Anda di halaman 1dari 50

PROPOSAL

HUBUNGAN USIA DAN GAYA HIDUP DENGAN KEJADIAN BENIGN


PROSTATIC HYPERPLASIA DI RSUD DR M HAULUSSY AMBON

OLEH

HERIANTO TORSULU
NPM 1211420140086

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
AMBON
2020
LEMBARAN PERSETUJUAN

Kami menyatakan menerimah dan menyetujui Proposal yang di susun oleh Heryanto

Torsulu dengan NPM 12114201140086 untuk diuji.

Ambon, 27 Agustus 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Dene F. Sumah, S.Kep.,M.Kep Ns. Mevi Lilipory, S.Kep.,M.Kep


NIDN: 1219128501 NIDN:1203068702

Mengetahui
Ketua Program Studi Keperawatan

Ns. S.R, Maelissa, S.Kep.,M.Kep


NIDN. 1223038001

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadiratan Tuhan Yesus Kristus, atas
limpahan berkat kasih dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal ini dengan judul “Hubungan Usia dan Gaya Hidup Dengan Kejadian
Benign Prostatick Hyperplasia Di Rsud Dr M Halussi Ambon”.
Penyusunan proposal ini merupakan syarat dalam penyelesaian tugas akhir
untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Fakultas Kesehatan
Universitas Kristen Indonesia Maluku.
Dengan terselesaikannya proposal ini, maka pada kesempatan ini dengan
kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada :
1. Dr. J. Damamain M. Th selaku Rektor Universitas Kristen Indonesia Maluku

dan Pembantu Rektor I, II, III dan IV Universitas Kristen Indonesia Maluku.

2. B. Talarima, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas

Kristen Indonesia Maluku dan Para Pembantu Dekan I, II, III.

3. Ns. S.R. Maelissa, S.Kep, M.Kep selaku ketua Program Studi Keperawatan

Fakultas Kesehatan Universitas Kristen Indonesia Maluku

4. Ns.D.F.Sumah, S.Kep, M.Kep selaku Pembimbing I penulis yang telah banyak

mengarahkan dan membimbing penulis sehingga proposal ini dapat

terselesaikan.

5. Ns. Mevi.Lilipory, S.Kep, M.Kep selaku pembimbing II penulis yang dengan

penuh kesabaran dan perhatian membimbing penulis hingga terselesainya

proposal ini.

6. Kepala diklat RSUD dr. M. Haulussy Ambon serta para tenaga medis yang

telah membantu penulis selama pengambilan data awal.

ii
7. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan dan karyawati yang selama ini telah

membimbing dan membina penulis selama melaksanakan seluruh aktivitas

pendidikan di Fakultas Kesehatan Program Studi Keperawatan.

8. Kepada keluarga tercinta, yang senantiasa memberikan perhatian, kasih sayang,

motivasi dan dukungan dalam doa kepada penulis selama ini.

9. Teman-teman Program Studi Keperawatan Angkatan 2014.

Akhir kata  penulis menyadari bahwa proposal ini masih banyak kekurangan

dan jauh dari kesempurnaan. untuk itu saran maupun kritik sangat penulis harapkan

guna perbaikan lebih lanjut sehingga proposal ini dapat berguna serta bermanfaat

bagi semua yang membacanya.

Ambon, 02 September 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL ................................................................................................ i
HALAMAN JUDUL.............................................................................. ii
LEMBARAN PERSETUJUAN ........................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan........................................................................ 5
D. Manfaat Penulisan...................................................................... 5
E. Manfaat Praktis ………………………………………………...6

BAB II. TINJAUAN TEORITIS


A. Tinjuan Umum Tentang BPH .................................................... 7
B. Tinjuan Umum Tentang Usia .................................................... 18
C. Tinjauan Hidup Gaya Hidup...................................................... 20
D. Kerangka Konsep ...................................................................... 26
E. Hipotesis .................................................................................... 26
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian........................................................................ 28
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 28
C. Populasi dan Sampel................................................................... 28
D. Variabel Penelitian..................................................................... 29
E. Defenisi Operasional.................................................................. 30
F. Instrumen Penelitian .................................................................. 31
G. Pengumpulan Data...................................................................... 32
H. Pengolahan Data......................................................................... 32
I. Analisa Data …………………………………………………....33
J. Etika Penelitian .......................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………. 36

iv
LAMPIRAN

v
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Benign Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan suatu penyakit dimana terjadi

pembesaran dari kelenjar prostat akibat hiperplasia jinak dari sel-sel yang biasa

terjadi pada laki-laki berusia lanjut (Samidah & Romadhon, 2015). Menurut Kapoor

(2016) Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan suatu keadaan terjadinya

proliferasi sel stroma prostat yang akan menyebabkan pembesaran dari kelenjar

prostat. Pada pembesaran prostat jinak terjadi hiperplasia kelenjar perineural yang

akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer. Mediator utama dalam

pertumbuhan kelenjar prostat yaitu dihidrotestosteron (DHT) yang merupakan

metabolit testosteron yang dibentuk di dalam sel prostat. Walaupun jarang

menyebabkan kematian tetapi dapat menurunkan kualitas hidup penderita secara

signifikan (Sjamsuhidajat, 2017).

Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO,

2015) diperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus degeneratif salah satunya adalah

BPH, dengan insiden di negara maju sebanyak 19%, sedangkan beberapa negara di

asia menderita penyakit BPH berkisar 59%. salah satunya adalah BPH, dengan

insidensi di Negara maju sebanyak 19%, sedangkan di Negara berkembang

sebanyak 5,35% kasus. Yang ditemukan pada pria dengan usia 65 tahun dan

dilakukan pembedahan setiap tahunnya. Sedangkan di Indonesia kejadian BPH

sebagai penyebab angka kesakitan nomor 2 terbanyak setelah penyakit batu saluran

1
kemih. Tahun 2013 di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH diantaranya diderita

pada pria berusia di atas 60 tahun.

Benign prostate hyperplasia sering terjadi pada usia lanjut. Sekitar 50% laki-

laki yang memiliki usia diatas 50 tahun diketahui memiliki bukti patologi BPH

(Chughtai, 2016). Benign prostate hyperplasia hingga saat ini masih belum

diketahui dengan pasti faktor penyebabnya. Meskipun sudah dilakukan penelitian

yang sampai saat ini penyebab dan hubungan penyebabnya masih belum diketahui

dengan jelas. Akan tetapi secara molekular diduga terjadi penambahan jumlah sel

karena proliferasi epitel dan stroma atau kegagalan apoptosis sehingga

mengakibatkan terjadinya akumulasi. Hormon androgen, estrogen, interkasi epitel-

stroma, growth factor, dan neurotransmitter diduga sebagai yang bertanggung jawab

dalam proses hiperplasia. Faktor usia adalah yang paling berpengaruh terhadap

perubahan kadar hormon tersebut (Foster, 2017).

Faktor usia memegang peranan penting dalam terjadinya BPH. Namun,

dibeberapa studi membuktikan sindrom metabolik berperan terhadap terjadinya

pembesaran kelenjar prostat (Kwon et al., 2013). Sindrom metabolik adalah

kumpulan ketidaknormalan metabolisme, diantaranya, obesitas, intoleransi glukosa,

dislipidemia, dan hipertensi. Insidensi BPH akan semakin meningkat seiring dengan

bertambahnya usia, yaitu sekitar 20% pada pria usia 40 tahun, kemudian menjadi

70% pada pria usia 60 tahun dan akan mencapai 90% pada pria usia 80 tahun hal ini

terjadi karena hipertropi pada umumnya terjadi pada usia 40 tahun yang merupakan

pertumbuhan benigna sebagai suatu fibromyo adenoma (MedPro,2019). Selain

faktor usia, riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan resiko

2
terjadinya kondisi yang sama pada anggota keluarga lain. Semakin banyak anggota

keluarga yang menderita BPH semakin besar resiko anggota keluarga lain untuk

dapat terkena BPH. Hal ini di jelaskan oleh Riski Amalia (2015), dimana riwayat

keluarga ini bisa secara genetic maupun perilaku. perilaku bisa dilihat dari pola

makan dan aktivitas seksual, pola makan dengan kadar lemak jenuh tinggi dapat

mengakibatkan obesitas dan meningkatnya kadar kolesterol dalam darah sehingga

mengakibatkan terjadinya BPH.

Kejadian BPH juga dapat terjadi dengan gaya hidup seperti kurangnya

aktifitas berolahraga, mengkonsusmsi minunam beralkohol dan perilaku merokok.

(Bagus Setyawan, 2016) Aktif berolahraga dapat menurunkan kadar

dehidrotestosteron sehingga dapat memperkecil resiko gangguan prostat, selain itu

berolahraga akan mengontrol berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat

tetap stabil. Selain kurangnya berolahraga, mengkonsusmsi minunam beralkohol

dan perilaku merokok juga merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

kejadian BPH. Hal ini di jelakankan oleh (Bagus Setyawan, 2016) bahwa konsumsi

alkohol dapat menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang penting untuk

prostat yang sehat. Zink sangat penting untuk kelenjar prostat. Prostat menggunakan

zink 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zink membantu

mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan

penukaran hormone testosteron kepada DHT. begitu juga dengan perilaku merokok

dapat menjadi penyebab terjadinya BPH karena Kandungan nikotin yang terdapat

pada rokok dapat meningkatkan kadar enzim perusak androgen, sehingga

menyebabkan penurunan kadar testosteron. Penurunan kadar testosteron sebagai

3
penyebab dari penurunan masa otot pada organ seksual dan kesulitan ereksi. Kadar

testosteron yang rendah juga menyebabkan pembesaran prostat (Bagus Setyawan,

2016).

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia yang pesat,

maka jumlah lansia diperkirakan akan meningkatkan pula sehingga jumlah lansia

yang meningkat ini berdampak pada banyaknya angka kejadian BPH yang dicurigai

sebagai salah satu faktor pencetus herniaimunisasi. Prevalensi usia 40-50 tahun

sebanyak 20%, 51-60 tahun 50%, >80 tahun sekitar 90%. Angka di Indonesia,

bervariasi 24-30% dari kasus urologi yang dirawat di beberapa rumah sakit. Di

Rumah sakit Dr. Soetomo Surabaya terdapat 1.948 kasus BPH pada periode 2000-

2012 (Kemenkes RI. 2018). Tingginya kejadian Benign prostate hyperplasia di

Indonesia telah menempatkan Benign prostate hyperplasia sebagai penyebab angka

kesakitan nomor 2 terbanyak setelah penyakit batu pada saluran kemih. Tahun 2013

di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH, diantaranya diderita oleh laki-laki berusia

di atas 60 tahun (Riskesdas, 2018).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada pasien BPH di

ruang bedah laki RSUD dr M Haulussy Ambon tanggal 13 November 2019. Melalui

metode wawancara dan observasi jumlah pasien BPH tahun 2017 berjumlah 2 orang

dengan rentang usia > 65 tahun. Tahun 2018 pasien BPH berjumlah 19 orang

dengan rentang usia 15-24 tahun berjumlah 2 orang, 25-44 tahun berjumlah 1 orang,

45-64 tahun 3 orang, dan usia > 65 tahun berjumlah 13 orang. Sedangkan tahun

2019 pasien BPH berjumlah 9 orang dengan usia 45-64 tahun. Maka total jumlah

pasien BPH dari tahun 2017 sampai 2019 berjumlah 30 pasien

4
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “ Hubungan Usia dan Gaya Hidup Dengan Kejadian Benign

Prostaktic Hyperplasia di RSUD dr M Haulussy Ambon tahun 2020 ”

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara usia dan gaya hidup dengan kejadian Benign

Prostaktic Hyperplasia di RSUD dr M Haulussy Ambon tahun 2020 ?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara usia dan gaya hidup dengan kejadian

Benign Prostaktic Hyperplasia di RSUD dr M Haulussy Ambon tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a) Mengidentifikasi usia dengan kejadian Benign Prostaktic Hyperplasia di

RSUD dr M Haulussy Ambon tahun 2020.

b) Mengidentifikasi gaya hidup dengan kejadian Benign Prostaktic Hyperplasia

di RSUD dr M Haulussy Ambon tahun 2020.

c) Menganalisis hubungan antara usia, riwayat keluarga dan gaya hidup dengan

kejadian Benign Prostaktic Hyperplasia di RSUD dr M Haulussy Ambon

tahun 2020.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Manfaat dari penelitian ini adalah pemberian sumbangan pengetahuan bagi

perkembangan dunia pendidikan ilmu keperawatan khususnya keperawatan

medical bedah dan sebagai bahan kajian para peneliti selanjutnya.

5
2. Manfaat Praktis

a) Bagi Responden

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang factor resiko

penyebab Benign prostate hyperplasia sehingga lebih mengetahui dampak

baik dan buruknya Benign prostate hyperplasia.

b) Bagi Rumah Sakit

Dapat digunakan sebagai informasi berkaitan dengan hubungan usia dan gaya

hidup dengan kejadian Benign Prostatic Hyperplasia sehingga dapat

digunakan sebagai bahan pertimbangan dan perencanaan dalam pengobatan

dan pencegahan.

c) Bagi Keluarga

Sebagai bahan pembelajaran agar keluarga dapat mengenal dan menambah

wawasan tentang Benign prostatic hyperplasia.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang BPH

1. Pengertian BPH

Benign prostate hyperplasia atau sering disebut pembesaran prostatjinak

adalah sebuah penyakit yang sering terjadi pada pria dewasa di Amerika dimana

terjadi pembesaran prostat (Dipiro, 2015). BPH terjadi pada zona transisi

prostat, dimana sel stroma dan sel epitel berinteraksi. Sel sel ini pertumbuhannya

dipengaruhi oleh hormon seks dan respon sitokin. Pada penderita BPH hormon

dihidrotestosteron (DHT) sangat tinggi dalam jaringan prostat. Sitokin dapat

memicu respon inflamasi dengan menginduksi epitel. Prostat membesar

mengakibatkan penyempitan uretra sehingga terjadi gejala obstruktif yaitu :

hiperaktif kandung kemih, inflamasi, pancaran miksi lemah (Foster, 2016).

Benign prostate hyperplasia (BPH) dikaitkan dengan gejala

salurankemih bawah, Gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita

pembesaran prostat jinak yaitu nookturia, inkontinensia urin, aliran urin

tersendat-sendat, mengeluarkan urin disertai darah, dan merasa tidak tuntas

setelah berkemih (Dipiro, 2015).

2. Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) terbagi atas

beberapa bagian diantaranya :

7
a. Gejala umum benigna prostat hiperplasia (BPH) adalah sebagai berikut

1) Sering berkemih

2) Sulit berkemih

3) Nyeri saat berkemih

4) Urin berdarah

5) Nyeri saat ejakulasi cairan ejakulasi berdarah

6) Gangguan ereksi

7) Nyeri pinggul atau punggung

b. Gejala klinis Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) dikelompokan menjadi 2

yaitu gejala obstruktif dan gejala iritatif.

1) Gejala obstruktif yaitu kumpulan gejala berupa pancaran urin lemak

(loss of porce), pancaran urin terputus-putus (intermittency), hesitancy,

tidak puas saat berkemih (sense of residual urine), keluarnya sisa urin

pada akhir berkemih (terminal dribbling), dan rasa inggin

berkemihketika selesai berkemih (double voiding).

2) Gejala iritatif meliputi terbangun di tengah malam karena sering

berkemih (nocturia), sulit menahan untuk berkemih (urgency), frekuensi

berkemih yang tidak normal (polakisuria), terkadang terjadi urin

berdarah (hematuria) (Dipiro, 2015).

c. Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

1) Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing

takpuas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari.

8
2) Derajat II : Adanya retensi urin maka timbullah infeksi. Penderita akan

mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam

bertambah hebat.

3) Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka

bisa timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke

ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.

3. Anatomi Prostat

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-

buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti buah kemiri

dengan ukuran 4 x 32,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini

terdiri atas jaringan fibromuskuler dan glandular yang terbagi dalam beberapa

daerah atau zona yaitu : perifer, sentral, transisional, prepostatik sfingter dan

anterior. Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu

komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus

sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan

bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan ±

25% dari volume ajakulat Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak,

mengakibatkan uretra posterior membuntu dan mengakibatkan terjadinya

obstruksi saluran kemih (Nursalam, 2015).

McNeal membagi kelenjar prostat menjadi 3 bagian.

a. Zona sentral

b. Zona perifer 75% volume prostat normal. Kanker prostat berkembang dari

zona ini.

9
c. Zona transisional.5-10% volume prostat normal) ini merupakan bagian dari

prostat yang membesar pada hiperplasia prostat jinak.

Kelenjar prostat yang sehat seperti ukuran kenari, letaknya tepat di

bawah blader dan di atas rektum. dan mengelilingi uretra. Perannya untuk

menghasilkan cairan kental yang membuat sebagian besar air mani pria. Otot

prostat membantu sperma bergerak melalui saluran ejakulasi, dan juga

membantu membuka kandung kemih untuk memungkinkan urin melewati

uretra. dengan demikian, kelenjar prostat yang sehat diperlukan untuk kinerja

yang memuaskan dari kedua fungsi seksual dan saluran kencing.

4. Fisiologi Prostat

Sekret kelenjar prostat seperti cairan susu, sekret berasal dari vesikula

seminalis yang merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi

sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam yaitu 6,5. Selain itu dapat

ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam,

enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui

kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma

seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula

seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh

androgen bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol (Kidingallo,

2016).

5. Etiologi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya

hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia

10
prostat erat kaitannya dengan adanya perubahan keseimbangan antara hormon

testosteron dan estrogen pada usia lanjut, peranan faktor pertumbuhan (growth

factor) sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat, meningkatnya

lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel-sel yang mati dan terjadinya

proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel

epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan (Purnomo, 2015)

6. Patofisiologi BPH

BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel stroma dan sel epitel

berinteraksi. Sel sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon seks dan

respon sitokin. Di dalam prostat, testosteron diubah menjadi dihidrotestosteron

(DHT), DHT merupakan androgen dianggap sebagaimediator utama munculnya

BPH ini. Pada penderita ini hormon DHT sangat tinggi dalam jaringan prostat.

Sitokin berpengaruh pada pembesaran prostat dengan memicu respon inflamasi

dengan menginduksi epitel. Prostat membesar karena hyperplasia sehingga

terjadi penyempitan uretra yang mengakibatkan aliran urin melemah dan gejala

obstruktif yaitu : hiperaktif kandung kemih, inflamasi, pancaran miksi lemah

(Rasyidi, 2016).

Penyebab BPH masih belum jelas, namun mekanisme patofisiologinya

diduga kuat terkait aktivitas hormon Dihidrotestosteron (DHT). DHT

merupakan suatu androgen yang berasal dari testosteron melaui kerja enzim 5α-

reductase dan metabolitnya, 5α- androstanediol merupakan pemicu utama

terjadinyaa poliferase kelenjar pada pasien BPH. Pengubahan testosteron

menjadi DHT diperantai oleh enzim 5α-reductase. Ada dua tipe enzim 5α-

11
reductase, tipe pertama terdapat pada folikel rambut, kulit kepala bagian depan,

liver dan kulit. Tipe kedua terdapat pada prostat, jaringan genital, dan kulit

kepala. Pada jaringan-jaringan target DHT menyebaabkan pertumbuhan dan

pembesaran kelenjar prostat (Rasyidy, 2016).

7. Faktor - Faktor Penyebab Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Beberapa faktor resiko kejadian benigna prostat hiperplasia menurut

Rasyidi (2015), adalah sebagai berikut:

1. Pola Diet

Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium

berpengaruh pada funggsi reproduksi pria yang paling penting adalah seng,

karena defisiensi seng berat dapat menyebabkan pengecilan testisyang

selanjutnya berakibat penurunan kadar testosteron. Selain itu, makanan

tinggi lemak dan rendah serat juga membuat penurunan kadar testosteron.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Amalia (2016) didapatkan pola diet

merupakan faktor resiko kejadian BPH dengan nilai or : 2,38 (95% ci : 1,20-

4,90). Walaupun kolestrol merupakan bahan dasar untuk sintesis saat

pregnolone yang merupakan bahan baku dhea (dehidroepianandrosteron)

yang dapat memproduksi testosteron, tetapi bila berlebihan tentunya akan

menjadi penumpukan lemak pada perut yang akan menekan otot otot seksual

dan mengganggu testis, sehingga kelebihan lemak tersebut justru dapat

menurunkan kemampuan seksual. Akibat lebih lanjut adalah penurunan

produksi testosteron yang nantinya menggganggu prostat (Amalia R, 2016).

12
2. Olahraga

Para pria tetap aktif berolahraga secata teratur, berpeluang lebih sedikit

mengalami ganguan prostat, termasuk BPH. dengan aktif olahraga, kadar

dihidrosettosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil resiko

gangguan prostat. sedang itu, olahraga akan mengontrol berat badan agar

otot lunak yang melingkari prostat tetap stabil. Olahraga yang dianjurkan

adalah jenis yang berdampak ringan dan dapat memperkuat otot sekitar

pinggul dan organ seksual. Olahraga yang baik apabila dilakuakn 3 kali

dalam seminggu dalam waktu 30 menit setiap berolahraga, olahraga yang

dilakukan kurang dari 3 kali dalam seminggu terdapat sedikit sekali

perubahan pada kebugaran fisik tetapi tidak ada tambahan keuntungan yang

berarti bila latihan dilakukan lebih adari 5 kali dalam seminggu. Olahraga

akan menguragi kadar lemak dalam darah sehingga kadar kolestrol menurun.

(Amalia, 2016)

3. Aktivitas Seksual

Kelenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk

pembentukan hormone laki-laki . BPH di hubungkan dengan kegiatan seks

berlebihan dan alasan kebersihan saat kegiatan seksual, kelenjar prostat

mengalami peningkatan tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai

darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat yang

mengakibatkan kelenjar tersebut bengkak parmanen. Seks yang tidak bersih

akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas

13
seksual yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormone

terstosteron (Sumardi, 2017).

4. Kebiasaan Merokok

Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok

meningkatkan aktivitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan

penurunnan kadar testosterone (Sumardi, 2017).

5. Kebiasaan Minum Minuman Beralkohol

Konsumsi alcohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6

yang penting untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting untuk kelenjar

prostat. Prostat menggunakan zink 10 kali lipat dibandingkan dengan organ

yang lain.zink membantu mengurangi kandungan prolactin di dalam darah.

Prolactin meningkatkan penukaran hormone testosteron kepada DHT.

(Sumardi, 2017)

8. Epidemiologi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Benign prostate hyperplasia mempengaruhi sekitar 50% laki-lakiantara

usia 51 sampai 60 tahun, dan meningkat 90% pada pria yang berusia 80 tahun.

Pada tahun 2010 di USA hampir 14 juta pria menderita gejala Lower Urinary

Tract Symptoms (LUTS) yang disebabkan oleh BPH (Anonim, 2015). Survei

dariMulti-national Aging Men (MSAM)yang dilakukan di Eropa dan Amerika,

menunjukkan bahwa lebih dari 14.000 pria usia 50-80 tahun mengalami masalah

seksual akibat BPH. Data menunjukkan 49% mengalami kesulitan ereksi, 48%

mengalami gangguan ejakulasi dan 7% mengalami nyeri saat berhubungan

seksual.

14
9. Manifestasi Klinis Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Gejala yang umumnya terjadi pada pasien BPH adalah gejala pada

saluran kemih bagian bawah atau lower urinary track symptoms (LUTS). Gejala

pada saluran kemih bagian bawah terdiri atas gejala iritatif (storage symptoms)

dan gejala obstruksi (voiding symptoms). Gejala Obstruktif ditimbulkan karena

adanya penyempitan uretra karena didesak oleh prostat yang membesar. Gejala

yang terjadi berupa harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy),

pancaran miksi yang lemah (weak stream), miksi terputus (Intermittency), harus

mengejan (straining).

Gejala Iritatif disebabkan oleh pengosongan kandung kemih yang tidak

sempurna pada saat miksi atau berkemih, sehingga kandung kemih sering

berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala yang terjadi adalah frekuensi miksi

meningkat (Frequency), nookturia, dan miksi sulit ditahan (Urgency)

(Sjamsuhidjat, 2015). Gejala-gejala yang biasanyadirasakan oleh penderita

pembesaran prostat jinak yaitu nookturia, inkontinensia urin, aliran urin

tersendat-sendat, mengeluarkan urin disertai darah, dan merasa tidak tuntas

setelah berkemih (Sjamsuhidjat, 2015).Pola keluhan penderita hiperplasia

prostat sangat berbeda-beda. Alasannya belum diketahui, tetapi mungkin

berdasarkan atas peningkatan atau penyusustan ringan dalam volume prostat.

Keluhan lain yang berkaitan akibat hiperplasia prostat jika ada infeksi saluran

kemih, maka urin menjadi keruh dan berbau busuk. Hiperplasia prostat bisa

mengakibatkan pembentukan batu dalam kandung kemih. Bila terjadi gangguan

15
faal ginjal, bisa timbul poliuria yang kadang-kadang mirip dengan diabetes

insipidus, mual, rasa tak enak di lidah, lesu, haus dan anoreksia (Sjamsuhidjat,

2015 ).

10. Pemeriksaan dan Diagonosa Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medik. Terkadang

pasien yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan

terapi apapun, tetapi diantara pasien yang lain akhirnya ada yang mebutuhkan

terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya makin

parah (Dipro, 2015).

Pemeriksaan awal dapat dilakukan dengan cara melakukan anamnesis

yang cermat agar mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang diderita.

Perlu juga dilakukan pemeriksaan fisik dan pengukuran pengosongan kandung

kemih yang meliputi laju rata-rata aliran urin, laju puncak aliran urin, serta

volume urin residual setelah pengosongan. Pemeriksaan rektal dan pengukuran

kadar serum PSA (Prostate SpesifikAntigen) pemeriksaan rektal untuk

memperkirakan ukuran prostat.(Amalia, 2016). Pemeriksaan rektal dapat disebut

juga sebagai pemeriksaaan fisik. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien

BPH adalah colok dubur atau digital rectal examination (DRE). Pada

pemeriksaan ini yang dilihat yaitu Ukuran, bentuk, simetri, kualitas, nodularitas

dan konsistensi prostat harus semua dievaluasi agar dapat digunakan sebagai

bukti menegakan diagnosa (Skinder, 2016). Pada pemeriksaan digital rectal

examination (DRE) dijumpai pembesaran prostat teraba simetris dengan

16
konsistensi kenyal dan ada pendorongan prostat kearah rektum. Pada keadaan

normal prostat teraba di garis tengah (Skinder, 2016).

PSA adalah cara untuk membedakan BPH dengan kanker prostat

walaupun PSA sendiri bukanlah penanda spesifik untuk kanker prostat (Dipro,

2015). Serum PSA digunakan untuk mendeteksi berkembangnya penyakit BPH,

jika kadar PSA tinggi berarti pertumbuhan volume prostat lebih cepat, laju urin

lebih rendah, dan lebih mudah terjadi retensi urin (Skinder, 2016). Kebanyakan

pasien berobat karena gejala dari BPH sendiri yang mempengaruhi quality of

life , Score International Prostate SymptomScore (IPSS) dapat digunakan untuk

mengevaluasi dan mengukurkeparahan gejala pasien. Skor 0-7 menunjukkan

gejala ringan; skor 8-19 menunjukan gejala sedang dan skor 20-35 menunjukkan

gejala berat (Purnomo, 2015).

11. Penatalaksanaan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Salah satu gejala BPH adalah LUTS, gejala ini mungkin dapat

disembuhkan dengan terapi pengobatan dan tindakan pembedahan

(Sjamsuhidjat, 2015). Penatalaksanaan BPH bertujuan agarmengembalikan

kualitas hidup pasien,. Terapi yang diberikan pada pasien tergantung pada

tingkat keluhan pasien, ukuran prostate, berat badan, tingkat antigen prostat

spesifik (PSA) pilihannya adalah mulai dari : tanpa terapi (watchful waitting),

terapi farmakologi, dan terapi intervensi atau pembedahan (Purnomo, 2015).

B. Tinjauan Umum Tentang Usia

1. Pengertian Usia

17
Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda

atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati Usia adalah rentang kehidupan

yang diukur dengan tahun. (Sjamsuhidjat, 2015). Kesimpulan usia dari beberapa

teori diatas usia adalah lama waktu saat menjalani kehidupan.

2. Batasan usia

a. Menurut Depkes RI (2015)

1) Masa balita = 0 – 5 tahun.

2) Masa kanak – kanak = 5 – 11 tahun.

3) Masa remaja Awal = 12 – 16 tahun.

4) Masa remaja Akhir = 17 – 25 tahun

5) Masa dewasa Awal = 26 – 35 tahun

6) Masa dewasa Akhir = 36 – 45 tahun

7) Masa lansia Awal = 46 – 55 tahun

8) Masa lansia Akhir = 56 – 65 tahun

9) Masa Manula = 65 tahun keatas

b. Batasan Usia menurut WHO (2018)

1) Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun.

2) Lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun.

3) Lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun.

4) Usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun

c. Batasan usia menurut E.Hurlock, 2016

1) Masa Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir.

18
2) Masa Neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua.

3) Masa Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.

4) Masa Kanak – Kanak awal, umur 2 – 6 tahun.

5) Masa Kanak – Kanak akhir, umur 6 – 10 atau 11 tahun.

6) Masa Pubertas (pra adolescence), umur 11 – 13 tahun.

7) Masa Remaja Awal, umur 13 – 17 tahun. Masa remaja akhir 17 – 21

tahun

8) Masa Dewasa Awal, umur 21 – 40 tahun.

9) Masa Setengah Baya, umur 40 – 60 tahun.

10) Masa Tua, umur 60 tahun keatas.

Orang tua berusia tiga puluh lima tahun dapat dianggap tua bagi anaknya

dan muda bagi orang tuanya. Orang sehat, aktif brusia 65 tahun mungkin

menganggap usia 75 tahun sebagai permulaan lansia.Ketika usia pensiun

ditentukan pada usia 65 tahun melalui legislasi sosial security pada tahun 1930

– an, maka masyarakat amerika menerima usia 65 tahun sebagai usia yang awal

usia tua. Ini menunjukkan defenisi kronologis usia yang paling sering di pakai

dalam masyarakat. Namun usia fungsional dan fisiologis berbeda dari satu

individu dengan yang lainnya dan karenanya tidak bisa distandarisasi (Hurlock,

2016)

C. Tinjauan Umum Tentang Gaya Hidup

1. Pengetian gaya hidup

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang di ekspresikan

dalam aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan

19
diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya (skinder, 2016). Menurut

Amalia (2016) gaya hidup sehat menggambarkan pola perilaku sehari-hari yang

mengarah pada upaya memelihara kondisi fisik, mental dan social berada dalam

keadaan positif.

Gaya hidup sehat meliputi kebiasaan tidur, makan, pengendalian berat

badan, tidak merokok dan minum-minuman beralkohol, olahraga secara teratur

dan terampil dalam mengelola stress yang di alami. Sejalan dengan pendapat

Amalia, Purnomo (2015) menyebutkan bahwa perilaku sehat (healthy behafior)

adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya

mempertahankan dan meningkatkan kesehatan.

Upaya mencapai gaya hidup yang sehat diperlukan pertahanan yang baik

dengan menghindari kelebihan dan kekurangan yang menyebabkan ketidak

seimbangan yang menurunkan kekebalan dan semua yang mendatangkan

penyakit (Dipro, 2015). Hal ini di dukung oleh pendapat Suheni (2016) yang

menyebutkan bahwa untuk mendapatkan kesehatan yang prima jalan terbaik

adalah merubah gaya hidup yang terlihat dari aktivitasnya dalam menjaga

kesehatan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan gaya hidup adalah pola perilaku individu sehari-hari yang diekspresikan

dalam aktivitas, minat dan opininya untuk mempertahankan hidup sedanhkan

gaya hidup sehat dapat disimpulkan sebagai serangkaian pola perilaku atau

kebiasaan hidup sehari-hari untuk memelihara dan menghasilkan kesehatan,

20
mencegah resiko terjadinya penyakit serta melindungi diri untuk sehat secara

utuh.

2. Pembentukan Gaya Hidup

Secara lebih operasional, menurut skinder (2016) perilaku sehat

mencakup pengetahuan, sikap dan tindakan. Berikut ini penjelasannya :

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tau seseorang

terhadap objek melalui indera yang di milikinya. Sebagian besar

pengetahuan didapatkan dari indera penglihatan dan pendengaran. Terkait

kesehatan, pengetahuan kesehatan meliputi apa yang di ketahui individu

terkait cara-cara memelihara kesehatan, seperti pengetahuan tentang

penyakit menular, pengetahuan tentang factor-faktor yang terkait dana tau

mempengaruhi kesehatan, pengetahuan tentabg fasilitas pelayanan

kesehatan, dan pengetahuan untuk menghindari kesehatan.

b. Sikap

Sikap juga merupakn respon tertuttup seseorang terhadap stimulus atau

objek tertentu, yang sudah melibatakn faktor pendapat dan emosi yang

bersangkutan. Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian

seseorang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan.

Seperti sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular, skap terhadap

faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, sikap tentang fasilitas

pelayanan kesehatan, dan sikap untuk menghindari kecelakaan.

21
c. Tindakan Atau Praktik

Praktik kesehatan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktifitas

olahraga dalam rangka memelihara kesehatan, seperti tindakan terhadap

penyakit menular dan tidak menular, tindakan terhadap factor-faktor yang

terkait dan atau mempengaruhi kesehatan, tindakan tentang fasilitas

pelayanan kesehatan, juga tindakan untuk menghindari kecelakaan.

Ketiga domain tersebut akan di jadikan alat ukur untuk penelitian ini.

Sebagai mana menurut Sjamsuhidjat (2015), untuk pengukuran perilaku

sehat yaitu mencakup kitiga domain di atas. Menurutnya, apa bila perilaku

terbuka di dasari oleh perilaku tertutup jika itu bernilai positif bagi individu

maka perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng. Oleh

karena itu rana adtau domain perilaku di atas akan di kaitkan dengan bentuk-

bentuk perilaku sehat hipertensi. Berdasarkan paparan di atas, perilaku sehat

di kelompokan menjadi perilaku sehat tertutup dan terbuka. Perilaku tertutup

terdiri dari pengetahuan dan sikap. Sementara perilaku terbuka yaitu praktik

atau tindakan. Menurut teori tersebut, dalam berperilaku indifidu dapat

bertindak tanpa disadari oleh pengetahuan dan sikap.

3. Aspek- Aspek Yang Berkaitan Dengan Gaya Hidup

Menurut Amalia (2016), komponen atau aspek-aspek dari gaya hidup

sehat antara lain :

a. Gerak badan, adalah suatu keharusan untuk melatih otot-otot agar tidak

kakudan menjaga stamina tubuh, karena apa yang tidak digunakan tubuh

22
akan tidak berguna dan hilang. Olahraga tidak harus yang berat atau mahal

tetapi secara rutin akan lebih baik

b. Istirahat dan tidur, berguna untuk melemaskan otot-otot setelah beraktivitas

dan juga untuk memenangkan pikiran. Tidur yang cukup di malam hari akan

memulihkan kelelahan sepanjang hari dan siap untuk bekerja esok hari.

c. Mengkonsumsi makanan bergizi, adalah makanan dengan mutu terbaik dan

jumlah minimum serta dimakan dalam waktu yang tepat.

d. Air, adalah yang tidak berwarna, tidak berbau dan bebas digunakan untuk

pemakaian dalam dan luar

e. Udara, dengan menghirup udara segar sangat membantu bagi proses

kesehatan yaitu dengan menhirup dalam-dalam dan melepaskannya pelan-

pelan baik malam dan siang.

f. Sinar matahari sebagai sumber kehidupan akan bermanfaat bila digunakan

sebaik-baiknya. Terlalu banyak terkena sinar matahari akan mengakibatkan

kangker kulit dan terlalu sedikit juga tidak baik bagi kesehatan tubuh

g. Menjaga keseimbangan, tidak menggunakan atau mengkonsumsi sesuatu

secara berlebihan.

h. Menghindari rokok dan minuman keras merupakan upaya penting untuk

terhindar dari penyakit. Telah terbukti bahwa kebiasaan ini mengakibatkan

berbagai penyakit berat yang mengakibatkan kematian, belum lagi kerugian

finansial yang harus ditanggung karena tidak sedikit uang yang harus

dikeluarkan untuk bisa mengonsumsi kedua jenis pemuas itu. Bila hal itu

23
sudah menjadi kebiasaan akan sulit untuk melepaskan kebiasaan buruk

tersebut.

i. Ketenangan pikiran dan emosi, setiap manusia memiliki masalah yang harus

dihadapi dan diselesaikan. Setiap masalah akan terselesaikan dengan baik

apabila dihadapi dengan pikiran tenang dan emosi yang terkendali

j. Percaya pada kuasah ilahi dapat meningkatkan tekat untuk selalu berbuat

yang positif dan terbaik. Hal ini juga didukung oleh Guan (2016), gaya

hidup sehat dapat di ungkapkan hanya dengan 4 kalimat yaitu makan yang

pantas, berolahraga dengan takaran yang pas, berhenti merokok dan

menghindari alcohol, mental batin tenang serta menjaga keseimbangan.

Makanan tidak hanya dilihat dari kadar gizinya tetapi juga takaranya. Guhan

berpendapat bahwa untuk mengetahui takaran yang pasti setiap orang adalah

70% sampai 80%. Ini berarti bahwa proses makan berhenti ketika perut

masih dalam keadaan lapar. Selain itu Purnomo (2015) juga menyebutkan

beberapa aspek dari perilaku sehat (healthy behafior) antara lain :

1) Makanan dengan menu seimbang (appropriate diat), mencakup pola

makan sehari-hari yang memenuhi kebutuhan nutrisi yang memenuhi

kebututan tubuh baik menurut jumlahnya (kuantitas) maupun jenisnya

(kualitas).

2) Olahraga teratur, mencakup kualitas (gerakan) dan kuantitas dalam arti

frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga. Kedua aspek ini

tergantung dari usia dan status kesehatan yang bersangkutan.

24
3) Tidak merokok dan tidak mengkonsumsib alcohol serta tidak

menggunakan narkoba.

4) Istirahat yang cukup berguna untuk menjaga kesehatan fisik dan mental.

Istirahat yang cukup adalah kebutuhan dasar manusia untuk

mempertahankan kesehatanya

5) Pengendalian manejemen stress, stress tidak dapat dihindari oleh

siapapun namun hanya dapat dilakukan adalah mengatasi,

mengendalikan atau mengelola stress tersebut agar tidak mengakibatkan

gangguan kesehatan baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental

(rohani)

6) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif untuk kesehatan, mencakup

keseluruhan tindakan atau perilaku seseorang agar dapat terhindar dari

berbagai macam penyakit dan masalah kesehatan termasuk perilaku

untuk meningkatkan kesehatan misalnya tidak berganti-ganti pasangan

dalam hubungan sex serta penyesuaian diri dengan lingkungan yang

baik. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa gaya

hidup sehat atau perilaku sehat terdiri dari serangkaian aktivitas dan

sarana yaitu makanan dengan gizi seimbang. Istirahat yang cukup,

olahraga maupun gerak fisik secara rutin, menghindari kebiasaan tidak

sehat seperti merokok, minum-minuman keras, penggunaan narkoba,

dan tidak berganti-gati pasangan dalam hubungan sex, kesehatan psikis

serta aspek pendukung berupa air bersih, udara segar dan sinar matahari.

25
D. Kerangka konsep

Usia
Benign
Prostaktic
Gaya Hidup
Hyperplaksia

Gambar 2.1 kerangka konsep

Keterangan

: Variabel Independent
: Variabel Dependent
: Hubungan

E. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

penelitian berdasarkan teori yang ada hipotesis yang muncul adalah :

Ha : Ada hubungan antara Usia dengan Benign Prostaktic Hyperplaksia di RSUD

dr. M. Haulussy Ambon

Ho : Tidak ada hubungan antara Usia dengan Benign Prostaktic Hyperplaksia di

RSUD dr. M. Haulussy Ambon

Ha : Ada hubungan antara Gaya hidup dengan Benign Prostaktic Hyperplaksia di

RSUD dr. M. Haulussy Ambon

Ho : Tidak ada hubungan antara Gaya hidup dengan Benign Prostaktic Hyperplaksia

di RSUD dr. M. Haulussy Ambon

26
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskritif korelasi dengan pendekatan

cross sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara

variabel dependen dan independen serta mengumpulkan data dilakukan sekaligus

pada waktu yang bersamaan, (Notoadmodjo, 2015).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di RSUD dr M Haulussy Ambon

2. Waktu Penelitian

27
Penelitian ini akan direncanakan pada bulan Agustus sampai September

2020.

C. Populas dan sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien BPH di runag bedah laki

RSUD dr M Haulussy Ambon yang berjumlah 30 orang .

2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik non probability

sampling yaitu sampel jenuh atau sering disebut total sampling. Menurut

Sugiyono, (2013), sampel jenuh yaitu teknik penentuan sampel dengan cara

mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel. Jadi

sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien BPH di ruang bedah laki

RSUD dr M Haulussy Ambon 2020 yang berjumlah 30 orang.

D. Variabel Penelitian

1. Variable Bebas (Independent Variabel)

Merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbul variabel dependen, (Sugiyono, 2013). Dalam

penelitian ini variabel independennya adalah usia dan gaya hidup

2. Variabel Terikat (Dependen)

Merupakan variabel yang dipengaruhi atau akibat karena adanya variabel

bebas (Sugiyono, 2013) Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah

Benign Prostat Hiperplasia (BPH).

28
E. Defenisi Operasional

Agar variable penelitian dapat di ukur, defenisi operasional di jelaskan sebagai berikut :

No Variabel Devenisi Operasional Alat Hasil Ukur Skala


Ukur
Variabel Independen
1 Usia Rentang kehidupan yang diukur dengan Kuesioner 1. < 50 Tahun : tidak Ordinal
tahun. beresiko
2. > 50 Tahun :
beresiko
2 Gaya Hidup Gaya hidup adalah pola hidup responden Kuesioner 1. Baik : > 5 Ordinal
yang diekspresikan dalam aktivitas, minat 2. Kurang baik : < 5
dan opininya meliputi aktivitas fisik, pola
diet makanan, tidak merokok, minuman
beralkohol, olahraga dan kebiasaan aktivitas
seksual
Variabel Dependen
3 BPH Pembesaran kelenjar prostat yang ditandai Kuesioner 1. Ringan : 0-7 Ordinal
dengan gejala selalu ingin berkemih 2. Sedang : 8-19
terutama pada malam hari, inkontinensia
urine, sulit mengeluarkan urine, aliran urine
tersendat-sendat, mengeluarkan urin yang
disertai darah, merasa tidak tuntas setelah
berkemih

30
F. Instrumen Penelitian

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner

adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan

seperangkat pernyataan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk di jawab

secara rinci koesioner dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Koesioner A

Kuesioner A digunakan untuk mengukur karakteristik responden yakni umur

responden, riwayat BPH, pendidikan dan pekerjaan. Kuesioner ini merupakan

kuesioner tertutup dimana responden memberikan jawaban pada kolom yang

tersedia

b. Kuesioner B

Kuesioner B digunakan untuk mengukur gaya hidup yang terdiri dari 12 item

pertanyaan terkait dengan aktivitas fisik, pola diet, aktivitas seksual dan

kebiasaan merokok. Kuesioner yang digunakan ini menggunakan skala guttman

yang memiliki pilihan jawaban YA dan TIDAK jika responden memilih YA,

maka peneliti memberi nilai 1. Sedangkan jika responden memilih TIDAK maka

peneliti memberikan nilai 0. Nilai validitas 0,499-0,813 dan nilai reabilitas 0,90.

Kuesioner ini penulis adopsi dari peneliti sebelumnya yaitu Suheni Y. (2017).

c. Kuesioner C digunakan untuk mengukur variable BPH yang terdiri dari item

pertanyaan dengan 5 alternatif jawaban yaitu tidak pernah (0), < sekali dari 5

kali kejadian (1), kurang dari separuh kejadian (2) kurang lebih dari separuh

kejadian (3), lebih dari separuh dari kejadian (4), hampir selalu (5). Kuesioner

ini telah teruji dan memiliki nilai validitas 0,352-0,62 dan memiliki nilai

31
reabilitas sebesar 0,83. Kuesioner ini peneliti adopsi dari peneliti sebelumnya

yaitu Suheni Y. (2017). Variable pasien BPH terdiri dari 3 kategori yaitu ringan

0-7, sedang 8-19 berat 20-35

G. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan pada subyek dan

proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2014). Pada penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian

dengan alat pengukuran atau alat pengambilan data, langsung pada subjek

sebagai sumber informasi yang dicari dalam penelitian ini data primer diperoleh

dari kuisioner dengan responden yaitu pasien BPH di ruang bedah laki dr M

Haulussy Ambon untuk mendapatkan data tentang usia riwayat keluarga dan

gaya hidup Pasien BPH.

2. Data Sekunder

Data sekundera dalah data yang pengumpulannya tidak langsung diperoleh

sendiri oleh peneliti tetapi di peroleh dari institusi atau pihak lain yang dapat di

percaya, seperti bagian data rekam medic Rsud Dr M Haulussi Anbon.

H. Pengolahan data

1. Editing

Editing adalah penyuntingan data di mulai pada saat peneliti yakni

memeriksa semua kuesioner yang telah diisi, mengenai kekurangan pengesian.

32
Selanjutnya selesai pelaksanaan penelitian dilaporkan dan dilakukan pengolahan

data

2. Coading

Coading atau pengkodean adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengisi

daftar kode yang telah di sediakan pada kuesioner sesuai dengan jawaban yang

diisi dari laporan.

3. Tabulasi

Tabulasi yaitu membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian atau

yang diinginkan oleh peneliti.

4. Memasukkan data (Data Entry)

Adalah mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode atau kartu kode

sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan

I. Analisa Data

Analisa data adalah suatu kegiatan yang dilakukan setelah data dari seluruh

responden atau sumber data terkumpul,jenis analisa data yang digunakan dalam

penelitian ini antara lain :

1. Analisa Univariat

Analisa univariat digunakan untuk menjabarkan secara deskriptif mengenai

distribusi frekuensi proporsi masing-masing variabel yang diteliti, baik variable

independen maupun dependen. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan

atau mendiskripsikan karekteristik setiap variable penelitian. (Arikunto, 2017).

2. Analisa Bivariat

33
Analisa bivariat digunakan untuk menguji hipotesis dengan menentukan

hubungan variable independen dan variable dependen. Analisis ini dilakukan

dengan menggunakan ujistatistik Fisher Exact Test pada tingkat kepercayaan

95% (α = 0,05), sehingga apabila di temukan hasil analisis statistic P ≤ 0.05

maka variable tersebut dinyatakan berhubungan secara signifikan. (Arikunto,

2017).

J. Etika Penelitian

Menurut Notoadmodjo (2015) dalam melakukan penelitian, peneliti perlu

membawa rekomendasi dari institusi untuk pihak lain dengan cara mengajukan

permohonan izin kepada institusi lembaga tempat penelitian yang diajukan oleh

peneliti. Setelah mendapat persetujuan, barulah peneliti dapat melakukan penelitian

dengan mengedepankan masalah etika yang meliputi :

1. Persetujan (Informed Consent)

Informend Consent merupakan persetujuan antara peneliti dan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.Sebelum melakukan

penelitian, peneliti memberikan penjelasan kepada responden dan meminta

persetujuan responden terlebih dahulu.

2. Tanpa Nama (Anomity)

Setiap responden dijaga kerahasiaan atas informasi yang diberikan. Peneliti

tidak mencantumkan nama responden tetapi pada lembar tersebut diberi kode.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok

data tertentu dilaporkan sebagai hasil penelitian.

34
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, R. (2017). Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak:


studi kasus di RS dr. Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung
Semarang. Thesis Epidemiologi: Undip.

Amalia, Rizki. (2017) Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat 19


Jinak. Semarang. Universitas Diponegoro..

Anonim. (2015) Pembesaran Prostat Jinak, Gangguan Kesehatan Lelaki Usia Di


Atas 50 Tahun. 2003. www.sinarharapan.co.id. Diakses 17 Juli
Sjamsuhidajat, de jong. Buku ajar ilmu bedah ed.3. EGC. Jakarta. 2013.

Chughthitai, et al. (2016). Benign Prostatic Hyperplasia. Nature Reviews


Diseaseprimers, : [online journal] [di unduh 30 janiari 2020]. Tersedia
dari : http://www.nature.com/articles/nrdp 2016 31.

Chughthitai, B. et al. (2016) Role Of Inflammation In Benign Prostatic


Hyperplasia. Reviews in urology.13(3) :47-50

Guan, Y. (2016). A Literature Reviews : Current Issues Inlistening Strategy


Research and Instruction On ESL Adult Learnes. International journal of
teaching, education, and language learning, 2 (1), hlm. 32-70.

Dipro, j.t., wels B.G., schwighammer T. L. and DiPro .C.V. Pharmacotherapy


Handbook, Ninth Edit., McGrauw-Hill E companies, Inggris.

Notoatmodjo, S. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka cipta

35
Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan pendekatan
Praktisedisi. 4. Jakarta: Salemba Medika

Riset Kesehatan Dasar. (2018). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia

Departemen kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Departemen


Kesehatan., RI., 2016

World Health Organization. Benign Prostatic Hyperplasia. In Reproduction


Health and Research, Editor. Geneva; WHO 2015.

Kwon, M., (2013). Benign Prostatic Hyperplasia. Plus one journal, Vol 8, issue
12, e83558.

Foster CS (2016). Pathology of Benign prostatic hyperplasia. Prostate.


45(Suppl).

Nursalam, (2015). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba medical

Kidingallo, Y. (2016). Kesesuaian Ultrassono Grafi Transabdominal Dan


Transrektal Pada Penentuan Karakteeristik Pembesaran Prostat. JST
Kesehatan. 1(2):158-164

Purnomo, (2015). Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto

Rasyidi, (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Benign Prostatic


Hyperplasia Di Ruang Rawat Inap RS Ibnu Sina Makasar. VOL 2.

Sumardi, (2017). Prevalence Of Urinari Incontinence, Risk Factor and Its


Impact: Multi Fariate Analysis From Indonesian Nationwide Survey. Acta
Med Indones J Intern Med. 46 (3): 175-182

Hurlock B, (2016). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan . Jakarta. Erlangga

36
37
LAMPIRAN
KUESIONER
“ Hubungan Usia Dan Gaya Hidup Dengan Kejadian Benign Prostaktic
Hyperplasia Di RSUD Dr M Haulussy Ambon”

Kode Responden

Diisi oleh peneliti


Petujunjuk Pengisian
Bapak/ibu/saudara/ri untuk mengisi kosioner ini dengan cara mengisi titik pada
kolom yang telah tersedia.
A. Identitas Responden

Nama : .............................................................
Tempat Tanggal Lahir : .............................................................
Usia : .............................................................
Agama : .............................................................
Pekerjaan : .............................................................

B. Gaya Hidup

Petunjuk Pengisisan :
1) Bacalah dengan teliti setiap pertanyaan sebelum anda menjawab
masing-masing pertanyaan
2) Jawablah setiap pertanyaan dengan memberikan TANDA
checklist (√) pada kolom yang jika sesuai dan tidak jika tidak
sesuai.

1. Aktivitas Fisik

N
Pertanyaan Ya Tidak
o
1 0
1 Apakah anda melakukan kegiatan olahraga
setiap hari ?
2 Apakah anda melakukan olahraga ≥ 30menit
dalam sehari (senam aerobic, bersepeda,
jogging, dan lain-lain, sebutkan)
3 Apakah anda melakukan kegiatan/aktifas

32
sehari-hari melakukan pekerjaan rumah,
mencuci, membersihkan rumah, bekerja
dikantor, mengajar , dan lain-lain ( sebutkan) ≥
30menit dalam sehari ?

2. Pola Diet

N
Pertanyaan Ya Tidak
o
1 0
1 Apakah anda makan daging <3 kali dalam
seminggu
2 Apakah anda makan makanan berlemak
t9inggi (misalnya bersantan,jereoan) < 3 kali
dealam seminggu ?
3 Apakah anda makan makanan gorengan < 3
kali dalam seminggu ?
4 Apakah anda makan makanan diluar rumah
(cepat saji) < 3 kali dalam seminggu ?
5 Apakah anda makan buah-buahan ≥ 3 kali
dalam seminggu ?

3. Aktivitsd Seksual

No Pertanyaan Ya Tidak
1 0
Apakah anda sering melakukan hubumgan
1
intim dengan pasangan ?
Apakah anda melakukan hubungan intim < 5
2
kali dalam seminggu ?

4. Kebiasaan Merokok

No Pertanyaan Ya Tidak
1 0
1 Apakah anda merokok ?
Apakah anda menghisap rokok > 10 batang
2
dalam sehari ?

C. Kejadian Benign Prostaktick Hyperplasia (BPH)

33
Petujunjuk Pengisian :
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan mengisi jawaban pada tempat
yang disediakan, dengan cara pemberian skor ( 0-5) sesuai dengan
pertanyaan yang ada pada kolom yang telah disediakan
Dalam I bulan Kurang Kurang Kurang Lebih dari S
terakhir ini Tidak sekali dari dari lebih separuh Hampir k
seringkah pernah 5 kali separuh separuh dari dari selalu o
anda : kejadian kejadian kejadian kejadian r
Merasakan 0 1 2 3 4 5
masih
terdapat sisa
urin sehabis
BAK
Harus BAK 0 1 2 3 4 5
lagi padahal
velum ada
setengah jam
yang lalu
anda baru
saja BAK
Harus 0 1 2 3 4 5
berhenti ada
saat BAK dan
segera BAK
lagi dan hal
ini dilakukan
berkali-kali?
Tidak dapat 0 1 2 3 4 5
menahan
keinginan
untuk BAK
Harus 0 1 2 3 4 5
mengenjan
dalam
memulai
Kencing
Dari satu 0 1 2 3 4 5
bulan terakhir
kali ini
beberapa kali
anda
terbangun
dari tidur
malam untuk
BAK

34
Total Skor

Kualitas
Hidup Antara Sangat
Sangat Tidak Buruk
Sehubung Senang Puas Puas Dan Tidak
Senang Bahagia Sekali
Dengan Tidak Puas Puas
Gejala Diatas
Dengan
keluhan
seperti ini
bagaimana
anda
menikmati
hidup ini

35
36
37
38

Anda mungkin juga menyukai