Anda di halaman 1dari 2

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan merupakan suatu badan

hukum publik yang bertanggung jawab untuk melindungi seluruh pekerja melalui empat
program jaminan sosial ketenagakerjaan, yakni Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian (JKM). BPJS
Ketenagakerjaan memiliki beberapa tugas, yakni : (a) Melakukan dan/atau menerima
pendaftaran peserta, (b) Memungut  dan mengumpulkan  Iuran  dari  Peserta dan Pemberi
Kerja, (c) Menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah, (d) Mengelola  Dana  Jaminan  Sosial 
untuk  kepentingan Peserta, (e) Mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan
Sosial, (f) Membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan   kesehatan   sesuai  
dengan   ketentuan program Jaminan Sosial; dan, (g) Memberikan  informasi  mengenai 
penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada peserta dan masyarakat.

Berdasarkan tugas-tugas tersebut, beberapa di antaranya mengharuskan BPJS


Ketenagakerjaan untuk mengelola dana jaminan sosial peserta dalam proses yang utuh, mulai
dari pengumpulan iuran hingga pencairan dana yang telah diklaim oleh pihak peserta
program BPJS Ketenagakerjaan. Di setiap kantor cabang, BPJS Ketenagakerjaan melayani
ratusan klaim per hari. Tidak terkecuali di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang …. Setiap
hari rata-rata antrean yang dilayani oleh BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang …. sebanyak
150-200 antrean. Di antara antrean tersebut, rata-rata pengajuan klaim sebanyak 90-130
klaim untuk empat jenis program jaminan. Jika disesuaikan dengan durasi jam kerja yang
hanya 8 jam per hari, maka penyelesaian proses klaim tidak dapat dilakukan sepenuhnya
dalam satu hari sehingga banyak klaim yang tertunda untuk diselesaikan hingga hari-hari
berikutnya.

Proses klaim dimulai dari pelayanan pada bagian Customer Service Officer (CSO)
berupa pemeriksaan kelengkapan berkas dan kesesuaian data. Setelah itu berkas diverifikasi
oleh bagian verifikator jaminan. Selanjutnya berkas pengajuan klaim diserahkan kepada
verifikator keuangan untuk pencairan dana jaminan. Saat berkas telah berada di bagian
keuangan, terdapat enam tahapan verifikasi yang harus dilakukan. Masing-masing tahapan
tersebut membutuhkan waktu sekitar 15 menit sehingga waktu penyelesaian satu berkas
pengajuan klaim selama 1,5 jam. Hal ini tidak sebanding dengan jam kerja normal dan
Service Level Agreement (SLA) yang harus dipenuhi oleh verifikator keuangan yakni
maksimal 5 hari kerja setelah pengajuan klaim. Oleh karena itu, verifikator keuangan sangat
jarang mengikuti jam pulang kantor normal setiap hari. Verifikator keuangan lebih sering
pulang ke rumah pada pukul 21.00. Pada waktu tertentu, verifikator keuangan harus bekerja
lebih lama hingga larut malam, bahkan harus ke kantor pada hari Sabtu dan Minggu
(awal/akhir bulan, jika akan diadakan audit, atau laporan-laporan lainnya).

Satu hal yang menarik bahwa penambahan jam kerja tersebut tidak diiringi dengan
pemberian upah lembur. Padahal perpanjangan jam kerja melebihi jam kerja normal telah
tercantum dalam Undang-undang Ketenagakerjaan. Pada UU tersebut dinyatakan bahwa
pekerja diberikan batasan jam kerja selama 40 jam dalam 1 pekan sehingga jika melebihi
ketentuan tersebut maka waktu kerja tambahan dianggap sebagai waktu kerja lembur dan
pekerja berhak atas upah lembur.
Hal tersebut mengundang rasa keingintahuan peneliti tentang faktor apa yang membuat
verifikator tersebut merelakan sisa waktunya untuk bekerja di luar jam kerja tanpa
perhitungan upah lembur. Apakah hal itu tidak dianggap sebagai suatu hal yang sangat berarti
jika dibandingkan dengan gaji pokok dan tunjangan lain yang ia terima ? Ataukah terdapat
faktor motivasi internal dari verifikator keuangan untuk berdedikasi tinggi kepada BPJS
Ketenagakerjaan dalam melayani masyarakat? Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui
kemampuan verifikator keuangan dalam membangun suasana hati saat bekerja melebihi jam
kerja normal dan cara ia memaksimalkan interaksi sosial dengan sisa waktu luangnya.

Anda mungkin juga menyukai