Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA PASIEN GOUT


ARTHRITIS DI DESA TANJUNGREJO KECAMATAN TONGAS
KABUPATEN PROBOLINGGO

OLEH:
SITI AFIYAH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2021
STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA PASIEN GOUT


ARTHRITIS DI DESA TANJUNGREJO KECAMATAN TONGAS
KABUPATEN PROBOLINGGO

Diajukan Untuk Dipertanggungjawabkan Di Hadapan Dewan Penguji


Guna Memperoleh Gelar Ners Pada Stikes Dian Husada Mojokerto

OLEH:

SITI AFIYAH
NIM. 03. 20. 047

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gout Arthritis merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita

masayarakat. Walaupun pada umumnya masyarakat berpikir penyakit ini diderita

pada usia lanjut, akan tetapi apabila tidak diperhatikan pola makan yang sehat

tidak menutup kemungkinan, saat remaja atau muda pun akan menderita gout

arthritis. Gout Arthritis biasanya yang dikenal dengan istilah asam urat adalah

peradangan persendian yang disebabkan oleh tingginya kadar asam urat dalam

tubuh (hiperurisemia), sehingga terakumulasinya endapan kristal monosodium

urat yang terkumpul persendian, hal ini terjadi karena tubuh mengalami gangguan

metabolisme purin (Padila, 2013). Kadar asam urat yang tinggi dalam darah

melebihi batas normal dapat menyebabkan penumpukan asam urat didalam

persendian dan organ tubuh lainnya. Penumpukan asam urat ini yang membuat

sendi sakit, nyeri, dan meradang. Apabila kadar asam urat dalam darah terus

meningkat menyebabkan penderita penyakit ini tidak bisa berjalan, persendian

terasa sangat sakit jika berjalan dan dapat mengalami kerusakan pada sendi

bahkan sampai menimbulkan kecacatan sendi dan mengganggu aktifitas

penderitanya (Susanto, 2013).

Berdasarkan survey World Health Organization (WHO) tahun 2013

Indonesia merupakan negara terbesar ke 4 didunia yang penduduknya menderita

asam urat, prevalensi penyakit asam urat di Indonesia sebesar 81%. Angka

kejadian Gout Athritis pada tahun 2016 yang dilaporkan oleh organisasi kesehatan
dunia (WHO ) mencapai 20% dari penduduk dunia adalah mereka yang berusia 55

tahun. Adapun berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) ada 3

provinsi dengan prevalensi penyakit asam urat tertinggi adalah Nusa Tenggara

Timur (NTT) sebesar 33,1%, Jawa Barat sebesar 32,1%, Bali sebesar 30,0%.

Menurut (Riskesdas, 2018) prevalensi gouth arthritis di Jawa Timur adalah

26,4%. Di Kabupaten Probolinggo, Gout Arthritis masuk ke dalam 10 penyakit

utama pada tahun 2016. Keterangan dari pihak Dinkes Kabupaten Probolinggo

pada tanggal 25 Maret 2019, menyebutkan bahwa masyarakat melakukan

pemeriksaan asam urat hanya jika sudah merasa gejala nyeri persendian sehingga

data diagnosa hiperurisema belum dapat dilaporkan dengan spesifik (Pangestu,

Bakar, & Nimah, 2019). Berdasarkan data yang diperoleh di Desa Tanjungrejo,

Dusun Krajan, RT/RW 05/01 Kecamatan Tongas, Kabupaten Probolinggo

didapatkan data dari 10 orang berusia di atas 40 tahun di dapatkan 6 orang

mengalami nyeri sendi karena menderita penyakit asam urat.

Banyak orang yang terserang asam urat di akibatkan gaya hidup atau pola

makan yang tidak sehat dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gejala,

upaya pencegahan ataupun pengobatan asam urat. Mengkonsumsi makanan –

makanan yang tinggi purin bisa menjadi salah satu bentuk makan yang kurang

sehat. Makanan yang mengandung purin tinggi antara lain, daging merah,

seafood, jeroan, kacang – kacangan, sayuran hijau. Faktor lain penyebab orang

terserang penyakit asam urat adalah genetik, konsumsi alkohol berlebih, obesitas,

hipertensi, gangguan fungsi ginjal dan obat-obatan tertentu (terutama diuretik).

Penyakit asam urat ditandai oleh gangguan linu-linu, terutama di daerah

persendian tulang. Tidak jarang timbul rasa amat nyeri bagi penderitanya. Rasa
sakit tersebut diakibatkan adanya radang pada persendian. Radang sendi tersebut

ternyata disebabkan oleh penumpukan kristal di daerah persendian. Tanda yang

paling sering dirasakan oleh orang yang menderita asam urat yaitu nyeri pada

persendian. Menurut Andarmoyo (2013) nyeri adalah pengalaman sensori dan

emosi yang tidak menyenangkan dimana berhubungan dengan kerusakan jaringan

yang aktual atau potensial saat terjadi kerusakan jaringan. Jika tidak segera

diatasi, penyakit ini bisa menyebabkan kelainan bentuk tulang serta komplikasi

gangguan ginjal, jantung, diabetes mellitus, stroke, dan osteoporosis (Nasir,

2017). Dampak jika banyak orang yang menderita gout arthritis adalah penurunan

produktivitas kerja ataupun aktivitas sehari – hari akibat nyeri sehingga

menyebabkan prevalensi penyakit gout arthritis meningkat.

Penanganan gout arthritis difokuskan pada cara mengontrol nyeri, hal

tersebut merupakan hal yang sering dialami oleh penderita gout arthritis,

mengurangi kerusakan sendi, dan meningkatkan atau mempertahankan fungsi

kualitas hidup. Penanganan meliputi terapi farmakologis dan non farmakologis,

penatalaksanaan nyeri terdiri atas intervensi yang bersifat independen

(nonfarmakologis) dan intervensi kolaboratif. Tindakan nonfarmakologis untuk

penderita gout arthritis diantaranya adalah kompres air hangat. Peran perawat

dalam menangani penderita gout arthritis yaitu dengan memberikan pendidikan

kesehatan kepada penderita seperti cara menangani asam urat yang kambuh,

perawat memberikaan informasi atau pengetahuan kepada penderita tentang

penyebab dan penanganan penurunan skala nyeri gout arthritis (Mulfianda&

Nidia, 2019). Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah gout arthritis,

pencegahan dapat dilakukan dengan dengan menjauhi makanan dan minuman


yang dapat memicu penyakit asam urat, menurunkan berat badan, dan cukup

minum air putih (Songgigilan, Rumengan, & Kundre, 2019).

1.2 Batasan Masalah

Batasan masalah pada studi kasus ini adalah Asuhan Keperawatan Nyeri

Akut pada pasien Gout Arthritis di Desa Tanjungrejo, Dusun Krajan, Kecamatan

Tongas, Kabupaten Probolinggo.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan

bagaimana Asuhan Keperawatan Nyeri Akut pada pasien Gout Arthritis di Desa

Tanjungrejo, Dusun Krajan, Kecamatan Tongas, Kabupaten Probolinggo.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mepelajari dan melaksanakan Asuhan Keperawatan

Nyeri Akut pada pasien Gout Arthritis di Desa Tanjungrejo, Dusun Krajan,

Kecamatan Tongas, Kabupaten Probolinggo.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian pada Asuhan Keperawatan Nyeri Akut pada

pasien Gout Arthritis di Desa Tanjungrejo, Dusun Krajan, Kecamatan

Tongas, Kabupaten Probolinggo.

2. Merumuskan diagnosa Asuhan Keperawatan Nyeri Akut pada pasien

Gout Arthritis di Desa Tanjungrejo, Dusun Krajan, Kecamatan Tongas,

Kabupaten Probolinggo.
3. Membuat intervensi Asuhan Keperawatan Nyeri Akut pada pasien Gout

Arthritis di Desa Tanjungrejo, Dusun Krajan, Kecamatan Tongas,

Kabupaten Probolinggo.

4. Melaksanakan implementasi Asuhan Keperawatan Nyeri Akut pada

pasien Gout Arthritis di Desa Tanjungrejo, Dusun Krajan, Kecamatan

Tongas, Kabupaten Probolinggo.

5. Melakukan evaluasi Asuhan Keperawatan Nyeri Akut pada pasien Gout

Arthritis di Desa Tanjungrejo, Dusun Krajan, Kecamatan Tongas,

Kabupaten Probolinggo.

6. Mampu mendokumentasikan Asuhan Keperawatan Nyeri Akut pada

pasien Gout Arthritis di Desa Tanjungrejo, Dusun Krajan, Kecamatan

Tongas, Kabupaten Probolinggo.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi penulis

Menambah pemahaman ilmiah pada penulis dalam memberikan Asuhan

Keperawatan Nyeri Akut pada pasien Gout Arthritis.

15.2 Bagi institusi

Memberikan solusi dan tambahan dalam memberikan materi tentang

Asuhan Keperawatan Nyeri Akut pada pasien Gout Arthritis.

1.5.3 Bagi penulis selanjutnya

Dapat digunakan sebagai wacana dan sebagai data penunjang untuk

melakukan Asuhan Keperawatan Nyeri Akut pada pasien Gout Arthritis


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gout Arthritis

2.1.1 Definisi Gout Arthritis

Penyakit asam urat atau dalam dunia medis disebut penyakit pirai atau

penyakit gout (arthritis gout) adalah penyakit sendi yang disebabkan oleh tingginya

asam urat di dalam darah. Kadar asam urat yang tinggi di dalam darah melebihi

batas normal menyebabkan penumpukan asam urat di dalam persendian dan organ

tubuh lainnya. Penumpukan asam urat inilah yang membuat sendi sakit, nyeri, dan

meradang (Haryani & Misniarti, 2020). Selain itu asam urat merupakan

hasil metabolisme normal dari pencernaan protein (terutama dari daging, hati,ginjal, dan

beberapa jenis sayuran seperti kacang dan buncis) atau dari penguraian senyawa purin

yang seharusnya akan dibuang melalui ginjal,feses, atau keringat. Asam urat merupakan

salah satu dari beberapa penyakit yang sangat membahayakan, karena bukan hanya

mengganggu kesehatan tetapi juga dapat mengakibatkan cacat pada fisik. (Haryani &

Misniarti, 2020). Kadar asam urat normal pada wanita: 2,6 – 6 mg/dl, dan pada pria : 3 –

7 mg/dl (Marlinda & Putri Dafriani, 2019).

Asam urat diproduksi sendiri oleh tubuh sehingga keberadaannya normal ada di

dalam darah. Asam urat terbentuk sebagai sisa metabolisme protein makanan yang

mengandung purin. Oleh karena itu, kadar asam urat di dalam darah akan meningkat

apabila seseorang banyak mengonsumsi daging atau makanan lainnya yang mengandung

purin tinggi. Zat purin yang diproduksi oleh tubuh jumlahnya mencapai 85%. Untuk

mencapai 100% tubuh manusia hanya memerlukan asupan purin dari luar tubuh

(makanan) sebesar 15%. Ketika asupan purin dari makanan yang masuk ke dalam tubuh

melebihi 15%, akan terjadi penumpukan zat purin (Noviyanti, 2015).


Purin adalah zat yang terdapat dalam setiap bahan makanan yang berasal dari

tubuh makhluk hidup. Gout arthritis ditandai dengan peningkatan kadar asam urat,

serangan berulang-ulang dari arthritis yang akut, kadang – kadang disertai pembentukan

kristal natrium urat besar yang ditemukan topus, deformitas, sendi dan cedera pada ginjal

(Senocak 2019). Kelainan ini berkaitan dengan penimbunan kristal urat monohidrat

monosidium dan pada tahap yang lebih lanjut terjadi degenerasi tulang rawan sendi.

Insiden penyakit gout sebesar 1-2%, terutama terjadi pada usia 30-40 tahun dan 20 kali

lebih sering pada pria daripada wanita. Penyakit ini menyerang sendi tangan dan bagian

pergelangan kaki (Senocak 2019).

Jadi, dari beberapa pengertian diatas maka Gout Athritismerupakan penyakit

sendi yang diakibatkan oleh tingginya kadar asam urat dalam darah sehingga

mengakibatkan peradangan pada sendi dalam kurun waktu yang lama.

2.1.2 Klasifikasi Gout Arthritis

Menurut Nurarif dan Kusuma (2016), klasifikasi penyakit gout arthritis dibagi

menjadi dua, berdasarkan faktor yang mempengaruhinya, yaitu :

1. Gout Arthritis Primer

Dipengaruhi oleh faktor genetik yang menimbulkan produksi asam urat yang

berlebihan (hiperurisemia).

2. Gout Arthritis Sekunder

(1) Penurunan ekskresi asam urat disebabkan karena penyakit lain, yaitu obesitas,

diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, dislipidemia dan gangguan ginjal.

(2) Penurunan ekskresi asam urat disebabkan karena penggunaan obat-obatan,

seperti : aspirin, tiazid, salisilat, diuretik, dan sulfonamid.


2.1.3 Etiologi Gout Arthritis

Secara garis besar penyebab terjadinya Gout Arthritis disebabkan oleh faktor

primer dan faktor sekunder, faktor primer 99% nya belum diketahui (Idiopatik). Namun,

diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang

menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan peningkatan produksi

Asam Urat atau bisa juga disebabkan oleh kurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh.

Faktor sekunder, meliputi peningkatan produksi asam urat, terganggunya proses

pembuangan asam urat dan kombinasi kedua penyebab tersebut. Umumnya yang

terserang Gout Arthritis adalah pria, sedangkan perempuan persentasenya kecil dan baru

muncul Menopause. Gout Arthritis lebih umum terjadi pada laki – laki, terutama yang

berusia 40 – 50 tahun (Susanto, 2013).

Menurut Fitriana (2015) terdapat faktor resiko yang mempengaruhi Gout

Arthritis seperti :

1. Usia

Pada umumnya serangan Gout Arthritis yang terjadi pada laki-laki mulai dari usia

pubertas hingga usia 40-69 tahun, sedangkan pada wanita serangan Gout Arthritis

terjadi pada usia lebih tua dari pada laki-laki, biasanya terjadi pada saat Menopause.

Karena wanita memiliki hormon estrogen, hormon inilah yang dapat membantu

proses pengeluaran asam urat melalui urin sehingga Asam Urat didalam darah dapat

terkontrol.

2. Jenis kelamin

Laki-laki memiliki kadar Asam Urat yang lebih tinggi dari pada wanita, sebab

wanita memiliki hormon ektrogen.

3. Konsumsi Purin yang berlebih

Konsumsi purin yang berlebih dapat meningkatkan kadar asam urat di dalam darah,

serta mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi Purin.


4. Konsumsi alkohol

5. Obat-obatan

Serum Asam Urat dapat meningkat pula akibat Salisitas dosis rendah (kurang dari 2-

3 g/hari) dan sejumlah obat Diuretik, serta Antihipertensi.

2.1.4 Patofisiologi Gout Arthritis

Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan Gout Arthritis. Salah

satunya yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi asam urat dalam darah.

Mekanisme serangan Gout Arthritis akut berlangsung melalui beberapa fase secara

berurutan yaitu, terjadinya presipitasi kristal monosodium urat dapat terjadi di jaringan

bila kosentrasi dalam plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan,

sonovium, jaringan para-artikuler misalnya bursa, tendon, dan selaputnya. Kristal urat

yang bermuatan negatif akan dibungkus oleh berbagai macam protein. Pembungkusan

dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon terhadap pembentukan kristal.

Pembentukan kristal menghasilkan factor kemotaksis yang menimbulkan respon leukosit

PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis kristal oleh leukosit (Nurarif, 2015).

Kristal difagositosis olah leukosit membentuk fagolisosom dan akhirnya

membran vakuala dikelilingi oleh kristal dan membram leukositik lisosom yang

dapat menyebabkan kerusakan lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi

ikatan hidrogen antara permukaan Kristal membram lisosom. Peristiwa ini

menyebabkan robekan membran dan pelepasan enzim – enzim dan oksidase radikal

kedalam sitoplasma yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Setelah terjadi

kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam cairan sinovial, yang

menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan kerusakan jaringan (Nurarif,

2015).
Diet tinggi purin Peningkatan pemecahan Asam urat dalam serum
sel

Katabolisme purin Asam urat dalam sel Tidak di ekskresi melalui


keluar urine

Penyakit ginjal
Asam urat dalam serum Kemampuan ekskresi (glomerulonefritis dan
(hiperuresemia) asam urat terganggu/ gagal ginjal

Hipersaturasi asam urat Peningkatan asam laktat


dalam plasma dan garam sebagai produk Konsumsi alkohol
urat di cairan tubuh sampingan metabolism
Merangsang neutrofil
(leukosit PMN)
Terbentuk kristal Dibungkus oleh berbagai
monosodium urat (MSU) protein (termasuk igG)
Terjadi fagositosis kristal
oleh leukosit
Di jaringan lunak dan
persendian
Terbentuk fagolisosom

Penumpukan dan
pengedapan MSU Merusak selaput protein
kristal
Pembentukan thopus Respon inflamasi
meningkat Membran lisosom robek
terjadi pelepasan enzim
dan oksida radikal
kesitoplasma (synovial)
MK : Hipertermi Pembesaran dan
penonjolan sendi

Terjadi ikatan hydrogen


antara permukaan kristal
dengan membran lisosom
MK : Nyeri Akut Deformitas sendi

Peningkatan kerusakan
Terjadi di malam hari Kontaktur sendi jaringan

MK : Gangguan pola Fibrosis atau ankilosis Kekauan sendi


tidur tulang

MK : Gangguan rasa MK : Kerusakan MK : Gangguan


nyaman integritas jaringan mobilitas fisik
2.1.5 Manifestasi Klinis Gout Arthritis

Terdapat empat stadium perjalanan klinis Gout Arthritis yang tidak diobati
Gambar 2.1 Pathway Gout Arthritis
(Nurarif, 2015) diantaranya:

1. Stadium pertama adalah Hiperurisemia Asimtomatik

Pada stadium ini asam urat serum meningkat dan tanpa gejala selain dari

peningkatan asam urat serum.

2. Tahap kedua adalah gout arthritis akut

Pada stadium ini timbul radang sendi yang sangat akut yang muncul dalam waktu

singkat. Serangan pada sendi ditandai dengan inflamasi yang jelas seperti, merah,

bengkak, sakit, terasa panas dan sakit bila digerakkan. Serangan yang ringan kadang-

kadang berhenti setelah beberapa jam atau dapat terus terjadi selama beberapa hari.

Serangan akut yang berat biasanya berhenti dalam beberapa hari hingga beberapa

minggu. Sesudah serangan akut sembuh pasien akan masuk ke stadium interkritikal.

3. Tahap ketiga adalah stadium interkritikal

Pada stadium ini secara klinis tidak muncul tanda-tanda terjadinya radang akut,

meskipun pada cairan sendi masih ditemukan kristal urat yang menunjukkan, bahwa

proses kerusakan sendi terus berlangsung. Stadium ini dapat berlangsung beberapa

tahun sampai 10 tahun tanpa serangan akut. Jika tanpa tatalaksana penyembuhan

yang menunjang maka akan berlanjut ke stadium gout arthritis kronik.

4. Tahap keempat adalah stadium gout arthritis kronik

Pada stadium ini penumpukan asam urat terus meluas dan jika tidak dilakukan

penatalaksanaan penyembuhan maka akan menyebabkan nyeri, sakit, dan kaku, serta

pembesaran dan penonjolan pada sendi.

2.1.6 Komplikasi Gout Arthritis


Menurut (Aspiani, 2014), terdapat beberapa komplikasi dari gout arthritis

diantaranya yaitu:

1. Deformitas pada persendian yang terserang

2. Urolitiasis akibat deposit kristal urat pada saluran kemih

3. Nephrophaty akibta deposit kristal urat dalam interstisial ginjal

4. Hipertensi ringan

5. Proteinuria

6. Hiperlipidemia

7. Gangguan parenkim ginjal dan batu ginjal

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang Gout Arthritis

Ada beberapa pemeriksaan penunjang gout arthritis menurut (Aspiani,

2014):

1. Dapat dilakukan dengan alat tes kadar asam urat, umumnya nilai normal asam

urat dalam darah yaitu 3,5 mg/dl – 7,2 mg/dl namun pada pasien dengan gout

arthritis atau kadar asam urat tinggi nilai asam urat dalam darah lebih dari 7,0

mg/dl untuk pria dan 6,0 mg/dl untuk wanita.

2. Serum asam urat, umumnya meningkat diatas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini

mengindikasikan hiperurisemia, akibat peningkatan produksi asam urat atau

gangguan ekskresi.

3. Leukosit, menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm3

selama serangan akut. Selama periode asimtomatik angka leukosit masih

dalam batas normal yaitu 5000-10.000/mm3.

4. Urin specimen 24 jam, urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan

produksi dan ekskresi dan asam urat. Jumlah normal seorang


mengekskresikan 250-750mg/24 jam asam urat di dalam urin. Ketika

produksi asam urat meningkat maka level asam urat urin meningkat. Kadar

kurang dari 800 mg/24 jam mengidentifikasi gangguan ekskresi pada pasien

dengan peningkatan serum asam urat. Instruksikan pasien untuk menampung

semua urin dengan peses atau tisu toilet selama waktu pengumpulan.

Biasanya diet purin normal direkomendasikan selama pengumpulan urin

meskipun diet bebas purin pada waktu itu diindikasikan.

5. Pemeriksaan radiografi, pada sendi yang terserang, hasil pemeriksaan

menunjukkan tidak terdapat perubahan pada awal penyakit, tetapi setelah

penyakit berkembang progesif maka akan terlihat jelas/area terpukul pada

tulang yang berada di bawah sinavial sendi.

2.1.8 Penatalaksanaan dan Terapi Gout Arthritis

Penatalaksanaan ditujukan untuk mengakhiri serangan akut secepat mungkin,

mencegah serangan berulang dan pencegahan komplikasi (Nanang Rahmawan, 2018),

yaitu:.

1. Medikasi (Farmakologi)

1) Pengobatan serangan akut dengan Colchine 0,6 mg PO, Colchine 1,0 – 3,0 mg

(dalam Nacl/IV), phenilbutazon, Indomethacin.

2) Terapi farmakologi (analgetik dan antipiretik).

3) Colchines ( oral/iv) tiap 8 jam sekali untuk mencegah fagositosis dari Kristal

asam urat oleh netrofil sampai nyeri berkurang.

4) Nostreoid, obat – obatan anti inflamasi ( NSAID ) untuk nyeri dan inflamasi.

5) Allopurinol untuk menekan atau mengontrol tingkat asam urat dan untuk

mencegah serangan.
6) Uricosuric untuk meningkatkan eksresi asam urat dan menghambat akumulasi

asam urat.

7) Terapi pencegahan dengan meningkatkan eksresi asam urat menggunakan

probenezid 0,5 g/hrai atau sulfinpyrazone ( Anturane ) pada pasien yang tidak

tahan terhadap benemid atau menurunkan pembentukan asam urat dengan

Allopurinol 100 mg 2x/hari.

2. Terapi Non Farmakologi

1) Anjurkan pembatasan asupan purin : Hindari makanan yang mengandung purin

yaitu jeroan ( jantung, hati, lidah, ginjal, usus), sarden, kerang, ikan herring,

kacang – kacangan, bayam, udang, dan daun melinjo.

2) Anjurkan asupan kalori sesuai kebutuhan : Jumlah asupan kalori harus benar

disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan berat badan.

3) Anjurkan asupan tinggi karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan ubi

sangat baik di konsumsi oleh penderita gangguan asam urat karena akan

meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urin.

4) Anjurkan asupan rendah protein, rendah lemak.

5) Anjurkan pasien untuk banyak minum.

6) Hindari penggunaan alkohol. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kadar

asam urat mereka yang mengonsumsi alcohol lebih tinggi dibandingkan

mereka yang tidak mengonsumsi alcohol

7) Anjurkan kompres hangat sebagai tindakan mandiri perawat. Kompres

hangat menimbulkan efek vasodilatasi pembuluh darah sehingga

meningkatkan aliran darah, peningkatan aliran darah dapat menyingkirkan

produk-produk inflamasi seperti bradikinin, histamine, dan prostaglandin

yang menimbulkan nyeri local.


2.2 Konsep Nyeri

2.2.1 Definisi Nyeri

Menurut International Association for Study of Pain (IASP) dalam (Suci

Fatimah, 2017), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak

menyenangkan akibat terjadi kerusakan aktual maupunpotensial, atau

menggambarkan kondisi terjadinya nyeri.

Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu

penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara

fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik, termis,

kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah, dan

lain-lain. Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma

psikologis (Asmadi, 2008) dalam (Anna Maria, 2017).

Proses terjadinya nyeri berkaitan dengan adanya stimulus dan reseptor

yang menghantarkan nyeri. Munculnya nyeri dimulai dengan adanya stimulus

(rangsangan) nyeri. Stimulus-stimulus tersebut dapat berupa zat kimia,zat panas,

listrik serta mekanik. Stimulus-stimulus tersebutkemudian ditransmisikan dalam

bentuk impuls-impuls nyeri yang dikirim ke otak (Sigit, 2010) dalam (Anna

Maria, 2017).

2.2.2 Klasifikasi Nyeri

1. Nyeri Akut
Nyeri akut merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang

berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung

kurang dari 3 bulan (PPNI, 2016).

2. Nyeri Kronis

Nyeri kronis merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang

berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung

lebih dari 3 bulan (PPNI, 2016).

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi

pengalaman seseorang terhadap nyeri. Seorang perawat harus mempertimbangkan

faktor-faktor tersebut dalam menghadapi klen yang mengalami nyeri. Hal ini

sangat penting dalam pengkajian nyeri yang akurat dan meilih terapi yang baik.

Menurut (Suci Fatimah, 2017) faktor – faktor nyeri sebagai berikut:

1. Usia

Usia adalah variabel penting yang mempengaruhi nyeri terutama pada anak

dan orang dewasa. Perbedaan perkembangan yang di temukan antara kedua

kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa

bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak yang belum mepunyai kosakata yang

banyak, mempunyai kesuitan mendeskripsikan secara verbal dan

mengekspresikan nyeri paada orang tua atau perawat. Sehingga perawat harus

mengkaji respon nyeri pada anak.


2. Jenis Kelamin

Laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara signifikan mengenai

respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis kelamin

merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak

laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang wanita dapat

menangis dalam waktu yang sama.

3. Budaya

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi

nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh

budaya mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Nyeri

biasanya menghasilkan respon efektif eskipun pada umumnya yang

diekspresikan berdasarkan latar belakang budaya yang berbeda. Ekspresi

nyeri dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu tenang dan emosi, pasien

tenang umumnya akan diam berkenaan dengan nyeri ereka memiliki sikap

yang dapat menahan nyeri. Sedangkan pasien yang emosional akan

berekspresi secara verbal dan akan menunjukkan tingkah laku nyeri dengan

merintih dan menangis.

4. Ansietas

Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri,

mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan. Riset tidak

memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietass dan nyeri.

Namun ansietas yang relavan atau berhubungan dengan nyeri dapat

meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri.

5. Pengalaman masa lalu terhadap nyeri


Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang dialaminya,

makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang

diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri,

akibatnya ia ingin nyerinya segera reda sebelum nyeri tersebut menjadi parah.

Bagi beberapa orang, nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak

terselesaikan seperti pada nyeri berkepanjangan atau kronis atau resisten.

6. Keluarga dan Suport Sosial

Faktor lain yang juga memperngaruhi respon erhadap nyeri adalah kehadiran

dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering

bergantung pada keluarga untuk mensuport membantu atau melindungi.

Ketidakhadiran keluraga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri

semakin bertambah. Kehadiran orang tua merupakan hal khusus yang penting

untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri.

7. Pola Koping

Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit

adalah hal yang sangat tidak tertahankan. Secara terus-menerus klien

kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol nyeri, klien sering

Universitas Sumatera Utara 14 menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri

baik fisik maupun psikologis. Sumber-sumber koping ini seperti

berkomunikasi dengan keluarga dan bernyanyi dapat digunakan sebagai

rencana untuk mensuport klien menurunkan nyeri.

2.2.4 Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang

dirasakan oleh individu. Pegukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan


individual,dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat

berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan

objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh

terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehknik ini juga tidak dapat

memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri. Intensitas nyeri menurut

(Suci Fatimah, 2017) yaitu:

1. Karakteristik nyeri

Karakteristik nyeri meliputi lokasi, penyebaran nyeri, dan kemungkinan

penyebaran, durasi (menit, jam, hari, bulan) serta irama (terus-menerus,

hilang timbul, periode bertambah atau berkurangnya intensitas nyeri) dan

kualitas nyeri.

2. Faktor yang meningkatkan dan menurunkan nyeri

Berbagai perilaku sering diidentifikasiklien sebagai faktor yang mengubah

intensitas nyeri,dan apa yang di yakini klien dapat membantu dirinya.

Perilaku ini seringdidasarkan pada upaya try and error.

3. Efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari

Misalnya, terhadap pola tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan

orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas santai. Nyeri akut sering

berkaitan dengan ansietas dan nyeri kronis yang berhubungan dengan depresi.

4. Kekhawatiran individu tentang nyeri

Dengan meliputi masalah yang luas seperti beban ekonomi, prognosi serta

berpengaruh terhadap peran dan citra diri.

2.2.5 Pengukuran Skala Nyeri


Intensitas nyeri (skala nyeri) adalah gambaran tentang seberapa parah

nyeri yang dirasakan individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat

berbeda oleh dua orang yang berbeda menurut (Suci Fatimah, 2017).

1. Face rating scale (FRS)

Pengukuran skala nyeri untuk anak pra sekolah dan sekolah, pengukuran

skala nyeri menggunakan face rating scaleyaitu terdiri dari 6 wajah kartun

muali dari wajah tersenyum untuk “tidak ada nyeri” hingga wajah yang

menangis untuk “ nyeri berat.

Gambar 2.2 Face Rating Scale

2. Scala Numeric (Numerical Rating Scale/NRS)

Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS) digunakan sebagai pengganti

alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan skala 0 –

10. Angka 0 diartikan kondisi klien tidak merasakan nyeri, angka 10

mengindikasikan nyeri paling berat dirasakan klien.Skala ini efektif

digunakan untuk mengkaji intensitas teraupetik.

Gambar 2.3 Scala Numeric


2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Gout Arthritis

2.3.1 Pengkajian

Hal-hal yang berhubungan dengan kasus penyakit yang diangkat antara

lain (Aspiani, 2014):

1. Identitas

Identitas klien yang biasa dikaji pada gout arthritis berfokus pada usia, karena

biasanya asam urat terjadi pada usia lansia di atas 60 tahun.

2. Keluhan Utama

Keluhan utama yang menonjol pada klien Gout Arthritis adalah nyeri pada

persendian yang terkena dan terjadi peradangan sehingga dapat menggangu

aktivitas klien (Nurul Hidayah, 2019).

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Didapatkan adanya keluhan nyeri yang terjadi di otot sendi. Sifat dari

nyerinya umumnya seperti pegal/di tusuk-tusuk/panas/di tarik-tarik dan nyeri

yang dirasakan terus menerus atau pada saat bergerak, terdapat kekakuan

sendi, keluhan biasanya dirasakan sejak lama dan sampai menggangu

pergerakan dan pada Gout Arthritis Kronis didapakan benjolan atau Tofi pada

sendi atau jaringan sekitar (Nurul Hidayah, 2019). Ada bebrapa pengkajian

nyeri yang dapat dilakukan (Muhlisin, 2018):


P (Provoking incident) : hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah

gangguan metabolisme purin yang ditandai dengan hiperuresemia dan

serangan sinovitis akut berulang.

Q (Quality of pain) : nyeri yang dirasakan bersifat menusuk.

R (Region) : nyeri pada sendi metatarsofaringeal ibu jari kaki.

S (Scale of pain) : nyeri yang dirasakan antara skala 1 – 8 pada rentang

pengukuran 1 – 10. Tidak ada hubungan antara beratnya nyeri dan luas

kerusakan yang terlihat pada pemeriksaan radiologi.

T (Time) : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk

pada malam hari atau siang hari (Muttaqin, 2011).

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit apa saja yang pernah diderita oleh klien, apakah keluhan penyakit

Gout Arthritis sudah diderita sejak lama dan apakah mendapat pertolongan

sebelumnya dan umumnya klien Gout Arthritis disertai dengan Hipertensi.

Gout Arthritis juga dikaji riwayat penggunaan obat – obatan riwayat

mengkonsumsi alkohol, dan merokok (Nurul Hidayah, 2019).

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit yang

sama karena faktor genetik / keturunan (Henny Rafika, 2019).

6. Pola – pola fungsi kesehatan

Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang biasa dilakukan sehubungan

dengan adanya nyeri pada persendian (Kushariyadi, 2011):

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat


Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan kesehatan. Pasien

biasanya tidak mengerti tatalaksana pada penanganan gout arthritis. Seperti

mengurangi stimulus dan mengurangi rasa nyeri hebat pada persendian.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Mengganmbarkan nutrisi klien, kaji adanya perubahan pola makan, serta diet,

kesulitan menelan, mual/muntah, dan makanan kesukaan.

3) Pola eliminasi

Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi, ada tidaknya

masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan kateter.

4) Pola aktivitas dan latihan

Adanya kesukaran untuk beraktivitas saat terjadi nyeri secara terus – menerus

5) Pola tidur dan istirahat

Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap energi jumlah jam

tidur pada siang dan malam, biasanya klien yang mengalami gout arthritis

mempunyai masalah tidur yaitu pada saat sendi kakinya kambuh, dan

insomnia.

6) Pola persepsi dan konsep diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan

konsep diri. Konsep diri mengambarkan gambaran diri, harga diri, peran,

identitas diri. Manusia sebagai system terbuka dan makhluk bio-psiko-sosio-

kultural-spiriyual, kecemasan, ketakutan, dan dampak terhadap sakit. Pada

klien yang mengalami nyeri secara terus – menerus maka klien merasa tidak

berdaya, mudah marah, mudah emosional, tidak kooperatif.

7) Pola sensori dan kognitif


Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi

pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan, dan pembau.

8) Pola reproduksi seksual

Menggambarkan kepuasan/masalah terhadap seksualitas.

9) Pola penanggulangan stress

Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan koping. Pada

penderita gout arthritis biasanya klien cenderung diam dalam menghadapi

masalahnya dan terkadang bercerita ke anggota keluarga lainnya.

10) Pola tata nilai dan kepercayaan

Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk spiritual

(Aspiani, 2014). Jika nyeri hebat klien biasanya jarang melakukan ibadah.

7. Pemeriksaan fisik

1) Kesadaran : Composmentis

2) Keadaan umum

Biasanya klien gout arthritis mengalami kelemahan akibat nyeri persendian

(Henny Rafika, 2019).

3) Tanda – tanda vital

a. Suhu meningkat : >37oC

b. Nadi meningkat : 70 – 82x/menit

c. Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal

d. Pernapasan biasanaya normal atau meningkat

4) Pemeriksaan Review of System (ROS)

a. System pernapasan (B1 : Breathing)


Dapat ditemukan peningkatan frekuensi napas atau masih dalam batas

normal. Menurut (Henny Rafika, 2019) pengkajian pada sistem ini

meliputi:

a) Inspeksi : pergerakan dinding dada selama siklus inspirasi dan

ekspirasi penuh. Jika klien memiliki area atelektasis, gerakan dadanya

menjadi asimetris.

b) Auskultasi : seluruh area paru – paru untuk mengidentifikasi

gangguan suara napas, crackles, atau mengi. Auskultasi harus

berfokus pada area paru – paru karena sekresi paru cenderung

menumpuk di area bagian bawah.

b. System sirkulasi (B2 : Bleeding)

Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apical, sirkulasi perifer,

warna, dan kehangatan. Pada pasien gout arthritis yang mengalami nyeri

tekanan darah, nadi perifer akan mengalami peningkatan berkeringat

dingin dan pusing.

c. System persyarafan (B3 : Brain)

Kaji adanya hilang gerakan/sensasi, spasme otot, terlihat kelemahan/

hilang fungsi. Pergerakan mata/kejelasan melihat, dilatasi pupil. Agitasi

(mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas).

d. System perkemihan (B4 : Bleder)

Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada

system perkemihan, kecuali penyakit gout sudah mengalami komplikasi

ke ginjal berupa pielonefritis, batu asam urat, dan gagal ginjal kronis yang

akan menimbulkan perubahan fungsi pada sistem ini.


e. System pencernaan (B5 : Bowel)

Kebutuhan eliminasi pada kasus gout tidak ada gangguan, tetapi tetap

perlu dikaji frekuensi, warna, serta bau feses. Selain itu, perlu dikaji

frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlah urine. Klien biasanya mual,

mengalami nyeri lambung, dan tidak nafsu makan, terutama klien yang

memakai obat anlgesic dan anti hiperurisemia.

f. System muskuloskeletal (B6 : Bone)

Look : keluhan nyeri sendi yang merupakan keluhan utama yang

mendorong klien mencari pertolongan (pertolongan meskipun mungkin

sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri biasanya

bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.

Beberapa gerakan tertentu kadang menimbulkan nyeri yang lebih

dibandingkan dengan gerakan yang lain. Deformitas sendi (pembentukan

tofus) terjadi dengan temuan salah satu sendi pergelangan kaki perlahan

membesar.

Feel : ada nyeri tekan pada sendi kaki yang membengkak.

Move : hambatan gerakan sendi biasanya semakin bertambah.

(Muttaqin, 2008 dalam Hari Susanto, 2018)

2.3.2 Analisa Data

Analisa adalah kemampuan kognitif dalam pengembangan daya berfikir

dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu pengetahuan,

pengalaman, dan pengertian dalam keperawatan. Analisa data adalah kemampuan

mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut sesuai konsep, teori, prinsip

– prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan.


2.3.3 Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia (2016):

1. Nyeri Akut (D.0077)

Tanda dan Gejala Mayor Minor Nyeri Akut

1) Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif:

(1) Mengeluh nyeri

Objektif:

(1) Tampak meringis

(2) Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)

(3) Gelisah

(4) Frekuensi nadi meningkat

(5) Sulit tidur

2) Gejala dan Tanda Minor

Subjektif:

(tidak tersedia)

Objektif:

(1) Tekanan darah meningkat

(2) Pola napas berubah

(3) Nafsu makan berubah

(4) Proses berpikir terganggu

(5) Menarik diri

(6) Berfokus pada diri sendiri

(7) Diaforesis
(Sumber : TIM POKJA SDKI DPP PPNI, Standart Diagnosis Keperawatan

Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostic. 2016).

2.3.4 Rencana Tindakan Keperawatan

Tabel 2.1 Rencana Asuhan Keperawatan


No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
(D.0077) Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam Tindakan:
diharapkan tingkat nyeri Observasi
menurun, dengan kriteria hasil:
- Keluhan nyeri menurun - Identifikasi lokasi,
- Meringis menurun karakteristik, durasi,
- Gelisah menurun frekuensi, kualitas,
- Kesulitan tidur menurun intensitas nyeri, skala nyeri.
- Identifikasi faktor yang
- Frekuensi nadi membaik (70
memperberat dan
– 100x/menit)
memperingan nyeri.
- Tekanan darah membaik
- Identifikasi skala nyeri
(100/70 – 140/100 mmHg)
- Identifikasi pengetahuan
- Pola tidur membaik
dan keyakinan tentang nyeri
- Indentifikasi respons nyeri
non verbal
Teraupetik
- Berikan tekhnik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(misalnya: terapi pijat,
aroma terapi, kompres
hangat atau dingin).
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(misalnya suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
- Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
- Jelaskan penyebab periode
dan pemicu nyeri.
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri.
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri.
- Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat.
- Ajarkan tekhnik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu.

2.3.5 Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi

ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang

diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011). Ukuran intervensi yang

diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk

memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien, keluarga atau tindakan untuk

mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.

2.3.6 Evaluasi

Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan

seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian

proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari

pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. Evaluasi


dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam

perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai

efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan

pelaksanaan. (Mubarak, dkk., 2011).

2.4.7 Literatur Review

Berdasarkan hasil penelitian dari Rani Febriani (2019), dalam penerapan

kompres hangat pada Asuhan Keperawatan pada Paien Gout Arthritis, Gout

Athritis merupakan penyakit sendi yang diakibatkan oleh tingginya kadar asam

urat dalam darah sehingga mengakibatkan peradangan pada sendi dalam kurun

waktu yang lama. Salah satu masalah keperawatan yang perlu penanganan lebih

lanjut yaitu nyeri, karena pasien gout arthritis akan merasakan nyeri pada

persendian diakibatkan dari tingginya kadar asam urat dalam darah. Penulis dapat

memberikan gambaran asuhan keperawatan pada pasien gout arthritis dalam

upaya menangani nyeri. Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini

adalah

pendekatan penulisan deskriptif dengan menggunakan rancangan studi kasus. Studi

kasus adalah penulisan yang dilakukan dengan melakukan pendekatan

deskriptif (Notoatmodjo, 2012). Hasil pengkajian pada dua klien menunjukan adanya

masalah nyeri akut yang ditandai pada klien 1 mengatakan kaki nya terasa nyeri ketika

berjalan,bangun tidur dan saat akan tidur, terutama bagian lutut , rasanya seperti ditusuk-

tusuk, skala 4 dan dengan frekuensi nyeri hilang timbul. Sedangkan pada klien 2 klien

mengatakan nyeri pada sendi kanan dan kiri, dan agak kaku, nyeri ketika berdiri terlalu

lama, nyeri kadang datang ketika bangun tidur dan saat berdiri lama rasa nya seperti
ditusuk-tusuk nyeri nya di daerah lutut kanan dan kiri Klien mengatakan skala nyeri 5 dan

nyeri yang dirasakan hilang timbul. Dari nyeri yang dialami oleh klien 1 dan klien 2

penulis melakukan intervensi

untuk mengurangi nyeri dengan cara non farmakologis yaitu kompres air hangat,

namun disamping penulis melakukan cara ini kedua klien juga mengkomsumsi

obat untuk asam urat. Berdasarkan hasil studi mengenai nyeri akut dapat

diketahui, terjadi penurunan skala nyeri dan peningkatan rasa nyaman pada kedua

pasien, terutama setelah dilaksanakan penatalaksanaan nyeri dengan 2 cara yaitu

secara farmakologis dan nonfarmakologis (kompres hangat). Berdasarkan dari hasil studi

kasus maka dapat diambil asumsi penulis bahwa penerapan kompres hangat dalam ini

cukup efektif untuk membantu mengurangi skala nyeri yang dialami oleh klien penderita

asam urat, sesuai dengan penelitian Aini, dkk (2018).

Berdasarkan hasil Nurul Hidayah (2019) analisis pada dua pasien berjenis

kelamin perempuan, keduanya mengalami nyeri pada salah satu ektremitas. Cara

mengatasi nyeri kronis yang dialami oleh kedua klien, penulis menyusun intervensi

berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada. Intervensi yang disusun sama pada kedua

klien dengan menggunakan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2018).

Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah disusun, seperti pemberian

kompres hangat yang dapat mengurangi nyeri yang dirasakan oleh klien, seperti

penelitian yang dilakukan oleh Zahroh (2018) Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa adanya pengaruh kompres hangat terhadap penurunan nyeri pada penderita

penyakit Gout Arthritis. Kompres hangat meredakan nyeri dengan mengurangi spasme

otot, merangsang nyeri, menyebabkan vasodalatasi dan peningkatan aliran darah.

Pembuluh darah akan melebar sehingga memperbaiki peredaran darah dalam jaringan

tersebut.
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan laporan adalah studi kasus. Yaitu

penelitian untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan nyeri akut pada

pasien gout arthritis. Dalam studi kasus ini dilakukan dengan pengambilan data

yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi dari data yang

didapatkan. Dalam studi kasus ini partisipan di observasi selama 3 hari yaitu

meliputi proses pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian studi kasus ini dilakukan di Desa Tanjungrejo, RT 05 RW 01,

Kecamatan Tongas, Kabupaten Probolinggo yang dilaksanakan dari tanggal 01

Agustus sampai dengan 07 Agustus 2021.

3.3 Subyek Penelitian

Subyek penelitian dalam studi kasus ini adalah dua partisipan dengan 1

kasus dengan masalah keperawatan yang sama yaitu Asuhan Keperawatan Nyeri

Akut Pada Gout Arthritis di Desa Tanjungrejo, RT 05 RW 01, Kecamatan

Tongas, Kabupaten Probolinggo

3.4 Pengumpulan Data

Pada studi kasus ini metode pengumpulan data yang digunakan penulis

adalah:
1. Pengambilan data dilakukan di di Desa Tanjungrejo, RT 05 RW 01,

Kecamatan Tongas, Kabupaten Probolinggo.

2. Hal pertama yang dilakukan yaitu meminta ijin kepada pasien dan keluarga

pasien untuk melakukan penelitian dan pengumpulan data.

3. Penulis menggunakan metode wawancara untuk mendapatkan data mengenai

identitas partisipan, keluhan utama yang dirasakan partisipan, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, kebiasaan yang

dilakukan tentang kesehatan pasien dan lain-lain mengenai permasalahan

pasien, yang dapat didapatkan dari pasien dan keluarga partisipan.

4. Observasi yang di lakukan penulis dalam pemeriksaan fisik menggunakan head

to toe dengan pendekatan IPPA (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi) pada

sistem tubuh partisipan.

5. Dokumentasi keperawatan yang penulis lakukan dengan mempelajari

dokumentasi klien yang terdapat dalam status dan hasil pemeriksaan diagnostik

yang berisikan catatan keperawatan klien.

3.5 Analisa Data

Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai

tujuan, dimana tujuan pokok penelitian adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan

penelitian dalam mengungkapkan sebuah fenomena (Nursalam, 2016).

Analisis data dilakukan pada studi kasus ini sejak peneliti di lapangan, saat

pengumpulan data sampai semua data terkumpul. Pada studi kasus ini

pengumpulan data dikumpulkan dari hasil wawancara kepada pasien dan

keluarga, observasi keadaan partisipan, dan melihat dokumen partisipan kemudian

mendokumentasikannya yang mana hasilnya ditulis dalam bentuk catatan


lapangan, kemudian disalin dalam bentuk transkrip. Data yang terkumpul

kemudian dibuat koding yang di sesuaikan dengan topik yang di tetapkan penulis.

Untuk penyajian data yang telah di peroleh di sajikan dalam bentuk tabel, gambar,

bagan maupun teks naratif. Setelah penulis mendapatkan semua data yang di

perlukan maka akan di bahas dalam Bab IV mulai dari hasil data pengkajian,

diagnosa partisipan, perencanaan, implementasi yang dilakukan sampai dengan

evaluasi keperawatan.

3.6 Etika Penelitian

Penelitian yang menggunakan objek manusia harus memahami prinsip-

prinsip etika penelitian, jika hal ini tidak dilaksanakan maka bisa melanggar hak –

hak (otonomi) manusia sebagai klien atau responden (Nursalam, 2016). Etika

yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Informed Consent (Lembar Persetujan Responden)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti,

disertai dengan judul penelitian dan tujuan penelitian serta manfaat dari penelitian

tersebut. Jika subjek bersedia maka diharuskan menandatangani lembar

persetujuan yang telah disediakan oleh peneliti, tetapi apabila subjek menolak

untuk dijadikan sebagai responden maka peneliti tidak memaksa dan tetap

menghormati hak dari setiap subyek.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Peneliti bertanggung jawab untuk melindungi semua data yang

dikumpulkan dalam lingkup penelitian dari pemberitahuan kepada orang diluar

team riset. Termasuk merahasiakan nama peserta, setelah penelitian selesai maka

terdaftar nama peserta akan dihapus beserta data yang lainnya.


3. Confidentially (Kerahasiaan)

Pada lembar kuesioner nama responden tidak dicantumkan tetapi

menggunakan inisial saja, serta hanya pada kelompok tertentu saja yang akan

peneliti sajikan utamanya dilaporkan pada hasil riset.

Anda mungkin juga menyukai