Anda di halaman 1dari 11

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEJADIAN INFERTILITAS PADA PASANGAN USIA


SUBUR DI RSKIA SADEWA YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Disusun Oleh:
Desvita Rizani
1810104435

PROGRAM KEBIDANAN STUDI SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN INFERTILITAS PADA PASANGAN USIA
SUBUR DI RSKIA SADEWA YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Guna Melengkapi Sebagai Syarat Mencapai Gelar


Sarjana Terapan Kebidanan
Program Studi Kebidanan Program Sarjana Terapan
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas „Aisyiyah
Yogyakarta

Disusun Oleh:
Desvita Rizani
1810104435

PROGRAM KEBIDANAN STUDI SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
LATAR BELAKANG
Kejadian infertilitas di dunia sekitar 50-80 juta penduduk yang mengalami
infertil dari populasi melahirkan di seluruh dunia. Di negara maju seperti Amerika
Serikat orang yang mengalami infertil sebanyak 5 juta orang sedangkan di negara
bekembang seperti Kazakhtan sebesar 43,7%, (HIFERI, 2013). Indonesia pada tahun
2015 sebesar 40% infertil yang dialami perempuan, 40% pada laki-laki dan 30%
yang dialami pada keduanya (Saraswati, 2015).
Kejadian infertilitas akan memiliki danpak pada kesehatan mental, fisik,
emosional, seksual, spiritual, dan keuangan (Ezzel, 2016). Budaya masyarakat yang
membuat pandangan negative terhadap pasangan infertil terutama perempuan bahwa
hamil dan melahirkan adalah tugas perempuan sehingga perempuan yang belum atau
tidak memiliki anak dianggap buruk karena tidak dapat melakukan fungsinya sebagai
perempuan (Alhassan et al, 2014).
Salah satu kebijakan pemerintah yaitu terdapat pada undang-undang No 61
tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi yang menyebutkan bahwa pelayanan
kesehatan reproduksi menjadi isu penting dari beberapa yaitu masalah kesehatan ibu,
infertil, dan aborsi. Infertilitas dan aborsi menjadi isu penting karena terkait dalam
etikolegal. Pemerintah telah mengatur peraturan tentang reproduksi dengan bantuan
atau kehamilan di luar cara alamiah. (PPRI,2014)
Pandangan Hukum Islam tentang infertilitas, berdasarkan Al-qur‟an surah
Asy-Syura ayat 49 yaitu:
(Asy-Syura 49:11).
Artinya : Milik Allahlah kerajaan langit dan bumi; dia menciptakan apa yang
dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang dia kehendaki atau
menganugerahkannya jenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan tidak memiliki
keturunan (mandul) terhadap siapa yang dia kehendaki. Dia maha mengetahui,
maha kuasa.
Berdasarkan ayat terebut yang dimaksud dengan“ menjadiakan tidak memiliki
keturunan (mandul) terhadap siapa yang dia kehendaki. Maka menunjukkan bahwa
ketidakkuasaan seorang manusia meskipun secara normal manusia dapat
merumuskan bagaimana terjadinya kehamilan tersebut.
RSKIA SADEWA yaitu rumah sakit ibu dan anak yang memiliki fasilitas
IVF (In Vitro fertilization) atau program bayi tabung sehingga seorang yang
mengalami infertilitas dapat berkunjung berobat dan memiliki kesempatan untuk
mendapatkan keturunan.
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSKIA SADEWA sebanyak
655 orang pasangan yang ingin anak pada bulan Agustus-Desember dan belum
periksa dan terdiagnosa infertile dan di dapatkan 72 pasangan yang sudah diperiksa
dan terdiagnosa infertil. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Infertilitas Pada Pasangan Usia Subur di RSKIA SADEWA Yogyakarta”
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di RSKIA SADEWA Yogyakarta pada Desember 2018
sampai Juli 2019. Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptive correlational
menggunakan pendekatan retrospektif. Sampel berjumlah 72 pasangan yang berumur
20-35 tahun pada perempuan yang terdiagnosis infertil yang memeriksakan diri pada
bulan Agustus-Desember 2018 dengan teknik pengambilan sampel total sampling.
Alat pengumpulan data adalah lembar observasi. Analisis menggunakan uji chi
square.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 4.6 Hubungan Infertilitas Pada Perempuan dengan Jenis Infertilitas,
Usia, Pendidikan,Status Pekerjaan, Penyakit Penyerta, dan Status Gizi di
RSKIA SADEWA Yogyakarta
Infetilitas Infertilitas
p value
1-2 Tahun > 2 tahun
Kategori
N % N %
Jenis Infertilitas
Primer 25 37,9 41 62,1 0,062
Sekunder 0 0,0 6 100,0
Usia
20-25 tahun 2 50 2 50 0.109
26-30 tahun 16 47,1 18 52,9
31-35 tahun 8 23,5 26 76,5
Pendidikan
Perguruan tinggi 17 32,7 35 67,3
SMA 8 40,0 12 60,0 0,560
SMP 0 0 0 0
SD 0 0 0 0
Status Pekerjaan
Bekerja 22 33,8 43 66,2 0,634
Tidak Bekerja 3 42,9 4 57,1
Penyakit Penyerta 0,040
Tidak ada 19 44,2 24 55,8
Ada 6 20,7 23 79,3
Status Gizi
Kurus berat 0 0,0 0 0,0
Kurus ringan 0 0,0 0 0,0 0,770
Normal 18 44,2 30 55,8
Gemuk ringan 3 20,7 8 79,3
Gemuk berat 4 34,7 9 65,3
Sumber: Data Sekunder Agustus-Desember, 2018.
Berdasarkan tabel 4.6 Hubungan jenis infertil dengan kejadian infertilitas
dapat diketahui bahwa dalam kategori infertil primer dengan infertilitas 1-2 tahun
sebanyak 25 orang (37,9%) sedangkan yang >2 tahun sebanyak 41 orang (62,1%).
pada jenis infertil sekunder dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 0 orang (0,0%)
sedangkan yang > 2 tahun sebanyak 6 orang (100,0%) Hasil uji chi square diperoleh
ρ value 0,062 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis
infertil dengan infertilitas.
Berdasarkan kategori usia pada tabel 4.6 Hubungan usia 20-25 dengan
kejadian infertilitas 1-2 tahun 2 orang (50,0%) dan >2 tahun 2 orang (50,0%).
Kemudian pada usia 26-30 tahun dengan infertilitas 1-2 tahun sebnayak 16 orang
(47,1%) sedangkan yang >2 tahun sebanyak 18 orang (52,9%). Pada usia 31-35
tahun dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 8 orang (23,5%) sedangkan yang >2
tahun 26 (76,5%). Hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,109 sehingga dapat
dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan infertilitas.
Berdasarkan kategori pendidikan pada tabel 4.6 Hubungan pendidikan dengan
kategori perguruan tinggi dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 17 orang (32,7%)
sedangkan >2 tahun sebanyak 35 orang (67,3%). Pada SMA dengan infertilitas 1-2
tahun sebanyak 8 orang (40,0%) sedangkan >2 tahun sebanyak 12 orang (60,0%).
Kemudian pada SMP dan SD tidak ada. Hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,560
sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan
infertilitas
Berdasarkan kategori status pekerjaan pada tabel 4.6 Hubungan status
pekerjaan dengan kejadian infertilitas dalam kategori bekerja 1-2 sebanyak 22 orang
(33,8%) sedangkan >2 tahun sebanyak 43 orang (66,2%). Kemudian pada kategori
tidak bekerja dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 3 orang (42,9%) sedangkan >2
tahun sebanyak 4 orang (57,1%). Hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,634
sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara status pekerjaan dengan
infertilitas.
Berdasarkan kategori penyakit penyerta pada tabel 4.6 Hubungan penyakit
penyerta dengan kejadian infertilitas dalam kategori tidak ada penyakit dengan
infertilitas 1-2 tahun sebanyak 19 orang (44,2%) sedangkan >2 tahun sebanyak 24
orang (55,8%). Kemudian pada kategori ada penyakit penyerta dengan infertilitas 1-2
tahun sebanyak 6 orang (20,7%) sedangkan >2 tahun sebanyak 23 orang (79,3%).
Hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,040 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada
hubungan antara penyakit penyerta dengan infertilitas.
Berdasarkan kategori status gizi pada tabel 4.6 Hubungan status gizi dengan
kejadian infertilitas dalam kategori kurus ringan dan kurus berat dengan infertilitas 1-
2 tahun dan >2 tahun tidak ada. kemudian pada kategori normal dengan infertilitas 1-
2 tahun sebanyak 18 orang (44,2%) sedangkan >2 tahun sebanyak 30 orang (55,8%).
kemudian pada kategori gemuk ringan dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 3 orang
(20,7%) sedangkan >2 tahun sebanyak 8 orang (79,3%). Kemudian pada kategori
gemuk berat dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 4 orang (34,7%) sedangkan >2
tahun sebanyak 9 orang (65,3%). Hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,770
sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan
infertilitas.
Tabel 4.7 Hubungan Infertilitas pada Laki-Laki berdasarkan Jenis Infertilitas,
Usia, Pendidikan,Status Pekerjaan, Penyakit Penyerta, dan Status Gizi Di
RSKIA SADEWA Yogyakarta
Infetilitas Infertilitas
p value
1-2 Tahun > 2 tahun
Kategori
N % N %
Jenis Infertilitas
Primer 25 37,9 41 62,1 0,062
Sekunder 0 0,0 6 100,0
Pendidikan
Perguruan tinggi 19 38,0 31 62,0 0,473
SMA 6 30,0 14 70,0
SMP dan SD 0 0 0 0
Penyakit Penyerta
Tidak ada 15 31,9 32 68,1 0,493
Ada 10 40,0 15 60,0
Status Gizi
Normal 22 47,8 24 52,2 0,007
Gemuk ringan 1 7,1 13 92,9
Gemuk berat 2 16,7 10 83,3
Sumber: Data Sekunder Agustus-Desember, 2018
Berdasarkan tabel 4.7 Hubungan jenis infertil dengan kejadian infertilitas
dapat diketahui bahwa dalam kategori infertil primer dengan infertilitas 1-2 tahun
sebanyak 25 orang (37,9%) sedangkan yang >2 tahun sebanyak 41 orang (62,1%).
Kemudian pada jenis infertil sekunder dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 0 orang
(0,0%) sedangkan yang > 2 tahun sebanyak 6 orang (100,0%) Hasil uji chi square
diperoleh ρ value 0,062 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
jenis infertil dengan infertilitas.
Berdasarkan kategori pendidikan pada tabel 4.7 Hubungan pendidikan dengan
kategori perguruan tinggi dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 19 orang (38,0%)
sedangkan >2 tahun sebanyak 31 orang (62,0%). Kemudian pada SMA dengan
infertilitas 1-2 tahun sebanyak 6 orang (30,0%) sedangkan >2 tahun sebanyak 14
orang (70,0%). Kemudian pada SMP dan SD tidak ada. Hasil uji chi square
diperoleh ρ value 0,560 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
pendidikan dengan infertilitas.
Berdasarkan kategori penyakit penyerta pada tabel 4.7 Hubungan penyakit
penyerta dengan kejadian infertilitas dalam kategori tidak ada penyakit dengan
infertilitas 1-2 tahun sebanyak 15 orang (31,9%) sedangkan >2 tahun sebanyak 32
orang (68,1%). Kemudian pada kategori ada penyakit penyerta dengan infertilitas 1-2
tahun sebanyak 10 orang (40,0%) sedangkan >2 tahun sebanyak 15 orang (60,0%).
Hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,493 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak
ada hubungan antara penyakit penyerta dengan infertilitas.
Berdasarkan kategori status gizi pada tabel 4.6 Hubungan status gizi dengan
kejadian infertilitas dalam kategori kurus ringan dan kurus berat dengan infertilitas 1-
2 tahun dan >2 tahun tidak ada. Pada kategori normal dengan infertilitas 1-2 tahun
sebanyak 22 orang (47,8%) sedangkan >2 tahun sebanyak 24 orang (52,2%).
kemudian pada kategori gemuk ringan dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 1 orang
(7,1%) sedangkan >2 tahun sebanyak 13 orang (92,9%). Pada kategori gemuk berat
dengan infertilitas 1-2 tahun sebanyak 2 orang (16,7%) sedangkan >2 tahun
sebanyak 10 orang (83,3%). Hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,007 sehingga
dapat dinyatakan bahwa ada hubungan antara status gizi dengan infertilitas.
PEMBAHASAN
Lama Infertil pada PUS >2 tahun berjumlah 47 responden (65,3%), dan infertilitas
1-2 berjumlah 25 responden (34,7%). Faktor-faktor yang berhubungan pada
infertilitas adalah jenis infertil, usia, pendidikan, status pekerjaan, penyakit penyerta
dan status gizi.
1. Faktor yang berhubungan dengan infertilitas yaitu jenis Infertil. Jenis infertil
terbagi menjadi infertil primer dan sekunder pada tabel 4.6 hubungan infertilitas
dengan jenis infertil di dapatkan hasil uji chi square diperoleh ρ value 0,062
sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis infertil dengan
infertilitas.
Infertil primer merupakan ketidaksempurnaan pasangan suami istri untuk
memperoleh anak setelah berhubugan seksual secara teratur selama 1 tahun tanpa
menggunakan kontrasepsi. Sedangkan infertilitas sekunder adalah
ketidakmampuan pasangan suami istri untuk memperoleh anak lagi setelah
berhubungan seksual secara teratur selama 1 tahun tanpa menggunakan
kontrasepsi, dimana sebelumnya pasangan ini telah mempunyai anak (Saraswati,
2015). Infertil primer yang dialami responden disebabkan oleh berbagai faktor
yaitu salah satunya faktor keterlambatan usia perempuan saat menikah yang
sangat berpengaruh terhadap infertilitas, penelitian Behboudi-Gandevani et al di
Iran (2013) menyebutkan bahwa gangguan ovulasi merupakan masalah umum
yang mengarah ke infertilitas primer, yang terjadi karena usia perempuan yang
lebih tua pada saat menikah dan cenderung tertunda dalam kehamilan yang akan
menimbulkan masalah dalam kesuburan seperti gangguan ovulasi salah satunya
adalah sindrom polikistik ovarium.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Sa‟adah (2016) menunjukkan bahwa dari
83 responden sebagian besar (77,1%) mengalami infertilitas primer. Menurut
penelitian Kazemijaliseh (2015) bahwa infertil primer di pengaruhi oleh usia,
tingginya BMI, merokok aktif dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Perempuan yang berpendidikan akan menunda kehamilan dan penundaan
kehamilan dapat meningkatkan risiko infertile primer.
2. Faktor lain yang berhubungan dengan infertilitas yaitu usia. Usia adalah dari
waktu sejak lahir sampai pada saat penelitian. Pada tabel 4.6 hubungan infertilitas
dengan usia yaitu mayoritas infertil 1-2 tahun sebanyak 16 orang (47,1%) dan >2
tahun sebanyak 26 orang (76,5). Uji chi-square diperoleh ρ value 0,109 sehingga
dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan infertilitas.
Kejadian infertilitas berbanding lurus dengan pertambahan usia wanita. Usia
merupakan faktor diluar organ yang mempengaruhi ketidaksuburan atau
infertilitas wanita. Pada daur kehidupan wanita akan melalui beberapa fase
biologis mulai dari fase pubertas hingga menoupause. Bertambahnya usia wanita
maka kemungkinan atau peluang untuk hamil juga akan berkurang, karena
system reproduksi wanita sudah menurun. Usia reproduksi wanita yang optimal
dimulai sejak pubertas sampai sebelum menopause. (Indarwati dkk 2017).
Pada penelitian ini usia perempuan mayoritas 31-35 tahun yaitu sebanyak 26
responden. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Spencer & Brown dalam
Sulastri (2018) menyebutkan perempuan usia 19-26 memiliki kemungkinan
hamil 2x lebih besar dibandingkan usia 31-39 tahun. Memasuki usia 35 tahun
kesuburan wanita akan menurun dan menurun drastis di usia 37 tahun sampai
masuk ke menoupause pada usia rata-rata perempuan mengalami periode
menstruasi terakhir mereka, adalah 51,5 tahun sedangkan usia wanita memasuki
menopause dialami wanita pada rentang usia 45-55 tahun.
3. Faktor lain yang berhubungan dengan infertilitas yaitu pendidikan perempuan.
pada tabel 4.6 hubungan infertilitas dengan pendidikan pada kategori 1-2
sebanyak 17 orang (32,7%) pada perguruan tinggi dan >2 tahun sebanyak 35
orang (67,3%) pada perguruan tinggi juga. Uji chi square diperoleh ρ value 0,473
sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan
infertilitas sedangkan pada laki-laki hasil peneltian ini mayoritas infertil 1-2
tahun sebanyak 19 orang (38,0%) sedangkan >2 tahun sebanyak 31 orang
(62,0%). Uji chi square diperoleh ρ value 0,560 sehingga dapat dinyatakan
bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan infertilitas.
Pendidikan adalah salah satu faktor yang paling besar pengaruhnya.
Pendidikan merupakan akar dari semua masalah yang ada dalam diri individu,
karena dari pendidikan individu akan mendapat pengetahuan yang nantinya akan
membentuk sikapnya dalam hal pengambilan keputusan untuk melakukan
pernikahan (Mulyana & Ijun, 2008). Masyarakat dengan tingkat pendidikan
rendah tidak tahu tentang dampak negatif yang bisa terjadi akibat pernikahan usia
muda. Sedangkan masyarakat yang pendidikannya tinggi, terlalu idealis untuk
menentukan pernikahannya sendiri. Pendidikan mempengaruhi seorang untuk
menunda usia pernikahannya. Semakin lama seorang mengikuti pendidikan
sekolah, maka secara teoritis makin tinggi pula usia menikah pertamanya
(Kurniawati dkk, 2017).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yadzani di kota Ishafan Iran
(2014) yang menjelaskan bahwa pendidikan pasangan hidup banyak pada tingkat
perguruan tinggi. Tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan infertilitas,
karena tingkat pendidikan menjadi faktor dalam menentukan usia pernikahan
pertama. Semakin rendah tingkat pendidikan semakin mendorong
berlangsungnya pernikahan muda dan sebaliknya semakin tinggi pendidikan
semakin lama juga untuk menikahnya (Ariyani, 2011).
4. Faktor lain yang berhubungan dengan infertilitas yaitu Status Pekerjaan
perempuan. Pada tabel 4.6 hubungan infertilitas dengan status pekerjaan yaitu
mayoritas infertil 1-2 tahun sebanyak 22 orang (33,8%) pada ketegori bekerja
dan >2 tahun sebanyak 43 orang (66,2%) pada kategori bekerja. Uji chi square
diperoleh ρ value 0,634 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara status pekerjaan dengan infertilitas.
Oktarina (2014) menyebutkan bahwa infertilitas lebih banyak ditemukan pada
wanita karir. Jenis pekerjaan dapat berperan di dalam timbulnya penyakit melalui
beberapa cara antara lain lingkungan, makanan, aktifitas fisik, dan stress.
Hubungan antara pekerjaan dengan pola kesakitan terutama pada penyakit
menular salah satunya dapat disebabkan oleh faktor lingkungan yang buruk,
konsumsi makanan yang tidak hygiene dan kebisingan yang apabila secara terus
menerus terpapar maka akan mempengaruhi kesehatan fisik dan timbulnya suatu
penyakit, dan juga pekerja yang mendapatkan paparan bahan kimia, gas beracun
dan radiasi baik secara langsung dan tidak langsung dapat menyebabkan
kesakitan demikian juga jenis pekerjaan yang sedikit memerlukan aktifitas dapat
menimbulkan stress.
Hasil penelitian Kurniawati dkk (2017) mengatakan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara status pekerjaan dengan infertilitas dikarenakan
pekerjaan responden 80% wiraswasta dan 20% PNS, pada penelitian ini tidak ada
hubungan antara jenis infertilias dan pekerjaan karena jenis pekerjaan responden
sebagian besar wiraswasta dan swasta yang tidak monoton hal tersebut
dinyatakan dalam lembar observasi seperti pedagang, guru honorer dan karyawan
perusahaan swasta.
5. Faktor lain yang berhubungan dengan infertilitas yaitu penyakit penyerta. Pada
tabel 4.6 hubungan infertilitas dengan penyakit penyerta yaitu mayoritas infertil
1-2 tahun sebanyak 19 orang (44,2%) pada ketegori tidak ada penyakit dan >2
tahun sebanyak 24 orang (55,8%) pada kategori tidak ada penyakit. Uji chi
square diperoleh ρ value 0,040 sehingga dapat dinyatakan bahwa ada hubungan
antara penyakit penyerta pada perempuan dengan infertilitas.
Infertilitas pada perempuan dapat disebabkan oleh infeksi vagina seperti
vaginitis dan trikomonas vaginalis akan menyebabkan infeksi lanjut pada portio,
serviks, endometrium bahkan sampai ke tuba yang dapat menyebabkan gangguan
penyumbatan pada tuba sehingga menghambat terjadinya konsepsi. Terjadinya
disfungsi seksual yang mencegah penetrasi penis, atau lingkungan vagina yang
terlalu asam juga dapat menyebabkan seseorang perempuan sulit untuk hamil.
Gangguan fisiologis terjadi selama periode praovulasi dan ovulasi yang membuat
lingkungan serviks kondusif bagi daya hidup sperma yaitu peningkatan
alkalintas dan peningkatan sekresi (Hiferi, 2013).
Penelitian Indarwati et al (2017) bahwa terdapat hubungan antara kondisi
reproduksi dengan infertilitas khusunya wanita. Penelitian menyebutkan tidak
hanya usia yang mempengaruhi infertilitas wanita, melainkan juga kondisi
reproduksinya. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antar
kelainan organ reproduksi dengan infertilitas wanita. Infertilitas lebih tinggi
terjadi pada wanita yang memiliki kelainan organ reproduksi (gangguan ovulasi,
gangguan tuba, gangguan pelvis serta gangguan uterus) dibanding wanita yang
tidak memiliki kelainan organ reproduksi (Halimah, Winarni, & Dharminto,
2018), Sedangkan pada penyakit penyerta laki- laki hasil penelitian ini mayoritas
infertil 1-2 tahun sebanyak 15 orang (31,9%) pada ketegori tidak ada penyakit
dan >2 tahun sebanyak 32 orang (68,1%) pada kategori tidak ada penyakit. Uji
chi square diperoleh ρ value 0,493 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara penyakit penyerta pada laki-laki dengan infertilitas.
Infertilitas pada pria dipengaruhi oleh faktor coitus pria yang meliputi
spermatogenesis abnormal, motilitas abnormal, kelainan anatomi, gangguan
endokrin dan disfungsi seksual. Kelainan anatomi yang menyebabkan infertil
adalah tidak adanya vasdeferans dan kelainan kongenital, obstruksi vasdeferens
dan kelainan kongenital system ejakulasi. Spermatogenesis abnormal dapat
terjadi karena orkitis karena mumps, kelainan kromosom, terpajan bahan kimia,
radiasi, atau verikokel (Djuwanto T, dkk.2008).
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sarasati, A (2015) yaitu ada
hubungan penyakit penyerta dengan infertilitas pada laki-laki dengan kategori
kelainan air mani. Pada penelitian ini tidak ada hubungan antara penyakit
penyerta pada laki-laki dengan infertilitas dikarenakan responden laki-laki sedikit
yang mengalami gangguan.
6. Faktor lain yang berhubungan dengan infertilitas yaitu status gizi. Pada tabel 4.6
hubungan infertilitas dengan status gizi yaitu mayoritas infertil 1-2 tahun
sebanyak 18 orang (44,2%) pada ketegori normal dan >2 tahun sebanyak 8 orang
(79,3%) pada kategori gemuk ringan. Uji chi square diperoleh ρ value 0,770
sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi pada
perempuan dengan infertilitas. Status gizi perempuan berpengaruh terhadap
organ reproduksi. Organ reproduksi perempuan juga membutuhkan zat gizi yang
harus diperhatikan untuk mencapai kematangan seksual dan meningkatkan
kesuburan. Peningkatan kesuburan dapat diperoleh dengan mengkonsumsi
makanan yang bergizi seimbang, tidak kurang maupun lebih sehingga body mass
index normal. Orang yang mengalami status gizi kurang maupun lebih akan
menimbulkan masalah pada kesehatan reproduksinya.
Dalam penelitian ini wanita dengan body mass index yang tidak normal lebih
sedikit daripada yang normal sehingga tidak ada hubungan antara status gizi
perempuan terhadap infertilitas. Hasil penelitian Indarwati (2017) menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh antara body mass index dengan infertilitas wanita. Hal
ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Bolumar Fransisko et al.,
di Eropa yang mengevaluasi efek dari indeks massa tubuh terhadap tertundanya
konsepsi, sedangkan
Hubungan status gizi dengan infertilitas pada laki-laki, mayoritas infertil 1-2
tahun sebanyak 22 orang (47,8%) pada ketegori normal dan >2 tahun sebanyak
24 orang (52,2%) pada kategori normal. Uji chi square diperoleh ρ value 0.007
sehingga dapat dinyatakan bahwa ada hubungan antara status gizi pada laki-laki
dengan infertilitas. Faktor kejadian infertilitas pada pria salah satunya obesitas,
Pria obesitas akan mengalami peningkatan kadar estrogen yang dihasilkan oleh
lemak tubuh yang berlebih yang menyebabkan rendahnya produksi sperma yang
abnormal, disfungsi ereksi dan kemandulan (Sallmen M, dkk, 2006). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Masoumeh Hajshafiha (2019) yang
menyatakan bahwa oligospermia meningkat 3,5 kali pada nilai BMI yang lebih
tinggi daripada yang normal, hal ini terbukti pada lembar observasi bahwa IMT
responden yang tinggi terdapat oligospermia yang dapat menyebabkan
infertilitas.
SIMPULAN DAN SARAN
Disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara, penyakit peneyerta
dengan infertilitas pada perempuan, ada hubungan bermakna antara status gizi
dengan infertilitas pada laki-laki, dan tidak ada hubungan pada jenis infertilitas, usia
perempuan, pendidikan, status pekerjaan, dan status gizi perempuan. Diharapkan
pada responden untuk mempertahankan status gizi yang normal dan mencegah
penyakit penyerta yang menyebabkan infertilitas.
DAFTAR PUSTAKA
Alhassan, & et al. (2014). A survey on depression among infertile women in Ghana.
Journal Women’s Health.
Djuwantono. (2008). Hanya 7 Hari memahami Infertilitas. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Ezzel, W. (2016). The Impact of Infertility on Women's Mental Health. North
California Medical Journal, VOL 77(6), 427-428.
Halimah, A. N., Winarni, S., & Dharminto. (2018). Paparan Rokok, Status Gizi,
Beban Kerja, dan Infeksi Organ Reproduksi, Pada Wanita Dengan Masalah
Fertilitas RSI Sultan Agung Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, VOL
6 No 5.
Hiferi. (2013, Desember 13). Konsensus Penanganan Infertilitas. pp. 1-9
Infertilitas.https://www.labcito.co.id/wp.
Indarwati, I., Hastuti, U. R., & Dewi, Y. L. (2017). Analysis Of Factors Influencing
Female Infertility. Journal of Maternal and Child Health, 150-161.
Kurniawati, L., Nurrochmah, S., & Katmawanti, S. (2017). Hubungan Antara
Tingkat Pendidikan, Status Pekerjaan dan Tingkat Pendapatan dengan Usia
Perkawinan Pertama Wanita di Kelurahan Kota lama Kecamatan
KedungKandang kota Malang . Jurnal Preventia, Vol.2 No(1).
Masoumeh Hajshafiha (2019). Association of body mass index with somefertility
markers among male partnersof infertile couples. International Journal of
General Medicine. VOL 1 No(6) 447–451.
Oktarina, A., Abadi, A., & Bachsin, R. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Infertilitas Pada Wanita di Klinik Fertilitas Endrokinologi Reproduksi. MKS,
VOL 46 No 4.
Sa'adah, N., & Purnomo , W. (2016). Karakteristik Dan Perilaku Beresiko Pasangan
Iinfertil Di Klinik Fertilitas Dan Bayi Tabung Tiara Citra Rumah Sakit Putri
Surabaya. Biometrika Dan Kependudukan Vol 5 No 1, 61-69.
Saraswati, A. (2015). Infertility. J Majority, VOL 4 NO 5.
Spencer, R. F., & Brown, P. (2011). Simple Guides: Menopause. Jakarta: Erlangga.
Sulastri, e. a. (2018). Identifikasi dan Analisis Hasil Pemeriksaan Hematologi pada
Pasangan Infertil. Media Publikasi Penelitian, VOL 15 NO:2.

Anda mungkin juga menyukai