FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA 2019 FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFERTILITAS PADA PASANGAN USIA SUBUR DI RSKIA SADEWA YOGYAKARTA
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Guna Melengkapi Sebagai Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Terapan Kebidanan Program Studi Kebidanan Program Sarjana Terapan Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas „Aisyiyah Yogyakarta
Disusun Oleh: Desvita Rizani 1810104435
PROGRAM KEBIDANAN STUDI SARJANA TERAPAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA 2019 LATAR BELAKANG Kejadian infertilitas di dunia sekitar 50-80 juta penduduk yang mengalami infertil dari populasi melahirkan di seluruh dunia. Di negara maju seperti Amerika Serikat orang yang mengalami infertil sebanyak 5 juta orang sedangkan di negara bekembang seperti Kazakhtan sebesar 43,7%, (HIFERI, 2013). Indonesia pada tahun 2015 sebesar 40% infertil yang dialami perempuan, 40% pada laki-laki dan 30% yang dialami pada keduanya (Saraswati, 2015). Kejadian infertilitas akan memiliki danpak pada kesehatan mental, fisik, emosional, seksual, spiritual, dan keuangan (Ezzel, 2016). Budaya masyarakat yang membuat pandangan negative terhadap pasangan infertil terutama perempuan bahwa hamil dan melahirkan adalah tugas perempuan sehingga perempuan yang belum atau tidak memiliki anak dianggap buruk karena tidak dapat melakukan fungsinya sebagai perempuan (Alhassan et al, 2014). Salah satu kebijakan pemerintah yaitu terdapat pada undang-undang No 61 tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi yang menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi menjadi isu penting dari beberapa yaitu masalah kesehatan ibu, infertil, dan aborsi. Infertilitas dan aborsi menjadi isu penting karena terkait dalam etikolegal. Pemerintah telah mengatur peraturan tentang reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah. (PPRI,2014) Pandangan Hukum Islam tentang infertilitas, berdasarkan Al-qur‟an surah Asy-Syura ayat 49 yaitu: (Asy-Syura 49:11). Artinya : Milik Allahlah kerajaan langit dan bumi; dia menciptakan apa yang dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang dia kehendaki atau menganugerahkannya jenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan tidak memiliki keturunan (mandul) terhadap siapa yang dia kehendaki. Dia maha mengetahui, maha kuasa. Berdasarkan ayat terebut yang dimaksud dengan“ menjadiakan tidak memiliki keturunan (mandul) terhadap siapa yang dia kehendaki. Maka menunjukkan bahwa ketidakkuasaan seorang manusia meskipun secara normal manusia dapat merumuskan bagaimana terjadinya kehamilan tersebut. RSKIA SADEWA yaitu rumah sakit ibu dan anak yang memiliki fasilitas IVF (In Vitro fertilization) atau program bayi tabung sehingga seorang yang mengalami infertilitas dapat berkunjung berobat dan memiliki kesempatan untuk mendapatkan keturunan. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSKIA SADEWA sebanyak 655 orang pasangan yang ingin anak pada bulan Agustus-Desember dan belum periksa dan terdiagnosa infertile dan di dapatkan 72 pasangan yang sudah diperiksa dan terdiagnosa infertil. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infertilitas Pada Pasangan Usia Subur di RSKIA SADEWA Yogyakarta” METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di RSKIA SADEWA Yogyakarta pada Desember 2018 sampai Juli 2019. Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptive correlational menggunakan pendekatan retrospektif. Sampel berjumlah 72 pasangan yang berumur 20-35 tahun pada perempuan yang terdiagnosis infertil yang memeriksakan diri pada bulan Agustus-Desember 2018 dengan teknik pengambilan sampel total sampling. Alat pengumpulan data adalah lembar observasi. Analisis menggunakan uji chi square. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tabel 4.6 Hubungan Infertilitas Pada Perempuan dengan Jenis Infertilitas, Usia, Pendidikan,Status Pekerjaan, Penyakit Penyerta, dan Status Gizi di RSKIA SADEWA Yogyakarta Infetilitas Infertilitas p value 1-2 Tahun > 2 tahun Kategori N % N % Jenis Infertilitas Primer 25 37,9 41 62,1 0,062 Sekunder 0 0,0 6 100,0 Usia 20-25 tahun 2 50 2 50 0.109 26-30 tahun 16 47,1 18 52,9 31-35 tahun 8 23,5 26 76,5 Pendidikan Perguruan tinggi 17 32,7 35 67,3 SMA 8 40,0 12 60,0 0,560 SMP 0 0 0 0 SD 0 0 0 0 Status Pekerjaan Bekerja 22 33,8 43 66,2 0,634 Tidak Bekerja 3 42,9 4 57,1 Penyakit Penyerta 0,040 Tidak ada 19 44,2 24 55,8 Ada 6 20,7 23 79,3 Status Gizi Kurus berat 0 0,0 0 0,0 Kurus ringan 0 0,0 0 0,0 0,770 Normal 18 44,2 30 55,8 Gemuk ringan 3 20,7 8 79,3 Gemuk berat 4 34,7 9 65,3 Sumber: Data Sekunder Agustus-Desember, 2018. Berdasarkan tabel 4.6 Hubungan jenis infertil dengan kejadian infertilitas dapat diketahui bahwa dalam kategori infertil primer dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 25 orang (37,9%) sedangkan yang >2 tahun sebanyak 41 orang (62,1%). pada jenis infertil sekunder dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 0 orang (0,0%) sedangkan yang > 2 tahun sebanyak 6 orang (100,0%) Hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,062 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis infertil dengan infertilitas. Berdasarkan kategori usia pada tabel 4.6 Hubungan usia 20-25 dengan kejadian infertilitas 1-2 tahun 2 orang (50,0%) dan >2 tahun 2 orang (50,0%). Kemudian pada usia 26-30 tahun dengan infertilitas 1-2 tahun sebnayak 16 orang (47,1%) sedangkan yang >2 tahun sebanyak 18 orang (52,9%). Pada usia 31-35 tahun dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 8 orang (23,5%) sedangkan yang >2 tahun 26 (76,5%). Hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,109 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan infertilitas. Berdasarkan kategori pendidikan pada tabel 4.6 Hubungan pendidikan dengan kategori perguruan tinggi dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 17 orang (32,7%) sedangkan >2 tahun sebanyak 35 orang (67,3%). Pada SMA dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 8 orang (40,0%) sedangkan >2 tahun sebanyak 12 orang (60,0%). Kemudian pada SMP dan SD tidak ada. Hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,560 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan infertilitas Berdasarkan kategori status pekerjaan pada tabel 4.6 Hubungan status pekerjaan dengan kejadian infertilitas dalam kategori bekerja 1-2 sebanyak 22 orang (33,8%) sedangkan >2 tahun sebanyak 43 orang (66,2%). Kemudian pada kategori tidak bekerja dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 3 orang (42,9%) sedangkan >2 tahun sebanyak 4 orang (57,1%). Hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,634 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara status pekerjaan dengan infertilitas. Berdasarkan kategori penyakit penyerta pada tabel 4.6 Hubungan penyakit penyerta dengan kejadian infertilitas dalam kategori tidak ada penyakit dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 19 orang (44,2%) sedangkan >2 tahun sebanyak 24 orang (55,8%). Kemudian pada kategori ada penyakit penyerta dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 6 orang (20,7%) sedangkan >2 tahun sebanyak 23 orang (79,3%). Hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,040 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada hubungan antara penyakit penyerta dengan infertilitas. Berdasarkan kategori status gizi pada tabel 4.6 Hubungan status gizi dengan kejadian infertilitas dalam kategori kurus ringan dan kurus berat dengan infertilitas 1- 2 tahun dan >2 tahun tidak ada. kemudian pada kategori normal dengan infertilitas 1- 2 tahun sebanyak 18 orang (44,2%) sedangkan >2 tahun sebanyak 30 orang (55,8%). kemudian pada kategori gemuk ringan dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 3 orang (20,7%) sedangkan >2 tahun sebanyak 8 orang (79,3%). Kemudian pada kategori gemuk berat dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 4 orang (34,7%) sedangkan >2 tahun sebanyak 9 orang (65,3%). Hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,770 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan infertilitas. Tabel 4.7 Hubungan Infertilitas pada Laki-Laki berdasarkan Jenis Infertilitas, Usia, Pendidikan,Status Pekerjaan, Penyakit Penyerta, dan Status Gizi Di RSKIA SADEWA Yogyakarta Infetilitas Infertilitas p value 1-2 Tahun > 2 tahun Kategori N % N % Jenis Infertilitas Primer 25 37,9 41 62,1 0,062 Sekunder 0 0,0 6 100,0 Pendidikan Perguruan tinggi 19 38,0 31 62,0 0,473 SMA 6 30,0 14 70,0 SMP dan SD 0 0 0 0 Penyakit Penyerta Tidak ada 15 31,9 32 68,1 0,493 Ada 10 40,0 15 60,0 Status Gizi Normal 22 47,8 24 52,2 0,007 Gemuk ringan 1 7,1 13 92,9 Gemuk berat 2 16,7 10 83,3 Sumber: Data Sekunder Agustus-Desember, 2018 Berdasarkan tabel 4.7 Hubungan jenis infertil dengan kejadian infertilitas dapat diketahui bahwa dalam kategori infertil primer dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 25 orang (37,9%) sedangkan yang >2 tahun sebanyak 41 orang (62,1%). Kemudian pada jenis infertil sekunder dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 0 orang (0,0%) sedangkan yang > 2 tahun sebanyak 6 orang (100,0%) Hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,062 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis infertil dengan infertilitas. Berdasarkan kategori pendidikan pada tabel 4.7 Hubungan pendidikan dengan kategori perguruan tinggi dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 19 orang (38,0%) sedangkan >2 tahun sebanyak 31 orang (62,0%). Kemudian pada SMA dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 6 orang (30,0%) sedangkan >2 tahun sebanyak 14 orang (70,0%). Kemudian pada SMP dan SD tidak ada. Hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,560 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan infertilitas. Berdasarkan kategori penyakit penyerta pada tabel 4.7 Hubungan penyakit penyerta dengan kejadian infertilitas dalam kategori tidak ada penyakit dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 15 orang (31,9%) sedangkan >2 tahun sebanyak 32 orang (68,1%). Kemudian pada kategori ada penyakit penyerta dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 10 orang (40,0%) sedangkan >2 tahun sebanyak 15 orang (60,0%). Hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,493 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara penyakit penyerta dengan infertilitas. Berdasarkan kategori status gizi pada tabel 4.6 Hubungan status gizi dengan kejadian infertilitas dalam kategori kurus ringan dan kurus berat dengan infertilitas 1- 2 tahun dan >2 tahun tidak ada. Pada kategori normal dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 22 orang (47,8%) sedangkan >2 tahun sebanyak 24 orang (52,2%). kemudian pada kategori gemuk ringan dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 1 orang (7,1%) sedangkan >2 tahun sebanyak 13 orang (92,9%). Pada kategori gemuk berat dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 2 orang (16,7%) sedangkan >2 tahun sebanyak 10 orang (83,3%). Hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,007 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada hubungan antara status gizi dengan infertilitas. PEMBAHASAN Lama Infertil pada PUS >2 tahun berjumlah 47 responden (65,3%), dan infertilitas 1-2 berjumlah 25 responden (34,7%). Faktor-faktor yang berhubungan pada infertilitas adalah jenis infertil, usia, pendidikan, status pekerjaan, penyakit penyerta dan status gizi. 1. Faktor yang berhubungan dengan infertilitas yaitu jenis Infertil. Jenis infertil terbagi menjadi infertil primer dan sekunder pada tabel 4.6 hubungan infertilitas dengan jenis infertil di dapatkan hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,062 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis infertil dengan infertilitas. Infertil primer merupakan ketidaksempurnaan pasangan suami istri untuk memperoleh anak setelah berhubugan seksual secara teratur selama 1 tahun tanpa menggunakan kontrasepsi. Sedangkan infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan pasangan suami istri untuk memperoleh anak lagi setelah berhubungan seksual secara teratur selama 1 tahun tanpa menggunakan kontrasepsi, dimana sebelumnya pasangan ini telah mempunyai anak (Saraswati, 2015). Infertil primer yang dialami responden disebabkan oleh berbagai faktor yaitu salah satunya faktor keterlambatan usia perempuan saat menikah yang sangat berpengaruh terhadap infertilitas, penelitian Behboudi-Gandevani et al di Iran (2013) menyebutkan bahwa gangguan ovulasi merupakan masalah umum yang mengarah ke infertilitas primer, yang terjadi karena usia perempuan yang lebih tua pada saat menikah dan cenderung tertunda dalam kehamilan yang akan menimbulkan masalah dalam kesuburan seperti gangguan ovulasi salah satunya adalah sindrom polikistik ovarium. Hasil penelitian ini sejalan dengan Sa‟adah (2016) menunjukkan bahwa dari 83 responden sebagian besar (77,1%) mengalami infertilitas primer. Menurut penelitian Kazemijaliseh (2015) bahwa infertil primer di pengaruhi oleh usia, tingginya BMI, merokok aktif dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Perempuan yang berpendidikan akan menunda kehamilan dan penundaan kehamilan dapat meningkatkan risiko infertile primer. 2. Faktor lain yang berhubungan dengan infertilitas yaitu usia. Usia adalah dari waktu sejak lahir sampai pada saat penelitian. Pada tabel 4.6 hubungan infertilitas dengan usia yaitu mayoritas infertil 1-2 tahun sebanyak 16 orang (47,1%) dan >2 tahun sebanyak 26 orang (76,5). Uji chi-square diperoleh ρ value 0,109 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan infertilitas. Kejadian infertilitas berbanding lurus dengan pertambahan usia wanita. Usia merupakan faktor diluar organ yang mempengaruhi ketidaksuburan atau infertilitas wanita. Pada daur kehidupan wanita akan melalui beberapa fase biologis mulai dari fase pubertas hingga menoupause. Bertambahnya usia wanita maka kemungkinan atau peluang untuk hamil juga akan berkurang, karena system reproduksi wanita sudah menurun. Usia reproduksi wanita yang optimal dimulai sejak pubertas sampai sebelum menopause. (Indarwati dkk 2017). Pada penelitian ini usia perempuan mayoritas 31-35 tahun yaitu sebanyak 26 responden. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Spencer & Brown dalam Sulastri (2018) menyebutkan perempuan usia 19-26 memiliki kemungkinan hamil 2x lebih besar dibandingkan usia 31-39 tahun. Memasuki usia 35 tahun kesuburan wanita akan menurun dan menurun drastis di usia 37 tahun sampai masuk ke menoupause pada usia rata-rata perempuan mengalami periode menstruasi terakhir mereka, adalah 51,5 tahun sedangkan usia wanita memasuki menopause dialami wanita pada rentang usia 45-55 tahun. 3. Faktor lain yang berhubungan dengan infertilitas yaitu pendidikan perempuan. pada tabel 4.6 hubungan infertilitas dengan pendidikan pada kategori 1-2 sebanyak 17 orang (32,7%) pada perguruan tinggi dan >2 tahun sebanyak 35 orang (67,3%) pada perguruan tinggi juga. Uji chi square diperoleh ρ value 0,473 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan infertilitas sedangkan pada laki-laki hasil peneltian ini mayoritas infertil 1-2 tahun sebanyak 19 orang (38,0%) sedangkan >2 tahun sebanyak 31 orang (62,0%). Uji chi square diperoleh ρ value 0,560 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan infertilitas. Pendidikan adalah salah satu faktor yang paling besar pengaruhnya. Pendidikan merupakan akar dari semua masalah yang ada dalam diri individu, karena dari pendidikan individu akan mendapat pengetahuan yang nantinya akan membentuk sikapnya dalam hal pengambilan keputusan untuk melakukan pernikahan (Mulyana & Ijun, 2008). Masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah tidak tahu tentang dampak negatif yang bisa terjadi akibat pernikahan usia muda. Sedangkan masyarakat yang pendidikannya tinggi, terlalu idealis untuk menentukan pernikahannya sendiri. Pendidikan mempengaruhi seorang untuk menunda usia pernikahannya. Semakin lama seorang mengikuti pendidikan sekolah, maka secara teoritis makin tinggi pula usia menikah pertamanya (Kurniawati dkk, 2017). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yadzani di kota Ishafan Iran (2014) yang menjelaskan bahwa pendidikan pasangan hidup banyak pada tingkat perguruan tinggi. Tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan infertilitas, karena tingkat pendidikan menjadi faktor dalam menentukan usia pernikahan pertama. Semakin rendah tingkat pendidikan semakin mendorong berlangsungnya pernikahan muda dan sebaliknya semakin tinggi pendidikan semakin lama juga untuk menikahnya (Ariyani, 2011). 4. Faktor lain yang berhubungan dengan infertilitas yaitu Status Pekerjaan perempuan. Pada tabel 4.6 hubungan infertilitas dengan status pekerjaan yaitu mayoritas infertil 1-2 tahun sebanyak 22 orang (33,8%) pada ketegori bekerja dan >2 tahun sebanyak 43 orang (66,2%) pada kategori bekerja. Uji chi square diperoleh ρ value 0,634 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara status pekerjaan dengan infertilitas. Oktarina (2014) menyebutkan bahwa infertilitas lebih banyak ditemukan pada wanita karir. Jenis pekerjaan dapat berperan di dalam timbulnya penyakit melalui beberapa cara antara lain lingkungan, makanan, aktifitas fisik, dan stress. Hubungan antara pekerjaan dengan pola kesakitan terutama pada penyakit menular salah satunya dapat disebabkan oleh faktor lingkungan yang buruk, konsumsi makanan yang tidak hygiene dan kebisingan yang apabila secara terus menerus terpapar maka akan mempengaruhi kesehatan fisik dan timbulnya suatu penyakit, dan juga pekerja yang mendapatkan paparan bahan kimia, gas beracun dan radiasi baik secara langsung dan tidak langsung dapat menyebabkan kesakitan demikian juga jenis pekerjaan yang sedikit memerlukan aktifitas dapat menimbulkan stress. Hasil penelitian Kurniawati dkk (2017) mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status pekerjaan dengan infertilitas dikarenakan pekerjaan responden 80% wiraswasta dan 20% PNS, pada penelitian ini tidak ada hubungan antara jenis infertilias dan pekerjaan karena jenis pekerjaan responden sebagian besar wiraswasta dan swasta yang tidak monoton hal tersebut dinyatakan dalam lembar observasi seperti pedagang, guru honorer dan karyawan perusahaan swasta. 5. Faktor lain yang berhubungan dengan infertilitas yaitu penyakit penyerta. Pada tabel 4.6 hubungan infertilitas dengan penyakit penyerta yaitu mayoritas infertil 1-2 tahun sebanyak 19 orang (44,2%) pada ketegori tidak ada penyakit dan >2 tahun sebanyak 24 orang (55,8%) pada kategori tidak ada penyakit. Uji chi square diperoleh ρ value 0,040 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada hubungan antara penyakit penyerta pada perempuan dengan infertilitas. Infertilitas pada perempuan dapat disebabkan oleh infeksi vagina seperti vaginitis dan trikomonas vaginalis akan menyebabkan infeksi lanjut pada portio, serviks, endometrium bahkan sampai ke tuba yang dapat menyebabkan gangguan penyumbatan pada tuba sehingga menghambat terjadinya konsepsi. Terjadinya disfungsi seksual yang mencegah penetrasi penis, atau lingkungan vagina yang terlalu asam juga dapat menyebabkan seseorang perempuan sulit untuk hamil. Gangguan fisiologis terjadi selama periode praovulasi dan ovulasi yang membuat lingkungan serviks kondusif bagi daya hidup sperma yaitu peningkatan alkalintas dan peningkatan sekresi (Hiferi, 2013). Penelitian Indarwati et al (2017) bahwa terdapat hubungan antara kondisi reproduksi dengan infertilitas khusunya wanita. Penelitian menyebutkan tidak hanya usia yang mempengaruhi infertilitas wanita, melainkan juga kondisi reproduksinya. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antar kelainan organ reproduksi dengan infertilitas wanita. Infertilitas lebih tinggi terjadi pada wanita yang memiliki kelainan organ reproduksi (gangguan ovulasi, gangguan tuba, gangguan pelvis serta gangguan uterus) dibanding wanita yang tidak memiliki kelainan organ reproduksi (Halimah, Winarni, & Dharminto, 2018), Sedangkan pada penyakit penyerta laki- laki hasil penelitian ini mayoritas infertil 1-2 tahun sebanyak 15 orang (31,9%) pada ketegori tidak ada penyakit dan >2 tahun sebanyak 32 orang (68,1%) pada kategori tidak ada penyakit. Uji chi square diperoleh ρ value 0,493 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara penyakit penyerta pada laki-laki dengan infertilitas. Infertilitas pada pria dipengaruhi oleh faktor coitus pria yang meliputi spermatogenesis abnormal, motilitas abnormal, kelainan anatomi, gangguan endokrin dan disfungsi seksual. Kelainan anatomi yang menyebabkan infertil adalah tidak adanya vasdeferans dan kelainan kongenital, obstruksi vasdeferens dan kelainan kongenital system ejakulasi. Spermatogenesis abnormal dapat terjadi karena orkitis karena mumps, kelainan kromosom, terpajan bahan kimia, radiasi, atau verikokel (Djuwanto T, dkk.2008). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sarasati, A (2015) yaitu ada hubungan penyakit penyerta dengan infertilitas pada laki-laki dengan kategori kelainan air mani. Pada penelitian ini tidak ada hubungan antara penyakit penyerta pada laki-laki dengan infertilitas dikarenakan responden laki-laki sedikit yang mengalami gangguan. 6. Faktor lain yang berhubungan dengan infertilitas yaitu status gizi. Pada tabel 4.6 hubungan infertilitas dengan status gizi yaitu mayoritas infertil 1-2 tahun sebanyak 18 orang (44,2%) pada ketegori normal dan >2 tahun sebanyak 8 orang (79,3%) pada kategori gemuk ringan. Uji chi square diperoleh ρ value 0,770 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi pada perempuan dengan infertilitas. Status gizi perempuan berpengaruh terhadap organ reproduksi. Organ reproduksi perempuan juga membutuhkan zat gizi yang harus diperhatikan untuk mencapai kematangan seksual dan meningkatkan kesuburan. Peningkatan kesuburan dapat diperoleh dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, tidak kurang maupun lebih sehingga body mass index normal. Orang yang mengalami status gizi kurang maupun lebih akan menimbulkan masalah pada kesehatan reproduksinya. Dalam penelitian ini wanita dengan body mass index yang tidak normal lebih sedikit daripada yang normal sehingga tidak ada hubungan antara status gizi perempuan terhadap infertilitas. Hasil penelitian Indarwati (2017) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara body mass index dengan infertilitas wanita. Hal ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Bolumar Fransisko et al., di Eropa yang mengevaluasi efek dari indeks massa tubuh terhadap tertundanya konsepsi, sedangkan Hubungan status gizi dengan infertilitas pada laki-laki, mayoritas infertil 1-2 tahun sebanyak 22 orang (47,8%) pada ketegori normal dan >2 tahun sebanyak 24 orang (52,2%) pada kategori normal. Uji chi square diperoleh ρ value 0.007 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada hubungan antara status gizi pada laki-laki dengan infertilitas. Faktor kejadian infertilitas pada pria salah satunya obesitas, Pria obesitas akan mengalami peningkatan kadar estrogen yang dihasilkan oleh lemak tubuh yang berlebih yang menyebabkan rendahnya produksi sperma yang abnormal, disfungsi ereksi dan kemandulan (Sallmen M, dkk, 2006). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Masoumeh Hajshafiha (2019) yang menyatakan bahwa oligospermia meningkat 3,5 kali pada nilai BMI yang lebih tinggi daripada yang normal, hal ini terbukti pada lembar observasi bahwa IMT responden yang tinggi terdapat oligospermia yang dapat menyebabkan infertilitas. SIMPULAN DAN SARAN Disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara, penyakit peneyerta dengan infertilitas pada perempuan, ada hubungan bermakna antara status gizi dengan infertilitas pada laki-laki, dan tidak ada hubungan pada jenis infertilitas, usia perempuan, pendidikan, status pekerjaan, dan status gizi perempuan. Diharapkan pada responden untuk mempertahankan status gizi yang normal dan mencegah penyakit penyerta yang menyebabkan infertilitas. DAFTAR PUSTAKA Alhassan, & et al. (2014). A survey on depression among infertile women in Ghana. Journal Women’s Health. Djuwantono. (2008). Hanya 7 Hari memahami Infertilitas. Bandung: PT. Refika Aditama. Ezzel, W. (2016). The Impact of Infertility on Women's Mental Health. North California Medical Journal, VOL 77(6), 427-428. Halimah, A. N., Winarni, S., & Dharminto. (2018). Paparan Rokok, Status Gizi, Beban Kerja, dan Infeksi Organ Reproduksi, Pada Wanita Dengan Masalah Fertilitas RSI Sultan Agung Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, VOL 6 No 5. Hiferi. (2013, Desember 13). Konsensus Penanganan Infertilitas. pp. 1-9 Infertilitas.https://www.labcito.co.id/wp. Indarwati, I., Hastuti, U. R., & Dewi, Y. L. (2017). Analysis Of Factors Influencing Female Infertility. Journal of Maternal and Child Health, 150-161. Kurniawati, L., Nurrochmah, S., & Katmawanti, S. (2017). Hubungan Antara Tingkat Pendidikan, Status Pekerjaan dan Tingkat Pendapatan dengan Usia Perkawinan Pertama Wanita di Kelurahan Kota lama Kecamatan KedungKandang kota Malang . Jurnal Preventia, Vol.2 No(1). Masoumeh Hajshafiha (2019). Association of body mass index with somefertility markers among male partnersof infertile couples. International Journal of General Medicine. VOL 1 No(6) 447–451. Oktarina, A., Abadi, A., & Bachsin, R. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Infertilitas Pada Wanita di Klinik Fertilitas Endrokinologi Reproduksi. MKS, VOL 46 No 4. Sa'adah, N., & Purnomo , W. (2016). Karakteristik Dan Perilaku Beresiko Pasangan Iinfertil Di Klinik Fertilitas Dan Bayi Tabung Tiara Citra Rumah Sakit Putri Surabaya. Biometrika Dan Kependudukan Vol 5 No 1, 61-69. Saraswati, A. (2015). Infertility. J Majority, VOL 4 NO 5. Spencer, R. F., & Brown, P. (2011). Simple Guides: Menopause. Jakarta: Erlangga. Sulastri, e. a. (2018). Identifikasi dan Analisis Hasil Pemeriksaan Hematologi pada Pasangan Infertil. Media Publikasi Penelitian, VOL 15 NO:2.