KATA PENGANTAR
Dalam melaksanakan pekerjaannya, berbagai potensi bahaya (sering disebut juga sebagai hazard atau
faktor risiko) dan risiko di tempat kerja mengancam diri pekerja sehingga dapat menimbulkan cedera
atau gangguan kesehatan bagi dirinya, keluarganya, bahkan calon bayinya (bahan teratogenik).
Sebaliknya, kejadian kecelakaan, pekerja yang terganggu kesehatannya dapat menimbulkan kerugian
ekonomi dan mengganggu kelancaran pekerjaan, dengan demikian menurunkan produktivitasnya, lebih
lanjut juga akan melemahkan daya saingnya. Selain itu, pekerja yang terganggu kesehatannya dapat
membahayakan teman sekerja atau lingkungan kerjanya, sebagai contoh pekerja yang menderita
tuberkulosis paru atau batuk pilek dapat menularkan penyakitnya kepada teman sekerja, atau pekerja
yang buta warna salah menyambung kabel listrik menimbulkan kebakaran akibat korsleting. Bahaya dan
risiko ini dapat dikendalikan dengan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Proporsi angkatan kerja pada tahun 2010 yang berkisar 67% (111.480.000 orang), diasumsikan 80% atau
88 juta tenaga kerja akan bekerja, baik di sektor formal maupun informal. Potensi terkena Penyakit
Akibat Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) selalu ada dalam pekerjaan, maka
kebutuhan pelayanan K3 menjadi keharusan bagi keberlangsungan ekonomi masyarakat. Dalam UU no.
1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan UU no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dinyatakan bahwa
upaya K3 wajib dilakukan oleh pemberi kerja dan pekerja, pemerintah memberikan dorongan dan
bantuan untuk perlindungan pekerja. Sebagian besar (68%) dari angkatan kerja berada di tempat usaha
mikro, kecil dan menengah UMKM, yang umumnya tergolong dalam sektor ekonomi informal. Mereka
membutuhkan pelayanan K3 yang tersedia di ranah publik seperti di Puskesmas; selain itu, perushaan
formal yang tidak menyelenggarakan sendiri upaya K3, membutuhkan bantuan pemerintah berupa SDM
dan fasilitas K3 yang tersedia di ranah publik.
Saat ini Indonesia belum mempunyai data penyakit akibat kerja dan data kecelakaan kerja, data dari PT
Jamsostek hanya menggambarkan sebagian kecil kejadian di perusahaan formal yang terdata sebagai
peserta Jamsostek (kurang dari 25%). Kondisi ini tidak kondusif bagi perencanan program K3 terutama di
ranah publik, akibatnya perlindungan hak pekerja atas keselamatan dan kesehatannya tidak dapat
dilaksanakan dengan baik. Pekerja yang terganggu kesehatannya dan kecelakaan di tempat kerja dapat
menurunkan produktivitas pekerja dan perusahaan serta menghambat pertumbuhan ekonomi
nsional. Bidan di Desa yang bekerja mandiri di Polindes, atau bekerja bersama rekannya di Puskesmas
yang tidak ada petugas berkompeten dalam melaksanakan upaya K3, diharapkan dapat mengisi
kebutuhan pelayanan K3 di ranah publik, antara lain memantauan wilayah setempat dengan melakukan
surveilans K3 dan mengembangakan sistem informasi K3 di wilayah kerjanya, baik di sektor formal
maupun informal.Keterampilan melaksanakan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dibutuhkan oleh
Bidan Komunitas.
Hasil kerja PWS bidang K3 yang dilakukan Bidan di Desa, dapat menjadi alat pantau K3 yang tepat di
wilayah kerjanya, terutama bagi tempat usaha dan tempat kerja informal. Diharapkan, hasil kerjanya
yang dilaporkan dapat menjadi alat pantau bagi pimpinan Puskesmas maupun pemegang program di
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, yang dapat memberikan data K3 yang cepat sehingga pimpinan dapat
memberikan respon atau tindakan yang cepat dalam wilayah kerjanya.
Modul ini disusun untuk mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Kekhususan Bidan Komunitas
dalam rangka mencapai Tujuan pembelajaran yang telah disusun seperti berikut.
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep sistem deteksi dini penyakit dan masalah K3 sesuai
evidence.
2. Mahasiswa mampu memanfaatkan sumber data yang tersedia untuk keperluan aksi (upaya
promotif, preventif, kebijakan, perencanaan, dll)
3. Mahasiswa mampu menjelaskan manfaat pengolahan data sebagai alat/metode guna pemantauan
penyakit atau masalah K3 di wilayah setempat
Sasaran pembelajaran penunjang dari modul ini adalah, bila dihadapkan dengan suatu masalah keselamatan dan
kesehatan kerja, mahasiswa mampu menjelaskan dan menyusun program pencegahan berbasis penilaian risiko
(risk assessment) dengan pendekatan survilans dan sistem informasi kesehatan, serta melibatkan masyarakat
pekerja untuk mencegah dan mengendalikan penyakit dan/atau cedera akibat kecelakaan secara dini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I SURVEILANS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
1.1 Pendahuluan
1.2 Tujuan
1.3 Isi
1.4 Rangkuman
1.5 Latihan
1.6 Daftar Pustaka
BAB II DATA DAN INFORMASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
2.1. Pendahuluan
2.2. Tujuan
2.3. Isi
2.4 Rangkuman
2.5 Latihan
2.6 Daftar Pustaka
BAB V SUMBER PEMBELAJARAN, METODE DAN MEDIA
BAB VI TUGAS ke bawah perlu kesepakatan
BAB VII EVALUASI HASIL PEMBELAJARAN
BAB I
SURVEILANS KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA
1.1 Pendahuluan
Sistem di tempat kerja yang terdiri dari input (pekerja, mesin, dana, organisasi, dll), proses kerja (pekerja dan
lingkungan kerja yang saling berinteraksi satu sama lainnya), output (produk/jasa yang berkualitas, pekerja yang
sehat, tempat kerja yang nyaman dan selamat bagi pekerja), dalam interaksinya tidak bisa terlepas dari hazard dan
risiko khususnya yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan pekerja, serta outcome (penyakit dan
kecelakaan). Tempat kerja yang terkadang melibatkan teknologi modern yang memakai berbagai mesin dan
peralatan dalam jumlah dan kapasitas besar. Hazard yang terdapat di area tempat kerja menjadi sangat bervariasi,
dengan tingkat faktor risiko yang berbeda-beda, mulai dari hazard somatik yang melingkupi kapasitas dan status
kesehatan, hazard perilaku yang melingkupi masalah kebiasaaan merokok dan aktivitas fisik, hazard lingkungan
yang terdiri dari fisik, biologi, kimia dan organizational of work and work culture yang merupakan hazard psikologi
kerja. Faktor fisik seperti ekses kebisingan, vibrasi dan iluminasi, serta faktor mekanik seperti benturan, kebakaran
dan ledakan diikuti oleh faktor kimia misalnya Benzene Toluen Xylene (BTX), gas CO, H2S dan lain-lain, serta faktor
stres kerja berupa pengaturan shift kerja malam yang mungkin ada dalam industri ini. Pola hidup tidak sehat,
antara lain kurangnya beraktivitas fisik, konsumsi makanan tidak seimbang yang rendah serat namun tinggi lemak,
serta merokok, terbukit berdampak pada kesehatan pekerja.
1.2 Tujuan
Umum
Bila dihadapkan dengan suatu masalah keselamatan dan kesehatan di tempat kerja, mahasiswa mampu
menjelaskan dan menyusun program pencegahan berbasis penilaian risiko (risk assessment) dengan pendekatan
surveilans dalam rangka mencegah dan mengendalikan penyakit dan/atau cedera di tempat kerja.
Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep sistem (input-proses-output) di tempat kerja serta dampak/oucome
yang mungkin timbul
b. Mahasiswa mampu memanfaatkan sumber data yang tersedia untuk keperluan aksi (upaya promotif
preventif, kebijakan, perencanaan, dll)
c. Mahasiswa mampu menjelaskan manfaat surveilans sebagai alat/metode guna pemantauan penyakit atau
masalah K3 di wilayah setempat
d. Mahasiswa mampu menjelaskan dan melaksanakan tahapan surveilans kesehatan dan keselamatan kerja
(proses pengumpulan, analisis, interpretasi dan penyebaran informasi) agar dapat diambil tindakan segera
yang diyakini dapat mencegah pekerja dari penyakit dan kecelakaan
1.3 Isi
Ruang Lingkup Surveilan K3
Pengumpulan, analisis & diseminasi/komunikasi data kesehatan (data penyakit) dan data keselamatan (data
kecelakaan) spesifik untuk populasi pekerja berisiko dengan cara sitematik dan berksinabungan yang dapat
digunakan bagi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program K3 di dunia usaha dan dunia kerja
Identifikasi hazard, pengukuran pajanan, analisis dan diseminasi atau komunikasi hazard kesehatan dan
keselamatan yang spesifik bagi populasi pekerja berisiko dengan cara sistematik dan berkesinambungan digunakan
bagi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program K3 di dunia usaha dan dunia kerja
Metode Surveilans K3
Dalam rangka pemantauan hazard dan risiko yang ada di tempat kerja, maka hal penting yang harus dilakukan
adalah melakukan Surveilans Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surveilans K3 terdiri dari strategi-strategi dan
metode untuk mendeteksi dan menilai secara sistematis dampak dari suatu pekerjaan terhadap kesehatan dan
keselamatan pekerja. Dengan surveilans maka dilakukanlah pengumpulan, analisis, interpretasi data, dan
penyebaran informasi agar dapat diambil tindakan segera yang diyakini dapat mencegah pekerja dari penyakit dan
kecelakaan.
Step awal dalam kegiatan ini adalah dengan melakukan rekognisi faktor risiko, kemudian melakukan analisis,
dan komunikasi yang nantinya diharapkan dapat dikembangkannya sistem pengumpulan, analisis dan diseminasi
serta komunikasi data kesehatan dan keselamatan di tempat kerja
Kegiatan Program meliputi rekognisi, analisis data kesehatan seluruh pekerja berisiko, dan komunikasi pada
seluruh pihak yang berkepentingan.
Metode yang digunakan untuk pelaksanaan Program Occupational Health surveilans adalah dengan melakukan
identifikasi faktor risiko di tempat kerja dan identifikasi pekerja di populasi yang berisiko
Berdasarkan pekerjaan, tergantung lama pajanan orang pada pekerjaan tersebut, dijelaskan dalam bentuk
hitungan atau fungsi dari pajanan dan tahun;
Data yang tersedia atau didapat, digunakan untuk mengatasi masalah K3 berdasarkan evidence, dengan menyusun
upaya promotif, prevetif, kebijakan, perencanaan program antara lain seperti berikut.
1. Mengolah data sebagai alat/metode guna pemantauan penyakit atau masalah K3 di wilayah
setempat
2. Memantau kemajuan pelayanan K3 dan cakupan indikator K3 secara teratur (bulanan) dan terus
menerus.
4. Menilai kesenjangan pencapaian cakupan indikator K3 terhadap target yang ditetapkan, antara lain
seperti beriku.
a. Konsentrasi debu, pelarut organik, pestisida, uap logam atau bahan kimia lainnya di udara lingkuan
kerja dibandingkan dengan nilai ambang batas yang diperkenankan
b. Tingkat pajanan bising, panas, atau getaran pada individu kelompok pekerja berisiko dibandingkan
dengan nilai ambang batas yang diperkenankan.
c. Hasil pantauan biomarker timah hitam, benzene, aseton, inhibitor kolinesterase atau bahan kimia
lainnya dalam spesimen cairan tubuh pekerja dibandingkan dengan indeks pajanan biologik
d. Tingkat kekerapan dan tingkat keparahan absenteisme yang terekam dibandingkan dengan standar
atau target yang ditetapkan
e. Tingkat kekerapan dan tingkat keparahan kecelakaan yang terekan dibandingkan dengan stanar
atau target yang ditetapkan
5. Menilai Prevalens dan insiden penyakit spesifik yang diduga berkaitan dengan pajanan hazard di
tempat kerja
6. Menentukan sasaran individu, kelompok kerja, jenis pekerjaan dan wilayah prioritas yang akan
ditangani secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangan.
7. Menilai keberhasilan pencapaian target, mengevaluasi dan menyusun strategi perbaikan secara
terus menerus
1. Penilaian risiko kesehatan atau HRA yang dilakukan berdasarkan hazard yang teridentifikasi oleh tim HI.
Apabila belum ada, proses identifikasi hazard dan penilaian risiko serta HRA dilakukan oleh tim multidisiplin yang
anggotanya terdiri dari wakil pimpinan dan pelaksana dari unit kerja terkait bagian kesehatan, keselamatan, HI
ataupun lingkungan dan ergonomis.
2. Perencanaan program
Setelah mendapatkan HRA, penaggungjawab surveilans Kesja yang adalah Dokter Kesehatan kerja Dan HI yang
akan menyusun program awalan hingga menetapkan pekerja yang berisiko, penetapan jenis hazard dan efek
kesehatan.
Pelarut organik Nerologic, iritasi mata dan saluran pernafasan, fungsi ginjal dan
hati, spirometri, dan pemantauan biologic
Melibatkan seluruh pemangku kepentingan khusunya pemimpin tertinggi dan pekerja. Sebelum penyusunan
proposal program, hendaknya dilakukan komunikasi berjenjang.
Dikumpulkan dengan survey jalan selintas, interview, chemical inventory, tinjauan dokumen seperti safet data
sheet.
Dikumpulkan dengan survey jalan selintas, notulen rapat P2K3 dan data pemeriksaan kesehatan pekerja.
Biasanaynya data ini didapat dari HI atau pengukuran dengan melibatkan Laboratorium Provider. Sedangkan
Informasi penanda kimia didapat dari ACGIH dan NIOSH
Dilakukan analisis trend dan interaksi pajanan, hasil pemantaun biologic dan efek kesehatan yang ditimbulkan, baik
perorangan maupun kelompok.
Analisis hasil surveilans hazard adalah membandingkan dengan nilai ambang batas.
Analisi hasil surveilans efek kesehatan akan didapat apa, siapa, di mana, bilamana gangguan kesehatan terjadi
sehingga didapat data distribusi frekuensi penyakit berdasarkan beberapa factor risiko.
Surveilans hazard kesehatan di lingkungan dapat menjawab intensitas, pajanan dan surveilans efek kesehatan pada
pekerja menyediakan data status kesehatan pekerja.
Menggabungkan data surveilans hazard dan surveilans efek kesehatan dapat dilakukan analisis epidemiologi untuk
menjelaskan mengapa dan bagaiman suatu gangguan kesehatan timbul.
Lebih lanjut dapat dilakukan pebandigan risiko relative pada pekerja terpajan dan tidak terpajan maka akan lebih
jelas hubungan atau asosiasi antara factor risiko dan efek yang ditimbulkan.
Hasil analisis dikomunikasikan dalam bentuk agregat dengan kode etik dan menjunjung privasi.
Penyampaian manfaat yang tinggi dan menguntungkan banyak pihak harus dilakukan untuk kesuksesan
pelaksanaan rekomendasi, terkait program kesehatan yang diencanakan.
1.4 Rangkuman
Surveilans Keselamatan dan Kesehatan Kerja terdiri dari strategi-strategi dan metode untuk mendeteksi dan
menilai secara sistematis dampak dari suatu pekerjaan terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja. Dengan
surveilans maka dilakukanlah pengumpulan, analisis, interpretasi data, dan penyebaran informasi agar dapat
diambil tindakan segera yang diyakini dapat mencegah pekerja dari penyakit dan kecelakaan. Secara garis besar
ruang lingkup surveilans K3 terbagi dua, yaitu: Surveilans Efek Kesehatan dan Keselamatan Surveilans Hazard
Kesehatan dan Keselamatan
1.5 Latihan
1. Pada suatu perusahaan minyak dan gas bumi, ditemukan peningkatan dari tahun ke tahun penyakit Jantung
Koroner, setiap tahunnya ada sekitar 11-12 kasus baru yang terdiagnosa positif PJK. Melihat pekerja yang terpajan
dengan bahan kimia BTX, adanya bising, panas serta stress pada pekerja yang cukup tinggi, maka lakukan telaah
terhadap surveilans Kesehatan Kerja yang sudah dilakukan perusahaan.
Sebutkan Metode surveilan, sumber data, teknik dan instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data
sehingga tindakan segera yang dapat mencegah pekerja dari penyakit dan kecelakaan dapat diambil
2. Pada suatu perusahaan konstruksi, ingin diketahui keluhan akan efek kesehatan pada operator alat berat
berdasarkan ketajaman pendengaran, fungsi pendengaran, fungsi pernafasan serta keluhan gangguan otot dan
tulang.
Sebutkan Metode surveilan, sumber data, teknik dan instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data
sehingga tindakan segera yang dapat mencegah pekerja dari penyakit dan kecelakaan dapat diambil
3. Pada sebuah perusahaan tambang batubara, sudah tersedia Program Surveilans Kesehatan pada Pekerja,
pelajari dengan detil program, yang meliputi :
a. Program Surveillance'X-ray Pekerja Batubara
Informasi tentang disediakannya rontgen dada gratis untuk penambang batu
bara bawah tanah. Siapa
yangmembayar? Apa pneumokoniosis Batubara Pekerja ? Apa
itu Black Lung? Kapan? Dimana?
b. Program Nasional Otopsi Pekerja Batubara
Ketika seorang penambang batubara meninggal, keluarga dapat mengatur untuk minta
dilakukan otopsi gratis. Hasilnya dapat membantumendapatkan klaim dan juga membantu para ilmuwan dan
dokter belajar lebih banyak tentang penyakit pada pekerja batubara 'pneumokoniosis atau' penyakit Black lung
1.6 Daftar Pustaka
Occupational Health Surveillance, Department of Health New York, 2008
NIOSH Surveillance, Content source: Centers for Disease Control and Prevention, 2011
Kurniawidjaja, L.Meily. “ Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja”. Jakarta : UI Press. 2010
BAB II
DATA DAN INFORMASI KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA
2.1. Pendahuluan
Belum tersedianya gambaran permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di tingkat nasional, propinsi
dan Kota maka diperlukan tersedianya data yang benar benar nyata di masyarakat. Petugas kesehatan yang
bertanggung jawab pada wilayah kerjanya, memerlukan data dasar tentang masyarakat pekerja di wilayah
kerjanya.
Data dasar dibutuhkan sebagai dasar dari Penilaian Risiko atau dikenal Risk Assesment. Secara teoritis peniliaian
risiko merupakan fokus utama dalam penyelenggaraan pelayanan K3 berbasis bukti (Evidence based). Beraneka
ragamnya jenis dan tempat kerja di masyarakat Indonesia menjadikan beraneka ragam pula jenis bahaya (hazard)
yang ada di tempat kerja hingga jenis risiko yang diterima masyarakat pekerjapun menjadi spesifik yang berakibat
pola penyakit dan cedera yang ada di tempat kerja sangat tergantung dari perubahan kondisi yang ada di tempat
kerja tersebut.
Selanjutnya, dari data dasar ditentukan data yang perlu terus dipantau, maka perlu dikembangkan sisterm
informasi K3, yang mencakup input, proses dan output. Implementasi pelaksanaan sistem informasi
K3 berdasarkan kebutuhan data berbasis bukti (Evidence based) yang dapat memberi data akurat cepat, tepat dan
secara ilmiah dapat dipertanggung jawabkan dengan jalan melakukan kegiatan survei Baseline Data (survei cepat)
yang difokuskan pada wilayah setempat, yang selanjutnya dapat digunakan di tingkat kabupaten/kota atau sebagai
angka propinsi atau nasional jika digabung dari berbagai Kabupaten/Kota.
2.2. Tujuan
Setelah mengikuti sesi ini, mahasiswa memiliki keterampilan dalam mengelola sistem infomasi di bidang K3 seperti
berikut.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan dan melaksanakan tahapan manajemen data K3 (proses pengumpulan,
pengolahan dan analisis) hingga menjadi informasi tentang penyakit dan masalah K3 di wilayah kerjanya
2.3. Isi
A. DASAR HUKUM
UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan pasal 11 yang menyatakan bahwa pengurus diwajibkan melaporkan
tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya.
UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Bab XII tentang Kesehatan Kerja yang terdiri dari 3 pasal yaitu pasal 164-
166, antara lain menetapkan pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja dan menjamin
lingkungan kerja yang sehat, bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja, wajib melakukan segala bentuk
upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1075 / MENKES / SK / VII / 2003 tentang Pedoman Sistem
Informasi Manajemen Kesehatan Kerja, maka diperlukan informasi yang akurat, tepat waktu dalam sistem
informasi sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan.
Keputusan Presiden No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang timbul Karena Hubungan Kerja
Keputusan Menteri Kesehatan No. 691 A/MENKES/SK/XII/1980 tentang Pelaporan Rumah Sakit.
B. KONSEP DAN LINGKUP SISTEM INFORMASI K3
System informasi K3 adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem informasi kesehatan yang telah ada di
Departemen Kesehatan seperti Sistem Informasi Kesehatn (SIK), Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), dan Sitem
Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) yang khusus menangani komunitas pekerja baik di sector usaha formal
maupun informal.
Untuk memperoleh berbagai data dan informasi K3 perlu dilakukan kegiatan pencatatan dan pelaporan secara baik
dan benar serta profesional tentang data dasar kesehatn kerja dan penyakit akibat kerja serta kejadian kecelakaan
kerja terutama yang menumbulkan penyakit atau cedera pada pekerja, agar dapat diketahui peta masalah K3 di
suatu wilayah kerja yang merupakan sumber informasi yang vital bagi pelaksanaan program K3 setempat. Secara
keseluruhan, data ini dapat digunakan oleh penentu kebijakan di tingkat yang lebih tinggi, tentunya dengan
kompilasi seluruh data, seperti di tingkat Kabupaten/Kota bahkan ke tingkat nasional.
Lingkup Sistem Informasi K3 mencakup informasi kesehatan dan informasi keselamatan di tempat kerja. Secara
sistem, dalam lingkup wilayah kerja terbatas seperti desa yang menjadi tanggung jawab Bidan di Desa, informasi
K3 mencakup informasi dasar (input), informasi pelaksanaan pelayanan (proses), informasi tingkat keberhasilan
jangka pendek yang langsung dapat diukur (output), dan tingkat keberhasilan jangka panjang yang memerlukan
waktu untuk mencapainya (outcome).
Data Dasar Wilayah Kerja digunakan sebagai dasar analisis kebutuhan dan pemetaan masalah, data dasar wilayah
kerja yang terkait dengan K3 antara lain mencakup data seperti berikut.
Data Demography
Data dan informasi tentang keadaan penduduk usia kerja, angkatan kerja, penyebaran pekerja berdasarkan jenis
pekerjaan yang ada di setiap desa, bila memungkinkan data di kecamatan dan Kabupaten/Kota. Di samping itu,
data tentang jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status sosial pekerja dapat membantu dalam perencanaan
program agar lebih fokus.
Data jenis dan jumlah perusahaan baik di sector formal maupun informal, diperlukan untuk membuat peta hazard
di tempat kerja dan pekerja berisiko.
b. Perusahaan atau tempat kerja yang tinggi tingkat risikonya (hazardous or high tisk)
d. Perusahaan atau tempat kerja yang menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tertinggi
2) Perikanan
4) Industri pengolahan
6) Konstruksi
10) Perantara keuangan
13) Jasa pendidikan
18) Pekerjaan lain
Akses pelayanan K3
Termasuk keberadaan dan kemudahan akses fasilitas kesehatan kerja seperti Klinik Peursahaan, Klinik Kesehatan
Kerja, rumah sakit dan Puskesmas yang memberi pelayanan K3; serta fasilitas penanggulangan kebakaran,
kesiapan penanggulangan bencana atau keadaan darurat (emergency preparedness).
Selain batas kerja, diperlukan denah wilayah (upayakan gambar GPS) kerja dan penyebaran tempat kerja terutama
yang padat karya dan/atau berisiko tinggi.
Upaya K3 menekankan upaya promotif dan preventif, pelaksanaan K3 yang baik menentukan keberhasilan dalam
pengendalian risiko. Di sektor formal ada instrumen audit, yaitu di tingkat nasional berupa Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan di tingkat internasional dikenal dengan Occupational Health and
Safety Adminstration Series (OHSAS 18000). Intinya adalah pelaksanaan manajemen risiko dari semua hazard di
tempat kerja, yaitu penilaian risiko dan pengendalian hazard. Di Indonesia, pelaksanaan SMK3 adalah wajib dan
diatur dalam peraturan perundang-undangan. Data ini perlu dimutkhirkan minimal satu kali dalam satu tahun yang
dilakukan auditor internal, satu kali dalam tiga tahun oleh auditor eksternal. Data audit ini digunakan untuk
tindakan perbaikan dan pencegahan.
Di ranah publik, terutama di sektor informal dan sentra industri UMKM, pelaksanaan K3 dilakukan oleh Puskesmas
setempat bila tersedia SDMnya. Data dan indikator pelaksanaan K3 di Puskesmas seperti berikut.
Tersedianya data yang terkait dengan input, proses dan output upaya K3
Persentasi sarana pelayanan kesehatan dasar yang telah melaksanakan pelayanan kesehatan kerja atau K3
Persentase jumlah Puskesmas yang telah mendapatkan pembinaan upaya kesehatan kerja (UKK) atau K3
Persentase jumlah tempat kerja yang telah mendapatkan pembinaan UKK atau K3
Jenis pelayanan K3 komprehensif yang diberikan yaitu promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
Data dan informasi tentang penyebaran tenaga kesehatan kerja atau tenaga K3 bagi upaya pengembangan
Program Kesehatan Kerja atau K3 di setiap Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat.
Keberhasilan upaya K3 biasanya berupa output atau luaran dari upaya K3 yang dilaksanakan, diukur dari beberapa
indikator seperti berikut.
1. Kadar atau intensitas pajanan di lingkungan kerja berada di bawah Nilai Ambang Batas
6. Pola penyakit pekerja, tren prevalensi dan insiden penyakit akibat kerja dan penyakit terkait kerja, cedera atau
penyakit akibat kecelakaan kerja
b. Tingkat Keparahan Kecelakaan (Accident Severity Rate), ialah rata-rata jumlah hari sakit dalam waktu tertentu.
Formula perhitungan severity rate adalah sebagai berikut.
a. Non Effective Rate, yaitu rata-rata waktu kerja yang hilang, dalam satuan hari atau jam, dibandingkan dengan
waktu kerja total. Formula perhitungannya seperti berikut.
b. Frekuensi Rate Absensi Sakit (Sickness Abcence Frequency Rate), yaitu rata-rata jumlah insidens absensi (surat
keterangan sakit) per orang atau jumlah spell dalam 1 periode dibandingkan dengan jumlah pekerja. Formula
perhitungan frequency rate adalah sebagai berikut.
Jumlah spell dalam 1 periode
c. Durasi Absensi Sakit (Severity Rate atau disebut Sickness Abcence Rate), ialah rata-rata jumlah hari sakit dalam
waktu tertentu. Formula perhitungan severity rate adalah sebagai berikut.
d. Durasi Spell, merupakan rata-rata jumlah hari absen sakit tiap spell (surat keterangan sakit). Formula
perhitungan durasi spell adalah sebagai berikut.
Jumlah hari hilang karena absensi sakit
Data yang dibutuhkan untuk pemantauan wilayah setempat di bidang K3, bisa didapat dari berbagai sumber baik di
desa maupun di perusahaan. Data dasar di ranah publik bisa didapat dari Kantor Desa, atau di Kantor
Kabupaten/Kota, seperti demografi, denah lokasi atau wilayah perusahaan. Sedangkan di perusahaan formal bisa
didapat dari bagian personalia atau Human Resource Department (HRD). Data tentang kegiantan K3 yang telah
dilaksanakan di ranah publik bisa didapat dari Puskesmas setempat, Dinas Kesehatan atau Dinas Ketenaga-kerjaan
ditingkat Kabupaten/Kota; sedangkan di sector formal bisa didapat dari bagian Kesehatan, Keselamatan dan
Lingkunga (HSE) atau Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3).
Data demografi tidak terlalu sulit didapat, namun data jumlah dan jenis perusahaan serta kegiatna dan indikator K3
sering kali tidak ada. Bidan di desa dapat berkeliling untuk mengenal kegiatan ekonomi yang dominan di desa,
sering kali secara kasat mata dapat diidentifikasi, dengan melakukan suvei cepat dan mewawancarai beberapa
orang di jalan dan diverifikasi dengan tokoh masyarakat atau pamong di desa. Bila memungkinkan, cara yang
terbaik untuk pengumpulan data adalah menggunakan kuesioner dengan teknik self assessment dan diverifikasi
oleh pewawancara dan/atau surveior, ceklis survei jalan selintas (SJS) atau dikenal dengan walk through
survei, dan observasi.
- Kuesioner
3 Data keluhan gangguan kesehatan dan - Data rekam medik, medikal cek up
pola penyakit F
- Klim asuransi
- Data Puskesmas
I
- Kuesioner dan SJS
- Data Puskesmas
I
- Kuesioner dan SJS
Data frekuensi distribusi, disajikan dalam bentuk tabulasi dan diagram (Gambar 3.1, Tabel 3.2). Analisis tingkat
asosiasi atau hubungan antara tingkat pajanan atau tingkat risiko (yang bersifat multifaktor) sebagai variabel
independen, dan tingkat kekerapan kecelakaan atau tingkat keparahan absensi dan indikator output lainnya
sebagai variabel dependen, dilakukan dengan menggunakan kaidah epidemiologi.
Data disajikan dalam bentuk yang komunikatif, ternyata rangkuman eksekutif dan one sheet diagram yang
komunikatif sangat disenangi karena memacu orang berpikir holistik dan komprehensif; namun perlu dilampirkan
dengan narasi yang komprehensif dan komunikatif pula. Diperlukan keterampilan komunikasi efektif baik lisan
maupun tulisan dalam menyampaikan informasi yang didapat dari hasil surveilans.
Umur
formal
(211) N 0 19 77 67 42 6 0
informal
(96) N 1 29 28 19 7 8 4
1 Ergonomi 26 %
2 Biologi 20 %
3 Kimia 12 %
4 Stres kerja 25 %
5 Lain-lain 11 %
2.4 Rangkuman
Telah dijelaskan konsep dan lingkup sistem informasi K3, tentang input (data dasar), proses (pelaksanaan K3) dan
output (indikator K3), sumber data dan instrumen pengumpulan data bila diperlukan data primer, serta cara
penyajian data yang komunikatif, agar mudah dimengerti dan dapat digunakan dalam pelaksanaan PWS dengan
pendekatan surveilans. Pengumpulan data perlu dilakukan dengan cermat dan teliti dalam rangka menjamin
validitas data.
2.5 Latihan
1. Berangkat dari masalah penyakit tangan kesemutan pada dua orang tukang kebun di kampus Depok Univ.
Indonesia, data apa yang perlu untuk identifikasi penyakit dan mencari faktor risiko serta pemecahan masalahnya.
Kumpulkan, analisis dan sajikan data temuan dalam bentuk informasi yang dapat digunakan untuk pemecahan
masalah.
2. Bidan Mui baru satu minggu bekerja di Desa Pinang Kecamatan Sirih Jawa Barat. Penduduk di Kecamatan Sirih
banyak yang bekerja sebagai pembuat tahu untuk dipasok ke 8 desa lain. Dari pertemuan pertama dengan Kepala
Desa, diketahui 2 famili Pak Kades menderita kulit gatal yang semakin melebar. Ketika Bidan Mui menanyakan
apakah penyakitnya berkaitan dengan pekerjaan, Pak Lurah malah terheran-heran. Dari pertemuan itu, Bidan Mui
berkesan bahwa pekerja belum mengerti dan kurang memperhatikan aspek K3nya.
Sebagai tenaga kesehatan yang dipercayakan untuk memperbaiki kondisi kerjanya, apa strategi yang harus
dilakukan oleh Bidan Mui agar kelangsungan proses pemelajaran bisa berjalan lancar.
3. Katarak dini pada operator mesin fotocopy. Apa yang harus diantisipasi. Data apa yang dibutuhkan untuk
surveilans? Jelaskan bagaimana mendapatkannya?
2.6 Daftar Pustaka
Escuderol, H.G., Chen, M.I., Leo, Y.S. Surveillance of Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) in the
Postoutbreak Period. Singapore Medical Journal. 2005:165.
Kurniawidjaja LM. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: UI Press: 2010.
Lauwerys, R.R., Hoet, P. Industrial Chemical Exposure Guidelines for Biological Monitoring 3rd Edition. USA: CRC
Press LLC; 2001.
BAB III
SUMBER PEMBELAJARAN, METODE DAN MEDIA
Sumber Pembelajaran
1. Buku referensi
3. Internet
Metoda Pembelajaran:
1. Kuliah
2. Tanya Jawab
3. Diskusi Kelompok,
4. Main peran
5. Praktik Lapangan
6. Tugas Kelompok
7. Latihan Kasus
Media Pembelajaran:
1. Flip chart
2. Flash card
3. Komputer-LCD,
BAB IV
TUGAS ke bawah perlu kesepakatan
A. STUDI KASUS
Pada perkuliahan ini ada 4 pokok bahasan yaitu Kesehatan Lingkungan, Gizi, Keselamatan dan Kesehatan kerja, dan
Kesehatan Reproduksi. Mahasiswa diberi tugas untuk menyelesaikan studi kasus dan membuat laporan studi
kasus dengan sistematika sebagai berikut:
Daftar Isi
Kata kunci
Identifikasi Masalah
Hipotesis
Tinjauan Pustaka
Daftar pustaka
Contoh jadwal alokasi studi kasus dalam satu kelas seperti berikut:
B. MAIN PERAN
Bermain peran ini merupakan kelanjutan dari studi kasus yang sudah dibahas pada pertemuan sebelumnya.
Diharapkan dengan bermain peran ini setiap mahasiswa mampu mempraktekkan studi kasus ini sesuai dengan
wilayah kerja masing-masing. Ada 4 kali pertemuan dalam bermain peran, materi bermain peran terdiri dari :
Materi Kesehatan Lingkungan, Materi Gizi, Materi Keselamatan dan kesehatan kerja, Materi Kesehatan
Reproduksi. Setiap kasus mempunyai lokasi yang berbeda, seperti di desa, Posyandu, tempat kerja, sekolah, dan
Polindes.
Tatanan Desa
a. Kepala Desa
b. Petugas Puskesmas
c. Tokoh Masyarakat
d. Wartawan
e. Masyarakat
Tatanan Posyandu
a. Kader
b. PKK
c. Ibu hamil
d. Ibu bayi
e. Ibu balita
f. Balita
h. Ibu menyusui
i. Petugas kesehatan
j. Tokoh masyarakat
Tatanan Tempat Kerja
a. Kepala Desa
b. Petugas Puskesmas
c. Tokoh Masyarakat
d. Wartawan
e. Masyarakat pekerja
Tatanan Sekolah
a. Kepala Sekolah
c. Komite Sekolah
e. Murid
g. Penjaja makanan
Tatanan Polindes
Mahasiswa diharapkan dapat mengidentifikasi dari peran-peran tersebut dan mampu bermain peran. Peran-peran
yang berhubungan dalam studi kasus di tatanan Polindes antara lain adalah:
a. Kader
b. PKK
c. Ibu hamil
d. Ibu bayi
e. Ibu balita
f. Balita
h. Ibu menyusui
i. Petugas kesehatan
j. Tokoh masyarakat
C. PRAKTIK LAPANGAN
Kegiatan kunjungan lapangan bertujuan supaya mahasiswa mampu mempraktekkan PWS efektif pada kelompok-
kelompok masyarakat. Salah satu kegiatan kunjungan lapangan ini adalah melakukan kegiatan penyuluhan pada
anak-anak sekolah dasar, pada ibu-ibu yang datang ke posyandu, pada pengunjung puskesmas dan pada karyawan
yang bekerja. Ada 4 lokasi dan 4 materi kunjungan lapangan. Setiap kelas dibagi menjadi 4 kelompok. Setiap
kelompok memilih metoda penyuluhan yang sesuai dan menyiapkan materi penyuluhan untuk 4 lokasi dengan
materi yang berbeda. Praktik lapangan dapat dilakukan di desa, posyandu, polindes, sekolah, atau tempat kerja.
Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Hasil
Daftar Pustaka
Tata cara penulisan laporan mengikuti Pedoman Penulisan Tugas Akhir UI yang dapat diunduh
di:..................................
BAB V
EVALUASI HASIL PEMBELAJARAN
Praktek Komunikasi
Lapangan 30%
Presentasi
Laporan praktik lapangan 20%
*) Masing-masing mata kuliah (Komunikasi Kesehatan, Promosi Kesehatan di Komunitas, dan Metode dan Teknik