Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH FITOMEDISIN

“TANIN”

Disusn oleh :

Kelompok 3

Jumrah 51720011092

Fauzan Ifmayanti 51720011131

Fadel Aprisal 51720011124

Miftahul Jannah Mustari 51720011127

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PANCASAKTI

MAKASSAR

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam metabolisme sekunder yang terjadi pada tumbuhan akan

menghasilkan beberapa senyawa yang tidak digunakan sebagai cadangan

energi melainkan untuk menunjang kelangsungan hidupnya seperti untuk

pertahanan dari predaptor. Beberapasenyawa seperti alkaloid, triterpen dan

golongan phenol merupakan senyawa-senyawayang dihasilkan dari

metabolisme skunder. Golongan fenol dicirikan oleh adanyacincin

aromatik dengan satu atau dua gugus hidroksil. Kelompok fenol terdiri

dari ribuan senyawa, meliputi flavonoid, fenilpropanoid, asam fenolat,

antosianin, pigmen kuinon, melanin, lignin, dan tanin, yang tersebar luas

di berbagai jenis tumbuhan.

Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk ke dalam

golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak di jumpai pada tumbuhan.

Tanin dahulu digunakan untuk menyamakkan kulit hewan karena sifatnya

yang dapat mengikat protein. Selain itu juga tanin dapat mengikat alkaloid

dan glatin.

Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang

memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat

membentuk kompleks denganprotein. Berdasarkan strukturnya, tanin

dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin terkondensasi (condensed

tannins) dan tanin-terhidrolisiskan (hydrolysabletannins)


Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini

dikarenakan sifat tanin yang sangat kompleks mulai dai pengendap protein

hingga pengkhelat logam. Maka dari itu efek yang disebabkan tanin tidak

dapat diprediksi. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis.

Maka dari itu semua penelitian tentang berbagai jenis senyawa tanin mulai

dilirik para peneliti sekarang. Dalam makalah ini akan dibahas berbagai

hal tentang tanin yaitu klasifikasinya dan contoh senyawanya, sifat

umumnya, cara identifikasi serta contoh pemurnian senyawa tanin.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan tanin?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan senyawa tanin


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Tanin

Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang

memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat

membentuk kompleks dengan protein.

a. Senyawa-senyawa kompleks yang tersebar luas dalam dunia tumbuh-

tumbuhan terdapat dalam jumlah besar pada daun, buah dan batang.

b. Campuran senyawa polifenol, semakin banyak jumlah gugus fenolik

maka semakin besar ukuran molekul tannin.

c. Tanin berikatan kuat dengan protein & dapat mengendapkan protein

dari larutan.

Tannin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam

angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya,

tannin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang

tak larut dalam air. Dalam industry, tannin adalah senyawa yang berasal

dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi

kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silang protein.

B. Penggolongan Tanin

Secara kimia terdapat dua jenis tannin yang tersebar tidak merata

dalam dunia tumbuhan. Tannin-terkondensasi hampir terdapat semesta di

dalam paku-pakuan dan gimnospermae, serta tersebar luas dalam

angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Sebaliknya, tannin


yang terhidrolisiskan penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping

dua, di Inggris hanya terdapat pada suku yang nisbi sedikit. Tetapi kedua

jenis tannin itu dijumpai bersamaan dalam tumbuhan yang sama seperti

yang terjadi pada kulit dan daun ek, Quercus.

a. tanin terkondensasi (condensed tannins)

Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi dapat

terkondensasi meghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan

terdiri dari polimer flafonoid yang merupakan senyawa fenol dan telah

dibahas pada bab yang lain.Nama lain dari tanin ini adalah

Proanthocyanidin. Proanthocyanidin merupakan polimer dari flavonoid

yang dihubungan dengan melalui C 8 dengan C4. Salah satu contohnya

adalah Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang

tersusun dari epiccatechin dan catechin.

b. tanin terhidrolisiskan(hydrolysable tannins)

Hydrolysable Tannin = Pirogalol tanin

1. Terdiri dari molekul gula pusat yang terikat pada molekul-molekul

asam galat (galitanin) atau asam heksahidroksidifenat (elagitanin).

2. Merupakan glikosida sehingga mudah terhidrolisis ® asam fenolat

(asam/enzim) + gula.

3. Berat molekul galitanin1000-1500,sedangkan Berat molekul

Ellaggitanin 1000-3000

4. Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan

membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat


dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida.

Salah satu contoh jenis tanin ininadalah gallotanin yang merupakan

senyawa gabungan dari krbohidrat denganasam galat.

C. Sifat – sifat Tanin

SIFAT KHUSUS

1. Tidak dapat dikristalisasi

2. Bila ditambah air ® larutan koloidal, reaksi asam, rasa astringen

3. Mengendapkan larutan gelatin, protein dan alkaloid dalam larutan

garam Fe (III) ® senyawa biru tua / hitam kehijauan (larut)

4. + K-ferisianida + NH4OH ® warna merah tua

5. Mengendap dengan garam-garam Cu, Pb, Sn, lar. K-bikromat kuat /

asam kromat 1 %

6. dalam larutan basa ® mudah mengabsorbsi oksigen

SIFAT UMUM

1. Dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan sepat .

2. Mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkaloid.

3. Tidak dapat mengkristal.

4. Larutan alkali mampu mengoksidasi oksigen.

5. Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein

tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik


D. Fungsi Tanin

Di dalam tumbuhan letak tannin terpisah dari protein dan enzim

sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya,

maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein

lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataanya,

sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan

pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Kita menganggap salah

satu fungsi utama tannin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan

pemakan tumbuhan. Fungsi tanin pada tanaman biasanya sebagai senjata

pertahanan untuk menghindari terjadinya over grazing oleh hewan

ruminansia dan menghindari diri dari serangga. Penyamak kulit.

Pembuatan tinta (+ garam besi(III) ® senyawa berwarna tua). Reagen

untuk deteksi gelatin, protein, alkaloid (karena sifat mengendap).

Antidotum keracunan alkaloid (membentuk tannat yang mengendap) .

Inflamasi saluran pencernaan bagian atas. Diare karena inflamasi saluran

GI. Topikal : lesi terbuka, luka, hemoroid.

E. Biosintesis Tanin

Biosintesis tannin

1. Tannin-terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat

dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (atau

galotanin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian

oligomer yang lebih tinggi. Ikatan karbon-karbon menghubungkan

satu satuan flavon dengan satuan berikutnya melalui ikatan 4-8


atau 6-8. Kebanyakan flavolan memiliki 2 sampai 20 satuan

flavon. Nama lain untuktanin-terkondensasi adalah proantosianidin

karena bila direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan

karbon-karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah

monomer antosianidin. Kebanyakan proantosianidin adalah

prosianidin, ini berarti bila direaksikan dengan asam akan

menghasilkan sianidin.

2. Tannin-terhidrolisiskan terutama terdiri atas dua kelas, yang

paling sederhana adalah depsida galoilglukosa. Pada senyawa ini,

inti yang berupa glukosa dikelilingi oleh lima gugus ester galoil

atau lebih. Pada jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer

asam galat, yaitu asam heksahidroksidifenat, di sini pun berikatan

dengan glukosa. Bila dihidrolisis elagitanin ini menghasilkan asam

elagat. Tannin terhidolisiskan ini pada pemanasan dengan asam

klorida atau asam sulfat menghasilkan gallic atau ellagic.

Hydrolyzable tanin yang terhidrolisis oleh asam lemah atau basa

lemah untuk menghasilkan karbohidrat dan asam fenolat. Contoh

gallotannins adalah ester asam gallic glukosa dalam asam tannic

(C76H52O46), ditemukan dalam daun dan kulit berbagai jenis

tumbuhan.
F. Efek Tanin Dalam Saluran Pencernaan

1. Efek terhadap diare

terbentuk lapisan protektif dari protein yang mengendap pada mukosa

sepanjang dinding saluran perncernaan ® menghilangkan rasa ujung-

ujung syaraf sensoris & mengurangi rangsang terhadap aktivitas

peristaltik yang meningkat

2. Efek terhadap ulkus peptikum

tanin terikat secara selektif pada protein-protein yang terekspos pada

dasar ulser ® barier yang terbentuk melindungi bawah ulser dari isi

lambung

Pada permukaan berdarah (Lokal)

Efek hemostatik karena :

1. Vasokonstriksi lokal

2. Peningkatan kecepatan koagulasi

3. Pembentukan “gumpalan artifisial”

Efek antioksidan

1. berkaitan dengan OPC

contoh tanaman yang banyak mengandung OPC : - biji anggur, kulit

batang Pinus pinaster .

Reaksi yang Tidak Diinginkan:

1. Hanya berlaku untuk yang jumlahnya signifikan dan digunakan dalam

dosis relatif tinggi.

2. Pemakaian kronis dalam dosis tinggi :


a. Astringensi berlebihan pada jaringan mukosa

b. Konstipasi

c. Menghambat enzim- enzim pencernaan terutama dari usus kecil

3. Membentuk kompleks dengan ion logam misalnya dengan Fe ® jadi

menghambat absorpsi

a. Suntikan s.c ® karsinogenik

b. Hydrolysable tannin bila diabsorpsi ke dalam aliran darah ®

hepatotoksik
BAB III

METODE PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

eksperimen dalam laboratorium. Eksperimen dilakukan dalam beberapa

tahap. Tahap pertama adalah persiapan alat dan preparasi sampel daun

stevia. Tahap kedua adalah analisa fitokimia. Tahap ketiga adalah adsorbsi

ekstrak stevia dengan arang aktif. Tahap keempat adalah penentuan kadar

tanin .

2. Alat dan Bahan yang Digunakan

2.1 Alat

a. Penangas air

b. Spektrofotometer UV-Vis (SHIMADZU model UVmini-1240)

c. Rotary evaporator

d. Alat-alat gelas

e. Neraca analitik

f. Botol 1 L

g. Kompor listrik

h. Desikator

i. pH meter (pH- 207 Lutron)

j. Magnetic Stirrer

2.2 Bahan

a. Simplisia Stevia rebaudiana dari desa Nglurah


b. Akuades

c. Standar Tanic Acid

d. Etanol 70 %

e. FeCl3.6H2O

f. Na2CO3 anhidrat

g. Folin Ciocalteu

h. Kertas saring

i. Formaldehid 37 %

j. HCl 37 %

k. NaCl

l. H2SO4

m. NaCl

n. CHCl3

o. HCl

3. Prosedur Kerja

a. Proses Ekstraksi Simplisia Stevia rebaudiana

Ekstraksi simplisia Stevia rebaudiana dengan metode refluks. Daun

yang telah kering ditimbang sebanyak 10 g diekstraksi dalam 200 mL

etanol 70% selama 3 jam. Didapatkan hasil ekstrak, lalu disaring

dengan kertas saring dan ditampung dalam botol kaca.


b. Analisa Fitokimia

1) Tanin

Uji tannin dilakukan dengan pembentukan kompleks

menggunakan pereaksi FeCl3 1% dan formaldehid 3% : HCl

(2:1).

a. Pembentukan kompleks Sebanyak 3 mL ekstrak ditambah

dengan 3 tetes FeCl3 1%. Jika terjadi perubahan warna

menjadi biru kehitaman menunjukkan positif adanya tannin

(Harborne, 1987).

b. Formaldehid 3% : HCl (2:1) Sebanyak 3 mL sampel

ditambah 5 tetes formaldehid 3% : HCl (2:1)dan

dipanaskan pada air panas 90 oC.

Jika terbentuk endapan merah muda merupakan tannin

terkondensasi. Larutan yang didapat kemudian disaring. Filtrat

ditambahkan 3 tetes FeCl3 1%. Jika terjadi perubahan warna

menjadi biru kehitaman (Harborne, 1987).

c. Kinetika Adsorpsi

10 mL ekstrak cair ditambah dengan 0,5 g arang aktif yang telah

dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 100oC. Dilakukan proses

adsorbsi selama 1; 2; 4; 8; dan 16 jam dengan kecepatan 100 rpm.

Setelah proses adsorbsi larutan disaring dan filtratnya ditampung

dalam vial. Filtrat dievaporasi dengan rotary evaporator hingga


mendapat ekstrak kering dan selanjutnya dilakukan identifikasi kadar

tannin.

d. Isoterm Adsorpsi

Ekstrak cair diambil 1; 2; 3; 4; dan 5 mL diencerkan sampai 10 mL

dengan etanol 70%. Ditambah 0,2 gram arang aktif kemudian

dilakukan proses adsorpsi pada suhu ruang selama 16 jam dengan

kecepatan 100 rpm. Proses adsorpsi dilakukan secara duplo. Setelah

proses adsorpsi dilakukan penyaringan. Filtrat yang didapat

dievaporasi sampai kering dan dilakukan uji kadar tanin sebelum dan

sesudah adsorpsi dengan Spektrofotometer UV- Vis

e. Uji Kuantitatif

Tanin Analisa kadar tannin dengan spektrofotometer UV-Vis. Pertama

adalah menyiapkan reagen folin ciocaltieu : akuades (1:1), Na2CO3

jenuh yaitu 35 g natrium karbonat (Na2CO3) dilarutkan pada 100 mL

akuades, dicampur pada suhu 70-80 oC.

1. Preparasi Kurva Standar Larutan standar tannin 1 mL dimasukkan

dalam labu ukur 10 mL kemudian ditambah dengan 7,5 mL

akuades. Masukkan 0,5 mL folin ciocalteu dan 1 mL Na2CO3

jenuh kemudian diencerkan dengan akuades hingga batas.

Dicampur dan ditunggu 30 menit lalu dianalisa dengan

spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 760 nm (Asrilya,

2014).
2. Preparasi sampel Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan labu ukur 50

mL kemudian dilarutkan dengan akuades hingga batas. Kemudian

sebanyak 1 mL dimasukkan dalam labu ukur 10 mL, ditambah 0,5

mL dimasukkan dalam labu ukur 10 mL, ditambah dengan 0,5 mL

folin ciocalteu dan 1 mL NaCO3 jenuh diencerkan dengan akuades

hingga batas. Dicampur dan ditunggu 30 menit lalu dianalisa

dengan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 760 nm

(Asrilya, 2014).
BAB IV

PEMBAHASAN

1. Proses Refluk dan Hasil Ekstraksi

Proses refluks menggunakan etanol 70% dengan perbandingan

simplisia : pelarut = 1:10 selama 3 jam pada suhu 70oC. Simplisia yang

digunakan adalah daun stevia kering sebanyak 20 g direfluks dalam 200

mL etanol 70%. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan jumlah senyawa

dalam simplisia yang dapat terekstrak. Dipilih proses ekstraksi dengan

refluks untuk meminimalkan kehilangan pelarut karena proses ekstraksi

dilakukan pada suhu 70oC mendekati titik didih etanol. Penggunaan

pelarut etanol 70% dikarenakan etanol 70% bersifat semipolar sehingga

mampu mengekstrak senyawa-senyawa polar dan nonpolar.

Pada saat ekstraksi terjadi proses pemecahan dinding sel akibat

perbedaan tekanan antara didalam sel dan diluar sel. Sehingga metabolit

sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut. Pelarut

dapat melarutkan komponenkomponen didalam sel dengan melintasi

membran sel kedalam bagian sel. Dengan mengalirnya bahan pelarut

kedalam sel dapat menyebabkan protoplasma membengkak dan bahan

kandungan sel akan terlarut sesuai dengan kelarutannya. Bahan kandungan

tersebut berpindah secara otomatis melalui ruang antar rongga sel.

Setelah proses refluks berakhir kemudian dilakukan penyaringan

untuk memisahkan ekstrak dan daun stevia. Hasil yang didapat dari proses

ekstraksi daun stevia yaitu ekstrak berwarna hijau tua sebanyak 164 Ml.
2. Hasil analisis fitokimia

Tannin

Tanin merupakan senyawa yang mengandung gugus hidroksi (turunan

benzena) yang dapat larut dalam air karena adanya ikatan hidrogen antara

gugus hidroksil yang dimiliki tanin dengan molekul air. Kelarutan tanin

yang tinggi terjadi dalam keadaan panas karena alasan inilah maka

digunakan ekstrak etanol daun stevia yang diekstraksi pada suhu 70 oC.

Selain itu proses pemanasan juga berfungsi untuk memecah ikatan-ikatan

pada tanin sehingga dihasilkan bentuk monomer-monomer tanin bebas.

a. reagen FeCl3 1%

Penambahan reagen FeCl3 1% terjadi perubahan warna dari coklat

kehijauan menjadi warna hijau kehitaman. Penambahan FeCl3 1%

digunakan untuk menentukan kandungan senyawa fenol. Adanya

gugus fenol ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi hijau

kehitaman dan atau biru tua setelah ditambahkan FeCl3 1%. Dalam uji

tannin menunjukkan hasil positif menunjukkan adanya senyawa fenol

dan dimungkinkan salah satunya adalah tannin karena tannin

merupakan senyawa polifenol. Terbentuknya senyawa kompleks

dengan FeCl3. terbentuknya senyawa kompleks tannin dan FeCl3

karena adanya ion Fe3+ sebagai atom pusat dan senyawa tannin

memiliki atom O yang memiliki pasangan elektron bebas yang mampu

mengkoordinasikan ke atom pusat sebagai ligannya.


b. . Reagen Formaldehid 3%

Identifikasi tannin menggunakan formaldehid 3% merupakan uji

awal untuk membedakan antara tannin terkondensasi dan tannin

terhidrolisis. Tannin terkondensasi ditunjukkan dengan adanya

endapan merah muda jika ekstrak ditambahkan dengan larutan

formaldehid 3% dan HCl. Sedangkan tannin terhidrolisis ditunjukkan

dengan warna biru tinta atau hitam jika filtrat hasil uji tannin

terkondensasi direaksikan dengan FeCl3 1%.

Tannin merupakan senyawa polifenol sehingga mampu

berkondensasi dengan formaldehid. Hasil kondensasi tannin dengan

formaldehid ditambahkan dengan asam panas yaitu asam klorida,

maka ikatan C-C terputus dan akan dibebaskan monomer antosianidin.

Jika dalam suatu sampel mengandung senyawa tannin terkondensasi

akan terbentuk endapan merah jika direaksikan dengan HCl (2:1).

Hasil uji tannin terkondensasi disaring dan filtratnya ditambah dengan

FeCl3 1% untuk menentukan tannin terhidrolisis. Adanya tannin

terhidrolisis ditunjukkan dengan adanya perubahan warna terbentuk

warna biru tinta atau hitam.

Hasil analisa fitokimia senyawa tannin dari daun stevia

menunjukkan bahwa didalam ekstrak stevia mengandung senyawa

tannin terkondensasi dan terhidrolisis.


3. Kinetika Adsopsi

Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan pemanasan

arang aktif terlebih dahulu. Ketika arang dipanaskan, pori-pori pada

permukaan arang akan membuka sehingga nantinya arang menjadi aktif

dan dapat digunakan untuk mengabsorbsi senyawa tanin secara maksimal.

Apabila pemanasan arang terlalu lama, akibatnya arang akan berubah

menjadi abu dan tidak lagi dapat digunakan sebagai absorben lagi.

Sebanyak 10 mL ekstrak etanol daun stevia ditambahkan 0,5 g

arang aktif dan dilakukan proses adsorbsi dengan variasi waktu 1; 2; 4; 8;

dan 16 jam pada suhu kamar. Proses adsorbsi dilakukan dengan cara

mengaduk larutan dengan magnetic stirrer. Hal ini dilakukan untuk

memperbesar kontak adsorben dengan ekstrak agar proses adsorbsi

maksimal. Sehingga senyawa tannin yang terpisah dari ekstrak lebih besar.

Dipilih arang aktif sebagai adsorben karena arang aktif lebih

mudah didapat, ekonomis, tidak mempunyai rasa dan tidak berbau

sehingga cocok untuk adsorben bahan pangan. Arang aktif digunakan

untuk pemurnian gula aren dan dapat mengurangi bau pada kondensat gula

aren (Tidore R et al.,2012). Hasil adsorbsi disaring untuk memisahkan

arang aktif dan ekstrak. Filtrat kemudian diuapkan dengan rotary

evaporator sehingga didapat ekstrak kental kemudian diukur kadar

senyawa tannin.
a. Penentuan kadar tannin dan efektifitas arang aktif

Penentuan efektifitas arang aktif dilihat dari pengurangan kadar

tannin. Penentuan kadar total tannin dalam ekstrak stevia dengan

menggunakan metode total fenol yaitu dengan reagen folin ciocalteu

dan standar asam tanat. Penentuan total fenol digunakan untuk

menentukan kandungan tannin yang ada dalam sampel. Metode ini

memiliki keunggulan yaitu kesesuaian warna yang lebih baik, dapat

meminimalkan perbedaan pada saat pengujian dan lebih spesifik.

b. Perhitungan Kinetika Adsorpsi

Penentuan kinetika adsorpsi senyawa tannin dengan arang aktif

menggunakan dara variasi waktu adsorpsi. Penentuan kinetika adsorpsi

arang aktif dalam mengadsorpsi senyawa tannin digunakan dua model

kinetika adsorpsi yaitu pseudo – orde satu dan pseudo - orde dua.

4. Isoterm Adsorpsi

Penentuan isoterm adsorpsi dilakukan dengan membuat variasi

konsentrasi ekstrak stevia dan diadsorpsi dengan arang aktif selama 16

jam. Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat variasi konsentrasi

ekstrak stevia. Ekstrak stevia diambil 1; 2; 3; 4; dan 5 mL kemudian

diencerkan dengan etanol sampai 10 mL pada labu takar. Langkah

selanjutnya sama seperti percobaan kinetika adsorpsi.


a. Penentuan kadar tannin dan efektifitas arang aktif

Penentuan kadar senyawa tannin menggunakan Spektrofotometer UV-

Vis dengan standar asam tanat pada panjang gelombang 760 nm. Dari

data variasi konsentrasi tanin dalam ekstrak stevia diatas dapat dilihat

bahwa semakin kecil konsentrasi tanin maka efektifitas arang aktif

semakin besar. Efektifitas terbesar dapat dilihat pada konsentrasi awal

tanin 0.9260 ppm dengan berat adsorben 0,2 g didapat efektifitas 70,37

% . Semakin encer adsorbat maka semakin mudah untuk diadsorpsi.

Hal ini dimungkinkan karena senyawa tanin terdistribusi secara merata

pada pelarut. Selain itu gaya tarik menarik antara senyawa – senyawa

dalam ekstrak stevia semakin kecil sehingga dalam keadaan encer

senyawa tanin lebih mudah untuk diadsorpsi.


BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Tanin merupakan salah satu senyawa polifenol dengan berat

molekul lebih dari 1000 yang dapat diperoleh dari semua jenis tumbuhan.

Tanin memiliki sifat yang khas baik fisik maupun kimianya. Tanin

biasanya dalam tumbuhan berfungsi sebagai system pertahanan dari

predaptor, contohnya pada buah yang belum matang, buah akan terasa

asam dan sepat, hal ini sama dengan sifat tanin yang asam dan sepat.

Selain itu tanin jugadapat mengendapkan protein, alkaloid, dan glatin.

Tanin juga dapat membentuk khelat dengan logam secara stabil, sehingga

jika manusia kebanyakan mengkonsumsi makan yang memiliki tanin maka

Fe pada darah akan berkurang sehingga menyebabkan anemia

Tanin diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu tanin terhidrolisis

dan tannin terkondensasi. Masing-masing jenis memiliki struktur dan sifat

yang berbeda. Untuk tannin yang tehidrolisis memiliki ikatan glikosida

yang dapat dihidrolisis oleh asam. Kalau taninterkondensasi biasanya

bebrbentuk polimer,jenis ini didominasi dengan flavonoidsebagai

monomernya.Beberapa cara mengujinya bergantung pada tujuanya apakah

kualitatif atau kuantitatif, masing-masing dapat dilakukan dilab dengan

reagen dan metode tertentu.Tanin jenis terhidrolisis lebih mudah untuk di

murnikan daripada jenis terkondensasi.


DAFTAR PUSTAKA

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia: penuntun cara modern menganalisis

tumbuhan. ITB. Bandung

Harborne, J. B.1996.Metode Fitokimia.Edisi ke-2.ITB Bandung.Bandung.

http://www.scribd.com/doc/33507735/TANNIN

Anda mungkin juga menyukai