yang dialami oleh anak
didiknya. Seorang guru harus kreatif dalm pemilihan metode pengajaran yang akan diberkan kepada
peserta didik, agar anak tidak termotivasi dan tidak cepat bosan dan jenuh dalam belajar. Guru harus
mengetahui dulu bagaiman karakteristik peserta didiknya agar memudahkan dalam pemilihan
metode yang tepat untuk peserts didiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Somantri, T. sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT. Rafika Aditama.
Wardani, IGAK dkk. 2016. Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Tangerang Selatan :
Universitas Terbuka.
Effendi, Mohammad. 2017. Psikopedagogik Anak Berkebutuhan Khusus. Malang: Universitas Negeri
Malang.