meninggal dunia pada 20 Maret 1946 di Kuala Begumit, Binjai. Nama lengkapnya adalah
Tengku Amir Hamzah Pangeran Indrapura yang kemudian disingkat menjadi Tengku Amir
Hamzah. Nama Amir Hamzah diberikan oleh sang ayah karena kekagumannya kepada
Hikayat Amir Hamzah.
Ayahanda Tengku Amir Hamzah bernama Tengku Muhammad Adil yang bergelar Datuk
Paduka Raja. Tengku Muhammad Adil adalah Pangeran (Raja Muda dan Wakil Sultan) untuk
Luhak Langkat Hulu yang berkedudukan di Binjai. Ayahanda Tengku Amir Hamzah
mempunyai garis kekerabatan dengan Sultan Machmud, penguasa Kesultanan Langkat yang
memerintah pada tahun 1927-1941. Berdasarkan silsilah keluarga istana Kesultanan
Langkat, Tengku Amir Hamzah adalah generasi ke-10 dari Sultan Langkat. Garis keturunan
tersebut memperlihatkan bahwa ia adalah pewaris tahta salah satu kerajaan Melayu, yakni
Kesultanan Langkat.
Amir Hamzah mulai mengenyam pendidikan pada umur 5 tahun dengan bersekolah di
Langkatsche School di Tanjung Pura pada 1916. Sekolah ini didirikan oleh Sultan Machmud
Abdul Aziz, ayahanda Sultan Machmud, pada 1906. Sebagian besar guru di sekolah Amir
Hamzah adalah orang Belanda, hanya ada satu orang saja guru Melayu. Pada mulanya,
sekolah ini hanya berupa Sekolah Desa dengan masa tempuh studi 3 tahun, kemudian
berubah menjadi Sekolah Melayu dengan masa tempuh studi 5 tahun, dan terakhir menjadi
Lanngkatsche School dengan masa tempuh studi 7 tahun.
Setelah tamat dari Langkatsche School, Amir Hamzah melanjutkan pendidikannya di MULO,
sekolah tinggi di Medan. Setahun kemudian, Amir Hamzah pindah ke Batavia (Jakarta) untuk
melanjutkan sekolah di Christelijk MULO Menjangan. Amir Hamzah lulus dari sekolah itu
pada 1927. Amir Hamzah kemudian melanjutkan studinya di AMS (Aglemenee Middelbare
School), sekolah lanjutan tingkat atas di Solo, Jawa Tengah. Ia mengambil disiplin ilmu pada
Jurusan Sastra Timur. Di Solo, mula-mula Amir Hamzah tinggal di asramaAmir Hamzah
adalah seorang siswa yang memiliki kedisiplinan tinggi. Simak kesan Achdiat K Mihardja
tentang kedisplinan Amir Hamzah: “Disiplin dan ketertiban itu nampak pula dari keadaan
kamarnya. Segalanya serba beres, buku-bukunya rapih tersusun di atas rak, pakaian tidak
tergantung di mana saja, dan sprei tempat tidurnya pun licin tidak kerisit kisut. Persis seperti
kamar seorang gadis remaja.”
Selama mengenyam pendidikan di Solo, Amir Hamzah mulai mengasah minatnya pada
sastra sekaligus obsesi kepenyairannya. Pada waktu-waktu itulah Amir Hamzah mulai
menulis beberapa sajak pertamanya yang kemudian terangkum dalam antologi Buah Rindu,
terbit pada 1943. Ajip Rosidi memandang puisi-puisi dalam Buah Rindu adalah puisi Amir
Hamzah pada masa-masa “latihan kepenyairan”. Demikian pula dengan anggapan Amir
Hamzah sendiri bahwa Buah Rindu hanya sebagai latihan sebelum akhirnya ia menulis sajak-
sajak sebagaimana yang terangkum dalam Nyanyi Sunyi. Hal inilah yang menjadi alasan
mengapa puisi-puisi dalam Buah Rindu belum menunjukkan kualitas sebagaimana yang
terlihat dalam antologi Nyanyi Sunyi.
Proses kepenulisan Amir Hamzah sewaktu di Solo merupakan proses awal yang menentukan
posisi kepenyairannya. Ini adalah proses pembentukan dan pematangan dari seorang Amir
Hamzah sebagai manusia. Intensitas proses Amir Hamzah sebagai menusia dan penyair
kemudian berlanjut ketika ia meneruskan pendidikannya di Batavia. Dua periode ini
merupakan masa proses yang paling kompleks dan intensif dalam kehidupan Amir Hamzah.
Setelah studinya di Solo pungkas, Amir Hamzah kembali ke Jakarta untuk melanjutkan studi
ke Sekolah Hakim Tinggi pada awal tahun 1934. Semasa di Jakarta, kesadaran kebangsaan di
dalam jiwa Amir Hamzah kian kuat dan berpengaruh pada wataknya. Meskipun keturunan
raja, ia tidak pernah memperlihatkan sikap feodal. Kesadaran kebangsaan dan kerakyatan
Amir Hamzah tercermin dari lingkungan pergaulannya, juga dari pekerjaan tambahannya
sebagai pengajar di Perguruan Rakyat, lembaga pendidikan yang merupakan bagian dari
Taman Siswa, di Jakarta. Bersama beberapa orang rekannya di Perguruan Rakyat, temasuk
Soemanang, Soegiarti, Sutan Takdir Alisyahbana, Armijn Pane, dan lainnya, Amir Hamzah
menggagas penerbitan majalah Poedjangga Baroe.
Amir Hamzah mulai menyiarkan sajak-sajak karyanya ketika masih tinggal di Solo. Di majalah
Timboel yang diasuh Sanusi Pane, Amir Hamzah menyiarkan puisinya berjudul “Mabuk” dan
“Sunyi” yang menandai debutnya di dunia kesusastraan Indonesia. Selain itu, sajak-sajaknya
juga dipublikasikan di rubrik sastra Panji Pustaka asuhan Sutan Takdir Alisyahbana. Selain
menulis sajak, Amir Hamzah juga menulis prosa dan esai tentang kesusastraan. Sajak-sajak
Amir Hamzah cenderung terlihat lebih ke gaya sastra Timur.
Sejak dimuat di majalah Timboel, karya sastra Amir Hamzah terus muncul di berbagai media
massa, misalnya di majalah Pudjangga Baroe, Pandji Poestaka, dan lain-lain. Nama Amir
Hamzah mulai dikenal, dan lingkungan pergaulannya dengan kalangan sastrawan pun mulai
berlangsung intensif. Beberapa sastrawan yang semasa dengan Amir Hamzah antara lain
Armijn Pane, Sanusi Pane, Sutan Takdir Alisyahbana, Muhamaad Yamin, Suman Hs, JE.
Tatengkeng, HB. Jassin, dan lainnya.
Mungkin pencapaian karya sastra Amir Hamzah bukan pencapaian terbaik dari suatu
kelompok yang mengkhususkan diri dalam mencari kemudian menemukan semacam puitika
yang lain sebagaimana yang terjadi di Barat. Namun begitu, tidak dapat dihindarkan bahwa
ada semacam ikatan maupun komitmen para beberapa pemrakarsa majalah Poedjangga
Baroe yaitu, Armijn Pane, Sutan Takdir Alisyahbana, dan Amir Hamzah sendiri untuk
memajukan bahasa Indonesia. Penerbitan majalah Poedjangga Baroe sendiri juga
merupakan perwujudan komitmen hal tersebut.
Amir Hamzah mewariskan dua buah kumpulan sajak karangannya, yaitu Buah Rindu dan
Nyanyi Sunyi. Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan, banyak pengamat yang menilai bahwa
Nyanyi Sunyi bukan hanya merupakan puncak pencapaian kreatif Amir Hamzah, namun juga
menjadi salah satu puncak bagi kepenyairan Indonesia. Antologi puisi Nyanyi Sunyi menjadi
pemula bagi sajak-sajak kemudian yang membahasakan kesunyian.
Kumpulan sajak Amir Hamzah yang lain, yaitu Buah Rindu, sebenarnya cenderung
merupakan semacam catatan biografi. Meskipun buku kumpulan puisi ini terbit lebih
belakangan dibanding Nyanyi Sunyi, namun proses penulisannya lebih dahulu dibanding
puisi-puisi pada Nyanyi Sunyi. Sajak-sajak dalam kumpulan puisi Nyanyi Sunyi adalah sajak-
sajak yang sublim dengan lebih melukiskan pergulatan eksistensial sang penyair. Melalui
Nyanyi Sunyi itulah kehidupan menjadi semacam ruang filosofis yang sunyi.
Para peneliti dan kritikus sastra yang menyimpulkan dua hal tentang bahasa puisi Amir
Hamzah. Di satu sisi, ia seolah-olah terikat pada bahasa Melayu, namun di sisi lain Amir
Hamzah juga sangat bebas ketika memasukkan beberapa kata yang berasal dari bahasa
Jawa, Kawi, atau Sansekerta. Ketika membaca sajak-sajak Amir Hamzah, tak jarang pembaca
akan menemui beberapa kata yang bukan berasal dari bahasa Melayu, misalnya dewangga,
dewala, sura, prawira, estu, ningrum, padma, cendera, daksina, purwa, jampi, sekar, alas,
maskumambang, dan lain sebagainya.
Amir Hamzah mewariskan 50 sajak asli, 77 sajak terjemahan, 18 prosa liris, 1 prosa liris
terjemahan, 13 prosa, dan 1 prosa terjemahan. Jumlah keseluruhan karya itu adalah 160
tulisan. Jumlah karya tersebut masih ditambah dengan Setanggi Timur yang merupakan
puisi terjemahan, dan terjemahan Bhagawat Gita. Dari jumlah itu, ada juga beberapa tulisan
yang tidak sempat dipublikasikan.
Revolusi sosial yang meletus pada 3 Maret 1946 menjadi akhir bagi kehidupan Amir
Hamzah. Ia adalah korban yang tidak bersalah dari sebuah revolusi sosial pada waktu itu.
Pasukan Pesindo menangkapi sekitar 21 tokoh feodal termasuk di antaranya adalah Amir
Hamzah yang ditangkap pada 7 Maret 1946. Kemudian, pada dini hari tanggal 20 Maret
1946, orang-orang yang ditangkap itu dihukum mati.
Amir Hamzah adalah seorang sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru. Ia lahir dalam
lingkungan keluarga bangsawan Melayu (Kesultanan Langkat) dan banyak berkecimpung
dalam alam sastra dan kebudayaan Melayu.
- See more at: http://gudang-biografi.blogspot.com/2010/05/biografi-amir-hamzah-
sastrawan.html#sthash.uxC1cjf4.dpuf
Adapun cara- cara mandi wajib yang dilakukan Rasulullah Saw adalah sebagai berikut:
10.
11.
saat di toko:
ketik cheatm : tambah uang 50,000.
perjalan ke kota malino pada bulan desember 2014 sangat mengasyikkan walaupun
perjalan ke sana sangat lama tapi saya dan teman” tetap menikmatinya,apalagi pada saat
kami memasuki kota malino yang dimna suhu snagat dingin apalagi pada ssat kami dan
romobngan singah di salah satu wisata malino yaitu hutan pinus dsana sangat dingin dan
pemandangan luar biasa.semua rombongan turun dari bus dan ber fhoto fhoto sebagai
kenang kenangan dan ada dari salah satu teman yang berkuda dan bermain flaying
fox.setelah itu kami melanjutkan perjalan kami ke perkebunan teh dan storwberry sangat
begitu menyenangkan dan berkesaan