Anda di halaman 1dari 10

TEKNIK BERCERITA TANPA ALAT PERAGA

Dosen Pengampu : Dra. Hj. Hayatun Mardiyah, M.PdI

Disusun Oleh:

Ainun Mardiyah ( 030818

Anis Tasya Farhanah ( 0308183167 )

Fanny Apriliani Widodo ( 0308182045 )

Dwiki Ferucha Ch Siregar ( 0308183180 )

PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)

FAKULTAS TARBIYAH/KEGURUAN

UIN SUMATERA UTARA

2020-2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan sekalian alam yang menciptakan manusia dan
menyediakan segala sesuatu untuk kelangsungan hidup. Shalawat dan salam kepada
junjungan alam Muhammad Saw pembawa risalah islam diakhir zaman untuk kesejahteraan
seluruh umat manusia dan menunjukki mereka dalam segala hal terutama dalam membantu
mahasiswa dalam mata kuliah Keterampilan Mendongeng. Karena hal tersebut merupakan
salah satu mata kuliah yang wajib.
Dalam makalah ini penulisan bertujuan agar mahasiswa mengetahui, memahami, dan
memiliki wawasan mendalam tentang teknik bercerita tanpa alat praga. Pendidikan dan
selanjutnya dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa isi dari makalah ini masih banyak kekurangan
dan kelemahan. Karena itu dengan tangan terbuka kami sangat mengharapkan saran dan
kritik untuk memperbaiki dan penyempurnaan pada masa-masa mendatang. Akhirnya kami
berserah diri kepada Allah swt seraya memohon mudah-mudahan upaya penyusunan makalah
ini ada manfaatnya.

Medan, Juni 2021

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C. Tujuan Pembahasan............................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 2
A. Pengertian Bercerita Tanpa Alat Praga................................................................. 2
B. Kelebihan dan Kekurangan Bercerita Tanpa Alat Praga…….............................. 3
C. Strategi Pelaksanaan Bercerita Tanpa Alat Praga................................................ 3
BAB III PENUTUP......................................................................................................... 6
A. Kesimpulan............................................................................................................ 6
B. Saran...................................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada
orang lain dengan alat atau tanpa alat, umumnya yang disampaikan penutur dalam bentuk
pesan, informasi begitu juga cerita anak- anak disampaikan pada sebuah dongeng untuk
didengarkan dengan rasa menyenangkan, oleh karena itu orang menyampaikan cerita
dongeng secara menarik dan ekspresi yang meyakinkan. Anak-anak usia empat tahun
sampai enam tahun umumnya senang mendengarkan cerita sederhana sesuai dengan
perkembangan usianya. Juga anak seusia itu mempunyai potensi untuk menyerap segala
hal lebih cepat, sehingga lebih mudah membentuk dan mengarahkan dirinya.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertiqn bercerita tanpa alat praga?
2. Apa saja kelebiham dan kelemahan bercerita tanpa alat praga?
3. Bagaimana strategi pelaksanaan bercerita tanpa alat praga?

C. Tujuan pembahasan
1. Agar mengetahui pengertian bercerita tanpa alat praga
2. Agar mengetahui kelebihan dan kelemahan bercerita tanpa alat praga
3. Agar mengetahui strategi pelaksanaan bercerita tanpa alat praga

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian bercerita tanpa alat peraga


Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada
orang lain dengan alat atau tanpa alat, umumnya yang disampaikan penutur dalam bentuk
pesan, informasi begitu juga cerita anak- anak disampaikan pada sebuah dongeng untuk
didengarkan dengan rasa menyenangkan, oleh karena itu orang menyampaikan cerita
dongeng secara menarik dan ekspresi yang meyakinkan. Anak-anak usia empat tahun
sampai enam tahun umumnya senang mendengarkan cerita sederhana sesuai dengan
perkembangan usianya. Juga anak seusia itu mempunyai potensi untuk menyerap segala
hal lebih cepat, sehingga lebih mudah membentuk dan mengarahkan dirinya.
Metode bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran
secara lisan dalam bentuk cerita. Metode bercerita dilaksanakan dalam upaya
memperkenalkan, memberikan keterangan, atau penjelasan tentang hal baru dalam rangka
menyampaikan pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai kompetensi dasar
anak usia dini. 1
Bercerita tanpa alat peraga adalah kegiatan bercerita yang dilakukan guru,yang
mana saat bercerita tidak menggunakan media atau alat peraga yang diperlihatkan kepada
anak didik. Artinya kegiatan bercerita yang dilakukan guru hanya mengandalkan suara,
mimik, dan panto mimik atau gerak anggota tubuh guru.

Ketentuan kegiatan bercerita tanpa alat ini adalah kemampuan guru secara penuh
dalam hal, hafal isi cerita, vocal suara yang jelas, tenang dan tempo yang baik, intonasi
bicara, gaya bahasa, mimik atau ekspresi muka dan panto mimik atau keterampilan gerak
tubuh yang menyenangkan bagi aud untuk mendengarkan dan memperhatikan guru
bercerita. Namun demikian, diharapkan penampilan guru tidak di buat-buat secara
berlebihan sehingga membuat anak tidak nyaman mendengarkannya dan tidak tertarik
untuk memperhatikannya. Misalnya, saat guru bercerita dengan maksud agar anak ikut
merasa terharu ketika isi ceritanya demikian, namun ternyata anak tertawa karena di
anggap lucu atau merasa takut karena di anggap menyeramkan ketika melihat ekspresi
dan gaya guru yang sedang sedih.2
1
Dhieni, N. et.al. Metode Pengembangan Bahasa. (Jakarta: UniversitasTerbuka 2008)
2
Yulsyofriend.. Metodologi Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini.( Padang: UNP 2010).

2
B. Kelebihan dan kelemahan bercerita tanpa alat peraga
a. Kelebihan
1. Anak di latih untuk belajar konsentrasi
2. Anak belajar menjadi pendengar yang baik
3. Anak belajar berfantasi terhadap objek yang tidak nyata
4. Anak belajar menyimak dan membaca apa yang diperagakan oleh guru
5. Anak belajar mengingat apa yang di ceritakan oleh guru

b. Kekurangan
1. Guru terkadang malas untuk berekspresi sebaik-baiknya sehingga mempengaruhi
daya pikir dan fantasi anak
2. Tidak semua anak memiliki motivasi dan kemampuan tersebut
3. Karena latar belakang yang berbeda, adakalanya anak merasa jenuh duduk
berlama-lama dengan memperhatikan satu objek
4. Anak pasif menahan banyak hal yang ingin ia ketahui untuk ditanyakan ketika
guru bercerita
5. Anak tidak mampu menyerap fantasi ekspresi dan gerakan guru ketika bercerita,
misalnya ketika guru memperagakan kucing berjalan, tanpa membungkukkan
badan hanya dengan berdiri saja, maka fantasi anak tentang kucing berjalan pun
hanya sampai disitu, ketika diminta meragakannya maka ia pun akan
memperagakan seperti gurunya bercerita, padahal ia tahu bagaimana kucing
berjalan. Bagi anak yang tidak tahu bagaimana kung berjalan akan menganggap
begitulah cara kucing berjalan seperti yang diperagakan gurunya.
6. Menjadi terlalu verbal, sehingga tatkala guru berbicara ada kata-kata yang tidak di
mengerti anak sehingga anak kurang paham alur ceritanya, bahkan dapat terjadi
anak dapat mengerti kata-kata, tetapi tidak tahu untuk bendanya3

C. Strategi pelaksanaan bercerita tanpa alat peraga


Kegiatan bercerita ini dapat dilaksanakan didalam maupun diluar kelas dengan
jumlah anak didik yang tidak terbatas, namun sebaiknya 25 anak. Waktu bercerita kurang
lebih 10 sampai 15 menit.
Langkah-langkah kegiatan :

3
Kurikulum Taman Kanak-Kanak : Pedoman Pengembangan Program Pembelajaran Di Taman Kanak-Kanak.
(Jakarta: MENDIKNAS 2010).

3
1. Dengan bernyanyi, diiringi musik atau melalui permianan anak dikondisikan
oleh guru agar dapat mengatur posisi tempat duduknya, dalam kegiatan ini
kembangkan sikap toleransi dengan teman agar anak dapat duduk dengan
nyaman dan melihat guru yang sedang bercerita.
2. Selanjutnya mulailah guru melakukan apersepsi dengan percakapan yang
dapat memotivasi anak untuk mendengarkan dan memperhatikan cerita guru,
percakapan di arahkan ke isi cerita dan menyebutkan judul cerita. Guru dapat
memperkenalkan atau memperlihatkan media yang ada dalam cerita walaupun
tidak akan digunakan saat bercerita, agar anak tidak verbalisme. Misal
ceritanya tentang kucing, maka guru dapat memakia salah satu media gambar
kucing, film tentang kucing melalui vcd atau kucng yang sebenarnya.
3. Selesai memberikan apersepsi , guru memberi anak kesempatan untuk
menyebutkan kembali judul cerita tersebut, ketika anak salah menyebutkan
judul cerita atau kurang lengkap menyebutkannya, guru tidak menyalahkan.
Namun mencoba memperbaiki ucapannya dengan bersama-sama anak-anak
seluruhnya.
4. Ketika situasi anak sudah tenang dan nyaman siap mendengarkan cerita maka
guru mulai bercerita dengan mimik dan pantomime. Apabila ketika guru
sedang bercerita tiba-tiba ada anak bertanya, maka guru menjawab singkat lalu
mengajak anak mendengarkan kembali cerita tersebut sampai selesai.
5. Selesai bercerita, guru mengevaluasi isi cerita dalam bentuk pertanyaan atau
peragaan, yang dapat anak jawab atau ragakan.
Misalnya :
a. ayo sebutkan judul cerita tadi?
b. siapa saja yang ada di cerita tadi?
c. bagaiman yah, cara siput memenangkan perlombaan?
d. coba siapa yang dapat memperagakan siput an kancil?

6. Selanjutnya guru menyimpulkan isi cerita. Agar isi cerita dapat di pahami dan
dimengerti anak, selanjutnya dapat diambil hikmahnya, oleh anak didik pesan
dari cerita tersebut.

4
7. Dengan kemampuan yang anak miliki, guru memberikan kesempatan pada
anak untuk menceritakan kembali dan menyimpulkan cerita yang baru saja ia
dengarkan atau perhatikan.4

Menurut Musfiroh bercerita secara langsung tanpa alat peraga memerlukan


srtategi dan langkah-langkah tertentu diantaranya sebagai berikut:

a) Duduk tidak membungkuk. Jika mengambil posisi duduk, lakukan dengan tegap
dengan tetapi santai;
b) Memahami dengan baik cerita yang akan diceritakan; alur, tokoh, karakter tokoh,
dialog-dialog, dan peran yang terselip di dalamnya;
c) Membuka cerita dengan lagu yang berkaitan dengan tema cerita. Hal ini perlu
untuk membangkitkan suasana gembira pada anak-anak;
d) Memaksimalkan ekspresi wajah dan gerakan tangan untuk memerankan apa yang
dialami tokoh, seperti sedih, panik, gembira atau malu.
e) Memperhatikan reaksi anak pada saat guru mengekpresikan pengalaman dan
suasana hati para tokoh;
f) Sesekali, keluarlah dari cerita untuk berdialog dengan anak sejenak.
g) Menfaatkan papan tulis untuk menuliskan nama tokoh, judul, atau kata kunci;
h) Mengulas cerita dan lakukan dialog dengan anak;

4
Bachri, Bachtiar S. Pengembangan Kegiatan Bercerita di Taman Kanak-Kanak. (Jakarta: Depdiknasaa 2005)

5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan diatasdapat diambil kesimpulan bahwa:
Bercerita tanpa alat peraga adalah kegiatan bercerita yang dilakukan guru,yang
mana saat bercerita tidak menggunakan media atau alat peraga yang diperlihatkan kepada
anak didik. Artinya kegiatan bercerita yang dilakukan guru hanya mengandalkan suara,
mimik, dan panto mimik atau gerak anggota tubuh guru. Ketentuan kegiatan bercerita
tanpa alat ini adalah kemampuan guru secara penuh dalam hal, hafal isi cerita, vocal suara
yang jelas, tenang dan tempo yang baik, intonasi bicara, gaya bahasa, mimik atau ekspresi
muka dan panto mimik atau keterampilan gerak tubuh yang menyenangkan bagi aud
untuk mendengarkan dan memperhatikan guru bercerita.

B. Saran
Dari penulisan makalah ini kami menyadari banyak kesalahan dalam
penulisan dan penyampaian materi kepada para pembaca dan pendengar. Oleh karena
itu, kami sebagai penulis makalah ini berharap agar kiranya memberikan kritik dan
saran.

6
DAFTAR PUSTAKA

Dhieni, N. et.al 2008. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: UniversitasTerbuka.

Yulsyofriend. 2010. Metodologi Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini. Padang: UNP.

2010. Kurikulum Taman Kanak-Kanak : Pedoman Pengembangan Program Pembelajaran


Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: MENDIKNAS.

Bachri, Bachtiar S. 2005. Pengembangan Kegiatan Bercerita di Taman Kanak-Kanak.


Jakarta: Depdiknasaa

Anda mungkin juga menyukai