Anda di halaman 1dari 56

PEMERINTAH DAERAH MANGGARAI

PERATURAN DAERAH MANGGARAI


NOMOR 6 TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH


KABUPATEN MANGGARAI TAHUN 2012-2032

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MANGGARAI,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengarahkan pembangunan di


Kabupaten Manggarai dengan memanfaatkan ruang wilayah
secara berdayaguna, berhasilguna, serasi, selaras, seimbang
dan berkelanjutan dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pertahanan keamanan, maka perlu disusun
Rencana Tata Ruang Wilayah;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan
pembangunan antar sektor, daerah dan masyarakat, maka
Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan arahan bagi
kebijakan pembangunan yang dilaksanakan pemerintah,
masyarakat dan dunia usaha;
c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, maka strategi dan arah
kebijaksanaan pemanfaatan ruang Wilayah Nasional perlu
dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) UUD 1945;
2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam wilayah,
Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1655);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5103);
9. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang
MasterPlan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia 2011-2025;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;
11. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 1
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Nusa Tenggara TimurTahun 2010-2030 (Lembaran Daerah
Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011 Nomor 02,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Nomor 0045);
12. Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 4 Tahun
2008tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-
dinas Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Manggarai
Tahun 2008 Nomor 4 Seri D Nomor 3), sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Daerah Daerah Manggarai Nomor 4
Tahun 2011tentang Perubahan atas Peraturan Daerah
Kabupaten Manggarai Nomor 4 Tahun 2008tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-dinas Daerah
(Lembaran Daerah Kabupaten Manggarai Tahun 2011 Nomor
4);
13. Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 5 Tahun
2008tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Teknis Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten
Manggarai Tahun 2008 Nomor 5 Seri D Nomor 4),
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 5 Tahun
2011tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah
Daerah Manggarai Nomor 5 Tahun 2008tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis
Daerah (Lembaran Daerah DaerahManggarai Tahun 2011
Nomor 5);
Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAERAH MANGGARAI


dan
BUPATI MANGGARAI

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG


WILAYAH KABUPATEN MANGGARAI TAHUN 2012-2032.

BABI
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:


1. Daerah adalah Kabupaten Manggarai.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Manggarai.
3. Bupati adalah Bupati Manggarai.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Manggarai.
5. Ruang adalah wadah yang terdiri atas ruang darat, ruang laut dan ruang
udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk hidup lainnya melakukan kegiatan dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
7. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.
8. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budidaya.
9. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
11. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
12. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja
penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah dan Masyarakat.
13. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan
pemanfaatan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
14. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana
tata ruang.
15. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
16. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib
tata ruang.
17. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
18. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disebut RTRW adalah
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai.
19. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai yang selanjutnya
disebut RTRW Kabupaten Manggarai adalah hasil perencanaan tata Ruang
Wilayah Daerah Manggarai.
20. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
21. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi
daya.
22. Kawasan Lindungadalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan.
23. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok sebagai perlindungan sistem penyanggah kehidupan untuk
mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah
intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.
25. Kawasan Peruntukan Pertambangan adalah kawasan yang diperuntukkan
bagi kegiatan pertambangan, baik wilayah yang sedang maupun yang
akan segera dilakukan tahapan eksplorasi dan kegiatan usaha produksi.
26. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
27. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian
dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukan oleh adanya
keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman
dan sistem agrobisnis.
28. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
29. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional terhadap kedaulatan Negara, pertahanan Negara dan keamanan
Negara, Ekonomi, Sosial, Budaya dan/atau lingkungan termasuk wilayah
yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
30. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya di
prioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
Provinsi terhadap Ekonomi, Sosial, Budaya dan/atau Lingkungan.
31. Kawasan strategis Daerah adalah wilayah yang penataan ruangnya di
prioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
Daerahkota terhadap Ekonomi, Sosial, Budaya dan/atau Lingkungan.
32. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara
Nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
33. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan
tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian
air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air.
34. Kawasan sekitar danau/waduk adalah kawasan tertentu disekeliling
danau atau waduk yang mempunyai manfaat penting untuk
36. Kawasan kearifan lokal adalah suatu kawasan yang mengandung nilai-
nilai, gagasan-gagasan, pandangan-pandangan setempat yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakatnya.
37. Kawasan Pantai Berhutan Bakau adalah kawasan pesisir laut yang
merupakan habitat alami hutan bakau yang berfungsi memberi
perlindungan kepada kehidupan pantai dan laut.
38. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di
darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya
yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyanggah kehidupan.
39. Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ekosistem asli dikelola dengan sistem zonasi yang
dimanfaatkan untuk tujuan penelitan, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
40. Kawasan Taman Hutan Raya, yang selanjutnya disebut TAHURA adalah
kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau
satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, yang
dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian ilmu pengetahuan, pendidikan
menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
41. Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik
di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem
penyangga kehidupan,pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
42. Kawasan Taman Wisata Alam yang selanjutya disebut Kawasan TWA
adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk
pariwisata dan rekreasi alam.
43. Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua
Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau
memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
44. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun
atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
45. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah perkotaan
47. Pusat Pelayanan Kawasan, yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kecamatan atau
beberapa desa.
48. Pusat Pelayanan Lingkungan, yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang mempunyai fungsi pelayanan skala antar desa dalam
Kecamatan.
49. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air
dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil
yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
50. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan
pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh aktivitas daratan.
51. Ruang Terbuka Hijau, yang selanjutnya disebut RTH adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam.
52. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk
setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana
rinci tata ruang.
53. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukan bagi lalulintas yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
54. Jaringan Jalan adalah sekumpulan ruas-ruas jalan yang merupakan satu
kesatuan yang terjalin dalam hubungan hirarki.
55. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari
sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang
terjalin dalam hubungan hirarki.
56. Daerah Irigasi, yang selanjutnya disebut DI adalah kesatuan lahan yang
58. Jaringan Irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunanpelengkapnya
yang merupakan satu kesatuan yangdiperlukanuntuk penyedian,
pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.
59. Cekungan Air Tanah, yang selanjutnya disebut CAT adalah suatu wilayah
yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian
hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air
tanah berlangsung.
60. Tempat Pemrosesan Akhir, yang selanjutnya disebut TPA adalah tempat untuk
memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi
manusia dan lingkungan.
61. Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus)
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
62. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting
untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
63. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
64. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah dalam
bidang penataan ruang.
65. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
66. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi dan/atau pemangku kepentingan non
pemerintah lain dalam penataan ruang.
67. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
68. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut
BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang di Provinsi dan di Daerah/Kota dan mempunyai fungsi membantu
pelaksanaan tugas Gubernur dan Bupati/Walikota dalam koordinasi
penataan ruang di daerah.
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang
Pasal 2

Penataan ruang Daerahbertujuan untukmewujudkan ruang wilayah kabupaten


yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berbasis pertanian yang
sinergis demi terwujudnya kehidupan seluruh masyarakat yang makmur,
sejahtera, adil dan merata.

Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 3

Kebijakan penataan ruang Daerah, terdiri atas:


a. pengembangan sentra-sentra produksi pertanian dan perikanan sebagai
penghasil utama komoditas unggulan kabupaten;
b. pengembangan industri pertanian,kelautan danperikanan yang terpadu
berbasis masyarakat;
c. pengembangan infrastruktur yang menjangkau seluruh wilayah
Kabupaten;
d. pengembangan kerjasama jaringan prasarana dan sarana/infrastruktur
antardaerah perbatasan;
e. peningkatan kerjasama jaringan prasarana dan sarana/infrastruktur
antardaerah perbatasan;
f. pembagian pusat pertumbuhan ekonomi wilayah secara merata dan
berhirarki di setiap kecamatan;
g. pelestarian kawasan pertanian, kehutanan dan perikanan;
h. perlindungan terhadap kawasan lindung yang ada di Daerah;
i. pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil;
j. pemanfaatan sumber daya alam dengan memperhatikan pelestarian
lingkungan;
k. peningkatanfungsi untuk kawasan pertahanan dan keamanan Negara.
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang
Pasal 4

(1) Strategi untuk mengembangkan sentra-sentra produksi pertanian dan


perikanan sebagai penghasil utama komoditas unggulan Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a,terdiri atas:
a. menetapkan lumbung padidan mengembangkan sentra produksi
utama dan sentra produksi pendukungpertanian;
b. mengembangkan sentra produksi perikanan dan pesisir yang
berbasis minapolitan; dan
c. membangun keterkaitan sistem produksi dan distribusi antarwilayah
kecamatan yang efisien.
(2) Strategi untuk mengembangkan industri pertanian,kelautan
danperikanan yang terpadu berbasis masyarakatsebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf b,terdiri atas:
a. mengembangkan industri unit pengolahan hasil komoditi pertanian;
b. mengembangkan industri pengolahan produk kelautan dan
perikanan; dan
c. mengembangkan klaster-klaster industri di kecamatan yang
berpotensi menghasilkan produk-produk unggulan daerah.
(3) Strategi mengembangkan infrastruktur yang menjangkau seluruh wilayah
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, terdiri atas :
a. membangun prasarana jalan dan penyeberangan untuk mendukung
mobilitas faktor produksi serta memperlancar distribusi orang,
barang dan jasa antarkecamatan dan antarDaerah;
b. mengembangkan sarana dan prasarana perhubungan laut dan udara
untuk menunjang distribusi orang, barang dan jasa antarprovinsi;
c. mengembangkan jaringan prasarana energi, telekomunikasi, sumber
daya air dan prasarana pengelolaan lingkungan yang berkualitas dan
menjangkau seluruh kecamatan;
d. membangun permukiman sehat yang memiliki akses mudah
terhadap pelayanan umum dan pelayanan sosial, tersebar di semua
kecamatan; dan
e. melaksanakan kerjasama antardaerah perbatasan dalam
(4) Strategi untuk mengembangkan kerjasama jaringan prasarana dan
sarana/infrastruktur antardaerah perbatasan, terdiri atas :
a. harmonisasi pemanfaatan ruang wilayah perbatasan antardaerah;
dan
b. harmonisasi pemanfaatan infrastruktur antardaerah perbatasan.
(5) Strategi untuk meningkatkan kerjasama jaringan prasarana dan
sarana/infrastruktur antardaerah perbatasan, terdiri atas :
a. harmonisasi peningkatan pemanfaatan ruang wilayah perbatasan
antardaerah; dan
b. harmonisasi peningkatan pemanfataan infrastruktur antardaerah
perbatasan.
(6) Strategi untuk membagi pusat pertumbuhan ekonomi wilayah secara
merata dan berhirarki di setiap kecamatan,terdiri atas :
a. membagi Daerah atas 5 (lima) wilayah pengembangan mencakup
setiap wilayah kecamatan dengan pusat di ibukota kecamatan; dan
b. membagi sistem perkotaan atas PPK dan PPL yang tersebar secara
linear di seluruh kecamatan.
(7) Strategi untuk melestarikan kawasan pertanian, kehutanan dan
perikanan,terdiri atas:
a. memanfaatkan kawasan pertanian, kehutanan dan perikanansecara
berkelanjutan dan mencegah alih fungsi kawasan;
b. melestarikan kawasan pengembangan varietas lokal tanaman yang
menjadi unggulan Daerah di seluruh wilayah kecamatan; dan
c. memanfaatkanteknologi tepat guna dan ramah lingkungan.
(8) Strategi untuk melindungi kawasan lindung yang ada di Daerah,terdiri
atas:
a. mempertahankan keberadaan kawasan dan fungsi hutan sebagai
penyangga kehidupan;dan
b. membuatregulasiDaerah sebagai payung hukum perlindungan
kawasan lindung.
(9) Strategi untuk mengembangkan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil,
terdiri atas:
a. melestarikan kawasan penunjang ekosistem pesisir sebagai satu
kesatuan ekosistem yang terpadu di bagian darat maupun laut;
(10) Strategi untuk memanfaatkan sumber daya alam dengan memperhatikan
pelestarian lingkungan, terdiri dari:
a. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian
ekosistem;
b. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
c. mengembangkan potensi sumber daya energi terbarukan; dan
d. menjaga keserasian, keselarasan dan keseimbangan lingkungan
hidup.
(11) Startegi untuk meningkatkan fungsi untuk kawasan pertahanan dan
keamanan Negara, terdiri atas :
a. mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan
keamanan;
b. mengembangkan budidaya secara selektif didalam dan disekitar
kawasan untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;
c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi daya
tidak terbangun disekitar kawasan pertahanan dan keamanan negara
sebagai zona penyangga; dan
d. turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan
keamanan.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5

(1) Rencana struktur ruang wilayah Daerah,meliputi:


a. pusat-pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana struktur ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 yang
tercantum dalam Lampiran I dan merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Pusat-Pusat Kegiatan
Pasal 6

(1) Pusat-pusat kegiatan yang ada di Daerah,sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 5 ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. PKW;
b. PKL;
c. PPK; dan
d. PPL.
(2) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaituKota Ruteng di
Kecamatan Langke Rembong.
(3) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaituKota Reo di
Kecamatan Reok.
(4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. Pagal di Kecamatan Cibal;
b. Cancar di Kecamatan Ruteng; dan
c. Iteng di KecamatanSatarmese.
(5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas:
a. Timung di Kecamatan Wae Ri’i;
b. Rejeng di Kecamatan Lelak;
c. Purang di Kecamatan Rahong Utara;
d. Narang di KecamatanSatarmese Barat;
e. Sambidi Kecamatan Reok; dan
f. Golowoi di Kecamatan Cibal.

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 7

Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Daerahsebagaimana dimaksud


dalam Pasal 5 ayat (1) hurufb, terdiri atas:
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut;
c. sistem jaringan transportasi udara; dan
Paragraf1
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 8

(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal


7huruf a, terdiri atas:
a. jaringan lalu lintasdan angkutan jalan, meliputi :
1. jaringan jalan;
2. jaringan prasarana lalu lintas; dan
3. jaringan layanan lalu lintas.
b. jaringan lalu lintas angkutan sungai, danau dan penyeberangan.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1,
terdiri atas:
a. jaringan jalan strategis nasional rencana meliputi ruas jalan yang
menghubungkan jalan Nggorang-Kondo-Hita-Kedindi dan ruas jalan
yang menghubungkan Reo-Pota;
b. jaringan jalan arteri primeryang ada di Daerah, terdiri atas:
1. ruas jalanMalawatar-batas Kota Ruteng;
2. ruas jalan Komodo Ruteng;
3. ruas jalan batas Kota Ruteng-km 210;
4. ruas jalan Ahmad Yani(kota Ruteng);
5. ruas jalan Ranaka (kota Ruteng); dan
6. ruas jalan batas Kabupaten Manggarai-simpang Bajawa.
c. jaringan jalan kolektor primer K1 dengan status jalan nasional yang
ada di Daerah, terdiri atas:
1. ruas jalanbatas Ruteng-Reo-Kedindi;
2. ruas jalan Motang Rua Ruteng;
3. ruas jalan Wae Ces Ruteng; dan
4. ruas jalan Satar Tacik Ruteng.
d. jaringan jalan kolektorprimer K2 dengan status jalan provinsi yang
ada di Daerah, terdiri dari :
1. ruas jalan Reok-Labuan Bajo; dan
2. ruas jalan Satarmese-Langke Rembong-Cibal-Reok.
e. jaringan jalan lokal primer dan sekunder yang ada di Daerah, terdiri
atas ruas-ruas jalan kabupaten sebagaimana tercantum dalam
(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a angka 2, terdiri atas:
a. terminal penumpang tipe B Landoterdapat di Ruteng Kecamatan
Langke Rembong;
b. terminal penumpang tipe C Mena terdapat di Ruteng Kecamatan
Langke Rembong;
c. terminal penumpang tipe C Karot terdapat di Ruteng Kecamatan
Langke Rembong;
d. terminal penumpang tipe C Kota Ruteng terdapat di Ruteng
Kecamatan Langke Rembong;
e. terminal penumpang tipe C Cancar terdapat di Cancar Kecamatan
Ruteng;
f. rencana pembangunan terminal penumpang tipe C di Reok
Kecamatan Reok;
g. rencana pembangunan terminal barang di Ruteng Kecamatan Langke
Rembong;
h. rencana pembangunan terminal penumpang tipe C Waso terdapat di
Kematan Langke Rembong; dan
i. rencana pembangunan terminal penumpang tipe C di setiap Ibukota
Kecamatan.
(4) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
angka 3, terdiri atas:
a. Jaringan Lalu Lintas Angkutan Barang, terdiri atas:
1. Reok-Ruteng;
2. angkutan antarkota/daerah; dan
3. angkutanantarprovinsi.
b. Trayek angkutan penumpang, terdiri atas:
1. angkutan kota;
2. angkutan perdesaan;
3. angkutan kota kecamatan; dan
4. angkutan antarkota/daerah.

Paragraf2
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 9
(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas:
a. pelabuhan pengumpan, terdiri atas:
1. Pelabuhan Kedindi-Reo di Kecamatan Reok;
2. Pelabuhan Robek di Kecamatan Reok; dan
3. Pelabuhan Iteng di Kecamatan Satarmese.
b. terminalkhusus, terdiri atas:
1. pelabuhan Depot Pertamina Kedindi di Kecamatan Reok;
2. pelabuhan rakyat Pulau Mules Desa Nuca Molas di Kecamatan
Satarmese Barat;
3. pelabuhan Rakyat Dintor Desa Satar Lenda di Kecamatan
Satarmese Barat;
4. pelabuhanpendaratan ikan Reo di Kecamatan Reok;
5. pelabuhanpendaratan ikan Nanga Ramut di Kecamatan
Satarmese Barat; dan
6. pelabuhanpendaratan ikan Konggang di Kecamatan Satarmese
Barat.
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. alur pelayaran nasional, antara lain:
1. Reo-Tanjung Perak;
2. Reo–Bima–Makassar-Pare Pare-Bau Bau–Lembar–Badas; dan
3. Reo – pelabuhan lainnya.
b. alur pelayaran regional, antara lain:
1. Reo-Tenau-Marapokot-LabuanBajo–Kalabahi-Waingapu–
Maumere–Atapupu-Kalatoa;
2. Reo-Selayar–Bonerate-Tanjung Wangi–Biringkasi–Bulukumba;
dan
3. Reo – pelabuhan lainnya.

Paragraf3
Sistem Jaringan Transportasi Udara
Pasal 10

(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal


7huruf c, terdiri atas:
(3) Ruang Udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)huruf b, meliputi Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP)
yang pelaksanaannya berpedomanan pada peraturan perundang-
undangan.

Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 11

Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf


d, terdiri atas:
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air; dan
d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi
Pasal 12

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a,


meliputi:
a. pembangkit tenaga listrik; dan
b. jaringan prasarana energi.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas:
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) terdapat di Wae Palo di
Kecamatan Langke Rembong, PLTD Iteng di Kecamatan Satarmese,
PLTD Pagal di Kecamatan Cibal, PLTD Reo di Kecamatan Reok;
b. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) terdapat di Ulumbu
Kecamatan Satarmese;
c. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) terdapat di Wae Garit
di Kecamatan Langke Rembong, PLTMH Hilihintir di Kecamatan
Satarmese Barat, rencana PLTMH Wae Racang di Rahong Utaradan
rencana PLTMH Wae Lega di Kecamatan Rahong Utara; dan
5. Desa Urang di Kecamatan Lelak dengan kapasitas5,25 kw;
6. Desa Bangka Lelak di Kecamatan Lelak dengan kapasitas1,30
kw;
7. Desa Gelong di Kecamatan Lelak dengan kapasitas1,25 kw;
8. Desa Benteng Tubi di Kecamatan Rahong Utara dengan
kapasitas1,30 kw;
9. Desa Gulung di Kecamatan Satarmese Barat dengan
kapasitas0,85 kw;
10. Desa Nuca Molas di Kecamatan Satarmese Barat dengan
kapasitas 1,50 kw;
11. Desa Hilihintir di Kecamatan Satarmese Barat dengan
kapasitas1,60 kw; dan
12. Desa Sambi di Kecamatan Reok Barat dengan kapasitas 20 kw.
(3) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas:
a. gardu induk yang terdapat di Ruteng dengan kapasitas 20 MW dan
tegangan 70/20 KV;
b. Jaringan transmisi tenaga listrik, terdiri atas :
1. Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dengan
tegangan 150 KV, yaitu menghubungkan Labuan Bajo-Ruteng-
Bajawa-Ende-Maumere;
2. Jaringan transmisi tenaga listrik tegangan 70 KV yang
menghubungkan Bajawa dengan Ruteng (PLTP Ulumbu), Ruteng
(PLTP Ulumbu) dengan Labuan Bajo dan Mbai dengan Ruteng
(PLTP Ulumbu); dan
3. Jaringan Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) dengan
tegangan 20 KV, yaitu menghubungkan Ruteng dengan Borong,
Ruteng dengan Cancar, Ruteng dengan Golo Welu, Ruteng
dengan Iteng dan Ruteng dengan Pagal.

Paragraf2
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 13
(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdapat di Kota Ruteng Kecamatan Langke Rembong dan Kota Reo
Kecamatan Reok.
(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b,adalah Menara Telekomunikasi seperti penggunaan menara bersama
untuk Base Transciever Station yang tersebar di semua kecamatan.
(4) Sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri atas jaringan telekomunikasi satelit pada wilayah terpencil.

Paragraf3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 14

(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11


huruf c, terdiri atas :
a. Wilayah Sungai (WS);
b. Cekungan Air Tanah (CAT);
c. Daerah Irigasi (DI);
d. prasarana air baku untuk air bersih;
e. sistem pengendalian banjir, erosi dan longsor; dan
f. sistem pengamanan abrasi pantai.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi aspek konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air.
(3) Wilayah Sungai (WS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
yaituWS Aesesa yang melintasi wilayah Kabupaten Manggarai-Manggarai
Timur- Ngada-Nagekeo-Ende-Sikka.
(4) Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
adalah CAT Reo-Riung dan CAT Ruteng yang merupakan CAT Lintas
Daerah.

(5) Daerah Irigasi(DI) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi :
a. DI Nasional meliputi DI Wae Mantar seluas 3.733 ha;
b. DI Provinsi meliputi DI Wae Ces seluas 2.750 ha; dan
c. DI Daerahmeliputi177 DI sebagaimana terdapat dalam Lampiran III
1. sungai yang tersebar di seluruh Kecamatan;
2. bendung Wae Mantar 1, Wae Mantar 2, dan Bendung Wae Mau;
3. mata air tersebar di seluruh Kecamatan; dan
4. air tanah.
b. pengembangan Instalasi Pengelolaan Air Minum (IPAM), meliputi:
1. PDAM Ruteng, PDAM Pagal, PDAM Cancar, PDAM Iteng dan
PDAM Reo dan Rencana pembangunan PDAM di setiap
Kecamatan;
2. Instalasi Pengelolaan Air Minum Perpipaan Perdesaan di setiap
desa; dan
3. instalasinon perpipaan di setiapkecamatan.
(7) Sistem pengendalian banjir, erosi dan longsor sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e, dilakukan dengan:
a. pembangunan bangunan pengendalian banjir (dam, tanggul);
b. pengerukan sungai;
c. perkuatan lereng;
d. sistem drainase lereng;
e. penanaman vegetasi; dan
f. sistem terasering.
(8) Sistem pengamanan abrasi pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f dilakukan di daerah pesisir terutama pada pantai rawan abrasi
dilakukan, melalui :
a. penggunaan bangunan pelindung pantai;
b. peremajaan pantai;
c. vegetasi pantai; dan
d. pengelolaan ekosistem pesisir.

Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Pasal 15

(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 11 huruf d, terdiri atas:
a. sistem pengelolaan persampahan;
(2) Sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas:
a. mengembangkan sistem pengelolaan persampahan menjadi sistem
berlapis-lapis (sanitary landfill)dan kapasitas pelayanan Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Ncolang Kelurahan Karot dengan wilayah
cakupan semua Kelurahan di Kecamatan Langke Rembong;
b. mengembangkan tempat penampungan sampah terpadu sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan prediksi perkembangan penduduk;
c. mengembangkan prasarana dan sarana persampahan untuk
mencukupi kebutuhan mulai darilingkungan permukiman terkecil
hingga skala pelayanan perkotaan; dan
d. menerapkan peraturan zonasi kawasan sekitar TPA yang akan diatur
lebih detail dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan
Zonasi.
(3) Sistem penyediaan air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. sistem pelayanan air minum perpipaan untuk kawasan permukiman
perkotaan di Ruteng ibukota Kecamatan Langke Rembong dan semua
Ibukota Kecamatan lainnya; dan
b. sistem pelayanan air minum non perpipaan untuk kawasan
permukiman perkotaan dan perdesaan.
(4) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri atas:
a. sistem jaringan drainase tersier dari unit terkecil rumah tangga dalam
setiap kawasan permukiman perkotaan;
b. sistemjaringan drainase sekunder terdapat di semua ibukota
kecamatan;
c. sistemjaringan drainase primer terdapat di semua ibukota kecamatan;
dan
d. sistem drainase sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan
huruf c diatur lebih lanjut dalam Rencana Teknis Kawasan
Permukiman Perkotaan.
(5) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terdiri dari:
(6) Sistem pengelolaan air limbah rumah tangga dan industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdiri dari:
a. penanganan limbah padat rumah tangga (black water) dilakukan
dengan konsepseptic tank, dan untuk kawasan permukimanpadat
digunakan sistem septic tankkomunal;
b. penanganan limbah untuk kawasan ekonomi, sistem gabungan
antara sistem individual dan cara kolektif; dan
c. penanganan limbah untuk kawasan Industri dengan sistem Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) terutama untuk kawasan industri
terencanadengan proses pengelolaan secara biologis melalui proses
lumpur aktif.

BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 16

(1) Rencana pola ruang wilayah Daerah meliputi:


a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah Daerah digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian 1 : 50.000, sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 17

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a,


terdiri atas:
a. kawasan hutan lindung;
f. kawasan lindung geologi; dan
g. kawasan lindung lainnya.

Paragraf1
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 18

Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, terdiri


atas:
a. kawasan hutan Todo di Kecamatan Satarmese Barat dengan luas
10.089,20Ha;
b. kawasan hutan Ramut di Kecamatan Satarmese Barat dengan luas
1.165,90Ha;
c. kawasan hutan Meler Kuwus di Kecamatan Lelak dan Ruteng dengan luas
3.040 Ha;
d. kawasan hutan Gapong di Kecamatan Cibal dengan luas 952,36 Ha;
e. kawasan hutan Nggalak Rego di Kecamatan Reok dengan luas 14.690,30
Ha;
f. kawasan hutan Pisok di Kecamatan Reok dengan luas 156,61Ha; dan
g. kawasan hutan Bajak di Kecamatan Reok dengan luas 112,35Ha.

Paragraf2
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan
Terhadap Kawasan Bawahannya
Pasal 19

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b, berupakawasan resapan
air.

(2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdapat di:
a. kawasan Hutan Todo dan kawasan hutan Ramut di Kecamatan
Satarmese Barat;
b. kawasan Hutan Meler Kuwus di Kecamatan Ruteng dan Kecamatan
Lelak;
c. kawasan Hutan Gapong di Kecamatan Cibal;
e. kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Ruteng di Kecamatan Langke
Rembong, Kecamatan Ruteng, Kecamatan Satarmese dan Kecamatan
Wae Ri’i.

Paragraf3
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 20

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17


huruf c, berupa:
a. Kawasan sempadan pantai;
b. Kawasan sempadan sungai;
c. Kawasan sekitar danau;
d. Kawasan kearifan lokal; dan
e. Kawasan ruang terbuka hijau.
(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdapat di Kecamatan Reok, KecamatanSatarmese dan
KecamatanSatarmese Barat dengan jarak sempadan pantai paling sedikit
100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat.
(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdapat di semua kecamatan, untuk sempadan sungai bertanggul dengan
jarak sempadan sungai paling sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul
sebelah luar, sempadan sungai besar tidak bertanggul diluar kawasan
permukiman dengan jarak sempadan paling sedikit 100 (seratus) meter
dari tepi sungai dan sempadan anak sungai tidak bertanggul diluar
kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter
dari tepi sungai.
(4) Kawasan sekitar danau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdapat di Kecamatan Langke Rembong dengan jarak sempadan danau
50 (lima puluh) meter sampai dengan 100 (seratus) meter dari titik pasang
air danau tertinggi.
(5) Kawasan kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terdapat diKampung Wae Rebo Kecamatan Satarmese Barat dan semua
Kecamatan yang menerapkan sistem lodok.
(6) Kawasan ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b. taman-taman kota pada pusat-pusat kegiatan di semua kecamatan
yang juga dapat berfungsi sebagai pusat interaksi sosial dan
landmark kawasan;
c. ruang terbuka hijau publik di gedung-gedung atau kawasan
perkantoran milik Pemerintah, sarana pendidikan, sarana
perdagangan, dan lainnya; dan
d. ruang terbuka hijau pada perumahan, perkantoran swasta, sarana
perdagangan, kawasan industri dan tempat-tempat komersial lainnya
dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum dan Koefisien
Dasar Hijau (KDH) minimum diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Bupati.

Paragraf4
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
Pasal 21

(1) Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Kawasan Cagar
Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d, terdiri atas:
a. kawasan pantai berhutan bakau;
b. kawasan taman nasional laut; dan
c. kawasanTWA.
(2) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas:
a. kawasan pantai berhutan bakau Hilihintir terdapat di Kecamatan
Satarmese Barat dengan luas kurang lebih 2 Ha;
b. kawasan pantai berhutan bakau Terong terdapat di Kecamatan
Satarmese Barat dengan luas kurang lebih 2 Ha;
c. kawasan pantai berhutan bakau Ceka Luju terdapat di Kecamatan
Satarmese Barat dengan luas kurang lebih 1 Ha;
d. kawasan pantai berhutan bakau Satar Luju terdapat di Kecamatan
Satarmese Barat dengan luas kurang lebih 4 Ha;
e. kawasan pantai berhutan bakau Satar Lenda terdapat di Kecamatan
Satarmese Barat dengan luas kurang lebih 2 Ha;
f. kawasan pantai berhutan bakau Satar Ruwuk terdapat di Kecamatan
Satarmese Barat dengan luas kurang lebih 3 Ha;
i. Kawasan pantai berhutan bakau Baru terdapat di Kecamatan Reok
dengan luas kurang lebih 20 Ha;
j. kawasan pantai berhutan bakau Salama terdapat di Kecamatan Reok
dengan luas kurang lebih 1 Ha;
k. kawasan pantai berhutan bakau Wangkung terdapat di Kecamatan
Reok dengan luas kurang lebih 75 Ha;
l. kawasan pantai berhutan bakau Robek terdapat di Kecamatan Reok
dengan luas kurang lebih 95 Ha;
m. kawasan pantai berhutan bakau Paralando terdapat di Kecamatan
Reok dengan luas kurang lebih 70 Ha;
n. kawasan pantai berhutan bakau Lemarang terdapat di Kecamatan
Reok dengan luas kurang lebih 90 Ha;
o. kawasan pantai berhutan bakau Tal terdapat di Kecamatan
Satarmese dengan luas kurang lebih 5 Ha;
p. kawasan pantai berhutan bakau Paka terdapat di Kecamatan
Satarmese dengan luas kurang lebih 5 Ha;
q. kawasan pantai berhutan bakau Legu terdapat di Kecamatan
Satarmese dengan luas kurang lebih 10 Ha;
r. kawasan pantai berhutan bakau Langgo terdapat di Kecamatan
Satarmese dengan luas kurang lebih 12 Ha;
s. kawasan pantai berhutan bakau Tado terdapat di Kecamatan
Satarmese dengan luas kurang lebih 2 Ha; dan
t. kawasanpantai berhutan bakau Koak terdapat di Kecamatan
Satarmese dengan luas kurang lebih 2 Ha.
(3) Kawasan taman nasional laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, terdiri atas rencana Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu di
wilayah perairan Selat Sumba terdapat di Kecamatan Satarmese dan
KecamatanSatarmese Barat dengan luas 567.165,64 Ha.
(4) Kawasan TWA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu
kawasan TWA Ruteng yangterdapat di Kecamatan Langke Rembong,
Kecamatan Wae Ri’i, Kecamatan Satarmese dan Kecamatan Ruteng
dengan luas kurang lebih 8.188 Ha.

Paragraf5
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan gelombang pasang; dan
c. kawasan rawan banjir.
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, tersebar di semua Kecamatan.
(3) Kawasan rawan gelombang pasangsebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdapat di Kecamatan Reok, Kecamatan Satarmese dan
Kecamatan Satarmese Barat.
(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdapat di Kecamatan Ruteng, Kecamatan Reok, Kecamatan Lelak,
Kecamatan Rahong Utara, Kecamatan Wae Ri’i, Kecamatan Satarmese dan
Kecamatan Satarmese Barat.

Paragraf6
Kawasan Lindung Geologi
Pasal 23

(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf f,


terdiri atas:
a. kawasan cagar alam geologi;
b. kawasan rawan bencana alam geologi; dan
c. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.
(2) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas:
a. kawasan keunikan batuan dan fosil, terdapat di Liang Bua
Kecamatan Rahong Utara;
b. kawasan keunikan solfatara Ulumbu, terdapat di Kecamatan
Satarmese; dan
c. kawasan keunikan proses geologi Wae Rem, terdapat di Kecamatan
Cibal dan Cunca Lega di Kecamatan Rahong Utara.
(3) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdiri atas:
a. Kawasan rawan letusan gunung berapi, terdapat di Kecamatan Wae
Ri’i, Kecamatan Langke Rembong dan Kecamatan Satarmese;
b. Kawasan rawan gempa bumi, terdapat di semua Kecamatan;
f. Kawasan rawan bahaya gas beracun, terdapat di Kecamatan
Satarmese dan Kecamatan WaeRi’i.
(4) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu kawasan sempadan mata air
dengan radius paling sedikit 200 (dua ratus) meter dari mata air terdapat
di semua kecamatan.

Paragraf7
Kawasan Lindung Lainnya
Pasal 24

(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g,


yaitukawasan terumbu karang.
(2) Kawasan terumbu karangsebagaimana dimaksud padaayat (1), terdapat
di:
a. Kecamatan Satar Mese Barat, meliputi kawasan :
1. terumbu karang Hilihintir;
2. terumbu karang Terong;
3. terumbu karang Ceka Luju;
4. terumbu karang Satar Luju;
5. terumbu karang Satar Lenda;
6. terumbu karang Satar Ruwuk;
7. terumbu karang Borik; dan
8. terumbu karang Nuca Molas.
b. Kecamatan Satar Mese, meliputi kawasan terumbu karang Legu.
c. Kecamatan Reok, meliputi kawasan :
1. terumbu karang Baru;
2. terumbu karang Salama;
3. terumbu karang Wangkung;
4. terumbu karang Robek;
5. terumbu karang Paralando; dan
6. terumbu karang Lemarang.
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 25

Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b,


terdiri atas:
a. kawasan peruntukan hutan rakyat;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan kelautan, perikanan dan pesisir;
d. kawasan peruntukan pertambangan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan permukiman; dan
h. kawasan peruntukan lainnya.

Paragraf1
Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat
Pasal 26

Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25


huruf a, terdapat di:
a. Kecamatan Langke Rembong seluas kurang lebih 626,86 Ha;
b. Kecamatan Wae Ri’i seluas kurang lebih 1.042,43 Ha;
c. Kecamatan Cibal seluas kurang lebih 2.219,93 Ha;
d. Kecamatan Reok seluas kurang lebih 4.086,59 Ha;
e. Kecamatan Rahong Utara seluas kurang lebih 1.073,54 Ha;
f. Kecamatan Ruteng seluas kurang lebih 1.283,71 Ha;
g. Kecamatan Lelak seluas kurang lebih 889,19 Ha;
h. Kecamatan Satarmese seluas kurang lebih 1.287 Ha; dan
i. Kecamatan Satarmese Barat seluas kurang lebih 1.285,1 Ha.

Paragraf2
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 27
d. kawasan peternakan.
(2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdapat di:
a. Kecamatan Reokdengan luasan kurang lebih23.326Ha;
b. Kecamatan Cibal dengan luasan kurang lebih 3.769 Ha;
c. Kecamatan Wae Ri’i dengan luasan kurang lebih 4.004 Ha;
d. Kecamatan Langke Rembong dengan luasan kurang lebih 1.522 Ha;
e. Kecamatan Ruteng denganluasan kurang lebih1.439Ha;
f. Kecamatan Rahong Utara dengan luasan kurang lebih530 Ha;
g. Kecamatan Lelak dengan luasan kurang lebih 769 Ha;
h. Kecamatan Satarmese dengan luasan kurang lebih 6.200 Ha; dan
i. Kecamatan Satarmese Barat dengan luasan kurang lebih3.451Ha.
(3) Kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdapat di:
a. Kecamatan Reok dengan luasan kurang lebih20.000Ha;
b. Kecamatan Cibal dengan luasan kurang lebih 2.000 Ha;
c. Kecamatan Wae Ri’i dengan luasan kurang lebih 300 Ha;
d. Kecamatan Langke Rembong dengan luasan kurang lebih 40 Ha;
e. Kecamatan Ruteng dengan luasan kurang lebih300Ha;
f. Kecamatan Rahong Utara dengan luasan kurang lebih 125 Ha;
g. Kecamatan Lelak dengan luasan kurang lebih 150 Ha;
h. Kecamatan Satarmese dengan luasan kurang lebih 3.000 Ha; dan
i. Kecamatan Satarmese Barat dengan luasan kurang lebih162Ha.
(4) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdapat di:
a. Kawasan perkebunan cengkeh, terdapat di semua kecamatan dengan
luas kurang lebih 2.229 Ha;
b. Kawasan perkebunan kopi robusta, terdapat di semua kecamatan
dengan luas kurang lebih 450 Ha;
c. Kawasan perkebunan Kopi Arabika, terdapat di semua kecamatan
dengan luas kurang lebih 1.500 Ha;
d. Kawasan perkebunan Vanili, terdapat di Kecamatan Wae Ri’i,
Kecamatan Cibal, Kecamatan Reok, Kecamatan Rahong Utara,
Kecamatan Satarmese, Kecamatan Satarmese Barat dan Kecamatan
f. Kawasan perkebunan Kelapa, terdapat di Kecamatan Reok,
Kecamatan Rahong Utara, Kecamatan Satarmese dan Kecamatan
Satarmese Barat dengan luas kurang lebih 1.400 Ha;
g. Kawasan perkebunan Kemiri, terdapat di Kecamatan Cibal, Reok,
Rahong Utara, Kecamatan Satarmese dan Kecamatan Satarmese
Barat dengan luas kurang lebih 350 Ha; dan
h. Kawasan perkebunan Jambu Mete, terdapat di Kecamatan Reok,
Kecamatan Satarmese dan Kecamatan Satarmese Barat dengan luas
kurang lebih 1.350 Ha.
(5) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terdapat di:
a. Kecamatan Satarmese, Kecamatan Satarmese Barat, Kecamatan
Ruteng dan Kecamatan Reok sebagai kawasan pengembangan ternak
besar, unggas dan ternak kecil terbatas dengan luas kurang lebih
30.399 Ha; dan
b. Kecamatan Cibal, Kecamatan Rahong Utara,Kecamatan Langke
Rembong, Kecamatan Wae Ri’i, Kecamatan Lelak dan Kecamatan
Ruteng sebagai kawasan pengembangan ternak kecil, unggas dan
ternak besar terbatas dengan luas kurang lebih 8.675 Ha.

Paragraf3
Kawasan Peruntukan Kelautan, Perikanan dan Pesisir
Pasal 28

(1) Kawasan peruntukan kelautan, perikanan dan pesisir sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 25 huruf c, terdiri atas:
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. kawasan peruntukan perikanan budidaya air tawar;
c. kawasan peruntukan perikanan budidaya laut; dan
d. kawasan peruntukan perikanan budidaya pesisir.
(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkapsebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdapat di:
a. wilayah perairan Kecamatan Satarmese;
b. wilayah perairan Kecamatan Satarmese Barat; dan
c. wilayah perairan Kecamatan Reok.
d. Kecamatan Satarmese; dan
e. Kecamatan Satarmese Barat.
(4) Kawasan peruntukan perikanan budidaya laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. kawasan perairan Kecamatan Reok;
b. kawasan perairan Kecamatan Satarmese; dan
c. kawasan perairan Kecamatan Satarmese Barat
(5) Kawasan peruntukan perikanan budidayapesisirsebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, terdiri atas:
a. kawasan perikanan budidaya air payau; dan
b. kawasan sawah garam.
(6) Kawasan perikanan budidaya air payausebagaimana dimaksud pada ayat
(5) huruf a, terdapat di:
a. kawasan pesisir Kecamatan Reok; dan
b. kawasan pesisir Kecamatan Satarmese.
(7) Kawasan sawah garamsebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b,
terdapat di Kelurahan Reo dan Kelurahan Baru Kecamatan Reok.

Paragraf4
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 29

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


25 huruf d,meliputi antara lain :
a. kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara; dan
b. kawasan peruntukan pertambangan panas bumi.
(2) Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubarasebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a,meliputi antara lain:
a. Sirtu terdapat di Wae Pesi Desa Bajak dan Desa Salama Kecamatan
Reok dan Wae Reno Desa Ranaka Kecamatan Wae Ri’i;
b. Andesit terdapat di Desa Wae Ri’i Kecamatan Wae Ri’i dan Kelurahan
Wae Belang Kecamatan Ruteng;
c. Tras terdapat di Tuke Nikit Desa Poco Likang Kecamatan Ruteng, di
Wae Lengkas Kecamatan Langke Rembong, Desa Ranaka Kecamatan
Wae Ri’i, Desa Umung Kecamatan Satarmese dan Desa Cireng
f. Zeolit terdapat di Kecamatan Reok;
g. Mangan terdapat diRopang dan Ojang Desa Lante, Ngancar Desa
Bajak, Wae Beci Desa Ruis, Desa Watu Tango, Desa Robek, Sambor
Desa Nggalak, Wangkal Desa Kajong, Desa Lemarang, Kampung Baru
Desa Paralando Kecamatan Reok dan Timbang Kecamatan Cibal;
h. Emas terdapat di Desa Lante, Kajong dan Desa Nggalak Kecamatan
Reok
i. Timah terdapat di Keka Desa Golomuntas Kecamatan Satarmese; dan
j. Pasir Besi terdapat di sepanjang pantai selatan Kecamatan Satarmese
dan antara lainSatarmese Barat.
(3) Kawasan peruntukan pertambangan panas bumisebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b,terdapat diUlumbu Desa Wewo Kecamatan
Satarmese dan Wae Pesi Kecamatan Reok.
(4) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h dan huruf iberada pada ruang
yang tumpang tindih dengan wilayah peruntukan pertanian, hutan
lindung, kelautan, perikanan dan pesisir serta kawasan pariwisata.
(5) Peruntukan ruang yang tumpang tindih sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), pemanfaatannya diprioritaskan pada bidang yang bersentuhan
langsung dengan kepentingan rakyat melalui Badan Koordinasi Penataan
Ruang Daerah (BKPRD).

Paragraf5
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 30

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25


huruf e, terdiri atas:
a. kawasan peruntukan industri sedang; dan
b. kawasan peruntukan industri Mikro.
(2) Kawasan peruntukan industri sedang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, terdiri atas:
a. Industri kopi di Kecamatan Langke Rembong; dan
b. Industri air minum di Kecamatan Langke Rembong.
(3) Kawasan peruntukan industri mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
c. Industri tenun di Kecamatan Cibal dan Kecamatan Satarmese Barat;
dan
d. Industri mebel di semua Kecamatan.

Paragraf6
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 31

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25


huruf f, terdiri atas:
a. kawasan peruntukan pariwisata budaya;
b. kawasan peruntukan pariwisata alam;
c. kawasan peruntukan pariwisata buatan; dan
d. kawasan peruntukan pariwisata religius.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri atas antara lain:
a. Kampung Adat Ruteng Pu’u,Kampung Adat Tenda, Kampung Adat
Bangka Tuke dan Mbaru Wunut Kecamatan Langke Rembong;
b. Kampung Adat Wae Rebo danKampung Adat Todo Kecamatan
Satarmese Barat;
c. Kampung Adat Pongkor dan Kampung Adat Mocok Kecamatan
Satarmese;
d. Kampung AdatCibal dan Kampung Adat Wudi Kecamatan Cibal; dan
e. Kawasan Pytocantropus Erectus danHomo Floroencise Liang Bua,
Kecamatan Rahong Utara.
(3) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdiri atas antara lain :
a. Hutan Inembelle, Kecamatan Satarmese;
b. Pulau Mules Desa Nuca Molas, Pantai Nenu Nakeng dan Pantai Pasir
Putih Borik Kecamatan Satarmese Barat;
c. Air Terjun Tengku Lese dan Cunca Lega, Kecamatan Rahong Utara;
d. Air Terjun Wae Garit, Kecamatan Langke Rembong;
e. Wae Rem, Liang Woja, Watu Hemping, Golo Wua, Liang Warwetu,
Liang Nderu dan Longka Lala Kecamatan Cibal;
f. Pantai Ketebe, Pantai Sengari dan Hutan Bambu Laut Robek
(4) Kawasan peruntukan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c, meliputi antara lain :
a. Lodok Cara di Desa Meler Kecamatan Ruteng; dan
b. Pemancingan Nanga Woja di Kecamatan Satarmese.
(5) Kawasan peruntukan pariwisata religius sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d, meliputi antara lain :
a. Golo Curu dan Gereja Katedral Lama Kecamatan Langke Rembong;
b. Gereja Pagal Kecamatan Cibal; dan
c. Gua Maria Torong Besi Kecamatan Reok.

Paragraf7
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 32

(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal


25 huruf g, terdiri atas:
a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.
(2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, terdapat di antara lain :
a. Ruteng dengan luas kurang lebih 3.884,6 Ha;
b. Reo dengan luas kurang lebih 282 Ha;
c. Pagal dengan luas kurang lebih 249 Ha; dan
d. Cancar dengan luas kurang lebih 323 Ha.
(3) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, terdapat di antara lain :
a. Iteng dengan luas kurang lebih 449 Ha;
b. Narang dengan luas kurang lebih 870 Ha;
c. Rejeng dengan luas kurang lebih 677 Ha;
d. Timung dengan luas kurang lebih 868 Ha;
e. Purang dengan luas kurang lebih 538 Ha;
f. Sambi dengan luas kurang lebih…Ha; dan
g. Golowoi dengan luas kurang lebih…Ha.
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Lainnya
Pasal 33

Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud Pasal 25 huruf h, yaitu


kawasan pertahanan dan keamanan, terdiri atas:
a. Komando Distrik Militer (KODIM) 1612/Manggarai yang berada di
Kecamatan Langke Rembong;
b. Komando Rayon Militer (KORAMIL) 1612-01/Ruteng yang berada di
kecamatan Langke Rembong, KORAMIL 1612-03/Reok di Kecamatan Reok
dan Koramil 1612-7/Satarmese di Kecamatan Satarmese;
c. Pos Bantuan bimbingan masyarakat (Babinsa) Cancar di Kecamatan
Ruteng, Pos Babinsa Wae Ri’i di Kecamatan Wae Ri’i dan Pos Babinsa
Cibal di Kecamatan Cibal;
d. Kepolisian Resor (Polres) Manggarai di Kecamatan Langke Rembong;
e. Kepolisian Sektor (Polsek) di Kecamatan Reok, Cibal dan Kecamatan
Satarmese; dan
f. Pos Polisi (Pospol) di Kecamatan Langke Rembong dan Kecamatan Ruteng.

BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGISDAERAH
Pasal 34

(1) Kawasan strategis yang ada di Daerah, terdiri atas:


a. Kawasan Strategis Provinsi; dan
b. Kawasan Strategis Daerah.
(2) Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 35

Kawasan Strategis Provinsi yang ada di Daerahsebagaimana dimaksud dalam


Pasal 34ayat (1) huruf a, terdiri atas:
1. Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi, meliputi kawasan
Wae Jamal-Lembor, danKawasan Wae Pesi.
Pasal 36

(1) Kawasan Strategis Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
huruf b, terdiri atas:
a. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan
ekonomi;
b. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial
budaya;
c. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan
d. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi
dan daya dukunglingkungan hidup.
(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Kawasan pertanian, meliputi Kecamatan Satarmese, Satarmese
Barat, Ruteng dan Kecamatan Reok; dan
b. Kawasan pesisir/kelautan, meliputi Kecamatan Reok, Satarmese dan
Kecamatan Satarmese Barat.
(3) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial
budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas
kawasan Todo dan Perkampungan Tradisional Wae Rebo di Kecamatan
Satarmese Barat, Lingko Cara di Kecamatan Ruteng dan Pytocantropus
Erectus serta Situs Homo Floroencisedi Liang Bua Kecamatan Rahong
Utara.
(4) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. Kawasan strategis geothermal Ulumbu di Kecamatan Satarmese; dan
b. Kawasan strategis Pembangkit Listrik Tenaga Air Wae Racang di
Kecamatan Rahong Utara.
(5) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan
daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, terdiri atas:
a. Kawasan strategis pantai utara di Kecamatan Reok, meliputi Reo-
Kedindi;
d. Kawasan Taman Wisata Alam Ruteng yang meliputi Kecamatan Langke
Rembong, KecamatanRuteng,KecamatanSatarmese dan Kecamatan
Wae Rii.

BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANGWILAYAH DAERAH
Pasal 37

(1) Pemanfaatan ruang wilayah Daerah berpedoman pada rencana struktur


ruang, pola ruang dan rencana kawasan strategis Daerah.
(2) Pemanfaatan ruang wilayah Daerah dilaksanakan melalui penyusunan
dan pelaksanaan program pemanfaatan ruangbeserta perkiraan
pendanaannya.
(3) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Program pemanfaatan ruang disusun berdasarkan indikasi program
utama lima tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran VIyang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(5) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (Daerahdan Provinsi), investasi swasta dan/atau kerja sama
pendanaan.
(6) Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai denganketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH DAERAH

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 38

(1) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Daerah digunakan sebagai


acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Daerah.
(2) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dilaksanakan secara
(4) Pengendalian pemanfaatan ruang, mencakup:
a. indikasi arahan peraturan zonasi;
b. arahan perizinan;
c. arahan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.

Bagian Kedua
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi
Pasal 39

(1) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4) huruf a,
digunakan sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun
peraturan zonasi.
(2) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada
lampiran VII merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

Bagian Ketiga
Perizinan
Pasal 40

(1) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4) huruf b,


merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai
dengan kewenangannya.
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur dengan Peraturan
Bupati.

Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 41
(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana
struktur ruang, rencana pola ruang dan ketentuan umum peraturan
zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(3) Disinsentif dikenakanterhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah,
dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam
Peraturan Daerah ini.

Pasal 42

(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang


wilayah Daerah dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat.
(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi
berwenang sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 43

(1) Insentif yang diberikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam


Pasal42 ayat (1), terdiri atas insentif yang diberikan untuk kegiatan
pemanfaatan ruang yang mendukung pengembangan kawasan lindung
dan budidaya, yaitu dalam bentuk:
a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan,
sewa ruang dan urun saham;
b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
c. kemudahan proses perizinan; dan
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau
pemerintah daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif diatur
dengan Peraturan Bupati.

Pasal 44

(1) Disinsentif yang dikenakan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud


dalam Pasal42 ayat (1), terdiri atas disinsentif yang dikenakan terhadap
kegiatan pemanfaatan ruang yang menghambat pengembangan kawasan
lindung dan budidaya, yaitu dalam bentuk:
a. pengenaan pajak yang tinggi disesuaikan dengan besarnya biaya
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan disinsentif diatur
dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 45

(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38ayat (4) huruf
d,merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pengenaan sanksi
administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang.
(2) Pengenaan sanksi dilakukan terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang
dan pola ruang;
b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRWDaerah;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRWDaerah;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRWDaerah;
f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang
oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik
umum; dan/atau
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang
tidak benar.

Pasal 46

(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal45 ayat


(2)huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g dikenakan
sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pembatalan izin;
(2) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal45huruf c,
dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pembongkaran bangunan;
f. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
g. denda administratif.

Pasal 47

Aparat Pemerintah Daerah yang melakukan pelanggaran rencana tata ruang


dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT

Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 48

(1). Masyarakat berhak untuk melakukan kegiatan dan penataan ruang


wilayah.
(2). Kegiatan dan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), terdiri atas:
a. masyarakat dapat berperan dalam penyelenggaraan penataan ruang
untuk mencapai tujuan penataan ruang;
b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah Daerah;
c. menikmati pemanfaatan ruang dan/atau pertambahan nilai ruang
sebagai akibat dari penataan ruang;
d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya
sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai
dengan rencana tata ruang;
e. mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan; dan
f. mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 49

(1) Masyarakat berkewajiban untuk melakukan kegiatan dan penataan ruang


wilayah.
(2) Kewajiban kegiatan dan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), terdiri atas:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
Pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
yang berlaku dinyatakan sebagai milik umum.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 50

(1) Masyarakat berperan dalam kegiatan penataan ruang wilayah.


(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. peran masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah
terdiri atas:
1. memberi masukan dalam penentuan arah pengembangan
wilayah;
2. mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan
termasuk bantuan dalam memperjelas hak atas ruang wilayah
dan pelaksanaan tata ruang kawasan;
3. membantu merumuskan perencanaan tata ruang wilayah;
4. memberi informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam
menyusun strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah;
5. mengajukan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang
wilayah; dan
6. bekerjasama dalam penelitian dan pengembangan tata ruang
2. memberikan bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan
dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang dan kawasan yang
mencakup lebih dari satu kecamatan;
3. menyelenggarakan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana
tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan yang terdiri
atas lebih dari satu wilayah Daerah atau kecamatan;
4. melakukan perubahan atau konversi pemanfaatan ruang yang
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah;
5. memberikan bantuan teknik dan pengolahan dalam
pemanfaatan ruang; dan
6. memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan
hidup dan sumber daya alam.
c. mengawasi pelaksanaan pemanfaatan ruang yang dilakukan
pemerintah, swasta dan masyarakat.
d. memantau, mengevaluasi dan melaporkan yang tidak sesuai, dalam:
1. proses pemberian izin;
2. pemberian insentif dan disinsentif;
3. penerapan aturan zonasi;
4. pengenaan sanksi; dan
5. perencanaan dan hasilnya.
e. Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang
dapat berupa:
1. memberikan masukan mengenai arahan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
2. turut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan
pemanfaatan ruang, rencana tata ruang yang telah ditetapkan,
dan pemenuhan standar pelayanan minimal di bidang penataan
ruang; dan
3. melaporkan kepada instansi/pejabat yang berwenang dalam hal
menemukan kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar
rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan adanya indikasi
kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, tidak memenuhi
standar pelayanan minimal dan/atau masalah yang terjadi di
masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Bagian Keempat
Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
Pasal 51

(1) Memberikan saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan,


masukan terhadap informasi tentang arah pengembangan, potensi dan
masalah yang dilakukan secara lisan atau tertulis kepada Bupati dan
DPRD.
(2) Tata cara peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Bagian Kelima
Pemberdayaan Peran Masyarakat
Pasal 52

(1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan informasi penataan ruang dan


rencana tata ruang secara mudah dan cepat melalui media cetak,
elektronik atau forum pertemuan.
(2) Masyarakat dapat memprakarsai upaya peningkatan tata laksana hak dan
kewajiban masyarakat dalam penataan ruang melalui kegiatan diskusi,
bimbingan, pendidikan atau pelatihan untuk tercapainya tujuan penataan
ruang.
(3) Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat
untuk menumbuhkan serta mengembangkan kesadaran tanggung jawab
dalam penataan ruang yang dilakukan oleh instansi berwenang dengan
cara:
a. Memberikan dan meyelenggarakan diskusi dan tukar pendapat,
dorongan, pengayoman, pelayanan, bantuan teknik, bantuan hukum,
pendidikan dan atau pelatihan;
b. Menyebarluaskan semua informasi mengenai proses penataan ruang
dan rencana tata ruang secara terbuka;
c. Menghormati hak yang dimiliki masyarakat;
d. Memberikan penggantian sesuai dengan ketentuan kepada
masyarakat akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai
f. Memperhatikan dan menindaklanjuti saran, usul atau pengajuan
keberatan dari masyarakat dalam rangka peningkatan mutu
pelayanan ruang.

BAB IX
KELEMBAGAAN
Pasal 53

(1) Bupati membentuk BKPRD dalam rangka koordinasi penataan ruang dan
kerjasama antar wilayah.
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja BKPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkandengan Peraturan Bupati.

BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 54

Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang
telah ditetapkan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 55

(1) Rencana tata ruang wilayah Daerah menjadi pedoman untuk:


a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
Daerah;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar
sektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
f. penataan ruang kawasan strategis Daerah.
(2) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah adalah 20 (dua
puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
(3) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah
yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, Rencana Tata
Ruang Wilayah Daerah dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali
dalam 5 (lima) tahun.
(4) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan
apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang
mempengaruhi pemanfaatan ruang Daerah dan/atau dinamika internal
wilayah.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 56

Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang
berkaitan dengan Pemanfaatan Ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah
ini.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 57

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Tingkat II


Manggarai Nomor 15 Tahun 1995 tentang Rencana Umum Tata Ruang Wilayah
Daerah Daerah Tingkat II Manggarai (Lembaran Daerah Daerah Manggarai
Tahun 1995 Seri D) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 58

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah.

Ditetapkan di Ruteng
pada tanggal ………….... 2012

BUPATI MANGGARAI,

CHRISTIAN ROTOK

Diundangkan di Ruteng
pada tanggal ...................... 2012

SEKRETARIS DAERAH
DAERAH MANGGARAI,

....... (nama)
Pangkat .......
NIP. ............................

LEMBARAN DAERAH DAERAH MANGGARAI


TAHUN 2012 NOMOR ………..
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH DAERAH MANGGARAI
NOMOR: …TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH


DAERAH MANGGARAITAHUN 2012-2032

I. UMUM

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007


tentang Penataan Ruang, RTRW Daerah Manggarai 2012-2032 juga
merupakan penjabaran RTRW Provinsi NTT 2011-2031 ke dalam strategi
pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kota.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota adalah rencana pengembangan kota
yang disiapkan secara teknis dan non-teknis oleh Pemerintah Daerah
yang merupakan rumusan kebijaksanaan pemanfaatan muka bumi
wilayah kota termasuk ruang di atasnya yang menjadi pedoman
pengarahan dan pengendalian dalam pelaksanaan pembangunan kota.
Bahwa RTRW Daerah Manggarai tahun 2012-2032 merupakan
perwujudan aspirasi masyarakat yang tertuang dalam rangkaian
kebijaksanaan pembangunan fisik Daerah Manggarai yang memuat
ketentuan-ketentuan antara lain:
Merupakan pedoman, landasan dan garis besar kebijaksanaan bagi
pembangunan fisik Daerah Manggarai dalam jangka waktu 20 (dua puluh)
tahun, dengan tujuan agar dapat mewujudkan kelengkapan kesejahteraan
masyarakat dalam hal memiliki kota yang dapat memenuhi segala
kebutuhan fasilitas;
Berisi suatu uraian keterangan dan petunjuk-petunjuk serta prinsip
pokok pembangunan fisik kota yang berkembang secara dinamis dan
didukung oleh pengembangan potensi alami, serta sosial ekonomi, sosial
budaya, politik, pertahanan keamanan dan teknologi yang menjadi
ketentuan pokok bagi seluruh jenis pembangunan fisik, baik yang
II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksudkan dengan “penetapan sentra
produksi utama dan sentra produksi pendukung
pertanian” adalah antara lain penetapan wilayah-
wilayah menjadi lumbung pangan Daerah sebagai
sentra produksi utama pertanian dan wilayah lain
sebagai sentra pendukung pertanian sesuai potensi
yang dimiliki, misalnya Kecamatan Satarmese,
Kecamatan Ruteng, Kecamatan Satarmese Barat
dan Kecamatan Reok menjadi lumbung pangan
daerah sebagai produksi utama pertanian dan
kecamatan lain sebagai sentra produksi
pendukung pertanian.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kawasan
minapolitan”adalah suatu bagian wilayah yang
mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari
sentra produksi, pengolahan, pemasaran
komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau
kegiatan pendukung lainnya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksudkan dengan “varietas lokal” adalah
tanaman unggulan yang ada di wilayah daerah
antara lain padi roslin, padi longko rembung dan
padi laka wara.
Huruf c
Yang dimaksudkan dengan “teknologi tepat guna
ramah lingkungan” adalah antara lain teknologi
perbanyakan massal kopi secara in vitro melalui
Somatic Embryogenesis (Kopi SE)yang menjadi
unggulan Daerah di seluruh wilayah kecamatan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14 a. Sistem non perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
huruf b merupakan suatu kesatuan sistem fisik, non fisik,
dan prasarana sarana air minum baik yang bersifat individual
maupun komunal khusus yang unit distribusinya dengan
atau tanpa perpipaan terbatas dan sederhana.
b. Sistem non perpipaan meliputi sumur dangkal, sumur
pompa, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil
tangki air, instalasi air atau bangunan perlindungan mata air.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup Jelas.
Pasal 17
Cukup Jelas.
Pasal 18
Cukup Jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “TWA Ruteng”yaitu Kawasan TWA
Ruteng yang berada dalam wilayah Kabupaten Manggarai
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksudkan dengan “kawasan peruntukan lain” adalah
wilayah yang digunakan untuk kebutuhan kebutuhan yang
belum di akomodir seperti antara lain kawasan pertahanan
keamanan.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan agar
pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan rencana tata
ruang.
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur
pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang
disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana
rinci tata ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus,
boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan
ruang yang dapat terdiri atas ketentuan tentang amplop ruang
(koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien
lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan), penyediaan
sarana dan prasarana, serta ketentuan lain yang dibutuhkan
untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan.
Untuk mengendalikan perkembangan kawasan budi daya yang
dikendalikan pengembangannya, diterapkan mekanisme
disinsentif secara ketat, sedangkan untuk mendorong
perkembangan kawasan yang didorong pengembangannya
diterapkan mekanisme insentif.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Yang dimaksud dengan “perizinan” adalah perizinan yang terkait
dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum
pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Pasal 42
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.

Anda mungkin juga menyukai