Anda di halaman 1dari 3

LIFE

Putra menceritakan padaku perihal kegiatan belajarnya di sekolah. Katanya, tadi di sekolah
dalam pelajaran agama mereka membahas mengenai hidup. Aku mendengarkannya sembari
asyik menyaksikan video keterampilan messi mengolah bola kaki di leptop Asus. Sementara ia
bercerita, jari tangannya pun begitu cepat bermain Free Fire di telepon genggam xiomi note5
miliknya.

Guru menyuruh mereka merangkai satu kalimat motivasi tentang hidup. Tentu itu sangat luas
untuk dirumuskan. Aku bertanya padannya, “Apa kalimat motivasimu? Ia mengatakan, “Hidup
adalah impian, wujudkanlah”. Aku menatapnya dan mecoba untuk memahami apa yang hendak
dijelaskannya. “Setiap orang yang hidup mempunyai impian, mereka akan bekerja keras demi
mewujudkan impiannya,” ungkapnya.

Aku penasaran ingin bertanya apa kata-kata motivasinya itu berbeda dengan teman-temannya
yang lain. Karena itu aku menanyakan apakah ada kalimat motivasi temannya yang seperti
miliknya, tiada. Ada yang sama yakni, “Hidup adalah kesempatan”. Lalu penjelasan yang
diberikan pun mereka kutip dari tembang rohani yang berjudul Hidup ini adalah
kesempatan/Hidup jadi berkat. Meniru bukanlah sesuatu yang baru melainkan sudah kebiasaan.
Malas berpikir untuk berinovasi membuat hidup kita menjadi biasa-biasa saja. Seperti sabagian
besar temannya yang dengan tidak susah menggunakan syair rohani itu.

Namun, dari mereka semua hanya Diki yang mendapatkan pujian dari sang Guru. Kalimat
motivasinya “Hidup adalah perlombaan, menangkanlah. Diki mengatakan, hidup ibarat
kompetisi, siapa bersungguh-sungguh dia yang akan menang. Aku merasa tak setuju dengan
Diki. Muncul pertanyaan dalam otakku, “Bagaimana dengan yang kalah?”. Apa suatu saat nanti
mereka bisa menang, bahagia, lalu menerima berlaksa-laksa pujian.

Menurut putra kalau aku ikut mengerjakan tugas itu mungkin punyaku niscaya akan indah, lebih
baik dari semuanya. Belum apa-apa aku sudah punya kalimat-kalimat spekulasi mengenai hidup
yakni, Hidup adalah berpikir, pikirkanlah. Hidup adalah cinta, mengasihilah. Hidup adalah
kenyataan, jalanilah. Hidup adalah jalan, berjalanlah. Masih banyak lagi kata-kata positif tentang
hidup yang hendak kusebutkan.
Putra tak henti menggunakan otak, menggerakkan jari, memenangkan Free Fire. Ia seakan
menikmati salah satu jenis permainan modern yang paling banyak digemari anak-anak bahkan
semua semuia orang yang tinggal di kota. Seharusnya kalimat motivasi yang ia tulis itu Hidup
adalah kesepian. Itu tepat menggambarkan keresahannya setelah ibunya berpulang ke rumah
Tuhan. Lalu ia tinggal berdua dengan ayah beserta hewan ternak mereka.

Ketegarannya menerima kenyaataan bahwa semua manusia hidup sementara dan akan mati yang
membuatnya murah senyum sampai sekarang. Ia kecewa tidak memenangkan permainan itu.
Sedangkan aku lanjut menonton Roman Picisan terbaru yang mengisahkan masa setelah Roman
dan Wulan tamat SMA. Ketertarikanku terhadap puisi membuatku sangat menyukai sinetron
roman picisan. Aku tak sabar mendengarkan kata-kata puitis yang dikatakan Roman. Tidak lama
kemudian, sajak-sajak apik terlontar dari mulutnya, laksana mendengar bidadari berpaduan suara
megiringi kepulangan matahari.

Segera kuingat sebuah bukit dekat pekuburan, di sana bisa melihat dengan jelas matahari
tenggelam. Matahari seoalah hidup dari pagi hingga senja, lalu malam mati. Demikian ia hidup
dan mati setiap hari, tapi tidak berlaku bagi manusia. Kematian pula membuatku seakan
merangkaki kehidupanku. Kadang aku berpikir seandainya Ibu masih ada, mungkin hidupku
akan jauh lebih baik.

Waktu itu aku serupa anak pada umumnya yang sangat senang bermain. Banyak permainan
masa kecilku yang mungkin dianggap kuno oleh anak-anak era sekarang. Gambar, kelereng, dan
karet adalah benda yang menjadi permainan kami. Selain itu ada dua permainan lagi yang kami
biasa sebut kayu do’i dan sikidoko. Sikidoko adalah permainan perempuan yang juga dimainkan
oleh kaum laki-laki. Aku orang yang ceria, nakal, suka mencoba sesuatu, dan suka menjaga
kebersihan diri. Sekarang semuanya benar-benar aneh. Aku kini dikenal sebagai orang pendiam,
egois, dan pemalas.

Tentu semua orang punya tujuan hidup, begitu pun aku. Menjadi seorang Guru di sekolah adalah
impianku. Aku mengganggap itu tujuan hidupku. Padahal itu tidak tepat dikatakan tujuan hidup.
Saat akan selesai SMA, aku memutuskan melanjutkan kuliah pada FKIP keguruan PJKR. Setelah
tamat SMA selanjutnya aku pergi ke ibukota propinsi mendaftarkan diri pada universitas negeri
yang ada di sana. Mungkin bukan keberuntunganku. Aku tidak lulus tes dan mengurungkan niat
untuk kuliah di tahun itu. Benakku terus terngiang kata mesti melanjutkan kuliah. Setelah aku
kembali dari Kupang, satu pekan kemudian terdengar kabar di SMA PGRI SoE di buka
Universitas PRGI NTT Cabang SoE. Jurusan yang dibuka salah satunya adalah pilihanku. Tidak
menunggu lama lagi, besoknya aku beserta ayah pergi mendaftakan diri.

- peralihan impian

-menguraikan LIFE

Anda mungkin juga menyukai