Anda di halaman 1dari 8

MUSYAWAROH

Makalah Ini Kami Buat Guna Untuk Memenuhi:


Makul: Tafsir Maudhu’i
Dosen Pembimbing: K. Ahmad Muntaha AM, Spd.

Disusun oleh :

Choirul Anam : 40020005


Fahrul Anam : 40020007
Fazlurrohman : 40020008

PRODI TAFSIR WA 'ULUMUHU


MA'HAD ALY AL-IMAN BULUS INDONESIA
TAHUN 1442 H
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Islam ialah agama yang sangat mengajurkan kepada para
pemeluknya untuk memegang prinsip Syūrā dalam menjalani roda
kehidupan. syūrā atau sering dikenal dengan musyawarah terdapat
pada Al-Qur‟an, Q.S.Ali-Imron Ayat 159 dan Q.S.Asy-Syûrâ ayat 38.
Penafsiran kedua ayat tersebut, banyak cendikiawan muslim
menjadikan sebagai landasan bagi teori pemerintahan. Oleh sebab itu,
ayat-ayat tersebut dikatakan bukan hal baru dalam kajian Islam.
Bahkan ayat-ayat tersebut dari dulu sampai sekarang masih
diperbincangkan menuai banyak perdebatan di kalangan cendikiawan
muslim. Pada Q.S. Al-Baqarah ayat 233 yang juga menjelaskan
tentang syūrā dalam urusan keluarga, dari para mufassir baik dari era
klasik sampai era kontemporer seperti yang ditulis oleh mufassir
kontemporer Fazhur Rahman misalnya Al-maududi, atau Muhammad
Asad tentang suatu istilah.
Perubahan dan berkembangnya ilmu pengetahuan manusia dari
berbagai jenis ilmu sehingga istilah syūrā sering dikaitkan dengan
sistem republik, demokrasi, parlemementer, perwakilan, senat
formatur,dan berbagai konsep yang dikaitkan dengan sistem
pemerintahan. Hal ini bersangkutkan dengan antara yang memerintah
dan diperintah, elite dengan massa, rakyat dengan pemerintahan, atau
orang awam dan ahli. Jika dilihat dalam sejarah perkembangan Islam,
pengembangan syūrā (musyawarah) pada masa Nabi Muhammad pada
mulanya hanya berarti konsultasi dan tidak mengikat sang pemimpin
untuk melakukan hasil konsultasi. Hal ini dapat dilihat dari
musyawarah yang dilakukan Nabi kadang beliau bermusyawarah
dengan beberapa sahabat senior. Kadang beliau meminta pertimbangan
pada orang-orang yang memang ahli dibidangnya. Terkadang beliau
melemparkan masalah-masalah kepada pertemuan yang lebih besar,
khususnya masalah-masalah yang mempunyai dampak yang luas bagi
masyarakat.
Seperti dijelaskan Al-Maraghi mengenai ayat 159 yang terdapat
dalam surat Ali-Imran itu merupakan perintah kepada Nabi
Muhammad untuk berpegang kepadanya. Hal tersebut karena Nabi
Muhammad tetap melakukan musyawarah seperti sebelumnya walau
dalam keadaan kritis. Kalau Nabi sebagai seorang yang (maksum)
yaitu jauh dari pengaruh hawa nafsu, diperintahkan untuk
bermusyawarah dalam masalah urusan umat, maka bagi umat yang lain
sebagai manusia biasa yang tidak maksum lebih-lebih lagi harus
melakukanya. Keterangan Al-Maraghi selanjutnya yang di ambil dari
riwayat Al-Hasan r.a. bahwa Allah sebenarnya telah mengetahui
bahwa Nabi Muhammad sendiri tidak membutuhkan pendapat para
sahabat dalam masalah-masalah itu. Namun Allah tetap memerintah
Nabi untuk melakukan itu agar hal itu menjadi sunnah untuk orang-
orang sesudah beliau. Dari ilustrasi aktifitas Nabi Muhammad dengan
sahabat-sahabatnya dalam memutuskan masalah-masalah umat selalu
bermusyawarah maka dapat disimpulkan musyawarah dalam
memutuskan suatu masalah dikalanngan kaum muslimin merupakan
sunnahnya. Maka musyawarah suatu keharusan demi kehidupan
manusia yang harmonis, tentram, aman, dan damai.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana musyawarah pada zaman Nabi?

C. Tujuan
1. Mengetahui makna musyawarah pada zaman Nabi
BAB II
PEMBAHASAN

Kelima : Contoh Penerapan Musyawaroh Oleh Rosululloh Sesuai Ayat


Allah telah menyuruh Rosul-Nya untuk bermusyawarah dengan kaum muslimin
di segala urusan mereka seperti yang kita ketahui pada tafsir firman Allah : ‫ا‬ ‫فِى‬ ‫او ْر ُه ْم‬
ِ ‫ش‬َ ‫َو‬
‫اْل َ ْم ۚ ِر‬

Dari bab yang menjelaskan tafsir implementasi perintah Tuhan pada ayat
‫ ۚ ِر‬6‫ااْل َ ْم‬ ‫فِى‬ ‫او ْر ُه ْم‬
ِ ‫ش‬َ ‫ َو‬kita telah menyebutkan contoh kisah Nabi yang berdasar riwayat
sohih. Dari situ, kita tahu implementasi dan pengaplikasian Rasul terhadap perintah
Tuhan tersebut.
Sebelum kita sebutkan contoh-contohnya kami akan paparkan apa yang
dikemukakan Imam Bukhori dalam kitab sohihnya, mengenai ringkasan indahnya
fiqh syura pada masa Rasulullah SAW dan Sahabatnya setelah beliau wafat.
Imam Bukhori menyebutkan pada bab ‫ااْل َ ْم ۚ ِر‬ ‫فِى‬ ‫او ْر ُه ْم‬
ِ ‫ش‬َ ‫ َو‬dari kitab al-I’tishom
mengomentari tarjamah bab :
Bab firman Allah ‫وأَ ْم ُر ُه ْم ش ورى َب ْي َن ُه ْم‬ َ dan ‫وأَ ْم ُر ُه ْم ش ورى َب ْي َن ُه ْم‬ َ . Musyawarah itu
dilakukan sebelum perencanaan dan klarifikasi. Sesuai firman Allah : ‫فإذا عزمت فتوكل‬
‫ على هللا‬. Ketika Rasul berniat maka tidak diperbolehkan bagi orang lain mendahului
Allah dan Rasul-Nya.
Nabi pernah bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya pada hari Uhud
tentang tetap berada di tempat atau berangkat keluar; mereka memberi pertimbangan
kepada beliau untuk (berangkat) keluar. Ketika umat kebingungan dan beliau
berkomitmen (untuk berangkat keluar), sebagian sahabat berkata : “Tetaplah disini
wahai Nabi”. Beliau tetap pada komitmennya dan tidak condong pada sebagian
sahabat tersebut. Dan bersabda : “tidak sepatutnya bagi seorang Nabi membuat
bingung umatnya dan memutuskan sewenang-wenang sampai Allah memberikan
keputusan”.
Beliau juga pernah bermusyawarah dengan Ali. R.A dan Usamah mengenai
orang yang menuduh zina ‘Aisyah. Beliau mendengarkan pendapat keduanya sampai
Allah menurunkan ayat Al-Qur’an. Kemudian beliau menjilid mereka, dan tidak
peduli tentang pertengkaran para sahabat. Beliau melakukannya sesuai perintah Allah.
Para pemimpin setelah Nabi juga kerap kali bermusyawarah dengan dewan
komisarisnya mengenai perkara yang diperbolehkan agar bisa mengambil yang paling
mudah. Ketika al-Qur’an dan Hadits menjelaskan secara jelas maka mereka tidak
akan mengesampingkannya .
Abu Bakar pernah berpendapat untuk memerangi orang yang enggan zakat.
Kemudian Umar berkata : “bagaimana mungkin kita memerangi manusia itu?.
Sedangkan Rasul pernah bersabda : ‘aku diperintahkan memerangi manusia sampai
mereka berkata laa ilaaha illa allah. Jika mereka telah mengatakan demikian maka
darah dan harta mereka terjaga dariku, kecuali ketika mereka tidak menjaga hak
islam’”.
Abu Bakar berkata : “demi Allah, aku akan memerangi orang-orang yang
mencerai berai apa yang telah Rasul kumpulkan”. Kemudian sahabat Umar
menyetujuinya. Abu Bakar bersikukuh sebab disitu ada hukum yang telah Rosul
tetapkan bagi orang-orang yang memisahkan sholat dan zakat. mereka menghendaki
menggantikan Agama dan hukum-hukumnya. Nabi bersabda : “barang siapa
mengganti Agamanya (dengan yang lain) maka bunuhlah dia”
Dulu Ahli Qurra’ adalah majelis pertimbangan sahabat ‘Umar baik muda
maupun paruh baya. Beliau sering kali berpijak pada Al-Qur’an sebagai dasar
menghasilkan keputusan.
Beberapa paragraph diatas termasuk fiqh syura sebagaimana yang dipahami
Imam Bukhori. Pernyataan beliau menunjukkan banya perkara. Bisa saja dari
paragraph tersebut kita ambil pelajaran dan dalil-dalil. Kami harap bisa merenungkan
dengan baik dan menyerap pelajarannya dengan baik.
Sekarang kami paparkan sampel-sampel bentuk musyawaroh Rasulullah dengan
sahabatnya.
1. Musyawaroh Rosul dengan Sahabatnya tentang keluar berperang
menghadapi Abu Sufyan saat Perang Badar.
Imam Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik : bahwa Rasululloh
bermusyawaroh tatkala terdengar kabar kedatangan Abi Sufyan. Kemudian
Abu Bakar mencoba mengajak bicara Rasul, namun beliau berpaling.
Begitu juga Sahabat Umar. Sampai Sa’ad bin Ubadah berdiri dan berkata :
“apakah kami yang engkau maksud?. Demi dzat yang menguasai jiwaku
jikalau engkau memerintahkan kami untuk menceburkan kuda ke laut
niscaya akan kami lakukan. Jika engkau memerintahkan kami untuk
memecut jantung kuda menuju Bark al-Ghimad maka, akan kami lakukan”.
Kemudian Rasulullah mengajak kaum muslimin pergi dan berhenti di
Badar.
Yang dimaksud ucapan Saad bin Ubadah : menceburkan kuda ke laut
adalah jikalau engkau memerintahkan kami untuk memasukkan kuda kami
ke lautan supaya mereka tenggelam, niscaya akan kami lakukan.
Maksud ucapan Saad bin Ubadah : memecut jantung kuda menuju
Bark al-Ghimad adalah memacu kuda sebagai orang yang berjihad sampai
ke tanah Bark al-Ghimad niscaya akan kami lakukan. Bark al-Ghimad
adalah nama suatu tempat di pesisir pantai arah Yaman.
2. Musyawarah kedua Rasulullah dengan Sahabat sebelum
Berkecamuknya Perang Badar
Pada perang badar Rasulullah bermusyawarah dengan sahabat lebih
dari satu kali. Musyawarah pertama berkenaan dengan kedatangan Abi
Sufyan bersama para kafilah dari Syam. Beliau bermusyawarah bersama
sahabat tentang keluar berperang menghadapi kafilah tersebut dan mereka
bersepakat untuk keluar menghadapinya, seperti yang telah kami paparkan
pada point' pertama.
Rasulullah menganjurkan kepada manusia untuk keluar melawan
kafilah. Di saat mereka berada di tengah perjalanan, Rasulullah mengetahui
bahwa kafilah tersebut selamat serta kaburnya Abi Sufyan. Beliau juga
mengetahui tentang keluarnya Abu Jahal menuntun bala tentara guna
berperang melawan kaum muslimin.
Rasulullah bermusyawarah dengan sahabat kedua kalinya
Abdullah bin Abbas berkata, di mana ia termasuk orang yang terlibat
kejadian perang badar, "Rasulullah menerima berita tentang kepergian
kafir Quraisy untuk menghalangi sekelompok golongan. Kemudian beliau
bermusyawarah bersama orang-orang dan menginformasikan kepada
mereka terkait hal itu.
Abu Bakar berdiri dan menyetujuinya, selanjutnya Umar bin Khattab
berdiri dan menyetujuinya. Kemudian al-Miqdad bin Umar berkata: Wahai
Rasulullah, lanjutkanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, kami
bersama mu. Demi Allah kami tidak berkata seperti halnya perkataan Bani
Israel kepada Nabi Musa "Pergilah kamu pergilah kamu bersama
Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya
duduk menanti disini saja". Akan tetapi pergilah kamu bersama Tuhanmu
dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami ikut berperang bersam
kalian berdua. Demi Dzat yang mengutus kamu dengan hak jika kamu
berpergian.
Kemudian Rasulullah berkata, wahai manusia musyawarahlah kalian
semua bersamaku
Adapun yang dimaksud oleh Nabi yakni kaum Anshor, di mana jumlah
mereka yang banyak dan saat membaiat Nabi dengan baiat aqobah, mereka
berkata sesungguhnya kami orang yang bebas dari tanggungan mu sehingga
kamu datang ke wilayah kami. Ketika kamu datang ke wilayah kami berarti
kamu berada pada tanggungan kami. Kami mencegahmu apa yang kami
cegah terhadap anak dan istri kami. Rasulullah takut apa yang ditawarkan
kaum Anshor perihal pertolongan kepadanya tidak direalisasikan. Kecuali
musuh nabi menyerbu di Madinah, dan mereka tidak menyerang musuh
yang berada di negaranya.
Di saat Nabi berkata demikian, Sa'ad bin Mu'adz berkata kepada Nabi
"Demi Allah sesungguhnya anda benar-benar menginginkannya wahai
Rasulullah"
Beliau menjawab "Benar"
Kamudian Sa'ad berkata: Sungguh kami akan mengamankan,
membenarkan dan menyaksikan bahwa apa yang di bawa Engkau adalah
suatu perkara yang benar. Dan kami memberikan kepada mu atas hal itu
janji-janj yakni berupa taat dan patuh. Maka lanjutkanlah apa yang engkau
kehendaki wahai Rasulullah, kami akan bersamamu. Demi Dzat yang
mengutusmu dengan benar, jika anda menawarkan kepada kami lautan ini
kemudian engkau terjun ke dalamnya niscaya kami ikut terjun bersamamu.
Seseorang dari kami tidak akan meninggalkan, dan kami tidak akan
keberatan jika bertemu musuh-musuh kami. Sesungguhnya kami orang
yang sabar dalam peperangan dan orang yang benar ketika bertemu.
Semoga Allah memperlihatkanmu sesuatu yang menjadikan kedua matamu
tenang. Maka pergilah bersama kami yang berada pada naungan
keberkahan Allah.
Perkataan Sa'ad membuat Nabi saw, bahagia dan menjadikan beliau
semangat terhadap hal itu. Kemudian Beliau berkata " Pergilah kalian dan
berikanlah kabar gembira. Sesungguhnya Allah berjanji kepadaku dari dua
golongan, Demi Allah sungguh seakan-akan saya melihat jatuhnya suatu
kaum.
3. Musyawarah Rasulullah di saat Berkecamuknya Perang Badar
Al Waqidi berkata dalam kitab Al Maghozi: “Ketika Nabi hampir
sampai di badar. Beliau menetap (memilih posisi) pada suatu tempat
kemudian berkata "Musyawaralah kalian kepadaku perihal tempat ini”
Al Hubab bin Mundzir berkata: "Wahai Rasulullah apakah engkau
memilih tempat ini , apakah Allah menempatkanmu di tempat ini, apakah
tidak kalau kita lebih maju atau mundur dari tempat ini, atau ini sebuah
argumentasi dan strategi peperangan
Kemudian Nabi menjawabnya,”Ya, ini merupakan sebuah pendapat
dan strategi”
Al Hubab berkata: ini bukan posisi yang strategis, pergilah ke suatu
tempat yang dekat dengan air kaum ini. Saya mengetahui tempat dan sumur
tersebut. Air tersebut sangat tawar dan banyak sehingga tidak akan habis.
Kemudian kita bangun sebuah telaga, kita lempar sebuah wadah ke
dalamnya kemudian minum dan berperang.
Kemudian Rasulullah berkta: wahai Hubab kamu telah bermusyawarah
dengan argumentasimu
Kemudian Nabi bangkit bersama sahabat dan menempati tempat yang
diisyaratkan oleh Hubab.
4. Musyawarah Rasul Tentang Tawanan Perang
Abdullah bin Abbas berkata: “Ketika orang-orang muslim menawan
tawanan perang badar, Rasulullah berkata: wahai Abu bakar, Umar, dan
Ali, apa pendapat kalian terhadap tawanan ini”
Abu bakar berkata: Wahai Nabi, mereka merupakan paman dan
kerabat kita, sebaiknya kita ambil fidyah saja, agar fidyah tersebut
memperkuat kekuatan kita melawan orang-orang kafir. Semoga Allah
memberikan hidayah kepada mereka.
Kemudian Nabi Muhammad berkata: Apa pendapat kamu tentang ini
wahai Umar?
Ia berkata: Tidak Demi Allah wahai Rasulullah, saya tidak sependapat
dengan Abu Bakar. Akan tetapi sebaiknya kita bunuh saja, sahabat Ali
membunuh Uqail, dan saya membunuh kerabatku.. Sungguh mereka adalah
pemimpin dan pembesar kafir Quraisy
Rasulullah lebih condong kepada pendapat Abu Bakar dan tidak
memilih pendapat ku (Umar). Pada suatu hari saya mendatanginya dan
keduanya sedang duduk sambil menangis
Saya bertanya kepada Rasulullah: "Beritahukanlah kepadaku apa yang
membuat engkau dan sahabatmu menangis, jika aku menjumpaimu sedang
menangis maka aku juga ikut menangis, dan jika saya tidak bisa menangis
saya akan pura-pura menangis.
Rasulullah kemudian berkata: saya menangis terkait apa yang telah
diajukan kepada sahabatmu yakni mengambil sebuah tebusan. Sungguh
siksa mereka telah diperlihatkan kepada aku lebih rendah dari pohon ini
(pohon yang berada dekat dengan Nabi)
Kemudian Allah menurunkan ayat: Tidak patut, bagi seorang Nabi
mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka
bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah
menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah
terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena
tebusan yang kamu ambil. Maka makanlah dari sebagian rampasan perang
yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan
bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (Surah al-Anfal: 67-69)
Lantas Allah menghalalkan harta rampasan kepada mereka.
Telah dijelaskan bahwa sesungguhnya Rasulullah bermusyawarah
bersama para sahabat sebanyak 4 kali -saat perang badar- mengindikasikan
sangatlah cepat Musyawaralah beliau semasa hidupnya, yang merupakan
bentuk implementasi dari perintah Allah.
Kami hanya mencukupkan contoh empat ini dan tidak menambahkan serta
memanjangkan keterangan.

Anda mungkin juga menyukai