Anda di halaman 1dari 8

Berita Dirgantara Vol. 12 No.

2 Juni 2011: 68-75

GAS CO2 DI WILAYAH INDONESIA


Toni Samiaji
Peneliti Bidang Komposisi Atmosfer, LAPAN
e-mail: toni_s@bdg.lapan.go.id/tonisamiaji@gmail.com

RINGKASAN

Pemanasan global sebagai indikasi perubahan iklim diisukan sebagai akibat


dari bertambahnya gas rumah kaca. Gas rumah kaca yang paling banyak menjadi
perhatian adalah CO2. Perubahan konsentrasi gas CO2 di atmosfer yang merupakan
bagian dari siklus karbon penting untuk diteliti. Indonesia sebagai negara yang telah
meratifikasi protokol Kyoto, dipandang perlu untuk menginformasikan keadaan gas
CO2. Emisi maupun konsentrasi gas CO2 di Indonesia cenderung naik, tetapi
Indonesia masih mempunyai penyerap gas CO2 yaitu hutan dan lautan. Emisi gas CO2
di Indonesia mengalami peningkatan, tetapi tidak semua daerah di Indonesia
mengalami perubahan iklim. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa Jakarta mengalami
peningkatan intensitas curah hujan tetapi Kototabang justru sebaliknya mengalami
penurunan. Selanjutnya dari sisi kesetimbangan emisi dan penyerapan gas CO2 di
Indonesia, Pulau Jawa merupakan wilayah yang mengemisikan gas CO2 sedangkan
Pulau Irian yang menyerap gas CO2.

1 PENDAHULUAN dengan adanya gas rumah kaca suhu


Sudah menjadi pengetahuan rata-rata di Bumi menjadi 15ºC.
umum bahwa perubahan iklim diakibat- Namun bila jumlah gas rumah kaca ini
kan terjadinya pemanasan global. terlalu banyak maka bisa berdampak
Sedangkan pemanasan global diisukan negatif, suhu Bumi menjadi tinggi
sebagai akibat dari bertambahnya gas sehingga akan menyebabkan pencairan
rumah kaca. gunung es yang ada di kutub utara dan
Pemanasan global adalah makin kutub selatan. Sebagai akibatnya
panasnya udara di sekeliling kita bila permukaan air laut akan menjadi tinggi
dibandingkan dengan beberapa dekade dan pulau-pulau dengan dataran yang
sebelumnya. Pemanasan global diakibat- rendah (umumnya pulau-pulau kecil)
kan oleh bertambahnya gas rumah kaca akan tenggelam, sedangkan pulau-
seperti CO2, metan, N2O, CFC, HFCs, pulau yang datarannya agak tinggi
SF6 di lapisan troposfer. Mengapa (umumnya pulau-pulau besar) akan
disebut gas rumah kaca, karena gas- terjadi penyusutan pantai.
gas ini bersifat seperti efek rumah kaca Pemanasan global merupakan
yakni memantulkan kembali radiasi dari salah satu indikasi dari perubahan
Bumi kembali ke Bumi. Sebenarnya gas iklim. Perubahan iklim diindikasikan
rumah kaca itu diperlukan untuk dengan bergesernya musim hujan dan
memelihara suhu di Bumi agar tetap kemarau, perubahan curah hujan,
hangat dan memungkinkan berbagai perubahan suhu untuk beberapa
organisme untuk tetap hidup, karena periode 30 tahunan. Sebagai contoh
tanpa gas rumah kaca suhu di Bumi daerah yang mengalami perubahan
bisa menjadi -18ºC dan mungkin iklim yakni Perth, parameter iklimnya
hampir tak ada kehidupan, sedangkan yang mengalami pergeseran adalah
68
Gas CO2 di Wilayah Indonesia (Toni Samiaji)

curah hujan, jumlah hari hujan dan Dalam issu perubahan iklim, gas
lama pancaran Matahari. Kemudian CO2 sebagai bagian dari gas rumah kaca
bulan terjadinya jumlah hari hujan memegang peranan penting dalam
minimum, curah hujan maksimum dan mengontrol suhu permukaan Bumi
minimum, minimum daripada suhu dibanding gas rumah kaca lainnya,
minimum, lama pancaran Matahari karena meskipun mempunyai indek
maksimum, jumlah hari cerah minimum pemanasan global yang paling kecil
dan jumlah hari berawan minimum tetapi konsentrasinya adalah yang
mengalami pergeseran. Tetapi ada juga paling besar setelah uap air sehingga
parameter iklim yang tidak mengalami kontribusinya terhadap perubahan
perubahan bulan kejadiannya dalam suhu adalah yang paling dominan
setahun yakni jumlah hari hujan dibanding gas rumah kaca lainnya. Uap
maksimum, maksimum dan minimum air meskipun konsentrasinya yang
daripada suhu maksimum, lama pancaran paling besar tetapi uap air mudah
Matahari minimum, jumlah hari cerah menjadi air, sedangkan gas CO2
maksimum, jumlah hari berawan maksi- mempunyai waktu hidup di atmosfer
mum, dan kelembaban udara, kecepatan yang panjang yakni sekitar puluhan
angin, suhu udara pada jam 9:00 pagi ribu tahun (Daniel, 1999), sehingga
penting untuk dikaji lebih dalam.
[Toni S., 2010].
Saat ini pemerintah telah mem-
2 SUMBER EMISI GAS CO2
bentuk Dewan Nasional Perubahan
Iklim (DNPI) yang bertugas mengelola Sumber gas CO2 adalah dari
kebijakan nasional menyangkut peru- pembakaran bahan bakar, pembakaran
bahan iklim. Dewan ini dibentuk melalui biomasa, pernafasan mahluk hidup,
Keppres 46/2008 dengan Ketuanya tumpukan sampah, letusan gunung
Presiden RI, Wakil Ketuanya Menko- berapi, kebakaran hutan, pengeringan
kesra dan Menko Perekonomian serta lahan gambut, pabrik ketika mem-
Menneg LH sebagai Ketua Harian. produksi ammonia, semen, etanol,
Tugas DNPI tersebut yakni merumuskan hydrogen, besi baja bahkan dari lahan
kebijakan nasional tentang perubahan pertanian, baik dari tanahnya maupun
iklim, mengkoordinasi kegiatan terkait dari tanaman itu sendiri, hanya saja
perubahan iklim meliputi aspek adaptasi, tanaman tidak hanya mengeluarkan gas
mitigasi, alih teknologi dan pendanaan. CO2 pada malam hari tetapi juga
Selain itu, DNPI bertugas merumuskan menyerap CO2 pada siang hari.
peraturan dan mekanisme perdagangan Pada Gambar 2-1 ditunjukkan
karbon, melaksanakan pemantauan dan emisi gas CO2 dan sebagian dari gas
evaluasi implementasi kebijakan tentang rumah kaca lainnya dari respirasi
pengendalian perubahan iklim. DNPI tanah, pembakaran biomasa dan pem-
juga bertugas memperkuat posisi busukan sampah organik. Sektor
Indonesia untuk mendorong negara pertanian yakni dari sawah dan ternak
maju agar lebih bertanggung jawab mengemisikan 87 % GRK dari seluruh
dalam perubahan iklim [www.inilah. gas rumah kaca. Bila emisi GRK tidak
com, 2010]. dikendalikan dikuatirkan suhu udara
bertambah 6.5ºC setelah seratus tahun
lagi.

69
Berita Dirgantara Vol. 12 No. 2 Juni 2011: 68-75

Gambar 2-1: Siklus gas rumah kaca di lahan pertanian dan ternak (Sumber : IPCC,
2006)

3 PENELITIAN MENGENAI GAS CO2 hari lebih lambat daripada 1 abad yang
Konsentrasi karbon dioksida lalu) serta mencair lebih cepat 6.5 hari.
(CO2) global (permukaan) di atmosfer Jika konsentrasi CO2 adalah stabil
telah meningkat sejak dimulainya sekitar 550 ppm (2 kali lipat dari masa
revolusi industri karena pertumbuhan pra industri), maka diperkirakan terjadi
pesat aktivitas manusia. Saat ini telah peningkatan suhu sekitar 3ºC. Naiknya
cukup bukti ilmiah yang menunjukkan konsentrasi CO2 ini tergantung dari
bahwa meningkatnya konsentrasi CO2 naiknya jumlah populasi, pertumbuhan
di atmosfer adalah penyebab utama ekonomi, perkembangan teknologi dan
perubahan global dan perubahan iklim faktor lainnya. Menurut United Nations
(IPCC, 2007). Konsentrasi gas CO2 pada Framework Convention on Climate Change,
masa pra-industri sebesar 278 ppm jika peningkatan suhu global melebihi
sedangkan pada tahun 2005 adalah 2.5ºC, maka 20%-30% spesies tumbuhan
sebesar 379 ppm. Akibat yang dan hewan akan terancam kepunahan
ditimbulkan dari perubahan ini ádalah (UNFCC,2007). Akibat lain adalah pe-
temperatur global naik 0.74ºC, selain ningkatan presipitasi di lintang rendah
itu telah terjadi kenaikan air laut (daerah tropis) dan pengurangan presi-
sebesar 0.17 m, kemudian telah terjadi pitasi di lintang tinggi (daerah sub-
pengurangan tutupan salju sebesar 7 % tropis).
di belahan Bumi utara dan sungai- Jumlah CO2 di atmosfer tidak
sungai akan lebih lambat membeku (5.8 hanya dipengaruhi oleh emisi CO2
70
Gas CO2 di Wilayah Indonesia (Toni Samiaji)

antropogenik saja tetapi dipengaruhi yang positif dalam hal meningkatnya


juga oleh pertukaran CO2 dengan kedua emisi CO2 di Indonesia, yakni ditandai
sumber utama karbon yaitu biosfer dengan adanya peningkatan intensitas
daratan dan lautan (WMO, 2006).Variasi curah hujan yang terjadi bersamaan
spasial dan temporal konsentrasi CO2 di dengan meningkatkan emisi CO2 di
atmosfer mengandung informasi tentang tahun 1989. Ini memberikan pengertian
sifat dasar dan karakteristik dari proses bahwa kota industri dan polusi seperti
pertukaran CO2 antara atmosfer dan Jakarta sangat berpotensi menerima
biosfer daratan serta lautan (Machida et dampak dari pemanasan global, bila
al., 2007). dibandingkan dengan kota-kota yang
Dari hasil penelitian penulis, masih relatif bersih seperti Kototabang.
konsentrasi CO2 permukaan di Indonesia Emisi CO2 dari pengeringan
dari tahun 2004 hingga 2010 mengalami lahan gambut dan kebakaran gambut
peningkatan dari 373 menjadi 383 ppm, serta kebakaran hutan di Sumatera dan
demikian juga yang terjadi di lapisan Kalimantan tiap tahun mencapai 2
troposfer, menurut Ninong (2010) milyar ton, demikian hasil penelitian
cenderung naik dari September 2002 Wetlands International, organisasi yang
hingga Juli 2010. Dengan adanya trend bergerak di bidang pelestarian dan
konsentrasi CO2 pada ketinggian 500hPa pengelolaan lahan basah di dunia, serta
tersebut, diperlihatkan pula adanya laboratorium hidrolika di Delft, Belanda.
kenaikan suhu udara pada 1000 hPa Meskipun kebakaran hutan dan gambut
[Ninong, 2010]. Kedua data ini berasal dapat dikembalikan, tetapi bila terjadi
dari sensor Airs satelit Aqua milik NASA. pengeringan lahan gambut atau tanah
Kemudian yang total kolom CO2 pun biasa maka CO2 akan terus diemisikan,
dari tahun 2003 hingga 2005 mengalami oleh karena itu jalan satu-satunya agar
peningkatan dari 6,2 – 6,8 x 1021 hingga tidak terjadi emisi CO2 adalah dengan
6,3 – 6,8 x 1021 molekul/cm2 (Toni S. mengairi tanah-tanah agar tidak menge-
dkk, 2010). ring.
Indonesia cukup besar meng- Pemakaian energi mutlak diper-
emisikan gas CO2 dari sumber antro- lukan karena kita dalam kehidupan
pogenik termasuk kebakaran biomasa sehari-hari selalu menggunakan energi.
pada tahun 2000 dibanding negara lain Menurut buku Indonesia Energy Outlook
di Asia yakni menempati urutan ke 4 & Statistics 2004 yang diterbitkan oleh
setelah Cina, India dan Jepang yakni Pengkajian Energi Universitas Indonesia,
sebesar 587,400 (DG Street dkk, 2003). emisi gas CO2 per kapita ditunjukkan
Eddy H dkk., 2008, menyatakan oleh Gambar 3-1. Dari gambar ini
bahwa sejak tahun 1990 telah terjadi terlihat bahwa emisi gas CO2 per kapita
laju kenaikan emisi CO2 yang cukup cenderung meningkat. Dengan mening-
signifikan di atas wilayah Indonesia. katnya emisi CO2 per kapita dari tahun
Yang menarik adalah bahwa laju ke tahun, ini menunjukkan bahwa
kenaikan ini tidak diikuti oleh naiknya orang Indonesia semakin boros dalam
laju intensitas curah hujan pada kawasan pemakaian energi. Ini dimungkinkan
yang diamati, seperti Kototabang. dengan bertambahnya kesejahteraan
Sementara kota Jakarta memiliki respon per jiwa.

71
Berita Dirgantara Vol. 12 No. 2 Juni 2011: 68-75

Emisi CO2 per kapita dari pemakaian energi di Indonesia


4,5

Emisi CO2 per kapita [Ton/jiwa]


3,5

2,5

1,5

0,5

0
1980 1990 2000 2010 2020 2030
Tahun [-]

Gambar 3-1: Emisi CO2 per kapita dari pemakaian energi di Indonesia dengan metode
IPCC (Sumber: PEUI, 2006)

Gambar 3-2:Emisi gas CO2 total tahun 2004 dalam ribu ton (Sumber : Samiaji, 2010)

Bila semua sumber emisi gas CO2 Gambar 3-2. Dari gambar ini kita bisa
misalnya dari nafas manusia, ternak, melihat bahwa emisi gas CO2 total ini
hutan, kebun, sawah, kebakaran lahan, nilainya ada yang positif dan ada yang
kebakaran hutan, banjir, sampah dan negatif. Nilai yang negatif maksudnya
pemakaian energi dijumlahkan kemudian adalah terjadi penyerapan gas CO2,
dikurangi penyerapan gas CO2 oleh sedangkan yang positif adalah terjadi
hutan, sawah dan kebun dipetakan tiap emisi gas CO2. Jadi menurut gambar ini
provinsi maka dapat dilihat pada provinsi yang paling banyak meng-
72
Gas CO2 di Wilayah Indonesia (Toni Samiaji)

emisikan gas CO2 adalah provinsi Jawa CO2 oleh daratan adalah lebih besar
Barat (termasuk Banten) yakni 95 juta daripada lautan. Selain dengan observasi
ton, sedangkan provinsi yang paling mereka juga dengan menggunakan
banyak menyerap gas CO2 adalah Papua model GCM melihat bahwa sudut
(termasuk Papua Barat) yakni 20 juta kemiringan konsentrasi CO2 di belahan
ton. Namun apabila kita menghitung Bumi utara dan selatan dapat diper-
kesetimbangan gas CO2 di Indonesia, tahankan apabila penyerapan CO2 di
maka akan terlihat pada Tabel 3-1. Dari belahan Bumi utara lebih besar
tabel ini kita bisa melihat bahwa emisi daripada di selatan (Tans dkk, 1990).
gas CO2 itu bisa dari alam (manusia, Memang untuk penyerapan CO2 bisa
ternak, gambut, sampah, banjir) maupun dilakukan dengan berbagai cara di-
non alam (energi, proses industri), antaranya penanaman hutan yang gundul
sedangkan yang menyerap gas CO2 pada (kegunaan hutan selain menyerap CO2
tabel ini yang ditampilkan hanyalah dari juga sebagai resapan air hujan sehingga
alam yakni dari hutan, kebun, sawah tidak terjadi longsor dan banjir bandang),
dan laut. Sebenarnya pada proses pencegahan penebangan hutan secara
industri gas CO2 bisa ditangkap liar, penghijauan di kota-kota, mendaur
kemudian dibentuk menjadi CO2 cair ulang sampah, pembuatan taman di
untuk keperluan industri minuman, rumah/kantor, penyuntikan gas CO2 ke
atau disuntikkan ke dalam tanah atau dalam tanah, penyuntikan CO2 cair ke
air laut. Bagaimanapun dari Tabel 3-1 dalam laut (Toni S., 2009), selain itu
ini kita bisa melihat bahwa emisi gas lautan juga dengan adanya phyto
CO2 adalah lebih besar daripada plankton (tumbuhan mikro) dan ganggang
penyerapannya, meskipun pada tabel ini ikut menyerap gas CO2, kemudian
penyerapan yang dilakukan akibat dari pemilihan energi alternatif yang lebih
kegiatan penghijauan kota-kota belum ramah lingkungan atau menambahkan
dimasukkan karena tidak ada datanya. teknologi penyerapan CO2 saat proses
Selain itu emisi gas CO2 dari proses industri berlangsung seperti yang
industri yang dihitung hanya berasal dilakukan oleh Mohammad R. M. Abu-
dari produksi urea, semen dan amoniak Zahra dan kawan-kawan yakni dengan
saja, sedangkan dari produksi gelas, melarutkan gas CO2 pada larutan 40 %
keramik dan yang lainnya karena monoethanolamine (MEA) pada pem-
keterbatasan waktu tidak dihitung. bangkit tenaga listrik (Mohammad dkk,
Dari Gambar 3-3 juga kita bisa 2007). Mereka berhasil menyerap 0,3
melihat bahwa penyerapan gas CO2 di mol CO2 untuk penggunaan 1 mol MEA,
Indonesia oleh hutan, kebun, dan sawah bila dihitung biayanya ini relevan
adalah lebih besar daripada penyerapan dengan untuk menyerap gas CO2 1 ton
oleh laut. Hal ini sesuai dengan penelitian dibutuhkan biaya 33 €.
Tans dkk (1990), bahwa penyerapan

73
Berita Dirgantara Vol. 12 No. 2 Juni 2011: 68-75

Emisi CO2
tahun 2004 Bakar hutan
; 36 Nafas manusia ;
[Ribu ton] Gambut ;
41200 Laut ; - Bakar
76446

18213 lahan ; 16 Nafas ternak


; 16054
Sampah ; 198

Hutan ; -
96122
Sawah ; - Kebun ; -
Energi ; 449695 5011
1788
Banjir ; 18
Proses Industri ;
26108

Gambar 3-3: Emisi gas CO2 di Indonesia tahun 2004


Keterangan: nilai negatif menunjukkan penyerapan, sedangkan nilai positif
menunjukkan emisi gas CO2

3 PENUTUP DAFTAR RUJUKAN


Daniel J., 1999. Introduction to
Emisi dan konsentrasi gas CO2 di
Atmospheric Chemistry. Princeton
Indonesia cenderung naik, akan tetapi
University Press. pp. 25–26. ISBN
masih mempunyai penyerap gas CO2
0-691-00185-5. http://www-as.
sebagai penyeimbang ekosistem. Penyerap
harvard.edu/people/faculty/djj/
ini berupa hutan dan lautan yang
book/.
keberadaannya harus dilestarikan. Dari
Hermawan E., Trismidianto dan Samiaji
hasil penelitian menunjukkan bahwa
T., 2008. Perilaku Curah Hujan
emisi gas CO2 di Indonesia meningkat,
di atas Beberapa Kawasan
tetapi tidak semua daerah di Indonesia
Indonesia pada saat Emisi
mengalami perubahan iklim akibat
Karbondioksida (CO ) Meningkat
peningkatan ini. Peningkatan curah 2

hujan sebagai indikasi perubahan iklim Secara Drastis, Prosiding Seminar


menunjukkan bahwa Jakarta mengalami Nasional Polusi Udara dan Ozon,
peningkatan intensitas curah hujan p. 152, Lembaga Penerbangan
tetapi Kototabang justru sebaliknya dan Antariksa Nasional, 22
mengalami penurunan. Selanjutnya dari Oktober, Bandung.
sisi kesetimbangan emisi dan penye- Http:// www.inilah.com, unduh tahun
rapan gas CO2 di Indonesia, Pulau Jawa 2010.
merupakan wilayah yang mengemisikan IPCC (Intergovernmental panel on Climate
gas CO2 sedangkan Pulau Irian yang Change), 2006. Guidelines for
menyerap gas CO2. Keberhasilan dalam National Greenhouse Gas
menekan laju emisi gas CO2 di Inventories.
Indonesia sangat tergantung dari sikap IPCC Climate Change, 2007. The Physical
kita masing-masing dalam memandang Science Basis, Contribution of
nilai sebuah kenyamanan kehidupan di Working Group I to the Fourth
Bumi. Assessment Report of the

74
Gas CO2 di Wilayah Indonesia (Toni Samiaji)

Intergovernmental Panel on the Global Atmospheric CO2


Climate Change. Budget. Science, 247, 1431-1439,
Machida, T, H. Matsueda and Y. Sawa, doi:10.1126/science.247.4949.14
2007. CONTRAIL Comprehensive 31.
Observation Network for TRace Toni Samiaji, dan Sinatra T., 2010.
gases by AIrLiner, Igactivities, No. Analisis Emisi Gas CO2 di
37, page 23-30. Indonesia, Prosiding Seminar
Mohammad R.M. Abu-Zahra, John P.M. Nasional Sains Atmosfer I 2010,
Niederer, Paul H.M. Feron and Lapan, 16 Juni 2010, Bandung.
Geert F. Versteeg, 2007. CO2 Toni Samiaji, Komala N., Ginanjar A.
Capture from Power Plants: Part II. N., Sinatra T., Awaludin A., Latief
A Parametric Study of the C., Aditya E. dan Suherman H.,
Economical Performance Based on 2010. Inventori Emisi dan
Mono-ethanolamine. International Konsentrasi Gas Rumah Kaca di
Journal of Greenhouse Gas Indonesia, Sebagai Bahan
Control Volume 1, Issue 2, Pages Kebijakan Perubahan Iklim
135-142, April 2007. Nasional, evaluasi akhir program
Ninong Komala., 2010. Variasi Temporal diknas 2010, Jakarta, Lapan.
Konsentrasi Karbon dioksida (CO2) Toni Samiaji, Martono dan Mugni H.,
dan Temperatur di Indonesia 2009. Beban Pencemaran Metan
Berbasis Data Observasi Aqua- dan CO2 dari Sampah di kota-kota
AIRS, Prosiding Seminar Nasional di Indonesia, prosiding seminar
Sains Atmosfer I 2010 ISBN: nasional polusi udara dan ozon,
978-9779-1458-38-2 LAPAN, Lembaga Penerbangan Antariksa
Bandung – Oktober 2010. Nasional (LAPAN), Bandung.
PEUI, 2006. Indonesia Energy Outlooks Toni Samiaji, 2009. Upaya mengurangi
and Statistics 2006. CO2 di atmosfer, Berita
Streets, D.G., Bond, T.C., Carmichael, Dirgantara, vol. 10, No.3, Lapan,
G.R., Fernandes, S.D., Fu, Q., September 2009, Jakarta.
He, D., Klimont, Z., Nelson, S.M., Toni Samiaji, 2010. Sebaran Emisi Gas
Tsai, N.Y., Wang, M.Q., Woo, CO2 di Indonesia, Prosiding
J.H. and Yarber, K.F. 2003. An seminar Penerbangan dan
inventory of gaseous and primary Antariksa 2010, Lapan.
aerosol emissions in Asia in the UNFCCC, 2007. National greenhouse
year 2000, J. Geophys. Res., In gas inventory data for the period
press. 1990–2005.
Tans, P.P., Fung I.Y., and Takahashu T., WMO, Green House Gas Bulletin, No. 1,
1990. Observational Contraints on 14 March 2006.
.

75

Anda mungkin juga menyukai