Anda di halaman 1dari 137

BAB 

II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1 Aspek Geografi dan Demografi 
2.1.1 Aspek Geografi
2.1.1.1 Geografi dan Administrasi
Kabupaten Jepara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah
yang beribukota di Jepara, dengan jarak tempuh ke Ibukota Provinsi (Kota Semarang)
sekitar 71 km. Secara geografis Kabupaten Jepara terletak pada posisi 110°9'48,02"
sampai   110°58'37,40"   Bujur   Timur,   5°   43'   20,93"   sampai   6°   47'   25,81"   Lintang
Selatan. Batas­batas wilayah administratif Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut :
 Sebelah Utara : Laut Jawa
 Sebelah Selatan : Kabupaten Demak
 Sebelah Barat : Laut Jawa
 Sebelah Timur : Kabupaten Kudus dan Kabupaten Pati

Sumber: RTRW Kabupaten Jepara Tahun 2011­2031

Gambar 2.1
Peta Wilayah Administratif Kabupaten Jepara

Kabupaten Jepara meliputi 16 kecamatan, 11 kelurahan, dan 184 desa, 1.015
RW dan 4.766 RT. Kecamatan dengan jarak terdekat dari ibukota kabupaten adalah
Kecamatan Tahunan, yaitu 7 km dan yang terjauh adalah Kecamatan Karimunjawa,
yaitu   90   km.   Luas   wilayah   Kabupaten   Jepara   adalah   1.004,132   km2,   dengan
Kecamatan terluas adalah Kecamatan Keling (123,116 km 2), dan yang terkecil adalah

II­1
Kecamatan Kalinyamatan (23,700 km2). Secara lebih detail, luas dari masing­masing
kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1
Luas Wilayah Kabupaten Jepara per Kecamatan

No Kecamatan Luas (Km2) Persentase (%) Desa/Kel


1. Kedung 43,063 4,29 18
2. Pecangan 35,878 3,57 12
Kalinyamata 23,700 2,36 12
3.
n
4. Welahan 27,642 2,75 15
5. Mayong 65,043 6,48 18
6. Nalumsari 56,965 5,67 15
7. Batealit 88,879 8,85 11
8. Tahunan 38,906 3,87 15
9. Jepara 24,667 2,46 16
10. Mlonggo 42,402 4,22 8
11. Pakis Aji 60,553 6,03 8
12. Bangsri 85,352 8,50 12
13. Kembang 108,124 10,77 11
14. Keling 123,116 12,26 12
15. Donorojo 108,642 10,82 8
16. Karimunjawa 71,200 7,09 4
  Jumlah 1.004,132 100,00 195
Sumber: BPS Kabupaten Jepara, 2017

Berdasarkan   letak,   Kabupaten   Jepara   dipandang   “kurang   menguntungkan”


karena   tidak   dilalui   oleh   Jalur   Pantura   yang   merupakan   jalur   utama   pergerakan
distribusi  barang  dan   manusia  di  Pulau  Jawa.  Meski  demikian,  Kabupaten  Jepara
mempunyai potensi strategis ditinjau dari letak geografis kelautan, terlebih dengan
kembali   menguatnya   paradigma   pembangunan   yang   berbasis   kemaritiman.
Keunggulan   komparatif   yang   menonjol   dari   aspek   maritim   adalah   garis   pantai
sepanjang   ±82   km   yang   sangat   potensial   untuk   pengembangan   pariwisata,   salah
satunya   adalah   Kawasan   Karimunjawa   yang   telah   ditetapkan   sebagai   salah   satu
Kawasan   Pengembangan   Pariwisata   Nasional   (KPPN),   Destinasi   Pariwisata   Nasional
(DPN)   dan   Kawasan   Strategis   Pariwisata   Nasional   (KSPN)   berdasarkan   Peraturan
Pemerintah   Republik   Indonesia   Nomor   50   Tahun   2011   Tentang   Rencana   Induk
Pembangunan  Kepariwisataan  Nasional Tahun  2010 –  2025. Selain  itu, Kabupaten
Jepara juga memiliki daerah perbukitan yang merupakan bagian dari lereng Gunung
Muria sehingga potensial untuk pengembangan perkebunan dan kehutanan.

2.1.1.2 Topografi
Kabupaten Jepara yang merupakan daerah di kawasan Utara Jawa ini secara
topografi dapat dibagi dalam empat wilayah yaitu:
1. wilayah pantai di bagian pesisir Barat dan Utara
2. wilayah dataran rendah di bagian Tengah dan Selatan

II­2
3. wilayah   pegunungan   di   bagian   Timur   yang   merupakan   lereng   Barat   dari
Gunung Muria
4. wilayah   perairan   atau   kepulauan   di   bagian   Utara   yang   merupakan
serangkaian Kepulauan Karimunjawa.
Kabupaten   Jepara   memiliki   variasi   ketinggian   antara   0   m   sampai   dengan
1.301 mdpl (dari permukaan laut), daerah terendah adalah Kecamatan Kedung antara
0­2 mdpl yang merupakan dataran pantai, sedangkan daerah yang tertinggi adalah
Kecamatan   Keling   antara   0­1.301   mdpl   merupakan   perbukitan.Variasi   ketinggian
tersebut   menyebabkan   Kabupaten  Jepara   terbagai   dalam  empat   kemiringan   lahan,
yaitu   datar   41.327,060   Ha,   bergelombang   37.689,917   Ha,   curam   10.776   Ha   dan
sangat curam 10.620,212 Ha. Sebagai akibat dari wilayah yang cenderung ke arah
kawasan pesisir pantai.

Sumber: RTRW Kabupaten Jepara Tahun 2011­2031

Gambar 2.2
Peta Kelerengan Kabupaten Jepara

Kabupaten Jepara memiliki 6 bentuk lahan yang fungsional yaitu 1) Dataran;
2) Dataran aluvial; 3) Lembah aluvial; 4) Pegunungan sekitar pantai; 5) Perbukitan;
dan   6)   Rawa   pasang   surut.   Bentuk   lahan   yang   dimiliki   oleh   Kabupaten   Jepara
menyebabkan terjadinya perubahan jenis tanah. Jenis di Kabupaten Jepara menurut
topografi kawasan terbagi ke dalam 4 Jenis tanah yaitu 1) Andosol coklat; 2) Regosol;
3) Alluvial; dan 4) latosol.
Daratan utama Kabupaten Jepara berdasarkan sistem hidrologi merupakan
kawasan yang berada pada lereng Gunung Muria bagian Barat yang mengalir sungai­
sungai   besar   yang   memiliki   beberapa   anak   sungai.   Sungai­sungai   besar   tersebut

II­3
antara lain Sungai Gelis, Keling, Jarakan, Jinggotan, Banjaran, Mlonggo, Gung, Wiso,
Pecangaan,   Bakalan,   Mayong   dan   Tunggul.   Berdasarkan   karakteristik   topografi
wilayah,aliran   sungai   relatif   dari   daerah   hulu   di   bagian   Timur   (Gunung   Muria)   ke
arah   Barat   (Barat   Daya,   Barat,   dan   Barat   Laut)   yaitu   daerah   hilir   (Laut   Jawa).
Penutupan   batuan   atau   singkapan   batuan   merupakan   masalah   yang   terjadi   pada
permukaan   tanah   yang   tertutup   oleh   batuan   di   Kabupaten   Jepara,   hal   tersebut
menjadi salah satu sebab kurang suburnya tanah di Kabupaten Jepara karena tanah
yang tertutup batuan menjadi keras dan sulit untuk ditanami.
Tabel 2.2
Ketinggian Wilayah Kabupaten Jepara per Kecamatan (mdpl)

No Kecamatan Ketinggian

1. Kedung 0­2
2. Pecangaan  2­17
3. Kalinyamatan  2­29
4. Welahan  2­7
5. Mayong 13­438
6. Nelumsari  13­736
7. Batealit 68­378
8. Jepara 0­46
9. Tahunan  0­50
10. Mlonggo  0­300
11. Pakisaji 25­1.000
12. Bangsri 0­594
13. Kembang 0­1.000
14. Keling 0­1.301
15. Donorojo 0­619
16. Karimunjawa 0­100
Sumber: BPS Kabupaten Jepara, 2017.

2.1.1.3 Geologi dan Struktur Tanah
Kabupaten   Jepara   merupakan   dataran   aluvial   yang   tersusun   oleh   endapan
lumpur yang berasal dari sungai­sungai yang bermuara di pesisir pantai dan terbawa
oleh arus sepanjang pantai. Sebaran jenis tanah pada wilayah ini yaitu berupa aluvial
hiromorf, regosol coklat, asosiasi mediteran coklat tua dan mediteran coklat, grumosol
kelabu   tua,   asosiasi   hidromorf   kelabu,   dan planosol   coklat   keabuan.   Kabupaten
Jepara terletak pada lereng Utara dan Barat Gunung Muria. 
Daratan   Kabupaten   Jepara   terdapat   beberapa   jenis   tanah,   yang   dapat
diklasifikasikan menjadi 5 jenis tanah sebagai berikut:
 Tanah Andosol Coklat. Terdapat di perbukitan dan puncak Muria bagian
utara Muria dengan luas tanah 3.525.469 Ha, atau 3,51 %.

II­4
 Tanah Regosol. Terdapat di bagian utara Kabupaten Jepara dengan luas
tanah 2.700,857 Ha atau 2,69 %.
 Tanah   Alluvial.   Terdapat   di   sepanjang   pantai   utara   dengan   luas   tanah
9.126,433 Ha, atau 9,09 %.
 Tanah   Asosiasi   Mediteran.   Terdapat   di   pantai   barat   Kabupaten   Jepara
dengan luas tanah 19.400,458 Ha, atau 19,32 %.
 Tanah   Latosol.   Jenis   tanah   ini   paling   dominan   di   Kabupaten   Jepara
terdapat di perbukitan Gunung Muria dengan luas tanah 65.659,972 Ha, atau
65,39%.

Sumber: Review RTRW Kabupaten Jepara, 2015

Gambar 2.3
Peta Jenis Tanah Kabupaten Jepara

Lahan   di   kawasan   Kabupaten   Jepara   cocok   digunakan   untuk   budidaya


tambak   mengingat   kondisi   fisik   lingkungannya   yang   dekat   dengan   pantai.   Selain
sebagai budidaya tambak lahan di kawasan Jepara yang datar juga cocok difungsikan
untuk perkebunan atau budidaya pertanian ringan khususnya pada kawasan yang
berbukit.   Lahan   di   Kabupaten   Jepara   terdapat   banyak   kawasan   yang   merupakan
hasil dari pengendapan tanah yang terkena air sunagi atau laut akibat abrasi yang
sulit   difungsikan   dan   terkadang   berubah   menjadi   daerah   rawa   yang   hanya   bisa
dimanfaatkan untuk budidaya tanaman tertentu.

2.1.1.4 Klimatologi 

II­5
Kabupaten Jepara beriklim tropis dengan pergantian musim penghujan dan
kemarau.   Musim   penghujan   antara   bulan   Januari­Juni   dipengaruhi   oleh   musim
Barat, sedangkan musim kemarau antara bulan Juli­Desember yang dipengaruhi oleh
angin musim Timur. Jumlah hari hujan pada tahun 2015 adalah 152 hari. Curah
hujan   tertinggi   tercatat   1122   mm 3,   dengan   jumlah   hari   hujan   29   hari   di   bulan
Januari.  Sedangkan   curah   hujan   terendah   sebesar  5 mm 3  dengan  1  hari  hujan  di
bulan Oktober. Adapun suhu di Kabupaten Jepara berkisar antara 20,60 oC sampai
dengan 34,20oC. Hal ini dikarenakan Kabupaten Jepara berada dalam iklim tropis. 

Sumber: Review RTRW Kabupaten Jepara, 2015 

Gambar 2.4
Peta Curah Hujan Kabupaten Jepara

2.1.2 Demografi
Menurut  BPS dalam Jepara Dalam Angka Tahun 2017, jumlah  penduduk di
wilayah Kabupaten Jepara tahun 2016 sebanyak 1.205.800 jiwa, terdiri dari 601.206
laki­laki   dan   604.594   perempuan.  Kategori   umur   penduduk   Kabupaten   Jepara
sebagian   besar   adalah   penduduk   umur   produktif,   yaitu   67,9   %   penduduk   yang
berusia   antara   15­64   tahun.   Kondisi   ini   menunjukkan   bahwa   Kabupaten   Jepara
sedang berada dalam sebuah kondisi yang disebut dengan bonus demografi. Bonus
demografi adalah suatu kondisi dimana jumlah penduduk usia produktif (15 tahun ­

II­6
64 tahun) di suatu wilayah lebih besar dari jumlah penduduk usia tidak produktif
(kurang dari 14 tahun dan diatas 65 tahun). Sementara itu, angka ketergantungan di
Kabupaten Jepara pada Tahun 2016 mencapai 47,26%. 

Sumber: BPS Kabupaten Jepara, 2017

Gambar 2.5
Jumlah Penduduk Kabupaten Jepara Berdasarakan Usia 
Tahun 2016 (jiwa)

II­7
Kepadatan   penduduk   Kabupaten   Jepara   pada   tahun   2016   adalah   1.201
jiwa/km2  dengan   laju   pertumbuhan   rata­rata   tahun   2015­2016   mencapai   1,47%.
Semantara itu, penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Tahunan (115.504 jiwa),
sedangkan   yang   paling   sedikit   di   Kecamatan   Karimunjawa   (9.379   jiwa).   Detail
persebaran   penduduk   berdasarkan   kecamatan   dan   kepadatannya   adalah
sebagaimana tercantum pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.3
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Jepara per Kecamatan
Tahun 2016 

No. Kecamatan Jml Pddk (jiwa) Kepadatan(km2/jiwa)


1 Kedung 77.813 1.807
2 Pecangaan 85.082 2.404
3 Kalinyamatan 64.722 2.677
4 Welahan 74.843 2.708
5 Mayong 90.402 1.390
6 Nalumsari 74.155 1.302
7 Batealit 86.083 969
8 Tahunan 115.504 2.969
9 Jepara 89.116 3.613
10 Mlonggo 86.529 2.041
11 Pakis Aji 60.903 1.006
12 Bangsri 102.495 1.201
13 Kembang 70.122 649
14 Keling 62.448 507
15 Donorojo 56.204 517
16 Karimunjawa 9.379 132
Jumlah 1.205.800 1.201
Sumber: BPS Kabupaten Jepara, 2017

2.1.3 Potensi Pengembangan Wilayah 
Keberadaan  ruang adalah terbatas. Dengan  demikian, rentan menimbulkan
konflik   antar   pemangku   kepentingan   (stakeholders),   terlebih   dengan   karakteristik
masyarakat   pesisir   yang   lebih   terbuka   dan   keras.   Beberapa   permasalahan   yang
muncul,   baik   yang   bersifat   alamiah   maupun   sebagai   bagian   dari   dinamika
pembangunan di Kabupaten Jepara, yang sifatnya strategis antara lain:
1. Beberapa bagian wilayah Kabupaten Jepara memiliki topografi lebih dari 40%
(sangat curam) sehingga berpotensi longsor.
2. Sebagian   jenis  tanah   di   Kabupaten   Jepara   ada   yang   sangat   peka   terhadap
erosi   (regosol   coklat)   sehingga   tidak   memungkinkan   untuk   dilakukan
pengembangan di atasnya.
3. Adanya rawan bencana banjir, tanah longsor dan angin topan akan menjadi
salah satu kendala dalam pembangunan wilayah.

II­8
4. Permasalahan   lingkungan,   seperti   alih   fungsi   lahan   yang   belum   terkendali
(terutama dari kawasan lindung ke kawasan budidaya) dengan baik, abrasi
dan   rob,   kerusakan   daerah   hulu   sungai   akibat   pertambangan   yang   tidak
berwawasan lingkungan.
5. Terpusatnya   perkembangan   pada   kawasan­kawasan   tertentu,   sehingga
mempersulit dalam pemerataan pembangunan.
6. Belum   optimalnya   fungsi   pengendalian   yang   bersifat   preventif   agar   tidak
terjadi konflik dalam pemanfaatan ruang.
Dengan penataan ruang yang terpadu, serasi dan berkualitas, maka semua
stakeholders  pembangunan   akan   mempunyai   rujukan   yang   sama   dalam
memanfaatkan   ruang.   Hal   ini,   selain   akan   memberikan   kepastian   hukum   dalam
pemanfaatan   ruang   juga   akan   mendorong   masyarakat   untuk   berperan   aktif,   baik
pada proses perencanaan, pemanfaatan maupun pengendalian pemanfaatan ruang.
Dalam   perspektif   inilah   sekaligus   untuk   mengarahkan   pembangunan   di
Kabupaten Jepara dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, serasi,
selaras,   seimbang,   dan   berkelanjutan   dalam   rangka   meningkatkan   kesejahteraan
masyarakat   dan   pertahanan   keamanan,   disusun   Rencana   Tata   Ruang   Wilayah
(RTRW) Kabupaten Jepara (Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2011
tentang RTRW Kabupaten Jepara Tahun 2011­2031).
Rencana struktur ruang Kabupaten Jepara diwujudkan berdasarakan arahan
pengembangan sistem pusat kegiatan dan sistem jaringan prasarana wilayah. 
 Rencana sistem pusat kegiatan, terdiri dari:
1. Pusat   Kegiatan   Lokal   (PKL)   sebagai   kawasan   perkotaan   yang   berfungsi
untuk   melayani   kegiatan   skala   kabupaten   atau   beberapa   kecamatan,
meliputi : perkotaan Jepara dan Pecangaan;
2. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp) sebagai pusat kegiatan yang untuk
di kemudian hari ditetapkan sebagai PKL, meliputi : perkotaan Bangsri,
Mayong, Keling dan Karimunjawa;
3. Pusat   Pelayanan   Kawasan   (PPK)   sebagai   kawasan   perkotaan   yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa,
meliputi   :   perkotaan   Kedung,   Mlonggo,   Batealit,   Kembang,   Pakisaji,
Kalinyamatan, Nalumsari, Welahan, dan Donorojo; dan
4. Pusat   Pelayanan   Lingkungan   (PPL)   sebagai   pusat   permukiman   yang
berfungsi   untuk   melayani   kegiatan   skala   antardesa,   meliputi   :   Desa
Mantingan,   Teluk   Awur,   Raguklampitan,   Kerso,   Kedungmalang,
Ujungwatu,   Keling,   Suwawal,   Slagi,   Lebak,   Bondo,   Srikandang,   Bucu,
Tubanan,   Guwosobokerto,   Ngroto,   Welahan,   Troso,   Kaliombo,
Banyuputih,   Mayong   Kidul,   Pelang,   Bandung,   Pringtulis,   Daren   dan
Ngetuk.
 Peran pusat kegiatan, meliputi:

II­9
1. PKL   sebagai   pusat   pemerintahan   kabupaten,   pelayanan   sosial   dan
ekonomi,   permukiman   perkotaan,   perdagangan,   industri,   perikanan,
pendidikan tinggi, perhubungan, pariwisata dan pertanian;
2. PKLp   sebagai   pusat   pengembangan   pelayanan   sosial   dan   ekonomi,
pengembangan permukiman perkotaan, perdagangan, industri, pertanian
perikanan, pengembangan budi daya hutan, riset perikanan, pelestarian
sumber daya alam, konservasi, perhubungan dan pariwisata;
3. PPK sebagai pusat pemerintahan kecamatan dan pusat pelayanan sosial
ekonomi skala kecamatan; dan
4. PPL sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi skala lingkungan.
 Rencana sistem jaringan prasarana wilayah, terdiri dari:
1. Sistem Jaringan Transportasi;
2. Sistem Jaringan Energi dan Kelistrikan;
3. Sistem Jaringan Telekomunikasi; 
4. Sistem Jaringan Sumber Daya Air; dan
5. Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan
Di bidang pariwisata Kabupaten Jepara memiliki banyak wilayah yang sangat
potensial dengan obyek wisata yang beragam namun pengembangannya masih belum
optimal, antara lain:
 Pantai   Kartini.   Terletak   ±   2,5   km   ke   arah   Barat   dari   Pendopo   Kabupaten
Jepara. Obyek wisata ini berada  di Kelurahan Bulu Kecamatan Jepara dan
merupakan obyek wisata alam yang menjadi dambaan wisatawan. Berbagai
sarana   pendukung   seperti   dermaga,   permainan   anak­anak   (komedi   putar,
mandi bola) dan lain­lain telah tersedia untuk pengunjung. Kawasan  dengan
luas tanah ± 3,5 ha ini merupakan kawasan strategis, karena sebagai jalur
transportasi   laut   menuju   obyek   wisata   Taman   Karimunjawa   dan   Pulau
Panjang. 
 Pantai Tirta Samudra. Lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Pantai
Bandengan  dan  terletak  ±7 km sebelah  Utara dari pusat kota. Pantai yang
airnya   jernih   dan   berpasir   putih   ini   sangat   cocok   untuk   lokasi   mandi.
Kawasan   obyek   wisata   yang   lahannya   cukup   luas   dan   sebagian   besar
ditumbuhi   rerimbunan   pohon   pandan   ini   memang   cocok     untuk   lokasi
kegiatan   para   remaja   seperti   kemah,   volley   pantai,   sepeda   pantai   atau
kegiatan serupa. 
 Benteng Portugis. Salah satu obyek wisata andalan di Jepara adalah Benteng
Portugis yang terletak di Desa Banyumanis Kecamatan Donorojo atau  ± 45
km di sebelah Utara kota Jepara, dan untuk mencapainya tersedia jalan aspal
dan   transportasi   reguler.   Dilihat   dari   sisi   geografis,   benteng   ini   nampak
sangat   strategis   untuk   kepentingan   militer   khususnya   zaman   dahulu   yang
kemampuan   tembakan   meriamnya   terbatas   2­3   km   saja.   Benteng   ini

II­10
dibangun di atas  sebuah bukit batu di pinggir laut  dan persis di depannya
terhampar Pulau Mondolika, sehingga praktis selat yang ada di depan benteng
ini berada di bawah kontrol meriam benteng sehingga akan berpengaruh pada
pelayaran kapal dari Jepara ke Indonesia Bagian Timur atau sebaliknya. 
 Air Terjun Songgolangit. Terletak di Desa Bucu Kecamatan Kembang ± 30 km
sebelah   Utara   dari   kota   Jepara.   Air   terjun   ini   mempunyai   ketinggian   ±   80
meter dan lebar ± 2 meter. 
 Perang     Obor   Tegal   Sambi.   Upacara   tradisional   “Obor­oboran”   merupakan
salah   satu   upacara   tradisional   yang   dimiliki   oleh   masyarakat   Kabupaten
Jepara, khususnya Desa Tegal Sambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara
yang   tiada   duanya   di   Jawa   Tengah   ini   dan   mungkin   di   seluruh   Indonesia.
Obor   pada   upacara   tradisional   ini   adalah   gulungan   atau   bendelan   2   (dua)
atau   3   (tiga)   pelepah   kelapa   yang   sudah   kering   dan   bagian   dalamnya   diisi
dengan   daun   pisang   kering   (Jawa:  klaras).   Obor   yang   telah   tersedia
dinyalakan bersama untuk dimainkan/digunakan sebagai alat untuk saling
menyerang sehingga sering terjadi benturan obor yang dapat mengakibatkan
pijaran­pijaran   api   yang   besar   yang   akhirnya   masyarakat   menyebutnya
dengan istilah “Perang Obor”.
 Kelenteng   “Hian   Thian   Siang   Tee”   Welahan.   Kelenteng   Welahan   yang   diberi
nama “Hian Thian Siang Tee” terletak 24 km ke arah Selatan dari pusat kota
Jepara,   di   Desa   Welahan   Kecamatan   Welahan   Kabupaten   Jepara,   sebuah
desa   yang   menyimpan   peninggalan   kuno   Tiongkok   dan   menjadi  salah   satu
asset wisata sejarah di Jepara, di mana berdiri megah 2 buah kelenteng yang
dibangun seorang tokoh pengobatan dari Tiongkok bernama Tan Siang Hoe
bersama dengan kakanya bernama Tan Siang Djie. 
 Makam Mantingan Jepara. Masjid dan Makam Mantingan terletak 5 km arah
Selatan   dari   pusat   kota   Jepara   di   Desa   Mantingan   Kecamatan   Tahunan
Kabupaten   Jepara,   sebuah   desa   yang   menyimpan   Peninggalan   Kuno   Islam
dan menjadi salah satu aset wisata sejarah di Jepara, di mana di sana berdiri
megah sebuah masjid yang dibangun oleh seorang tokoh Islamik yaitu Sultan
Hadlirin   suami   Ratu   Kalinyamat   yang   dijadikan   sebagai   pusat   aktivitas
penyebaran  agama Islam di pesisir Utara pulau Jawa dan merupakan masjid
kedua setelah Masjid Agung Demak. 
 Museum RA. Kartini. Museum RA Kartini terletak di pusat kota atau tepatnya
di sebelah Utara alun­alun kota Jepara. Museum RA Kartini termasuk jenis
museum umum dan sekaligus sebagai obyek wisata sejarah. Museum dibuka
setiap   hari   dan   sering   dikunjungi   para   wisatawan   baik   wisatawan
mancanegara (wisman) maupun wisatawan nusantara (wisnus). Museum RA
Kartini   didirikan   pada   tanggal   30   Maret   1975   pada   masa   pemerintahan

II­11
Bupati   Soewarno   Djojomardowo,   SH,   sedangkan   peresmiannya   dilakukan
pada tanggal 21 April 1977 oleh Bupati KDH Tingkat II Jepara, Soedikto, SH. 
 Potensi Khusus Karimunjawa. Taman Nasional Laut Karimunjawa termasuk
wilayah Kabupaten Jepara, yang terdiri dari 1 kecamatan 4 desa dan 27 pulau
(5 pulau berpenghuni, 22 pulau kosong) terdiri dari beberapa suku, adapun
jarak   Jepara­Karimunjawa   adalah   48   mil   laut.   Taman   Nasional   Laut
Karimunjawa memang memiliki daya tarik tersendiri dan sangat cocok untuk
wisata bahari. Berbagai daya tarik yang unik bisa kita temukan antara lain:
1. Panorama laut yang indah bagai telaga warna dengan gugusan kepulauan
yang tersebar sejauh mata memandang. Disertai jernihnya air laut yang
belum tercemar (terkena polusi).
2. Hamparan pasir putih yang membentang di kawasan pantai maupun di
seluruh pulau­pulau.
3. Dapat melakukan kegiatan hiking, snorkeling, diving, fishing/memancing,
dayung, dan sebagainya.
4. Menikmati   biota   laut   dengan   aneka   ragam   ikan   hias   dan   bermacam
karang laut yang menarik.
5. Masih terdapat jenis satwa langka seperti menjangan, trenggiling, landak,
ular edor, burung garuda dan ikan lele tanpa patil.
6. Gunung dengan penghijauannya hutan tertutup yang masih perawan.
7. Dapat   menyaksikan   ikan   hiu,   kerapu,   lemuna,   teripang   di   karamba,
silakan bawa makanan (ikan kecil) untuk dihadiahkan kepada ikan­ikan
tersebut.
8. Bila perjalananan memakai kapal laut, dapat menyaksikan iringan lumba­
lumba di sebelah menyebelah kapal. 

2.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat 
2.2.1 Pertumbuhan PDRB 
Gambaran   perekonomian   Kabupaten   Jepara   dapat   diketahui   dari   besarnya
nilai     Produk   Domestik   regional   Bruto   (PBRB).   Secara   nominal,   PDRB   Kabupaten
Jepara   Atas   Dasar     Harga   Berlaku   (ADHB)   mengalami   kenaikan   dari
Rp22.071.848.000.000,­   pada   tahun   2015   menjadi   Rp23.903.617.000.000,­   pada
tahun 2016. Sementara itu, Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) mengalami kenaikan
dari Rp17.200.366.000.000,­ pada tahun 2015 menjadi Rp18.063.135.000.000,­ pada
tahun 2016. Perkembangan PDRB Kabupaten Jepara secara rinci dapat dilihat pada
Gambar 2.6. 

II­12
Object 3

Sumber: BPS Kabupaten Jepara, 2017; 
Ket: 2015 = angka sementara; 2016 = angka sangat sementara

Gambar 2.6
PDRB Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016 (juta rupiah)

Meski demikian, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jepara pada tahun 2016
yang   mencapai   5,02%,   melambat   jika   dibandingkan   tahun   2015   yang   mencapai
5,04%.   Jika   ditarik   lebih   jauh,   selama   periode   2012­2016,   pertumbuhan   ekonomi
Jepara   juga   menunjukkan  trend  melambat.   Kondisi   ini   sangat   dipengaruhi   oleh
melambatnya   pertumbuhan   lapangan   usaha   industri   pengolahan   yang   merupakan
lapangan usaha dengan share/kontribusi terbesar dalam PDRB Kabupaten Jepara.

II­13
Object 5

Sumber: BPS RI, BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017 (diolah)
Ket: 2015 = angka sementara; 2016 = angka sangat sementara

Gambar 2.7
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, 
dan Nasional Tahun 2012­2016 (%)

Mengacu pada posisi relatif, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jepara pada
tahun   2016   sama   dengan   capaian   nasional   (5,02%)   namun   lebih   rendah
dibandingkan   Provinsi   Jawa   Tengah   (5,28%).   Sementara   itu,   jika   dibandingkan
dengan Kabupaten sekitarnya, maka pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jepara pada
tahun   2016   merupakan   yang   terendah   kedua   setelah   Kabupaten   Kudus   (2,53%).
Pertumbuhan   ekonomi   Kabupaten   Jepara   dibandingkan   dengan   kabupaten   lain
secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2.8.

II­14
Object 7

Sumber: BPS RI, BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017 (diolah)
Ket: 2016 = angka sangat sementara

Gambar 2.8
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Jepara dan Kabupaten di Sekitarnya (%)
Pertumbuhan   ekonomi     tertinggi   pada   tahun   2016   dicapai   oleh   lapangan
usaha   Jasa   Perusahaan   (10,62%).   Adapun   Industri   Pengolahan   sebagai   lapangan
usaha   unggulan   justru   melambat   dan   hanya   tumbuh   4,58%.   Sedangkan,
pertumbuhan   lapangan   usaha   Pertanian,   Kehutanan,   dan   Perikanan   lebih   rendah
lagi,   yaitu   1,36%.     Hal  ini   mengindikasikan   bahwa   lapangan   usaha   ini  mengalami
tekanan, salah satunya bisa dilihat dari pertumbuhan tenaga kerja yang terserap di
lapangan   usaha   turun   dari   87.880   orang   pada   tahun   2014   menjadi   74.165   orang
pada tahun 2015 (BPS Kabupaten Jepara, 2014­2015).
Perkembangan PDRB berdasarkan lapangan usaha menginformasikan bahwa
struktur/corak   perekonomian   Kabupaten   Jepara   dalam   periode   2012­2016   tidak
mengalami perubahan, yaitu didominasi oleh Industri Pengolahan (C); Perdagangan
Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (G); dan Pertanian, Kehutanan,
dan   Perikanan   (A).   Meski   demikian,   terlihat   adanya   pertumbuhan   yang   sangat
signifikan   pada   beberapa   lapangan   usaha   yang   bergerak   di   sektor   tersier,   yaitu

II­15
lapangan   usaha   yang   terkait   dengan   jasa   dan   penyediaan   akomodasi   dan   makan
minum.   Salah   satu   hal   yang   diduga   menjadi   pendorongnya   adalah   semakin
berkembangnya sektor pariwisata di Kabupaten Jepara. Perkembangan pariwisata ini
ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah pengunjung/wisatawan di Kabupaten
Jepara dari 1.025.356 orang pada tahun 2012 menjadi 1.205.439 orang pada tahun
2015 (BPS Kabupaten Jepara, 2013 dan 2016).

II­16
Tabel 2.4
PDRB Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016 (juta rupiah)

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha
Lapangan Usaha
2012 2013 2014 2015* 2016** 2012 2013 2014 2015* 2016**
A. Pertanian, Kehutanan, dan  2.622.020 2.922.600 3.102.605 3.394.048 3.535.360 2.336.510 2.442.708 2.375.083 2.446.432 2.479.799
Perikanan
B. Pertambangan dan Penggalian 299.805 310.290 367.828 424.647 458.184 284.072 284.627 296.114 300.900 313.741
C. Industri Pengolahan 5.390.406 5.985.052 6.839.238 7.574.053 8.235.434 4.838.350 5.148.448 5.472.144 5.756.336 6.019.958
D. Pengadaan Listrik dan Gas 17.417 17.644 17.849 18.588 21.846 17.529 18.713 18.859 18.911 20.377
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, 12.954 12.777 13.260 13.983 14.598 12.770 12.430 12.792 13.031 13.314
Limbah dan Daur Ulang
F. Konstruksi 1.085.075 1.159.386 1.326.567 1.471.459 1.597.389 972.313 1.007.476 1.050.529 1.103.072 1.178.919
G. Perdagangan Besar dan Eceran;  2.953.125 3.192.137 3.394.676 3.691.322 3.993.310 2.701.718 2.815.812 2.932.999 3.072.168 3.226.680
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
H. Transportasi dan Pergudangan 600.657 660.867 743.002 819.917 874.384 597.280 650.518 695.081 735.840 784.577
I.  Penyediaan Akomodasi dan Makan  634.824 671.935 767.076 870.640 977.769 601.023 613.255 661.863 715.421 761.340
Minum
J. Informasi dan Komunikasi 357.630 394.768 462.711 512.511 555.581 356.051 394.601 468.280 523.714 567.217
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 365.427 392.970 424.604 465.944 523.665 322.648 329.643 338.880 357.450 390.112
L. Real Estate 258.637 277.239 308.213 337.697 366.385 255.173 269.310 286.817 305.843 326.625
M,N. Jasa Perusahaan 66.798 78.821 87.644 100.711 115.569 62.254 69.869 75.579 82.665 91.447
O. Administrasi Pemerintahan,  450.863 477.877 506.085 549.365 593.189 394.893 399.800 399.359 417.006 426.884
Pertahanan dan Jaminan Sosial 
Wajib
P. Jasa Pendidikan 791.581 939.880 1.089.288 1.161.120 1.289.250 631.497 689.184 764.991 803.498 864.863
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 139.613 156.556 185.502 207.851 230.436 119.079 128.000 146.363 157.931 173.501
R,S,T,U. Jasa lainnya 334.585 371.813 431.145 457.993 521.268 321.836 349.344 378.981 390.149 423.782
PDRB 16.381.419 18.022.612 20.067.294 22.071.848 23.903.617 14.824.996 15.623.739 16.374.715 17.200.366 18.063.135
Sumber: BPS Kabupaten Jepara, 2017
Ket: * = angka sementara; ** = angka sangat sementara

II­17
Tabel 2.5
Peranan dan Pertumbuhan Riil PDRB Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016 (%)

Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Pertumbuhan Riil  PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan
Lapangan Usaha Usaha Usaha
2012 2013 2014 2015* 2016** 2012 2013 2014 2015* 2016** Rata­rata
A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 16,01 16,22 15,46 15,38 14,79 3,85 4,55 ­2,77 3,00 1,36 2,00
B. Pertambangan dan Penggalian 1,83 1,72 1,83 1,92 1,92 ­0,44 0,20 4,04 1,62 4,27 1,93
C. Industri Pengolahan 32,91 33,21 34,08 34,32 34,45 6,19 6,41 6,29 5,19 4,58 5,73
D. Pengadaan Listrik dan Gas 0,11 0,10 0,09 0,08 0,09 11,95 6,76 0,78 0,28 7,76 5,50
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,  0,08 0,07 0,07 0,06 0,06 ­0,68 ­2,66 2,91 1,86 2,17 0,72
Limbah dan Daur Ulang
F. Konstruksi 6,62 6,43 6,61 6,67 6,68 7,12 3,62 4,27 5,00 6,88 5,38
G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi  18,03 17,71 16,92 16,72 16,71 3,89 4,22 4,16 4,74 5,03 4,41
Mobil dan Sepeda Motor
H. Transportasi dan Pergudangan 3,67 3,67 3,70 3,71 3,66 5,80 8,91 6,85 5,86 6,62 6,81
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 3,88 3,73 3,82 3,94 4,09 5,55 2,04 7,93 8,09 6,42 6,00
J. Informasi dan Komunikasi 2,18 2,19 2,31 2,32 2,32 12,75 10,83 18,67 11,84 8,31 12,48
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 2,23 2,18 2,12 2,11 2,19 2,99 2,17 2,80 5,48 9,14 4,52
L. Real Estate 1,58 1,54 1,54 1,53 1,53 7,80 5,54 6,50 6,63 6,80 6,65
M,N. Jasa Perusahaan 0,41 0,44 0,44 0,46 0,48 7,72 12,23 8,17 9,38 10,62 9,63
O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan  2,75 2,65 2,52 2,49 2,48 0,22 1,24 ­0,11 4,42 2,37 1,63
dan Jaminan Sosial Wajib
P. Jasa Pendidikan 4,83 5,22 5,43 5,26 5,39 26,24 9,13 11,00 5,03 7,64 11,81
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,85 0,87 0,92 0,94 0,96 13,18 7,49 14,35 7,90 9,86 10,56
R,S,T,U. Jasa lainnya 2,04 2,06 2,15 2,08 2,18 0,81 8,55 8,48 2,95 8,62 5,88
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 5,86 5,39 4,81 5,04 5,02 5,22
Sumber: BPS Kabupaten Jepara, 2017 (diolah) 
Ket: * = angka sementara; ** = angka sangat sementara
= 3 (tiga) tertinggi per tahun

II­18
2.2.2 PDRB Per Kapita
Selama   periode   2012­2016,   pendapatan   per   kapita   Kabupaten   Jepara
(ADHB   dan   ADHK)   terus   meningkat.   Meskipun   belum   bisa   menggambarkan
kondisi sebenarnya, akan tetapi hal ini setidaknya memberikan gambaran secara
makro   bahwa   tingkat   kesejahteraan   masyarakat   di   Kabupaten   Jepara   dalam
kondisi baik dan terus meningkat. Pada tahun 2016 PDRB Per Kapita Kabupaten
Jepara   tercatat   sebesar   Rp19.823.8653,­   (ADHB)   dan   Rp14.980.208,­   (ADHK).
PDRB Per Kapita  Kabupaten  Jepara  masih  jauh  di bawah capaian Provinsi dan
termasuk   terendah   kedua   dibandingkan   dengan   beberapa   kabupaten   di
sekitarnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.9 dan 2.10.

Object 9

Sumber: BPS Kabupaten Jepara, 2017

Gambar 2.9
PDRB Per Kapita Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016 (juta rupiah)

II­19
Object 11

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.10
PDRB Per Kapita Kabupaten Jepara, Kabupaten di Sekitarnya, 
dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016 (juta rupiah)
2.2.3 Inflasi 

Object 13 Per
gerakan   inflasi   Kabupaten   Jepara   selama   tahun   2012­2016   jika   dibandingkan
dengan Provinsi Jawa Tengah dan Nasional menunjukkan pola yang mirip. Inflasi

II­20
di Kabupaten Jepara secara konsisten mulai tahun 2014­2016 selalu di atas inflasi
Provinsi Jawa Tengah dan Nasional. Inflasi di Kabupaten Jepara pada tahun 2016
mencapai 3,45% di atas Provinsi Jawa Tengah (2,36%) dan Nasional (3,02%).

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.11
Inflasi di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional
Tahun 2012­2016 (%)

Sementara   itu,   jika   dibandingkan   dengan   kabupaten   lain   di   sekitarnya,


pada tahun 2016 maka inflasi di Kabupaten Jepara adalah yang tertinggi.

Object 15

II­21
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.12
Inflasi Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, Nasional, 
dan Kabupaten di Sekitarnya Tahun 2016 (%).

2.2.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Capaian  Indeks   Pembangunan   Manusia   (IPM)   Kabupaten   Jepara
menunjukkan ke arah  positif  setiap tahunnya. Pada tahun 2012  IPM Kabupaten
Jepara mencapai 68,45  meningkat menjadi 69,61  pada tahun 2014  dan kembali
mengalami   peningkatan   menjadi  70,25  pada   tahun   2016.   Perkembangan   IPM
Kabupaten Jepara pada tahun 2016 lebih tinggi dibandingkan dengan capaian IPM
Jawa   Tengah   (69,98).   Perkembangan   IPM   Kabupaten   Jepara   dapat   dilihat   pada
Gambar 2.13.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan kabupaten sekitarnya, maka IPM
Kabupaten Jepara pada tahun 2016 berada di bawah Kabupaten Kudus (72,94),
namun lebih baik dibandingkan capaian Kabupaten Demak (70,10) dan Kabupaten
Pati   (69,03).   Perbandingan   capaian   IPM   Kabupaten   Jepara   dengan   kabupaten
sekitar adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 2.14.

Object 17

II­22
Sumber : BPS Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.13
IPM Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional Tahun 2012­2016

Object 20

Sumber : BPS Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.14
IPM Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, Nasional, 
dan Kabupaten di Sekitarnya Tahun 2016
Jika ditinjau berdasarkan 4 indikator pembentuk IPM, maka kesemuanya
mengalami kenaikan, dengan rincian sebagai berikut:
 Angka Harapan Hidup Kabupaten Jepara menunjukkan kondisi perbaikan
setiap tahunnya, dari 75,61 tahun pada tahun 2012 menjadi 75,67 tahun
pada tahun 2016.
 Angka Harapan Lama Sekolah di Kabupaten Jepara  selalu menunjukkan
peningkatan setiap tahunnya, dari 11,82 tahun pada tahun 2012 menjadi
12,28  tahun pada tahun 2016.
 Pengeluaran   per   kapita   masyarakat   Kabupaten   Jepara   menunjukkan
perkembangan   setiap   tahunnya   dari   Rp8.999.000,­/orang/tahun   pada

II­23
tahun   2012   meningkat   menjadi   Rp9.695.000,­/orang/tahun   pada   tahun
2016. 
 Rata­rata lama sekolah di Kabupaten Jepara meningkat dari 6,96 tahun
pada tahun 2012 menjadi 7,32 tahun pada tahun 2016.

Tabel 2.6
Indikator Pembentuk IPM Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016
Satua
2012 2013 2014 2015 2016
Indikator Pembentuk n
Angka Harapan Hidup Tahun 75,61 75,63 75,64 75,65 75,67
Harapan Lama Sekolah Tahun 11,82 12,06 12,25 12,27 12,28
Rata­rata Lama Sekolah Tahun 6,96 7,09 7,29 7,31 7,32
Pengeluaran Per Kapita Ribu 8.999,00 9.176,98 9.194,97 9.504,0 9.695,0
Rupia 0 0
h
Sumber : BPS Jawa Tengah , 2017

2.2.5 Indeks Pembangunan Gender (IPG)
IPG   Kabupaten   Jepara   dalam   kurun   waktu   tahun   2011­2015  selalu
mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 IPG Kabupaten Jepara mencapai 88,78
meningkat   menjadi   91,29  pada   tahun   2015.   Kondisi   ini   menunjukkan   bahwa
kondisi   pembangunan   yang   memperhatikan   keseteraan   antara   laki­laki   dan
perempuan   dalam   menjalani   peran,   kontrol,   akses   serta   partisipasi   terhadap
pembangunan  sudah  mencapai 91,29.  Jika  dibandingkan  dengan  Provinsi  Jawa
Tengah, maka capaian IPG Kabupaten Jepara selalu berada di bawahnya. Namun
kondisi berbeda jika dibandingkan dengan Nasional. IPG Kabupaten Jepara pada
tahun 2014­2015 berada di atas Nasional. Berturut­turut capaian IPG Kabupaten
Jepara,   Provinsi   Jawa   Tengah,   dan   Nasional   pada   tahun   2015   adalah   91,29;
92,21; dan 91,03.

II­24
Object 23

Sumber : Kemen PPA, berbagai tahun terbitan

Gambar 2.15
IPG Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional Tahun 2011­2015

Sementara itu, jika dibandingkan dengan kabupaten di sekitarnya, maka
capaian IPG Kabupaten Jepara pada tahun 2015 merupakan yang tertinggi kedua
dibandingkan setelah Kabupaten Kudus (91,56). 

Object 25

II­25
Sumber : Kemen PPA, berbagai tahun terbitan

Gambar 2.16
IPG Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, Nasional, 
dan Kabupaten di Sekitarnya Tahun 2015

Dilihat  dari   komponen   pembentuknya,   maka   bisa   dilihat   bahwa   terjadi


kondisi yang berbeda antarkomponen tersebut, dengan rincian sebagai berikut:
 Pengeluaran   Per   Kapita.   Komponen   yang   mewakili   dimensi   ekonomi   ini
menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan yang cukup lebar antara
perempuan dan lak­laki. Meskipun terus meningkat, tapi pengeluaran per
kapita   perempuan   dari   tahun   2011­2015   maksimal   hanya   mencapai
<60,01% pengeluaran per kapita laki­laki. Pada tahun 2011, pengeluaran
per kapita perempuan hanya 53,29% dari pengeluaran per kapita laki­laki,
yaitu   Rp6.580.038,­   berbanding   Rp12.347.117,­   .   Namun,   pada   tahun
2015   meningkat   menjadi   60,01%,   yaitu   Rp7.881.000,­   berbanding
Rp13.133.000,­. Hal ini secara tidak langsung menjadi salah satu indikasi
bahwa banyak perempuan yaang tidak bekerja dan/atau bekerja namun
memiliki pendapatan lebih kecil dibandingkan laki­laki. Dengan demikian,
laki­laki   masih   menjadi   pencari   nafkah   utama   keluarga   di   Kabupaten
Jepara. 
 Angka Harapan Hidup (AHH).  Dari  komponen  ini dapat diketahui bahwa
dalam   periode   tahun   2011­2015   perempuan   mempunyai   angka   harapan
hidup yang lebih secara konsisten lebih lama dibandingkan laki­laki. Pada
tahun 2011 AHH perempuan mencapai 105,69% dari AHH laki­laki, yaitu
72,87   tahun   berbanding   68,95   tahun.   Sementara   itu   pada   tahun   2015
AHH perempuan mencapai 105,41% dari AHH laki­laki, yaitu 77,61 tahun
berbanding 73,63 tahun. Jika ditilik dari dimensi kesehatan, maka AHH
ini bisa menjadi salah satu indikasi bahwa kondisi kesehatan perempuan
masih lebih baik daripada laki­laki.
 Angka   Melek   Huruf   (AMH)/Harapan  Lama  Sekolah   (HLS).  Perkembangan
AMH/HLS   perempuan   dari   tahun   2011­2015   terus   meningkat,   bahkan
pada   tahun   2014­2015,   HLS   perempuan   lebih   besar   dibandingkan   laki­

II­26
laki,   yaitu   12,72   tahun   berbanding   12,22   pada   tahun   2014   dan   12,73
tahun berbanding 12,24 tahun pada tahun 2015. Ini menunjukkan bahwa
peluang/harapan perempuan bersekolah lebih lama daripada laki­laki.
 Rata­rata   Lama   Sekolah   (RLS).  Perkembangan   RLS   perempuan
menunjukkan  trend  penurunan   selama   periode   tahun   2011­2015   dan
selalu di bawah RLS laki­laki. Pada tahun 2014­2015, perbandingan RLS
perempuan   dan   laki­laki   berturut­turut   adalah   6,63   tahun   berbanding
7,55   dan   6,65   berbanding   7,64.   Hal   ini   mengindikasikan   bahwa
perempuan   di   Kabupaten   Jepara   banyak   yang   hanya   sekolah   sampai
dengan kelas 6 SD atau 1 SMP, sedangkan laki­lakinya bisa sampai kelas
2 SMP.

Selengkapnya   mengenai   perkembangan   komponen   pembentuk   IPG


Kabupaten Jepara dapat dilihat pada Tabel 2,7.

Tabel 2.7
Indikator Pembentuk IPG Kabupaten Jepara Tahun 2011­2015
2011 2012 2013 2014 2015
Indikator
L P L P L P L P L P
AHH (th) 68,95 72,87 69,08 73,01 69,22 73,12 73,62 77,54 73,63 77,61
HLS (th) 96,98 89,57 97,06 89,9 97,07 92,03 12,22 12,72 12,24 12,73
RLS (th) 7,92 7,06 7,95 7,16 7,96 7,53 7,55 6,63 7,64 6,65
Pengeluaran  12.347 6.580 12.569 7.016 12.791 7.386 13.087 7.760 13.133 7.881
per kapita 
(ribu Rp)
Sumber : Kemen PPA, berbagai tahun terbitan
Ket: HLS pada tahun 2011­2013 adalah angka melek huruf (AMH) dengan satuan persen.

2.2.6 Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
Perkembangan capaian IDG Kabupaten Jepara pada kurun waktu 2011­
2015  menunjukkan   peningkatan   dari   tahun   ke   tahun.   Pada   tahun   2011,   IDG
Kabupaten   Jepara   mencapai 47,23  meningkat   menjadi  48,49  pada   tahun   2015.
Perkembangan   capaian   IDG   tahun   2011­2015  Kabupaten   Jepara   dapat   dilihat
pada gambar di bawah ini.

II­27
Object 27

Sumber: Kemen PPA, berbagai tahun terbitan

Gambar 2.17
IDG Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional Tahun 2011­2015

Capaian   IDG   Kabupaten   Jepara   pada   tahun   2015   dibandingkan   dengan


capaian   IDG   kabupaten   sekitar   menunjukan   ketertinggalan.   IDG   Kabupaten
Jepara   masih   berada   jauh   di   bawah   rata­rata   capaian   Nasional,   Provinsi   Jawa
Tengah dan 6 kabupaten sekitar. 

II­28
Object 30

Sumber: Kemen PPA, berbagai tahun terbitan

Gambar 2.18
IDG Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, Nasional 
dan Kabupaten di Sekitarnya Tahun 2015
Indikator  pembentuk   IDG   adalah   keterlibatan   perempuan   di   parlemen,
perempuan   sebagai   tenaga   manajer,   profesional,   administrasi,   teknisi;   serta
sumbangan perempuan dalam pendapatan kerja. Pencapaian pada masing­masing
indikator pembentuk IDG adalah sebagai berikut:
 Unsur   keterlibatan   perempuan   di   parlemen   stagnan   sebesar   6%   atau
sekitar 3 orang dari 50 orang anggota DPRD. Hal ini menjadi salah satu
indikasi bahwa masyarakat Jepara masih memercayakan keputusan politis
di bidang legislatif pada laki­laki.
 Ketertinggalan   dalam   hal   pemberdayaan   perempuan   juga   terlihat   dari
masih   rendahnya   sumbangan   perempuan   dalam   pendapatan   kerja.
Kendati   mengalami   peningkatan   dari   tahun   ke   tahun,   namun   capaian
indikator pembentuk tersebut masih jauh  di bawah  capaian sumbangan
pendapatan laki­laki. Sumbangan perempuan pada pendapatan kerja pada
tahun   2015 sebesar  23,15%.  Hal ini  menjadi salah   satu  indikasi bahwa

II­29
perempuan   di   Kabupaten   Jepara   banyak   yang   tidak   bekerja   dan/atau
bekerja dengan pengdapatan yang lebih rendah dari laki­laki.
 Kondisi yang sedikit lebih baik ditunjukkan oleh indikator pembentuk IDG
terkait   dengan   keterwakilan   perempuan   dalam   dunia   kerja,   yaitu
perempuan   sebagai   tenaga   Manager,   Profesional,   Administrasi,   Teknisi.
Indikator   tersebut   memiliki   capaian   yang   cukup   baik   yaitu   mencapai
52,03% pada tahun 2015. Meskipun turun jika dibandingkan tahun 2014
(52,75%), namun  trend  capaian indikator pembentuk tersebut mengalami
peningkatan.

Tabel 2.8
Indikator Pembentuk IDG Kabupaten Jepara Tahun 2011­2015

Indikator IDG 2011 2012 2013 2014 2015

Keterlibatan   perempuan   di 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00


Parlemen (%)
Perempuan   sebagai   tenaga 47,90 45,67 50,05 52,75 52,03
Manager,   Profesional,
Administrasi, Teknisi (%)
Sumbangan   Perempuan   dalam 22,26 22,57 22,76 22,96 23,14
Pendapatan Kerja (%)
Sumber: Kemen PPA, berbagai tahun terbitan

2.2.7 Indeks Gini
Indeks   Gini   di   Kabupaten   Jepara   fluktuatif   selama   periode   2011­2015.
Secara   keseluruhan,   kecuali   pada   tahun   2012   yang   mencapai   0,35,   maka
ketimpangan   di   Kabupaten   Jepara   termasuk   dalam   kriteria   rendah   (Oshima
dalam  BPS  Provinsi Jawa  Tengah, 2016:4).  Posisi relatif  Indeks Gini Kabupaten
Jepara Tahun 2015 sebesar 0,32 berada di bawah Jawa Tengah sebesar 0,38 dan
Nasional sebesar 0,41.  Ini berarti, tingkat pemerataan pendapatan di Kabupaten
Jepara lebih baik dibandingkan Nasional dan regional Jawa Tengah.

II­30
Object 32

Sumber: BPS Prov Jawa Tengah, 2016; BPS RI, 2017

Gambar 2.19
Indeks Gini Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, Nasional 
Tahun 2011­2015

Sementara   itu,   jika   dibandingkan   kabupaten   di   sekitarnya   Indeks   Gini


Kabupaten   Jepara   pada   tahun   2015   adalah   yang   terendah   kedua.   Indeks   Gini
Kabupaten Jepara masih lebih tinggi jika dibandingkan Kabupaten Demak (0,28). 

II­31
Object 34

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2016

Gambar 2.20
Indeks Gini Kabupaten Jepara dan Sekitarnya Tahun 2015

Yang perlu diwaspadai adalah persentase pendapatan kelompok 40 persen
penduduk   berpendapatan   rendah   yang   semakin   mendekati   17%,   yaitu   20,27%.
Capaian ini merupakan yang terendah kedua selama periode 2011­2015.
Tabel 2.9
Indeks Gini dan Kriteria Bank Dunia Kabupaten Jepara 
Tahun 2011­2015

Indeks Kriteria Bank Dunia
Tahun
Gini 40% I 40% II 20% III
2011 0,32 21,80 35,45 42,80
2012 0,35 18,60 31,35 50,03
2013 0,33 21,56 33,03 45,41
2014 0,31 23,15 35,54 41,31
2015 0,32 20,27 36,69 43,04
Sumber: BPS Prov Jawa Tengah, 2016

2.2.8 Persentase Penduduk Miskin 

II­32
2.2.8.1 Persentase Penduduk Miskin (P0)
Persentase   penduduk   miskin   (P0)   di   Kabupaten   Jepara   mengalami
penurunan   yang   cukup   signifikan   dalam   kurun   waktu  2012­2016.   Persentase
penduduk miskin di Kabupaten Jepara  pada tahun  2012  adalah sebesar  9,38%
menurun  pada   tahun  2016  menjadi  8,35%.  Rata­rata   penurunan   per   tahunnya
mencapai 0,26% atau ±1.125 jiwa.  Perkembangan persentase penduduk miskin di
Kabupaten Jepara secara rinci dapat dilihat pada gambar berikut ini. 

Object 36

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.21
Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, 
dan Nasional Tahun 2012­2016 (%)

Kondisi   kemiskinan   Kabupaten   Jepara   pada   tahun   2016   lebih   rendah


dibandingkan   Kabupaten   Pati   (11,65%),   Kabupaten   Blora   (13,33%)   Kabupaten
Rembang   (18,54%),   dan   Kabupaten   Demak   (14,10%)   namun   lebih   tinggi   jika
dibandingkan   dengan   Kabupaten   Kudus   (7,65%).   Perbandingan   capaian
persentase   kemiskinan   di   Kabupaten   Jepara   secara   rinci   dapat   dilihat   pada
gambar di bawah ini.  

II­33
Object 38

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.22
Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah,
Nasional, dan Kabupaten di Sekitarnya Tahun 2016 (%)

Angka kemiskinan (P0) di Kabupaten Jepara kendati mengalami penurunan
setiap   tahunnya   namun   masih   perlu   mendapatkan   perhatian.   Jumlah   absolut
penduduk miskin di Kabupaten Jepara­kendati telah menurun setiap tahunnya­
masih   cukup   besar.   Jumlah   penduduk   miskin   pada   tahun   2016  mencapai
100.320  jiwa.   Perkembangan   jumlah   penduduk   miskin   di   Kabupaten   Jepara
secara rinci dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 

Object 40

II­34
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.23
Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016 (ribu jiwa)

2.2.8.2 Garis Kemiskinan
Garis   kemiskinan   di   Kabupaten   Jepara   terus   meningkat,   dari
Rp263.266,­/kapita/bulan   pada   tahun   2012   menjadi   Rp341.754,­/kapita/bulan
pada tahun 2016. Jika dibandingkan dengan kabupaten sekitarnya, Provinsi Jawa
Tengah, dan Nasional, maka terlihat bahwa garis kemiskinan di Kabupaten Jepara
selalu   di   atas   Provinsi   Jawa   Tengah   dan   termasuk   yang   terendah.   Pada   tahun
2016  garis kemiskinan  Kabupaten  Jepara  menjadi yang terendah kedua  setelah
Kabupaten Blora (Rp279.972,­/kapita/bulan). Hal ini menjadi salah satu indikasi
bahwa secara rata­rata, standard hidup di Kabupaten Jepara relatif lebih rendah
daripada   kabupaten   lainnya   karena   biaya   yang   dikeluarkan   untuk   memenuhi
kebutuhan pokok minimum makanan relatif lebih rendah. Selengkapnya mengenai
perkembangan garis kemiskinan Kabupaten Jepara dan perbandingannya dengan
kabupaten lain di sekitarnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.10
Garis Kemiskinan Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, Nasional, dan
Kabupaten di Sekitarnya Tahun 2012­2016 (Rp/kapita/bulan)
Wilayah 2012 2013 2014 2015 2016
Jepara 263.26 285.28 299.91 314.42 341.75
6 7 4 2 4
Pati 288.27 314.60 332.22 347.57 377.44
1 9 8 5 2
Kudus 276.31 299.09 314.21 328.40 356.95
7 7 1 4 1
Demak 276.04 299.77 315.57 328.52 356.91
1 3 0 9 9
Rembang 261.15 284.16 299.50 314.59 338.98
6 0 3 6 6
Blora 221.08 237.85 248.90 257.58 279.97
8 0 3 1 2
Jawa Tengah 233.76 261.88 281.57 297.85 317.34
9 1 0 1 8
Nasional 254.10 288.08 307.95 341.73 358.74
5 3 3 0 4
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

2.2.8.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan 
Indeks  Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index­P1), merupakan ukuran
rata­rata   kesenjangan   pengeluaran   masing­masing   penduduk   miskin   terhadap

II­35
garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata­rata pengeluaran
penduduk   dari   garis   kemiskinan.   Indeks   Kedalaman   Kemiskinan   Kabupaten
Jepara  pada tahun 2012­2016 mengalami fluktuatif  dari 0,94 pada tahun 2012
menjadi   1,12   pada   tahun   2013   dan   pada   tahun   2016   mengalami   penurunan
sebesar   0,68.  Namun   secara   konsisten,   P1   Kabupaten   Jepara   selalu   di   bawah
capaian Jawa Tengah dan Nasional. Kondisi pada tahun 2016 ini mengindikasikan
bahwa   pendapatan   penduduk   miskin   di   Kabupaten   Jepara   semakin   meningkat
dan mendekati garis kemiskinan. Perkembangan P1 di Kabupaten Jepara secara
rinci dapat dilihat pada Gambar 2.24.

Object 42

Sumber : BPS Prvinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.24
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, 
dan Nasional Tahun 2012­2016

II­36
Sementara itu, jika dibandingkan dengan kabupaten di sekitarnya, Capaian
P1 Kabupaten Jepara  pada tahun 2016  lebih baik dibandingkan Kabupaten Pati
(1,99)   Kabupaten   Demak   (2,2),   Kabupaten   Blora   (2,17),   Kabupaten   Grobogan
(1,78), Kabupaten Rembang (3,28), dan Kabupaten Kudus (1,07).

Object 44

Sumber : BPS Prvinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.25
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah,
Nasional, dan Kabupaten di Sekitarnya Tahun 2016

2.2.8.4 Indeks Keparahan Kemiskinan
Indeks  Keparahan  Kemiskinan   (Proverty   Severity   Index­P2)   memberikan
gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin
tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk
miskin.   Indeks   Keparahan   Kemiskinan   Kabupaten   Jepara   meskipun   masih
fluktuatif,   namun  trend­nya   cenderung   menurun   pada   tahun   2012­2016,   yaitu
dari   0,18   pada   tahun   2012   menjadi   0,10   pada   tahun   2016.   Secara   konsisten,
P2 Kabupaten Jepara selalu di bawah capaian Jawa Tengah dan Nasional. Hal ini
mendikasikan bahwa distribusi pendapatan antarpenduduk miskin di Kabupaten
Jepara semakin baik. Jika dikaitkan dengan P1 yang semakin turun, maka hal ini
menunjukkan bahwa pendapatan penduduk miskin di Kabupaten Jepara semakin

II­37
meningkat dan merata. Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan secara rinci
dapat dilihat gambar di bawah ini

Object 46

Sumber : BPS Prvinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.26
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah,
dan Nasional Tahun 2012­2016

Sementara itu, jika dibandingkan dengan kabupaten di sekitarnya, capaian
P2 Kabupaten Jepara pada tahun 2016 lebih baik dibandingkan Kabupaten Kudus
(0,21), Kabupaten Grobogan (0,38), Kabupaten Pati (0,49), Kabupaten Blora (0,54),
Kabupaten Demak (0,56), dan Kabupaten Rembang (0,85). 

II­38
Object 48

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.27
Indeks Keparahan Kemiskinan (P1) Kabupaten Jepara,
Provinsi Jawa Tengah, Nasional, dan Kabupaten di Sekitarnya Tahun 2016

2.3 Aspek Pelayanan Umum 
2.3.1 Fokus Urusan Pemerintahan Wajib Pelayanan Dasar
2.3.1.1 Urusan Pendidikan 
A. Angka Melek Huruf (AMH) Usia 15 Tahun ke Atas
AMH   pada   usia   15+   di   Kabupaten   Jepara   mengalami   peningkatan   dalam
kurun  waktu  tahun  2012­2016.  AMH usia  15+ meningkat dari  98,75% menjadi
99,89%   pada   tahun   2016.   Perkembangan   Angka   Melek   Huruf   Usia   15+   di
Kabupaten Jepara secara rinci dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 

II­39
Object 50

Sumber : Disdikpora Kabupaten Jepara, 2017

Gambar 2.28
AMH Usia 15 Tahun ke Atas di Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016 (%)

B. Angka Partisipasi Kasar (APK)
a) SD/MI
Capaian   APK   SD/MI   Kabupaten   Jepara   selama   periode   tahun   2012­2016
adalah   fluktuatif.   Berturut­turut   capaian   APK   SD/MI   dari   tahun   2012­2016
adalah   111,87%,   110,12%,   110,30%,   111,62%,   dan   110,34%.   Mengacu   pada
kondisi ini, maka hal ini salah satunya dapat diartikan bahwa Kabupaten Jepara
mampu   menampung   penduduk   usia   sekolah   SD/MI   lebih   dari   target   yang

II­40
sesungguhnya. Penduduk ini selain berasal dari kelompok yang usianya melebihi
dan/atau   belum   mencukupi   dari   usia   sekolah   yang   seharusnya   (7­12   tahun),
namun   juga   penduduk   yang   berasal   dari   kabupaten   di   sekitarnya.   Jika
dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah, maka APK SD/MI Kabupaten Jepara
secara konsisten selalu berada di atas capaian APK SD/MI Provinsi Jawa Tengah.

Object 52

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.29
APK SD/MI Kabupaten Jepara dan Provinsi Jawa Tengah 
Tahun 2012­2016 (%)

b) SMP/MTs
Capaian APK SMP/MTs Kabupaten Jepara selama periode tahun 2012­2016
menunjukkan  trend  menaik, meskipun pada tahun 2016 mengalami penurunan
dibandingkan   tahun   2015.   Berturut­turut   capaian   APK   SMP/MTs   dari   tahun
2012­2016 adalah 77,64%, 79,45%, 89,16%, 95,44%, dan 86,24%. Mengacu pada
kondisi   tahun   2016,   maka   hal   ini   salah   satunya   dapat   diartikan   bahwa   pada
tahun   2016,   tingkat   partisipasi   sekolah   SMP/MTs,   tanpa   memperhatikan

II­41
ketepatan   usia   sekolah   pada   jenjang   pendidikannya   (13­15   tahun),   mencapai
86,24%. Jika  dibandingkan  dengan  Provinsi Jawa Tengah, maka  APK SMP/MTs
Kabupaten Jepara secara konsisten selalu berada di bawah capaian APK SMP/MTs
Provinsi Jawa Tengah, kecuali pada tahun 2015.

Object 54

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.30
APK SMP/MTs Kabupaten Jepara dan Provinsi Jawa Tengah 
Tahun 2012­2016 (%)
c) SMA/SMK/MA
Capaian APK SMA/SMK/MA Kabupaten Jepara selama periode tahun 2012­
2016 menunjukkan trend menaik. Berturut­turut capaian APK SMA/SMK/MA dari
tahun 2012­2016 adalah 74,56%, 66,6%, 62,85%, 74,51%, dan 85,84%. Mengacu
pada kondisi tahun 2016, maka hal ini salah satunya dapat diartikan bahwa pada
tahun   2016,   tingkat   partisipasi   sekolah   SMA/SMK/MA,   tanpa   memperhatikan
ketepatan   usia   sekolah   pada   jenjang   pendidikannya   (16­18   tahun),   mencapai
85,84%.   Jika   dibandingkan   dengan   Provinsi   Jawa   Tengah,   maka   APK
SMA/SMK/MA  Kabupaten  Jepara  dalam tiga tahun  terakhir (2013­2016) secara

II­42
konsisten   selalu   berada   di   bawah   capaian   APK   SMA/SMK/MA   Provinsi   Jawa
Tengah.

Object 56  

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.31
APK SMA/SMK/MA Kabupaten Jepara dan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2012­2016 (%)

C. Angka Partisipasi Murni (APM)
a) SD/MI
APM SD/MI Kabupaten Jepara pada tahun 2012­2015 mengalami kenaikan,
namun   pada   tahun  2016  mengalami   penurunan.   Pada   tahun   2012  APM
Kabupaten Jepara sebesar 95,92% naik menjadi 99,5% pada tahun 2015. Namun
pada tahun 2016 mengalami penurunan menjadi sebesar 96,37%. Perkembangan
APM   jenjang   pendidikan   SD/MI   masih   belum   optimal;   kondisi   ini   terlihat   dari
capaian   APM   yang   belum   mencapai   100%.   Hal   ini   menunjukkan   bahwa   belum
seluruh   anak   yang   berusia   sekolah   jenjang   pendidikan   SD/MI   yang   bersekolah
tepat   waktu.   Capaian   APM   Kabupaten   Jepara   selalu   berada   di   atas   capaian
Provinsi Jawa Tengah, kecuali pada tahun 2016.

II­43
Object 58

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.32
APM SD/MI Kabupaten Jepara dan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2012­2016 (%)

b) SMP/MTs
Kondisi   yang   sama   juga   ditunjukkan   oleh   capaian   APM   SMP/MTs  pada
tahun 2012­2015 mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2012 sebesar 69,83%
meningkat menjadi sebesar 82,04%  pada tahun 2015. Namun  pada tahun 2016
menurun   menjadi   sebesar   79,26%.  Perkembangan   APM   jenjang   pendidikan
SMP/MTs dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

II­44
Object 60

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.33
APM SMP/MTs Kabupaten Jepara dan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2012­2016 (%)

c) SMA/SMK/MA
Capaian   APM   SMA/SMK/MA  pada   tahun   2012­2106   menunjukkan  trend
meningkat.  Berturut­turut   capaian   APM   SMA/SMK/MA   Kabupaten   Jepara   pada
tahun 2012­2016 adalah 51,87%, 46,79%, 50,12%, 55,58%, dan 57,86%.  Hal ini
menunjukkan   bahwa   belum   seluruh   anak   yang   berusia   sekolah   jenjang
pendidikan   SMA/SMK/MA   yang   bersekolah   tepat   waktu.   Selengkapnya   dapat
dilihat pada gambar di bawah ini. 

II­45
Object 62

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.34
APM SMA/SMK/MA Kabupaten Jepara dan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2012­2016 (%)

D. Angka Putus Sekolah (APTs)
APTs SD/MI di Kabupaten Jepara menunjukkan kecenderungan menurun
(membaik),   namun   sedikit   meningkat   pada   tahun   2016   yaitu   0,05%.   Kondisi
serupa terjadi pada APTs SMP/MTs yang juga mengalami penurunan yang cukup
signifikan.   APTs   SMP/MTs   pada   tahun   2016   mencapai   0,11%.   Kondisi   ini
menunjukkan bahwa tingkat putus sekolah pada pendidikan dasar di Kabupaten
Jepara semakin kecil. Faktor utama yang menjadi penyebab utama masih adanya
kejadian putus sekolah adalah faktor ekonomi (ketidakmampuan biaya) sehingga
anak   usia   sekolah   memilih   bekerja   daripada   sekolah.   Selengkapnya   mengenai
APTs di Kabupaten Jepara dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.11
APTs pada Pendidikan Dasar 9 Tahun Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

II­46
N Capaian Kinerja Tahun
Uraian
o 2012 2013 2014 2015 2016
1. Angka Putus Sekolah (APTs) SD/MI (%) 0,10 0,10  0,01  0,01  0,05
2. Angka Putus Sekolah (APTs) SMP/MTs  1,22 1,00 0,26 0,26 0,11
(%)
Sumber: Disdikpora Kabupaten Jepara, 2017

E. Angka Kelulusan
Capaian   Angka   Kelulusan   SD/MI   tahun   2016   sudah   mencapai   100%,
sedangkan SMP/MTs Kabupaten Jepara sebesar 98,70%. Selengkapnya, capaian
Angka  Kelulusan   SD/MI  dan   SMP/MTs   di  Kabupaten   Jepara  Tahun   2012­2015
terlihat pada tabel berikut :
Tabel 2.12
Angka Kelulusan pada Pendidikan Dasar 9 Tahun
Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

N Capaian Kinerja Tahun
Uraian
o 2012 2013 2014 2015 2016
1. Angka Kelulusan SD/MI (%) 99,32 99,08 99,32 99,32 100,00
2. Angka   Kelulusan     SMP/MTs 93,26 91,68 92,40 92,40 98,70
(%)
Sumber: Disdikpora Kabupaten Jepara, 2017

F. Angka Melanjutkan
Capaian   Angka   Melanjutkan   SD/MI   ke   SMP/MTs   menunjukkan  trend
peningkatan setiap tahunnya, meskipun mengalami penurunan pada tahun 2016,
yaitu 102,35%. Mengacu pada data tahun tiga tahun terakhir (2014­2016) yang
menunjukkan bahwa Angka Melanjutkan SD/MI >100%, maka hal ini bisa terjadi
karena   beberapa   faktor.   Pertama,   ada   anak   SD   yang   sudah   lulus   tapi   tidak
langsung melanjutkan ke SMP pada tahun yang sama. Kedua, adanya penduduk
dari luar Jepara yang bersekolah di SMP (kelas 1) di wilayah Jepara. 
Angka   Melanjutkan   SMP/MTs   ke   SMA/SMK/MA   menunjukkan  trend
peningkatan setiap tahunnya, namun masih belum mencapai kondisi ideal 100%.
Pada   tahun   2016,   Angka   Melanjutkan   SMP/MTs   ke   SMA/SMK/MA   mencapai
96,17%,   naik   dari   88,57%   pada   tahun   2015.   Hal   ini   mengindikasikan   adanya
lulusan   SMP/MTs   yang   tidak   melanjutkan   pendidikannya   ke   jenjang
SMA/SMK/MA.   Selengkapnya,   capaian   Angka   Melanjutkan   pada   jenjang   SD/MI
dan   SMP/MTs   di   Kabupaten   Jepara   Tahun   2012­2016   dapat   dilihat   pada   tabel
berikut :
Tabel 2.13
Angka Melanjutkan pada Pendidikan Dasar 9 Tahun 
Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No Uraian
2012 2013 2014 2015 2016
1. Angka     Melanjutkan   dari 96,41 98,27 104,72 104,72 102,35

II­47
Capaian Kinerja Tahun
No Uraian
2012 2013 2014 2015 2016
SD/MI ke SMP/MTs (%)
2. Angka   Melanjutkan   dari 85,42 82,83 88,57 88,57 96,17
SMP/MTs   ke   SMA/SMK/MA
(%)
Sumber: Disdikpora Kabupaten Jepara, 2017

G. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
 Data PAUD yang bisa dihimpun adalah PAUD Formal, yaitu Taman Kanak­
Kanak   (TK).   Berdasarkan   data   Disdikpora   Kabupaten   Jepara,   perkembangan
jumlah TK, murid dan jumlah guru dari tahun 2012 hingga 2016 terus meningkat.
Sebagian besar TK merupakan sekolah swasta. Jumlah sekolah TK tiap tahunnya
mengalami peningkatan, yaitu dari 447 pada tahun 2012 menjadi 464 TK pada
tahun 2016. 
Tabel 2.14
Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Taman Kanak­kanak 
Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No Uraian
2012 2013 2014 2015 2016
1. Sekolah (orang) 447 448 455 464 464
a. Negeri 3 4 4 4 4
b. Swasta 444 444 451 460 460
2. Murid (orang) 22.840  23.232  18.921  26.092 25.937
a. Negeri 292 231 281 221 262
b. Swasta 22.548 23.001 18.640 25.871 25.675
3. Guru (orang)  1.612   1.677   1.697  2.110 2.114
a. Negeri 22 26 26 26 39
b. Swasta 1.590 1.651 1.671 2.084 2.075
Sumber: Disdikpora Kabupaten Jepara, 2017

Kondisi   ini   selaras   dengan   data   APK   PAUD   Formal.   Meskipun   menurun
pada tahun 2016 (57,85%), secara keseluruhan APK PAUD Formal menunjukkan
trend menaik pada tahun 2012­2016, sebagaimana terlihat pada Gambar berikut:

Object 64

II­48
Sumber: Disdikpora Kabupaten Jepara, 2017

Gambar 2.35
APK PAUD Formal Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016 (%)

H. Sarana dan Prasarana Pendidikan
Kondisi sarana dan prasarana pendidikan dasar dapat dilihat dari indikator
persentase ruang kelas SD/MI dan SMP/MTs dalam kondisi baik dan rasio sekolah
terhadap   penduduk   usia   sekolah.   Dari   indikator­indikator   tersebut   diketahui
bahwa   kondisi   sarana   dan   prasarana   pendidikan   dasar   di   Kabupaten   Jepara
masih   perlu   mendapat   perhatian   meskipun   secara   umum   menunjukkan
peningkatan. Pada tahun 2016, persentase ruang kelas SD/MI dalam kondisi baik
baru   mencapai   73,28%   dan   dan   SMP/MTs   mencapai   85,84%.   Hal   ini
menunjukkan bahwa masih ada ruang kelas yang rusak sebesar 26,72% (SD/MI)
dan 14,16% (SMP). Dengan demikian, diperlukan peningkatan  supply sarana dan
prasarana untuk meningkatkan pelayanan di urusan pendidikan.
Tabel 2.15
Indikator Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar Kabupaten Jepara 
Tahun 2012­2016

No Indikator Capaian Kinerja Tahun
2012 2013 2014 2015 2016
1. Persentase   ruang   kelas 49,11 81,26 70,83 70,83 73,28
SD/MI kondisi baik (%)
2. Persentase   ruang   kelas 84,85 79,77 85,84 85,84 85,84
SMP/MTs kondisi baik (%)
3 Rasio   ketersediaan   sekolah
terhadap   penduduk   usia
sekolah (%)
3. TK/RA (%) 144,42 141,30 142,98 143,92 141,77
a
3. SD/MI (%) 68,45 64,91 65,33 68,68 67,66
b
3.c SMP/MTs (%) 32,17 31,01 31,35 28,39 27,97
4. Nilai     Pemetaan   Mutu   SD tad tad tad tad 4,74
Pendidikan   (PMP)   Standar
Nasional Pendidikan (Nilai)*

II­49
No Indikator Capaian Kinerja Tahun
2012 2013 2014 2015 2016
5. Nilai   Pemetaan   Mutu     SMP tad tad tad tad 4,69
Pendidikan   (PMP)   Standar
Nasional Pendidikan (Nilai)*
6. Capaian   Hasil   Pemetaan tad tad tad tad 3,91
Mutu     Pendidikan   (PMP)
Standar PTK SD*
7. Nilai   Pemetaan   Mutu tad tad tad tad 3,57
Pendidikan   (PMP)   Standar
PTK SMP* 
Sumber: Disdikpora Kabupaten Jepara, 2017
Keterangan:   *   data   tahun   2012­2015   tidak   tersedia   karena   penghitungannya   baru   dimulai   pada
tahun 2016.

I. Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Persentase   guru   yang   memenuhi   kualifikasi   S1/D­IV   mengalami
peningkatan setiap tahunnya pada semua jenjang pendidikan. Hal lain yang perlu
mendapat perhatian adalah bahwa rasio murid terhadap guru yang masih belum
mencapai   kondisi   ideal   pada   semua   jenjang   pendidikan   dasar.   Pada   jenjang
TK/RA,   kondisi   idealnya   adalah   15:1,   sedangkan   pada   SD/MI   dan   SMP/MTs
adalah 20:1. 
Tabel 2.16
Indikator Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada Pendidikan Dasar
Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

No Indikator Capaian Kinerja Tahun
2012 2013 2014 2015 2016
1. Guru TK/RA yang memenuhi  30,08 63,89 85,77 85,77 85,77
kualifikasi S1/D­IV (%)
2. Guru SD/MI yang memenuhi  30,08 63,89 85,77 85,77 85,89
kualifikasi S1/D­IV (%)
3. Guru SMP/MTs yang memenuhi  73,15 81,11 86,95 86,95 86,95
kualifikasi S1/D­IV (%)
4 Rasio murid terhadap pendidik 
4.a TK/RA (%) 11 13 14 11 11

4.b SD/MI (%) 14 14 15 12 12

4.c SMP/MTs (%) 13 12 14 16 16

Sumber: Disdikpora Kabupaten Jepara, 2017

J. Pendidikan Non Formal 
Rasio penduduk tidak sekolah/tidak lulus yang mengikuti pendidikan Paket
A/B/C   mencapai   99,02%,   artinya   partisipasi   masyarakat   untuk   mengenyam
pendidikan melalui pendidikan Paket A/B/C sangat baik.

II­50
Object 66

Sumber: Disdikpora Kabupaten Jepara, 2017

Gambar 2.36
Rasio Penduduk Tidak Sekolah/Tidak Lulus yang Mengikuti Pendidikan 
Paket A/B/C di Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016 (%)

2.3.1.2 Urusan Kesehatan 
A. Angka Kematian Ibu (AKI)
Kematian   ibu   menurut   WHO   adalah   kematian   yang   terjadi   saat   hamil,
bersalin,   atau   dalam   42   hari   pasca   persalinan   dengan   penyebab   yang
berhubungan  langsung atau  tidak langsung terhadap kehamilan. Jumlah  kasus
kematian   ibu   (AKI)   di   Kabupaten   Jepara   menunjukkan   kondisi   yang   fluktuatif
selama  periode tahun  2012 – 2016. Pada tahun  2016, AKI mencapai 14 kasus,
meningkat dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 11 kasus.

II­51
Object 68

Sumber : Dinkes Kabupaten Jepara, 2017

Gambar 2.37
AKI Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016 (kasus)

Jika dilihat berdasarkan penyebab kematian langsung dan tidak langsung
telah   terjadi   penurunan   kematian   ibu   dalam   kurun   waktu   5   tahun   terakhir.
Penyebab kematian langsung pada ibu adalah PEB/eklamsi, perdarahan, infeksi
kehamilan, abortus dan partus lama. Sedangkan penyebab tidak langsung adalah
penyakit penyerta pada ibu hamil seperti hepatitis, HIV/AIDS, kanker, TBC, DBD
dan penyakit penyerta lainnya. 

II­52
Object 70

        Sumber : Dinkes Kabupaten Jepara, 2017

Gambar 2.38
Kematian Ibu Tahun 2012­2016 berdasarkan Penyebab Kematian (Kasus)

Tingginya   penyebab   kematian   tidak   langsung   pada   ibu,   menunjukkan


bahwa   penyebab   kematian   telah   bergeser.   Oleh   karena   itu,   penting   dilakukan
kegiatan ANC (Ante Natal Care) terintegrasi bagi ibu hamil. Penyebab kematian ibu
tahun 2016 adalah : 3 kasus (21,43%) karena hipertensi dalam kehamilan seperti
preeklamsi  dan  eklamsi,  1 kasus (7,14%) karena  perdarahan,  3 kasus (21,43%)
karena gangguan sistem peredaran darah seperti jantung dan oedem pulmo serta 7
kasus (50%) karena lain­lain. Untuk penyebab lain­lain adalah 3 kasus hepatitis, 1
kasus   DM,   1   kasus   kanker   payudara,   1   kasus   DSS,   1   kasus   anemia   gravis.
Dengan demikian, waktu meninggal, maka kematian terbesar terjadi pada masa
nifas.

II­53
Object 73

     Sumber : Dinkes Kabupaten Jepara, 2017

Gambar 2.39
Kematian Ibu Tahun 2012­2016 berdasarkan Fase Kehamilan (Kasus)

Beberapa langkah yang telah dilakukan untuk menurunkan kematian ibu
pada masa nifas antara lain monitoring perawatan paska persalinan > 24 jam di
semua  fasilitas  kesehatan,  feed   back  rujukan   ke  bidan  desa  (dari  RS)  terutama
pada   kasus   ibu   nifas   risti,   pengawalan   intensif   oleh   bidan   desa   (tupoksi)   dan
peningkatan koordinasi dan komunikasi antara RS, puskesmas serta bidan desa.

B. Angka Kematian Bayi (AKB)
Perkembangan   AKB   di   Kabupaten   Jepara  pada   tahun   2012   hingga   2016
menunjukkan   kondisi   yang   membaik   karena  mengalami   penurunan  yaitu  dari
10,02  per   1.000   kelahiran   hidup  pada   tahun   2012  menjadi  5,46  per   1.000
kelahiran hidup  pada tahun 2016.    Kondisi ini sudah melampaui target nasional
yaitu menurunkan AKB pada tahun 2015 menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup
dan   target   Provinsi   Jawa   Tengah   tahun   2015   menjadi   8,5   per   1.000   kelahiran
hidup.   Hal   ini   menjadi   salah   satu   indikasi   keberhasilan   program   dan   kegiatan
yang   dilakukan   untuk   mengatasi   permasalahan   kesehatan   masyarakat   yang
berkaitan   dengan   faktor   penyebab   kematian   bayi,   tingkat   pelayanan   antenatal,
status   gizi   ibu   hamil,   tingkat   keberhasilan   program   KIA   dan   KB,   dan   kondisi
lingkungan dan sosial ekonomi.

II­54
Object 75

Sumber : Dinkes Kabupaten Jepara, 2017

Gambar 2.40
AKB Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016 (per 1.000 KH)

C. Angka Kematian Balita (AKBa)
AKBa selama periode tahun 2012­2016 terus menurun. Pada tahun 2016
AKBa   menurun   menjadi  5,88  per   1.000   kelahiran   hidup   dan   menjadi   AKBa
terendah   sejak   tahun  2012.  Hal   ini   menjadi   salah   satu   indikasi   keberhasilan
program   KIA/Posyandu   sekaligus   program   dan   kegiatan   yang   berkaitan   untuk
mengatasi   permasalahan   kesehatan   anak   balita   dan   kondisi   dan   sanitasi
lingkungan. Kondisi ini sudah melampaui target nasional yaitu menurunkan AKBa
pada tahun 2015 menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup dan target provinsi tahun
2015 menjadi 12 per 1.000 kelahiran hidup (RAD MDGs).

II­55
Object 77

Sumber : Dinkes Kabupaten Jepara, 2017

Gambar 2.41
AKBa Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016 (per 1.000 KH)

D. Gizi Masyarakat
Permasalahan gizi masih didominasi dengan tingginya kasus gizi buruk dan
gizi kurang yang ditandai dengan tingginya prevalensi stunting, gizi buruk dan gizi
kurang   berdasarkan   BB/U.   Upaya   yang   telah   dilakukan   berupa   perawatan   gizi
buruk yang ditemukan berupa pemberian PMT yang sebenarnya hanya mengatasi
permasalahan   sesaat,   lintas   program   dan   sektor   harus   dilibatkan   dalam
pengentasan gizi buruk. Perbaikan gizi masyarakat tidak hanya pada gizi buruk,
tetapi gizi kurang, gizi lebih dan balita stunting menjadi perhatian pemerintah baik
pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. 
Persentase  balita  gizi   buruk   di   Kabupaten   Jepara   dari   tahun   2012–2016
fluktuatif. Angka tertinggi balita gizi buruk terjadi pada tahun 2016 sebesar 2,7%.
Seluruh kasus gizi buruk di Kabupaten Jepara  telah ditangani oleh Pemerintah
Kabupaten Jepara. 

II­56
Dalam pemenuhan gizi masyarakat, pemerintah memiliki program konsumsi
garam beryodium.  Program ini dalam rangka  mengurangi  penderita  kekurangan
yodium   dan   munculnya   balita   kurang   cerdas.   Cakupan   rumah   tangga
mengkonsumsi   garam   beryodium   dari   tahun   2012­2016   cenderung   mengalami
peningkatan dari 62,56% menjadi 79,76% tahun 2016. Angka ini masih di bawah
target nasional yaitu 90%.
Cakupan   bayi   0­6   bulan   mendapat   ASI   Eksklusif   di   Kabupaten   Jepara
tahun 2012­2016 fluktuatif. Pada tahun 2013 Kabupaten Jepara memiliki capaian
tertinggi cakupan bayi 0 – 6 bulan mendapat ASI Eksklusif (71,33%). Kondisi ini
belum sesuai dengan harapan pemerintah pusat sebesar 80% tahun 2015. 

Tabel 2.17
Indikator Gizi pada Masyarakat Kabupaten Jepara 
Tahun 2012­2016

No Indikator Capaian Kinerja Tahun
2012 2013 2014 2015 2016
1 Persentase  Balita  Gizi 2,51 1,71 1,9 2,21 2,7
Buruk (%)
2 Persentase   balita   pendek 14,35 19,63 15,34 16,47 30,19
(stunting) (%)
3 Persentase   balita   gizi 0,48 1,55 1,51 1,82 1,56
kurang (%)
4 Cakupan   rumah   tangga 62,56 74,87 67,11 80,89 79,76
mengkonsumsi   garam
beryodium (%)
5 Cakupan   bayi   0­6   bulan 66,8 71,33 69,39 57,58 60,15
mendapat   ASI   Eksklusif
(%)
Sumber : Dinkes Kabupaten Jepara, 2017

E. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Angka kesakitan di Kabupaten Jepara pada beberapa jenis penyakit cukup
tinggi.   Jenis   penyakit   yang   masih   perlu   perhatian   adalah   DBD,  Acute   Flaccid
Paralysis (AFP) Rate, TB paru, dan HIV AIDS. 
 Angka kesakitan DBD dari tahun 2012–2016 masih fluktuatif, tertinggi pada
tahun   2013   sebesar   183,6   per   100.000   penduduk.   Sedangkan   angka
kematian DBD tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu 12,5%. 
 Acute  Flaccid  Paralysis  (AFP)  Rate  adalah  semua  anak <15  tahun  dengan
kelumpuhan (paralysis/paresis) yang memiliki gejala sifatnya layuh (Flaccid)
terjadi   secara   mendadak   (acute)   dan   bukan   disebabkan   ruda   paksa.  AFP
rate  pada tahun 2012–2016 cenderung mengalami penurunan. Pada tahun
2012 AFP rate sebesar  2,64% menurun menjadi 1,95% pada tahun 2016. 

II­57
 Case Notification Rate  (CNR) kasus TB Paru adalah jumlah pasien baru TB
paru   yang   ditemukan   dan   tercatat   diantara   100.000   penduduk   di   suatu
wilayah   tertentu.   CNR   kasus   TB   paru   tahun   2012–2016   fluktuatif.   Pada
tahun   2012   sebanyak   48,4   per   100.000   penduduk   menurun   pada   tahun
2016 sebesar 46,86 per 100.000 penduduk. 
 Success   Rate  (SR)   TB   Paru   Kabupaten   Jepara   tahun   2012–2016   masih
fluktuatif. Pada tahun 2012 SR TB Paru sebesar  96,55% menurun menjadi
92,44% pada tahun 2016. 
 Angka   Kesembuhan   TB   Paru   (CR)   Kabupaten   Jepara   tahun   2012–2016
cenderung   meningkat.   CR   TB   Paru   Kabupaten   Jepara   pada   tahun   2012
sebesar 51,03% meningkat menjadi 80,62% pada tahun 2016. 
 Cakupan   penemuan   dan   penanganan   kasus   baru   HIV   AIDS   dari   tahun
2012–2016   meningkat.   Pada   tahun   2012   cakupan   penemuan   dan
penanganan   kasus   baru   HIV   AIDS   sebesar   0,98%   menjadi   1,10%   tahun
2016.   HIV   AIDS   merupakan   fenomena   gunung   es,   yang   mana   sampai
dengan   saat   ini   belum   semua   kasus   HIV   AIDS   ditemukan,   sehingga
penemuan kasus baru masih harus mendapat perhatian dalam penanganan
HIV AIDS. 
Belum   seluruh   penderita   HIV   AIDS   (Orang   Dengan   HIV   AIDS/ODHA)
memperoleh   akses   obat   ARV   (antiretroviral).   Hal   ini   dapat   dilihat   dari
Proporsi penduduk yg terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat
antiretroviral pada tahun 2016 hanya 43,1%. Kondisi ini dikarenakan belum
seluruh sarana prasarana memiliki akses obat antiretroviral. 
Dalam  rangka  memberikan kekebalan tubuh  terhadap penyebaran  semua
penyakit, pemerintah memberikan imunisasi pada bayi dan balita. Imunisasi dasar
yang wajib diberikan pada bayi adalah Hepatitis, BCG, DPT, Polio dan Campak.
Berdasarkan data Universal Child Immunisation (UCI), Kabupaten Jepara memiliki
cakupan   Desa/Kelurahan   UCI   sebesar   100%   pada   tahun   2016.   Hal   ini
mengandung   arti   bahwa   kelurahan/desa   80%   anak/balita   telah   mendapat
imunisasi dasar. 
Tabel 2.18
Indikator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

No Indikator Satuan Capaian Kinerja Tahun


2012 2013 2014 2015 2016
1 Angka   kesakitan Per 100.000 53,2 183,6 76,9 120,2 61
Demam   Berdarah penduduk
Dengue (IR DBD)
2 Angka   kematian % 0,49 12,5 0,6 0,77 1,2
DBD (CFR DBD)
3 Acute   Flaccid Per 10.000 2,64 1,84 1,18 1,61 1,95
Paralysis (AFP) Rate penduduk
4 Case   Notification Per 100.000 48,4 43,88 41,94 47,97 46,86
penduduk

II­58
No Indikator Satuan Capaian Kinerja Tahun
2012 2013 2014 2015 2016
Rate (CNR) kasus TB
Paru
5 Success   Rate  kasus % 96,55 104,39 53,56 65,79 92,44
TB Paru
6 Angka   Kesembuhan % 51,03 58,12 52,14 63,16 80,62
TB Paru (CR)
7 Cakupan   penemuan % 0,98 1,15 0,96 1,07 1,10
dan   penanganan
kasus   baru   HIV
AIDS
8 Proporsi   penduduk % 13,9 44,6 51,85 41 43,1
yg   terinfeksi   HIV
lanjut yang memiliki
akses pada obat anti
retroviral
9 Cakupan   Desa/ % 100 97,95 100 100 100
Kelurahan  Universal
Child   Immunization
(UCI)
Sumber : Dinkes Kabupaten Jepara, 2017

F. Pemberdayaan Kesehatan dan Lingkungan Sehat
Angka   morbiditas   (kesakitan)   juga   dipengaruhi   oleh   perilaku   hidup
masyarakat. Penilaian perilaku sehat pada masyarakat dilihat dari rumah tangga
yang   ber­PHBS   (Perilaku   Hidup   Bersih   dan   Sehat).   Proporsi   rumah   tangga   ber­
PHBS   di   Kabupaten   Jepara   dari   tahun   2012–2016   mengalami   peningkatan   dari
67,98% menjadi 81,52%. 
Peran masyarakat sangat diperlukan dalam pembangunan kesehatan. Peran
masyarakat   dapat   terlihat   dari   indikator   cakupan   desa/kelurahan   siaga   aktif.
Mulai tahun 2015, Kabupaten Jepara memiliki desa/kelurahan siaga aktif sebesar
100%. Namun, yang mandiri baru mencapai 4,67% pada tahun 2016. 
Tabel 2.19
Indikator Pemberdayaan Kesehatan Kabupaten Jepara
Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator
2012 2013 2014 2015 2016
1 Proporsi rumah tangga  67,98 81,64 78,43 84,87 81,52
ber PHBS (%)
2 Cakupan penjaringan  100 100 100 100 100
kesehatan siswa SD dan
setingkat (%)
3 Cakupan desa siaga  81,97 81,97 99,49 100 100
aktif (%)
4 Proporsi desa siaga aktif  _ _ _ 3,01 4,67
mandiri (%)
Sumber : Dinkes Kabupaten Jepara, 2017

Kondisi   lingkungan   yang   bersih   dan   baik   akan   meningkatkan   derajat


kesehatan   masyarakat.   Lingkungan   yang   bersih   dapat   dilihat   dari   rumah   yang

II­59
memenuhi  syarat  kesehatan, rumah  tangga   yang  memliki   akses  air  bersih,  dan
tempat­tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan. 
Rumah tangga di Kabupaten Jepara yang memenuhi syarat kesehatan dari
tahun 2012–2016 mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 cakupan rumah yang
memenuhi   syarat   kesehatan   sebesar   64,91%   meningkat   menjadi   66,88%   tahun
2016.   Sementara   itu,   berdasarkan   data  sampling,   persentase   rumah   tangga
dengan akses air bersih yang layak dari tahun 2012­2016 mengalami penurunan
dari 84,2% menjadi 80,73%. 
Desa   yang   melaksanakan   strategi   STBM   (Sanitasi   Total   Berbasis
Masyarakat) sampai dengan 2016 baru mencapai 55,38%. Tempat Tempat Umum
(TTU) dan Tempat Pengolahan Makanan (TPM) juga dituntut memiliki sanitasi yang
baik.   Kategori   TTU   adalah   hotel,   restoran,   tempat   ibadah.   Berdasarkan   hasil
pemeriksaan dapat diketahui bahwa TTU yang memenuhi syarat kesehatan dari
tahun 2012–2016 mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 cakupan TTU yang
memenuhi syarat kesehatan sebesar 65,36% meningkat pada tahun 2016 menjadi
69,66%.   Demikian   juga   TPM   yang   memenuhi   syarat   kesehatan   juga   mengalami
peningkatan, pada tahun 2012 sebesar 41,38% menjadi 51,98%. 
Dalam   mewujudkan   Kabupaten   Jepara   menjadi   Kabupaten   Sehat
Swastisaba   Wistara,   telah   dilakukan   pembinaan   kawasan   Kabupaten   Sehat.
Sampai   dengan   2016   kelurahan/desa   sehat   telah   mencapai   68,79%.   Selain   itu
Kabupaten   Jepara   juga   telah   menyediakan   klinik   sanitasi   pada   puskesmas.
Sampai tahun 2016 puskesmas yang memiliki klinik sanitasi sebesar 95%.
Tabel 2.20
Indikator Lingkungan Sehat Kabupaten Jepara
Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator
2012 2013 2014 2015 2016
1 Cakupan rumah yang  64,91 64,22 65,68 65,68 66,88
memenuhi syarat kesehatan
(%)
2 Jumlah rumah tangga di  299.35 299.53 302.51 306.26 324.70
Kabupaten Jepara (ruta) 7 7 6 0 3
3 Persentase rumah tangga  84,2 83,79 72,21 77,92 80,73
dengan akses air bersih 
yang layak (%)
4 Cakupan sarana pengolahan 79,9 74,51 78,65 78,91 76,64
air limbah rumah tangga 
yang memenuhi syarat (%)
5 Persentase rumah tangga  57 57 57 57 77,43
dengan akses jamban 
keluarga yang layak (%)
6 Persentase Desa  _ _ 43,59 53,85 55,38
melaksanakan STBM (%)
7 Persentase tempat­tempat  65,36 69,42 68,98 71,82 69,66
umum (TTU) yang 
memenuhi syarat kesehatan
(%)
8 Persentase tempat  41,38 47,17 49,88 52,12 51,98
pengelolaan makanan 

II­60
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator
2012 2013 2014 2015 2016
(TPM ) memenuhi syarat 
higiene sanitasi (%)
9 Persentase desa/kelurahan  42,06 57,33 61,24 67,18 68,79
sehat (%)
10 Persentase puskesmas  95 95 95 95 95
dengan klinik sanitasi aktif 
(%)
Sumber : Dinkes Kabupaten Jepara, Disperkim Kabupaten Jepara dan BPS Kabupaten Jepara, 2017

G. Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan 
Sarana   dan   prasarana   pelayanan   kesehatan   dalam   rangka   meningkatkan
kualitas   kesehatan   masyarakat   dituntut   memiliki   kompetensi   atau   akreditasi
dalam memberikan pelayanan. Pada tahun 2016 jumlah Puskesmas di Kabupaten
Jepara   sebanyak   21   Puskesmas   dengan   14   Puskesmas   rawat   inap   dan   7
Puskesmas   non   rawat   inap.   Jumlah   tempat   tidur   pada   Puskesmas   rawat   inap
sebanyak   231   tempat   tidur.     Jumlah   penduduk   yang   dilayani   oleh   Puskesmas
adalah   sebanyak     1.205.800   jiwa.   Sehingga   rasio   puskesmas   dengan   jumlah
penduduk   adalah   1:57.419.   Kondisi   ini   berdasarkan   SNI   03­1733­2004   tentang
Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan masih belum ideal,
karena   yang   ideal   adalah   1   Puskesmas   adalah   melayani   30.000   jiwa   sehingga
Kabupaten   Jepara   masih   kekurangan   ±19   Puskesmas.   Namun,   kondisi   ini   juga
tidak   mudah   dipenuhi   karena   harus   disesuaikan   dengan   ketersediaan   tenaga
kesehatan yang ada di Kabupaten Jepara. Sementara itu, dari sisi kualitas, sampai
dengan   tahun   2016   jumlah   Puskesmas   yang   telah   terakreditasi   adalah   8
Puskesmas   yaitu   Puskesmas   Welahan   I,  Mlonggo,  Bangsri  I,  Tahunan,  Keling  I,
Kedung II, Keling II dan Jepara. 
 Jenis Sarana Kesehatan lain yang ada di Kabupaten Jepara adalah Rumah
Sakit.  Kabupaten   Jepara   memiliki   7  Rumah   Sakit   terdiri   dari   5   RSU   dan   2   RS
Khusus (RSIA dan RSB).  Rumah Sakit Umum terdiri dari RSUD RA Kartini, RS dr.
Rehatta   Kelet,   RSI   Sultan   Hadlirin,   RS   Graha   Husada,   dan   RS   PKU
Muhammadiyah. Rumah  Sakit  Khusus ada  2  yaitu  RSIA  Kumala  Siwi  dan  RSB
Restu Ibu.
Tabel 2.21
Jumlah Rumah Sakit di Kebupaten Jepara Tahun 2016
Jumlah Tempat
No Nama Rumah Sakit Kelas/Type
Tidur (unit)
1 RSUD RA Kartini B 348
2 RS dr.Rehatta Kelet  C 208
3 RSI Sultan Hadlirin C 147
4 RS Graha Husada D 56
5 RS PKU Muhammadiyah  D 85
Mayong
6 RSIA Kumala Siwi C 33

II­61
Jumlah Tempat
No Nama Rumah Sakit Kelas/Type
Tidur (unit)
7 RSB Restu Ibu C 25
Sumber : Dinkes Kabupaten Jepara, 2017

Masalah   lain   yang   dihadapi   di   bidang   kesehatan   adalah   ketersediaan


tenaga   kesehatan   yang   masih   di   bawah   standard   yang   dipersyaratkan,   salah
satunya   adalah   rasio   dokter   umum.   Pada   tahun   2016   rasio   dokter   umum   per
100.000   penduduk   mencapai   13,27   menurun   dibandingkan   tahun   2015   yang
mencapai   13,38.   Rasio   ini   juga   masih   jauh   dari   standard   yang   dipersyaratkan
WHO, yaitu 40,00 per 100.000 penduduk. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 2.22
Indikator Tenaga Kesehatan Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

Capaian Kinerja Tahun Standard
No Indikator Satuan
WHO
2012 2013 2014 2015 2016
1 Rasio   dokter Per tad 3,53 3,33 3,62 3,57 6,00
spesialis 100.000
penduduk
2 Rasio   dokter Per 11,56 15,69 13,24 13,38 13,27 40,00
umum 100.000
penduduk
3 Rasio   dokter Per 1,31 2,07 1,54 2,36 1,91 11,00
gigi 100.000
penduduk
4 Rasio Per 47,94 61,46 55,00 73,80 67,51 117,50
Perawat 100.000
penduduk
5 Rasio Bidan Per 35,58 38,01 35,45 40,39 36,24
100.000
penduduk
6 Jumlah orang tad tad tad tad 29,00
Perawat Gigi
7 Rasio Tenaga Per 14,37 15,08 14,52 15,06 13,60 10,00
Kefarmasian 100.000
penduduk
8 Rasio Tenaga Per tad tad tad tad 1,16 40,00
Kesmas 100.000
penduduk
9 Rasio Tenaga Per tad tad tad 2,69 2,24 40,00
Kesling 100.000
penduduk
10 Rasio   Ahli Per 3,5 4,57 3,42 3,52 3,15 22,00
Gizi 100.000
penduduk
Sumber : Dinkes Kabupaten Jepara, 2017

2.3.1.3 Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang
Berdasarkan Undang­Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, bahwa kewenangan urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang untuk
pemerintah   kabupaten/   kota   mencakup   sub   urusan   berikut:  Sumber   Daya   Air
(SDA), Air Minum, Persampahan, Air Limbah, Drainase, Permukiman, Bangunan

II­62
Gedung,   Penataan   Bangunan   dan   Lingkungannya,   Jalan,   Jasa   Konstruksi,   dan
Penataan Ruang.
Ketersediaan  infrastruktur   yang   berkualitas   merupakan   salah   satu   faktor
penentu daya tarik suatu kawasan/wilayah, disamping faktor kualitas lingkungan
hidup,  image,   dan   masyarakat   (budaya).   Sementara   itu,   kinerja   infrastruktur
merupakan   faktor   kunci   dalam   menentukan   daya   saing   global,   selain   kinerja
ekonomi makro, efisiensi pemerintah, dan efisiensi usaha.

A. Sumber Daya Air
Guna  mendukung   pengelolaan   sumber   daya   air,   Kabupaten   Jepara   telah
memiliki Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pencabutan Peraturan
Daerah   Nomor   18   Tahun   2010   tentang   Irigasi.   Untuk   mendukung   kegiatan
pengairan   di   Kabupaten   Jepara,   pada   tahun   2014   tercatat   memiliki   843
dam/bendung   yang   tersebar   di   15   kecamatan   di   Kabupaten   Jepara,   kecuali   di
Kecamatan Karimunjawa. Jumlah dam/bendung terbanyak berada di Kecamatan
Kembang   dengan   155   dam/bendung   dan   paling   sedikit   di   Kecamatan   Welahan
dengan 5 dam/bendung. Sementara itu, berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum     dan   Perumahan   Rakyat   Republik   Indonesia   Nomor   04/PRT/M/2015
Tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai, terdapat 2 (dua) Wilayah Sungai
yang   pengelolaan   sumber   daya   airnya   menjadi   wewenang   dan   tanggung   jawab
Pemkab Jepara, yaitu Wilayah Sungai (WS) Kepulauan Karimunjawa dan WS Wiso­
Gelis.
Kinerja sumber daya air diukur dari jaringan irigasi yang ada di Kabupaten
Jepara.   Selama   tahun   2012­2016,   panjang   jaringan   irigasi   dalam   kondisi   baik
menunjukkan   peningkatan.   Panjang  jaringan   irigasi   di   Kabupaten   Jepara   pada
tahun 2016 mencapai 1.285.789 m, dengan panjang jaringan irigasi dalam kondisi
baik  mencapai   277.345 m  (21,57%)  meningkat  dibandingkan  tahun  2015  yang
mencapai 20,41%. Dengan luas areal budidaya mengacu pada luas Daerah Irigasi
yang   menjadi   kewenangan   Pemerintah   Kabupaten   Jepara   sebagaimana   diatur
dalam   Peraturan   Menteri   Pekerjaan   Umum   dan   Perumahan   Rakyat   Republik
Indonesia Nomor 14/PRT/M/2015 Tentang Kriteria dan Penetapan Status Daerah
Irigasi   yaitu   seluas   28.247   ha,   maka   rasio   jaringan   irigasi   dalam   kondisi   baik
terhadap areal budidaya pada tahun 2016 mencapai 9,82 m/ha. Capaian ini naik
jika dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2015 yang mencapai 9,29 m/ha.
Tabel 2.23
Indikator Sumber Daya Air Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Rasio Jaringan Irigasi m/ha  7,92   7,87   7,90   9,29   9,82 
dalam kondisi baik 

II­63
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
terhadap areal 
budidaya
2 Persentase jaringan  % 17,4 17,29 17,36 20,41 21,57
irigasi dalam kondisi 
baik
Sumber: DPUPR Kabupaten Jepara, 2017

B. Air Minum
Target yang ditetapkan untuk pelayanan air minum adalah dalam rangka
memenuhi   target   program   100:0:100   Kementerian   Pekerjaan   Umum   dan
Perumahan   Rakyat   pada   tahun   2019.   Program   100­0­100   merujuk   pada   target
100% kemudahan mengakses air bersih, 0% luasan kawasan kumuh, dan 100%
lingkungan yang sanitasinya berkategori sehat.
Berdasarkan   data  sampling  yang   dilaksanakan   DKK   Kabupaten   Jepara,
persentase   rumah   tangga   dengan   akses   air   bersih   yang   layak   pada   tahun
mencapai 80,73%. Angka ini meningkat dibandingkan capaian tahun 2015 sebesar
77,92%. Dengan demikian, diperlukan upaya keras untuk dapat mencapai target
100% pada tahun 2019. 

Object 79

Sumber : Dinkes Kabupaten Jepara, 2017

Gambar 2.42
Persentase Rumah Tangga dengan Akses Air Bersih Layak 
di Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016 (%)
C. Persampahan
Pengelolaan  persampahan di Kabupaten Jepara belum optimal, kondisi ini
dapat dilihat dari   Persentase pengangkutan sampah sampai dengan tahun 2016
baru mencapai 18,53 %. 
Dalam   penanganan   sampah,   Kabupaten   Jepara   memiliki   sarana   dan
prasarana persampahan yang cukup memadai. Kabupaten Jepara telah memiliki 3
TPA, yaitu TPA Bandengan, TPA Krasak­Bansgri, dan TPA Gemulung. Selain itu

II­64
direncanakan   akan   dibangun   TPA   baru   untuk   melayani   wilayah   Jepara   bagian
utara dan Karimunjawa. 
Tabel 2.24
TPA Kabupaten Jepara 
Areal Mulai Sistem
No. Nama TPA Luas (Ha)
Pelayanan Operasional Pengelolaan
1 Bandengan 7,29 Jepara, 1998 Control
Tahunan, landfill
Pakisaji,
Batealit,   dan
Kedung
2 Krasak­ 0,71 Bangsri, 2003 Open
Bangsri Mlonggo,   dan dumping
Keling
3 Gemulung 0,98 Pecangaan, 2001 Open
Kalinyamatan, dumping
Mayong,   dan
Welahan
Sumber : DLH Kabupaten Jepara, 2017

Selain   itu,   telah   ada   89   TPS   (Tempat   Penampungan   Sampah   Sementara)


pada   tahun  2016   yang   tersebar  di  seluruh   penjuru   wilayah.  Sedangkan   jumlah
TPST di tahun 2016 sebanyak 4 unit dari tahun­tahun sebelumnya yang hanya 1
unt   sejak   tahun   2012   sampai   dengan   2015.   Meski   demikian,   persentase
penanganan sampah baru mencapai 9,24% pada tahun 2016.
Sebagaimana diketahui, sebagian sisa kegiatan masyarakat yang dibuang ke
TPA   berasal   dari   sampah   rumah   tangga.   Persentasenya   diperkirakan   rata­rata
mencapai   hampir   70%.   Terdiri   dari   sampah   organik   dan   non­organik,   dimana
persentase sampah organik pada umumnya lebih tinggi. Potensi sampah organik
yang   cukup   tinggi   dapat   diolah   dan   dimanfaatkan   kembali   oleh   masyarakat.
Pengelolan sampah dapat mengurangi sampah yang masuk ke TPA. 
Usaha   yang   dilakukan   oleh   Pemerintah   Kabupaten   Jepara   dalam
melakukan   pengurangan  sampah   adalah   melakukan   pengumpulan  sampah   dari
sumber   ke   tempat   pengolahan   sampah   3R,   yang   selanjutnya   dipilah   sesuai
jenisnya, digunakan kembali, didaur ulang, dan diolah secara optimal, sehingga
pada   akhirnya   hanya   tersisa   residu   sampah.   Sejak   tahun   2015,   pengurangan
sampah di perkotaan Kabupaten Jepara mencapai 20% meningkat dibandingkan
tahun 2014 yang hanya sebesar 16,46%.

Tabel 2.25
Indikator Persampahan Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Persentase  % tad tad tad 9,54 9,24
penanganan sampah 
2 Ketersediaan Tempat  % tad tad tad 0,25 0,26

II­65
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
pembuangan sampah 
(TPS) per satuan 
penduduk
3 Rasio tempat  Per 1.000 tad tad tad 2,48 2,65
pembuangan sampah 
(TPS) per satuan 
penduduk 
4 Jumlah TPS Unit 76 76 76 82 89
5 Jumlah TPST  Unit 0 1 1 1 4
6 Tersedianya fasilitas  1 5 40 41 55
pengurangan sampah
di perkotaan.
7 Tersedianya sistem  % 89,63 87,92 77,27 75,59 81,25
penanganan sampah 
di perkotaan.
8 Persentase  % 0,46 2,25 16,46 20 20
pengurangan sampah
diperkotaan
9 Persentase  % tad tad tad 17,32 18,53
pengangkutan 
sampah
Sumber : DLH Kabupaten Jepara, 2017

D. Air Limbah
Pengelolaan   Limbah   Cair   Rumah   Tangga   di   lingkungan   masyarakat
Kabupaten Jepara sebagian besar masih menggunakan septic tank individual dan
sebagian   lainnya   dibuang   ke   drainase   (SPAL)   baik   saluran   terbuka   maupun
tertutup.   Jumlah   KK   penduduk   perkotaan   di   Kabupaten   Jepara   yang   terlayani
sistem   IPLT   masih   sangat   kecil.   Di   tahun   2012   tercatat   sebesar   0,0056%   dan
kondisi ini tetap tidak mengalami kenaikan atau penurunan sampai dengan tahun
2016. 
Berdasarkan   data   Dinas  Perumahan   Rakyat   dan   Kawasan   Permukiman
Kabupaten, pada tahun 2016 keluarga yang telah memiliki jamban keluarga yang
sehat/layak   mencapai   sebesar   77,43%.   Capaian   ini  meningkat  dibandingkan
tahun   2015   yang   mencapai  57,00%.   Alasan   utama   dari   permasalahan   tersebut
adalah faktor ekonomi, yaitu pembangunan jamban dirasa masih sangat mahal.
Tidak   adanya   jamban   di   setiap   rumah   tangga/KK   bukan   semata   hanya   faktor
ekonomi   saja   tetapi   rendahnya   kesadaran   masyarakat   untuk   menerapkan   pola
hidup sehat (PHBS) di Kabupaten Jepara. Kondisi ini juga mengindikasikan bahwa
pertumbuhan   KK   lebih   tinggi   dibandingkan   pertumbuhan   jumlah   KK   yang
memiliki jamban sehat.

E. Drainase
Sistem drainase pada Kabupaten Jepara ini menggunakan sistem drainase
terbuka   dan   tertutup.   Drainase   di   Kabupaten   Jepara   dibuat   mengikuti   pola

II­66
jaringan jalan. Persentase panjang jalan kabupaten yang memiliki drainase dengan
kondisi  baik  pada  tahun 2012    sebesar 3,1  % meningkat  menjadi  4,45  % pada
tahun   2016,  ini   berarti   masih   terdapat   95,55  %   jalan  kabupaten  yang   belum
memiliki saluran drainase yang memadai sehingga rawan menimbulkan banjir dan
genangan   pada   saat   musim   penghujan  yang   mengakibatkan   kerusakan.
Berdasarkan data tahun 2015 luas genangan di Kabupaten Jepara sebesar 855,81
Ha. Hal ini terjadi setiap turun hujan deras yang diakibatkan tersumbatnya aliran
drainase oleh sampah maupun sedimentasi.
Saat   ini   kesadaran   masyarakat   masih   rendah   untuk   membuang   sampah
pada tempatnya, sehingga membuat beberapa selokan di beberapa daerah menjadi
mampet dan air tidak bisa mengalir dengan lancar. Hal ini menyebabkan sistem
drainase   yang   ada   tidak   dapat   berjalan   dengan   semestinya.   Berdasarkan   data
DPUPR Kabupaten Jepara, persentase drainase dalam kondisi baik/pembuangan
air   tidak   tersumbat   mencapai   89,89%   pada   tahun   2016   meningkat   jika
dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 74,19%.

Tabel 2.26
Indikator Drainase Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

Capaian Kinerja Tahun
No Indikator
2012 2013 2014 2015 2016
1 Jalan kabupaten yang 3,1 3,4 3,75 4,05 4,45
memiliki 
drainase/saluran 
pembuangan air (%)
2 Drainase dalam  74,19 79,41 82,67 88,89 89,89
kondisi baik/ 
pembuangan aliran 
air tidak tersumbat 
(%)
Sumber : DPUPR Kabupaten Jepara, 2017

F. Bangunan Gedung
Jumlah IMB yang diterbitkan (di luar data Paten Kecamatan) menunjukkan
trend  menurun,   dimana   pada   tahun   2012   tercatat   hanya   sebesar   405   dan
menurun menjadi 167 pada tahun 2016. Sementara itu, jumlah bangunan gedung
yang   menjadi   milik   Pemerintah   Kabupaten   yang   harus   dibangun   dan/atau
dipelihara sampai dengan tahun 2016 adalah sebanyak 160 unit.

II­67
Object 82

Sumber : DPUPR Kabupaten Jepara, 2017

Gambar 2.43
Jumlah Rekomendasi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang Diterbitkan
di Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

G. Jalan
Pemerintah   Kabupaten   Jepara   berusaha   untuk   meningkatkan   kualitas
infrastruktur   jalan   setiap   tahunnya.   Hal   ini   dapat   dilihat   dengan   terus
meningkatnya   proporsi   panjang   jaringan   jalan   dalam   kondisi   baik.   Pada   tahun
2012 panjang jaringan jalan kabupaten dalam kondisi baik mencapai  4,59 % dan
tahun   2016   mengalami   peningkatan   mencapai   42,11%  dari   total   panjang   jalan
kabupaten   jalan   kabupaten   872,142   km.   Hal   ini   berarti   masih   ada  57,89  %
jaringan jalan kabupaten dalam kondisi rusak (kondisi sedang, rusak, dan rusak
berat) dari total keseluruhan panjang jalan.
Tabel 2.27

II­68
Indikator Jalan Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

Capaian Kinerja
No Indikator
2012 2013 2014 2015 2016
1 Persentase panjang  4,59 29,59 28,37 32,71 42,11
jaringan jalan dalam 
kondisi baik (%)
  ­  Kabupaten  4,59 29,59 28,37 32,71 42,11
  ­  Poros Desa tad tad tad tad  17,00
2 Persentase jalan yang 2,85 2,80 2,96 2,91 2,98
memiliki trotoar (%) 
Sumber : BPS Kabupaten Jepara, 2013; DPUPR Kabupaten Jepara, 2017

H. Penataan Ruang
Kabupaten   Jepara   telah   memiliki   dokumen   Rencana   Tata   Ruang   Wilayah
Kabupaten   Jepara   tahun   2011­2031   yang   ditetapkan   dengan   Peraturan   Daerah
Kabupaten Jepara No 2 tahun 2011 RTRW Kabupaten Jepara. Berpedoman pada
RTRW, tercatat bahwa  persentase masyarakat yang terlayani dalam pengurusan
izin pemanfaatan ruang sesuai dengan peraturan dan terlaksanakannya tindakan
awal   terhadap   pengaduan   masyarakat   tentang   pelanggaran   di   bidang   penataan
ruang secara konsisten mencapai 100% selama periode 2012­2016 
Tabel 2.28
Indikator Penataan Ruang Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator
2012 2013 2014 2015 2016
1 Terlayaninya masyarakat  100 100 100 100 100
dalam pengurusan izin 
pemanfaatan ruang sesuai 
dengan Peraturan (%)
2 Terlaksanakannya tindakan  100 100 100 100 100
awal terhadap pengaduan 
masyarakat tentang 
pelanggaran di bidang 
penataan ruang (%)
3 Luas RTHK Publik (%) 7,3 7,3 7,3 7,31 7,33
Sumber : DPUPR Kabupaten Jepara, 2017

2.3.1.4 Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Berdasarkan Undang­Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah,   bahwa   kewenangan   urusan   Perumahan   dan   Permukiman     untuk
pemerintah   kabupaten/   kota   mencakup   sub   urusan   berikut:   1)  Perumahan;   2)
Kawasan   Permukiman;   3)   Perumahan   dan   Kawasan   Permukiman   Kumuh;   4)
Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU); 5) Sertifikasi, Kualifikasi, Klasifikasi,
dan Registrasi Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman. 
Permasalahan  backlog  untuk   keberhunian   di   Kabupaten   Jepara   sebesar
76.337 unit. Fokus penyelenggaraan perumahan rakyat dan kawasan permukiman
adalah penanganan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dan Kawasan Permukiman

II­69
Kumuh. Hal ini dilakukan untuk memenuhi target yang telah ditetapkan dalam
program 100­0­100.
Persentase   RTLH   yang   ditangani   menunjukkan  trend  meningkat   selama
periode tahun 2012­2016, yaitu dari 0,45% pada tahun 2012 menjadi 2,33% pada
tahun   2016.  Sementara   itu,  kawasan   kumuh   yang  telah   tertangani  pada  tahun
2016   mencapai   12.37   ha   atau   24,89%   dari   keseluruhan   luas   kawasan
permukiman   kumuh   perkotaan   yang   ditetapkan   dalam  SK   Bupati   No.
055/333/2014 yaitu 49,7 ha. Dengan demikian, sampai dengan tahun 2016 luas
kawasan   kumuh   yang   ada   di   Kabupaten   Jepara   mencapai   0,024%.  Kondisi   ini
sudah mendekati target yang ditetapkan dalam Program 100­0­100. 
Selengkapnya   capaian   kinerja   urusan   Perumahan   Rakyat   dan   Kawasan
Permukiman   di     Kabupaten   Jepara   tahun   2012­2016   dapat   terlihat   pada   tabel
berikut.

Tabel 2.29
Indikator Urusan Perumahan Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah rumah susun Unit 5 5 5 5 5
yang terbangun
2 Persentase kawasan  % 0,05 0,05 0,049 0,048 0,024
kumuh sesuai SK 
Bupati
3 Persentase luas  % tad tad tad tad 24,89
kawasan kumuh 
sesuai SK Bupati di 
kawasan perkotaan 
yang tertangani
4 Jumlah RTLH yang  Unit/ 328 382 93 375 379
ditangani/dibangun tahun
5 Persentase RTLH  % 0,45 0,97 1,10 1,71 2,33
yang ditangani
6 Jumlah RTLH Unit 73.248* 72.920 72.538* 61.568** 61.193**
*

7 Persentase Rumah  % 67,59 67,73 67,90 77,28 77,42


Layak Huni

8 Cakupan Lingkungan % tad tad tad tad 95,59


yang Sehat dan Aman
yang didukung 
dengan PSU
9 Persentase makam  % Tad Tad 4,75 14,28 28,57
yang memiliki sarana 
dan prasaran lengkap
10 Persentase rumah  % 57 57 57 57 77,43
tinggal bersanitasi 
layak
Sumber: Disperkim Kabupaten Jepara, 2017
Ket: * berdasarkan data PPLS 2011; ** berdasarkan data PBDT 2015

II­70
2.3.1.5 Ketenteraman, Ketertiban Umum, Dan Pelindungan Masyarakat.
Berdasarkan Undang­Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah   dinyatakan   kewenangan   Ketenteraman,   Ketertiban   Umum,   dan
Pelindungan   Masyarakat   merupakan     urusan   wajib   pelayanan   dasar.   Upaya
mewujudkan ketenteraman dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat
menjadi   prasyarat   bagi   terselenggaranya   tata   kehidupan   masyarakat,   aktivitas
sosial ekonomi dan   pembangunan daerah. 
Capaian   kinerja   ketenteraman,   ketertiban   umum   dan   perlindungan
masyarakat,   terutama   jumlah   kasus   tindak   kriminalitas   menunjukkan
peningkatan penanganan yang cukup baik dari tahun 2012–2016.   Penanganan
kasus   kriminalitas   yang     dapat   ditangani   semua   oleh   petugas   di   Kabupaten
Jepara. 
Jumlah   Linmas/Hansip   di   Kabupaten     Jepara     sampai   dengan   2016
mencapai   7.233   orang.   Dengan   jumlah   desa/kelurahan   sebanyak   195
desa/kelurahan   maka   rata­rata   jumlah   Limas/Hansip   per   desa/kelurahan   ±37
orang.   Jika   dibandingkan   dengan   jumlah   penduduk   Kabupaten   jepara   (2016)
sebanyak   1.205.800   jiwa   maka   diketahui   perbandingan   petugas   Linmas   per
10.000  penduduk   adalah   sebesar  59,90,   hal   ini   perlu   mendapatkan   perhatian
untuk dapat ditingkatkan di tahun­tahun mendatang.
Di  samping   permasalahan   Linmas/Hansip   dan  kasus   tindak  kriminalitas,
permasalahan terkait dengan Satpol PP serta kebencanaan juga menjadi urusan
Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat. Belum tersedianya
Early   Warning   System  (EWS)   di   daerah   rawan   bencana   menjadi   salah   satu
permasalahan   kebencanaan.   Selain   itu   keterbatasan   sarana   penanggulangan
bencana   juga   menjasi   salah   satu   kendala   dalam   pelaksanan   tugas   mitigasi
bencana. Secara rinci capaian kenerja urusan Ketentraman, Ketertiban Umum dan
Perlindungan Masyarakat dapat disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.30
Indikator Urusan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan
Masyarakat Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016
N Capaian Kinerja Tahun
o Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1. Jumlah   kasus   tindak Kasus 402 556 683 673 773
kriminalitas (kasus)
2. Jumlah   gangguan Kasus 5 9 9 6 2
Kamtibmas
3. Jumlah   Linmas Orang 7.262 7.262 7.004 6.953 7.223
(orang)
4. Presentase   Ormas, % 76 76 76 76 76
LSM   dan   OKP   yang
mendapatkan
peningkatan wawasan
kebangsaan
5. Cakupan   penegakan % 22,6 38,1 47,8 38,7 32,7
Perda dan Perkada
6. Rasio   petugas Per  63,95   62,97   59,82   58,51   59,90 
Perlindungan 10.000
Masyarakat   (Linmas Pddk
di kabupaten/ Kota)

II­71
N Capaian Kinerja Tahun
o Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
7. Cakupan   pelayanan % 0,0029 0,0029 0,0029 0,0029 0,0029
bencana kebakaran di 8 8 8 8 8
kabupaten/kota 
8. Tingkat   waktu % 37,9 57,2 67,5 61,4 67,6
tanggap   daerah
layanan tingkat waktu
tanggap   didaerah
Wilayah   Manajemen
Kebakaran/WMK   (15
km)
9. Persentase   desa   yang % tad 1,03 14,35 16,41 18,46
dilatih   dalam   mitigasi
Bencana
10. Persentase   desa   siaga % tad tad 1,54 3,08 4,62
bencana 
Sumber: Bakesbangpol, Satpol PP & Damkar dan BPBD Kabupaten Jepara, 2017

2.3.1.6 Sosial
Kewenangan Pemerintah kabupaten dalam urusan Sosial sebagaimana yang
diatur dalam Undang­Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
meliputi   (1)   Pemberdayaan   sosial   KAT;   (2)   Penerbitan   izin   pengumpulan
sumbangan   dalam   Daerah   kabupaten/kota;   (3)   Pengembangan   potensi   sumber
kesejahteraan  sosial Daerah kabupaten/kota; (4) Pembinaan lembaga  konsultasi
kesejahteraan   keluarga   (LK3)   yang   wilayah   kegiatannya   di   Daerah
kabupaten/kota; (5) Pemulangan warga negara  migran korban tindak kekerasan
dari   titik   debarkasi   di   Daerah   kabupaten/kota   untuk   dipulangkan   ke
Desa/kelurahan asal; (6) Rehabilitasi sosial bukan/tidak termasuk bekas korban
penyalahgunaan   NAPZA   dan   orang   dengan  Human   Immunodeficiency   Virus/
Acquired   Immuno   Deficiency   Syndrome  yang   tidak   memerlukan   rehabilitasi   pada
panti, dan rehabilitasi   anak   yang berhadapan dengan hukum; (7) Pemeliharaan
anak­anak   terlantar;   (8)   Pendataan   dan   Pengelolaan   data   fakir   miskin   cakupan
Daerah kabupaten/kota; (9) Penyediaan kebutuhan dasar dan   pemulihan trauma
bagi   korban   bencana   kabupaten/kota;   (10)   Penyelenggaraan   pemberdayaan
masyarakat terhadap kesiapsiagaan bencana kabupaten/kota; (11) Pemeliharaan
taman makam pahlawan nasional kabupaten/kota.
Penanganan   penyandang   masalah   kesejahteraan   sosial   (PMKS)   di
Kabupaten   Jepara   terus   mengalami   kenaikan,   yaitu   pada   tahun   2012   sebesar
32,38% dan pada tahun 2016 menjadi 72,64%. Persentase PMKS skala kabupaten
yang yang memperoleh pemenuhan kebutuhan dasar juga mengalami peningkatan
dari   22,60%   pada   tahun   2012   menjadi   62,15%   pada   tahun   2016.   PMKS   skala
kabupaten yang menerima program pemberdayaan sosial melalui Kelompok Usaha
Bersama (KUBE) atau kelompok sosial ekonomi sejenis lainnya pada tahun 2012
hingga tahun 2016 terus meningkat, yaitu pada tahun 2012 sebesar 14,9% dan
tahun 2016 menjadi sebesar 62,1%. 

II­72
Persentase korban bencana skala kabupaten yang menerima bantuan sosial
selama  masa  tanggap  darurat   tiap  tahun   sejak  tahun  2012   hingga   tahun  2016
terealisasi 100%. Sedangkan bagi para penyandang cacat fisik dan mental serta
lanjut usia tidak potensial perlu diberikan jaminan sosial agar mereka bisa hidup
dengan layak, namun persentase penyandang cacat fisik dan mental, serta lanjut
usia tidak potensial yang telah menerima jaminan sosial pada tahun 2016 hanya
sebesar 14,79%, turun dibandingkan tahun tahun 2015 sebesar 17,75%. Seluruh
panti   sosial   skala   kabupaten   di   Kabupaten   Jepara   telah   menyediakan   sarana
prasarana pelayanan kesejahteraan sosial, ditunjukan dengan realisasi panti sosial
skala   kabupaten   yang   menyediakan   sarana   prasarana   pelayanan   kesejahteraan
sosial mencapai 100% tiap tahun. 
Eks penyandang penyakit sosial (eks. Narapida, PSK, Narkoba dan penyakit
Sosial   Lainnya)   perlu   dilakukan   pembinaan   agar   tidak   kembali   menjadi
penyandang penyakit   sosial,  namun  tidak seluruh  eks. Narapida, PSK, Narkoba
dan   penyakit   Sosial   Lainnya   mendapatkan   pembinaan,   hanya   sebesar   31,91%
pada   tahun   2016,   meskipun   tiap   tahunnya   meningkat.   Wahana   kesejahteraan
sosial   berbasis   masyarakat   (WKSBM)   yang   menyediakan   sarana   prasarana
pelayanan   kesejahteraan   sosial   di   Kabupaten   Jepara   terus   meningkat   dan
mencapai 66,67% pada tahun 2016.
Pemimpin   perempuan   kesejahteraan   sosial   di   desa   yang   mendapatkan
pelatihan   kewirausahaan   organisasi   sosial   skala   kabupaten   yang   telah   terbina
terus   meningkat   tiap   tahunnya.   Berturut­turut,   capaiannya   pada   tahun   2016
adalah 66,67% dan 62,50%. 
Selain panti asuhan milik Pemerintah, terdapat pula panti asuhan swasta.
Jumlah   panti   asuhan   di   Kabupaten   Jepara   berdasarkan   Provinsi   Jawa   Tengah
Dalam Angka 2016, pada tahun 2015 sebanyak 53 panti asuhan yang terdiri dari
2 panti asuhan milik pemerintah dan 51 panti asuhan milik swasta. Namun panti
asuhan   swasta   yang   mendapatkan   pelatihan   berbasis   kompetensi   hingga   tahun
2016 masih sebesar 62,50%. 
Penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial tidak bisa dilakukan
oleh   Pemerintah   Kabupaten   Jepara   sendiri.   Pemerintah   melakukan   pembinaan
kepada masyarakat yang peduli terhadap penanganan masalah sosial yang disebut
tenaga   kesejahteraan   sosial   kecamatan   (TKSK).   Pengembangan   dan
pendayagunaan tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK) telah dilakukan di
16   kecamatan.   Sementara   itu   persentase   Potensi   Sumber   Kesejahteraan   Sosial
(PSKS) yang dibentuk dan dibina hingga tahun 2016 masih sebesar 47,06%.
Jumlah veteran dan janda veteran yang mendapatkan pelayanan sosial di
Kabupaten   Jepara,   pelestarian   nilai­nilai   kepahlawanan   bagi   pelajar/generasi
muda, dan TMP yang dipelihara stagnan selama tahun 2012­2016. Berturut­turut
capainya adalah 20 orang, 50 orang, dan 1 TMP

II­73
Informasi   pelayanan   kesejahteraan   sosial   desa/masyarakat   di   Kabupaten
Jepara masih sebesar 38,9%. Hal ini berpengaruh terhadap pencapaian pelayanan
kesejahteraan sosial di Kabupaten Jepara, termasuk penanganan terhadap anak
terlantar masih sebesar 14,60%.
Berdasarkan kewenangan Pemerintah Kabupaten untuk menyelenggarakan
pendataan   dan  pengelolaan  data   fakir  miskin   cakupan   Daerah   kabupaten/kota,
verifikasi   dan   validasi   data   yang   telah   dilaksanakan   mulai   tahun   2015   baik
Penerima   Bantuan   Iur   (PBI)   Jaminan   Kesehatan,   Penyandang   Masalah
Kesejahteraan   Sosial   (PMKS),   dan   Potensi   Sumber   Kesejahteraan   Sosial   (PSKS)
telah terealisasi 100% pada tahun 2015 dan 2016 . Meskipun demikian verifikasi
dan   validasi   data   fakir   miskin   cakupan   Daerah   kabupaten/kota   masih   perlu
dilaksanakan   setiap   tahun,   mengingat   kondisi   kesejahteraan   rumah   tangga
maupun   individu   perubahannya   cukup   dinamis.   Secara   rinci   pembangunan
urusan   sosial   di   Kabupaten   Jepara   bisa   dilihat   dari   hasil   capaian   indikator
pembangunan urusan sosial sebagai berikut.

Tabel 2.31
Indikator Urusan Sosial Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1. Penanganan % 32,38 49,55 59,19 68,84 72,64
penyandang   masalah
kesejahteraan sosial
2. Persentase  PMKS % 22,60 33,90 45,20 56,50 62,15
skala   kab   yang
memperoleh
pemenuhan
kebutuhan dasar
3. Persentase     PMKS % 14,9 31,9 49,0 57,3 62,1
skala   kab   yang
menerima   program
pemberdayaan   sosial
melalui   Kelompok
Usaha   Bersama
(KUBE)   atau
kelompok   sosial
ekonomi   sejenis
lainnya
4. Persentase     korban % 100 100 100 100 100
bencana   skala
kabupaten   yang
menerima   bantuan
sosial   selama   masa
tanggap darurat
5. Persentase % 5,92 8,88 11,83 17,75 14,79
penyandang   cacat
fisik   dan   mental,
serta   lanjut   usia
tidak   potensial   yang
telah   menerima
jaminan sosial
6. Persentase     panti % 100 100 100 100 100
sosial   skala
kabupaten   yang

II­74
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
menyediakan   sarana
prasarana   pelayanan
kesejahteraan sosial
7. Persentase   eks % 0 7,98 15,96 23,94 31,91
penyandang   penyakit
sosial (eks. Narapida,
PSK,   Narkoba   dan
penyakit   Sosial
Lainnya)   yang   telah
terbina 
8. Persentase     wahana % 15,38 30,77 46,15 61,54 66,67
kesejahteraan   sosial
berbasis   masyarakat
(WKSBM)   yang
menyediakan   sarana
prasarana   pelayanan
kesejahteraan sosial
9. Persentase   Wanita % 15,38 30,77 46,15 61,54 66,67
pemimpin
kesejahteraan   sosial
di   desa   yang
mendapatkan
pelatihan
kewirausahaan
10. Persentase   organisasi % 15,00 30,00 45,00 60,00 62,50
sosial   skala
kabupaten yang telah
terbina
11. Besaran   pengelola % 15,00 30,00 45,00 60,00 62,50
panti   asuhan   swasta
yang   mendapatkan
pelatihan   berbasis
kompetensi
12. Pengembangan   dan TKSK  16    16    16    16   16
pendayagunaan
tenaga   kesejahteraan
sosial   kecamatan
(TKSK)
13. Persentase     Potensi % 0 11,76 23,53 35,29 47,06
Sumber
Kesejahteraan   Sosial
(PSKS)   yang   di
bentuk dan dibina
Informasi   pelayanan Desa 16,7 22,2 27,8 33,3 38,9
kesejahteraan   sosial
desa/masyarakat
14. Persentase     anak % 2,43 4,87 9,73 12,17 14,60
terlantar   yang   di
tangani
Sumber : Dinsospermades Kabupaten Jepara, 2017

2.3.2 Fokus Urusan Pemerintahan Wajib Non Pelayanan Dasar
2.3.2.1 Tenaga Kerja.
Urusan   ketenagakerjaan   merupakan   salah   satu   urusan   wajib   yang   tidak
berkaitan  dengan  pelayanan   dasar   yang   diamanatkan  oleh   UU   23  Tahun  2014.
Kewenangan pemerintah daerah terkait dengan ketenagakerjaan antara lain terkait

II­75
dengan   pelatihan   tenaga   kerja,   produktivitas   tenaga   kerja,   penempatan   tenaga
kerja, hubungan tenaga kerja dan pengawasan industrial. 
Kabupaten Jepara merupakan daerah yang memiliki satu keunggulan khas
di   bidang   industri   pengolahan   yaitu   kerajinan   Ukir.   Hal   ini   disebabkan   oleh
banyaknya pengrajin seni ukir di Kabupaten Jepara yang telah terkenal dan diakui
kualitasnya di dunia internasional. Selain komoditas ukir, Kabupaten Jepara juga
memiliki   beberapa   komoditas   industri   lainnya,   seperti   industri   monel,   industri
tenun, industri genteng, industri gerabah, dan industri kerajinan rotan. Tingginya
minat pasar terhadap potensi industri pengolahan menyebabkan hampir sebagian
besar masyarakat Kabupaten Jepara bekerja pada sektor tersebut. 
Data   BPS   (2016)   menunjukkan   bahwa   sebesar   44,81%   penduduk
Kabupaten Jepara bekerja pada sektor industri disusul oleh sektor perdagangan
(19,06%)   dan   sektor   pertanian   (12,71%).   Perkembangan   jumlah   penduduk   yang
bekerja   sesuai   dengan   lapangan   usaha   secara   rinci   dapat   dilihat   pada   tabel   di
bawah ini. 
Tabel 2.32
Penduduk Usia 15 Tahun Keatas yang Bekerja sesuai dengan Lapangan
Pekerjaan di Kabupaten Jepara Tahun 2015 (%)
Lapangan Usaha %
Pertanian 12,71
Pertambangan/Penggalian 0,76
Industri 44,81
Listrik, Gas & Air 0,27
Kontruksi 9,13
Perdagangan 19,06
Transportasi, Komunikasi, Akomodasi 2,98
Keuangan 0,79
Jasa 9,49
Sumber: BPS Kabupaten Jepara, 2016

Penyerapan   tenaga   kerja   di   Kabupaten   Jepara   cukup   baik.   Kondisi   ini


dibuktikan   dari   rendahnya   angka   pengangguran   yang   terdapat   di   Kabupaten
Jepara. TPT di Kabupaten Jepara dalam kurun waktu tahun 2011­2015 cenderung
mengalami  penurunan. Pada  tahun 2011 TPT Kabupaten Jepara  sebesar 6,26%
menurun   menjadi   3,12%   pada   tahun   2015.   Pada   tahun   2013   TPT   mengalami
peningkatan   disebabkan   oleh   banyaknya   perusahaan   meubel   yang   melakukan
PHK disebabkan oleh kondisi ekonomi global yang sedang mengalami penurunan.
Kondisi  sebaliknya   ditunjukkan   oleh   Tingkat   Partisipasi   Angkatan   Kerja   (TPAK).
TPAK   Kabupaten   Jepara   justru   mengalami   penurunan   dari   71,14%   pada   tahun
2011 menjadi 68,13% pada tahun 2015. Penurunan tersebut menunjukkan bahwa
angkatan kerja yang berhenti atau tidak bekerja menjadi semakin tinggi dan/atau
pertumbuhan angkatan kerja lebih rendah daripada pertumbuhan penduduk usia
kerja. 

II­76
Object 84

Sumber: BPS Kabupaten Jepara, 2016

Gambar 2.44
TPT dan TPAK Kabupaten Jepara Tahun 2011­2015  (%)

Salah satu keunggulan Kabupaten Jepara dibidang ketenagakerjaan adalah
UMK   yang   ditetapkan   oleh   Pemerintah   Provinsi   tidak  terlalu   tinggi.   Pada   tahun
2016   UMK   Kabupaten   Jepara   mencapai   Rp1.350.000,­.   Jumlah   tersebut   telah
memenuhi KHL Kabupaten Jepara yang mencapai Rp1.276.067,48. Perkembangan
UMK dan KHL Kabupaten Jepara secara rinci dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.  

II­77
Object 86

   Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.45
KHL dan UM Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016 (Ribu Rupiah)

UMK   Kabupaten   Jepara   relatif   masih   kompetitif   apabila   dibandingkan


dengan beberapa kabupaten/kota lain di Jawa Tengah. Kondisi ini menunjukkan
bahwa  Kabupaten  Jepara   memiliki  daya  saing  terkait   dengan  pengupahan   yang
lebih proporsional bagi pengusaha dibandingkan beberapa kabupaten/kota yang
lain. Perbandingan UMK Kabupaten Jepara dengan beberapa kabupaten/kota lain
dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 

II­78
Object 88

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.46
UMK Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016 (Rupiah)

II­79
Perkembangan teknologi informasi yang tidak mengenal batas ruang waktu
menjadi salah satu dasar bagi Pemerintah Kabupaten Jepara untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kepada masyarakat, khususnya dalam bidang ketenagakerjaan
baik pada sisi penyediaan, penyaluran tenaga kerja hingga peningkatan kualitas
dan produktivitas tenaga kerja. Sejak tahun 2011, Pemerintah Kabupaten Jepara
telah   menciptakan   pelayanan   bursa   kerja   online   dan   pembuatan   Kartu   AK­1
online.   Kebijakan   tersebut   dibuat   dalam   rangka   menampung   penduduk   yang
sedang   mencari   pekerjaan   di   bidang   formal.   Jumlah   masyarakat   yang
memanfaatkan aplikasi tersebut mencanpai 16.908 orang pada tahun 2016 atau
meningkat dibandingkan tahun 2012 sebesar 6.608 orang. 
Tindak   lanjut   penyediaan   tenaga   kerja   adalah   penempatan   tenaga   kerja.
Jumlah tenaga kerja yang ditempatkan pada tahun 2016 mencapai 8.985 orang;
terdiri   dari   235   orang   yang   ditempatkan   di   luar   negeri   dan   8.750   orang   yang
ditempatkan   pada   perusahaan­perusahaan   yang   terdapat   di   Kabupaten   Jepara.
Terdapat kebijakan terkait peningkatan kapasitas bagi pencari kerja potensial di
Kabupaten Jepara. Pada tahun 2016 terdapat 400 pencaker yang mendapatkan
fasilitasi   pelatihan   dan   pemagangan   di   Kabupaten   Jepara.   Tujuan
dilaksanakannya   pelatihan   –baik   berbasis   kompetensi   maupun   masyarakat­
adalah   mempersiapkan  hardskill  dari   pencaker   agar   siap   untuk   diterjunkan   di
dunia   kerja.   Adapun   pelaksanaan   pemagangan   bertujuan   untuk   meningkatkan
kesiapan   hardskill   dan  softskill  pencari   kerja   agar   dapat   beradaptasi   dan   siap
terjun di dunia kerja. 
Undang­Undang   Nomor   40   Tahun   2004   tentang   Sistem   Jaminan   Sosial
Nasional   dan   Undang­Undang   Nomor   24   Tahun   2011   tentang   BPJS
mengamanatkan   kepada   pelaku   usaha   untuk   memberikan   akses   pekerja   untuk
mendapatkan jaminan sosial berupa BPJS Ketenagakerjaan. Namun, hanya 40%
pekerja yang telah mendapatkan fasilitas Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Jumlah
pada tahun 2016 menurun dibandingkan dengan capaian tahun 2015 yang telah
mencapai 66,55%.
Perkembangan kegiatan peningkatan kapasitas pencari kerja di Kabupaten
Jepara secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 
Tabel 2.33
Indikator Urusan Tenaga Kerja Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Pelayanan  Bursa  Kerja  Online Orang 3.512 4.187 3.040 6.608 16.900
&   Kartu   AK­I   Pembuatan
Informasi Pasar Kerja
2 Penempatan Tenaga Kerja
­  AKAN Orang 255 408 452 313 235
­  AKAL Orang 271 596 2.533 1.325 8.750
3 Jumlah pemagangan Bagi Bagi Orang 20 15 20 20 20
Calon Tenaga Kerja
4 Jumlah    tenaga   kerja   yang Orang ­ ­ 280 400 400

II­80
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
mendapatkan   pelatihan
berbasis kompetensi
5 Jumlah  tenaga   kerja   yang Orang ­ ­ 40 40 40
mendapatkan   pelatihan
berbasis masyarakat
6 Jumlah   tenaga   kerja   yang Orang ­ ­ 280 400 400
mendapatkan   pelatihan
kewirausahaan
7 Persentase   Pekerja/buruh % 67,20 67,18 70,38 66,55 40,00
yang menjadi peserta program
BPJS Ketenagakerjaan
8 Persentase   Perselisihan % 100 100 100 100 100
pengusaha   pekerja   yang
diselesaikan
Sumber: Diskop UKMNakertrans Kabupaten Jepara, 2017

2.3.2.2 Pemberdayaan Perempuan Dan Pelindungan Anak
Perkembangan   skor   hasil   evaluasi   Kabupaten   Layak   Anak   (KLA)  untuk
Kabupaten Jepara sejak tahun 2013 hingga tahun 2015 stagnan pada skor 500,
namun persentase Desa/Kelurahan Layak Anak (DEKELA) mengalami peningkatan
dari tahun 2014 sebesar 2,56% dan pada tahun 2016 menjadi 8,21%. Meskipun
sudah   ada   DEKELA,  namun   di  Kabupaten  Jepara  belum   ada   Kecamatan   Layak
Anak (KELANA). 
Perkembangan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) cenderung menurun,
pada tahun 2016 sebesar 0,06 per 1.000 rumah tangga dibandingkan pada tahun
2012   sebesar   0,09   per   1.000   rumah   tangga.   Sedangkan   prevalensi   kekerasan
terhadap anak terus meningkat, yaitu pada tahun 2012 sebesar 0,10 per 1.000
anak   dan   pada   tahun   2016   menjadi   sebesar   0,72   per   1.000   anak.   Prevalensi
Kekerasan Perempuan   Termasuk TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) juga
terus mengalami kenaikan tiap tahun, yaitu tahun 2012 sebesar 0,09 per 1.000
perempuan   dan   tahun   2016   menjadi   sebesar   0,34   per   1.000   perempuan.
Peningkatan ini menjadi salah satu penanda jika masyarakat semakin sadar dan
peduli   terhadap   penanganan   kasus   kekerasan   di   sekitarnya,   sehingga   semakin
berani   melaporkan   kasus   kekerasan   yang   terjadi   pada   perempuan   dan   anak.
Terkait hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Jepara memiliki komitmen yang tinggi
dalam penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak termasuk TPPO. Hal ini
dapat   dilihat  dari   Cakupan   Perempuan   dan   Anak   Korban   Kekerasan   yang
Mendapat   Penanganan   Sesuai   Standar   tiap   tahun   hingga   tahun   2016   sebesar
100%. Selain itu dilihat dari terus meningkatnya Presentase Kelembagaan Forum
Anak Tingkat Kabupaten, Kecamatan, Desa  pada  tahun  2016 mencapai sebesar
8,02%   dan   Presentase   Kelembagaan   Pusat   Pelayanan   Terpadu/Pusat   Pelayanan
Terpadu   Perlindungan   Perempuan   dan   Anak   (PPT/P2TP2A)   pada   tahun   2016
mencapai sebesar 41,18% meskipun stagnan dari tahun 2015.

II­81
Tabel 2.34
Indikator Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak 
Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1. Hasil Evaluasi  Skor ­ 500 ­ 500 ­
Kabupaten Layak 
Anak (KLA) untuk 
Kabupaten Jepara 
2. Presentase  %        ­        ­  2,56 5,13 8,21
Desa/Kelurahan 
Layak Anak 
(DEKELA)
3. Persentase  % 100 100 100 100 100
kelembagaan PUG 
aktif
4. Persentase  % 100 100 100 100 100
perangkat daerah 
yang melaksanakan 
PPRG
5. Persentase  % 6 6 6 6 6
perempuan yang 
menjadi anggota 
legislatif
6. Persentase  %  22,57   22,76   22,96   23,14   tad
sumbangan 
pendapatan 
perempuan dalam 
keluarga
7. Presentase  % 46,96 55,75 57,29 59,48 61,57
Perempuan Rentan 
yang Dientaskan
8. Rasio Kekerasan  Per 0,09 0,08 0,05 0,06 0,06
Dalam Rumah  1.000
Tangga (KDRT)
9. Rasio Kekerasan  per 0,10 0,26 0,43 0,56 0,72
Terhadap Anak 1.000
10. Cakupan  % 100 100 100 100 100
Perempuan dan 
Anak Korban 
Kekerasan yang 
Mendapat 
Penanganan Sesuai 
Standar
11. Presentase  % 0,47 0,47 2,83 5,19 8,02
Kelembagaan Forum
Anak Tingkat 
Kabupaten, 
Kecamatan, Desa
12. Rasio Kekerasan  Per 0,09 0,17 0,22 0,28 0,34
Perempuan   1.000
Termasuk TPPO
13. Presentase  % 5,88 5,88 23,53 41,18 41,18
Kelembagaan Pusat 
Pelayanan 
Terpadu/Pusat 
Pelayanan Terpadu 

II­82
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
Perlindungan 
Perempuan dan 
Anak (PPT/P2TP2A)
Sumber : DP3AP2KB Kabupaten Jepara, 2017

2.3.2.3 Pangan
Kinerja   terkait   ketersediaan   pangan   dapat   dilihat   melalui   indikator
ketersediaan   energi   dan   protein   perkapita,   dan   pemenuhan   cadangan   pangan
utama.   Kinerja   ketersediaan   energi   perkapita   di   Kabupaten   Jepara   pada   tahun
2012   sebesar   2.090,0   kkal/kapita/hari   meningkat   menjadi   2.400
kkal/kapita/hari. Kondisi serupa ditunjukkan oleh ketersediaan protein perkapita,
pada tahun 2012 mencapai  54 gr/hr terus meningkat menjadi 72,07 gr/hr pada
tahun 2016. 
Permentan   Nomor   65/Permentan/OT.140/12/2010   tentang   SPM   Bidang
Ketahanan   Pangan   menyebutkan   bahwa   ketersediaan   cadangan   pangan   untuk
tingkat   kabupaten/kota   adalah   sebesar   100   ton   ekuivalen   beras.   Penguatan
cadangan   pangan   di   Kabupaten   Jepara   pada   tahun   2012   sebesar   30%   dan
meningkat menjadi 42,16% pada tahun 2016. Kondisi ini disebabkan keterbatasan
anggaran sehingga penyerapan gudang cadangan pangan tidak bisa optimal.
Aksibilitas   pangan   dapat   dilihat   dari   indikator   ketersediaan   informasi
pasokan,   harga   &   akses   pangan,   dan   stabilitas   harga   dan   pasokan   pangan.
Ketersediaan   informasi   pasokan,   harga   &   akses   pangan   di   daerah   pada   tahun
2012 sebesar 45% meningkat menjadi 86,11% pada tahun 2016. Sementara itu,
persentase   realisasi   koefisien   keragaman   komoditas   yang   menjadi   indikator
stabilitas harga dan pasokan pangan mencapai 90% pada tahun 2016, meningkat
dibandingkan capaian tahun 2012 sebesar 60%
Pola   konsumsi   pangan   dapat   dilihat   dari   indikator   Skor   Pola   Pangan
Harapan   (PPH).   Pola   Pangan   Harapan   Kabupaten   Jepara   dalam   kurun   waktu
2012­2016   mengalami   peningkatan   dari   87,3%   meningkat   menjadi   90,8%   pada
tahun 2016. Sementara itu, konsumsi energi perkapita di Kabupaten Jepara pada
tahun   2016   mencapai   1.870   kkal/hr.   Adapun   konsumsi   protein   mencapai   59,1
gr/hr pada tahun 2016. 
Berkaitan dengan keamanan pangan, kinerja  Pengawasan dan pembinaan
keamanan pangan belum optimal dilakukan baik terhadap pangan segar maupun
jajanan   anak   sekolah.   Capaian   Pengawasan   dan   pembinaan   keamanan   pangan
jajanan   anak   sekolah   pada   tahun   2016   baru   mencapai   84%.   Perkembangan
capaian kinerja Urusan Pangan Kabupaten Jepara secara rinci dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:

II­83
Tabel 2.35
Indikator Urusan Pangan Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Banyaknya   Regulasi buah 7 7 7 7 7
Ketahanan Pangan
2 Ketersediaan   Pangan Kg/kap 106,3 184,5 129,66 140,84 145,62
Utama
  ­   Ketersediaan   energi K.kal/h 2.090,0 2.095,0 2.097, 2.102, 2400
per kapita r 0 0
  ­   Ketersediaan   protein gr//hr 54 57 58,7 60.4 72,07
per kapita
3 Penguatan   cadangan % 30 24,5 24,15 46,47 42,16
pangan (beras)
4 Ketersediaan   informasi % 45 69,7 74 85,31 86,11
pasokan, harga & akses
pangan di daerah
5 Stabilitas   harga   dan % 60 70 88 89 90
pasokan pangan
6 Skor   Pola   Pangan skor 87,3 89,2 90,6 90,6 90,8
Harapan (PPH)
7 Pengawasan   dan            
pembinaan   keamanan
pangan
  a.   Jajanan   Anak % 40 100 90,63 84 84
Sekolah
8 Pengembangan   Desa desa 6 6 9 11 17
Mandiri Pangan
9 Konsumsi   energi   dan            
protein per kapita
  ­ energi (k.kal/hr) K.kal/h 1.790,2 1.803,9 1.826, 1.837, 1.870,
r 2 0 0
  ­ protein (gr/hr) gr/hr 55,1 57,3 58,7 59,2 59,1
Sumber: DKPP Kabupaten Jepara, 2017

2.3.2.4 Pertanahan
Kewenangan   urusan   pertanahan   kabupaten/kota   sesuai   dengan   amanat
Keputusan   Presiden   No.   34   tahun   2003   tentang   Kebijakan   Nasional   Bidang
Pertanahan   yang   meliputi   9   sub   bidang   yaitu     1)   pemberian   izin   lokasi;   2)
penyelenggaraan   pengadaan   tanah   untuk   kepentingan   pembangunan;   3)
penyelesaian   sengketa   tanah   garapan;   4).   penyelesaian   masalah   ganti   kerugian
dan   santunan   tanah   untuk   pembangunan;   5)   penetapan   subyek   dan   obyek
redistribusi   tanah,   serta   ganti   kerugian   tanah   kelebihan   maksimum   dan   tanah
absentee; 6) penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat; 7) pemanfaatan
dan penyelesaian masalah tanah kosong; 8) pemberian izin membuka tanah dan 9)
perencanaan penggunaan tanah wilayah Kabupaten/Kota. Dalam pelaksanaannya
kewenangan pemerintah Kabupatem Jepara terkait pelayanan pertanahan masih
belum optimal, hal ini dikarenakan kewenangan pelayanan pertanahan masih di
lakukan oleh BPN. 
Indikator   lain   dari   penyelenggaraan   pemerintahan   di   urusan   pertanahan
adalah   penyelesaian   izin   lokasi.   Izin   Lokasi   adalah   izin   yang   diberikan   kepada

II­84
perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman
modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan
tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya (Permen Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2015 tentang izin
lokasi).   Pemberian   izin   lokasi   ini   mendukung   upaya   peningkatan   ekonomi   di
wilayah   Kabupaten   Jepara,   karena   dengan   semakin   banyaknya   izin   lokasi   yang
dikeluarkan   berarti   semakin   banyak   penanaman   modal   di   Kabupaten   Jepara.
Sampai tahun 2015 pengajuan izin lokasi yang dilakukan oleh masyarakat 100%
dapat diselesaikan.
Luas tanah milik Pemerintah Kabupaten yang telah bersertifikat tahun 2016
adalah 3.929.711 m2.  Adapun urusan pertanahan lainnya yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Kabupaten Jepara adalah pembebasan lahan. Selama kurun waktu 5
tahun, semua pembebasan lahan dapat berjalan dengan baik dan mencapai 100%.
Indikator  kinerja   lainnya  adalah   penyelesaian   kasus  tanah   negara.   Pembebasan
tanah   yang   dilakukan   antara   lain   berkaitan   dengan   pembebasan   lahan   untuk
SUTET dan PLN. 
Tabel 2.36
Indikator Urusan Pertanahan Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1. Jumlah Bidang Tanah  Jumlah 1.628 1.700 1.709 1.766 1.081
Milik Pemerintah 
Kabupaten
2. Jumlah Bidang Tanah  Jumlah 483 497 500 547 666
Milik Pemerintah 
Kabupaten telah 
bersertifikat
3. Persentase Tanah Milik  % 29,67 29,24 29,26 30,97 61,61
Pemerintah Kabupaten 
telah bersertifikat
4. Penyelesaian pembebasan  % ­ ­ ­ 100 ­
lahan 
5. Penyelesaian Kasus Tanah % 70 75 25 ­ ­
Negara
6. Penyelesaian Izin Lokasi % 90,90 100 100 100 100
Sumber: Bagian Pemerintahan Setda Kabupaten Jepara, 2017

2.3.2.5 Lingkungan Hidup
Kewenangan   pemerintah   daerah   dalam   bidang   lingkungan   hidup
berdasarkan   Undang­Undang   Nomor   23   Tahun   2014   meliputi   perencanaan
lingkungan   hidup,   kajian   lingkungan   hidup,   pengendalian   pencemaran/
kerusakan,   pengelolaan   keanekaragaman   hayati,   pengelolaan   limbah   B3,
pembinaan dan pengawasan terhadap izin lingkungan dan izin perlindungan dan
pengelolaan   linkungan,   pengakuan   keberadaan   masyarakat   hukum   adat   (MHA),
penghargaan lingkungan hidup untuk masyarakat, pengaduan lingkungan hidup
dan pengelolaan persampahan.

II­85
Di   bidang   pengendalian   pencemaran   dan   perusakan   lingkungan   hidup,
Pemerintah Kabupaten Jepara  menyelenggarakan pengawasan dan pengendalian
terhadap   pencemaran   air   dan   udara,   pelaksanaan   AMDAL,   UKL   dan   UPL,
pengawasan   terhadap   jenis   usaha   dan   menerima   pengaduan   dari   masyarakat
berkaitan   dengan   lingkungan   hidup.   Pengawasan   dan   pengendalian   terhadap
status   mutu   air   di   Kabupaten   Jepara   ditetapkan   pada   38   sungai.   Dari   jumlah
tersebut,   pada   tahun   2016   kinerja   pemantauan   status   mutu   air   masih   relatif
rendah   baru   berada   di   7   titik   di   6   sungai   atau   sebesar   15,78%.   Menunjukkan
masih   banyak   kondisi   sungai   di   Kabupaten   Jepara   yang   kualitasnya   tidak
terpantau.   Berdasarkan   hasil   analisis   laborat   terhadap   sample   air   sungai   yang
diobservasi/diuji dan dilakukan penghitungan Indeks Pencemaran, secara umum
menunjukkan indikasi tercemar ringan sampai sedang. Hasil pemantauan Tahun
2016   Faktor   pembatas   (tekanan)   ditunjukkan   oleh   parameter   yang   melampaui
Baku Mutu, meliputi : DO, Sulfida sbg (H2S) dan Detergent (MBAS). 
Sedangkan   pemantauan   kualitas   udara   dalam   lima   tahun   terakhir
dilakukan pada  6 titik yang sebelumnya  sudah  ditetapkan  sebagai  sample  yang
mewakili   cakupan   luasan   Kabupaten   Jepara.   Hasil   dari   pemantauan   terhadap
kualitas   udara   akan   memberikan   gambaran   kondisi   kualitas   udara   ambien   di
lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan kepada  dampak terhadap kesehatan
manusia,   nilai   estetika   dan   makhluk   hidup   lainnya.   Pemantauan   rutin   selama
satu tahun, yang diwakili oleh parameter TSP, CO, NO2, SO2, dan O3. Dari kelima
parameter tersebut, 5 (lima) diantaranya (CO, NO2, SO2, dan O3) menunjukkan
hasil yang masih baik kualitas udaranya. Sedangkan untuk parameter TSP 2 (dua)
titik   yaitu   Kalipucang   dan   Mantingan   berada   diatas   ambang   baku   mutu.
Berdasarkan   hasil   pemantauan,   maka   secara   umum   kondisi   kualitas   udara   di
Kabupaten Jepara, khususnya disekitar daerah titik sampling relatif cukup baik.
Pengawasan   terhadap   pelaksanaan   AMDAL   di   Kabupaten   Jepara   tercapai
kinerja 100% pada tahun 2016, yang menunjukkan bahwa seluruh kegiatan yang
berpotensi pada permasalahan lingkungan berada dalam pengawasan pemerintah.
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
(UKL   dan   UPL)   sebagai   bagian   dari   pengawasan   dan   pengendalian   pada   usaha
dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib AMDAL. Pengawasan
terhadap   pelaksanaan   UKL   dan   UPL  trend­nya   setiap   tahun   meningkat   namun
capaiannya   masih   termasuk   rendah.   Pada   tahun   2016   cakupan   pengawasan
terhadap   pelaksanaan   UKL   dan   UPL   tercapai   sebesar   18,87%.   Sementara   itu
dilihat   dari   kepatuhan   usaha   dan/atau   kegiatan   yang   mentaati   persyaratan
administrasi dan teknis pencegahan pencemaran air pada tahun 2016 mencapai
80%. 

Tabel 2.37

II­86
Indikator Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup
Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Pemantauan  status mutu % 13 15,78 15,78 15,78 15,78
air (sungai)
2 Pemantauan  kualitas  titik 6 6 6 6 6
udara
3 Cakupan pengawasan  % 66,7 100 100 100 100
terhadap pelaksanaan 
AMDAL
4 Cakupan pengawasan  %/tahun 4,8 16,1 18,86 17,36 18,87*
terhadap pelaksanaan 
UKL/UPL
5 Jumlah usaha dan /atau  % 45 55 64 73 80
kegiatan yang mentaati 
persyaratan administrasi 
dan teknis pencegahan 
pencemaran air
6 Jumlah pengaduan  % 100 100 100 100 100
masyarakat akibat adanya
dugaan pencemaran 
dan /atau perusakan 
lingkungan hidup yang 
ditindak lanjuti
7 Ketersediaan  Unit 1 1 1 1 1
Laboratorium Penelitian 
Lingkungan 
Sumber : DLH Kabupaten Jepara, 2017 ;Ket : * angka kumulatif

Upaya perlindungan dan konservasi sumberdaya alam di Kabupaten Jepara
diupayakan   dengan   melakukan   penghijauan   pada   wilayah   rawan   longsor   dan
memiliki  potensi  sumber  mata   air.  Luas  lahan   yang  ditetapkan   sebagai  wilayah
rawan longsor dan memiliki potensi sumber mata air di Kabupaten Jepara sebesar
4.131,7   Ha.   Dari   luas   tersebut,   wilayah   yang   sudah   mendapatkan   kegiatan
konservasi   tercakup   sebesar   0,49%.   Kondisi   tersebut   menunjukkan   rendahnya
pelaksanaan   penghijauan   di   Kabupaten   Jepara   terhadap   wilayah­wilayah   rawan
longsor dan pengamanan pada sumber mata air. Untuk meningkatkan serapan air
ke dalam tanah, pemerintah Kabupaten Jepara menggalakan sistem pembangunan
sumur resapan. Pada tahun 2015, sumur resapan yang terbangun sebanyak 28
titik, lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2014 yang dilaksanakan pada 24
titik. Namun, pada tahun 2016 tidak ada kegiatan pembuatan sumur resapan
Tabel 2.38
Indikator Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam
Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

N Capaian Kinerja Tahun 
Indikator Satuan
o 2012 2013 2014 2015 2016
1 Luas wilayah  Ha 4.131,7 4.111.8 4.092.1 4.032,3 3.993.6
rawan longsor 0 7 3 9 7
2 Luas konservasi Ha 19,83 19,74 59,75 38,71 19,57
3 Rasio Cakupan  %/tahun 0,48 0,48 1,46 0,96 0,49
penghijauan 

II­87
N Capaian Kinerja Tahun 
Indikator Satuan
o 2012 2013 2014 2015 2016
wilayah rawan 
longsor dan 
Sumber Mata Air
2 Banyaknya air  Titik/ 20 20 25 24 ­
hujan yang  tahun
tertampung ke 
dalam tanah 
Sumber : DLH Kabupaten Jepara, 2017

Peningkatan   pengendalian   polusi   di   Kabupaten   Jepara   dilakukan   melalui


pengawasan   terhadap   administrasi   kegiatan   usaha   yang   berpotensi   melakukan
pencemaran udara. Persentase usaha  dan/atau  kegiatan  sumber tidak bergerak
yang   memenuhi   persyaratan   administrasi   dan   teknis   pencegahan   pencemaran
udara di Kabupaten Jepara terpenuhi sebesar 71%. Masih cukup banyak usaha
dan/atau   kegiatan   yang   belum   memenuhi   memenuhi   persayaratan   adminitrasi.
Dukungan   untuk   melakukan   pengendalian   terhadap   polusi   adalah   tersedianya
sarana   monitoring   polusi.   Tahun   2016,   ketersediaan   sarana   monitoring   polusi
udara tercukupi sebesar 74%, namun untuk pemenuhan sarana monitoring polusi
air masih rendah baru sebesar 44%.
Tabel 2.39
Indikator Akses Informasi Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan
Pengendaliangan Polusi Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Pemenuhan Sarana  % 25 32 46 60 74
Monitoring Polusi 
(udara)
2 Pemenuhan Sarana  % tad 11 44 44 44
Monitoring Polusi (air)
3 Nilai indeks Kualitas  indeks tad tad tad 59,34 62,70
Lingkungan Hidup
4 Nilai indeks kualitas  indeks tad tad tad 35,71 45,00
pencemaran air
5 Nilai indeks kualitas  indeks tad tad tad 85,24 84,00
pencemaran udara
6 Nilai indeks tutupan  indeks tad tad tad 57,63 60,00
hutan/lahan
Sumber : DLH Kabupaten Jepara, 2017

2.3.2.6 Administrasi Kependudukan Dan Pencatatan Sipil
Urusan kependudukan dan catatan sipil meliputi empat sub urusan yaitu
sub   urusan   Pendaftaran   Penduduk,   Pencatatan   Sipil,   Pengelolaan   Informasi
Administrasi   Kependudukan   dan   Profil   Kependudukan.   Dalam   menjalankan
urusan   tersebut,   perangkat   daerah   yang   membidangi   urusan   ini   menjalankan
Program   Penataan   Administrasi   Kependudukan.   Program   ini   diimplementasikan
untuk melayani penduduk dalam memperoleh KTP Elektronik (KTP­el),  pelayanan

II­88
penerbitan   akta   kelahiran,   pelayanan   penerbitan   akta   kematian,   pencatatan
perkawinan non muslim, dan pelayanan kartu keluarga.
Hingga   tahun   2016,   jumlah   penduduk   yang   sudah   terlayani   pembuatan
KTP­el  sebanyak  749.535  orang. Jika dipersandingkan dengan penduduk dewasa
sebagaimana   data   diatas,   maka   capaian   penduduk   ber   KTP­el  sudah   mencapai
90,02%.   Kondisi   ini   meningkat   tajam   dibandingkan   tahun   2012   yang   baru
mencapai 74,79%.
Tahun 2016  bayi  lahir 1 tahun yang berakte kelahiran   sebanyak  11.845
bayi  dengan   jumlah   bayi   lahir   21.063.   Kondisi   ini  naik   turun   setiap   tahunnya
karena   kepemilikan  akte  sangat  tergantung  kepada   orang  tua   yang  secara   aktif
mendaftarkan bayi lahirnya. Hal ini dapat dilihat pada  tahun 2012, dimana bayi
lahir 1 tahun yang berakte  17.045  bayi  sedangkan bayi lahirnya 21.564. Dengan
demikian, semua bayi yang lahir belum memperoleh akta kelahiran.
Secara umum tingkat kepemilikan akte kelahiran Kabupaten Jepara  tahun
2016  baru   sebanyak  59,12%.   Angka   ini   lebih   baik   dibandingkan   dengan   tahun
2012  sebesar  48,61%.   Rendahnya   cakupan   akte   kelahiran   bagi   penduduk   ini
disebabkan oleh tiga hal yaitu: (1) Masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat
untuk memiliki akte kelahiran terutama usia dewasa; (2) Mengurus akte kelahiran
hanya   untuk   kebutuhan   medesak,   seperti   sekolah,   paspor,   dan   pensiun;   (3)
Pengetahuan   akan   arti   pentingny   akte   dan   prosedur   pengurusannya   belum
diketahui masyarakat luas sehingga asyarakat enggan mengurus akte kelahiran.
Jumlah penduduk yang telah memiliki kartu keluarga tahun 2016 sebanyak
361.543 KK.  Jumlah ini menurun dibandingkan tahun 2012 yang baru mencapai
364.898 KK salah satunya karena adanya mutasi penduduk.
Kepemilikan akte kematian  pada tahun  2012  sebanyak 0,70%, meningkat
menjadi 46,21 pada tahun 2016. Masih rendahnya kepemilikan akte kematian ini
karena   ketidaktahuan   masyarakat   akan   manfaat   akte   kematian.  Salah   satunya
diakibatkan belum adanya keterkaitan akte kematian dengan dokumen yang lain
sehingga   masyarakat   masyarakat   kurang   antusias   mengurus   dokumen   akte
kematian.  Manfaat   Dokumen   Akta   Kematian   bagi   penduduk   diantaranya:   (1)
penetapan   status   janda   atau   duda   (terutama   bagi   Pegawai   Negeri)   diperlukan
sebagai   syarat   menikah   lagi;   (2)   persyaratan   pengurusan   pembagian   waris
(Peralihan   Hak   Atas   Tanah),   baik   bagi   isteri   atau   suami   maupun   anak;     (3)
Diperlukan   untuk   mengurus   pensiun   bagi   ahli   warisnya;   (4)   memenuhi
persyaratan   untuk   mengurus   uang   duka,   tunjangan   kecelakaan,   Taspen,
Asuransi,   Perbankan,   Pensiun;   dan   (5)   sebagai     menunjang   dan   mendukung
validasi   dan   akurasi   data   kependudukan   dan   untuk   kebutuhan   lainya   sebagai
pengganti surat keterangan kematian dari Desa / Lurah.
Tabel 2.40
Indikator Administrasi Kependudukan Dan Pencatatan Sipil 

II­89
Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

N Satua Capaian Kinerja Tahun
Indikator
o n 2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah Bayi Berakte Jiwa 17.045 16.350 14.584 12.423 11.845
2 Jumlah Pddk Berakte % 48,61 50,45 56,14 57,62 59,12
3 Jumlah penduduk ber­
KTP: KTP 829.95 60.762 53.485 0 0
 Regular KTP 4 696.17 706.77 737.99 749.53
 KTP­e; 526.19 4 5 5 5
7
Sumber : Disdukcapil Kabupaten Jepara, 2017

2.3.2.7 Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
Kewenangan pemerintah Kabupaten Jepara dalam penyelenggaraan Urusan
Pemberdayaan  Masyarakat  dan  Desa sebagaimana diamanatkan  dalam Undang­
Undang   Nomor   23   Tahun   2014   tentang   Pemerintahan   Daerah   meliputi   a)   Kerja
Sama   Desa   yaitu   Fasilitasi   kerja   sama   antar­Desa   dalam   1   (satu)   Daerah
kabupaten/kota;   b)   Administrasi   Pemerintahan   Desa   yaitu   Pembinaan   dan
pengawasan   penyelenggaraan   administrasi   pemerintahan   Desa;   dan   c)   Lembaga
Kemasyarakatan,   Lembaga   Adat,   dan   Masyarakat   Hukum   Adat   yaitu   1)
Pemberdayaan lembaga kemasyarakatan yang bergerak di bidang pemberdayaan
Desa   dan   lembaga   adat   tingkat   Daerah   kabupaten/kota   dan   pemberdayaan
masyarakat   hukum   adat   yang   masyarakat   pelakunya   hukum   adat   yang   sama
dalam Daerah kabupaten/ kota dan 2) Pemberdayaan  lembaga  Kemasyarakatan
dan lembaga adat tingkat Desa.
Lebih lanjut, merujuk pada Undang­Undang Nomor 6  Tahun 2014 tentang
Desa   menyebutkan   bahwa   Pemberdayaan   masyarakat   desa   adalah   upaya
mengembangkan   kemandirian   dan   kesejahteraan   masyarakat   dengan
meningkatkan   pengetahuan,   sikap,   keterampilan,   perilaku,   kemampuan,
kesadaran,   serta   memanfaatkan   sumber   daya   melalui   penetapan   kebijakan,
program,   kegiatan,   dan   pendampingan   yang   sesuai   dengan   esensi   masalah   dan
prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
Pemberdayaan masyarakat dan desa dapat mewujudkan kemandirian dan
keswadayaan masyarakat dan desa yang terlihat dari meningkatnya kapasitas dan
kualitas   masyarakat   dan   desa   dalam   tata   kelola   pembangunan   di   desa,
meningkatnya kualitas sumberdaya manusia juga diimbangi dengan meningkatnya
kapasitas   dan   kualitas   kelembagaan­kelembagaan   kemasyarakatan   di   tingkat
desa. Dengan meningkatnya kapasitas dan kualitas SDM dan kelembagaan, maka
keswadayaan pembangunan di desa diharapkan semakin meningkat. 
Gambaran kinerja urusan pemberdayaan masyarakat dan desa Kabupaten
Jepara selama kurun waktu tahun 2012­2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.41
Indikator Urusan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

II­90
Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1. PKK aktif % 100 100 100 100 100
2. Posyandu aktif Klp 1.154 1.154 1.154 1.154 1.154
3. Persentase   % 3,47 3,12 3,03 2,86 2,77
Posyandu Pratama 
Persentase  % 38,73 38,65 38,56 38,13 38,04
Posyandu Madya
Persentase  % 46,53 46,71 46,79 47,05 47,14
Posyandu Purnama
Persentase  % 11,27 11,53 11,61 11,96 12,05
Posyandu Mandiri
5. Rata­rata jumlah  Klp 195 195 195 195 195
kelompok binaan 
lembaga 
pemberdayaan 
masyarakat (LPMD 
D/K)
6. Persentase Swadaya % 57,32 60,21 62,35 65,38 65,38
Masyarakat 
terhadap Program 
pemberdayaan 
masyarakat
7. Jumlah  desa 184 184 184 184 184
pemeliharaan pasca
program 
pemberdayaan 
masyarakat
8. Persentase   Desa % 40,98 49,18 54,18 60,87 66,85
Tertib   Pengelolaan
Keuangan Desa
9. Jumlah   BUMDesa Unit 2 4 58 184 184
yang dibentuk
Sumber: Dinsospermades Kabupaten Jepara, 2017

Berdasarkan   tabel   di   atas   dapat   diketahui   bahwa   kondisi  keberdayaan


masyarakat yang dilihat dari capaian Posyandu, yang mana Posyandu merupakan
salah   satu   bentuk   upaya   kesehatan   berbasis   masyarakat   (UKBM)   yang   dikelola
dan   diselenggarakan   dari,   oleh,   untuk   dan   bersama   masyarakat   dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan
memberikan   kemudahan   kepada   masyarakat   dalam   memperoleh   pelayanan
kesehatan   dasar.  Posyandu   di   Kabupaten   Jepara   sebanyak   1.154  kelompok
dengan   capaian   persentase   Posyandu   dengan   strata   yang   lebih   tinggi,   yaitu
Purnama   dan   Mandiri   di   Kabupaten   Jepara   yang   terus   meningkat   setiap
tahunnya,   dimana   capaian   tahun   2016   47,14%   untuk   Purnama   dan   Mandiri
mencapai 12,05%. Hal ini disebabkan oleh semakin tingginya tingkat partisipasi
serta   kuantitas   Kader,   Tim   Penggerak   PKK   Desa/Kelurahan   serta   petugas
kesehatan dari Puskesmas. 
Capaian  kinerja BUMDesa  yang dibentuk  di Kabupaten Jepara mengalami
peningkatan  yang   cukup   signifikan   dimana   dari   Tahun   2012   sebanyak   2   desa

II­91
meningkat menjadi 184 desa di tahun 2016, hal ini dikarenakan pada tahun 2014
adanya   peningkatan   fasilitasi   Pemerintah   Kabupaten   dalam   pembentukan
BUMDesa.   Peningkatan   juga   terjadi  (walau   tidak   signifikan)   pada  swadaya
masyarakat   terhadap   program   pemberdayaan   masyarakat   dimana   tahun   2012
sebesar  57,32%  meningkat setiap tahunnya hingaa  menjadi 65,38% pada tahun
2016.
Sementara itu terkait dengan upaya peningkatan aparatur pemerintah desa
di Kabupaten Jepara dapat dilihat dari indikator kepala desa, perangkat desa dan
BPD yang mengikuti pelatihan dimana capaiannya pada tahun 2016 mengalami
penurunan   yang   signifikan   di   tahun   2015   dimana   kepala   desa   yang   telah
mengikuti   pelatihan   hanya   25%   dari   tahun   sebelumnya   yang   mencapai   100%;
sementara perangkat desa hanya 100 orang yang telah mengikuti pelatihan dari
tahun sebelumnya sudah mencapai 732 orang, demikian halnya dengan BPD yang
mengikuti pelatihan menurun menjadi 100 orang (2016) dari 184 di tahun 2015.

2.3.2.8 Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana
Lingkup kewenangan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana yang
diamanatkan oleh Undang­Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
adalah   meliputi   pemetaan   perkiraan   pengendalian   penduduk,   pelaksanaan   KIE
pengendalian penduduk baik yang bersifat medis maupun kearifan lokal, distribusi
peralatan   dan   perlengkapan   kontrasepsi,   pendayagunaan   PKB/PLKB,   serta
pembinaan keluarga sejahtera. 
Kinerja   pembangunan   urusan   Pengendalian   Penduduk   dan   Keluarga
Berencana   dapat   dilihat   dari   capaian   indikator  Total   Fertility   Rate  (TFR).   TFR
adalah   jumlah   anak   yang   mampu   dilahirkan   oleh   wanita   selama   masa
reproduksinya per 1000 wanita. Asumsi yang digunakan yaitu tidak ada seorang
perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa reproduksinya dan tingkat
fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode waktu pengukuran (BKKBN,
2010). TFR di Kabupaten Jepara sejak tahun 2012­2016 secara rata­rata berada
pada   angka   2,3   yang   artinya   kemampuan   perempuan   Jepara   selama   masa
reproduksi   memiliki   anak   2   sampai   3   anak.   Kondisi   ini   sudah   cukup   ideal
mengingat   program   dari   pemerintah   pusat   yang   menganjurkan   untuk   hanya
memiliki dua anak. Selain itu ditunjukkan dengan menurunnya laju pertumbuhan
penduduk menjadi sebesar 1,50% pada tahun 2016.
Salah   satu   faktor   yang   mempengaruhi   TFR   adalah   keikutsertaan
masyarakat dalam ber­KB. Pada tahun 2016, rasio akseptor KB terjadi fluktuasi
dan cenderung menurun, yaitu tahun 2012 sebesar 80,63% dan pada tahun 2016
menjadi sebesar 72,82%. Kondisi ini juga terjadi pada cakupan peserta KB Aktif di
Kabupaten Jepara turun menjadi sebesar 72,82% pada tahun 2016 dibandingkan

II­92
tahun 2011 yang telah mencapai 80,63%. Unmetneed KB masih menjadi kendala
bagi   pemerintah   Kabupaten   Jepara,   yaitu   kelompok   yang   belum   terpenuhi
kebutuhan  kontrasepsinya, mencakup semua  pria  atau  wanita usia  subur yang
sudah menikah atau hidup bersama dan dianggap aktif secara seksual yang tidak
menggunakan metode kontrasepsi, baik yang tidak ingin punya anak lagi ataupun
menunda   kelahiran   berikutnya.   Perkembangan  unmetneed  KB   di   Kabupaten
Jepara pada tahun 2016 naik mencapai 10,89% dibandingkan tahun 2015 sebesar
8,58%. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya promosi dan penyuluhan program KB,
alasan budaya, jangkaun pelayanan faskes, dan kurangnya SDM PLKB. 
Kondisi   angka  Drop   Out  KB   terjadi   fluktuasi   dan   cenderung   meningkat,
yaitu   pada   tahun   2016   mencapai   sebesar   24,91%   dibandingkan   tahun   2012
sebesar 19,70%. Sedangkan Cakupan PUS peserta KB anggota usaha peningkatan
pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS) yang ber KB meningkat menjadi sebesar
87,42% pada tahun 2016 dari sebesar 69% pada tahun 2012. 
Permasalahan   lain   yang   dialami   terkait   dengan   KB   adalah   menurunnya
persentase   peserta   KB   aktif   MKJP   pada   tahun   2016   menjadi   sebesar   9,96%
dibandingkan tahun 2012 sebesar 15,40% dan tingginya angka kelahiran remaja
di Kabupaten Jepara, yaitu Angka kelahiran remaja (perempuan usia 15­19 tahun
per   1.000   perempuan   usia   15­19   tahun)   pada   tahun   2016   mencapai   sebesar
33,21%.   Kehamilan   pada   usia   muda   memiliki   resiko   terjadinya   eklamsia   dan
anemia   bagi   ibu   hamil   yang   dapat   memicu   terjadinya   kematian   ibu   pada   saat
proses melahirkan. Namun demikian persentase ketersediaan alokon di Kabupaten
Jepara tiap tahun mencapai sebesar 100%.
Capaian   kinerja   urusan   pengendalian   penduduk   dan   keluarga   berencana
tidak dapat dilepaskan dari peran PLKB dan sub PPKBD yang ada. Selain PLKB,
terdapat   Pembantu   Pembina   Keluarga   Berencana   yang   bertugas   untuk
penyelenggaraan dan pelembagaan KB di masyarakat. Rasio PPKB di Kabupaten
Jepara mencapai 1,07 pada tahun 2016 yang berarti di setiap desa telah memiliki
1 PPKB. Kondisi ini telah sesuai dengan target SPM yang mengamanatkan 1 PPKB
di setiap desa.
Terkait dengan informasi tentang KB, Cakupan penyediaan informasi data
mikro   keluarga   disetiap   desa   atau   kelurahan   sudah   mencapai   100%,   namun
persentase kecamatan memiliki fasilitas pelayanan konseling remaja selama kurun
waktu   lima   tahun   terus   meningkat   meskipun   pada   tahun   2016   masih   sebesar
3,81%.   Perkembangan   kinerja   urusan   Pengendalian   Penduduk   dan   Keluarga
Berencana dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.42
Indikaor Urusan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana 
Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

II­93
Capaian Kinerja Tahun
Indikator Satuan
No
2012 2013 2014 2015 2016
1 TFR (Total Fertility Rate) orang 2,3 2,3 2,3 2,3 2,36

3 Cakupan peserta KB aktif % 80,63 80,39 80,71 78,52 72,82

4 Cakupan pasangan usia  % 10,1 10,28 9,21 8,58 10,89


subur yang ingin ber KB 
tidak terpenuhi 
(Unmetneed)
5 Angka kelahiran remaja  per 1.000 0,00 0,00 0,00 33,21 33,21
(perempuan usia 15­19 
tahun per 1.000 
perempuan usia 15­19 
tahun)
6 Angka Drop out KB  % 19,70 18,20 7,02 14,34 24,91

7 Presentase ketersediaan  % 193 100 100 100 100


alokon
8 Cakupan penyediaan  % 100  100  100  100  100 
informasi data mikro 
keluarga disetiap desa 
atau kelurahan
9 Rasio pembantu pembina  rasio 1,05 1,05 1,05 1,05 1,07
keluarga berencana 
(PPKB)
10 Rata­rata ketersediaan  % 2,56 2,88 3,19 3,50 3,81
PIK­KRR di masing­
masing kecamatan
11 Cakupan PUS peserta KB  % 69 68 85 85 87,42
anggota usaha 
peningkatan pendapatan 
keluarga sejahtera 
(UPPKS) yang ber­KB
12 Presentase peserta KB  % 15,40 15,84 16,01 15,21 9,96
aktif MKJP
Sumber: DP3AP2KB Kabupaten Jepara, 2017

2.3.2.9 Perhubungan
Perhubungan sebagai salah satu mata rantai jaringan distribusi barang dan
mobilitas   penumpang   berkembang   sangat   dinamis,   serta   berperan   di   dalam
mendukung,   mendorong,   dan   menunjang   segala   aspek   kehidupan   baik   dalam
pembangunan   politik,   ekonomi,   sosial   budaya   dan   pertahanan   keamanan.
Pertumbuhan   sektor   transportasi   akan   mencerminkan   pertumbuhan   ekonomi
secara   langsung   sehingga   transportasi   mempunyai   peranan   yang   penting   dan
strategis,   baik   secara   makro   maupun   mikro.   Keberhasilan   sektor   transportasi
secara makro dapat terlihat dari sumbangan nilai tambahnya dalam pembentukan
Produk   Domestik   Bruto   (PDB),   dampak   ganda   (multiplier   effect)   yang
ditimbulkannya   terhadap   pertumbuhan   sektor­sektor   lain   dan   kemampuannya
meredam   laju   inflasi   melalui   kelancaran   distribusi   barang   dan   jasa   ke   seluruh
pelosok   tanah   air.   Oleh   karenanya   ketersediaan   infrastruktur   transportasi   yang
handal dan memadai merupakan hal yang sangat penting untuk diupayakan guna
mewujudkan ketersediaan infrastruktur transportasi yang handal dan memadai.

II­94
Selama   kurun   waktu   2012­2016   Kabupaten   Jepara   memiliki   5   terminal
yang   terdiri   dari   1   unit   terminal   Type   B   dan   4   unit   Terminal   Type   C.   Untuk
pelabuhan laut, pada Tahun 2016 terdapat penambahan sebanyak 1 unit dimana
selama   kurun   waktu   2012­2015   memiliki   6   Pelabuhan.   Masyarakat   Kabupaten
Jepara yang memanfaatkan keberadaan terminal cukup besar, hal ini dapat dilihat
dari jumlah orang yang melalui terminal menunjukkan peningkatan dari tahun ke
tahun,   pada   tahun   2012   tercatat   sebanyak   760.585   orang   menjadi   1.070.342
orang pada tahun 2016. Mengalami peningkatan sebesar 28,91% selama 5 tahun
dengan   rata­rata   peningkatan   per   tahun   sebesar   5,7%.   Ketersediaan   terminal
angkutan   penumpang   yang  telah   dilayani  angkutan   umum   dalam  trayek  sudah
cukup baik, yaitu sudah mencapai 98%. Kondisi ini menunjukkan bahwa semua
terminal sudah dilayani angkutan umum.
Kondisi   pembangunan   perhubungan   Kabupaten   Jepara   tahun   2012­2016
relatif sudah cukup baik, hal ini terlihat pada persentase sarana dan prasarana
perhubungan  dalam  kondisi  baik  yang  sudah   mencapai  98%  pada   tahun   2016.
Untuk tersedianya fasilitas perlengkapan jalan (rambu, marka dan guardrill) dan
Penerangan   Jalan   Umum   (PJU)   pada   jalan   kabupaten/kota   meskipun   belum
mencapai   kondisi   maksimal   dimana   pada   tahun   2016   tercatat   hanya   72%.
Fasilitas perlengkapan jalan terdiri atas halte, marka jalan, paku jalan, APILL dan
PJU. Persentase panjang jalan kabupaten yang sudah dilengkapi fasilitas PJU baru
sebesar   73,45%   pada   tahun   2016.   Persentase   panjang   jalan   kabupaten   yang
sudah dilengkapi fasilitas marka jalan baru sebesar 1,9% atau sepanjang 16,595
km   pada   tahun   2016.   Persentase   jalan   yang   memiliki   guardrail   baru   sebesar
22,4%   pada   tahun   2016   dari   total   panjang   jalan   yang   memerlukan   guardrail.
Meskipun sudah terjadi peningkatan setiap tahun, kondisi ini belum optimal dan
perlu lebih ditingkatkan. Terkait dengan kondisi sarana prasarana perhubungan
tersebut,   terdapat   beberapa   ruas   jalan   di   Kabupaten   Jepara   yang   masih   rawan
kecelakaan   lalu   lintas.   Ruas   jalan   tersebut   antara   lain:   Sengon   Bugel   km.26,
Lebuawau   km.16,   Tikungan   Rengging   km.12,   Tikungan   depan   kantor   Camat
Pecangaan, Desa Mambak km.80, Wedelan simpang tiga PLTU km.88, Tikungan
Balong   km.98,  turunan   tajam   (lingkar   JLJ),  Jl.Sukarno   Hatta   Tahunan   km.6,
Jl.Welahan­Gotri   km.4,   Jl.Gotri­Mayong   km.7,   Jl.   Krasak   Kalinyamatan   km.13.
Untuk   melihat   perkembangan   kondisi   sarana   dan   fasilitas   perhubungan   dapat
dilihat pada tabel berikut. 

Tabel 2.43
Indikator Sarana dan Fasilitas Perhubungan Kabupaten Jepara 
Tahun 2012 ­ 2016

Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah Pelabuhan 

II­95
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
Laut/ Terminal Bis 
 Terminal Unit 5 5 5 5 5
 Pelabuhan Unit 6 6 6 6 7
2 Jumlah terminal  Unit 5 5 5 5 5
dalam kondisi baik

3 Ketersediaan rambu  Unit 9 11 13 15 17
laut
4 Ketersediaan rambu­ % 25 29 34 38 40
rambu lalu lintas
Jumlah total rambu unit 2.253 2.644 3.064 3.437 3.624
­ Jumlah rambu  Unit 2.140 2.492 2.853 3.200 3.347
lalu lintas
­ Jumlah RPPJ Unit 113 152 211 237 277
­ Jumlah  Unit 9.000 9.000 9.000 9.000 9.000
kebutuhan rambu
lalu lintas 
5 Persentase Sarana  % 98 98 98 98 98
dan Prasarana 
Perhubungan dalam 
Kondisi Baik
6 Tersedianya fasilitas  % 41 48 57 63 72
perlengkapan jalan 
(rambu, marka dan 
guardil) dan 
Penerangan Jalan 
Umum (PJU) pada 
jalan kabupaten/ 
kota
Jumlah total fasilitas unit 13.987 16.513 19.388 21.699 24.669
perlengkapan jalan
 Jumlah halte unit 17 17 23 29 34
 Jumlah marka  meter 9.680 11.880 13.530 15.095 16.595
jalan
 Jumlah paku jalan unit 93 780 780 780
 Jumlah APILL unit 11 11 11 11 11
 Jumlah PJU unit 4.097 4.279 4.512 5.044 5.778

7 Jumlah kasus  Kasus 36.300 24.114 19.426 16.484 18.457


pelanggaran lalu 
lintas
8 Persentase fasilitas  % 71 71 79 86 86
perlengkapan jalan 
dalam kondisi baik
9 Jumlah kecelakaan Jumlah tad tad 240 316 352
10 Jumlah korban 
kecelakaan
 Meninggal  Orang tad tad 65 95 32
 Luka Berat  Orang tad tad 5 0 0
 Luka Ringan Orang tad tad 306 417 463
Sumber: Dishub Kabupaten Jepara, 2017

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa kasus pelanggaran lalu lintas masih
sangat tinggi di Kabupaten Jepara dan jumlahnya fluktuatif cenderung menurun
meskipun ada peningkatan jumlah pelanggaran di tahun 2016. Pada tahun 2012
kasus pelanggaran lalu lintas tercatat 36.300 kasus. Jumlah kasus ini berkurang

II­96
sampai   dengan   12.186   kasus   di   tahun   2013   menjadi   24.114   kasus   dan   terus
menurun hingga 18.457 kasus di tahun 2016. Masih tingginya angka pelanggaran
lalu   lintas   ini   mengindikasikan   bahwa   tingkat   kesadaran   masyarakat   pengguna
jalan dalam mematuhi peraturan lalu lintas di Kabupaten Jepara masih rendah. 
Untuk   memberikan   jaminan   keamanan   bagi   pengguna   kendaraan   umum
dan barang, setiap kendaraan umum diwajibkan melakukan pengujian kendaraan
bermotor.   Angkutan   umum   yang   akan   dioperasikan   di   jalan   wajib   memiliki
pengujian   agar   memenuhi   persyaratan   teknis   dan   laik   jalan.   Kabupaten   Jepara
telah   memiliki   sarana   pengujian   kendaraan   sebanyak   1   unit   yang   beroperasi
dengan baik. Waktu lama pengujian kelayakan angkutan umum (KIR) kelayakan
angkutan   umum   57   menit   per   kendaraan   dengan   variasi   biaya   pengujian   yang
berbeda   tergantung   jenis   kendaraannya.   Persentase   angkutan   umum   yang   diuji
setiap tahun meningkat dari tahun 2012­2016. Pada tahun 2016 rasio kendaraan
yang   telah   melakukan   uji   dibanding   jumlah   kendaraan   wajib   uji   cenderung
meningkat dibandingkan tahun­tahun sebelumnya, yaitu mencapai  82  %. Posisi
tertinggi   adalah   mobil barang  dengan   jumlah   18.039  unit,  kemudian   mobil bus
dengan jumlah 821 unit. 
Guna   mendukung   pengembangan   kepariwisataan   di   Karimunjawa
Pemerintah   telah   menyediakan   pelayaran   Jepara­Karimunjawa   yang   setiap
tahunnya   mengalami   peningkatan   trip.   Pada   tahun   2011   hanya   ada   383   trip
menuju Karimunjawa, meningkat menjadi 843 trip di tahun 2016. Melihat potensi
yang   sangat   besar   di   Kepulauan   Karimunjawa   yang   perlu   mendapat   perhatian
serius adalah penyediaan sarana angkutan antarpulau di Kecamatan Karimunjawa
sehingga wisatawan tidak kesulitan untuk menjangkau pulau­pulau yang ada di
Karimunjawa.   Sampai   dengan   tahun   2016   angkutan   antarpulau   di   Kecamatan
Karimunjawa masih mengandalkan perahu nelayan lokal.

Tabel 2.44
Indikator Peningkatan Pelayanan Angkutan Umum Kabupaten Jepara 
Tahun 2012­2016

Satua Capaian Kinerja Tahun 
No Indikator
n 2012 2013 2014 2015 2016
1 Tersedianya  Unit 1 1 1 1 1
unit pengujian 
kendaraan 
bermotor bagi 
Kabupaten/ 
Kota yang 
memiliki 
populasi 
kendaraan 
wajib uji 
Perhubungan  
Bermotor 
minimal 4000 
(empat ribu) 

II­97
Satua Capaian Kinerja Tahun 
No Indikator
n 2012 2013 2014 2015 2016
kendaraan 
wajib uji.
2 Persentase  % 0,081 0,0829 00608 0,0591 0,0618
ketersediaan 
angkutan darat
3 Tersedianya  % 100 100 100 100 100
angkutan 
umum yang 
melayani 
wilayah yang 
telah tersedia 
jaringan jalan 
untuk jaringan 
jalan 
Kabupaten/ 
Kota
5 Jumlah orang  Orang 760.585  1.044.795 1.019.682 1.095.125 1.070.34
melalui  2
terminal per 
tahun 
6 Rasio ijin  Rasio 0,000405 0,00040 0,000405 0,000428 0,00013
perpanjangan  5 6
trayek (kartu 
pengawasan 
per 6 bulan)
7 Jumlah  unit 775 200 291 382 276
sertifikasi kapal
8 Rasio  % 88 90 88 86 82
kendaraan uji 
dengan 
kendaraan yang
seharusnya uji
9 Jumlah  unit   20.324    20.361     19.058     19.850    19.088 
kendaraan yang
telah 
melakukan uji
 Mobil  unit 373 352 320 312 222
Penumpang 
Umum
 Mobil Bus unit 1.139 1.027 899 795 821
 Mobil Barang unit 18.807 18.976 17.833 18.737 18.039
 Kereta  unit 5 6 6 6 6
Tempelan
10 Jumlah  unit 23.004 22.640 21.660 22.984 23.160
kendaraan 
bermotor  yang 
wajib uji (dua 
kali uji)
 Mobil  unit        237  203 187 201 220
Penumpang 
Umum
 Mobil Bus unit        767  583 515 358 350
 Mobil Barang unit  10.491   10.525    10.122    10.923  11.000 
 Kereta  unit 7 9 6 10 10
Tempelan
11 Lama pengujian Menit 57 57 57 57 57
kelayakan 
angkutan 
umum (KIR)
12 Biaya             
pengujian 

II­98
Satua Capaian Kinerja Tahun 
No Indikator
n 2012 2013 2014 2015 2016
kelayakan 
angkutan 
umum
  Mobil  rupiah  25.000    25.000     25.000     25.000    25,000 
Penumpang 
Umum
  Mobil Bus rupiah  30.000    30.000     30.000     30.000    30.000 
  Mobil Barang rupiah   35.000    35.000     35.000     35.000    35.000 
  Kereta  rupiah  40.000    40000     40.000     40.000    40.000 
Gandengan
  Kereta  rupiah   45.000    45.000     45.000    45.000    45.000 
Tempelan
  Plat/tanda uji rupiah    7.000     7.000       7.000       7.000     7.000 
  Biaya Denda rupiah    7.000      7.000       7.000       7.000      7.000
  Buku Uji rupiah     8.000      8.000       8.000      8.000      8.000
  Tanda Samping rupiah        5.00     5.000       5.000       5,000     5.000 
Uji (Cat) 0 
  Tanda Samping rupiah     15.00   15.000     15.000     15.000    15.000 
Uji (Stiker) 0 
13 Terpenuhinya  Sertifika 530 512 512 628 659
t
  sertifikasi dan 
keselamatan  Kali 36 36 36 36 36
kapal di bawah 
GT 7 dan 
patroli 
keamanan laut
Sumber: Dishub Kabupaten Jepara, 2017

Untuk   mendukung   kemudahan   menggunakan   moda   transportasi   masal


pemerintah Kabupaten Jepara menyediakan halte. Jumlah halte pada trayek yang
telah dilayani angkutan umum di Kabupaten Jepara pada tahun 2016 tercatat 34
unit.   Kondisi   ini   menunjukan   masih   banyak   trayek   yang   belum   memiliki   halte.
Sementara   itu   ketersediaan   fasilitas   perlengkapan   jalan   (rambu,   marka,   dan
guardrill) Kabupaten sudah sangat baik mencapai 72%. 
Kabupaten Jepara memilki potensi perairan yang bisa dikembangkan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Guna mendukung potensi perariran yang
ada di Kabupaten Jepara didukung oleh ketersediaan pelabuhan laut yang saat ini
jumlahnya 7 unit, jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya (2011­2015)
yang hanya 6 unit. Untuk meningkatkan  keamanan dan  kenyamanan lalulintas
perairan   yang   cukup   padat   di   pesisir   Kabupaten   Jepara,   telah   ada   rambu   laut
yang jumlahnya meningkat setiap tahun dari 8 unit di tahun 2011 menjadi 17 unit
di   tahun   2015.   Meningkatnya   aktivitas   perairan   di   Kabupaten   Jepara   harus
didukung   dengan   ketersediaan   alat   keselamatan   pelayaran   yang   dimiliki.   Alat
keselamatan   pelayaran   ini   berguna   untuk   melakukan   penyelamatan   sewaktu­
waktu terjadi keadaan darurat di laut/ pelayaran. 
Tabel 2.45
Indikator Urusan Perhubungan Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

II­99
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Tersedianya terminal  % 100 100 100 100 100
angkutan penumpang pada 
setiap Kabupaten/Kota 
yang telah dilayani 
angkutan umum dalam 
trayek
2 Pelabuhan Laut unit 6 6 6 6 7
3 Ketersediaan Rambu laut % 22 27 32 37 41
4 Ketersediaan alat 
keselamatan pelayaran
 Kapal patroli Unit 2 2 2 2 2
 Perahu karet Unit ­ ­ 1 2 3
 Alat selam Unit ­ ­ ­ ­ 4
 Alat snorkling Unit ­ ­ 12 12 12
 Life Jacket Unit ­ 200 400 600 800
 Teropong Unit ­ ­ 2 2 2
 Echo sounder Unit ­ 2 2 2 2
 GPS Unit ­ 2 2 2 2
6 Ketersediaan Rumah Kapal  Unit 1 2 2 2 2
Patroli
Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Jepara Tahun 2017

2.3.2.10 Komunikasi Dan Informatika
Kewenangan urusan Komunikasi dan Informatika menurut Undang­Undang
Pemerintahan Daerah meliputi sub urusan Informasi dan komunikasi publik, serta
sub   urusan   Aplikasi   Informatika.   Rincian   kewenangan   untuk   sub   urusan
informasi   dan   komunikasi   publik   yaitu   Pengelolaan   informasi   dan   komunikasi
publik Pemerintah Daerah kabupaten/kota. Sedangkan rincian kewenangan untuk
sub   urusan   aplikasi   informatika   adalah   Pengelolaan   nama   domain   yang   telah
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan sub domain di lingkup Pemerintah Daerah
kabupaten/kota,   dan   Pengelolaan  e­government  di   lingkup   Pemerintah   Daerah
kabupaten/kota.
Ketersediaan   dan   keterbukaan   informasi   menjadi   syarat   mutlak
pelaksanaan   pemerintahan   yang   baik   (good   govermance).   Dengan   keterbukaan
Informasi   tersebut   masyarakat  bisa   dengan  mudah   mengakses  kebutuhan  akan
informasi   khususnya   yang   bersifat   terbuka   (public).   Jaminan   akan   keterbukaan
informasi   semakin   dikuatkan   dengan   adanya   UU   No.   14   tahun   2008   tentang
Keterbukaan Informasi Publik. Dalam UU tersebut jelas disebutkan bahwa semua
orang mempunyai hak untuk mengakses dan mendapatkan informasi publik yang
tidak dikecualikan. Untuk mengawal pelaksanaan UU tersebut maka pemerintah
pusat   sampai   kabupaten/kota   diharapkan   dapat   membentuk   Komisi   Informasi.
Sedangkan   untuk   mengawal   pelaksanaan   UU   tersebut   makadi   setiap   OPD
ditugaskan   Pejabat   Pengelola   Informasi   dan   Dokumentasi   (PPID).     Pelayanan
informasi   publik   di   Kabupaten   Jepara   telah   menunjukkan   kinerja   yang   sangat

II­100
baik. Berdasarkan data yang ada  dari tahun  2012­2016, permohonan  informasi
publik yang diterima, semuanya ditindaklanjuti dengan baik.
Dalam   UU   no   17   tahun   2007   tentang   Rencana   Pembangunan   Jangka
Panjang Nasional 2005­2025 telah dicanangkan bahwa arah pembangunan sektor
Kominfo   adalah   membangun   masyarakat   Indonesia   berbasis   pengetahuan
(knowledge based society) yang disebut sebagai Masyarakat Informasi Indonesia.
Untuk   itu   jaringan   informasi   dan   komunikasi   harus   terus   dikembangkan   agar
penyampaian   informasi   atau   pesan   dapat   lebih   cepat   sampai   kepada   yang
berkepentingan. Oleh karena itu pembentukan dan pemberdayaan masyarakat di
bidang   komunikasi   dan   informatika   sangat   dibutuhkan.   Di   Kabupaten   Jepara
sendiri   telah   dilakukan  pembinaan  terhadap  Kelompok   Informasi   Masyarakat  di
tingkat   kecamatan   dan   mencapai   100%.   Bentuk   pembinaan   tersebut   berupa
pendampingan   dan   peningkatan   kapasitas   pengelola   WEB.   Adapun
desa/kelurahan  yang  telah  memiliki  KIM baru  mencapai 8  desa/kelurahan  dari
total 184 desa.
Untuk   mendistribusikan   Informasi   Nasional   di   Kabupaten   Jepara
dilaksanakan  melalui beberapa media  antara  lain media  massa  seperti majalah,
radio,   dan   televisi;   media   baru   seperti   website   (media   online);   media   tradisional
seperti   pertunjukan   rakyat;   media   interpersonal   seperti   sarasehan,
ceramah/diskusi dan lokakarya; dan/atau Media luar ruang seperti media buletin,
leaflet, booklet, brosur, spanduk, dan baliho.
Tuntutan pelayanan bidang komunikasi dan Informasi semakin meningkat
seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi komunikasi dan informasi yang
ada.   Semakin   meningkatnya   kemampuan   masyarakat   luas   dalam   penguasaan
teknologi komunikasi dan informasi juga harus diimbangi oleh pemerintah daerah
sebagai aktor utama pelaksana pembangunan. Untuk memudahkan komunikasi
antar  pemerintah  dengan   masyarakat   saat  ini  Kabupaten   Jepara   telah   memiliki
website  resmi   yang   dikelola   oleh   pemerintah.   Selain   itu,   untuk   memberikan
pelayanan informasi dari PD kepada masyarakat, semua PD di Kabupaten Jepara
telah   memiliki   website.   Meskipun   sudah   semua   Perangkat   Daerah   memiliki
website,   tetapi   belum   semua   website   milik   Perangkat   Daerah   aktif   melakukan
updating informasi.  Hal ini dikarenakan keterbatasan sumberdaya manusia yang
memiliki kualifikasi di bidang teknologi informasi pada setiap perangkat daerah.

Tabel 2.46
Indikator Urusan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Jepara 
Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Website milik pemerintah  Ada/ Ada ada ada ada ada
daerah Tidak

II­101
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
2 Persentase SKPD telah  % 100 100 100 100 100
memiliki website
3 Persentase update  % tad tad 25 34 44
website PD
4 Cakupan pengembangan  Desa/  ­ ­ ­ ­ 8
dan pemberdayaan  Kel
Kelompok Informasi 
Masyarakat di Tingkat 
Desa/Kelurahan
5 Persentase permohonan  % 100 100 100 100 100
KIP yang ditindaklanjuti
6 Jumlah Pelaksanaan  Kali
Diseminasi dan 
Pendistribusian Informasi
Nasional Melalui:
 Media massa seperti  12 12 12 12 12
majalah, radio, dan 
televisi.
 Media baru seperti  1 1 1 1 1
website (media online).
 Media tradisional  6 6 6 6 6
seperti pertunjukan 
rakyat.
Sumber: Diskominfo Kabupaten Jepara, 2017. 

2.3.2.11 Koperasi, Usaha Kecil, Dan Menengah;
Perkembangan   koperasi   di   Kabupaten   Jepara   secara   umum   saat   ini
menunjukkan   kinerja   yang   cukup   baik.   Jumlah   koperasi   dari   tahun   ke   tahun
selalu mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 2016 menurun menjadi 732.
Salah satu yang harus mendapatkan perhatian ketika jumlah koperasi bertambah
adalah   jumlah   koperasi   aktif.   Jumlah   koperasi   aktif   tahun   2016   sebayak   606
koperasi,   hal   iini   menurun   jika   dibandingkan   dengan   tahun   2015   yaitu   711
koperasi
Salah   satu   jenis   koperasi   yang   jumlahnya   banyak   di   Kabupaten   Jepara
adalah   Koperasi   Simpan   Pinjam   (KSP).   KSP   adalah   lembaga   keuangan   yang
berbentuk koperasi yang kegiatan usahanya menerima simpanan dan memberikan
pinjaman   kepada   para   anggotanya   yang   memerlukan   dengan   bunga   yang
serendah­rendahnya.   Jumlah   KSP   sejak   tahun   2012   berkembang   dari   607   unit
menjadi 634 unit pada tahun 2016. Peran KSP cukup penting dalam mendukung
keuangan inklusif di masyarakat.

Tabel 2.47
Indikator Urusan Koperasi Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

II­102
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah Koperasi Unit 709 723 734 751 732
2 Jmlh Kop. Tidak aktif Unit  125 125 135 40 126
3 Jmlh Kop. Aktif Unit  584 598 599 711 606
4 Jmlh KSP/USP Unit  607 587 582 616 634
5 Jmlh Kop Yang RAT Unit 167 195 195 250 275
Sumber: Diskop UKMNakertrans Kabupaten Jepara, 2017

Salah   satu   kendala   yang   dihadapi   dalam   upaya   pengembangan   koperasi


adalah   meningkatkan   kesadaran   koperasi   untuk   selalu   melaksanakan   Rapat
Anggota Tahunan (RAT). Jumlah koperasi yang melaksanakan RAT menunjukkan
kondisi yang fluktuatif namun trennya masih menunjukkan peningkatan. Tahun
2015 dari total koperasi yang ada yaitu 751 unit, baru 250 unit atau 33,3% yang
melaksanakan   RAT.   Kendala  lain   yang  dihadapi  adalah   belum   seluruh   koperasi
sehat.   Persentase   koperasi   sehat   di   Kabupaten   Jepara   baru   mencapai   86,63%
pada tahun 2016.
Tabel 2.48
Persentase Koperasi Aktif dan Sehat di Kabupaten Jepara 
Tahun 2012­2016

N Capaian kinerja
Indikator
o 2012 2013 2014 2015 2016
1 Persentase Koperasi aktif  82,3 82,71 81,61 94,67 82,95
(%) 7
2 Persentase koperasi sehat  85,6 81,19 79,29 82,02 86,63
(%) 1
Sumber: Diskop UKMNakertrans Kabupaten Jepara, 2017

Selain   koperasi,   upaya   pemberdayaan   ekonomi   kerakyatan   yang


diselenggarakan oleh pemerintah adalah pemberdayaan dan pembinaan terhadap
usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).  Penentuan kriteria usaha mikro, kecil
dan menengah secara jelas telah diatur dalam Undang­Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah.
Pemberdayaan   Usaha   Mikro,   Kecil,   dan   Menengah   perlu   diselenggarakan
secara menyeluruh, optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim
yang   kondusif,   pemberian   kesempatan   berusaha,   dukungan,   perlindungan,   dan
pengembangan   usaha   seluas­luasnya,   sehingga   mampu   meningkatkan
kedudukan,   peran,   dan   potensi   Usaha   Mikro,   Kecil,   dan   Menengah   dalam
mewujudkan   pertumbuhan   ekonomi,pemerataan   dan   peningkatan   pendapatan
rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan;
Jumlah   UMKM   di   Kabupaten   Jepara   mengalami   peningkatan   dari   tahun
ketahun.   Jika   pada   tahun   2012   jumlah   UMKM   hanya   sebesar   46.275   unit,
tumbuh menjadi  75.989 unit pada tahun 2016. Hal tersebut menunjukkan bahwa
UMKM   menjadi   salah   satu   sektor   perekonomian   yang   bisa   diandalkan   untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

II­103
Hal   yang   perlu   mendapatkan   perhatian   terkait   dengan   pengembangan
sektor UMKM di Kabupaten Jepara adalah mengenai pembinaan. Dari jumlah yang
sangat banyak tersebut, baru sebagian kecil yang mampu terjangkau untuk diberi
pembinaan oleh pemerintah. Jumlah kelompok UMKM yang dibina setiap tahun
bervariasi jumlahnya. Paling banyak adalah tahun 2016, dimana kelompok yang
dibina mencapai 535 unit. 
Permasalahan   lain   yang   menjadi   kendala   dalam   pengembangan   UMKM
adalah kemampuan fasilitasi pemerintah untuk mengikutsertakan pelaku UMKM
dalam pameran­pameran. Keikutsertaan  pelaku UMKM dalam pameran tersebut
cukup   penting   dalam   rangka   mengenalkan   produk   dan   memperluas   jaringan
pasar.   Data   yang   ada   menunjukkan   sampai   tahun   2016   baru   0,005%   pelaku
UMKM   atau   sebanyak   4   pelaku   yang   mendapatkan   kesempatan   mengikuti
pameran. Capaian tersebut lebih rendah dari tahun 2015 yakni sebesar 0,034%
atau sebanyak 26 pelaku UMKM yang mengikuti pameran.
Tabel 2.49
Indikator Urusan UMKM Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah   Usaha   Mikro unit 46.275 46.971 47.721 75.204  75.989 
Kecil dan Menengah
2 Persentase   UMKM % 0,010 0,015 0,023 0,034 0,005
yang   telah   mengikuti unit 5 7 11 26 4
Pameran
3 Cakupan   bina unit 145 100 100 245 535
kelompok UMKM
4 Jumlah   UMKM   yang Unit/ 59 111 135 131 122
memiliki tahun
perijinan/sertifikasi
5 Persentase   usaha % tad tad tad tad 0.70
mikro   menjadi   usaha
kecil
Sumber: Diskop UKMNakertrans Kabupaten Jepara, 2017

2.3.2.12 Penanaman Modal
Beragam   produk ungguan daerah Kabupaten Jepara yang dapat menjadi
daya   tarik   penanaman   modal   antara   adalah   pengembangan   usaha   industri
pengolahan   (kayu,   ukir,     meubel   dan   kerajinan)   pengolahan   hasil   perikanan,
konveksi   dan   pengolahan   makanan   serta   pertanian   dan   pekebunan).   Arahan
pengembangan     penanaman   modal   di   Kabupaten   Jepara   mengacu   pada   Pergub
Nomor 52 Tahun 2014 tentang Perubahan Pergub Nomor 51 Tahun 2012 tentang
Rencana Umum Pengembangan Modal (RUPM) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012–
2025,   menjadi   bagian   dari     pengembangan   penanaman   modal   di   Kawasan
Wanarakuti (meliputi   Kabupaten Jepara, Kabupaten Kudus dan Kabupaten Pati)
dengan   prioritas   pengembangan   industri   (pengolahan   kayu   dan   meubel),
perikanan dan pariwisata serta ekonomi kreatif. Basis perkonomian daerah yang

II­104
potensial   dikembangkan   meliputi   beragam   usaha   industri;   pengolahan   hasil
pertanian dan perkebunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran   serta   jasa­
jasa perbankan/keuangan  lainnya. 
Penanaman   modal   di   Kabupaten   Jepara     diarahkan     agar   dapat
mengembangkan     industri   kecil   dan   menengah   (IKM)   dengan   memanfaatkan
potensi sumberdaya manusia dan keterampilan masyarakat dalam usaha industri
perkayuan,  perikanan,  pertanian­perkebunan dan promosi penanaman modal di
Kabupaten   Jepara   terkait   erat   dengan   peningkatan   pelayanan   perizinan,
menciptakan iklim penanaman modal yang baik dan ketertiban dalam masyarakat,
termasuk tertib hukum.  
Penanaman modal adalah suatu proses pemberian permodalan usaha yang
berasal   dari   perseorangan   atau   badan   usaha     baik   dalam   negeri   maupun   luar
negeri.   Investasi   merupakan   salah   elemen   pokok     pembangunan   daerah
Kabupaten   Jepara.   Investasi   memiliki   pengaruh   terhadap   peningkatan   Produk
Domestik   Regional   Bruto   (PDRB)   Kabupaten   Jepara,   peningkatan   lapangan
pekerjaan,  mengurangi pengangguran dan kemiskinan. 
Faktor   penting   yang     mempengaruhi   peningkatan   investasi   dalam
menanamkan   modal   di   Kabupaten   Jepara     antara   lain   faktor     pendidikan   dan
keterampilan   tenaga   kerja,   faktor   stabilitas   politik   dan   kepastian   berusaha,
kebijakan   pemerintah   dan   kemudahan   perizinan.   Kemudahan   dalam   perizinan
merupakan   salah   satu   indikator   yang   seringkali   dilihat   oleh   investor   sebelum
menanamkan modalnya di suatu  daerah. 
Pelayanan perizinan secara terpadu telah lama dilaksanakan di Kabupaten
Jepara yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada dunia usaha dan
masyarakat agar meningkatkan  penanaman modal dalam negeri dan penanaman
modal asing (PMDN/PMA). Penyelesaian rata­rata perizinan di Kabupaten Jepara
hingga   tahun   2016   selama   3   hari   kerja   dengan   persyaratan   yang   mudah   dan
pelayanan   yang   semakin   meningkat.   Perijinan   tersebut   dihitung   semenjak
pengajuan dengan syarat lengkap dan dapat diterima keabsahannya. 

II­105
Tabel 2.50
Indikator Urusan Penanaman Modal Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

N Capaian Kinerja Tahun
Indikator Kinerja Satuan
o
2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah   investor   beskala   nasional Usaha 8  16  21  21   27  
(PMDN/PMA)  (PMDN)
Usaha 144  94  107  107  101 
(PMA)
2 Nilai   realisasi   investasi   PMDN   dan Rp 155.287.150.990  147.671.554.387  130.725.103.983  105.407.162.214  177.616.730.046 
PMA (PMDN) 
US $ 5.541.500  9.469.300  8.658.000  53.138.300  87.997.000 
(PMA)
3 Jumlah penyerapan tenaga kerja Orang tad tad 5.742 2.261 1.126
(PMDN)
Orang 544 523 3.577 7.044 20.592
(PMA)
4 Persentase     pengaduan   pelayanan % 100 100 100 100 100
perijinan   dan   investasi   yang
ditindaklanjuti/ ditangani. 
5 Jenis Izin yang Dilayani  Izin 26 26 26 24 25
6 Izin yang Diterbitkan Izin 2.242 2.047 2.711 2.003 1.896

Sumber: DPMPTSP Kabupaten  Jepara, 2017

II­106
2.3.2.13 Kepemudaan dan Olah Raga
Pembangunan   pemuda   dan   olahraga   mempunyai   peran   strategis   dalam
mendukung   peningkatan   sumber   daya   manusia   yang   berkualitas   dan   berdaya
saing. Pemuda memiliki peran aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan
agen   perubahan   dalam   segala   aspek   pembangunan.   Sementara   itu,   olahraga
memiliki peran  untuk memelihara  dan  meningkatkan  kesehatan  dan  kebugaran
tubuh, menanamkan nilai moral, akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat
persatuan dan kesatuan. 
Berdasarkan   data   Disdikpora   (2017)   dapat   diketahui   bahwa   jumlah
organisasi kepemudaan dan organisasi olahgara masih rendah dan stagnan selama
kurun waktu lima tahun terakhir.
Tabel 2.51
Indikator Urusan Kepemudaan dan Olahraga
Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

No Uraian Satuan Capaian Kinerja Tahun


2012 2013 2014 2015 2016
1. Jumlah  Unit 15 15 15 15 16
Organisasi 
Kepemudaan
2. Jumlah kegiatan  Kali 8 9 9 10 10
kepemudaan
3. Jumlah  Unit 25 25 25 25 25
Organisasi 
Olahraga
4. Jumlah pemuda  Orang  Tad Tad Tad Tad 139.944 
yang mampu 
berwirausaha
5. Jumlah Cabang  Cabor 3 3 5 5 5
Olahraga Prestasi
Jumlah gedung  Gedung  21 21 21 21 21
olahraga
Sumber: Disdikpora Kabupaten Jepara, 2017

2.3.2.14 Statistik
Kewenangan   pemerintah   daerah   dalam   Urusan   Statistik   sebagaimana
disebutkan dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah   adalah
Penyelenggaraan   statistik   sektoral   di   lingkup   daerah   Kabupaten/Kota.   Kinerja
pembangunan Urusan Statistik di Kabupaten Jepara ditunjukkan dengan capaian
7 (tujuh) indikator. Indikator yang pada tiap tahunnya mencapai target adalah 1)
Buku   “Kabupaten     Jepara   dalam   Angka);   2)   Buku   “PDRB   Kabupaten”;   3)
Tersusunnya dokumen Kecamatan Dalam Angka; 4) Tersusunnya Dokumen PDRB
Kecamatan;   dan   5)   Tersusunnya   Dokumen   Indeks   Harga   Konsumen   dan   Laju
Inflasi Kabupaten Jepara. Tersusunnya dokumen­dokumen tersebut menunjukkan
bahwa upaya pemenuhan data statistik di Kabupaten Jepara cukup optimal. Meski
demikian, masih ada permasalahan yang dihadapi yaitu masih kurangnya sumber
daya  manusia  yang memiliki keahlian  khusus bidang teknologi informasi untuk

II­107
melaksanakan   tanggungjawab   pengolahan   dan   penyajian   data,   dimana   sampai
dengan tahun 2016 Pemerintah Kabupaten Jepara tidak mempunyai tenaga yang
memiliki  keahlian   khusus   bidang   teknologi   informasi   untuk   melaksanakan
tanggungjawab pengolahan dan penyajian data. 
Indikator   lain   yang   menjadi   indikator   kinerja   pembangunan   adalah
tersusunnya   dokumen   statistik   ketenagakerjaan   Kabupaten   Jepara.   Dokumen
statistik   ketenagakerjaan   baru   diterbitkan   pada   tahun   2015   dan   2016.   Untuk
selanjutnya diharapkan dokumen tersebut dapat diterbitkan mengingat data dan
informasi   ketenagakerjaan   sangat   penting   bagi   penyusun   kebijakan   untuk
menentukan   kebijakan,   strategi   dan   program   kegiatan   ketenagakerjaan   dalam
rangka pembangunan dan pemecahan permasalahan ketenagakerjaan. Sementara
indikator tersusunnya dokumen statistik pertanian belum tersedia. 
Tabel 2.52
Indikator Urusan Statistik Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No  Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Buku  Dok 1 1 1 1 1
”Kabupaten 
Jepara Dalam 
Angka”
2 Buku ”PDRB  Dok 1 1 1 1 1
kabupaten”
3 Tersusunnya  Dok 1 1 1 1 1
dokumen 
Kecamatan 
Dalam Angka
4 Tersusunnya  Dok 1 1 1 1 1
Dokumen PDRB 
Kecamatan
5 Tersusunnya  Dok 1 1 1 1 1
dokumen Indeks 
Harga Konsumen
dan Laju Inflasi 
Kabupaten 
Jepara
6 Tersusunnya  Dok tad tad tad 1 1
dokumen 
statistik 
ketenagakerjaan 
Kabupaten 
Jepara
Sumber: Bappeda dan Diskop UKM Nakertrans, 2017 

2.3.2.15 Persandian
Urusan   Pemerintahan   Bidang   Persandian   sesuai   dengan   Undang­Undang
Nomor   23   Tahun   2014   Tentang   Pemerintahan   Daerah   merupakan   Urusan
Pemerintahan   Wajib   yang   tidak   berkaitan   dengan   Pelayanan   Dasar   dimana
kewenangan   Pemerintah   Daerah,   dalam   hal   ini   Kabupaten   Jepara   adalah   a)
penyelenggaraan   persandian   untuk   pengamanan   informasi   Pemerintah   Daerah,
dan   b)   penetapan   pola   hubungan   komunikasi   sandi   antar   Perangkat   Daerah.

II­108
Dalam   pelaksanaannya   di   Kabupaten   Jepara,   Urusan   Persandian   dikelola   oleh
Sekretariat Daerah Kabupaten Jepara, dimana permasalahannya dihadapkan pada
kurangnya   kompetensi   Sumber   Daya   Manusia   (SDM)   bidang   persandian   dan
belum  optimalnya  pelatihan  SDM dan pengembangan teknologi informasi dalam
penyelenggaraan   bidang   persandian.   Di   sisi   lain,   penyelenggaraan   urusan
persandian   juga   belum   mendapatkan   perhatian   dan   kewenangan   yang
diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 belum dilaksanakan
dengan optimal. 
Indikator yang dapat digunakan untuk melihat kinerja pembangunan pada
urusan persandian berkaitan dengan ketersediaan Tempat Kegiatan Sandi (TKS),
sumber   daya   manusia   yang   memiliki   keterampilan   dan   keahlian   di   bidang
persandian,   dan   informasi   persandian.   Dari   beberapa   indikator   tersebut,   hanya
ada 1 SDM sandi yang memilki kompetensi persandian pada tahun 2016. 
Tabel 2.53
Indikator Urusan Persandian Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah SDM sandi yang memiliki  Orang 0 0 0 0 1
kualifikasi atau kompetensi 
persandian 
2 Persentase informasi terenkripsi  % 100 100 100 100 100
yang diserahkan kepada Kepala 
Daerah
Sumber: Diskominfo Kabupaten Jepara, 2017

2.3.2.16 Kebudayaan
Kegiatan   kesenian   dan   kebudayaan   Kabupaten   Jepara   sangat   erat
kaitannya sebagai pendorong daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Jepara.
Terdapat   beberapa   festival   kebudayaan   yang   menjadi   andalan   dan   telah   rutin
diadakan, yaitu Obor­Obor Tegal Sambi (Perang Obor), Pesta Lomban Jepara dan
Festival Baratan Jepara. Hal ini menggambarkan kekayaan budaya yang dimiliki
Kabupaten Jepara.
Berdasarkan   kewenangan   tersebut   capaian   indikator   urusan   kebudayaan
adalah Benda, Situs dan Kawasan Cagar Budaya yang dilestarikan; Rencana induk
pengembangan   kebudayaan;   Jumlah   Penyelenggaraan   festival   seni   dan   budaya;
Jumlah   gedung   kesenian;   Jumlah   gedung   kesenian;   Jumlah   Sarana
penyelenggaraan   seni   dan   budaya;   Jumlah   grup   kesenian;   Jumlah   gedung
kesenian; Cakupan Kajian Seni; Cakupan Fasilitasi Seni;  Cakupan Sumber Daya
Manusia; Cakupan Organisasi seni; Cakupan Tempat umum; Jumlah dokumenter
tentang Jepara; Jumlah tradisi kesenian yang telah mendapatkan sertifikasi HAKI;
Penyusunan buku sejarah lokal. 
Jika dilihat dari capaian indikator Benda, Situs dan Kawasan Cagar Budaya
yang   dilestarikan   pada   tahun   2012     sampai   dengan   tahun   2016   stagnan   7

II­109
situs/benda. Jumlah penyelenggaraan festival seni dan budaya pada tahun 2012
diselenggarakan   sebanyak   3   kali,   meningkat   menjadi   4   kali   pada   tahun   2015
namun menurun lagi di tahun 2016 menjadi 3 kali. 
Di   kabupaten   Jepara   terdapat   berbagai   jenis   kesenian,   yaitu:   Tari
Kridhajati, Tari Tenun Troso, Tari Tayub, Tari Emprak, Samroh, Gambus, Angguk,
Dagelan,   Kentrung,   Ludruk,   Ketropak   dan   Keroncong   Prasah.   Jenis   kesenian
tradisional Samroh, Gambus, dan Angguk, semuanya bernafaskan Islam. Melalui
beberapa   kesenian   tradisional   ini,   pemerintah   menggunakannya   untuk
menyampaikan pesan kepada masyarakat mengenai pesan­pesan pembangunan.
Dari sejumlah kesenian di atas diwadahi oleh sejumlah kelompok seni dan budaya.
Jumlah   group   kesenian   yang   ada   di   Kabupaten   Jepara   mengalami   peningkatan
pada tahun 2016 menjadi 355 kelompok. Jumlah gedung kesenian yang tersedia di
Kabupaten   Jepara   berjumlah   1  unit  akan   tetapi  terdapat   beberapa   sanggar  tari
milik   masyarakat   yang   dapat   digunakan   untuk   melakukan   kegiatan
penyebarluasan kebudayaan tersebut.
Tabel 2.54
Indikator Urusan Kebudayaan Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
Indikator Satuan 201 201
No 2012 2013 2014
5 6
1. Persentase   Benda,   Situs Situs/ 7 7 7 7 7
dan   Kawasan   Cagar Benda
Budaya yang dilestarikan
2. Jumlah   Penyelenggaraan kali 3 3 3 4 3
festival seni dan budaya
3. Jumlah   Sarana Unit 7 7 7 7 7
penyelenggaraan   seni   dan
budaya
4. Jumlah grup kesenian Unit 188 264 215 272 355

5. Jumlah gedung kesenian Unit 1 1 1 1 1

6. Jumlah dokumenter  Dok 2 2 5 7 2
tentang Jepara
Sumber: Disparbud Kabupaten Jepara, 2017

2.3.2.17 Perpustakaan
Berdasarkan Undang­Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah,   pembagian   urusan   bidang   perpustakaan   untuk   Pemerintah   Daerah
meliputi : 
a) Pembinaan perpustakaan, dengan lingkup :
­ Pengelolaan perpustakaan tingkat Daerah Kabupaten/Kota
­ Pembudayaan gemar membaca tingkat Daerah Kabupaten/Kota.
b) Pelestarian Koleksi Nasional dan Naskah Kuno, dengan lingkup :
­ Pelestarian naskah kuno milik Daerah Kabupaten/Kota
­ Pengembangan   koleksi   budaya   etnis   nusantara   yang   ditemukan   oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

II­110
Jumlah   perpustakaan   kecamatan   selama   5   tahun   terakhir   justru
menunjukkan   adanya   trend   menurun.   Perpustakaan   yang   pada   tahun   2012
berjumlah 16 unit menjadi berkurang pada tahun­tahun berikutnya yaitu menjadi
8 unit. Berkurangnya jumlah perpustakaan ini dapat disebabkan oleh beberapa
faktor,   diantaranya   adalah   belum   adanya   tenaga   pengelola   khusus   di
perpustakaan kecamatan dan belum tersedianya gedung perpustakaan kecamatan
yang   terpisah   dengan   gedung   kecamatan.   Sementara   itu   pada   jumlah
perpustakaan keliling menunjukkan adanya peningkatan menjadi 6 unit dengan
lokasi sasaran perpustakaan keliling menjadi sejumlah 130 lokasi. Perpustakaan
desa meningkat menjadi 58 unit, perpustakaan masyarakat sebanyak 18 unit dan
perpustkaan sekolah naik menjadi 240 unit. 
Jumlah   pengelola   perpustakaan   yang   mendapatkan   pendidikan
kepustakawanan tiap tahun meningkat, pada tahun 2016 mencapai sebanyak 630
orang.   Dengan   capaian   ini   diharapkan   bahwa   pengelolaan   perpustakaan   di
seluruh   perpustakaan   dari   tingkat   kabupaten   sampai   dengan   perpustakaan
keliling dapat berjalan dengan optimal, sehingga dapat mewujudkan sistem tata
kelola perpustakaan yang baik.
Sementara   itu   Persentase   pustakawan   yang   bersertifikasi   menunjukkan
adanya   penurunan   dari   1%   pada   tahun   2012   menjadi   0,6%   pada   tahun   2016.
Penurunan   ini   disebabkan   oleh   pustkawan   yang   bersertifikasi   memasuki   masa
purnatugas.   Dalam   pengelolaan   perpustakaan   juga   dibutuhkan   tenaga   yang
terampil   dan   ahli   di   bidangnya.   Namun,   sampai   pada   tahun   2016,   jumlah
pustakawan yang tergolong tenaga terampil hanya 3 orang dan tenaga ahli hanya 1
orang. Tentunya jumlah ini sangatlah kurang, termasuk rasio jumlah pustakawan
dengan   organisasi   profesi   hanya   0,08%   pada   tahun   2016   dan   rasio   tenaga
pustakawan   dengan   tenaga   teknis   pada   tahun   2016   masih   7:1.   Terkait   dengan
jumlah   kunjungan   perpustakaan,   terjadi   peningkatan   jumlah   pengunjung
perpustakaan dari tahun ke tahun, pada tahun 2016 mencapai sebanyak 176.998
orang.   Namun   rasio   jumlah   bahan   bacaan   masyarakat   dengan   pertumbuhan
jumlah pemustaka terus menurun dari 46% pada tahun 2012 menjadi 43% pada
tahun   2016.   Sedangkan   peran   serta   dunia   usaha/swasta   yang   berpartisipasi
dalam peningkatan budaya gemar membaca masyarakat meningkat dari sejumlah
1   perusahaan   menjadi   3   perusahaan.   Kondisi   ini   menunjukkan   bahwa   animo
masyarakat   akan   pemenuhan   informasi   semakin   meningkat.   Kondisi   ini
diharapkan dapat terus terjadi pada tahun­tahun berikutnya. Namun, tentu saja
harus diimbangi dengan pemenuhan fasilitas, sarana dan prasarana bagi pengelola
perpustakaan dan pengunjung perpustakaan.
Sementara   itu,   indikator   koleksi   buku   di   Kabupaten   Jepara   mengalami
peningkatan   dari   tahun   ke   tahun.   Kondisi   ini   menunjukkan   bahwa   upaya

II­111
pemenuhan   kebutuhan   buku   sudah   baik.   Namun,   sampai   saat   ini   belum   ada
cakupan naskah kuno yang dilestarikan.
Tabel 2.55
Indikator Urusan Perpustakaan Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah   
Perpustakaan
  ­ Daerah unit 1 1 1 1 1
  ­ Keliling unit 5 5 5 5 6
  ­ Lokasi sasaran  lokasi 100 110 120 123 130
keliling
  ­ Kecamatan unit 16 8 8 8 8
  ­ Desa unit 48 48 48 48 58
  ­ Masyarakat unit 12 15 16 18 18
  ­ Sekolah unit 220 225 230 235 240
2 Persentase  % 1 0,9 0,8 0,7 0,6
pustakawan yang 
bersertifikasi
3 Jumlah    4 4 4 4 4
pustakawan 
berdasarkan 
tingkatan
  ­ Terampil orang 3 3 3 3 3
  ­ Ahli orang 1 1 1 1 1
4 Jumlah pengelola  orang 400 460 510 570 630
perpustakaan yang
mendapatkan 
pendidikan 
kepustakawanan
5 Rasio jumlah  % 0,01 0,01 0,01 0,01 0,08
pustakawan 
dengan organisasi 
profesi 
6 Rasio tenaga    7:1 7:1 7:1 7:1 7:1
pustakawan 
dengan tenaga 
teknis
7 Persentase koleksi    1,63 5,69 3,91 4,26 2,99
terbaru
8 Jumlah kunjungan orang 138.118 142.880 147.901 152.905 176.99
perpustakaan per  8
tahun
9 Rasio jumlah  % 46 47 47 48 43
bahan bacaan 
masyarakat 
dengan 
pertumbuhan 
jumlah pemustaka
10 Jumlah dunia  jumlah 1 2 3 3 3
usaha/swasta 
yang berpartisipasi
dalam peningkatan
budaya gemar 
membaca 
masyarakat
Sumber: Diskaarpus Kabupaten Jepara, 2017

2.3.2.18 Kearsipan

II­112
Kewenangan   Pemerintah  Daerah  Kabupaten  pada  Urusan  Kearsipan   yang
tertuang   dalam   Undang­Undang     Nomor   23   Tahun   2014   adalah   terkait   dengan
pengelolaan   arsip,   perlindungan   dan   penyelamatan   arsip,   dan   perizinan.
Pengelolaan   arsip   meliputi   pengelolaan   arsip   dinamis   dan   arsip   statis.   Untuk
perlindungan dan penyelamatan arsip meliputi pemusnahan arsip yang memiliki
retensi   di   bawah   10   tahun,   penyelamatan   arsip   pada   Perangkat   Daerah,
autentifikasi   arsip   statis   dan   arsip   hasil   alih   media.   Terkait   dengan   perizinan,
kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten adalah menerbitkan izin penggunaan
arsip   yang   bersifat   tertutup   yang   disimpan   di   lembaga   kearsipan   Daerah
Kabupaten/Kota. 
Dalam   pemenuhan   ketersediaan   arsip   yang   cepat   dan   tepat,   dibutuhkan
sumber daya manusia yang memiliki ilmu tentang kearsipan, peningkatan sarana
dan prasarana kearsipan, pemanfaatan depo arsip dan penyediaan ruang khusus
untuk   arsip.   Persentase   arsiparis   yang   telah   memperoleh   sertifikasi   kompetensi
kearsipan tiap tahun dari tahun 2012 hingga tahun 2016 masih sebesar 0,24%
dan persentase SDM kearsipan yang memperoleh pembinaan kearsipan cenderung
meningkat,   yaitu   pada   tahun   2012   sebesar   8%   dan   pada   tahun   2016   menjadi
sebesar   10%.   Persentase   perangkat   daerah   yang   telah   menerapkan   manajemen
arsip   secara   lebih   efektif   (e­arsip)   cenderung   menurun,   yaitu   pada   tahun   2012
sebesar 21% dan pada tahun 2016 menjadi sebesar 17%.
Jumlah   arsip   statis   yang   di   selamatkan   tiap   tahunnya   meningkat,   yaitu
pada   tahun   2011   sebanyak   42.000   buku   dan   pada   tahun   2016   mencapai
sebanyak   153.470   buku.   Jumlah   arsip   statis   yang   di   akses,   digunakan   dan
dimanfaatkan oleh masyarakat tiap tahun meningkat dari tahun 2012 sebanyak
12 buku dan pada tahun 2016 mencapai sebanyak 35 buku. Jumlah masyarakat
pengguna arsip statis tiap tahun juga meningkat dari tahun 2012 sebanyak 180
orang dan pada tahun 2016 mencapai sebanyak 233 orang.

Tabel 2.56
Indikator Urusan Kearsipan Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

Satua Capaian Kinerja Tahun
No Indikator
n 2012 2013 2014 2015 2016
1 Persentase arsiparis  % 0,00 0,00 0,00 0,00 0,24
yang telah memperoleh
sertifikasi kompetensi 
kearsipan
2 Persentase perangkat  % 21 22 36 19 17
daerah yang telah 
menerapkan 
manajemen arsip 
secara lebih efektif (e­
arsip)
3 Persentase SDM  % 8 9 8 11 10
kearsipan yang 
memperoleh 
pembinaan kearsipan

II­113
Satua Capaian Kinerja Tahun
No Indikator
n 2012 2013 2014 2015 2016
4 Jumlah arsip statis  buku 42.00 53.727 55.048 56.260 153.47
yang di selamatkan 0 0

5 Jumlah arsip statis  buku 12 25 20 30 35
yang di akses, 
digunakan dan 
dimanfaatkan oleh 
masyarakat
6 Jumlah masyarakat  orang 180 192 200 221 233
pengguna arsip statis
Sumber: Diskaarpus Kabupaten Jepara, 2017

2.3.3 Fokus Urusan Pilihan 
2.3.3.1 Kelautan dan Perikanan
Urusan   kelautan   dan   perikanan   sangat   penting   di   Kabupaten   Jepara,
karena   sebagian   wilayahnya   merupakan   pesisir   dan   pulau­pulau   kecil   sehingga
memiliki  potensi  perikanan   dan   kelautan   yang  perlu   dimanfaatkan   dan  dikelola
secara   lestari.   Kewenangan   urusan   kelautan   dan   perikanan   sesuai   dengan
Undang­Undang   Nomor   23   Tahun   2014   mencakup   sub   urusan   (1)   Perikanan
Tangkap meliputi: (a). Pemberdayaan nelayan kecil dalam Daerah kabupaten/kota,
(b)   Pengelolaan   dan   penyelenggaraan   Tempat   Pelelangan   Ikan   (TPI);   dan   sub
urusan Perikanan Budidaya meliputi: (a) Penerbitan IUP di bidang pembudidayaan
ikan   yang   usahanya   dalam   1   (satu)   Daerah   kabupaten/kota,   (b)   Pemberdayaan
usaha kecil pembudidayaan ikan, dan (c) Pengelolaan pembudidayaan ikan. 
Produksi  perikanan  baik   perikanan   tangkap   maupun  perikanan  budidaya
meningkat   dalam   kurun   waktu   tahun   2012­2016.   Produksi   perikanan   tangkap
pada tahun 2012 sebanyak 6.991,60 ton meningkat menjadi 10.534,90 ton pada
tahun   2016.   Komoditas   andalan   dari   hasil   tangkapan   ikan   di   laut   adalah   ikan
tongkol,   ikan   kembung,   dan   ikan   teri.   Jenis   alat   tangkap   secara   umum   di
Kabupaten Jepara paling banyak adalah perahu motor tempel, selanjutnya kapal
motor,   dan   sebagian   kecil   perahu   tanpa   motor,   sedang   alat   tangkap   yang   ada
adalah   jaring   insang,   perangkap,   pukat   kantong,   pukat   cincin,   jaring   angkat,
pancing, dan muroami. Rata­rata pendapatan nelayan pada tahun 2016 mencapai
sebesar Rp2.312.800/bulan. Dalam rangka memberdayakan nelayan, pemerintah
Kabupaten   Jepara   melakukan   pembinaan   dengan   cakupan   pembinaan   sampai
dengan tahun 2016 mencapai sebanyak 105 kelompok. 
Produksi   perikanan   budidaya   meningkat   dari   9.909,91   ton   tahun   2012
menjadi 16.010,00 ton pada tahun 2016, dengan komoditas utama adalah ikan
bandeng dan udang. Angka  ini menurun jika dibandingkan dengan tahun 2015
karena terjadi penurunan produksi rumput laut akibat lokasi digunakan sebagai
tempat wisata dan alih profesi petani rumput laut menjadi pelaku wisata..

II­114
Luas   tambak   budidaya   menunjukkan   angka   yang   tetap   dari   sebesar
1.065,50  ha.  Luas  kolam  menunjukkan  penurunan  dari  sebesar  14,82  ha  pada
tahun 2012 menjadi sebesar 12,82 ha. Rata­rata pendapatan pembudidaya ikan
pada   tahun   2016   sebesar   Rp2.100.000/bulan.   Beberapa   upaya   pemerintah
kabupaten   Jepara   dalam   rangka   mengembangkan   perikanan   budidaya   adalah
dengan melakukan pembinaan dan peningkatan keterampilan pembudidaya ikan
mengenai   cara   budidaya   ikan   yang   baik.   Cakupan   pembinaan   kelompok
pembudidaya ikan pada tahun 2016 sebesar 20%. 
Selain   ikan   dan   udang,   di   Kabupaten   Jepara   juga   berkembang   budidaya
rumput   laut   dengan   produksi   menunjukkan   kecenderungan   meningkat   dari
sebanyak 6.252,34 ton pada tahun 2012 menjadi sebanyak 10.320,00 ton pada
tahun   2016.   Luas   lahan   budidaya   rumput   laut   menunjukkan   peningkatan   dari
sebesar 282,00 ha pada tahun 2012 menjadi 335,00 ha. Di kabupaten Jepara juga
berkembang usaha garam di tambak, dengan luas lahan meningkat dari 380,00 ha
pada tahun 2012 menjadi  480,10 ha pada tahun 2016, dengan jumlah produksi
menunjukkan   penurunan   dari   sebanyak   53.000   ton   pada   tahun   2012,   menjadi
28.806 ton pada tahun 2016. Penurunan ini karena pada tahun 2016 turun hujan
lebih banyak sehingga mempengaruhi produksi garam.
Usaha   pengolahan   ikan   di   Kabupaten   Jepara   cukup   berkembang,
ditunjukkan dengan jumlah usaha pengolahan ikan yang semakin meningkat dari
sebanyak 35 unit pada tahun 2012 menjadi sebanyak 45 unit pada tahun 2016.
Produksi   hasil   olahan   ikan   juga   meningkat   dari   sebanyak   8.335.000   kg   pada
tahun   2012   menjadi   sebanyak   10.780.000   kg   pada   tahun   2016.   Semakin
berkembangnya   usaha   pengolahan   ikan   dan   semakin   meningkatnya   kesadaran
masyarakat   Kabupaten   Jepara   mengenai   nilai   gizi   ikan   menjadikan   angka
konsumsi   ikan   meningkat   dari   sebesar   17   Kg/Kapita/tahun   pada   tahun   2012
menjadi 22,30 Kg/Kapita/tahun pada tahun 2016.
Selain     itu,   dalam   rangka   pemberdayaan   telah   dilakukan   pembinaan
terhadap   usaha   kecil   di   bidang   perikanan   yang   meliputi   kelompok   usaha   kecil
perikanan  dan  kelompok usaha  garam rakyat  berjumlah  94. Namun, semuanya
masih dalam tingkatan pemula, sehingga perlu ditingkatkan ke tingkatan lanjut,
madya, dan utama.
Berdasarkan data Wetlands Indonesia, luas mangrove di Kabupaten Jepara
sebesar   507.763   ha.   Mangrove   tersebut   sebagian   kondisinya   mengalami
kerusakan,  sehingga   dilakukan  penanaman   mangrove,  dengan   luasan   mangrove
yang   tertanami   menunjukkan   peningkatan   dari   sebesar   208,29   ha   pada   tahun
2012 menjadi sebesar 209,89 ha pada tahun 2016. 
Sementara   itu   kontribusi   perikanan   terhadap   PDRB   (ADHB)   semakin
meningkat   tiap   tahun,   yaitu   dari   Rp158.900.000.000,­   pada   tahun   2012
menjadiRp231.865.000.000,­

II­115
Tabel 2.57
Indikator Urusan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara 
Tahun 2012­2016

Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Produksi  Ton 6.991,60 7.032,70 7.044,00 9.142,00 10.534,90 
Perikanan 
Tangkap
2 Rata­rata  Rp/bulan 2.071.60 2.135.660 2.201.710 2.269.800 2.312.800
0
pendapatan 
nelayan  
3 Cakupan bina  Klp 105 105 105 105 105
kelompok 
nelayan 
4 Luas Tambak Ha 1065,50 1065,50 1065,50 1065,50 1.065,50

5 Luas Kolam Ha 14,82 14,82 14,82 14,82 12,82

6 Produksi  Ton 9.909,91 19.564,37 17.197,02 20.920,00 16.010,00


perikanan 
budidaya
7 Rata­rata  (Rupiah/bula 1.575.00 1.635.750 1.736.438 2.000.000 2.100.000
0
pendapatan  n)
Pembudidaya 
8 Tingkat  % 21,10 17,36 27,93 20,9 20,00
Cakupan bina 
kelompok 
pembudidaya 
ikan
9 Tingkat  % 27,52 20,83 16,76 14,02 17,86
Cakupan 
bantuan 
kelompok 
pembudidaya 
ikan
1 Luas Lahan  Ha 282,00 282,00 282,00 335,00 335,00
0 budidaya 
Rumput Laut 
1 Jumlah  Klp 109 144 179 214 193
1 Kelompok 
Jumlah usaha  Unit 35 38 40 42 45
1
pengolahan 
2
ikan 
Jumlah  Kg 8.335.00 9.393.611 9.589.364 10.737.226 10.780.000
1 0
produksi hasil 
3
olahan ikan
1 Angka  Kg/Kapita/ 17 18:09 20,72 21,83 22,30
4 Konsumsi Ikan Th
1 Luas Tambak  Ha 380 650 612 403 480,10
5 Garam
1 Jumlah  Orang 250 567 541 437 488,00
6 Petambak 
Garam
1 Jumlah  Ton 53.000 15.000 68.000 55.000 28.806
7 Produksi 
Garam
1 Luas  mangrove Ha 208,29 212,59 218,39 223,69 209,89
8 yang tertanami 
1 Kontribusi  Juta Rupiah 158.900 178.424 194.653 216.304 231.865
9 perikanan 
terhadap PDRB 
(ADHB)
2 Jumlah Benih  Ekor ­ 45,000.0 105,000. 100,000. 125,000.

II­116
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
0 Untuk  0 0 0
Restoking
2 Persentase  Persen 100 60 60 62.5 100.0
1 penanganan 
konflik nelayan
2 Persentase  Persen 0 103.3 103.3 166.66 100.0
2 penanganan 
kasus 
kecelakaan laut
2 Persentase  Persen 200 225 225 250 275.0
3 usaha kecil 
bidang 
perikanan yang
dibina
2 persentase  Persen 0 200 200 250 150.0
4 Kelompok 
Pembudidaya 
Ikan Yang 
Memperoleh 
Bantuan 
Sarana 
Produksi
2 Persentase  Persen 45.1 56.4 61.29 64.51 67.7
5 kelompok 
usaha kecil 
perikanan 
tingkat lanjut 
ke atas
2 persentase  Persen 0 0 1.68 0 8.9
6 Kelompok 
Pembudidaya 
Ikan Yang 
Telah 
Menerapkan 
Cara Budidaya 
Ikan Yang Baik 
(CBIB)
Sumber: Dinas Perikanan Kabupaten Jepara, 2017

2.3.3.2 Pariwisata
Pariwisata menjadi salah satu unggulan daerah Kabupaten Jepara, terdapat
beragam   potensi   kepariwisataan,   baik   wisata   alam,   wisata   bahari,   wisata
sejarah/budaya   dan   wisata   buatan   lainnya.   Dalam   pengembangan   pariwisata
Provinsi Jawa  Tengah, berdasarkan  Peraturan  Gubernur Nomor 10 Tahun  2012
tentang   Rencana   Induk   Pengembangan   Pariwisata   Provinsi   Jawa   Tengah   Tahun
2012   ­   2025,   maka   Kabupaten   Jepara   termasuk   pengembangan   pariwisata
Kawasan Semarang–Karimunjawa, dengan obyek utama Kepulauan Karimunjawa/
Taman Nasional Karimunjawa dan sekitarnya.  
Kepulauan Karimunjawa menjadi  salah satu  tujuan wisata nasional dapat
dicapai   dengan   pesawat   udara   Semarang   –   Karimunjawa   dilayani   PT.   Airfast
(dengan   jenis Pesawat Twin Otter seminggu  dua kali dan pesawat charter) dan
melalui     kapal   laut   dari   Semarang   –   Kepulauan   Karimunjawa   dan   Jepara   –

II­117
Kepulauan Karimunjawa  dengan jumlah trip perjalanan yang semakin  meningkat
dari tahun ke tahun. 
Obyek wisata lainnya di Kabupaten Jepara   adalah : wisata cagar budaya
dan ilmu pengetahuan  meliputi: (a)  Benteng Portugis di Kecamatan Donorojo; (b)
Makam   dan   Masjid   Mantingan   di   Kecamatan   Tahunan;   (c)   Museum   Kartini   di
Kecamatan Jepara; (d)  Benteng VOC di Kecamatan Jepara; (e) Pendopo Kabupaten
di Kecamatan Jepara; (f) Klenteng Hian Thian Siang Tee di Kecamatan Welahan;
dan   (g).   Monumen   Ari­Ari   Kartini   di   Kecamatan   Mayong.  Warisan   budaya
Kabupaten Jepara yang telah dikenal   adalah   kerajinan meubel,   seni ukir   dan
tenun  menjadi warisan budaya tak benda yang dikenal secara nasional  terdapat
di   Kecamatan   Tahunan,   Kecamata   Pecangaan,   Kecamata   Kalinyamanatan   dan
Kecamatan Jepara dan sekitarnya.   Terdapat pula hutan wisata dan wisata alam
di   Kecamatan   Keling   dan   Kecamatan   Donorojo,   serta   kawasan   cagar   alam
Kembang   (di   Kecamatan   Kembang),   cagar   alam   Gunung   Celering   (Kecamatan
Donorojo) dan cagar alam Keling (Kecamatan Keling).  
Jumlah kunjungan wisatawan nusantara dari tahun ke tahun di Kabupaten
Jepara   semakin   meningkat,   yaitu   tahun   2012   sebanyak   14.804   wisatawan
mancanegara (wisman) dan 1.252.696 wisatawan nusantara (wisnus), meningkat
pada   tahun   2016   menjadi   sebanyak   21.288   wsiman   dan   1.733.267   wisnus.
Jumlah wisatawan tersebut nomor dua di Jawa Tengah setelah Kawasan Taman
Wisata Borobudur – Prambanan. Rata­rata lama tinggal wisatawan di Kabupaten
Jepara pada tahun 2016 adalah selama 2,71 hari (atau 3 hari) untuk wisman dan
2,05 (2 hari) untuk wisnus. Sedangkan   jumlah akomodasi di Kabupaten Jepara
(tahun   2016)   sebanyak   60   unit   hotel,   resort   dan  homestay  terdiri   dari   hotel
berbintang, hotel melati dan penginapan. 
Ketersediaan pramuwisata adalah salah satu strategi bagi wisatawan untuk
dapat   mengekplorasi   tempat   wisata   yang   dimiliki   oleh   Kabupaten   Jepara.
Ketersediaan pramuwisata nantinya diharapkan mampu meningkatkan kunjungan
wisata   mengingat   persepsi   wisatawan   yang   menganggap   bahwa   berwisata   di
Kabupaten Jepara cukup mudah dan informatif. Dengan demikian, perlu adanya
pramuwisata yang mampu untuk memberikan pelayanan yang optimal. Salah satu
caranya adalah dengan melakukan pelatihan kepada pramuwisata. Hingga tahun
2016   belum   ada   pramuwisata   berserifikat   di   Kabupaten   Jepara.   Kegiatan   yang
dilakukan   untuk   peningkatan   kapasitas   pramuwisata   adalah   pelatihan   Bahasa
Inggris untuk mengikuti semakin tingginya minat wisman di Pulau Karimunjawa. 
Tabel 2.58
Indikator Urusan Pariwisata Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

N Satua Capaian Kinerja  Tahun
Indikator
o n 2012 2013 2014 2015 2016
1 Kunjungan           
wisata

II­118
N Satua Capaian Kinerja  Tahun
Indikator
o n 2012 2013 2014 2015 2016
­   Wisman  Orang 14.804 14.417 20.850 21.114 21.288
­   Wisnus Orang 1.252.696 1.394.985 1.485.746 1.636.874 1.733.267
2 Persentase  % 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09
obyek wisata 
yang 
dipromosikan
3 Kontribusi  Rp 2.369.347.4 2.353.451.56 2.400.877.0 2.784.608.3 3.127.102.7
sektor  00  0  00  14  50 
pariwisata 
terhadap 
PDRB
4 Tingkat           
Pengeluaran 
Wisatawan 
­   Wisman Rp/ha 290.000 310.000 335.000 350.000 350.000
ri
­   Wisnus Rp/ha 45.000 45.000 45.000  45.000 45.000
ri
5 Rata­rata           
lama 
menginap
­   Wisman Malam 2,05 2,05 2,64 2,71 2,71
­    Wisnus Malam 2,01 2,01 2,05 2,05 2,05

6 Dokumen  Dok 1 1 1 1 1
RIPP 
Kabupaten 
Jepara
7 Tersusunnya    1 1 1 1 1
sistem 
informasi 
kepariwisataa

9 Jumlah  Obyek 4  4  4  4  4
obyek wisata 
unggulan
10 Jumlah  Unit 16  16  19  30  30
restoran 
11 Jumlah hotel           
  ­   Berbintang Unit 4  4  4  5  5 
  ­   Non  Unit 12  12  12  25  25 
bintang
12 Tingkat  % Bintang : Bintang : Bintang : Bintang : Bintang :
occupancy  54,97  57,60  54,93  49,80  52,83 
hotel* Melati : Melati : Melati : Melati : Melati :
45,74 44,18 45,57 58,17 36,50
Sumber : Disparbud Kabupaten Jepara, 2017; *BPS Kabuaten Jepara, berbagai tahun terbitan

2.3.3.3 Pertanian
Kewenangan   urusan   pertanian   sesuai   dengan   Undang­Undang   Nomor   23
tahun   2014   mencakup   sub   urusan   Sarana   Pertanian,   Prasarana   Pertanian,
Kesehatan   Hewan   dan   Kesehatan   Masyarakat   Veteriner,   Pengendalian   dan
Penanggulangan   bencana   pertanian,   dan   Perizinan   Usaha   Pertanian.   Urusan
pertanian   dalam   pembangunan   Kabupaten   Jepara   karena   merupakan   sektor
utama   PDRB   setelah   sektor   industri   pengolahan   dan   sektor   perdagangan.
Pertanian   di   Kabupaten   Jepara   yang   didukung   dengan   lahan   pertanian   dengan
luas mencapai 26.964,0ha. 

II­119
Jenis  komoditas  utama   pertanian   tanaman   pangan   yang   dihasilkan   yaitu
padi,   jagung,   kedelai,   dan  ubi   kayu.   Produksi   Padi   mengalami   fluktuatif   dari
sebesar 211.669 ton pada tahun 2012 menjadi sebesar 273.821 ton pada tahun
2016. Produksi jagung cenderung meningkat  dari  sebanyak  36.652,43 ton pada
tahun   2012   menjadi  57.671  ton   pada   tahun   2016.   Produksi  kedelai   mengalami
penurunan   dari   21   ton   pada   tahun   2012   menjadi   17   ton   pada   tahun   2016.
Sementara itu produksi kacang tanah menurun dari sebesar 15.164,00 ton pada
tahun 2012 menjadi sebesar 10.285 ton pada tahun 2016. Ubi kayu produksinya
meningkat  dari sebesar  269.567  ton pada tahun 2012 menjadi sebesar  293.469
ton pada tahun 2016.
Jenis  komoditas  peternakan   di   Kabupaten   Jepara   meliputi   sapi   potong,
kambing, domba, ayam, dan itik. Populasi sapi potong menunjukkan penurunan
dari   sebanyak   52.192   ekor   pada   tahun   2012   menjadi   sebanyak   45.928   ekor.
Populasi kambing menunjukkan peningkatan dari sebesar 67.626 ekor pada tahun
2012 menjadi sebesar 68.287 ekor pada tahun 2016. Populasi domba mengalami
peningkatan   dari   sebanyak   23.913   ekor   pada   tahun   2012   menjadi   sebanyak
28.749   ekor   pada   tahun   2016.   Populasi   ayam   fluktuatif  dengan   kecenderungan
meningkat dari sebanyak 815.360 ekor pada tahun 2012 menjadi 1.511.369 ekor
pada tahun 2016. Populasi itik fluktuatif dengan kecenderungan meningkat dari
sebanyak   30.127   ekor   pada   tahun   2012   menjadi   sebanyak   74.639   ekor   pada
tahun 2016. 
Sementara itu, jumlah kelompok petani yang mendapatkan pembinaan dari
pemerintah meningkat dari 152 kelompok pada tahun 2012 menjadi 200 kelompok
pada tahun 2016. Selanjutnya, kontribusi pertanian terhadap PDRB (ADHB) juga
terus meningkat dari Rp2.383.496.000.000,­ menjadi Rp 3.195.914.000.000,­.
Tabel 2.59
Indikator Urusan Pertanian Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

N Capaian Kinerja Tahun
Indikator Satuan
o 2012 2013 2014 2015 2016
1 Produksi pertanian 533.073,62 625.904,48 561.055,61 638.111,00 635.263,00
tanaman   pangan
utama
­ padi Ton 211.669 238.705 205.156 260.920 273.821
­ Jagung Ton 36.652 43.457 52.163 55.219 57.671
  ­  Kedelai Ton 21 35 12 31 17
  ­ Kacang tanah Ton 15.164 24.425 19.253 9.501 10.285
  ­ Ubi Kayu Tan 269.567 319.282 284.472 312.440 293.469
2 Produktivitas
Tanaman   Pangan
Utama
­ padi Kw/ha 47,47 53,70 52,83 59,89 58,89
­ Jagung Kw/ha 75,37 68,90 77,26 90,36 80,27
  ­  Kedelai Kw/ha 11,15 10,01 8,88 11,07 8,95
  ­ Kacang tanah Kw/ha 13,11 25,59 16,67 13,94 15,73
  ­ Ubi Kayu Kw/ha 236,94 314,53 313,54 314,42 296,97
3 Produksi pertanian 344.905,01 290.277,40 348.613,30 478.763,50 369.234,54
tanaman
hortikultura utama
­ Cabe besar  Kw 386 449 1.377 1.515 1.407
  ­ Rambutan Kw 23.356 12.238 25.741 50.026 37.051

II­120
N Capaian Kinerja Tahun
Indikator Satuan
o 2012 2013 2014 2015 2016
­ Belimbing Kw 29.090 16.504 13.758 15.284 7.002
­ Mangga Kw 123.175 95.135 117.155 187.848 117.520
­ Durian Kw 20.788 12.997 16.026 27.630 12.461
­ Pisang Kw 146.675 152.688 174.305 196.135 193.615
­ Jahe  Kw 1.435,01 266,40 251,30 325,50 178,54
4 Produktivitas
pertanian tanaman
hortikultura utama
­ Cabe besar  Kw/ha 55,14 89,80 137,70 94,64 21,35
  ­ Rambutan Kw/phn 0,33 0,42 0,42 0,80 0,97
­ Belimbing Kw/phn 1,12 0,80 0,67 0,73 0,48
­ Mangga Kw/phn 0,80 0,72 0,66 1,15 1,28
­ Durian Kw/phn 0,58 1,15 0,58 1,03 0,98
­ Pisang Kw/phn 0,85 0,77 0,86 0,99 0,95
­ Jahe  Kw/rump 2,97 2,13 1,35 2,95 1,89
un
5 Produksi pertanian 222.344,45 236.006,92 260.167,98 180.678,44 164.003,45
tanaman
perkebunan
­ Kelapa ton 11.085,68 11.053,98 11.113,93 9.662,56 9.765,73
­ Kopi ton 618,09 683,6 1,105,60 1,272,91 774,19
­ Cengkeh ton 71,89 72,16 77,45 82,881 75,98
­Kakao ton 6,07 6,9 6,90 20,01 30,65
­Tebu ton 209.892,15 223.517,00 247.864,10 169.640,08 151.862,44
­Tebu (gula Merah) ton 670,57 673,28 0 0 1.494,46
6 Produktivitas
pertanian tanaman
perkebunan
­ Kelapa ton/ha 1,06 1,06 1,07 0,94 0,95
­ Kopi ton/ha 0,42 0,47 0,76 0,84 0,51
­ Cengkeh ton/ha 0,27 0,27 0,26 0,26 0,24
­Kakao ton/ha 0,13 0,13 0,13 0,13 0,20
­Tebu ton/ha 74,83 79,30 89,95 77,13 72,57
­Tebu (gula Merah) ton/ha 7,69 7,44 ­ 0 7,99
7 Promosi   hasil event 3 3 3 4 4
produksi
pertanian/
perkebunan
8 Jumlah   Kelompok 5 5 5 6 18
Pengolah   dan
Pemasar   Hasil
Pertanian
9 Jumlah   bina Klp 152 160 175 190 200
kelompok petani
1 Jumlah   Kelompok Klp 1.120 1.120 1.120 1.120 1.120
0 Tani
1 Jumlah Gapoktan Klp 184 184 184 184 184
1
1 Jumlah   Gapoktan Klp 25 17 7 3 0
2 Penerima PUAP
1 Gapoktan   PUAP Klp 50 67 74 77 77
3 yang Aktif
1 Jumlah   kelompok Klpk 11 8 12 6 10
4 ternak   yang
menerapkan
teknologi
peternakan

1 Populasi
5 komoditas
peternakan utama

­ Sapi potong Ekor 52.192 41.665 42.976 44.845 45.928


­ Kerbau Ekor 4.168 3.989 3.439 3.672 3.546
­ Kambing Ekor 67.626 60.824 62.794 68.244 68.287
­ Domba  Ekor 23.913 25.109 25.870 27.837 28.749
 ­ Ayam Ekor 815.360 856.531 809.202 1.313.035 1.511.369
 ­ Itik Ekor 30.127 108.873 111.346 107.114 74.639
1 Produksi   daging 2.874.208 2.362.098 2.348.988 1.846.449 2.041.619
6 (kg)

­ Sapi  Kg 1.133.205 1.097.175 1.148.742 926.925 940.035

II­121
N Capaian Kinerja Tahun
Indikator Satuan
o 2012 2013 2014 2015 2016
­ Kerbau Kg 4.168 3.989 4.213 3.672 174.500
­ Kambing Kg 154.947 111.312 113.630 129.852 149.202
­ Domba  kg 32.019 25.993 26.310 27.853 37.153
 ­ Ayam kg 1.510.204 1.085.524 1.018.582 727.239 710.219
 ­ Itik kg 39.665 38.105 37.511 30.908 30.510
1 Produksi telur kg 1.653.846 1.653.844 1.809.536 2.878.695 2.207.253
7
1 Produksi susu lt 13.103 10.378 10.210 10.210 14.880
8
1 Angka   kesakitan   /
9 morbiditas ternak

­   ternak   besar % 1,42 1,36 1,27 1,33 1,42


(%)
­ ternak kecil (%) % 1,74 1,72 1,52 1,87 1,36
­   ternak   unggas % 1,87 1,89 1,90 1,84 1,81
(%) 
2 Jumlah   penyuluh orang 113 113 113 116 116
0 pertanian

2 Persentase % 14 10 15 16 10
1 penyuluh
pertanian   yang
telah   mengikuti
diklat   teknis   dan
inovasi pertanian 

2 Kontribusi Juta Rp  2.383.496   2.658.335   2.809.421   3.067.987   3.195.914 


2 Pertanian terhadap
PDRB (ADHB)*

2 Persentase % Pemula :  Pemula :  Pemula :  Pemula :  Pemula : 


3 kelompok   tani 43,39  43,39 35.00 34.16  35.54 
yang berkualitas Lanjutan :  Lanjutan :  Lanjutan :  Lanjutan :  Lanjutan : 
40,89  43,84  45.54  47.68  43,84 
Madya :  Madya :  Madya :  Madya :  Madya : 
12,77 14,20  15,62  16.96 15.89 
Utama : 2,95 Utama : 3,39 Utama : 3,89 Utama : 4.20 Utama : 4.73

2 Persentase % 100 100 100 100 100


4 pelaksanaan
pendampingan
pembinaan petani
2 Persentase % 100 100 100 100 100
5 pengawasan   dan
pemeriksaan
hewan di RPH**
2 Persentase   pelaku % 13,12 14,10 15,01 16,07 17.86
6 usaha   pertanian/
kelompok   tani
yang   sudah
menerapkan
teknologi
2 Persentase  Persen 12,8 25,6 38,4 53,8 100
7 pelaksanaan 
pemasaran hasil 
produksi 
pertanian/perkebu
nan

Sumber: DKPP Kabupaten Jepara, 2017; 
Keterangan:   *   BPS   Kabupaten   Jepara,   2017;   tad:   data   tahun   2012­2015   tidak   tersedia   karena
pendataan baru dilaksanakan pada tahun 2016.

2.3.3.4 Perdagangan
Perdagangan   secara   garis   besar   dibagi   menjadi   dua,   yakni   perdagangan
dalam negeri (domestik) dan perdagangan luar negeri (internasional). Perdagangan
dalam   negeri   adalah   perdagangan   yang   dilakukan   dalam   ruang   lingkup   dalam
negeri saja atau nasional. Penjual, pembeli, dan tempat transaksinya juga hanya

II­122
bersifat  domestik  atau  dilakukan  di dalam  negeri  saja. Sedangkan  perdagangan
luar   negeri/internasional   adalah   perdagangan   yang   dilakukan   oleh   penduduk
suatu   negara   dengan   penduduk   negara   lain   atas   dasar   kesepakatan   bersama.
Penduduk   yang   dimaksud   dapat   berupa   antarperorangan   (individu   dengan
individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu
negara dengan pemerintah negara lain.
Terkait   dengan   pelaksanaan   perdagangan   dalam   negeri,   pemerintah   telah
memiliki   arah   kebijakan   dan   pengendalian.   Kebijakan   dan   pengendalian
Perdagangan Dalam Negeri sebagaimana dimaksud yaitu: 
1) peningkatan efisiensi dan efektivitas distribusi; 
2) peningkatan iklim usaha dan kepastian berusaha; 
3) pengintegrasian dan perluasan Pasar dalam negeri; 
4) peningkatan akses Pasar bagi Produk Dalam Negeri; dan 
5) pelindungan konsumen.
Sedangkan   kebijakan   dan   pengendalian   pelaksanaan  perdagangan   luar
negeri meliputi:
1) Peningkatan daya saing produk Ekspor Indonesia; 
2) Peningkatan dan perluasan akses Pasar di luar negeri; dan 
3) Peningkatan kemampuan Eksportir dan Importir sehingga menjadi Pelaku
Usaha yang andal. 
Kontribusi   urusan   sektor   perdagangan   terhadap   perekonomian   di
Kabupaten Jepara cukup signifikan. Sektor perdagangan bersama dengan sektor
industri pengolahan dan sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan merupakan
3   sektor   yang   memiliki   kontribusi   besar   tefrhadap   perekonomian   di   Kabupaten
Jepara. Meskipun demikian, kontribusi sektor pedagangan terhadap perekonomian
Kabupaten   Jepara   kondisinya   semakin   menurun.   Pada   tahun   2012   kontribusi
sektor perdagangan mencapai 18,03% dari total PDRB, namun pada tahun 2016
kontribusinya turun menjadi 16,71% saja. 
Kontribusi sektor perdagangan terhadap perekonomian Kabupaten Jepara,
salah satunya adalah karena dukungan nilai ekspor produk­produk olahan kayu
dan karet. Nilai ekspor perdagangan di  Kabupaten Jepara, dari tahun 2012­2016
menunjukkan tren yang positif karena nilainya semakin meningkat. Pada tahun
2012, nilai ekspor di Kabupaten Jepara sebesar 118 juta US$. Pada tahun 2013
sempat   turun   menjadi   112   juta   US$,   namun   kemudian   dari   tahun   2014­2016
selalu   naik.   Data   terakhir   tahun   2016   menunjukkan   bahwa   nilai   ekspor   di
Kabupaten Jepara telah mencapai angka 219 juta US$.
Terkait dengan perdagangan dalam negeri, sarana prasarana perdagangan
yang dimilik Kabupaten Jepara antara lain adalah tersedianya pasar. Tahun 2016
tercatat ada 21 pasar daerah yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Jepara.

II­123
Hanya saja dari 21 pasar tersebut  baru 1 unit yang memenuhi kriteria  sebagai
pasar sehat.
Selain   penyediaan   pasar,   untuk   mendukung   sektor   perdagangan   dalam
negeri   juga   dilakukan   penataan   terhadap   kawasan   perdagangan   kaki   lima   dan
pembinaan terhadap para pedagang. Jumlah kawasan perdagangan kaki lima yang
ditata sebanya 2 lokasi. Sedangkan pembinaan terhadap pedagang baru dilakukan
kepada 50 orang pedagang formal dan informal. 
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menjaga kondusifitas
sektor   perdagangan   adalah   dengan   melakukan   pengawasan   terhadap   pasar;
pelaksanaan metrologi legal berupa tera, tera ulang dan pengawasan; Pemantuan
ketersediaan  harga, pasokan, akses  pangan  dikumpulkan secara rutin /periodik;
dan upaya perlindungan terhadap konsumen. 

Tabel 2.60
Indikator Urusan Perdagangan Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1  Jumlah alat Ukur Takar  unit 22.213 22.241 20.425 20.786 22.342
timbang dan 
perlengkapannya yang 
ditera
 2 Jumlah   Pasar
(Tradisional   Dan
Modern) Yang Diawasi
­ Tradisional unit 21 21 21 21 21
­ Modern unit 22 31 53 62 63
 3 Persentase kasus yang  kasus 0 0 0 0 2
diselesaikan melalui 
BPSK
 4 Ketersediaan informasi  frekuensi 48 48 48 48 48
pasokan, harga dan 
akses pangan daerah.
 5 Jumlah pasar lelang dan kali 7 6 7 12 12
promosi dagang yang 
diikuti
 6 Nilai Ekspor  Juta US $ 118 112 126 171 219
 7 Kontribusi sektor  % 18,03 17,71 16,92 16,72 16,71
Perdagangan terhadap 
PDRB (ADHB)*
 8 Kontribusi sektor  Juta 2.953.125 3.192.137 3.394.676 3.691.322 3.993.310
Perdagangan terhadap  Rupiah
PDRB (ADHB)*
 9 Jumlah pasar daerah  unit 21 21 21 21 21

 10 Jumlah pasar daerah  unit 0 0 0 0 1


yang memenuhi kriteria 
pasar sehat
11 Lokasi PKL yang tertata lokasi 2 2 2 2 2
12 Persentase serapan resi  % 6,6 7,0 6,4 3,3 8,2
gudang
Sumber: Disindag Kabupaten Jepara dan BPS Kabupaten Jepara, 2017.
Ket: * 2015 angka sementara, 2016 angka sangat sementara

2.3.3.5 Perindustrian

II­124
Gambaran kinerja urusan perindustrian di Kabupaten Jepara selama kurun
waktu tahun 2012­2016 dapat dilihat dari capaian indikator bidang perindustrian
seperti   Jumlah   dan   pertumbuhan   IKM   (Industri   Kecil   dan   Menengah)   serta
kontribusi sektor Industri terhadap PDRB.
Tabel 2.61
Indikator Pertumbuhan IKM Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

N Capaian Kinerja Tahun
Uraian Satuan
o 2012 2013 2014 2015 2016
1. Jumlah IKM Unit  9.998 13.300 17.064 18.695 19.380
2. Jumlah IKM yang  Unit  23 27 79 31 25
mendapat binaan 
atau bantuan
3 Jumlah sentra  Sentra 11 12 12 14 14
industri yang 
berkembang 
4 Jumlah  IKM,  unit 43 40 59 94 156
yang telah 
mengikuti 
pameran promosi 
produk
5 Jumlah IKM yang  unit 0 0 0 0 10
mendapatkan 
fasilitasi HaKI
6 Kontribusi sektor  % 32,91 33,21 34,08 34,32 34,45
Industri terhadap 
PDRB (ADHB)*
7 Kontribusi sektor  Juta 5.390.40 5.985.05 6.839.23 7.574.05 8.235.43
Industri terhadap  Rupiah 6 2 8 3 4
PDRB (ADHB)*
Sumber: Disindag Kabupaten Jepara dan BPS Kabupaten Jepara, 2017.
Ket: * 2015 angka sementara, 2016 angka sangat sementara

Berdasarkan Tabel 2.61 dapat dilihat bahwa secara kuantitatif jumlah IKM
mengalami peningkatan setiap tahunnya dari 2012 hingga 2016, yaitu dari 9.998
unit menjadi 19.380 unit. Namun, dari segi pertumbuhan mengalami perlambatan.
Di  sisi   lain,   peningkatan   jumlah   IKM   di   Kabupaten   Jepara   ini   belum   dibarengi
dengan pembinaan maupun pemberian bantuan. Hal ini dilihat dari jumlah  IKM
yang mendapat binaan yang sangat rendah proporsinya dibandingkan jumlah IKM
yang ada, tertinggi pada tahun 2014, yaitu 0.5%. Demikian halnya dengan jumlah
produk   IKM   yang   dipromosikan   di   Kabupaten   Jepara   yang   tergolong   sangat
sedikit, dimana tahun 2015 hanya 12 produk dan tahun 2016 sebesar 11 produk
yang dipromosikan.
Sementara itu, kontribusi sektor industri terhadap PDRB (ADHB) Kabupaten
Jepara   terus   menunjukkan   peningkatan   dan   menjadi   sektor   dengan   kontribusi
terbesar   terhadap   PDRB   selama   periode   tahun   2012­2016.   Peningkatan   sektor
industri   ini   juga   sejalan   dengan   peningkatan   jumlah   sentra   industri   yang
berkembang   dimana   tahun   2016   terdapat   14   sentra   industri,   mengalami
peningkatan dari tahun 2012 yang hanya 11 sentra industri.

II­125
Object 90

Sumber: BPS Kabupaten Jepara, 2017; 
Ket: 2015 (angka sementara), 2016 (angka sangat sementara).

Gambar 2.47
Kontribusi Sektor Industri terhadap PDRB (ADHB) Kabupaten Jepara
Tahun 2012­2016 (%)

2.3.3.6 Transmigrasi
Dalam   urusan   transmigirasi,   pemerintah   daerah   memiliki   kewenangan
dalam   perencanaan   kawasan   transmigrasi,   pembangunan   kawasan   transmigrasi
dan pengembangan kawasan transmigrasi. Pemerintah Kabupaten Jepara, sebagai

II­126
daerah   pengirim   transmigran   memiliki   tugas   menyiapkan   penduduk   yang   siap
diberangkatkan   ke  wilayah   transmigrasi.  Pada  tahun  2016,  jumlah   transmigran
yang diberangkatkan sebanyak 11 kepala keluarga. Jumlah tersebut menunjukkan
penurunan jika dibandingakan dengan tahun­tahun sebelumnya yang mana pada
tahun   2012   memcapai   20   kepala   keluarga.   Untuk   memperkuat   kerjasama
dibidang transmigrasi, pemerintah Kabupaten Jepara telah melakukan perjanjian
antar wilayah melalui kesepakatan bersama (MoU). Tahun 2016, jumlah MoU yang
disusun bersama dengan wilayah transmigrasi tercapai dengan 2 kabupaten. 
Tabel 2.62
Indikator Urusan Transmigrasi Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator   Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Jumlah calon   KK  20 10 4 5 10
transmigrasi yang 
mendapatkan pelatihan 
dasar umum (PDU)
2 Jumlah transmigran yang  KK  20 10 4 5 11
diberangkatkan ke lokasi 
transmigransi
3 Jumlah MoU yang   Kab  2 1 1 1 2
disusun bersama dengan 
wilayah transmigrasi
4 Peta persebaran   Lokasi  2 1 1 1 2
penempatan transmigrasi
Sumber : Diskop UKMNakertrans Kabupaten Jepara, 2017

2.3.4 Urusan Penunjang
2.3.4.1 Perencanaan 
Perencanaan   pembangunan   memiliki   peranan   yang   penting   dalam   proses
penganggaran   dan   pelaksanaan   pembangunan   daerah.   Sesuai   dengan   Undang­
undang   Nomor   25   Tahun   2004   tentang   Sistem   Perencanaan   Pembangunan
Nasional,   dan   Undang­undang   Nomor   23   tahun   2014   tentang   Pemerintahan
Daerah,   dokumen   perencanaan   pembangunan   daerah   yang   harus   disusun
meliputi   Rencana   Pembangunan   Jangka   Panjang   Daerah   (RPJPD)   untuk   kurun
waktu   20   tahun,   Rencana   Pembangunan   Jangka   Menengah   Daerah   (RPJMD)
untuk kurun waktu 5 tahun, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk
kurun   waktu   1   tahun.   Pendekatan   yang   digunakan   mencakup   pendekatan
Teknokratik, Politik, Partisipatif,  Top­down  dan  Bottom­up. Di Kabupaten Jepara
dokumen perencanaan yang telah dimiliki yaitu: RPJPD tahun 2005­2025, RPJMD
yang disusun setiap 5 tahun sekali, dan RKPD yang disusun setiap tahun. 
Penyusunan   rencana   pembangunan   didahului   dengan   evaluasi
pembangunan   daerah   agar   rencana   yang   disusun   dapat   memecahkan
permasalahan   yang   dihadapi   oleh   daerah.   Evaluasi   kinerja   pembangunan
dilaksanakan dengan menyusun laporan evaluasi hasil RPJMD dan evaluasi RKPD
setiap tahun sebagai dasar dalam penyusunan RKPD tahun berikutnya. 

II­127
Penyusunan   dokumen   perencanaan   multisektor   juga   menjadi   tanggung
jawab   perangkat   daerah   fungsi   perencanaan   pembangunan.   Beberapa   dokumen
perencanaan multisektor yang telah diamanatkan oleh pemerintah telah disusun,
antara   lain   RAD   Pencegahan   dan   Pemberantasan   Korupsi   (RAD­PPK),   Strategi
Penanggulangan   Kemiskinan   Daerah   (SPKD),   dan   Rencana   Aksi   Daerah
Pencapaian MDG’s. Berbagai dokumen perencanaan multi sektor tentunya akan
disesuaikan   dengan  kebijakan   terbaru  sebagaimana   termuat   dalam  RPJMD  dan
RPJMN dan peraturan perundang­undangan yang terbaru.
Jumlah   dokumen   perencanaan   per   tahun   yang   telah   disusun   terus
meningkat selama periode tahun 2012­2016, yaitu dari 11 dokumen menjadi 21.
Dari beberapa dokumen perencanaan yang telah disusun, sampai dengan tahun
2016 telah mencapai 44,48% yang diimplementasikan, yaitu ditindaklanjuti dalam
bentuk   peraturan   perundang­undangan   dan/atau   dasar   penyusunan
dokumen/rencana kegiatan oleh PD lainnya. 
Hal   ini   menjadi   salah   satu   indikasi   masih   belum   optimalnya   kualitas
dokumen perencanaan yang disusun. Beberapa hal yang menyebabkan kondisi ini
adalah   banyaknya   amanat   pemerintah   untuk   menyusun   dokumen   perencanaan
multi sektor sesuai dengan ketentuan peraturan perudang­undangan yang terbaru
yang   harus   dilaksanakan   oleh   pemerintah   daerah   dan   kurangnya   ketersediaan
data   dan   informasi   untuk   menunjang   perencanaan   pembangunan   daerah   yang
berkualitas. Penyebab lainnya adalah masih kurangnya kapasitas SDM perencana
yang   salah   satu   indikasinya   dari   masih   terbatasnya   jumlah   Perencana   di
Kabupaten Jepara yang sampai dengan tahun 2016 berjumlah 3 (tiga) orang atau
6,67% dari jumlah pegawai Bappeda Kabupaten Jepara.

Tabel 2.63
Indikator Urusan Perencanaan Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

Capaian Kinerja Tahun
Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
Jumlah dokumen perencanaan dokumen 11 16 28 20 21
/
tahun
Jumlah   dokumen   perencanaan dokumen 4 10 18 11 10
bidang   Prasarana   Wilayah   Dan /
Sumber   Daya   Alam   yang tahun
tersusun
Jumlah   dokumen   perencanaan dokumen 2 1 4 3 3
bidang Pemerintahan, Sosial dan /
Budaya yang tersusun tahun
Jumlah   dokumen   perencanaan dokumen 5 5 6 6 8
bidang Ekonomi yang tersusun /
tahun
Persentase   dokumen % 27,27 33,33 38,18 45,33 44,79
perencanaan   yang
diimplentasikan
Persentase   dokumen % 25,00 40,00 44,44 54,55 40,00
perencanaan   bidang   Prasarana

II­128
Capaian Kinerja Tahun
Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
Wilayah Dan Sumber Daya Alam
yang diimplementasikan
Persentase   dokumen % 50,00 0,00 50,0 66,7 66,67
perencanaan   bidang
Pemerintahan,   Sosial   dan
Budaya yang diimplementasikan
Jumlah   dokumen   perencanaan % 20,00 40,00 33,33 83,33 37,50
bidang   Ekonomi   yang
diimplementasikan
Persentase   kerjasama % 0 0 0 0 100
pembangunan yang terlaksana
Persentase   ketersediaan % 100 100 100 100 100
data/informasi   yang   dapat
diakses masyarakat
Persentase   dokumen % 0 0 0 0 0
perencanaan   dan   penelitian
bidang   penelitian   dan
pengembangan   yang   dapat
diimplementasikan
Persentase Kesesuaian Dokumen % tad tad tad tad 55
Perencanaan   dengan   Dokumen
Penganggaran
Sumber: Bappeda Kabupaten Jepara, 2017
Keterangan: per 1 Januari 2017, bidang ekonomi dan bidang prasarana wilayah dan sumber daya
alam   digabung   sehingga   jika   data   kedua   bidang   tersebut   digabungkan   maka   pada   tahun   2016,
persentase   dokumen   perencanaan   dan   penelitian   bidang   ekonomi,   prasarana   dan   pengembangan
wilayah yang dapat diimplementasikan adalah 38,89%.

2.3.4.2 Keuangan 
Kinerja keuangan daerah terutama dilihat dari pendapatan asli daerah yang
menunjukkan tingkat kemandirian daerah dalam penyelenggaraan pembangunan
daerah.   Dalam   kurun   waktu   tahun   2012­2016,   persentase   kontribusi   PAD
terhadap   total   APBD   dari   sebesar   9,90%   pada   tahun   2012   meningkat   menjadi
sebesar 15,31% pada tahun 2016. Selama ini ada dua sektor yang memberikan
kontribusi terbesar bagi penerimaan kabupaten Jepara yaitu Sektor Pajak Daerah:
PPJU   dan   PBB,   serta   lain­lain   PAD   yang   sah   yang   berasal   dari   pendapatan
Jaminan   Kesehatan   Nasional   (JKN).   Adapun   kendala   yang   dihadapi   dalam
peningkatan PAD yaitu kesadaran masyarakat untuk membayar pajak daerah dan
retribusi daerah secara mandiri masih rendah sehingga perlu peran aktif petugas
pajak   daerah   untuk   melakukan   pengawasan   dan   penagihan,   menurunnya
pendapatan   pelaku   usaha   dan   industri   sebagai   obyek   pajak/retribusi   akibat
melemahnya  permintaan industri mebel dan kondisi perkonomian nasional, dan
penerimaan beberapa jenis pajak dan retribusi yang cenderung stagnan.
Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Jepara menunjukkan kinerja yang
baik.  Meskipun demikian penerapan manajemen pengelolaan keuangan dan aset
daerah   berbasis  accrual  dirasa   belum   optimal.  Berdasarkan   hasil   audit   BPK,
laporan keuangan pemerintah daerah Kabupaten Jepara memperoleh status Wajar
Tanpa   Pengecualian   (WTP).   Beberapa   upaya   yang   dilakukan   oleh   pemerintah

II­129
Kabupaten   Jepara   dalam   rangka   mempertahankan   status   tersebut   yaitu
menindaklanjuti temuan pengecualian atas LKPD, penyusunan Peraturan Bupati
dan surat edaran Bupati sebagai pedoman perangkat daerah dalam pengelolaan
keuangan   daerah,   penggunaan   sistem   informasi   manajemen   daerah   dalam
pengelolaan keuangan daerah, dan rekonsiliasi angka dalam laporan. 

Tabel 2.64
Indikator Urusan Keuangan  Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

Capaian Kinerja Tahun
No Indikator
2012 2013 2014 2015 2016
1 Belanja Langsung terhadap total
43,86 40,93 43,91 42,47 43,96
APBD (%)
2 Besaran PAD terhadap seluruh 
pendapatan dalam APBD  9,90 9,65 14,49 14,00 15,31
(Realisasi) (%)
3 Rasio SILPA terhadap total 
9,39 10,80 16,65 19,41 12,06
belanja tahun sebelumnya (%)
4 Rasio realisasi belanja terhadap 
94,37 91,81 89,54 88,89 90,3
anggaran belanja (%)
5 Rasio realisasi PAD terhadap 
114,07 112,49 123,23 124,37 120,43
potensi PAD (%)
6 Peningkatan PAD (%) 24,54 3,64 73,27 16,59 19,34
7 Opini BPK terhadap Laporan 
WTP WTP WTP WTP WTP
Keuangan Daerah 
8 Rasio Belanja Modal dibanding 
22,91 11,7 12,55 17,80 18,40
Total Belanja Daerah 
9 Rasio Belanja Pegawai Tidak 
Langsung dibanding Total  46,98 52,57 49,56 45,91 40,59
Belanja Daerah (%)
10 Persentase peningkatan  34,16 33,26 39,82 29,19 27,73
pendapatan pajak dan 
restribusi terhadap pendapatan 
Asli Daerah
11 Persentase pemeliharaan  100 100 100 100 100
software Pengelolaan Keuangan 
Daerah
12 Persentase penyusunan APBD  100 100 100 100 100
tepat waktu
Sumber: BPKAD Kabupaten Jepara, 2017

2.3.4.3 Penelitian dan Pengembangan 
Salah   satu   urusan   penunjang   menurut   Peraturan   Pemerintah   Nomor   18
Tahun   2016   tentang   Perangkat   Daerah   adalah   penelitian   dan   pengembangan.
Jumlah   kajian   yang  telah   dilaksanakan   oleh   Bappeda   Kabupaten   Jepara   dalam
kurun waktu 2012­2016 mencapai 23 dokumen, yang terdiri dari kajian di bidang
fisik dan prasarana, bidang ekonomi, dan sosial budaya. Kajian yang dilaksanakan
antara   lain   :   Kajian   Inovasi   Program   Dan   Kegiatan   Prioritas   Pembangunan
Kabupaten   Jepara,   Kajian   Kebutuhan   Teknologi   Potensi   Daerah   Kabupaten
Jepara;   Kajian   Peningkatan   Lembaga   Kecamatan   sebagai   Perangkat   Daerah
Kabupaten Jepara, dan Kajian Pemanfaatan dan Pengembangan Tanaman Obat di
Kabupaten Jepara. Meski demikian, dari dokumen yang telah disusun belum yang

II­130
ada   yang   diimplementasikan.  Hal   ini   juga   disebabkan   masih   minimnya  produk
penelitian   yang   mendukung   terhadap   penyusunan   dokumen   perencanaan
pembangunan    dan   masih   minimnya   kegiatan   pengembangan   yang   mendukung
inovasi   produk­produk   kreatif   dalam   rangka   pengembangan   perekonomian
Kabupaten Jepara.  

Object 93

Sumber: Bappeda Kabupaten Jepara, 2017

Gambar 2.48
Dokumen Penelitian dan Pengembangan yang Disusun Per Tahun (dok)

2.3.4.4 Kepegawaian dan Diklat
Dalam   mewujudkan   tata   kelola   pemerintahan   yang   baik   di   Kabupaten
Jepara maka peran aparatur sipil negara (ASN) yang profesional dan penempatan
aparat   berdasarkan “merrit system”  semakin penting.   Kewenangan pemerintah
Kabupaten   Jepara   dalam     manajemen   kepegawaian   daerah   yaitu   :   (1)
melaksanakan   pembinaan   teknis   dan   (2)   pelayanan   administratif   kepegawaian
sesuai peraturan yang baru yaitu UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara   dan   Roadmap   Reformasi   Birokrasi   secara   Nasional.   Pembinaan   teknis
administratif,   meningkatkan   kedisiplinan   ASN   dalam   rangka   meningkatkan
profesionalisme   pegawai   dalam   menjalankan   tugas   pokok   dan   fungsi   sebagai
pelayan publik  (public servant).  Indikator kinerja  dalam rangka  mendorong pada
peningkatan   disiplin,  tertib   hukum   dan  pelayanan   aparatur  kepada   masyarakat
dan dunia usaha secara profesional 

II­131
Upaya peningkatan kapasitas sumberdaya ASN menjadi kewenangan daerah
dalam rangka peningkatan kepangkatan, pembinaan karir dengan mutasi jabatan,
pendidikan   dan   pelatihan   pegawai   sesuai   dengan   pedoman   dan   peraturan
perundang­undangan agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan baik. Upaya
tersebut   yaitu   dengan   meningkatkan   pendidikan   formal/tugas   belajar   aparatur,
mengikutsertakan   aparatur   dalam   diklatpim   dalam   penyesuaian   jabatan,
menerapkan diklat pra­jabatan bagi CPNS dan melakukan diklat teknis fungsional.
Jumlah ASN di Kabupaten Jepara Tahun (2016) sebanyak 9.768 orang, yang
terdistribusi ke dalam 44 Perangkat Daerah (PD). Berdasarkan tingkat pendidikan
ASN di Kabupaten Jepara termasuk baik yaitu sebagian besar adalah Sarjana (S­1)
sebanyak   5.745   orang   (64,01%),   berpendidikan   SLTA/sederajat   sebanyak   2.031
orang,   berpendidikan   Diploma   sebanyak   1.206   orang   dan   pendidikan
SLTP/sederajat   sebanyak   225   orang   dan   paling   sedikit   berpendidikan
SD/sederajad sebanyak 109 orang. Berdasarkan kepangkatan dan golongan ASN
Kabupaten   Jepara   terbesar   adalah   Golongan   III   sebanyak   46,09%;   Golongan   IV
sebanyak   37,41   %;   Golongan   II   sebanyak   21,65%   dan   paling   kecil   Golongan   I
sebanyak 1,44 %. 
Upaya   peningkatan   pembinaan   dan   pengembangan   aparatur   menjadi
kewajiban pemerintah daerah antara lain pengangkatan ASN, kenaikan pangkat,
pembinaan, pemindahan, dan pemberhentian ASN Daerah sesuai norma, standar
dan   prosedur   (NSP)   berdasarkan   peraturan   perundang­undangan   kepegawaian.
Indikator   kinerja   pada   pembinaan   dan   pengembangan   pegawai   ditunjukkan
dengan : ASN menerima SK kenaikan pangkat tepat waktu, ASN yang menerima
SK   pindah   (mutasi)   sesuai   kebutuhan   organisasi,   penerbitan   SK   pensiun   tepat
waktu, ASN berprestasi yang menerima penghargaan Satya Lencana Karya Satya,
SIM data ASN ter­update dan ASN yang mengikuti seleksi pimpinan tinggi. 
Perkembangan   aparatur   yang   mengikuti   Diklat   Pim   II,   Diklat   Pim   III   dan
Diklat Pim IV tiap tahun mengalami peningkatan dari tahun 2012 hingga tahun
2016.   Pada   tahun   2016,   persentase  aparatur   yang   sudah   mengikuti   Diklat   Pim
sesuai   jenjangnya   adalah   Diklat   Pim   II   mencapai   sebesar   50%,   Diklat   Pim   III
sebesar   57,1%   dan   Diklat   Pim   IV   sebesar   22,6%.   Selain   itu   jumlah   PNS   yang
mengikuti   Diklat   Teknis   sebanyak   225   orang,   Diklat   Fungsional   sebanyak   55
orang, dan Diklat Prajabatan sebanyak 135 orang, serta persentase PNS struktural
yang mengikuti kegiatan assesment sebesar 100% dari 32 orang.
Pada tahun 2016, persentase PNS yang kenaikan pangkatnya tepat waktu
mencapai   100%   dan   jumlah   PNS   pensiun   sebanyak   350   orang.   Namun   masih
terdapat kasus pelanggaran disiplin PNS dalam satu tahun sebanyak 10 kasus dan
ditangani sebesar 100%. Selain itu, kendala yang seringkali dihadapi adalah masih
adanya mutasi dan/atau penempatan ASN yang tidak sesuai dengan kompetensi
karena dihadapkan pada kebutuhan organisasi yang mendesak.

II­132
Tabel 2.65
Indikator Urusan Kepegawaian Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Kinerja Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Persentase  % 33,3 41,4 41,4 46,9 50
Aparatur yang 
mengikuti Diklat 
Pim II
2 Persentase  % 16,6 49,6 47,3 52,3 57,1
Aparatur yang 
mengikuti Diklat 
Pim III
3 Persentase  % 0,5% 6,4 12,9 14,2 22,6
Aparatur yang 
mengikuti Diklat 
Pim IV
4 Jumlah PNS  orang 80 120 40 40 80
mengikuti Diklat 
Teknis setiap tahun
5 Jumlah aparatur  orang 0 0  0  40  0
PNS yang telah 
mengikuti Diklat  
Fungsional
6 Jumlah Aparatur  orang 217 0 0 632 135
yang mengikuti 
Diklat Prajabatan
7 Persentase PNS  % 100 100 100 100 100
yang kenaikan 
pangkatnya tepat 
waktu
8 Jumlah PNS  orang 342 335 219 214 350
pensiun setiap 
tahun
9 Persentase kasus  % 100 100 100 100 100
pelanggaran 
disiplin PNS dalam 
satu tahun yang 
ditangani
10 Persentase PNS  % ­ ­ ­ ­ 100
struktural yang 
mengikuti kegiatan 
assesment
11 Persentase  % ­ ­ ­ 100 100
pembentukan 
pansel dalam setiap
pengisian jabatan 
pimpinan tinggi 
pratama
12 Persentase  100 100 100 100 100 100
pemberian fasilitasi
bantuan 
pendidikan 
kedinasan
13 Persentase  100 100 100 100 100 100
pengelolaan data 
kepegawaian
Sumber: BKD Kabupaten Jepara, 2017

2.3.4.5 Sekretariat Daerah

II­133
Sekretariat   Daerah   Kabupaten   Jepara   merupakan   salah   satu   organisasi
perangkat daerah yang termasuk pada kelompok urusan penunjang pemerintahan.
Sekretariat daerah memiliki fungsi penyusunan kebijakan pemerintahan daerah,
pengkoordinasian   pelaksanaan   tugas   dinas   daerah   dan   lembaga   teknis   daerah,
pemantauan   dan   evaluasi   pelaksanaan   kebijaksanaan   pemerintah   daerah,
pembinaan administrasi dan aparatur pemerintah daerah dan pelaksanaan tugas
lain   yang   diberikan   oleh   Bupati   sesuai   dengan   tugas   dan   fungsinya.   Untuk
menjalankan tugas tersebut, Sekretariat Daerah Kabupaten Jepara didukung oleh
8   bagian,   yang  meliputi:   1)  Bagian   Tata  Pemerintahan,  2)   Bagian   Pemerintahan
Desa,   3)   Bagian   Hukum,   4)   Bagian   Pembangunan,   5)   Bagian   Perekonomian,   6)
Bagian Kesejahteraan Rakyat, 7) Bagian Organisasi, 8) Bagian Umum.
Dari   beberapa   indikator   yang   ditetapkan,   dapat   diketahui   bahwa
perkembangannya   selalu   meningkat   dari   tahun   ke   tahun.   Hanya   saja   perlu
diperhatikan   mengenai   nilai   LKJiP   yang   masih   mendapatkan   nilai   CC.   Hal   ini
menjadi salah indikasi belum optimalnya kualitas tata kelola pemerintahan.

Tabel 2.66
Indikator Urusan Sekretariat Daerah Kabupaten Jepara
Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Nilai LPPD Nilai SM SM SM SM SM
2 Persentase usulan  % 90 87 69 32 60
Ranperda menjadi 
Perda
3 Persentase Produk  % 25 25 55.5 55.5 60
Hukum daerah yang 
tersosialisasikan
4 Persentase paket  % 100 100 100 100 100
pengadaan B/J yang
diumumkan melalui 
LPSE Kab. Jepara
5 Persentase Fasilitasi, % 100 100 100 100 100
Koordinasi, dan 
Monev di Bidang 
Kesra
6 Nilai LKJiP Nilai C C C CC CC
7 Nilai SKM Nilai 72.34 73.04 73.42 73.78 75.27
8 Persentase PD yang  % tad 29,31 56,90 81,03 81,03
menyusun SOP
9 Persentase  % tad tad tad 60 60
Perangkat Daerah 
yang menyusun 
LKJiP tepat waktu
9 Persentase  % 100 100 100 100 100
pemenuhan sarana 
dan prasarana 
kantor
10 Persentase  % 100 100 100 100 100
pemenuhan 
pelayanan 
KDH/WKDH

II­134
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
11 Tersusunnya  Dok 6 6 6 6 6
laporan pemantauan
dan poengendalian 
Harga Kebutuhan 
Pokok masyarakat
Sumber: Bagian Umum Setda Kabupaten Jepara, 2017
Ket: SM: Sangat Memuaskan

2.3.4.6 Sekretariat Dewan 
Tugas   Dewan   Perwakilan   Rakyat   Daerah   (DPRD)   berdasarkan   Undang­
Undang  Nomor  23  Tahun   2014  tentang  Pemerintah  Daerah,    adalah  menyusun
dan   mengesahkan   Peraturan   Daerah   serta   melakukan   pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Jumlah anggota DPRD Kabupaten Jepara
sebanyak   50   orang   yang   berasal   dari   7   fraksi   di   DPRD,   dengan   perincian
berdasarkan   jumlah     anggota   berdasarkan   fraksi,   sebagai   berikut,   9   anggota
dewan dari Fraksi PPP, 10 anggota dewan dari Fraksi PDI­P, 7 anggota dewan dari
Fraksi ADES (Amanat Demokrat Sejahtera), 5 anggota dari fraksi Golkar, 6 anggota
dari fraksi Nasdem Nurani Rakyat, 8 anggota dewan dari fraksi Gerinda dan   5
anggota dari fraksi PKB.
Sekretariat   DPRD   mempunyai   tugas   memberikan   pelayanan   administratif
kepada Anggota DPRD . Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud,
Sekretariat   DPRD   mempunyai   fungsi   a)     menfasilitasi   rapat   anggota   DPRD;   b)
pelaksanaan   urusan   tata   usaha,   rumah   tangga   dan   perjalanan   dinas   anggota
DPRD; c)  penyusunan rencana anggaran, pengelolaan dan pembukuan keuangan
DPRD; d)  pengelolaan kehumasan, keprotokolan, perpustakaan dan dokumentasi;
e)     pelaksanaan   tugas   lain   yang   diberikan   oleh   Pimpinan   DPRD   sesuai   dengan
tugas dan fungsinya. Meski demikian, permasalahan yang dihadapi adalah masih
terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM di Setwan. 
Tabel 2.67
Indikator Urusan Sekretariat DPRD Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016
Capaian Kinerja Tahun
No Indikator
2012 2013 2014 2015 2016
1. PERDA yang ditetapkan (%) 20 20 20 9 18
2. RAPERDA yang disetujui  87 91 91 41 69
DPRD (%) 
3. Keputusan DPRD yang   37 24 30 30 24
ditindaklanjuti (%)
4. Persentase Peningkatan  20 20 20 20 20
Kapasitas Anggota DPRD 

Sumber: Sekretariat DPRD Kabupaten Jepara Tahun 2017

2.3.4.7 Pengawasan

II­135
Dalam   rangka   mewujudkan   pemerintahan   yang   baik   (good   governance),
Pemerintah   Kabupaten   Jepara   dalam   penyelenggaraan   pemerintahan   berusaha
untuk   menerapkan   prinsip­prinsip   profesionalitas,   akutanbilitas,   transparansi,
pelayanan   prima,   demokrasi,   efisiensi,   efektifitas,   supremasi   hukum   dan   dapat
diterima   oleh   seluruh   masyarakat   berdasarkan   amanat   undang­undang.   Untuk
mencapai hal tersebut, salah satu bentuk yang dilakukan oleh pemerintah daerah
adalah   dengan   melakukan   pengawasan   terhadap   berbagai   penyelenggaraan
pemerintah   daerah.   Pelaksanaan   pembinaan   dan   pengawasan   terhadap
penyelenggaraan   urusan   pemerintahan   sepenuhnya   dilaksanakan   oleh
Inspektorat.   Inspektoratmempunyai   tugas   melaksanakan   pengawasan   dan
pemeriksaan   atas   pelaksanaan   tugas   rutin   dan   pembangunan   di   lingkungan
Pemerintahan Kabupaten Jepara secara berkala dan menginformasikan hasilnya
kepada publik.
Pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat bersifat internal dalam rangka
meningkatkan   kinerja   urusan   pembangunan   daerah.   Dalam   penyelenggaraan
pemerintahan   di   Kabupaten   Jepara,   obyek   pengawasan   dilakukan   terhadap
pelaksanaan   kebijakan   kepala   daerah.   Pengawasan   internal   dan   pengendalian
pelaksanaan   kebijakan   kepala   daerah   dilakukan   dengan   pemeriksaan   terhadap
laporan   penyelenggaraan   pemerintah   dan   tindaklanjut   atas   rekomendasi   hasil
pengawasan. Laporan hasil pemeriksaan di Kabupaten Jepara pada tahun 2016
mencapai   144   laporan   dengan   kinerja   laporan   hasil   tindak   lanjut   temuan   hasil
pengawasan yang telah disusun sangat baik yaitu mencapai 100%.
Salah satu tugas dan fungsi lain dari pelaksanaan pengawasan di daerah
adalah menindak lanjuti hasil temuan dari instansi pemeriksa dari tingkat pusat,
dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemeriksaan laporan keuangan
oleh   BPK   salah   satunya   akan   menghasilkan   temuan­temuan   atas   tindakan
pengelolaan   keuangan   di   daerah.   Temuan­temuan   tersbut   kemudian   harus
ditindak   lanjuti   oleh   Inspektorat.   Sampai   tahun   2016,   rasio   temuan   BPK   yang
ditindaklanjuti oleh Inspektorat Kabupaten Jepara telah mencapai 100%.
Dalam   rangka   mendukung   pelaksanaan   pembinaan   dan   pengawasan,
dibutuhkan   sumber   daya   manusia   aditor/tenaga   pemeriksa   yang   memiliki
kompetensi dan kapabilitas. Tahun 2016, Auditor/tenaga pemeriksa di Inspektorat
kabupaten   Jepara   yang   menguasai   teknik/teori   pengawasan   dan   penilaian
akuntabilitas   kinerja   baru   sebesar   75%.   Angka   tersebut   mengalami   penurunan
jika dibandingkan kondisi tahun­tahun sebelumnya.
Sedangkan level kapabilitas Inspektorat Kabupaten Jepara pada tahun 2016
telah mencapai level 2, dan tingkat maturiti SPIP pada tahun 2016 mencapai level
2. Kondisi ini masih jauh dari kondisi ideal, yaitu pada level 5.
Terkait   dengan   pelaksanaan   reformasi   birokrasi,   Kabupaten   Jepara   telah
meraih skor 56,27. Dengan pencapaian skor tersebut artinya, dalam pelaksaanaan

II­136
Reformasi   Birokrasi,   Kabupaten   Jepara   telah   mampu   menunjukkan
kecenderungan perbaikan dan/atau sebagian besar target yang relevan terpenuhi.
Selain   itu,   Kabupaten   Jepara   ke   depan   diharapkan   mampu   mewujudkan
pembentukan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah
Birokrasi   Bersih   dan   Melayani   (WBBM).   Hal   tersebut   menindak   lanjuti   amanat
pemerintah yang dituangkan melalui Permenpan RB No 52 Tahun 2014 tentang
pedoman pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan
Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) di lingkungan instansi pemerintah.
Pemantauan indikator WBK dan WBBM ini baru akan dilaksanakan pada 2017.
Tabel 2.68
Indikator Urusan Pengawasan Kabupaten Jepara Tahun 2012­2016

Capaian Kinerja Tahun
No Indikator Satuan
2012 2013 2014 2015 2016
1 Rasio temuan BPK RI yang  % 100 50 95 92 100
ditindaklanjuti  
2 Jumlah Laporan Hasil  LHP 144 144 144 144 144
Pemeriksaan
3 Persentase  laporan hasil  % 100 100 100 100 100
tindak lanjut  temuan hasil 
pengawasan yang telah 
disusun
4 Persentase tenaga  % 80 79 85 90 75
pemeriksa yang menguasai 
teknik/teori pengawasan 
dan penilaian akuntabilitas 
kinerja
5 Meningkatnya level  level ­ ­ 1 2 2
kapabilitas Inspektorat 
Kabupaten 
6 Tingkat Maturiti SPIP level ­ ­ ­ ­ 2

7 Indeks Reformasi Birokrasi Indeks tad tad tad tad 56,27

8 Persentase wajib lapor  % 82,45 64,1 100 100 46,66


LHKPN yang melaporkan 
LHKPN ke KPK RI
Sumber : Inspektorat dan BKD Kabupaten Jepara, 2017

II­137

Anda mungkin juga menyukai