penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai kegiatan bio-seluler, bio-
kimia terjadi berkesinambungan. Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya
bahan kimia sebagai substansi mediator didaerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada
proses penyembuhan luka. Besarnya perbedaan mengenai penelitian dasar mekanisme penyembuhan
luka dan aplikasi klinik saat ini telah dapat diperkecil dengan pemahamam dan penelitian yang
berhubungan dengan proses penyembuhan luka dan pemakaian bahan pengobatan yang telah berhasil
memberikan kesembuhan.
Penyembuhan luka melibatkan integrasi proses fisiologis. Sifat penyembuhan pada semua luka sama,
dengan variasinya bergantung pada lokasi, keparahan, dan luasnya cedera. Kemampuan sel dan jaringan
melakukan regenerasi atau kembali ke struktur normal melalui pertumbuhan sel juga mempengaruhi
penyembuhan luka. Sel hati, tubulus ginjal dan neuron pada sistem saraf pusat mengalami regenerasi
yang lambat atau tidak bergenerasi sama sekali (sumber:Fundamental of nursing II).
Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan “yang
dikarakteristikan dengan lima tanda utama : bengkak (swealling), kemerahan ( redness ), panas ( heat ),
nyeri (pain ), dan kerusakan fungsi ( impaired function ). Proses penyembuhan mencakup beberapa fase:
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada
jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area
luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan.
Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi
sebagai homeostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka ( clot ) dan juga mengeluarkan
“substansi vasokonstriksi “ yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya
terjadi penempelan endotel yang akan mentup pembuluh darah. Periode ini berlangsun g 5-10 menit
dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensori (lokal sensory nerve
ending ), local reflex action dan adanya substansi vasodilator ( histamine, bradikinin, serotonin, dan
sitokinin ). Histamin juga menyebabkan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma keluar dari
pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan, dan keadaan
lingkungan tersebut menjadi asidosis. Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat
pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau ke-4.
2. Fase Proliferatif
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan
ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung
jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses
reonstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat
jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan
aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang ( proliferasi )
serta mengeluarkan beberapa substansi ( kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin, dan
proteoglycans) yang berperan dalam membangun ( rekontruksi ) jaringan baru. Fungsi kolagen yang
lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru dan dengan dikeluarkannya substrat oleh
fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai
kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka . sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertananm
didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan “granulasi” .
Fase profileferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses
kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.
3. Fase Destruktif
Fase destruktif merupakan fase pembersihan jaringan yang mati dan yang mengalami devitalisasi oleh
leukosit polimorfonuklear dan makrofag. Pembersihan terhadap jaringan mati yang mengalami
devitalisasi dan bakteri oleh polimorf dan makrofag. Polimorf menelan dan menghancurkan bakteri.
Tingkat aktivitas polimorf yang tinggi hidupnya singkat saja dan penyembuhan dapat berjalan terus
tanpa keberadaan sel tersebut. Meski demikian, penyembuhan berhenti bila makrofag mengalami
deaktivasi. Sel-sel tersebut tidak hanya mampu menghancurkan bakteri dan mengeluarkan jaringan yang
mengalami divitalisasi serta fibrin yang berlebihan, tetapi juga mampu merangsang pembentukkan
fibroblas, yang melakukan sintesa struktur protein kolagen dan menghasilkan sebuah faktor yang dapat
merangsang angiogenesis (Fase III).
4. Fase maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan
dari fase maturasi adalah : menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan
penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna
kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen
bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai
puncaknya pada minggu ke 10 setelah perlukaan.
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang produksi
dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau
hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan
luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak
mengganggu untuk melakukan aktivitas normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap
penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-
masing individu, lokasi serta luasnya luka.
https://de2wjie.wordpress.com/2011/10/04/proses-penyembuhan-luka/
Iklan
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LUKA INTEGRITAS KULIT
KEPERAWATAN | Luka yang diderita oleh klien merupakan suatu keadaan dimana ketidaknyamanan klien tidak terpenuhi. Hal
tersebut dipengaruhi adanya rasa sakit atau nyeri pada daerah luka tersebut.
Untuk hal ini tindakan intervensi keperawatan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat demi mewujudkan klien
yang sehat tanpa ada gangguan/keluahan dari klien.
PROSEDUR KERJA
1. Siapkan alat dan bahan (usahakan berada didekat perawat agar mudah dijangkau)
3. Pakailah sarung tangan steril (untuk menghindari terjadinya infeksi luka karena kuman/bakteri)
4. Usapkan NaCl (natrium klorida) disekitar luka atau diatas perban luka hal ini untuk memudahkan perawat untuk mengeluarkan
perban pada luka
5. Keluarkan perban tersebut (alihkan perhatian klien, agar klien tidak merasakan sakit ketika perban dikeluarkan)
9. Kain kasa yang sudah dicelupkan pada antiseptic olesakn atau diusap pada luka klien dimulai dari daerah luka dan sekitar luka.
Usahakan kain kasa yang sudah banyak mengandung kuman/kotoran luka dibuang dan gantilah dengan kasa baru mengandung
antiseptic usapkan lagi pada luka.
11. Lepaskan sarung tangan, buang pada tempatnya dan bersihkan alat-alat yang digunakan disterilkan kembali.
Selamat mencoba dan jadilah perawat yang professional sesuai dengan etik keperawatan.
https://gustinerz.wordpress.com/2011/10/12/prosedur-perawatan-luka/