Belakangan ini wacana public berkembang tidak sehat. Penuh cacian dan ekpresi
subjektif yang lebih mengedepankan emosi. Demikian tulisan Komarudin Hidayat, sang Guru
Besar dan mantan Rektor Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta, pada Koran Sindo edisi
Jum’at, 19 Mei 2017. Pada ujung tulisannya beliau menyatakan; Ketika masyarakat bingung
dan tidak mampu mengikuti perubahan yang sedemikian cepat, muncul crowd mentality.
Mental kerumunan untuk mendapatkan rasa aman, karena kehilangan kepercayaan diri dan
gamang. Mereka memilih berkumpul dengan kelompok yang memiliki identitas sama, entah
identitas etnis, agama, madzhab atau sekedar seragam bajunya. Salah satu yang paling efektif
sebagai tempat perlindungan untuk mendapatkan comport zone adalah identitas agama karena
agama diyakini sebagai ruang sacral, kebenarannya diyakini absolut dan berada pada pihak
Tuhan, padahal konstruksi pemikiran keagamaan itu hasil pikiran manusia yang nisbi (ibid).
Ungkapan diatas muncul yang sangat menonjol ketika terjadinya perjalanan Pilkada
DKI Jakarta dengan tokoh utama Basuki Purnama. Umpatan, caci maki dan bahasa sejenisnya
keluar dengan bebas melalui medsos dengan segala modelnya. Hal yang paling memprihatinkan
munculnya Siaran kebencian dengan menggunakan term-terma agama yang dilengkapi dengan
nash-nash kitab suci Al Dur’an, dengan begitu bebas tanpa di dukung dengan konstruksi
berpikir yang ilmiah danintlektual. Hingga hari ini, sebagian orang yang merasa dirinya “
pemilik” agamanya, dengan penuh semangat dan emosional melakukan Siaran kebencian, baik
ditujukan kepada yang berbeda agama maupun kepada orang yang seagama yang tidak sejalan
dengan pikiran mereka.
Nadim Al Jisr dalam bukunya Al Husunul Hamidiyah menyatakan bahwa Islam itu adalah
tunduk dan patuh terhadap apa-apa yang disampaikan Rasulullah Muhammad Saw, baik lahir
maupun batin. Beliau yang mendapat lesensi kepercayaan dari Allah Swt untuk menyampaikan
ajaran kebenaran yang telah digariskan Al Qur’an dengan cara-cara yang baik dan terhormat,
sebagaimana firman-Nya:
Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika
Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan
kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu,
mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. ( Ali Imron: 164)
Muhammad Syaltut, mantan Syaekhul-Azhar Mesir, menulis sebuah kitab Al Islam Aqidatun
wa Syari’atun mengemukakan tentang kandungan bahwa Al Qur’an memuat beberapa pokok
ajaran, yaitu;
Bahkan Abu Bakar Jabir Al Jazairy dalam bukunya, Minhajul Muslim menulis tentang Islam
lebih rinci lagi, yaitu tentang Aqidah; Adab; Akhlaq, dan Ibadah. Umpamanya beliau
membahas tentang Adab terhadap sesame makhluk Allah yang memuat; adab kepada kedua
orang tua; adab kepada anak-anak dan saudara; adab antara suami istri serta hak-hak
keduanya; adab kepada kerabat dan tetangga; adab antara muslim dengan muslim; adab
dengan orang kafir; adab dengan khewan; ukhuwah dan hak-haknya di jalan Allah.
Oleh karena itu, berpegang teguh kepada As Sunnah merupakan suatu keniscayaan :
) ومنع هلل فقد استكمل اإليمان ( رواه ابو داود, وأعطى هلل, وأبغض هلل, احب هلل
ّ من
“ Barangsiapa yang cinta karena Allah, benci karena Allah, Memberi karena Allah dan
menolak karena Allah, maka ia telah sempurna imannya”.
Sebagaimana telah dikemukakan oleh para ahli, bahwa seluruh umat Islam dituntut untuk
senantiasa menunjukan kebajikan dan kebaikan, mereka harus selalu menjadi uswah, bagi
dirinya, keluarga, masyarakat maupun orang lain. Demikian pula, bahwa agar orang lain
menghormati agama Islam, maka umatnya harus menjaga dan memeliharanya dengan
senantiasa melakukan kebajikan. Apa yang buruk yang dilakukan orang lain, kita harus mampu
menjawabnya dengan tindakan yang baik dan terhormat:
Artinya: Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. ( Al Hijr: 94)
Artinya: Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara
yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-
olah telah menjadi teman yang sangat setia.
Artinya: Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain
Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.
Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada
Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu
mereka kerjakan. ( Al An’am: 108)
Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.( Al Mumtahanah: 8)
( H.M. Suhri Utsman, disampaikan dalam Halaqoh Fahmina Institut, Lebak, Selasa, 20 Mei 2017)