Skripsi: ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi: ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI
Oleh
REZA YESICA
NIM 060911247
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga
Oleh:
REZA YESICA
NIM 060911247
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
PERNYATAAN
Tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Reza Yesica
NIM .060911247
Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan makalah skripsi
ini yang berjudul Deteksi Antibodi Avian Influenza (Subtipe H5) dengan Uji
HI (Hemagglutination Inhibition) Pada Serum Merpati (Columba livia) yang
Diambil dari Pasar Banjaran Kota Kediri.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof. Hj.
Romziah Sidik, Ph.D.,drh. atas kesempatan mengikuti pendidikan di Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Nanik Sianita, drh., S.U. selaku pembimbing pertama dan Prof.Dr. Nunuk
Dyah Retno Lastuti,drh.,MS. selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing penulis dalam memberikan saran, kritik, nasehat dan
petunjuk yang sangat berguna bagi penyusunan laporan hasil penelitian ini serta
telah berkenan meluangkan waktu mendampingi penulis saat penelitian
berlangsung.
Adi Prijo Rahardjo,drh.,M.Kes. selaku ketua penguji, Dr. Suwarno, drh.,
M.Si. selaku sekretaris penguji dan Dr. Eduardus Bimo Aksono, drh., M.Kes
selaku anggota penguji yang telah banyak memberikan masukan demi
kesempurnaan makalah skripsi ini.
Dr. Herry Agoes Hermadi, M.Si.,drh. sebagai dosen wali yang sangat
berperan dan sebagai pengganti orang tua di kampus selama menempuh
pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga yang tiap
semester mengikuti perkembangan dari prestasi akademik penulis.
Bapak/Ibu dosen dan staf pengajar di Fakultas kedokteran Hewan
Universitas Airlangga yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama
mengikuti kegiatan akademik di Fakultas kedokteran Hewan Universitas
Airlangga.
Penulis
Reza Yesica
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
Halaman
ix
BAB 4 HASIL.................................................................................... 38
BAB 5 PEMBAHASAN .................................................................... 42
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................. 46
6.1 Kesimpulan ........................................................................... 46
6.2 Saran ..................................................................................... 46
RINGKASAN ...................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 50
LAMPIRAN ......................................................................................... 55
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xiii
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
di Italia pada 1878 oleh Perrocinto, yang saat ini disebut dengan HPAI (Akoso,
2006). Pada tahun 1997, virus Avian Influenza sutipe H5N1 mewabah di
Organization (WHO) dan Office International des Epizooties (OIE) virus ini
dapat menulari manusia dan berakibat fatal. Outbreak virus AI di kawasan Asia
khususnya Asia Tenggara pada pertengahan tahun 2003 ini dilaporkan di beberapa
Malaysia dan Vietnam. Jenis strain yang teridentifikasi adalah H5N1 dan
menyebabkan kematian pada populasi burung, ayam dan itik (WHO, 2007).
sampai awal tahun 2004. Pada press release Ditjennak, 25 Januari 2004 berjudul
melanda beberapa peternakan pembibitan dan ayam petelur serta sedikit ayam
penyebab kematian ternak dalam jumlah besar adalah AI dan Indonesia telah
ditetapkan terjangkit wabah penyakit Avian Inflenza subtipe H5N1 pada tanggal 3
sebanyak 148.957 ekor unggas mati akibat penyakit ini. Situasi pada bulan Mei
berdasarkan hasil Uji Cepat (Rapid Test) positif yang dilaporkan Tim PDSR
61.580 ekor (1.020 ekor ayam kampung, 46.840 ekor itik, 720 ekor ayam
pedaging dan 13.000 ekor ayam petelur). Di Jawa Timur terdapat14 kasus , kota
yang terjangkit wabah flu burung antara lain Kediri, Pasuruan, Tulungagung,
Wabah Flu Burung ini disebabkan oleh virus Avian Influenza (AI). Virus
AI dibagi menjadi tiga jenis Virus Influenza tipe A, tipe B, dan tipe C yang
dunia melalui burung yang berpindah dari satu daerah ke daerah lain. Adanya
reservoir pada hewan liar merupakan suatu faktor penting dalam ekologi dari
virus AI. Virus AI dari burung migran yang menjadi reservoir akan disebarkan
melalui feses yang jatuh di peternakan unggas terutama peternakan ayam dan
(2005) dan hasil penelitian Ellis et al. (2004) menunjukkan terdapat burung liar
dan burung merpati yang terpapar virus Avian Influenza . Sementara hasil Warner
et al. (2003) menunjukkan 5 dari 7 ekor burung merpati yang terinfeksi virus
HPAI H7N7 terdeteksi titer antibodi tetapi tidak memperlihatkan gejala klinis.
Pada awal tahun 2013, di China terjadi wabah virus AI, menurut WHO dan CDC
virus yang menyerang adalah isolat H7N9. Menurut Wibawan (2013), penyebaran
virus AI subitipe H7N9 bukanlah lewat udara, atau dari manusia ke manusia,
tetapi harus ada kontak antara manusia dengan unggas, untuk kasus isolat H7N9
ini penyebaran virus ini melalui burung merpati. Dan yang terpenting merpati
telah diketahui dapat terinfeksi oleh virus yang dapat menyebabkan penyakit flu
burung atau Avian Influenza (AI) subtipe H5N1 (Dharmayanti dkk., 2004).
Di dalam tubuh burung merpati ataupun unggas air lainnya virus ini
Banjaran Kota Kediri. Pasar Banjaran kota Kediri adalah salah satu pasar unggas
hidup terbesar di Kota Kediri sehingga di pasar ini dapat diindikasi sebagai salah
satu tempat penyebaran virus Avian Influenza. Suplai burung merpati di pasar ini
diperoleh dari berbagai tempat peternakan merpati yang ada di wilayah Kabupaten
Menurut OIE (2012), diagnosa serologis virus Avian Influenza pada serum
subtipe H, digunakan untuk mengukur titer antibodi pada unggas yang diduga
terinfeksi.
rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah serum burung merpati yang
pada berbagai unggas, dan unggas air liar dinyatakan sebagai reservoir alami dari
virus AI. Virus AI yang menginfeksi peternakan unggas dibagi menjadi dua
Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI)
layak dalam jangka waktu yang lama. Virus ini dapat bertahan sampai 4 hari
dalam air pada suhu 22ºC dan lebih dari 30 hari pada suhu 0ºC. Virus dapat
menjadi inaktif pada temperatur 56ºC dalam waktu 3 jam atau suhu 60ºC dalam
waktu kurang lebih 39 menit, kondisi pH asam, pemberian agen oksidasi antara
sehingga keadaan ini dapat membuat virus menjadi lebih patogen atau kurang
patogen. Bentuk HPAI ditandai dengan angka kematian hampir100% pada unggas
terutama ayam buras dan ras dengan atau tanpa menunjukkan gejala klinis
sebelum terjadi kematian. Unggas air dan burung liar merupakan reservoir alami
HPAI, tanpa menunjukkan gejala klinis, kedua unggas ini merupakan salah satu
media perantara yang dapat menyebarkan virus strain HPAI menjadi semakin
luas. Sedangkan bentuk LPAI ditunjukkan dengan gejala klinis yang lebih ringan,
Namun demikian, virus strain LPAI dapat bermutasi menjadi strain HPAI. Avian
suatu penyakit yang sangat berbahaya bagi kesehatan hewan dan manusia (EID,
2006).
yang disebut hemaglutinin yang mengikat reseptor sialic acid pada sel.
permukaan sel inang sehingga mampu mencegah infeksi. Virus ini juga akan
untuk menentukan tingkat virus yang ada dalam sampel. Aktivitas ini diperankan
antibodi yang dimiliki burung merpati terhadap virus akan mencegah pengikatan
virus dengan sel darah merah. Oleh karena itu, hemaglutinasi dihambat ketika
terdapat antibodi dalam serum burung merpati. Pengenceran tertinggi dari serum
antibodi AI pada serum dapat terdeteksi dengan uji HI setelah tujuh hari post
metode yang relatif murah dan sederhana untuk mengukur antibodi hemaglutinin
spesifik pada serum yang sudah divaksinasi atau terinfeksi virus AI dan
pembacaan, interpretasi, antigen, antiserum dan sel darah merah (Selleck dan
Axell, 2008). Menurut OIE (2008), jika sampel berasal dari unggas maka sel
darah merah yang digunakan yaitu sel darah merah ayam yang Specific Pathogen
Free (SPF) atau Spesific Antibody Negative (SAN). Hasil uji HI positif ditandai
dengan adanya endapan pada dasar microplate, tidak ada hemaglutinasi. Titer HI
dianggap positif apabila titer antibodi ≥ 24 atau log 2 4 dengan antigen 4 HAU
(OIE,2012).
terhadap virus AI subtipe H5 pada burung merpati (Columba livia) yang dipotong
AI subtipe H5 pada burung merpati yang dipotong di Pasar Banjaran Kota Kediri
HI.
sebagai burung permainan dan burung potong yang merupakan salah satu pilihan
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordota
Class : Aves
Ordo : Columbiformes
Famili : Columbidae
Genus : Columba
merpati konsumsi dikenal juga dengan sebutan merpati potong atau pedaging.
Jenis merpati potong yang populer di Indonesia adalah Hummer King. Hummer
king dewasa memiliki berat badan standar sekitar 742-857 g , sedangkan merpati
muda sekitar 686-780 g. Namun berat potong ideal sekitar 500-700 g, dengan
lama pemeliharaan sekitar 45-60 hari. Ada beberapa varietas warna bulu,
misalnya putih, biru, merah, dan kuning. Hampir semua varietas memiliki ukuran
tubuh yang sama. Siklus reproduksinya singkat, yakni 35 hari, membuat usaha
9
SKRIPSI ANTIBODI AVIAN INFLUENZA (SUBTIPE H5) DENGAN UJI HI
DETEKSI REZA YESICA
(Hemagglutination Inhibition) PADA SERUM MERPATI (Columba livia) YANG DIAMBIL DARI PASAR BANJARAN KOTA KEDIRI
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
10
beternak burung merpati bisa berkembang biak dengan cepat dimana jumlah anak
tonjolan seperti paku pada seluruh permukaannya. Ada dua jenis protein yang
berbentuk seperti paku, batang dan segitiga. Protein ini disebut hemagglutinin
(HA), dan protein yang lain adalah enzim yang berbentuk persegi disebut
2009).
Virus influenza dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu virus influenza tipe A
ditemukan pada ayam, babi, kalkun, bebek, mentok, angsa, burung dan ikan paus.
Virus influenza tipe B ditemukan pada manusia. Virus tipe C ditemukan pada
manusia dan babi (Rantam, 2004). Virus ini mempunyai struktur antigen
bola dengan diameter 50-120 nm, atau berbentuk benang dengan diameter 20 nm
dan panjang virion 200-300 nm. Permukaannya berasal dari senyawa lipoprotein
loop dalam kisaran panjang 50-130 nm dan diameter 9-15 nm . Virus influenza
polymerase B1 (PB1), dan polymerase B2 (PB2). Virus ini memiliki amplop dan
(Nidom, 2009).
Virus Avian Influenza ini dibungkus oleh glikoprotein dan dilapisi oleh
permukaan yang sangat berperan dalam penempelan dan pelepasan virus dari sel
inang. Protein HA merupakan bagian yang terbesar dari spike yaitu 80% dan NA
virus tidak efisien dalam melepaskan anak (progeny) virus. Aktivitas gen HA
yang memadai diperlukan agar virus dapat melakukan perlekatan secara efisien
dengan sel inang. Hal ini berarti bahwa keterkaitan HA dan NA sangat penting
2004).
Virus AI tidak stabil di lingkungan atau mudah mati diluar tubuh unggas.
Virus ini dapat inaktif oleh faktor-faktor lingkungan seperti panas, pH yang
ekstrim, kekeringan, dan keadaan non isotonik. Virus ini mempunyai membran
lipid dibagian luarnya maka virus ini peka terhadap pelarut lemak, detergen, dan
desinfektan seperti ammonium kuartener, aldehid dan iodine. Infektivitas ini juga
rusak oleh formalin, beta-propiolakton, agen yang bersifat oksidan, asam encer,
senyawa iodium.Virus ini beramplop dan mempunyai dua bagian penting pada
2004).
kandang seperti lendir, darah, dan tinja. Virus AI tetap infektif dalam feses selama
30 – 35 hari pada temperatur 4°C dan selama 7 hari pada temperatur 20°C. Hal ini
alam. Virus influenza dapat diisolasi dari air danau atau kolam yang terletak di
daerah yang banyak dihuni oleh unggas air yang terinfeksi. Sebaliknya, virus AI
(Nidom, 2004).
bentuk pleomorphik, meliputi virion dengan bola kasar dan berfilamentous. Ada
dua tipe yang membedakannya yaitu dari tonjolan seperti paku (panjangnya
permukaan virion. Nampak bentuk tangkai paku HA dan menonjol keluar dari
ini digunakan untuk menempel pada amplop lipid yang berasal dari selaput
plasma sel inang dengan urutan pendek dari hydrophobic amino acid (daerah
virion yang terdiri dari permukaan sialic acid virion, yaitu bagian utama dalam
(pertukaran dan percampuran gen) dan perubahan struktur antigenic yang bersifat
minor pada antigen permukaan H dan atau N yaitu mutasi pada materi genetik
asam amino per tahun (Swayne et al.,1998). Perubahan (mutasi) penting dalam
sehingga antara dua strain virus AI/H5 dari isolat yang berbeda memiliki sifat
virus masuk ke dalam sel melalui mediasi endositosis reseptor. Endosome dengan
membran antara amplop virus dan membran endosomal. Tanpa endosome, saluran
M1 dari RNP yang berperan utama untuk pelepasan dari RNP menuju
pada protein yang tersusun oleh komplek RNP (Horimoto dan Kawaoka, 2001).
dirubah menjadi HA, NA, NP, PB1, PB2 dan PA, yang paling menonjol adalah
pembelahan. Untuk masing-masing gen M dan NS, mRNA ini dirubah menjadi
kerangka yang berbeda, secara berurutan menjadi protein M1 dan M2, protein
NS1 dan NS2. Proses ini digunakan untuk meningkatkan konsentrasi pemicu NP
bebas dari perubahan sintesis mRNA menjadi sintesis cRNA dan vRNA. Sintesis
sebagai tempat untuk transkripsi yang kedua dari mRNA virus (Horimoto dan
Kawaoka, 2001).
selanjutnya menyatu dengan membran sel. Inti lokal dari protein M1 dan NS2
menjadi bahan utama untuk migrasi dari RNP keluar dari nukleus untuk disatukan
menuju membran sel, kemudian menutup diri tanpa membran bertahtakan kedua
High Pathogenic Avian Influenza (HPAI) yang mempunyai sifat sangat ganas dan
Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) bersifat kurang ganas (Capua, 2006).
HPAI berlangsung cepat dan didahului dengan gejala gangguan pernapasan atau
kadang tanpa gejala (perakut). Salah satu tanda dari infeksi HPAI adalah tingkat
kematian yang sangat tinggi mencapai 100% pada hewan yang terserang.Selama
ini virus AI yang bersifat HPAI yaitu H5 dan H7.Sifat mudah bermutasi dari virus
ini menyebabkan keganasananya ditentukan oleh waktu, tempat, dan inang yang
terinfeksi (Rahardjo,2004).
waktu seminggu, dengan gejala pernapasan. Ayam yang sembuh ini dapat
titik (antigenic drift) atau secara drastis dengan genetic reassortment (antigenic
shift) dan rekombinasi virus. Tekanan sistem imun pada HA dan NA merupakan
pemicu atau pendorong terjadinya antigenic drift (Horimoto dan Kawaoka, 2001).
Antigenic drift terjadi karena perubahan struktur antigen yang bersifat minor pada
antigen permukaan HA atau NA. Pola mekanisme mutasi melalui antigenic drift
antigenic shift terjadi karena perubahan struktur antigen yang bersifat dominan
pada antigen permukaan HA atau NA melalui aktifitas dua macam subtipe virus
Avian Influenza sehingga mampu menghasilkan virus subtipe baru sebagai hasil
2.2.6 Penularan
pernapasan, pencernaan, pembuluh darah, limfosit, syaraf, ginjal dan atau sistem
reproduksi. Virus dapat diisolasi dari feses dan dari saluran pernapasan dalam
jumlah yang cukup besar dari burung-burung terkena infeksi. Dengan asumsi yang
logis karena virus terdapat dalam sekresi, penyebaran penyakit dapat berlangsung
sakit dengan unggas yang peka. Unggas yang terinfeksi virus AI mengeluarkan
virus dari saluran pernafasan, konjungtiva dan feses. Penularan dapat juga terjadi
secara tidak langsung misalnya melalui udara yang tercemar material atau debu
melalui feses yang jatuh dipeternakan unggas dan dapat menjangkiti peternakan-
peternakan unggas lain melalui sumber air minum yang terkontaminasi. Burung
migran juga dapat menyebarkan virus AI pada burung lain yang juga dikenal
: a) Transmisi langsung dari sekresi (feses, sekresi saluran respirasi) dari burung
yang terinfeksi. b) Telur yang terkontaminasi virus dalam inkubator dan pecah
dapat menginfeksi anak ayam yang sehat (OIE, 2002). c) Peralatan kandang
seperti tempat telur, truk pengangkut pakan, pakaian dan sepatu dari pekerja. d)
2.2.7 Patogenesis
ingesti (memakan) virus AI. Enzim tripsin dan protease lainnya dalam sel
tropisma terutama pada epitel saluran pernapasan, paru-paru dan trakea tersedia
mengalami replikasi dalam sel endotel dan menyebar melalui sistem peredaran
darah atau sistem limfatik untuk menginfeksi dan replikasi dalam bermacam-
macam tipe sel organ visceral, otak dan kulit. Gejala klinis dan kematian
virus AI ini berasal dari satu dari tiga proses berikut: (1) proses perbanyakan virus
secara langsung dalam sel, jaringan dan otak. (2) efek secara tidak langsung dari
produksi mediator seluler seperti sitokin. (3) Iskemik yaitu suplai darah yang tidak
mencukupi akibat adanya thrombus dalam jantung atau pembuluh darah (Harder
biasanya terbatas pada saluran pernapasan atau pencernaan. Virus AI bisa juga
ginjal dan sel-sel organ yang lain (Harder and Werner, 2006).
secara skematis : (1) Mula-mula virion menempel pada reseptor sel tropisma
endositosis dan pelepasan selubung telah mencapai lebih dari 50%, proses ini
tersebut masuk ke dalam inti sel (nukleus) dan mengalami transkripsi, untuk
merubah bentuk (-) RNA menjadi (+) RNA. (4) Sebagian segmen keluar kembali
baru yang akan dihasilkan. Protein yang dimaksud meliputi protein Hemaglutinin,
berada di inti sel ditambah dengan segmen RNA yang masih tersisa di sitoplasma
lainnya, di mana replikasinya terjadi diluar inti sel. Dengan berlangsung di dalam
inti sel, AI menggunakan bahan yang diperlukan dari dalam inti sel inang. Proses
ini yang memudahkan terjadi proses Antigenic drift dan Antigenic shift. (6)
dibungkus dengan protein HA, NA dan M, serta NS, menjadi anak AI yang siap
dilepas dari sel inang. Untuk bisa keluar dari sel inang, virus baru ini akan
menempel pada reseptor yang terdapat di dalam sel inang. Penempelan ini
masuk ke sel. Proses ini bisa berlangsung selama dua jam sejak infeksi (Rahardjo,
2004).
inkubasi virus AI bervariasi antara tiga sampai tujuh hari tergantung dari isolat
virus, dosis virus, spesies, dan umur burung (Beard, 1998). Tingkat keganasan
gambaran gejala klinis yang sangat bervariasi tergantung faktor spesies yang
(Tabbu,2000).
Bentuk akut (HPAI) ditandai dengan adanya proses penyakit yang cepat
disertai mortalitas tinggi, gangguan produksi telur (berhenti atau menurun secara
jaringan subkutan yang diikuti sianosis pada kulit (terutama di daerah kaki,
kepala, dan pial), diare dan gangguan saraf. Pada kasus tertentu, penyakit ini dapat
berlangsung sangat cepat, unggas dapat mati mendadak tanpa didahului gejala
Bentuk ringan (LPAI) yaitu bentuk avirulen terjadi, tidak diikuti infeksi
sekunder. Pada bentuk ini akan terlihat adanya penurunan atau produksi telur
rendah tetapi cenderung meningkat. Jika terdapat infeksi sekunder oleh bakteri
atau unggas dalam keadaan stress akibat lingkungan maka gejala klinis yang
timbul dapat menjadi parah. Infeksi dengan tingkat keganasan LPAI pada unggas
liar tidak menimbulkan gejala klinis atau penyakit timbul bersifat ringan (Tabbu,
2000).
LPAI HPAI
dan pathogenesis virus influenza (Tabbu, 2000). Perubahan patologi anatomi yang
biasanya tampak dan bersifat spesifik pada penyakit flu burung atau AI adalah:
warna biru pada kulit , edema pada wajah dan jengger, hemorrhagis pada trakhea,
eksudat dan hemorrhagis pada paru-paru, hemorrhagis pada ginjal, ptechie pada
muda (Rahardjo, 2004). Pada sinus ditemukan adanya salah satu atau campuran
bervariasi dari serus sampai kaseus. Kantung udara menebal dan maengandung
dan egg peritonitis. Pada sekum atau usus ditemukan adanya enteritis kataralis
2.2.10 Diagnosa
bervariasi makan diagnosa definitif hanya didasarkan atas isolasi dan identifikasi
virus. Diagnosis dapat didasarkan atas riwayat kasus, gejala klinik, perubahan
patologi dan tidak adanya penyakit pernapasan lain.Isolasi virus dapat dilakukan
dengan pengambilan dari hewan hidup (feses, usapan kloaka dan hidung) atau
hewan mati (trakea, paru-paru, limpa, ginjal dan usus) (Tabbu, 2000).
pembentukan antibodi terhadap virus AI yang dapat diamati pada hari ke tujuh
sampai ke sepuluh pasca infeksi. Pemeriksaan serologi yang sering dipakai adalah
Avian Influenza tak dapat diobati, oleh sebab itu melakukan langkah
virus AI subtipe pathogen H5N1. Sejak kasus AI yang mewabah Agustus 2003-
pendek dan jangka panjang. Prinsip pengendalian dan pemberantasan yang efektif
adalah program monitoring dan survei nasional yang menyeluruh dan terintegrasi,
karantina dan pengendalian lalu lintas unggas dan produk unggas serta limbah
peternakan tertular AI, pemusnahan unggas hidup yang terekspos unggas tertular
terancam dan bebas, penggunaan vaksin sebagai salah satu elemen program
untuk menghilangkan sumber infeksi secara optimal serta vaksinasi. Dalam hal
Mengingat bahwa virus AI di luar tubuh induk semang mempunyai sifat mudah
yang dimiliki virus ini juga merupakan salah satu faktor yang mendukung
yang lebih efektif apabila diikuti dengan pengamanan biologis yang ketat (EID,
2006).
secara lengkap telah ditetapkan oleh Office International des Epizooties (OIE) dan
antara hewan yang peka dengan cara menghentikan penyebaran infeksi melalui
karantina atau isolasi lokasi peternakan tertular. b) Pengawasan lalu lintas hewan
atau bahan asal hewan atau bahan lain yang dapat menyebarkan penyakit dari
(Syukur, 2006).
Uji serologi dipakai untuk diagnosis Avian Influenza, ialah uji yang
mendeteksi reaksi pengikatan antibodi dengan antigen. Antibodi ialah zat kebal
tubuh yang dilepaskan oleh sel darah putih limfosit B, sedangkan antigen ialah zat
yang bisa memicu dilepaskannya antibodi.Bibit penyakit seperti virus dan bakteri
antibodi terhadap virus akan mencegah pengikatan virus dengan sel darah merah
(Muflihanah, 2009).
Dasar uji HI adalah reaksi ikatan antara antibodi yang terkandung dalam
atau antigen AI dapat dihambat oleh antibodi atau zat kebal terhadap AI. Bila
yang tidak mencukupi maka eritrosit akan diaglutinasi oleh antigen dan
sederhana untuk mengukur antibodi hemaglutinin spesifik pada serum yang sudah
divaksinasi. Hasil uji HI positif ditandai dengan adanya endapan pada dasar
Virion dari beberapa family virus berikatan dengan sel darah merah yang
sebelum ditambah sel darah merah maka hemaglutinasi dihambat. Dasar uji HI
virus. Jumlah antibodi yang mencukupi dalam serum darah merpati, mampu
terhambat dan eritrosit akan terlihat mengendap di dasar sumuran microplate. Bila
jumlah antibodi tidak mencukupi maka eritrosit akan diaglutinasikan oleh virus
dan terlihat adanya aglutinasi pada dasar sumuran microplate (Fenner et al.,1995).
mengetahui titer virus dengan mengamati dasar sumuran paling akhir yang
dilakukan setelah diperoleh hasil positif pada uji HA . Secara singkat, metode
terbesar yang masih sanggup menghambat aglutinasi sel darah merah. Hasil
positif jika tidak terjadi hemaglutinasi dan hasil negatif jika terjadi hemaglutinasi.
Antibodi adalah bahan larut yang digolongkan dalam protein yang disebut
dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat adanya kontak
dengan antigen. Antibodi yang terbentuk secara spesifik ini akan mengikat antigen
Adanya antibodi pada individu bisa diperoleh dari pemaparan alami oleh
(imunitas aktif), serta bisa didapat secara pasif dari antibodi yang dibuat
sebelumnya (imunitas pasif). Perolehan imunitas aktif tergantung pada peran serta
IgG mamalia. IgY mengemban fungsi yang setara dengan IgG mamalia. IgY
berevolusi dan diduga menjadi cikal bakal IgG dan IgE mamalia. Namun,
berdasarkan struktur fundamennya ada perbedaan antara IgG mamalia dan IgY
unggas. Molekul IgY terdiri dari dua rantai berat dan dua rantai ringan. Ada
beberapa hal penting yang membedakan IgG dengan IgY, yaitu IgY lebih resisten
tetapi banyak ditemukan dalam cairan sekresi saluran napas, saluran cerna,
saluran kemih, air mata, keringat, ludah dan air susu, dapat mentralisir toksin atau
virus dan mencegah terjadinya kontak antara toksin atau virus tersebut dengan sel
(Muflihanah,2009).
Airlangga. Lokasi pengambilan sampel adalah Pasar Banjaran Kota Kediri dan
Bahan dalam penelitian ini berupa pereaksi dan spesimen. Pereaksi yang
suspensi sel darah merah ayam 0,5%. Spesimen yang dipakai adalah sampel
serum darah burung merpati yang diambil dari Pasar Banjaran Kota Kediri yang
berjumlah 110 ekor. Peralatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah tabung
tempat pereaksi.
Suardana, 2007). Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dimana terdapat
suatu populasi yang besar (>300) maka sampel yang diambil dalam penelitian
31
SKRIPSI ANTIBODI AVIAN INFLUENZA (SUBTIPE H5) DENGAN UJI HI
DETEKSI REZA YESICA
(Hemagglutination Inhibition) PADA SERUM MERPATI (Columba livia) YANG DIAMBIL DARI PASAR BANJARAN KOTA KEDIRI
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
32
≥100 (Basri, 2011). Dalam penelitian ini digunakan bahan berupa sampel darah
burung merpati yang diperoleh dari pasar Banjaran Kota Kediri. Jumlah sampel
yang diambil dalam penelitian ini adalah 110 ekor burung merpati yang dipotong
di Pasar Banjaran Kota Kediri. Sampel diambil selama satu bulan dengan waktu
pengambilan dua kali dalam seminggu. Sampel yang diperiksa dari setiap ekor
venoject dan ditutup dengan prop karet, dibiarkan beberapa saat dalam posisi
miring hingga terjadi pemisahan antara serum dan bekuan darah. Selanjutnya
sampel darah hari pertama diletakkan di dalam termos es, kemudian diletakkan
kedalam kulkas untuk disimpan. Kemudian pada hari kedua pengambilan sampel
dilakukan dengan cara yang sama. Setelah semua sampel lengkap sampel
bekuan darahnya. Bagi sampel darah yang belum keluar serumnya dilakukan
sentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 10 menit. Setelah serum terpisah,
air suhu 56º C selama 30 menit dengan tujuan untuk menghilangkan reaksi
nonspesifik yang ada dalam serum, kemudian sampel disimpan dalam kulkas
darah ayam ditampung dalam venoject yang telah diisi dengan antikoagulan
2500 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan sisa endapan ditambahkan PZ
sampai tiga kali dengan cara yang sama hingga didapatkan suspensi eritrosit
antigen, juga dapat digunakan untuk retritasi antigen yaitu untuk mengecek
dari sumuran 1-12 pada baris A-B (titrasi duplikat). Alat yang digunakan untuk
eritrosit ayam 0,5%. Kemudian microplate digoyangkan dan diinkubasi pada suhu
kamar selama 30 menit atau sampai eritrosit pada sumuran kontrol mengendap
(100%) adalah hemaglutinasi terlihat jelas berupa lapisan eritrosit secara merata
(diffuse) pada dasar sumuran dan penjernihan dari cairan bagian atas tanpa
adalah jumlah terkecil dari pengenceran tertinggi yang masih mampu menunjukan
reaksi hemaglutinasi.
dengan 25 µl PZ mulai dari sumuran 1-5 pada baris A dan B (titrasi duplikat).
dengan antigen 25µl dan alat yang digunakan adalah multichannel pipet 25µl.
dan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit, kemudian dibaca titernya.
antigen 4 HA unit maka akan terjadi hemaglutinasi pada sumuran nomor 1 dan 2
serum burung merpati. Langkah kerja uji HI adalah sebagai berikut : mengisi
semua sumuran microplate dengan 25µl pengencer (PZ). Kemudian serum yang
diperiksa diisi pada sumuran no.1 dan 6 (baris A-H), serta serum dari sampel
burung merpati yang lain pada sumuran no.7 dan 12 (baris A-H) menggunakan
sampai sumuran no.4 , demikian juga sumuran no.7 sampai sumuran no.10 .
Kemudian dilanjutkan dengan mengisi sumuran no.1 sampai 4 dan sumuran no.7
Kemudian semua sumuran diisi dengan 50µl eritrosit ayam 0,5% menggunakan
micropipet 50µl. Diinkubasi lagi pada suhu kamar selama 30 menit atau sampai
titernya.
Interpretasi hasil uji diatas bisa dibaca hasilnya apabila pada sumuran no.5
dan 11 (kontrol sel darah merah) terlihat sel darah merah mengendap dengan
Sumuran no. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
PZ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Antigen 1 1 1 1 1 1 1 1
4 HA Unit
Eritrosit 0,5% 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Keterangan: PZ 1 = 0,025 ml
Antigen 1 = 0,025 ml
Eritrosit 1= 0,05 ml
Sumuran 5 & 11 Kontrol Eritrosit
Sumuran 6 & 12 Kontrol Serum
berjenis survei deskriptif, karena tidak dilakukan perlakuan dan sampel darah
(OIE, 2012).
serum darah burung merpati dengan uji HI disajikan dalam bentuk deskriptif,
menggunakan rumus:
BAB 4 HASIL
merpati (Columba livia) yang dimulai pada bulan Maret hingga April 2013
digunakan yaitu serum yang diperiksa positif bila hasil uji HI menunjukkan titer
antibodi ≥ 24 (OIE, 2012). Jumlah sampel yang diperiksa adalah 110 sampel
serum burung merpati yang diambil 2 kali dalam seminggu selama 1 bulan dengan
Banjaran Kota Kediri. Data sekunder menunjukkan burung merpati yang dipotong
di Pasar Banjaran Kota Kediri berasal dari berbagai daerah di Kabupaten Kediri,
endapan darah dengan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama
serum diinaktivasi dalam penangas air suhu 56º C selama 30 menit dengan tujuan
untuk menghilangkan reaksi nonspesifik yang ada dalam serum, kemudian sampel
disimpan dalam kulkas sampai diperiksa (Amanu, 2005). Setelah itu dilakukan
titrasi 4HA Unit pada antigen AI Subtipe H5 sebelum dilakukan Uji HI.
Hasil pemeriksaan dengan uji HI pada 110 sampel, diperoleh seluruh sampel
yang diperiksa mengalami hemaglutinasi, ditunjukan pada Gambar 4.2. Hal ini
subtipe H5.
38
SKRIPSI ANTIBODI AVIAN INFLUENZA (SUBTIPE H5) DENGAN UJI HI
DETEKSI REZA YESICA
(Hemagglutination Inhibition) PADA SERUM MERPATI (Columba livia) YANG DIAMBIL DARI PASAR BANJARAN KOTA KEDIRI
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
39
Hasil pemeriksaan tertera pada tabel 4.1, diperoleh hasil tidak terdapat
sampel serum yang positif atau 0% mengandung antibodi AI subtipe H5. Hasil
penelitian ini menunjukan seluruh sampel yang diambil tidak terdeteksi adanya
antibodi Avian Influenza pada serum burung merpati di Pasar Banjaran Kota
Kediri.
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Deteksi Antibodi Avian Influenza Subtipe H5 Pada
Serum Burung Merpati (Columba livia) di Pasar Banjaran Kota Kediri
23 Maret 0 10 10 0%
24 Maret 0 10 10 0%
30 Maret 0 10 10 0%
31 Maret 0 10 10 0%
6 April 0 12 12 0%
7 April 0 14 14 0%
13 April 0 5 5 0%
14 April 0 15 15 0%
20 April 0 10 10 0%
21 April 0 14 14 0%
Interpretasi hasil uji HI dapat dibaca hasilnya setelah pada sumuran no.5
dan 11 (kntrol sel darah merah) terlihat sel darah merah mengendap dengan
reaksi tersebut disebabkan tidak adanya antibodi pada serum burung merpati yang
eritrosit. Dan Uji HI positif bila tidak terjadi hemaglutinasi, hal ini disebabkan
adanya antibodi dalam serum dapat menghambat antigen (virus AI subtipe H5)
Pasar Banjaran Kota Kediri dengan pengambilan sampel 10 kali dalam kurun
waktu satu bulan menunjukkan hasil pemeriksaan yaitu tidak ditemukan antibodi
AI subtipe H5 dari sampel serum burung merpati. Hasil tersebut dapat diartikan
bahwa burung merpati yang dijual di Pasar Banjaran Kota Kediri tidak
BAB 5 PEMBAHASAN
merpati yang dipotong di Pasar Banjaran Kota Kediri dilakukan dengan uji HI
untuk mengetahui ada tidaknya antibodi AI subtipe H5. Kriteria pemeriksaan yang
menunjukan titer antibodi ≥ 24 (OIE, 2005). Jumlah sampel yang diambil dalam
penelitian ini adalah 110 sampel. Pengambilan sampel dilakukan secara acak atau
random sampling.
Dalam penelitian ini perlakuan khusus atau red blood cel ltreatment, pada
dilaksanakan uji coba pra penelitan pada serum merpati dan menunjukan serum
ini tidak memerlukan perlakuan khusus seperti halnya serum pada bebek maupun
itik. Namun pada penelitian dengan Uji HI sudah dilakukan kontrol serum yaitu
yang dijual di Pasar Banjaran Kota Kediri, merpati yang dipotong berasal dari
data dari Dinas Kehewanan dan Perikanan Kabupaten Kediri, terjadi kematian
42
SKRIPSI ANTIBODI AVIAN INFLUENZA (SUBTIPE H5) DENGAN UJI HI
DETEKSI REZA YESICA
(Hemagglutination Inhibition) PADA SERUM MERPATI (Columba livia) YANG DIAMBIL DARI PASAR BANJARAN KOTA KEDIRI
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
43
sampel serum darah burung merpati yang dipotong di Pasar Banjaran Kota Kediri
didapatkan 0% sampel yang positif atau seluruh sampel yang diperiksa negatef
mengandung antibodi AI subtipe H5. Hal ini menunjukan burung merpati dari
daerah tersebut tidak pernah terpapar virus AI subtipe H5. Selain itu, tidak
ditemukannya antibodi pada sampel bisa disebabkan oleh penurunan titer antibodi
dari paparan sebelumnya. Antibodi mulai terbentuk dan dapat dideteksi 3-7 hari
pasca infeksi dan mulai mengalami penurunan titer antibodi 60 hari pasca infeksi
karena hanya melepas bebek, ayam, atau burung merpati pada saat akan dilakukan
penyembelihan. Burung merpati, bebek, dan ayam berada dalam satu tempat
pemeliharaan yang sama sebelum dipotong. Hasil pengamatan lapangan dari para
bebek dan ayam yang menunjukan gejala AI serta pernah ditemukan kasus AI
pada bebek di pasar tersebut. Dari informasi tersebut ada kemungkinan burung
merpati terpapar virus AI, akan tetapi antibodinya belum terdeteksi. Tidak
terbentuknya antibodi. Antibodi AI pada semua spesies dapat dideteksi melalui uji
HI atau uji netralisasi virus dalam waktu 3 – 7 hari setelah infeksi dan mencapai
suhu ekstrim menyebabkan daya tahan tubuh menurun sehingga berbagai penyakit
2012). Dari hal tersebut kemungkinan tidak ditemukan burung merpati dari pasar
Maret sampai April tahun 2013 di lokasi tersebut tidak turun hujan dan suhu
domestik terhadap virus Avian Influenza saat terjadi penurunan suhu (suhu
dingin), sehingga dapat disimpulkan bahwa virus ini memiliki tingkat infeksi yang
Virus AI subtipe H5N1 yang selama ini endemis di Indonesia sejak 2003
diklasifikasikan dalam Clade 2.1 sub Clade 2.1.1, 2.1.2, dan 2.1.3. Namun, pada
akhir tahun 2012 virus AI yang menyerang sebagian besar unggas berbeda dengan
jenis sebelumnya karena virus yang menimbulkan banyak kematian terutama pada
itik termasuk dalam clade 2.3.2. Dari masalah baru ini dapat disimpulkan
terpapar virus AI dengan Clade 2.3.2 tetapi antigen yang digunakan adalah
Menurut Perkin dan Swayne (2002); Panigrahy et al. (1996) ,bebek dan
burung merpati atau burung liar lainnya lebih tahan terhadap H5N1 HPAI
dibandingkan hewan emu dan angsa. Kebanyakan bebek liar dan burung liar
merupakan reservoir alami dari virus AI, akan tetapi burung jenis ini paling tahan
terhadap infeksi. Burung liar dapat membawa virus sampai jarak yang jauh dan
memungkinkan untuk munculnya strain baru dan sangat berbahaya melalui proses
mutasi virus.
Dari beberapa penelitian tentang AI, burung dari suku Columbidae, yaitu
merpati telah diketahui dapat terinfeksi oleh virus AI subtipe H5N1 seperti yang
pernah dilaporkan Dharmayanti dkk. (2004). Infeksi virus ini terjadi secara
dapat hidup bersama secara seimbang dengan reservoir (Webster et al., 1992).
kematian pada unggas di daerah Jatim, Jateng, Jabar dan Bali (Direktur Jenderal
sangat tinggi karena virus dapat menular apabila unggas dipelihara bebas dengan
unggas lain, menggunakan air yang juga digunakan oleh unggas lain, atau makan
dan minum dari sumber yang tercemar kotoran unggas pembawa virus. Unggas
juga dapat terinfeksi jika bersentuhan langsung dengan hewan pembawa virus,
atau kotoran hewan lain yang membawa virus, atau bersentuhan dengan benda-
benda yang tercemar bahan mengandung virus (Capua et al., 2003 dan Henzler et
6.1 KESIMPULAN
sampel serum burung merpati yang dipotong di Pasar Banjaran Kota Kediri pada
bulan Maret sampai April tahun 2013 dapat disimpulkan bahwa pada burung
merpati yang dijual di Pasar Banjaran Kota Kediri tidak ditemukan adanya
6.2 SARAN
Setelah melakukan penelitian ini maka saran yang dapat diberikan adalah:
(bebek, ayam, itik, puyuh) yang ada di Pasar Banjaran Kota Kediri untuk
tersebut.
virus AI.
46
SKRIPSI ANTIBODI AVIAN INFLUENZA (SUBTIPE H5) DENGAN UJI HI
DETEKSI REZA YESICA
(Hemagglutination Inhibition) PADA SERUM MERPATI (Columba livia) YANG DIAMBIL DARI PASAR BANJARAN KOTA KEDIRI
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
47
maupun nasional.
RINGKASAN
manusia dan diduga sebagai reservoir. Diagnosa serologis virus Avian Influenza
bila mempunyai titer HI ≥ 24 . Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi ada atau
Virus AI yang dibagi menjadi tiga jenis Virus Influenza tipe A, tipe B,
dan tipe C yang ketiganya ini merupakan family Orthomyxoviridae. Virus ini
dapat terjadi melalui kontak langsung antara unggas dan tidak langsung misalnya
pakaian, eggtray, burung, mamalia, dan insekta yang mengandung virus AI.
secara random sampling. Serum dipisahkan dari bekuan darah, serum dipindahkan
ke dalam microtube. Sebelum melakukan Uji HI, sampel harus diinaktivasi dalam
hemaglutinasi, hal ini menunjukan bahwa pada seluruh sampel tersebut tidak
Kabupaten Kediri (Plosoklaten, Gurah, Pare) belum pernah terpapar virus AI.
Selain itu, tidak ditemukannya antibodi pada sampel bisa disebabkan oleh titer
titer antibodi tidak dapat terdeteksi. Dari sistem pemeliharaan unggas di pasar
tersebut yang secara intensif, ada kemungkinan burung merpati terpapar virus AI
dari unggas lain, akan tetapi antibodinya belum terdeteksi, karena belum
terbentuknya antibodi. Selain itu pada bulan Maret sampai April tahun 2013 di
lokasi tersebut tidak turun hujan dan suhu disekitarnya tinggi (panas) sehingga
merpati yang dijual di Pasar Banjaran Kota Kediri tidak ditemukan adanya
antibodi AI subtipe H5. Perlu dilakukan pemeriksaan dan deteksi antibodi pada
unggas lain (bebek, ayam, itik, puyuh) dan perlu dilakukan pemeriksaan lebih
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B. T. 2006. “Waspada Flu Burung” Penyakit Menular Pada Hewan dan
Manusia.Kanisius.Yogyakarta.
Amanu, S. 2005. Studi Serologi Dengan Uji Hambatan Hemaglutinasi Terhadap
Angsa Yang Dapat Bertindak Sebagai Pembawa New Castle Disease di
D.I. Yogyakarta.http://i-ib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=8360.
50
SKRIPSI ANTIBODI AVIAN INFLUENZA (SUBTIPE H5) DENGAN UJI HI
DETEKSI REZA YESICA
(Hemagglutination Inhibition) PADA SERUM MERPATI (Columba livia) YANG DIAMBIL DARI PASAR BANJARAN KOTA KEDIRI
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
51
Indrawati, Sendow. 2012. Peran Bank Serum Hewan dalam Menyidik Suatu
Penyakit Hewan Secara Seroepidemiologis dan Retrospektif. Balitvet.
Bogor.
Indriani, R., N.L.P.I. Dharmayanti., T. Syafriati, A. Wiyonodan R.M.A. Adjid.
2005. Pengembangan prototype vaksin inaktif Avian Influenza H5N1
isolat lokal dan aplikasinya pada hewan coba ditingkat laboratorium. JITV
10(4):315-321.
Indriani, R., N.L.P.I. Dharmayanti., L. Parede., R.M.A. Adjid. 2006. Kajian
Vaksinasi Avian Influenza Subtipe H5N1 Pada Burung Puter
(Stretopeliabitorquata) dan Merpati (Columba livia). Balai Penelitian
Veteriner. Bogor.
Isa, K.A., Mangkat., R, Asmahdan A. Naina, 2004. Jangkitan Highly Pathogenic
Avian Influenza (HPAI) Resiko Kemasukan ke Malaysia.http://agrolink.
moa.my/iph/epu/hpai.htm.
Iskandar, T. 1998. Aves. Puslitbang Biologi, Bogor.
Khawaja, J.Z, K. Naeem, Z.Ahmed and S.Achmad. 2005. Surveillance of Avian
Influenza Viruses in Wild Birds in Areas Adjacent to Epicenter of an out
break in Federal Capital Territory of Pakistan. International J.Poult.Sci.
4(1):39-43.
Li, K.S, Y. Guan, J. Wang, G.J.D. Smith, K.M. Xu, L.Duan, A.P.Rahardjo,
P.Puthavatana, C.Buranathal, T.D. Nguyen, A.T.S. Estoepangestie, A.
Chalsingh, P. Auewarakul, H.T. Long, N.T.H. Hanh, R.J. Webby, L.L.M.
Poon, H.Chen, K.F. Shortridge, K.Y.Yuen, R.G Webster, J.S.M. Pelris.
2004. Genesis of a Higly Pathogenic and potentially pandemic H5N1
influenza virus in eastern Asia. Nature: 8 July 2004, Vol 430.
Matrosovich, MN., H.D. Klenk. 2004. Neuraminidase is Important for Initiation
of Influenza Virus Infection in Human Airway Epithelium.J.Virol.78.
Meliala, T.G. 2012. Deteksi Antibodi Terhadap ND Dengan Uji HI Pada Sampel
Serum Ayam Buras Yang Diambil Dari Pasar Dukuh Kupang Surabaya
[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga.
Muflihanah. 2009. Serological Diagnostic of Avian Influenza Infections.
Hasanuddin University .Makasar.
Murphy, F.A., E.P.J Gibbs, M.C. Horzinek, M.J. Studdert. 2003. Veterinary
Virology Third edition. 2003.
Nidom, C.A. 2005. Analisis Molekuler Genoma Virus Avian Influenza H5N1 Di
Indonesia [Disertasi]. Program Pascasarjana Universitas Airlangga.
Surabaya.
Nidom, C.A., 2009. Menelusuri Penyebaran Virus Flu Burung di Indonesia (2003-
2007). Airlangga University Press. Surabaya.
Noah, D.L., H. Hill., D. Hines., L. White., M.C. Wollf . 2009. Qualification of the
Hemagglutination Inhibition Assay in Support of Pandemic Influenza
Vaccine Licensure. Clinical and Vaccine Immunology. 16 (4): 558-566.
OIE. 2008. Manual OIE , Avian Influenza Chapter 2. 7.12.
OIE.2012 .OIE Terrestrial manual, Avian Influenza Chapter 2.3.4.
Panigrahy, B., D.A. Senne, J.C. Pedersen, A.L. Shafer and J.E. Pearson. 1996.
Susceptibility of Pigeon to Avian Influenza. Avian Dis. 40(3): 600-604
Pedersen, J.C. 2010. Test for Avian Influenza Virus Subtype Identification and
the Detection and Quantitation of Serum Antibodies to the Avian
Influenza Virus. Methods in Molecular Biology.
Perkin, L.E. and Swayne. 2002. Pathogenicity of a Hongkong origin H5N1 highly
pathogenic avian influenza virus for emus, geese, ducks, and pigeons.
Avian Dis. 46(1):53-63.
Rahardjo, Y. 2004. Avian Influenza, Pencegahan, Pengendalian, dan
Pemberantasannya.Gallus Indonesia Utama. Jakarta
Rantam, F.A .2004. Kinetika Molekular Virus Avian Influenza dan Pengendalian
di Masa Datang, disampaikan dalam Seminar Menyikapi Dampak Avian
Influenza, tanggal 14 Februari 2004. Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga Surabaya.
Selleck, P., A. Axell. 2008. Reliable and Repeatable Hemagglutinin Inhibition
Assays. Offlu. Jakarta.
Soejoedono, R.D., E. Handharyani . 2005. Flu Burung. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soeseno, A. 2008.Memelihara dan Beternak Burung Merpati.Yasaguna. Jakarta.
Songserm, T., Amonsin, A., Jam-on, R., Sae-Heng, N., Meemak, N., Pariyothorn,
N., Payungporn, S.,Theamboolers, A. and Poovorawan, Y. 2006. Avian
Influenza H5N1 in Naturally Infected Domestic Cats.Dis. CDC EID.12(4).
Titer Antibodi
Kode Sampel Positif Negatif
HI
1. - < 21
2. - < 21
3. - < 21
4. - < 21
5. - < 21
6. - < 21
7. - < 21
8. - < 21
9. - < 21
10. - < 21
11. - < 21
12. - < 21
13. - < 21
14. - < 21
15. - < 21
16. - < 21
17. - < 21
18. - < 21
19. - < 21
20. - < 21
21. - < 21
22. - < 21
23. - < 21
24. - < 21
25. - < 21
26. - < 21
27. - < 21
28. - < 21
29. - < 21
30. - < 21
31. - < 21
32. - < 21
33. - < 21
34. - < 21
35. - < 21
36. - < 21
37. - < 21
38. - < 21
39. - < 21
40. - < 21
41. - < 21
42. - < 21
43. - < 21
44. - < 21
45. - < 21
46. - < 21
47. - < 21
48. - < 21
49. - < 21
50. - < 21
51. - < 21
52. - < 21
53. - < 21
54. - < 21
55. - < 21
56. - < 21
57. - < 21
58. - < 21
59. - < 21
60. - < 21
61. - < 21
62. - < 21
63. - < 21
64. - < 21
65. - < 21
66. - < 21
67. - < 21
68. - < 21
69. - < 21
70. - < 21
71. - < 21
72. - < 21
73. - < 21
74. - < 21
75. - < 21
76. - < 21
77. - < 21
78. - < 21
79. - < 21
80. - < 21
81. - < 21
82. - < 21
83. - < 21
84. - < 21
85. - < 21
86. - < 21
87. - < 21
88. - < 21
89. - < 21
90. - < 21
91. - < 21
92. - < 21
93. - < 21
94. - < 21
95. - < 21
96. - < 21
97. - < 21
98. - < 21
99. - < 21
100. - < 21
101. - < 21
102. - < 21
103. - < 21
104. - < 21
105. - < 21
106. - < 21
107. - < 21
108. - < 21
109. - < 21
110. - < 21
Jumlah 0 110 < 21
POSITIF NEGATIF
30 MENIT
TIDAK HEMAGLUTINASI
HEMAGLUTINASI
Keterangan : = Antigen
= Antibodi
= Eritrosit
sentrifus
Darah + EDTA
Ulangi sampai supernatan
jernih
PZ
Eri 100 %
19.99 ml 0.01ml
Eritrosit 0,5 %
A. Titrasi Antigen
Sumuran no. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
PZ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Antigen 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Buang
Eritrosit 0,5% 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Keterangan: PZ 1 = 0,025 ml
Antigen 1 = 0,025 ml
Eritrosit 1= 0,05 ml
Sumuran no. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
PZ 1 1 1 1 1
Antigen 1 1 1 1 Buang
Eritrosit 0,5% 1 1 1 1 1
Pengenceran 2 4 3 8 16 Konten
Keterangan: PZ 1 = 0,025 ml
Antigen 1 = 0,025 ml
Eritrosit 1= 0,05 ml
Sumuran no. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
PZ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Antigen 1 1 1 1 1 1 1 1
4 HA Unit
Eritrosit 0,5% 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Keterangan: PZ 1 = 0,025 ml
Antigen 1 = 0,025 ml
Eritrosit 1= 0,05 ml
5 & 11 Kontrol Eritrosit
6 & 12 Kontrol Serum
Gambar 4 . Proses pemisahan serum dari bekuan darah dengan cara sentrifus.
A
C
B
F G H
D
I J