Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN DIABETES MELLITUS

OLEH:
SYAFDIAN YULIANA, S.Kep

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(Ns.Yossi Fitrina,M,kep)
( )

PROGRAM STUDI Ners


STIKes YARSI SUMBAR
BUKITTINGGI
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELLITUS

A. Konsep Diabetes Mellitus (DM) tipe II


1. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada diabetes ini kemampuan tubuh
untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun atau pankreas dapat sama sekali tidak bisa
menghasilkan insulin, hal ini akan menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan
komplikasi metabolik akut seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemia hiperosmoler
nonketotik (HHNK) (Brunner & Suddarth, 2013).
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai dengan kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi pada mata, ginjal,
saraf, dan pembuluh darah. Diabetes melitus ini juga merupakan suatu sindrom gangguan
metabolisme dengan hiperglikemi yang tidak semestinya diakibatkan karena defisiensi ekresi
insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya (Rendi, 2012).

2. Anatomi Fisiologi Pankreas


Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5
cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang
pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.(Brunner & Suddarth, 2013).
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk
oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama
dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat
ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal
dari lapisan epitel yang membentuk usus.(Brunner & Suddarth, 2013).
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.

(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.

Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di
seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans
berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50 , sedangkan yang terbesar 300 , terbanyak adalah yang besarnya 100 –
225 . Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta. Pulau
langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :

(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang


manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like
activity “.

(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.

(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.

Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan.
Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak
mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda
dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin
sehingga dianggap tidak berfungsi. Brunner & Suddarth, 2013).
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia.
Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua
rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A
terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4
– 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan
protein reseptor yang besar di dalam membrana sel. Brunner & Suddarth, 2013).
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran
berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan
balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100
mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah,
produksi insulin akan menurun. (Brunner & Suddarth, 2013).
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon
gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme
utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan
terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak. Brunner & Suddarth, 2013).

3. Tipe – Tipe Diabetes Mellitus


Diabetes Mellitus tipe 1 atau insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) merupakan
diabetes yang tergantung pada insulin, pada diabetes tipe 1 ini sel-sel beta pankreas yang dalam
keadaan normal menghasilkan hormon insulin, yang kemudian dihancurkan oleh suatu proses
autoimun (Smeltzer & Bare, 2002). Insiden yang terjadi kurang lebih 5% hingga 10% penderita
mengalami diabetes tipe 1 (Toruan, 2012).
Diabetes Mellitus tipe 2, noninsulin dependent diabetes mellitus (NIDDM). Pada diabetes
tipe 2 ini pankreas bekerja dengan baik, kondisi insulin cukup, tetapi justru reseptor insulin yang
jelek. Insidensi penyakit diabetes tipe 2 ini berbeda dengan tipe 1 yang mana hampir 90% hingga
95% penderita mengalami diabetes tipe 2. DM ini umumnya menyerang usia diatas 30 tahun.
Faktor utamanya adalah kegemukan atau lingkungan, meski tidak menutup kemungkinan faktor
gen juga berperan penting. (Toruan, 2012).
Diabetes Mellitus Gestasional merupakan diabetes pada wanita yang tidak menderita
diabetes sebelum kehamilannya, tetapi diabetes yang terjadi akibat hiperglikemia terjadi selama
kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta (Brunner & Suddarth, 2013).
4. Etiologi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus tipe 1, insulin dependent diabetes mellitus (IDDM). Penyebab diabetes
mellitus ini disebabkan karena faktor genetik, imunologi, dan lingkungan seperti infeksi virus,
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. Namun pernyataan bahwa kerentanan genetik
merupakan faktor dasar yang melandasi proses terjadinya diabetes tipe 1. Brunner & Suddarth,
2013).
Diabetes Mellitus tipe 2 (NIDDM), secara pasti penyebab dari DM tipe 2 ini belum
diketahui, faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam
kerja insulin. Faktor-faktor penyebab terjadinya diabetes ini adalah usia, obesitas berat badan
lebih dari atau sama dengan 20% berat badan ideal, riwayat keluarga, kelompok etnik, kurang
olahraga, tekanan darah tinggi >140/90 mmHg, dan terlalu banyak makan dengan gizi yang tidak
seimbang. Brunner & Suddarth, 2013).
Diabetes gestasional merupakan diabetes yang terjadi pada wanita saat kehamilan.
Biasanya DM ini muncul pada minggu ke 24 (bulan keenam) dan akan hilang sesudah
melahirkan. Walaupun begitu, banyak wanita yang mengalami diabetes gestasional ternyata
kemudian hari menderita diabetes tipe 2 (Brunner & Suddarth, 2013).
5. Patofisiologi Diabetes Mellitus
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Kowalak, 2014)
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel β tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat
danterjadi diabetes tipe II (Kowalak, 2014)
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe II,
namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi,
gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur (Kowalak, 2014)
6. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus
Tanda dan gejala yang sering muncul pada diabetes mellitus ini adalah poliuri, polidpsi,
dan polipagi. Poliuri merupakan gejala yang ditimbulkan akibat sering buang air kecil karena
tingginya kadar gula dalam darah yang dikeluarkan lewat ginjal selalu diiringi oleh air atau
cairan tubuh. Polidipsi diakibatkan dari poliuri maka penderita akan merasakan haus yang
berlebihan sehingga minum berlebihan. Polipagi diakibatkan karena penderita diabetes sering
kali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (Bustan, 2007).
Gejala lain dari diabetes yang mungkin juga dapat dialami oleh para penderita DM yaitu
fatigue (lelah) muncul karena energi menurun akibat berkurangnya glukosa dalam jaringan/sel,
peningkatan berat badan, gatal yang disebabkan oleh mengeringnya kulit, gangguan imunitas,
gangguan mata, dan gangguan sensorik pada syaraf peripheral (kesemutan) di kaki dan ditangan
(Mahendra, 2008).

7. Komplikasi Diabetes Mellitus


Komplikasi mendadak (akut), adapun yang termasuk komplikasi mendadak (akut) yaitu
hipoglikemia (kadar glukosa darah yang rendah), ketoasidosis diabetik (insulin yang tidak cukup
mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein), sindrom HNNK
(koma hiperglikemik hiperosmoler nonketotik), dan menyebabkan penyakit (Sutanto, 2013).
Komplikasi kronis (menahun), Penyakit diabetes mellitus yang tidak terkontrol dalam
waktu lama akan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan saraf. Pembuluh darah yang
dapat mengalami kerusakan dibagi menjadi dua jenis, yakni pembuluh darah kecil dan pembuluh
darah besar.
Kerusakan pembuluh darah besar antara lain:
1. Pembuluh darah jantung, yang jika rusak akan meyebabkan penyakit jantung koroner dan
serangan jantung mendadak
2. Pembuluh darah tepi, terutama pada tungkai, yang jika rusak akan menyebabkan luka
iskemikpada kaki
3. Pembuluh darah otak yang jika rusak akan dapat menyebabkan stroke
Kerusakan pembuluh darah kecil:
(Mikroangiopati) misalnya mengenai pembuluh darah retina dan dapat
menyebabkan kebutaan. Selain itu, dapat terjadi kerusakan pada pembuluh darah ginjal
yang akan menyebabkan nefropati diabetikum. Saraf yang paling sering rusak adalah
saraf perifer, yang menyebabkan perasaan kebas atau baal pada ujung – ujung jari.
Karena rasa kebas pada terutama pada kaki, maka pasien DM seringkali tidak menyadari
adanya luka pada kaki, sehingga meningkatkan resiko menjadi luka yang lebih dalam
(ulkus kaki) dan perlunya melakukan tindakan amputasi. Selain kebas pasien mungkin
juga mengalami kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, lebig terasa pada malam hari
serta kelemahan pada tangan dan kaki. Pada pasien yang mengalami kerusakan saraf
perifer, maka harus diajarkan mengenai perawatan kaki yang memadai sehingga
mengurangi risiko luka.

7. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


Penatalaksanaan diabetes mellitus bertujuan untuk menormalkan kembali aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Penanganan yang dilakukan pada pasien diabetes mellitus akan bervariasi karena
terjadinya perubahan gaya hidup, keadaan fisik, dan mental pada penderita. Penatalaksanaan
diabetes meliputi pengkajian yang dilakukan oleh tim kesehatan disamping penyesuaian terapi
oleh pasien itu sendiri setiap hari. Meskipun tim kesehatan akan mengarahkan penanganan
tersebut namun pasien sendirilah yang akan melaksanakan terapi yang dilakukan, karena alasan
ini pendidikan pasien dan keluarga dipandang sebagai komponen yang paling penting daam
menangani diabetes (Smeltzer & Bare, 2002).
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada diabetes mellitus antara lain:
a. Edukasi / Penyuluhan Kesehatan Diabetes Mellitus
Tujuan dari penyuluhan kesehatan yang diberikan kepada pasien diabetes mellitus ini
diantaranya yaitu: meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap, mengubah perilaku serta
meningkatkan kepatuhan, dan meningkatkan kualitas hidup.Penyandang diabetes perlu
mendapatkan informasi minimal yang diberikan setelah diagnosis ditegakkan, mencakup
pengetahuan dasar tentang diabetes, pemantauan mandiri, sebab-sebab tingginya kadar
glukosa darah, obat hipoglikemia oral, perencanaan makan, perawatan kaki, kegiatan
jasmani, tanda-tanda hipoglikemi dan komplikasi. Minimal penyuluhan kesehatan
didapatkan oleh masing-masing individu pasien diabetes melitus adalah 6 kali penyuluhan
(Soegondo, 2013).
b. Diet pada Diabetes Mellitus
Tujuan umum terapi diet adalah membantu penderita diabetes memperbaiki kebiasaan diet
untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik, mempertahankan kadar glukosa
darah mendekati normal dengan keseimbangan asupan makanan dengan insulin (endogen
atau eksogen) atau obat hipogllikemik oral dan tingkat aktivitas. Mengontrol setiap asupan
makanan bukan berarti melarang kita untuk makan, tetapi kita harus lebih cermat memilih
setiap kandungan gizi yang terdapat dalam makanan agar pankreas yang mengalami
gangguan tidak bekerja terlalu berat untuk menghasilkan insulin.
Perencanaan makanan merupakan salah satu pilar pengelolaan diabetes. Jumlah porsi dari
makan besar untuk pasien dibetes yaitu 3 kali sehari dan makan kecil 2 kali sehari. Standar
yang diajukan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat
(kecukupan gizi baik untuk karbohidrat dibutuhkan 45 – 60% dari kalori yang dibutuhkan),
protein (protein 10 – 20% dari kalori yang dibutuhkan), lemak (20 – 25% dari kalori yang
dibutuhkan), dan serat 25-40 gram. Makanan yang mengandung karbohidrat komplek dan
beserat tinggi sangat dianjurkan untuk penderita diabetes seperti gandum, beras merah,
haver (oats), sayur dan buah. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari dan
jumlah kandungan serat ± 25 g/hari, diutamakan serat larut.
Pada umumnya penatalaksanaan diet pada pasien diabetes biasanya diatur berdasarkan 3 J
yaitu :
a. Jumlah, pada umumnya pengaturan jumlah makanan dibuat berdasarkan tinggi badan,
berat badan, jenis aktivitas, dan juga umur. Berdasarkan hal ini, akan dihitung dan
ditentukan jumlah kalori untuk masing-masing
b. Jenis, mengenai jenis makanan pada umumnya penyusunan makanan akan
menyangkut gizi-gizi seperti karbohidrat, lemak, sayur, dan buah
c. Jadwal, jadwal dalam ini sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh dokter atau petugas
kesehatan tentang penyakit diabetes melitus yang dialami pasien
c. Latihan fisik pada Diabetes Mellitus (Olahraga)
Olahraga atau latihan fisik adalah upaya pencegahan diabetes yang sangat penting.
Olahraga pada umumnya dapat baik untuk kesehatan, menurunkan berat badan, dan
pengendalian gula darah. Olahraga yang teratur dan cukup akan memperbaiki kerja insulin
sehingga insulin berfungsi dengan baik dan mendorong pembakaran glukosa yang ada
didalam darah menjadi energi, meningkatkan kebugaran, mencegah kegemukan,
memperbaiki aliran darah atau mencegah hiperkoagulasi darah (darah yang pekat),
merangsang pembentukan glikogen baru dan mencegah komplikasi lebih lanjut seperti
penyakit jantung, stroke, dan penyakit lainnya (Hasdianah, 2012).
Prinsip Olahraga pada diabetis yaitu olahraga yang dipilih sebaiknya olahraga yang
disenangi dan yang mungkin dilakukan oleh diabetes. Olahraga yang dilakukan hendaknya
melibatkan otot – otot besar dan sesuai dengan keinginan agar manfaat olahraga dapat
dirasakan terus menerus. Olahraga sebaiknya dilakukan secara teratur dan dilakukan pada
saat yang dirasa menyenangkan, yang perlu diperhatikan dalam berolahraga yaitu
frekuensi, intensitas, waktu, dan tipe (jenis).
d. Keteraturan berobat
Keteraturan berobat adalah seberapa jauh pasien diabetes mellitus teratur dalam
mengkonsumsi obat sesuai dengan petunjuk dokter. Keteraturan berobat bisa mencegah
terjadinya komplikasi diabetes melitus dan mengendalikan kadar gula darah (Dewi, 2013).
Pada diabetes mellitus ada beberapa pengobatan seperti obat-obatan untuk diminum (oral),
yaitu tablet atau pil yang disebut obat hipoglikemik oral (OHO) berguna untuk
memperbaiki jumlah insulin yang kurang dan membantu merangsang pankreas untuk
meningkat produksi insulin. Obat yang digunakan adalah golongan sulfonylurea dan
golongan glinid.
Golongan obat yang biguanid (metformin) dan tiazolidindion (TZD) digunakan
untuk memperbaiki hambatan terhadap kerja insulin atau resistensi insulin pada sel-sel.
Ada obat yang kerjanya memperlambat pencernaan makanan menjadi glukosa, yaitu
golongan inhibitor glukosidase dengan nama generic acarbose. Pengobatan OHO hanya
untuk diabetes melitus tipe 2, untuk diabetes mellitus tipe 1 harus segera diberi suntikan
insulin (Kariadi, 2009).
e. Pemantauan Pengendalian Diabetes Mellitus.
Pemantauan status metabolik penyandang diabetes mellitus (DM) merupakan hal
yang penting dari pengelolaan DM. Hasil pemantauan tersebut digunakan untuk menilai
manfaat pengobatan dan sebagai pegangan penyesuaian diet, latihan jasmani dan obat-
obatan untuk mencapai kadar glukosa darah senormal mungkin dan terhindar dari keadaan
hiperglikemia ataupun hipoglikemia. Pemantauan kadar gula darah tersebut dapat
dilakukan di laboratorium, di klinik saat konsultasi, ataupun dapat dilakukan sendiri oleh
penyandang diabetes melitus dirumah. Cara mana yang akan dipilih bergantung pada: tipe
diabetes, jenis pengobatan, derajat pengendalian yang ingin dicapai, usia penyandang
diabetes melitus, fasilitas yang tersedia, kecerdasan, dan tentunya motivasi penyandang
diabetes mellitus sehingga apabila pasien diabetes melakukan pemantauan pengendalian
DM dengan baik maka kualitas hidup pasien akan meningkat.

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


1. Pengkajian
a. Identitas
Berisi nama, umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan, pekerjaan, tanggal masuk,
diagnosa medis, no rekam medis.
b. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien DM biasanya mengatakan mudah lelah, mengalami kelemahan, banyak
minum, hilang nafsu makan, buang air kecil banyak, turgor kulit jelek, berkeringat,
gemetaran, berat badan menurun, hipertensi, ansietas, nyeri tekan abdomen, gatal-
gatl pada kulit, urine encer, pucat, kuning, berkabut, bau busuk (Brunner &
Suddarth, 2013)
b). Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, dan hipertensi
c). Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau
penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal
hipertensi, jantung.

c. Pola Fungsional Gordon


a) Pola persepsi
Pada pasien gangren ulkus terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetik sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk
tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu
perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien (Rosjidi, 2011)
b) Pola nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar
gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum,berat badan menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita (Rosjidi, 2011)
c) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine
( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan (Rosjidi, 2011)
d) Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai
akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan
waktu tidur penderita mengalami perubahan.
e) Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada  tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
f) Pola hubungan dan peran
Ulkus yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik
diri dari pergaulan.
g) Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan ulkus cenderung mengalami neuropati/ mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya trauma (Rosjidi, 2011)
h) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
i) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah  di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi,
serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.

j) Pola mekanisme stres dan koping


Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggungdan lain-lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /
adaptif.
k) Pola nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada
kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.
(Rosjidi, 2011)
2. Pemeriksaan fisik
Keadaan
Biasanya composmentis
umum
Tanda vital TD : normal S: normal
N : normal/meningkat P : normal/meningkat
Kepala I:kebersihan cukup, rambut tidak mudah rontok, kulit
kepala bersih.
P: tidak ada lesi dan edema
Mata I: simetris kanan kiri, pupil isokor
P: konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Hidung I: simetris, tidak ada gangguan pada penciuman
Telinga I: simetris kanan kiri, kebersihan cukup, pendengaran
baik, tidak ada pengeluaran cairan
Mulut dan gigi I: mukosa bibir kering,tampak pucat, bibir tampak
pecah-pecah.
Leher I : tidak ada pembesaran tyroid
P: tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening
Paru I: simetris kanan kiri, pergerakan dinding dada
seimbang
Pa: fremitus kanan kiri
Pe: sonor
A: vesikuler. Ronchi (-/-) wheezing (-/-)

Jantung I: ictus cordis tidak terlihat


Pa: ictus teraba 1 jari RIC V
Pe: batas jantung jelas
Au: irama teratur, tidak ada bunyi jantung tambahan
Abdomen I: perut datar, asites (-)
Au: Bising usus 10x/i
Pa: hepar tidak teraba, nyeri tekan (-)
Pe: Tympani
Ekstremitas simetris kanan kiri, akral teraba hangat, CRT <2
detik,
kekuatan otot 555 555
444 444

Genitalia Tidak ada kelainan

3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah,
ketidakmampuan menelan makanan, anoreksia, ketidakmampuan mencerna makanan
b. Nyeri akut b/d agen cidera biologis
c. Kerusakan integritas jaringan b/d neuropati perifer
d. Kekurangan volume cairan
e. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
f. Harga diri rendah b/d ulkus

4. Intervensi keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1. Ketidakseimbangan  Status nutrisi:  Manajemen nutrisi :
nutrisi kurang dari asupan makanan 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh dan cairan makanan
b/d Peningkatan Indikator: 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan  Asupan untuk menentukan jumlah
metabolisme makanan secara kalori dan nutrisi yang
oral dan asekuat dibutuhkan pasien
 Status energy 3. Yakinkan diet yang
Indikator dimakan mengandung tinggi
 Stamina bagus serat untuk mencegah
 Kekuatan konstipasi
cengkraman 4. Ajarkan pasien bagaimana
bagus membuat catatan makanan
harian.
5.Monitor adanya penurunan
BB dan gula darah
6.Monitor lingkungan selama
makan
7. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam, total protein,
Hb dan kadar Ht
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor pucat,
kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien
dan keluarga tentang manfaat
nutrisi
14. Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler
atau fowler tinggi selama
makan
16. Anjurkan banyak minum
17. Pertahankan terapi IV line
2. Nyeri akut b/d agen NOC :  Pain Management
❖ Pain Level, 1. Kaji nyeri secara
injury
❖ pain control, komprehensif
❖ comfort level (PQRST)
indikator: 2. Observasi
● Mampu ketidanyamanan
mengontrol nyeri (tahu secara nonverbal
penyebab nyeri, mampu 3. Gunakan strategi
menggunakan tehnik komunikasi
nonfarmakologi untuk teraupeutik untuk
mengurangi nyeri, mengungkapkan
mencari bantuan) pengalaman nyeri dan
● Melaporkan penerimaan terhadap
bahwa nyeri berkurang nyeri
dengan menggunakan 4. Ajarkan relaksasi
manajemen nyeri nafas dalam
● Mampu 5. Evaluasi keefektifan
mengenali nyeri (skala, dari tindakan
intensitas, frekuensi dan pengontrol nyeri.
tanda nyeri) 6. Dukung istirahat/
● Menyatakan tidur untuk membantu
rasa nyaman setelah menurunkan nyeri.
nyeri berkurang 7. Kontrol faktor
● Tanda vital lingkungan yang
dalam rentang normal dapat menimbulkan
● Tidak ketidaknyamanan
mengalami gangguan 8. Tentukan faktor yang
tidur dapat memperburuk
nyeri
9. Dorong nutrisi yang
adekuat
10. Monitor TTV

 Terapi Relaksasi
1. Berikan deskripsi
detail terkait relaksasi
yang dipilih
2. Dorong klien
mengatur posisi yang
nyaman
3. Minta klien untuk
rileks dan merasakan
sensasi yang terjadi
4. Tunjukkan dan
praktikkan teknik
relasksasi pada klien
5. Dorong klien untuk
mempraktekkan
teknik relaksasi
6. Berikan waktu yang
tidak terganggu
karena mungkin klien
tidur
7. Evaluasi dan
dokumentasi respon
terhadap relaksasi
8. Anjurkan untuk
istirahat
 Pemberian Analgetik
1. Cek order pengobatan
2. Cek adanya riwayat
alergi obat
3. Pilih rute iv
4. Kolaborasi untuk
pemberian analgetik
5. Dokumentasikan
respon terhadap
analgetik
3. Kerusakan NOC : NIC
 Perawatan luka :
integritas jaringan  Integritas
1. Angkat balutan dan
b/d Neuropati jaringan : kulit & plester pelekat
perifer membrane mukosa 2. Monitor karakteristik
luka (warna, ukuran,
Indicator :
drianease dan luas)
 Integritas kulit bisa 3. Bersihkan luka dengan
cairan yang
dipertahankan
direkomendsikan
 Perfusi jarngan baik 4. Lakukan perawatan
luka ulkus yang sesuai
5. Lakukan insisi pada
jaringan nekrotik
6. Berikan balutan yang
sesuai
7. Ganti balutan sesuai
dengan jumlah eksudat
8. Pertahankan tehnik
balutan steril ketika
perawatan luka
9. Dokukmentasikan
karakteristik luka

 Perlindungan infeksi
1. Monitor adanya tanda
dan gejala infeksi
sistemik dan local
2. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
3. Batasi jumlah
pengunjung
4. Tingkatkan asupan
nutrisi yang cukup
5. Anjurkan asupan cairan
dengan tepat
6. Dapatkan kultur yang
diperlukan
7. Berikan peraatan kulit
yang tepat untuk area
luka

 Kontrol infeksi
1. Bersihkan lingkungan
dengan baik setelah
digunakan untuk setiap
pasien
2. Ganti peralatan
perpasien setelah alat
digunakan
3. Pertahankan tehnik
steril yang sesuai
4. Anjurkan pasien dan
keluarga tehnik
mencuci tangan dengan
tepat
5. Cuci tangan setiap
sebelum dan setelah
tindakan terhadap
pasien
6. Pakai sarung tangan
steril dengan tepat
7. Tingkatkan intake
nutrisi dengan tepat
8. Berikan antibitik yang
sesuai

4 Intoleransi aktivitas  Perawatan diri : Self care management :


b/d kelemahan ADL 1. Mempertimbangkan
Indicator : kebudayaan klien ketika
1. Kebersihan mulut melakukan perwatan
2. Makan 2. Monitor kemampuan klien
3. Pakaian untuk perawatn diri
4. Tempat tidur mandiri
5. Posisi tubuh 3. Monitor kebutuhan klien
6. Berjalan  terhadap kebersihan diri,
pakaian,dan makan
4. Beri dukungan hingga
klien mampu melakukan
aktivitas sendiri
5. Motivasi klien untuk
menunjukkan aktivitas
keseharian yg normal
6. Kaji kebutuhan yang
memerlukan bantuan 

Anda mungkin juga menyukai