PERPAJAKAN
DISUSUN OLEH :
WAHYU PANGESTU
C 201 16 327
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik ,
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Perpajakan ini yang berisi
tentang PPh Pasal 25. Oleh karena itu, kami penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi perbaikan makalah di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca. Aamiin
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
RUMUSAN MASALAH
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Penghasilan Neto PPh WP Badan ?
2. Untuk mengetahui bagaimana Kompensasi terhadap Kerugian Fiskal ?
3. Untuk mengetahui bagaimana Penghasilan yang Kena Pajak
4. Untuk mengetahui bagaimana perhitungan PPh Badan Terutang ?
5. Untuk mengetahui bagaimana system Kredit Pajak PPh Badan ?
6. Untuk mengetahui bagaimana penggolongan PPh Kurang Bayar PPh Badan ?
7. Untuk mengetahui bagaimana perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 Tahun Berjalan ?
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam sistem perpajakan Indonesia dikenal istilah cicilan bulan Pajak Penghasilan yang
merupakan pembayaran pendahuluan atas PPh yang akan terutang di akhir tahun berdasarkan
SPT Tahunan PPh, yang dikenal dengan Angsuran PPh Pasal 25. Berikut ini akan dijelaskan
bagaimana menghitung angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan yang
berlaku.
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan :
Pajak penghasilan yang dipotong sesuai pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17 ayat (1)
bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan pasal 23
(15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah - serta 2% berdasarkan sewa dan
penghasilan lain serta imbalan jasa) - serta pajak penghasilan yang dipungut sesuai pasal
22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP);
Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.
Penghitungan tersebut dibedakan menjadi dua yaitu bagi Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib
Pajak Badan.
- Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 Ayat (1) bagi Wajib Pajak Badan
Pengurangan/Kredit Pajak :
Contoh :
Pajak penghasilan yang terutang untuk PT Perdana berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan tahun 2012 sebesar Rp 125.000.000. Pajak yang telah dipotong atau dipungut
oleh pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2012 adalah
sebagai berikut :
Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22) sebesar Rp 30.000.000
Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 23) sebesar Rp 15.000.000
Pajak Penghasilan yang dibayar di luar negeri sebesar Rp 42.500.000, tetapi berdasarkan
ketentuan yang dapat dikreditkan (PPh Pasal 24) sebesar Rp 40.000.000
Pajak penghasilan yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain, dan yang dibayarkan atau
terutang di luar negeri tersebut untuk bagian tahun pajak yang meliputi masa 8 (delapan bulan
dalam tahun 2012)
Jawab :
Kredit Pajak :
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan (PPh Pasal
25) dalam tahun 2013 adalah :
Contoh :
Apabila Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam contoh di atas berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperoleh untuk bagian tahun pajak yang meliputi masa 12 (dua
belas bulan) dalam tahun 2012, maka besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri
setiap bulan dalam tahun 2013 adalah sebesar Rp 3.333.333,333 (Rp 40.000.000 dibagi 12
bulan).
Mengingat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan bagi
Wajib Pajak badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan belum dapat dihitung sesuai dengan ketentuan PPh
Pasal 25 ayat (1).
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan
sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, sama
dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Contoh :
3. Menghitung Angsuran PPh Pasal 25 Apabila Dalam Tahun Berjalan Diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak Untuk Tahun Pajak Yang Lalu
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun
pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat
ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan
surat ketetapan pajak.
Contoh :
Berdasarkan ketentuan tersebut maka besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli
2015 adalah sebesar Rp 2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan
surat ketetapan pajak tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dari angsuran pajak
sebelumnya berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan.
Contoh :
Wajib Pajak PT Perdana pada tahun 2014 memperoleh penghasilan neto sebesar Rp
500.000.000. Pajak-pajak yang telah dibayarkan melalui pemotongan/pemungutan oleh pihak
ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2014 sebagai berikut :
Pajak yang harus dibayar di luar negeri sebesar Rp 25.750.000. Dari jumlah tersebut yang
boleh dikreditkan sebesar Rp 20.000.000
Surat Pemberitahuan Tahunan PPh disampaikan pada tanggal 30 April 2015. Angsuran pajak
bulan Desember 2014 sebesar Rp 3.000.000. Pada bulan Agustus 2015 ditetapkan surat
ketetapan pajak yang menyebutkan bahwa angsuran PPh tahun 2015 adalah Rp 4.000.000.
Besarnya angsuran pajak dalam tahun 2015 dihitung sebagai berikut :
a. Angsuran PPh bulan Januari s.d. Maret 2015 adalah sama dengan angsuran terakhir tahun
2014, yaitu Rp 3.000.000
b. Angsuran PPh bulan April s.d. Agustus 2015 dihitung sebagai berikut ;
Angsuran bulanan PPh Pasal 25 ayat (1) untuk tahun 2015 adalah :
Kredit Pajak :
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap mulai bulan
April s.d. Agustus 2015 adalah :
Contoh :
Penghasilan PT Dira tahun 2009 adalah sebesar Rp 250.000.000,00. Sisanya kerugian tahun
2007 yang masih dapat dikopensasikan adalah sebesar Rp 300.000.000,00. Sisa kerugian yang
belum dikompensasikan sebesar RP 50.000.000,00. Pada tahun 2009 PPh yang dipotong atau
dipungut pihak lain adalah sebesar Rp 8.000.000,00 dan tidak ada pajak yang dibayar atau
terutang di luar negeri.
Jawab :
Penghitungan PPh Pasal 25 tahun 2010 :
Penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah
sebesar Rp 250.000.000,00 – Rp 50.000.000,00 = Rp 200.000.000,00.
PPh Terutang
Rp 42.000.000,00
Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara
berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan
usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur
adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari
pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha
pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan
tidak teratur adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penghasilan neto
menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu setelah
dikurangi dengan penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan
tersebut dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak
Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan
Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-undang PPh, dibagi 12 (dua belas) atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Contoh :
Wajib Pajak PT A pada tahun 2012 memperoleh dari total peredaran bruto sebesar Rp
14.800.000.000 penghasilan neto yang bersifat tidak teratur dari usaha dagang sebesar Rp
148.00.000 dan penghasilan tidak teratur dari mengontrakkan rumah selama 3 tahun yang
dibayar sekaligus pada tahun 2012 sebesar Rp 72.000.000. Mengingat penghasilan yang tidak
teratur tersebut diterima sekaligus pada tahun 2012, maka penghasilan yang dipakai sebagai
dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 pada tahun 2013 adalah hanya dari penghaisilan
teratur tahun 2012. Dengan catatan bahwa dalam tahun 2012 Wajib Pajak A telah dipungut PPh
Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 2.900.000, maka angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2013
dihitung sebagai berikut :
Rp 31.000.000
Kredit pajak/pengurangan :
Rp 28.100.000 / 12 Rp 2.341.667
6. SPT Tahunan PPh Tahun yang Lalu Disampaikan setelah Lewat Batas Waktu yang
Ditentukan
Apabila ST Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang
ditentukan, yaitu selambat-selambatnya tiga bulan setelah akhir tahun pajak, besarnya PPh
Pasal 25 dihitung sebagai berikut :
a. Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT sampai dengan bulan sebelum
disampaikannya SPT tersebut, besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama dengan besarnya
angsuran PPh Pasal 25 bulan terkahir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara.
b. Untuk bulan-bulan setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya
angsuran PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan. Ketentuan tersebut
adalah :
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama dengan PPh yang terutang menurut SPT
Tahunan PPh tahun yang lalu dikurangi dengan PPh yang dipotong/dipungut oleh
pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23) serta PPh yang dibayar atau terutang di
luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24), dibagi dengan 12 atau banyaknya
bulan dalam bagian tahun pajak.
Jika diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk tahun yang lalu, besarnya angsuran
PPh Pasal 25 adalah sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam Surat Ketetapan
tersebut dan dimulai pada bulan berikutnya setelah bulan penerimaan SKP.
Jika Wajib Pajak berhak kompensasi, besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama
dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun yang lalu (PPh yang
terutang ini dihitung berdasarkan Penghasilan Kena Pajak yang telah
memperhitungkan kompensasi krugian) dikurangi dengan PPh yang
dipotong/dipungut oleh pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23) serta PPh yang
dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24), dibagi
dengan 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Jika Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, besarnya angsuran Pasal
25 sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu (PPh
yang terutang unu dihitung berdasar penghasilan teratu saja), dikurangi dengan
PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23) serta
PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24),
dibagi dengan 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 pada huruf a lebih besar daripada bessarnya PPh 25 pada
huruf b, atas kekurangan tersebut terutang bunga 2% (dua persen) sebelum jangka waktu yang
dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan
tanggal penyetoran.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 pada huruf a lebih kecil daripada besarnya PPh 25 pada
huruf b, atas kelebihan setoran tersebut dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal bulan-bulan
berikutnya setelah penyampaian SPT Tahunan PPh.
Contoh :
PT Putra Jaya menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2012 pada tanggal 23 Mei
2013, dengan data sebagai berikut :
PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Tahun Pajak 2012 Rp 42.500.000
Angsuran PPh Pasal 25 bulan Januari dan Maret 2013 masing masing sebesar Rp
8.000.000 (sama dengan angsuran PPh Pasla 25 bulan Desember 2012)
Angsuran PPh Pasal 25 bulan April sampai dengan Mei 2013 sama dengan Rp 8.000.000
Angsuran PPh Pasal 25 bulan April sam pai dengan Desember 2013 dihitung kembali
berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2012, yaitu :
Angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan April sampai dengan Desember 2013 :
Rp 107.500.000 / 12 = Rp 8.958.333
PPh Pasal 25 bulan April sampai dengan Mei 2013 yang telah disetor sebesar Rp 8.000.000
sebulan, padahal yang seharusnya adalah sebesar Rp 8.958.333, sehingga terdapat kekurangan
sebesar Rp 958.333 setiap bulan untuk bulan April sampai dengan Mei 2013. Jumlah tersebut
harus disetor dan terutang bunga sebagai berikut :
Untuk Masa April 2013 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei 2013 sampai
dengan tanggal penyetoran;
Untuk Masa Mei 2013 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Juni 213 sampai
dengan tanggal penyetoran.
Dan dalam hal penghitungan kembali PPh Pasal 25 untuk bulan Maret sampai dengan
Desember 2013 menghasilkan jumlah yang lebih kecil daripada jumlah PPh Pasal 25 untuk bulan
April dan Mei 2013, maka kelebihan setoran bulan April dan Mei tersebut dapat diperhitungkan
dengan setoran bulan Mei 2013 dan seterusnya.
7. Wajib Pajak Diberikan Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan PPh
Dalam hal Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh,
bearnya PPh Pasal 25 dihitung sebagai berikut :
a. Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT sampai dengan bulan sebelum
disampaikannya SPT tersebut, besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama dengan besarnya
angsuran PPh Pasal 25 yang dihitung berdasarkan SPT Tahunan Sementara yang
disampaikan Wajib Pajak pada saat mengajukan permohonan izin perpanjangan.
b. Untuk bulan-bulan setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya
angsuran PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan. Ketentuan tersebut
adalah :
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama dengan PPh yang terutang menurut SPT
Tahunan PPh tahun yang lalu dikurangi dengan PPh yang dipotong/dipungut oleh
pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23) serta PPh yang dibayar atau terutang di
luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24), dibagi dengan 12 atau banyaknya
bulan dalam bagian tahun pajak.
Jika diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk tahun yang lalu, besarnya angsuran
PPh Pasal 25 adalah sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam Surat Ketetapan
tersebut dan dimulai pada bulan berikutnya setelah bulan penerimaan SKP.
Jika Wajib Pajak berhak kompensasi, besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama
dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun yang lalu (PPh yang
terutang ini dihitung berdasarkan Penghasilan Kena Pajak yang telah
memperhitungkan kompensasi krugian) dikurangi dengan PPh yang
dipotong/dipungut oleh pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23) serta PPh yang
dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24), dibagi
dengan 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Jika Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, besarnya angsuran Pasal
25 sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu (PPh
yang terutang ini dihitung berdasar penghasilan teratu saja), dikurangi dengan
PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain (Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23) serta
PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 24),
dibagi dengan 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 pada huruf a lebih besar daripada besarnya PPh 25 pada
huruf b, atas kekurangan tersebut terutang buga 2% (dua persen) sebelum jangka waktu yang
dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan
tanggal penyetoran.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 pada huruf a lebih kecil daripada besarnya PPh 25 pada
huruf b, atas kelebihan setoran tersebut dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal bulan-bulan
berikutnya setelah penyampaian SPT Tahun PPh.
Contoh :
SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2011 disampaikan pada 10 Juni 2012, dengan data sesungguhnya
sebagai berikut :
Angsuran PPh Pasal 25 bulan Januari sampai dengan Maret 2012 masing-masing sebesar Rp
4.000.000
Angsuran PPh Pasal 25 bulan April sampa dengan Mei 2012 dihitung berdasarkan SPT Tahunan
PPh Tahun Pajak 2011 (penghitungan sementara), yaitu :
Angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Maret sampai dengan Mei 2012 :
Rp 57.500.000 / 12 = Rp 4.791.600
Angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan April sampai dengan Desember 2012 dihitung berdasarkan
SPT Tahunan PPh tahun pajak 2011 (penghitungan sesungguhnya), yaitu :
Rp 82.500.000 / 12 = Rp 6.875.000
PPh Pasal 25 untuk bulan April sampai dengan Mei 2012 yang telah dosetor sebesar Rp
4.791.600 sebulan, padahal yang seharusnya adalah sebesar Rp 6.875.000, sehingga terdapat
kekurangan sebesar Rp 2.083.400 setiap bulan untuk bulan April sampai dengan Mei 2012.
Jumlah tersebut harus disetor dan terutang bunga sebagai berikut :
Untuk Masa April 2012 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei 2012 sampai
dengan tanggal penyetoran;
Untuk Masa Mei 2012 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Juni 2012 sampai
dengan tanggal penyetoran;
Dan dalam hal penghitungan kembali PPh Pasal 25 untuk bulan April sampai dengan
Desember 2012 menghasilkan jumlah yang lebih kecil daripada jumlah PPh Pasal 25 untuk bulan
April sampai dengan Mei 2012, maka kelebihan setoran bulan April dan Mei tersebut dapat
diperhitungkan dengan setoran bulan Mei 2012 dan seterusnya.
8. Wajib Pajak Membetulkan Sendiri SPT Tahunan PPh yang Mengakibatkan Angsuran
Bulanan Lebih Besar daripada Angsuran Bulanan Sebelum Pembetulan
Apabila dalam tahun berjalan Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh tahun
pajak yang lalu, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan PPh.
Pembetulan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT tersebut.
Perhitungan kembali besarnya angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan SPT Pembetulan tetap
memerhatikan ketentuan kompensasi kerugian dan ketentuan penghasilan tidak teratur.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan tersebut lebih besar daripada
PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang
bunga sebesar 2% untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25
dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan tersebut lebih kecil
daripada PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat
dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikutnya setelah penyampaian SPT Tahunan
Pembetulan.
Contoh :
a. SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2011 PT Perdana disampaikan pada tanggal 25 April
2012, dengan data sebagai berikut :
PPh terutang Rp 125.000.000
PPh Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 yang dikreditkan Rp 42.500.000
b. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Desember 2011 adalah Rp 6.000.000
c. Wajib Pajak melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2011 pada tanggal
16 Agustus 2012, dengan data baru sebagai berikut :
PPh terutang Rp 150.000.000
PPh Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 yang
Dapat dikreditkan Rp 42.500.000
d. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun 2012 adalah :
Angsuran PPh Pasal 25 bulan Januari sampai dengan Maret 2012 masing-masing sebesar
Rp 6.000.000 (sama dengan angsuran bulan terakhir tahun yang lalu yaitu angsuran bulan
Desember 2011)
Angsuran PPh Pasal 25 bulan April samapai dengan Juli 2012 dihitung berdasarkan SPT
Tahunan PPh Tahun Pajak 2011 sebelum pembetulan, yaitu :
PPh yang terutang Rp 125.000.000
Kredit pajak diperbolehkan
(Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24) Rp 42.500.000
Dasar perhitungan angsuran Rp 82.500.000
Angsuran PPh Pasal 25 April sampai dengan Juli 2012 :
Rp 82.500.000 / 12 = Rp 6.875.000
Angsuran PPh Pasal 25 bulan Agustus sampai dengan Desember 2012 dihitung kembali
berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahunan PPh Tahun Pajak 2011 setelah pembetulan
yaitu :
PPh yang terutang Rp 150.000.000
Kredit pajak diperbolehkan
(Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24) Rp 42.500.000
Dasar penghitungan angsuran Rp 107.500.000
e. Angsuran PPh Pasal 25 April sampai dengan Juli 2012 :
Rp 107.500.000 / 12 = Rp 8.958.333
f. PPh Pasal 25 bulan April sampai dengan Juli 2012 yang telah disetor sebesar Rp
6.875.000 sebulan, padahal yang seharusnya adalah sebesar Rp 8.958.333 sebulan,
sehingga terdapat kekurangan sebesar Rp 2.083.333 setiap bulan untuk bulan April
sampai dengan Juli 2012. Jumlah tersebut harus disetor dan terutag bunga sebagai berikut
:
Untuk Masa April 2012 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei 2012
sampai dengan tanggal penyetoran
Untuk Masa Mei 2012 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Juni 2012
sampai dengan tanggal penyetoran
Untuk Masa Juni 2012 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Juli 2012
sampai dengan tanggal penyetoran
Untuk Masa Juli 2012 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Agustus
2012 sampai dengan tanggal penyetoran
Dan dalam hal penghitungan kembali PPh Pasal 25 untuk Masa Agustus sampai dengan
Desember 2012 menghasilkan jumlah yang lebih kecil daripada jumlah PPh Pasal 25 untuk bulan
April sampai dengan Juni 2012, maka kelebihan setoran bulan Maret sampai dengan Juli tersebut
dapat diperhitungkan dengan setoran bulan Juli 2012 dan seterusnya.
Perubahan usaha atau kegiatan Wajib Pajak dapat terjadi karena penurunan usaha maupun
peningkatan usaha. Penurunan atau peningkatan usaha tersebut berpengaruh pada besarnya
penghasilan dan selanjutnya memengaruhi PPh.
Apabila sesudah 3 bulan tau lebih berjalannya suatu tahun pajak, Wajib Pajak mengalami
penurunan usaha, dan dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak
tersebut kurang dari 75% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh
Pasal 25, maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25
dengan cara sebagai berikut :
a. Permohonan diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar.
b. Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25 tersebut harus disertai
dengan penghitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan
penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-
bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
c. Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggak diterimanya surat permohonan
Wajib Pajak tentang pengurangan PPh Pasal 25, Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak
memberikan keputusan, maka permohonan Wajib Pajak tersebut dianggap diterima dan
Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran PPh Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya.
Apabila dalam tahun pajak berjalan Wajib Pajak mengalami peningkatan usaha dan
diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% dari PPh yang
terutang yang menjadi dasar penghitungan, besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang
tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan
kenaikan PPh yang terhutang tersebut oleh Wajib Pajak sendiri atau Kepala Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Contoh :
PT Buana yang bergerak di bidang produksi benang dalam tahun 2009 membayar angsuran
bulanan sebesar Rp 15.000.000,00. Bulan Juni 2009 pabrik milik PT Buana terbakar, oleh karena
itu berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak mulai bulan Juli 2009 angsuran bulanan PT
Buana dapat disesuaikan menjadi lebih kecil dari Rp 15.000.000,00. Sebaliknya apabila PT
Buana mengalami peningkayan usaha, misalnya ada usaha peningkatan penjualan dan
diperkirakan Penghasilan Kena Pajaknya akan lebih besar dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, maka kewajiban angsuran bulanan PT Buana dapat disesuaikan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
Dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor per10/Pj./2009 Tanggal 11 Februari 2009
bahwa WP yang mengalami perubahan keadaan usaha atau memenuhi Ketentuan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep.537/Pj./2000 dapat mengajukan permohonan pengurangan
PPh Pasal 25 sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Per 10/Pj./2009.
10. PPh Pasal 25 Bagi Wjib Pajak Baru; Bank, Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Wajib Pajak Masuk Bursa, Dan Wajib Pajak
Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Harus
Membuat Laporan Keuangan Berkala; Dan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu Dengan Tarif Paling Tinggi 0,75% Dari Peredaran Bruto
a. PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru
Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama
kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan,
sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tanggal 31 Desember 2008
yang diberlakukan sejak 1 Januari 2009. Besarnya angsuran PPh pasal 25 setiap bulan untuk
WP Baru dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan netto sebulan yang
disetahunkan, dibagi dua belas.
Besarnya penghasilan neto adalah :
1. Apabila Wajib Pajak Baru menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya
dapat dihitung besarnya penghasilan netto tiap bulan, penghasilan netto fiskal dihitung
berdasarkan pembukuannya.
Angsuran PPh Pasl 25 sebulan = 1/12 ( Tarif Pasal 17 × penghasilan neto sebulan yang
disetahunkan)
Contoh :
PT Angkasa terdaftar sebagai Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Yogyakarta
pada tanggal 1 Pebruari 2011. Peredaran atau penerimaan bruto menurut pembukuan bulan
Pebruari 2011 sebesar Rp 75.000.000. Setelah dikurangi dengan pengurangan/biaya yang
diperkenankan maka didapatkan penghasilan neto sebesar Rp 10.000.000. Penghitungan PPh
Pasal 25 bulan Pebruari 2012 sebagai berikut :
Angsuran PPh Pasal 25 sebulan = 1/12 (Tarif Pasal 17 × (Perkiraan laba triwulan pertama
× 4))
Contoh :
PT Bank Dana Sejahtera dalam laporan triwulan April s.d.juni 2014 menunjukkan
penghasilan netto Rp 300.000.000.
Perhitunngan PPh Pasal 25 untuk masa Juli, Agustus, September 2014 adalah sebagai
berikut:
Penghasilan netto triwulan Rp 300.000.000
Penghasilan netto disetahunkan
4 x Rp 300.000.000 Rp 1.200.000.000
PPh Terutang
25% x Rp 1.200.000.000 Rp 300.000.000
PPh Pasal 25 masa Juli, Agustus, September 2014 :
Rp 300.000.000 / 12 = Rp 25.000.000
Untuk triwulan berikutnya dihitung kembali PPh Pasal 25 tiap-tiap triwulan seperti
perhitungan di atas.
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak BUMN dan BUMD dengan nama dan
bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, adalah sebesar
Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laa rugi fiskal menurut
Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah
disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan
pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar
negeri tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas. Dalam hal Rencana Kerja Anggaran Pendapatan
(RKAP) sebagaimana diatur pada ayat (1) belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal
25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25
bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.
Contoh :
Menurut RKAP tahun 2015 yang sudah disahkan, PT Jogja Bangkit (sebuah BUMD yang
dimiliki pemerintah Kota Yogyakarta) diperkirakan mempunyai penghasilan netto sebesar Rp
1.000.000.000,00. Kredit Pajak (PPh Pasal 22, pasal 23 dan pasal 24 yang dapat dikreditkan)
Tahun 2009 berjumlah Rp 70.000.000,00.
12. Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan Harus Membuat Laporan Keuangan Berkala
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib
Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala,
adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-
rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala erakhir yang disetahunkan dikurangi dengan
pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh Pasal 24 yang dibayar
atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas.
13. PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha dibidang perdagangan yang mempunyai tampat usaha lebih
dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak luar negeri yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetapdi
Indonesia.
Pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya.
3.2 Saran
Dari uraian pembahasan di atas penulis menyarankan kepada pembaca sekalian agar
manfaat dari pembahasan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat memberikan wawasan
positif. Dimana sisi positif dari uraian tersebut bisa dijadikan sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan tentang Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut dan bisa dijadikan sebagai bahan
pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan saran dari
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Resmi, Siti. 2014. Perpajakan; Teori dan Kasus, Edisi 8 Buku 1. Jakarta : Salemba Empat
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/20237-penghitungan-
angsuran-pph-pasal-25-bagi-wajib-pajak-menurut-peraturan-menteri-keuangan-nomor-208-
pmk-03-2009 (Diakses 29 Oktober 2016)