Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan berlebih di
dalam rongga pleura. Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu
sistem pernapasan. Kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan penderitanya
(Muttaqin, 2014).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (10 sampai 20ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Brunner&Suddarth,
2013).
Efusi pleura merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya akumulasi cairan pleura
dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura (Tobing dan
Widirahardjo, 2013).
Efusi pleura merupakan kondisi dimana dalam rongga pleura terdapat
cairan berlebih.

B. Etiologi
Pembentukan cairan yang berlebihan karena radang (tuberculosis, pneumonia,
virus), bronkiektasis, gagal jantung, gagal ginjal dan kanker.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi transudat,
eksudat, dan hemoragi.
a. Transudat : dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), sindrom vena kava superior
dan tumor.
b. Eksudat : disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi dan
penyakit kolagen.

c. Efusi hemoragi : disebabkan adanya tumor, trauma, infark paru dan


tuberculosis (Muttaqin, 2014).
C. Manifestasi Klinis
Muttaqin (2014) mengatakan adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit
atau nyeri di dada (pleuritis). Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas. Selain itu
muncul tanda dan

gejala demam, menggigil, panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak


keringat, batuk, banyak riak, hasil rongten menggambarkan kesan efusi pleura. Pads
pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, fremitus melemah
(raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan
cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
D. Patofisiologi
Normalnya hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura. Jumlah cairan di
rongga pleura tetap karena adanya tekanan hidrostatik pleura parietalis sebesar 9 cmH2O.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun (misalnya
pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada
proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatik akibat kegagalan
jantung) dan tekanan negaif intrapleura akibat terjadi atelektasis paru (Muttaqin, 2014).
Efusi pleura berarti terjadi penumpukan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Kemungkinan proses akumulasi cairan di rongga pleura terjadi akibat beberapa
proses yang meliputi :
1) Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura
2) Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi
sangat tinggi, sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam
rongga pleura.
3) Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma juga memungkinkan terjadinya
transudasi cairan yang berlebihan.

4) Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan
pleura dari rongga pleura dapar menyebabkan pecahnya membran kapiler dan
memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga pleura secara
cepat.
Infeksi pada tuberkulosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberkulosis
yang masuk melalui saluran pernapasan menuju alveoli sehingga terjadi infeksi primer.
Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfangitis regional).
Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran.
Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi
cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosa
paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain
dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju rongga
pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkulosa paru merupakan eksudat, yaitu berisi
protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah
bening. Cairan ini biasanya serosa kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml
cairan pleura bisa mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan
adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, cairan efusi sangat sedikit
mengandung kuman tubukulosa. Timbulnya cairan efusi bukanlah karena adanya bakteri
tubukolosis, tapi karena akibat adanya efusi pleura dapat menimbulkan beberapa
perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan
meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yang lebih cembung, fremitus raba melemah,
perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi
pleura yang diakibatkan infeksi tuberkulosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat
badan menurun (Muttaqin, 2014).
E. Pathway
Efusi Pleura Gagal jantung Karsinoma

bisa dilakukan pleura viseralis

hidrostatik di pembuluh
kiri, gagal ginjal, mediastinum,

cairan dengan absorbsi yang


Ketidakseimbangan jumlah

Peningkatan tekanan
gagal fungsi hati karsinoma paru
v Atelektasis
Hipoalbuminemia

darah
Inflamasi

Tekanan osmotik koloid


menurun

Tekanan negatif intrapleura


Peningkatan permeabilitas

fungsi hati
gagal ginjal, gagal
Gagal jantung kiri,
kapiler

Akumulasi cairan di kavum


pleura

Gangguan ventilasi Sesak napas Koping Efek hiperventilasi


(pengembangan paru tidak inefektif
maksimal)
Nyeri dada Produksi asam
Kurang
Ketidakefektifan pola napas (pleuritis) lambung meningkat
informasi

Nyeri akut
Defisiensi Mual, muntah, nasu
pengetahuan makan turun

Gangguan
pola tidur Mual, muntah, nasu
makan turun

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada : rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan
untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.

2. CT scan dada : CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
3. USG dada : USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis : penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis
(pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke
dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5. Biopsi : jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
6. Bronkoskopi : bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul (Muttaqin, 2014).

G. Penatalaksanaan Medis
1. Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang dilanjutkan
dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi ditujukan pula untuk
melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan
pada alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas
pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum
penderita makin sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu
pernafasan penderita.
2. WSD (Water Seal Drainage)
Merupakan salah satu modalitas terapi yang digunakan paling efektif untuk
mengembalikan kondisi di dalam cavum pleura, yakni dengan menggunakan selang
yang dimasukkan ke dalam cavum pleura klien dan kemudian dihubungkan dengan
seperangkat botol, sehingga mendrainase cairan abnormal dari dalam cavum pleura
keluar (Muttaqin, 2014).
3. Thorakosentesis
Pengelolaan efusi pleura ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan
pengosongan cairan (thorakosentesis). Indikasi untuk melakukan thorakosentesis
adalah:
1) Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga
pleura
2) Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif dan gagal

3) Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga
pleura
4) Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif dan gagal
5) Bila terjadi reakumulasi cairan
Pengambilan pertama cairan efusi pleura tidak boleh lebih dari 1000 ml, karena
pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat
menimbulkan edema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak (Muttaqin, 2014).

H. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan


dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.

3. Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang


dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).

4. Gangguan pola tidur b.d sesak napas akibat efusi pleura


5. Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan
(keadaan fisik yang lemah).

I. Intervesnsi
Diagnosa Keperawatan I

Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru


sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.

Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal

Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, r jelas.

1. Identifikasi faktor penyebab.

R / Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura


sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
2. Monitor status respirasi dan oksigenisasi klien

R/ Mengetahui lebih didni adanya gangguan pernapasan

3. Auskultasi sura napas ada atau tidaknya sura napas tambahan

R/ Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.

4. Berikan posisi yang nyaman bagi klien

R/ membantu memperbaiki pernapasan klien

5. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan

R / Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya


sianosis akibat hiponia.

Diagnosa Keperawatan II

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan


dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil
laboratorium dalam batas normal.

1. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.

R/ Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama,


ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.

2. Auskultasi suara bising usus.

R/ Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada
fungsi pencernaan.

3. Lakukan oral hygiene setiap hari.

R/ Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.

4. Sajikan makanan semenarik mungkin.

R/ Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.

5. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.


R/ Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan
memudahkan reflek.

6. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP

R/ Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody
karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.

Diagnosa Keperawatan III

Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).

Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi
kecemasan.

Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan
keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur
dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.

1. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.

2. Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.

R/ pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama
dalam perawatan.

3. Ajarkan teknik relaksasi

R/ Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan

4. Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.

R/ Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam
mengatasi stress.

5. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.

R/ Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik

6. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.

R/ Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan
membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
7. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.

R/ Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan
baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

Diagnosa Keperawatan IV

Gangguan pola tidur b.d sesak napas akibat efusi pleura

Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.

Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa
mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan
pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.

1. Kaji Pola tidur serta gangguan tidur pasien

R/ Untuk mengatahui rencana tindakan yang tepat untuk pasien

2. Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien untuk tidur

R/ Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar peredaran
O2 dan CO2.

3. Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.

R/ Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.

4. Batasi pengunjung

R/ Diharapkan bisa memberikan situasi yang nyaman pada pasien

5. Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman

R/ Pasien bisa merasa nyaman di ligkungan RS

6. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien
sebelum dirawat.

R/ Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan mengganggu
proses tidur.

Diagnosa Keperawatan V

Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan


(keadaan fisik yang lemah).

Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.

Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan
bersemangat, personel hygiene pasien cukup.

1. Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta
adanya perubahan tanda-tanda vital.

R/ Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.

2. Bantu Px memenuhi kebutuhannya.

R/ Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.

3. Awasi Px saat melakukan aktivitas.

R/ Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.

4. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.

R/ Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.

5. Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan


istirahat.

R/ Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.

6. Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.

R/ Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada
kondisi normal.
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Joanne McCloskey., et al. (2008). Nursing Interventions Classification


(NIC). United States of America: Mosby Elsevier.

Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2015-


2017. Jakarta: EGC.

Moorhead, Su., et al. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.United States
of America: Mosby Elsevier.

Muttaqin, Arif. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Tobing, Elizabeth M S dan Widirahardjo. (2013). Karakteristik Penderita Efusi Pleura di RSUP H.
Adam Malik Medan Tahun 2011. E- Jurnal FK USU,

Anda mungkin juga menyukai