(INTERMEDIATE TRAINING)
Email : muhamadgrt10@gmail.com
CABANG GARUT
1442/2021
Abstrak
Pendahuluan
Bangsa Indonesia sebelum menerima ajaran agama Islam telah mempunyai agama
dan kepercayaan, di samping itu, masyarakat Indonesia telah memiliki peradaban
sebelum kedatangan Islam, peradaban yang merupakan perpaduan antara perabadan
lokal dan peradaban Hindu-Buddha. Islam memainkan peran penting dalam
kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Peranan itu dapat dilihat dari
pengaruh Islam dalam masyarakat Indonesia yang sangat luas. Hal ini menimbulkan
kesulitan untuk memisahkan antara kebudayaan lokal dan kebudayaan Islam.
Penelitian diharapkan akan bermamfaat dalam menambah khasanah studi sejarah dan
pemikiran intelektual dan sekaligus memberikan kontribusi bagi pelestarian tradisi
keilmuan di Indonesia. Secara metodologis penelitian ini merupakan jenis penelitian
kualitatif dengan tempat penelitian kepustakaan (library research). Data penelitian ini
terdiri dari data primer berupa buku-buku Khazana Intelektual Islam, Reformasi
Intelektual Islam, Kontekstualisasi Dokrin Islam Dalam Sejarah, dan Tradisi
Intelektual Ulama Melayu Abad Ke 18 M. adapun data sekunder yakni data yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. Data secara komprehensip
dikumpulkan menggunakan empat macam teknik yaitu: heuristik, verifikasi, dan
1
A. Mustofa Bisri. (2002). Early Muslim Tranders in South East Asia. Dalam Journal of The
Malayan Branch of the Royal Asiatic Society. Vol. XXXIV. Hlm 674
interpretasi yaitu analisis (menguraikan) dan sintesis (menyatukan) data, dan
historiografi (ditulis dalam bentuk tulisan).
Dengan historiografi inilah akan terlihat bagaimana pengaruh yang diwariskan oleh
intelektualisme Islam Klasik yang terjadi di dua kota besar umat Islam (Makkah dan
Madinah) atau Haramain, hingga dating ke Indonesia, dalam hal ini tergambar pada
dua Organisasi besar yaitu organisasi Muhammadiyah yang dipelopori oleh Ahmad
Dahlan berdiri pada tanggal 8 Dzulhiljah atau 18 November 1912 dan Nahdatul
Ulama dipelopori oleh Hasim As’ary berdiri tanggal 16 Rajab 1344 atau bertepatan
dengan tanggal 31 Januari 1926.
Pembahasan
Islam memang merupakan agama bagian besar bangsa Indonesia, apapun makna
penganutan mereka terhadap agama itu. Tentang Islam di Indonesia dan perannya
dalam subtansiasi ideologi nasional, tanpa eksklusifisme, dan tidak dalam semangat
kesewenangan suatu kelompok besar.
Hubungan agama dan negara di Indonesia lebih menganut pada asas keseimbangan
yang dinamis, jalan tengah antara sekulerisme dan teokrasi.2 Keseimbangan dinamis
ini tidak ada pemisahan antara agama dan negara, namun masing-masing dapat saling
mengisi dengan segala peranannya. Agama tetap memiliki daya kritis terhadap negara
dan negara punya kewajiban-kewajiban terhadap agama. Dengan kata lain, pola
hubungan agama dan negara di Indonesia membantu apa yang sering disebut oleh
banyak kalangan sebagai hubungan simbiotik mutualista.
Komitmen untuk menjaga kesepakatan para pendiri bangsa inilah masa depan
demokrasi Indonesia harus dipertahankan dalam tataran Indonesia yang plural dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karenanya, bersandar pada
komitmen kebangsaan ini adalah tidak relevan, bahkan ahikrotis, jika dijumpai
segelintir individu maupun kelompok dalam Islam yang hendak mengusung atau
gagasan tentang negara agama. Hal ini selain tidak sejalan dengan prinsip
kebhinekaan dan demokrasi, tetapi juga mengkhianati kesepakatan para pendiri
bangsa yang di antara mereka adalah para tokoh umat Islam yang tergabung dalam
dua organisasi besar yaitu Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama yang
menyeimbangkan jalannya bangsa ini.
Konteks kajian yang selanjutnya yang dapat dilihat bagaimana peran penting toko
bangsa yang tergabung dalam dua organisasi terbesar di Indonesia akan berimbas
pada era sekarang ini. Secara nyata dampak yang dilihat yaitu bagaimana dua
pemikiran organisasi besar itu berkembang di masyarakat, jelas intelektual klasik
sebagai awal tonggak berkembangnya Islam di Indonesia, akan di reaktualisasikan
secara jelas baik pada umat beorganisasi Muhammadiyah ataupun umat berorganisasi
Nahdatul Ulama itu sendiri, sebagai bahasan dapat dilihat bagin berikut:
Proses tranmisi dan difusi ajaran dan gagasan Islam selalu melibatkan semacam
“jaringan intelektual” (intellectual networks), baik yang terbentuk di kalangan ulama
maupun salah satu segmen dari kaum intelektual secara keseluruhan. Yang disebut
sebagai “jaringan ulama” adalah jalinan hubungan yang kompleks dan luas, yang
terdapat baik yang terbentuk antar ulama sendiri maupun antara ulama dan murid-
muridnya.
3
Mark M. Krug. (1999). History and Social Science: New Approacher to the Teaching of
Social Studies. Toronto London: Waltham Massachuset. Hlm.2-4.
4
Utopia adalah sistem sosial politik yang sempurna yang hanya ada dalam bayangan
(khayalan) dan sulit atau tidak mungkin diwujudkan dalam kenyataan.
Lihat https://kbbi.web.id/utopia
Dalam tradisi keilmuan Islam, rihlah ilmiah bukanlah hal yang baru. Pasca wafatnya
Rasulullah Saw para sahabat melakukan rihlah ilmiah untuk mengumpulkan dan
merekam hadits yang ditinggalkan Rasulullah Saw. Dalam perkembangan selanjutnya
perjalanan keilmuan tersebut bukan hanya menghasilkan kumpulan hadits, tetapi juga
mendorong terbentuknya “jaringan” sahabat Nabi Saw yang terlibat dalam usaha
merekam, menghafal, dan mencatat hadits Rasulullah Saw.5
Proses tradisi intelektual ini tidak terlepas dari proses tranmisi dan difusi ajaran dan
gagasan Islam selalu melibatkan semacam “jaringan intelektual” (intellectual
networks), baik yang terbentuk di kalangan ulama maupun salah satu segmen dari
kaum intelektual secara keseluruhan. Yang disebut sebagai “jaringan ulama” adalah
jalinan hubungan yang kompleks dan luas, yang terdapat baik yang terbentuk antar
ulama sendiri maupun antara ulama dan murid-muridnya.6
Terjadinya aliran-aliran dalam teologi Islam karena perbedaan pandangan dalam dan
memberikan penjelasan tentang Tuhan, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya, dan persoalan-
persoalan Theologi Islam lainnya. Kaum muslimin dengan segala ketekunan
memahami al-Qur’an dan hadits-hadits Rasul yang bertalian dengan soal-soal
tersebut, menguraikan dan menganalisanya, dan masing-masing golongan Theologi
Islam berusaha memperkuat pendapat-pendapatnya dengan ayat-ayat al-Qur’an dan
hadits-hadits tersebut. Dalil-dalil akal-pikiran yang telah dipersubur oleh filsafat
Yunani dan peradaban-peradaban lainnya yang berperan penting dalam
memperkembang Teologi Islam. Bahasa Arab digunakan sebagai alat memahami al-
Qur’an dan hadits Rasul sebagai sumber theologi Islam, juga merupakan hal yang
5
Ahmad Shahal Mahfud. (2001). “Ijitihad Sebagai Kebutuhan”. Dalam
Jurnal Pesantren Nomor 2. Vol 1. Hlm. 105
6
Ahmad Safi’ Ma’arif. (2010). Muhammadiyah dan High Politiknya. Dalam Ulul Qur’an.
Nomor 2 Vol. VII. Tahun 1995. Hlm. 105. Dalam khasanah keilmuan Islam terdapat tradisi
yang sering disebut “rihlah ilmiah”. Penjelasan lebih lanjut lihat Hasan Asari.
(2006). Menguak Sejarah Mencari ‘Ibrah: Risalah Sejarah Sosial-Intelektual Muslim Klasik.
Bandung: Citapustaka Media. Hlm. 198. dan Umar Ridha Kahhalah. Dirasaat al-
Ijtima’iyyah fi al-‘ushur al-Islamiyyah. Hlm.54
penting untuk memberikan analisis, dalam memberikan pemahaman sebagai
dalil naqli dan ‘aqli.
Prinsip rasionalis pada dasarnya bahwa akan diberikan peranan utama dalam
penjelasan. Penerapan ini mempunyai banyak konsekuensi yang berbeda-
beda.7 Secara umum rasionalisme adalah pendekatan filosofis yang menekankan akal
budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan yang bebas dari pengamatan indrawi.
Para penganut prinsip rasionalis memiliki pendirian bahwa suatu argumen akan
dipandang bermakna apabila suatu penjelasan dapat diverifikasi melalui rasio.
Dengan proses pemikiran abstrak dapat mencapai kebenaran fundamental yang tidak
dapat disangkal. Realitas dapat diketahui secara tidak tergantung dari pengamatan,
pengalaman dan penggunaan metode empiris.
Akal budi merupakan sumber utama pengetahuan, dan ilmu pengetahuan pada
dasarnya adalah suatu sistem deduktif yang dapat dipahami secara rasional dan tidak
secara langsung berhubungan dengan pengetahuan indrawi. Kebenaran tidak diuji
melalui prosedur verifikasi indrawi, tetapi dengan kriteria seperti konsistensi logis.
Golongan teologi Islam klasik terutama Mu’tazilah, memusatkan perhatiannya untuk
penyiaran Islam melalui dialogis filosofis dan membantah alasan-alasan orang yang
memusuhi Islam melalui argumentasi logis.8 Golongan Islam tidak akan bisa
menghadapi lawan-lawannya, jika mereka tidak mengetahui pendapat-pendapat
lawannya. Akhirnya wilayah Islam menjadi arena perdebatan bermacam-macam
pendapat. Hal ini mempengaruhi masing-masing pihak, di antaranya mempergunakan
argumentasi rasional dalam menjelaskan dan mempertahankan pendapat mereka.
Sebagian umat Islam mempelajari metode-metode filsafat Yunani untuk digunakan
7
Abdul Mustaqim. (2014). Model Penelitian Tokoh Dalam Teori dan Aplikasi. Dalam Jurnal
Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an dan Hadist. Vol. 15 Nomor 2. Edisi Juni 2014. Hlm.92
8
Ismail Asy-Syarafa. (2005). Paradikma Pendidikan Muhammadiyah, Dalam Jurnal Studi
Keislaman. Vol 1. No 1 Edisi Desember 2005. Hlm. 210
dalam menjelaskan dan mempertahankan ajaran Islam, di antaranya adalah golongan
mu’tazilah.
Keutamaan dalil rasio di antara empat jenis dalil tersebut, bahwa dalil rasio tersebut
membawa kepada pengetahuan tentang adanya Tuhan berdasarkan argumentasi yang
spekulatif. Qadi beralasan bahwa tubuh adalah fana tidak kekal. Oleh karena itu pasti
ada zat lain yang tidak fana yang merupakan perancang dan pencipta makhluk yang
fana. Proses penalaran dari penciptaan tubuh yang fana sampai pada konsekwensi
9
Imam Muhammad Abu Zahrah. (1996). Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam. Jakarta:
Logos. Hlm. 149
10
Dik Hartoko. (2013). Dualisme Pendidikan di Indonesia. Dalam Jurnal Lentera Pendidikan.
Vol. 16 Nomor. 2 Edisi Desember 2013. Hlm. 63-64
logis bahwa pasti ada pencipta yang kekal, yang terdapat dalam sebagian besar
penjelasan.
Sumbangan yang paling penting dari Hidayat Nata Atmaja untuk pengembangan
wacana Islam Indonesia adalah usaha beliau untuk memisahkan modernisme dari
skriptualisme. Nurcholis Madjid memberikan penilaian yang lebih realistis tentang
bagamana Muslim harus mendekati kemodernan.12 Menurut Nurcholis Madjid,
Muslim Indonesia kembali mengalami kelambanan dalam pemikiran dan
11
Nurcholish Madjid. (1992). Islam, Kemodernan dan Ke-Melayu-Nusantaraan. Bandung:
Bulan Bintang. Hlm. 175-177
12
Fakhri Ali, Bakhtiar Effendi. (2011). Akar Tradisi Politik Sunni di Indonesia Pada Masa
Kerajaan Islam di Nusantara. Universitas sumatera Utara. Dalam Jurnal ISLMICA Vol. 6
Nomor 1 September. Hlm. 175-177
perkembangan pendidikan Islam. Beliau menerangkan bahwa kebutuhan terhadap
pembaharuan pemikiran lebih mendesak ketimbang kebutuhan untuk
mempertahankan kesepakatan intelektual umat. Dalam pidatonya beliau
menggambarkan organisasi modernis seperti Muhammadiyah telah kaku, mungkin
tidak mampu menangkap semangat dinamis dan progresif dari gagasan perbaikan itu
sendiri.13 Ia menghimbau untuk mengakhiri perdebatan antar aliran dan beralih untuk
memperjuangkan sebuah metode penalaran.
Dalam keadaan genting ini kehadiran kalam Mu’tazilah menjadi signifikan dalam
wacana Indonesia. Harun Nasution berpaling pada kalam Mu’tazilah, karena kalam
ini mengizinkan penggunaan nalar dalam masalah keagamaan. Di kalangan teologi
Islam di Indonesia, hanya Mu’tazilah yang membedakannya dari mazhab Islam yang
lain adalah keutamaan nalar spekulatif (nazar).14 Bagi Mu’tazilah nalar spekulatif
sangat penting untuk mengetahui Tuhan dan memahami keadilannya, dan kemudian
mematuhinya. Terlepas dari cara theolog Mu’tazilah memahami hasil refleksi dan
penalaran spekulatif mereka yang posisinya di bawah al-kitab sebagai dalil
pembuktian. Pendekatan ini, yaitu: Pertama, penalaran spekulatif merupakan usaha
yang dilakukan oleh theolog Mu’tazilah untuk memahami persoalan agama. Dengan
kata lain nalar spekulatif adalah anti tesis dari peran dogma kitab suci, yang menjadi
pendirian Sunni. Kedua, bagaimanapun, karena manusia bukan makhluk yang
absolut, maka semua yang mereka hasilkan adalah kondisional. Ketiga, karena itu,
kebenaran manusia adalah relatif (zanny) dan temporal. Ketidakpastian ini
merupakan kualitas yang esensial dari semua aktifitas intelektual manusia, termasuk
penalaran spekulatif.
13
Susikna Azhari. (2006). Jalinan Komunikasi Hubungan Muhammadiyah dan NU Dalam
Menentukan Hisab dan Ruqyah. Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Yokyakarta.
Dalam Jurnal Al-Jami’ah. Vol 44. Nomor 22. Hlm 454.
14
A. Malik, M. Thaha Tuannaya. (2011). Dakwah Berwawasan Multikultural (Stud Kasus
Tentang Da’I/ Mubaligh/ Penyulu di Kota Banda Aceh. Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI. Dalam Jurnal PANAMAS.Vol xxlv. No 1, Edisi Januari-April. Hlm
19
Indonesia dengan kelembagaan yang berkembang dan Muhammadiyah sebagai
organisasi yang mengisi kemerdekaan memberikan kontribusinya yang sangat luar
biasa terutama dalam bidang pendidikan yang bersipat rasional (keselarasan antara
rasio dan wahyu), pasilitas pendidikan yang bersifat modern, pengembangan
lembaga-lembaga kesehatan, lembaga perguruan tinggi yang bersifat modern dan
berselaras antara keilmuan agama dan keilmuan modern. Pola fikir yang rasional,
terlihat jelas pada intelektualisme yang bersinergi dalam kemodern Islam.
Dari sinilah timbulnya persoalan besar yang menyebakan perpecahan umat Islam,
yang berkaitan dengan pelaku dosa besar, sedangkan mereka pada awalnya sudah
beriman, kemudian berlanjut pada persoalan orang mukmin yang melakukan dosa
kecil terus-menerus. Selanjutnya berlanjut pada persoalan status al-Qur’an apakah
hadits atau qadim, dan masuk pada pemahaman makna ayat-ayat mutasyabihat,
sampai pada zat, sifat dan af’al Allah.
Secara garis besar, pemikiran umat Islam dapat dibagi kepada empat kelompok,
yakni: Pertama, bidang ketuhanan, yang meliputi pembahasan mengenai Allah dan
sifat-sifat-Nya dan hubungan alam semesta dengan-Nya. Kedua, bidang akhlak
(etika), yang meliputi pembahasan mengenai manusia dan perilakunya; hubungan
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesamanya, hubungan manusia
dengan alam semesta. Ketiga, bidang fisika; meliputi pembahasan tentang alam
pertumbuhan dan perkembangannya. Keempat, bidang eksakta, yang meliputi
pembahasan mengenai keilmuan seperti; matematika, geometri, astronomi dan lain
sebagainya.16
Hasil pemikiran umat Islam tentang ke empat hal tersebut cukup banyak membawa
perkembangan terhadap ilmu pengetahuan dan peradaban manusia. Hal ini memiliki
nilai yang penting dalam kehidupan manusia. Terkait dengan permasalahan
ketuhanan, banyak konsep-konsep pemikiran yang muncul. Hal ini disebabkan
15
Oman Fathurrahman. (2004). “Tradisi Intelektual Islam Melayu-Indonesia: Adaptasi dan
Pembaharuan: Book Review Peter Riddell, Islam and the Malay-Indonesian World.
Singapore: Horizon Books. (2001), dalam Jurnal Studia Islamika. Vol. 8, No. 3. Jakarta:
Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat. PPIM. UIN Syarif Hidayatullah. Hlm.212.
16
A. Hanafi. (2012). Pengantar Theologi Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna. Hlm.18
ketuhanan merupakan hal mendasar dalam ajaran Islam, persoalannya sangat rumit
dan unik.
Tuhan merupakan hal yang Maha Ghaib, sehubungan dengan maha ghaibnya Tuhan,
maka muncullah bermacam-macam konsep pemikiran rasional. Terkait dengan
masalah-masalah ini menjadi kajian dalam teologi, yang membahas secara rasional
dalam teologi Islam seperti aliran Mu’tazilah, As’ariyah, Maturidiyah dan lain
sebagainya, sedangkan dalam filsafat termasuk pada kajian metafisika.
Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi Islam terbesar dengan jumlah
anggota terbanyak di Indonesia, dan merupakan suatu organisasi yang berbasis massa
di bawah kepemimpinan ulama. Keyakinan yang mendalam terhadap pelbagai
pemikiran, gagasan, konsep di segala hal, serta metode-metode yang diusung NU
diyakini sebagai kunci utama NU untuk dapat eksis dan terus bertahan hingga hari
ini.17
Lahirnya jam'iyyah NU tidak ubahnya seperti mewadahi suatu barang yang sudah
ada. Dengan kata lain, wujud NU sebagai organisasi keagamaan itu, hanyalah sekedar
penegasan formal dari mekanisme informal para ulama sepaham, pemegang teguh
salah satu dari empat mazhab: Syafi'i, Maliki, Hanafi, dan Hambali yang sudah
berjalan dan sudah ada jauh sebelum lahirnya jam'iyyah NU.
17
Slamet Effendi Yusuf(2011). Membendung Radikalisme, Merajut Kerukunan Umat
Beragama: Sebuah Upaya Rekontruktif Terhadap Pendidikan Agama Islam Di Perguruan
Tinggi Umum. Akademi Maritim: Samarinda. Dalam Jurnal TEMPO. Vol. 12 Nomor 2. Edisi
Juni- Desember. Hlm 322.
Tujuan didirikannya NU adalah memelihara, melestarikan, mengembangkan dan
mengamalkan ajaran Islam Ahlusunnah wal jamaah yang menganut salah satu dari
mazhab empat, dan mempersatukan langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya
serta melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan
masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat serta martabat manusia.18
Untuk itu kehadiran NU memiliki peranan yang penting untuk Indonesia di antaranya
melakukan perubahan-perubahan dalam sikap dan pandangan dunia banyak kalangan
Muslim, khususnya dalam beradaptasi dengan tantangan-tantangan modernisasi.
Peranan ini terkadang disalahpahami oleh para pengamat. Mereka melihat NU
sebagai penghubung, antara negara modern dan masyarakat tradisional. Clifford
Geertz, misalnya menempatkan kiai NU sebagai "makelar budaya". Tetapi
penggunaan istilah ini, juga dengan pemahaman suatu proses di mana "makelar
budaya" melakukan seleksi mana budaya yang bisa diterima dan mana yang harus
ditolak mengimplikasikan seolah "para makelar budaya" itu sendiri tidak memiliki
pandangan dan pendekatan-pendekatan yang orisinil.
Pandangan tentang peranan kiai pesantren ini, yang tercatat sebagai salah satu eleman
terpenting dalam kepemimpinan NU, telah dibantah oleh hasil penelitian Hiroko
Horikhosi. Hasil studinya mengenai fungsi sosial kiai di Jawa Barat menunjukkan
bahwa daya dorong perubahan itu datang dari dalam inti pemikiran agama, yang
mengiring interaksi yang panjang dengan modernisasi itu sendiri.
Agama memiliki kedudukan dan peran yang sangat penting dalam kehidupan bangsa
Indonesia. Pengakuan akan kedudukan dan peran penting agama tercermin dari
penetapan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama falsafah negara
Pancasila, yang juga dipahami sebagai sila yang menjiwai sila-sila Pancasila lainnya.
Oleh sebab itu, pembangunan agama bukan hanya merupakan bagian integral
pembangunan nasional, melainkan juga bagian yang seharusnya melandasi dan
menjiwai keseluruhan arah dan tujuan pembangunan nasional.
Selain memiliki posisi yang sangat penting, agama juga menepati posisi yang unik
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini tercermin dalam suatu rumusan
terkenal tentang hubungan antar agama dan negara di Indonesia bahwa “ Indonesia
bukanlah negara teokratis, tetapi bukan pula negara sekuler”20. Rumusan ini berarti
tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara tidak didasarkan pada satu paham atau
keyakinan agama tertentu, namun nilai-nilai keluhuran, keutamaan, dan kebaikan
19
H. Muchith A. Karim. (2003). Potret Interaksi Sosial Lintas Agama di Mandor
Pontianak. Puslitbang Kehidupan Beragama Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan
Derpatemen Agama RI: Jakarta. Dalam jurnal Multikultural dan Multireligius. Vol.II. No 7.
Edisi Juli-September. Hlm 301
20
T. Narda. (2004). Rekonsiliasi dan Persoalan Transisi Demokrasi Kita (Dilihat dari
Komunikasi dan Media dalam Islam). The Riden Institute: Semarang. Dalam Jurnal
HARMONI. Vol II. Nomor. 8. Edisi Januari-Juni. Hlm 323.
yang terkandung dalam agama-agama diakui sebagai sumber dan landasan spiritual,
moral dan etika bagi kehidupan bangsa dan negara.
21
Abdurrahman Kasdi, Ummah Farida. (2013). Amal Ma’ruf Nahi Mungkar Menurut Al-
Qur’an (Kajian Semantik). Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN): Kudus. Dalam
Jurnal HERMENEUTIK Jurnal tafsir dan Hadist. Vol. 9 Nomor 2, Edisi Juni-Desember. Hlm
257.
Kesimpulan
Buku
Jurnal
Ali, Fakhri. Bakhtiar Effendi. (2011). Akar Tradisi Politik Sunni di Indonesia
Pada Masa Kerajaan Islam di Nusantara. Universitas sumatera Utara. Dalam
Jurnal ISLMICA Vol. 6 Nomor 1 September.
Mustaqim, Abdul. (2014). Model Penelitian Tokoh Dalam Teori dan Aplikasi.
Dalam Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an dan Hadist. Vol. 15 Nomor 2. Edisi
Juni 2014.
Curriculum Vitae
I. Data Pribadi
4. Agama : Islam
(Tahun) Pendidikan