A. PENDAHULUAN
Sistem reproduksi adalah sistem yang berfungsi untuk berkembang biak.
Terdiri dari testis, ovarium dan bagian alat kelamin lainnya. Reproduksi atau
perkembangbiakan merupakan bagian dari ilmu faal (fisiologi). Reproduksi secara
fisiologis tidak vital bagi kehidupan individual dan meskipun siklus reproduksi suatu
manusia berhenti, manusia tersebut masih dapat bertahan hidup, sebagai contoh manusia
yang dilakukan vasektomi pada organ reproduksinya (testes atau ovarium) atau mencapai
menopause dan andropouse tidak akan mati. Pada umumnya reproduksi baru dapat
berlangsung setelah manusia tersebut mencapai masa pubertas atau dewasa kelamin, dan
hal ini diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin dan hormon yang dihasilkan dalam tubuh
manusia.
Reproduksi merupakan bagian dari proses tubuh yang bertanggung jawab
terhadap kelangsungan suatu generasi. Untuk kehidupan makhluk hidup reproduksi tidak
bersifat vital artinya tanpa adanya proses reproduksi makhluk hidup tidak mati. Akan
tetapi bila makhluk tidup tidak dapat bereproduksi maka kelangsungan generasi makhluk
hidup tersebut terancam dan punah, karena tidak dapat dihasilkan keturunan (anak) yang
merupakan sarana untuk melanjutkan generasi. Pada bab ini akan membahas mengenai
organ penyusun sistem reproduksi laki-laki dan wanita, hormon yang mempengaruhi
sistem reproduksi, gametogenesis pada laki-laki dan wanita, siklus menstruasi, fertilisasi,
gestasi, partus, terjadinya bayi kembar, laktasi, gangguan sistem reproduksi, dan metode
kontrasepsi.
(a) (b)
Gambar 1. Organ Reproduksi Laki-Laki; (a) tampak samping dan (b) tampak depan
(a) (b)
Gambar 2. Organ Reproduksi Wanita: (a) tampak samping dan (b) tampak depan
Gambar 3. Spermatogenesis
Sperma terdiri dari kepala dan ekor sperma. Kepala sperma terdiri atas sel
berinti tebal dengan hanya sedikit sitoplasma. Pada bagian membran permukaan di
ujung kepala sperma terdapat selubung tebal yang disebut akrosom. Akrosom
mengandung enzim hialuronidae dan proteinase. Enzim ini berfungsi untuk
menembus lapisan pelindung ovum. Pada ekor sperma terdapat badan sperma yang
terletak di bagian tengah sperma. Badan sperma banyak mengandung mitokondria
yang berfungi sebagai penghasil energi untuk pergerakan sperma.
Gambar 5. Oogenesis
E. SIKLUS MENSTRUASI
Menstruasi atau haid adalah pendarahan secara periodik dan siklik dari uterus yang
disertai pelepasan endometrium. Menstruasi terjadi jika ovum tidak dibuahi oleh sperma.
Siklus menstruasi sekitar 28 hari. Pelepasan ovum yang berupa oosit sekunder dari
ovarium disebut ovulasi. Ovulsi terjadi pada pertengahan siklus menstruasi, yaitu hari ke-
14 terhitung sejak hari pertama menstruasi. Siklus menstruasi dikelompokkan menjadi
empat fase, yaitu:
1. Fase menstruasi
Fase menstruasi terjadi bila ovum tidak dibuahi oleh sperma, sehingga korpus luteum
akan menghentikan produksi hormon estrogen dan progesteron. Turunnya kadar
estrogen dan progesteron menyebabkan lepasnya ovum dari dinding uterus yang
menebal (endometrium). Lepasnya ovum tersebut menyebabkan endometrium sobek
atau meluruh, sehingga dindingnya menjadi tipis. Peluruhan pada endometrium yang
mengandung pembuluh darah menyebabkan terjadinya pendarahan pada fase
menstruasi. Pendarahan ini biasanya berlangsung selama lima hari. Voume darah
yang dikeluarkan rata-rata sekitar 50 ml.
2. Fase pra-ovulasi
Fase pra-ovulasi merupakan akhir siklus menstruasi. Pada fase ini, kelenjar
hipotalamus mengeuarkan hormon GnRH yang merangsang hipofisis untuk
mengeluarkan FSH. Adanya FSH merangsang pembentukan folikel primer di dalam
ovarium yang mengelilingi satu oosit primer. Folikel primer dan oosit primer akan
tumbuh sampai hari ke-14 hingga folikel menjadi matang yang disebut folikel de
Graaf dengan ovum di dalamnya. Selama pertumbuhannya, folikel juga melepaskan
hormon estrogen. Adanya estrogen menyebabkan pembentukan kembali (proliferasi)
sel-sel penyusun dinding dalam uterus atau endometrium. Peningkatan konsentrasi
estrogen selama pertumbuhan folikel juga mempengaruhi serviks untuk mengeluarkan
lendir yang bersifat basa. Lendir yang bersifat basa berguna untuk menetralkan sifat
asam pada serviks agar lebih mendukung lingkungan hidup sperma.
3. Fase ovulasi
Fase ovulasi umumnya terjadi pada hari ke-14 terhitung sejak hari pertama
menstruasi. Pada saat mendekati fase ovulasi, terjadi perubahan produksi hormon.
Peningkatan kadar estrogen selama fase pra-ovulasi menyebabkan reaksi umpan balik
negatif atau penghambatan terhadap pelepasan FSH lebih lanjut dari hipofisis.
Penurunan konsentrasi FSH menyebabkan hipofisis melepaskan LH yang merangsang
pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf. Pada saat inilah disebut ovulasi, yaitu
saat terjadi pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf dan siap dibuahi oleh
sperma.
4. Fase pasca-ovulasi
Fase pasca-ovulasi ini berlangsung dari hari ke-15 sampai hari ke-28. Pada fase ini,
folikel de Graaf yang ditinggalkan oleh oosit sekunder krena pengaruh LH dan FSH
akan berkerut dan berubah menjadi korpus luteum. Korpus lutem tetap memproduksi
estrogen (namun tidak sebanyak folikel de Graaf memproduksi estrogen) dan hormon
lainnya, yaitu progesteron yang akan mendukung kerja esterogen dengan menebalkan
dinding dalam uterus (endometrium) dan menumbuhkan pembuluh-pembuluh darah
pada endometrium. Progesteron juga merangsang sekresi lendir pada vagina dan
pertumbuhan kelenjar susu pada payudara. Keseluruhan fungsi progesteron (juga
esterogen) tersebut berguna untuk menyiapkan penanaman (implantasi) zigot pada
uterus bila terjadi pembuahan atau kehamilan. Namun, bila sekitar hari ke-26 tidak
terjadi pembuahan, korpus luteum akan berubah menjadi korpus albikan yang
memiliki kemampuan produksi estrogen dan progesteron yang rendah sehingga
konsentrasi estrogen dan progesteron akan menurun. Pada kondisi ini, hiofisis
menjadi aktif untuk melepaskan FSH, dan selanjutnya LH, sehingga fase pasca-
ovulasi akan bersambung kembali dengan fase menstruasi berikutnya.
F. FERTILISASI
Fertilisasi atau pembuahan terjadi saat oosit sekunder yang mengandung ovum
dibuahi oleh sperma. Fertilisasi umumnya terjadi setelah oosit sekunder memasuki
oviduk. Namun, sebelum sperma dapat memasuki oosit sekunder, pertama-tama sperma
harus menembus berlapis-lapis sel granulosa yang melekat di sisi luar oosit sekunder
yang disebut korona radiata. Lalu sperma juga harus menembus lapisan sesudah korona
radiata, yaitu zona pelusida yang merupakan lapisan di sebelah dalam korona radiata,
berupa glikoprotein yang membungkus oosit sekunder. Sperma dapat menembus oosit
sekunder karena sperma dan oosit sekunder saling mengeuarkan enzim atau senyawa
tertentu, sehingga terjadi aktivitas yang saling mendukung. Pada sperma, bagian akrosom
mengeluarkan hialuronidase, akrosin, dan antifertilizin. Hialuronidase merupakan enzim
yang dapat melarutkan senyawa hialuronid pada korona radiata. Akrosin merupakan
protease yang dapat menghancurkan glikoprotein pada zona pelusida. Sedangkan,
antifertilizin merupakan antigen terhadap oosit sekunder sehingga sperma dapat melekat
pada oosit sekunder. Oosit sekunder juga mengeluarkan senyawa fertilizin, yang tersusun
dari glikoprotein dengan fungsi mengaktifkan sperma agar dapat bergerak lebih cepat,
menarik sperma secara kemotaksis positif, dan mengumpulkan sperma di sekililing oosit
sekunder. Pada saat satu sperma menembus oosit sekunder, sel-sel granulosit di bagian
korteks oosit sekunder mengeluarkan senyawa tertentu yang menyebabkan zona pelusida
tidak dapat ditembus oleh sperma lainnya. Adanya penetrasi sperma juga merangsang
penyelesaian meiosis II pada inti oosit sekunder, sehingga dari seluruh prposes meiosis I
sampai penyelesaian meiosis II dihasilkan tiga badan polar dan satu ovum yang disebut
inti oosit sekunder. Setelah sperma memasuki oosit sekunder, inti (nukleus) pada kepala
sperma akan membesar. Sedangkan, ekor sperma akan berdegenerasi. Lalu inti sperma
yang haploid (n) dengan ovum yang haploid (n) akan bersatu menghasilkan zigot yang
bersifat diploid (2n).
G. GESTASI
Setelah terjadinya fertilisasi, berlanjut ke masa gestasi (kehamilan), yaitu
perkembangan embrio menjadi janin hingga kelahiran bayi. Gestasi berlangsung selama
266 hari (38 minggu) dari waktu fertilisasi hingga kelahiran. Pada dua minggu pertama
setelah fertilisasi, zigot akan mengalami pembelahan secara mitosis menjadi 2 sel, 4 sel, 8
sel, 16 sel, lalu menjadi 32 sel (morula). Morula ini merupakan sekelompok sel yag sama
besarnya denngan bentuk seperti buah arbei. Morula akan terus membelah sampai
terbentuk blastosit. Tahap ini disebut blastula dengan rongga di dalamnya dengan rongga
di dalamnya yang disebut blastosoel. Blastosit terdiri dari sel-sel bagian luar dan bagian
dalam.
Gambar 9. Pembelahan Zigot Hasil Fertilisasi untuk Proses Implantasi
Sel-sel bagian luar blastosit merupakan sel-sel trofoblas yang akan membentuk
implantasi blastosit pada uterus. Sel-sel trofoblas membentuk tonjolan-tonjolan ke arah
endometrium yang berfungsi sebagai kait. Sel-sel trofoblas juga mensekresikan enzim
proteolitik yang berfungsi untuk mencerna serta mencairkan sel-sel endometrium. Cairan
dan nutrien tersebut kemudian dilepaskan dan ditranspor secara aktif oleh sel-sel trofoblas
agar zigot berkembang lebih lanjut. Kemudian, trofoblas beserta sel-sel lain di bawahnya
akan membelah (berpoliferasi) dengan cepat membentuk plasenta dan membran yang
membungkus embrio. Plasenta berfungsi sebagai sistem pencernaan, pernafasan, dan
ekskresi bagi janin.
Embrio dilindungi oleh beberapa membran, yaitu:
1. Amnion
Amnion merupakan membran yang langsung melingkupi embrio dalam suatu ruang
yang berisi cairan amnion (ketuban). Amnion berfungsi untuk melindungi embrio dari
guncangan, perubahan suhu, dan memungkinkan bayi bergerak bebas.
2. Sakus vitelinus
Sakus vitelinus (kantung kuning telur) merupakan membran berbentuk kanting yang
pertama kali dibentuk dari perluasan lapisan endoderm (lapisan terdalam pada
blastosit). Sakus vitelinus berfungsi sebagai organ pencernaan dan pernafasan awal,
membentuk sel-sel darah dan pembuluh darah, serta pertumbuhan gonad primitif
embrio.
3. Korion
Korion merupakan membran terluar yang tumbuh melingkupi embrio. Korion
membentuk jonjot-jonjot di dalam endometrium (vili korion). Vili korion berisi
pembuluh darah embrio yang berhubungan dengan pembuluh darah ibu yang banyak
terdapat di dalam endometrium uterus. Korion dengan jaringan endometrium uterus
membentuk plasenta, yang merupakan organ pemberi nutrisi bagi embrio.
4. Alantois
Alantois merupaka membran pembentuk tali pusar (ari-ari). Tali pusar
menghubungkan embrio dengan plasenta pada endometrium uterus ibu. Di dalam
alantois terdapat pembuluh darah yang menyalurkan zat-zat makanan dan oksigen dari
ibu, serta mengeluarkan sisa metabolisme, seperti karbondioksida dan urea untuk
dibuang oleh ibu.
J. LAKTASI
Laktasi merupakan proses produksi, sekresi dan pengeluaran ASI (air susu ibu).
Kelangsungan bayi yang baru lahir bergantung pada persediaaan susu dari ibu. Produksi
air susu (laktasi) berasal dari sepasang kelenjar susu (payudara) ibu. Sebelum kehamilan,
payudara hanya terdiri dari jaringan adiposa (jaringan lemak) serta suatu sistem berupa
kelenjar susu dan saluran-saluran kelenjar duktuskelenjar yang belum berkembang. Pada
masa kehamilan, pertumbuhan awal kelenjar susu dirancang oleh mammotropin.
Mammotropin merupakan hormon yang dihasilkan oleh hipofisis ibu dan plasenta janin.
Selain mammotropin, ada juga sejumlah besar estrogen dan progesteron yang dikeluarkan
oleh plasenta, sehingga sistem saluran-saluran kelenjar payudara tumbuh dan bercabang.
Secara bersamaan, kelenjar payudara dan jaringan lemak di sekitarnya juga bertambah
besar. Walaupun estrogen dan progesteron penting untuk perkembangan fisikkelenjar
payudara selama kehamilan, pengaruh khusus dari kedua hormon ini adlah untuk
mencegah sekresi dari air susu. Sebaliknya, hormon prolaktin mempunyai efek yang
berlawanan, yaitu meningkatkan sekresi air susu. Hormon ini disekresikan oleh kelenjar
hipofisis ibu dan konsentrasinya dalam darah ibu meningkat dari minggu kelima
kehamilan sampai kelahiran bayi. Selain itu, plasenta mensekresi sejumlah besar
somatomamotropin korion manusia, yang juga memiliki sifat laktogenik ringan, sehingga
menyokong prolaktin dari hipofisis ibu.
(a) (b)
Gambar 13. Kondisi Payudara: (a) Sebelum Kehamilan dan (b) Setelah Kehamilan
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan tunggal yang mampu memenuhi
kebutuhan bayi untuk tumbuh selama enam bulan pertama kehidupannya. Berdasarkan
waktu produksinya, ASI digolongkan dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Kolostrum (susu awal)
Kolostrum adalah susu yang dihasilkan pada tahap akhir kehamilan dan beberapa
hari setelah kelahiran. Kolostrum ini berwarna kekuningan dan kental karena banyak
mengandung vitamin A, protein dan zat kekebalan yang penting untuk melindungi
bayi dari penyakit.
2. ASI transis (peralihan)
ASI transis adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum menjadi
matag. Biasanya diproduksi pada hari ke 4-10 setelah kelahiran. Kandungan protein
akan makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak semakin tinggi.
3. ASI mature (matang)
ASI mature adalah asi yang dikeluarkan setelah hari ke- 14 dan seterusnya
dengan komposisi relatif tetap. Komposisi zat utama dalam ASI adalah laktosa,
lemak, oligosakarida, dan protein.
Memberi ASI pada bayi mendatangkan keuntungan, baik bagi ibu maupun bayi.
1. Keuntungan pemberian ASI bagi bayi
Mudah dicerna dan mengandung nutrisi yang optimal secara kuantitas dan
kualitas. ASI mengandung air, lemak trigliserida, laktosa (gula susu), sejumlah
protein, vitamin, mineral kalsium, dan fosfor.
Meningkatkan daya tahan tubuh. Kolostrum (susu yang dihasilkan pada tahap
akhir kehamilan dan beberapa hari setelah setelah kelahiran) sangat baik untuk
bayi karena mengandung sel darah putih dan antibodi yang tinggi, terutama
imunoglobulin A (Ig A) yang dapat melindungi usus dari infeksi serta mencegah
alergi makanan. Kolostrum agak kental dan berwarna kekuningan.
Meningkatkan kecerdasan bayi. ASI mengandung zat gizi DHA (docosa
hexaonic acid) dan AA (arachinodic acid) untuk menunjang pertumbuhan otak
dan sistem penglihatan (retina); laktosa untuk pertumbuhan otak; kolesterol untuk
pembentukan mielin jaringan saraf; taurin untuk mengatur detak jantung,
menstabilkan membran sel, dan memelihara sel-sel otak; kolin untuk
meningkatkan daya ingat; serta mengandung lebih dari 100 macam enzim.
Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan anak. Anak akan merasa nyaman
dalam pelukan ibu.
2. Keuntungan pemberian ASI bagi ibu
Berat badan cepat kembali normal setelah hamil dan melahirkan.
Merangsang uterus untuk kembali ke bentuk semua (involusi).
Sebagai kontrasepsi ilmiah, karena menyusui cenderung mencegah ovulasi.
Mengurangi resiko kanker payudara, kanker ovarium, kanker rahim, osteoporosis,
dan artritis.
Mengurangi stres dan gelisah.
Menghemat pengeluaran keuangan keluarga.