Anda di halaman 1dari 19

Pertemuan 5

Tutor : Ns. Ulia Rahma, S.Kep


Submateri pertemuan:
1. MTBS
2. Jenis dan Jadwal Imunisasi
3. Terapi Bermain sesuai Usia
4. Ikterik Neonatus dan Penatalaksanaannya

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 1


MTBS
(DepKes RI, 2015)

CAMPAK
KLASIFIKASI GEJALA TINDAKAN

Campak dengan
komplikasi berat*
Ada tanda bahaya umum
• Beri vitamin A dosis pengobatan
ATAU
• Beri dosis pertama antibiotik yang sesuai
Adanya kekeruhan pada
• Jika ada kekeruhan pada kornea atau nanah
*Komplikasi penting lain kornea mata
pada mata berikan salep mata tetrasiklin
dari campak, pneumonia, ATAU
• Jika demam tinggi (≥ 38,5° C) beri dosis
stridor, diare, infeksi Ada luka di mulut yang dalam
pertama parasetamol
telinga, dan gizi buruk atau luas
• RUJUK SEGERA

• Beri vitamin A dosis pengobatan


• Jika ada nanah pada mata, beri salep mata
Campak dengan Ada nanah pada mata
anitibiotik
komplikasi pada mata ATAU
• Jika ada luka pada mulut oleskan antiseptic
dan/atau mulut Ada luka pada mulut
mulut Jika anak gizi buruk berei vitamin A
sesuai dosis.
• Kunjungan ulang 3 hari
Campak sekarang atau dalam
Campak • Beri Vitamin A
3 bulan terakhir

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 2


DEMAM BERDARAH
KLASIFIKASI GEJALA TINDAKAN

Ada tanda tanda syok/gelisah • Jika ada syok, beri Oksigen 2 – 4 Lpm dan
ATAU beri segera cairan intravena sesuai petunjuk
Muntah bercampur darah/seperti • Jika tidak ada syok tapi sering muntah atau
kopi malas minum, beri cairan infus Ringer
ATAU laktat/Ringer Asetat, jumlah cairan rumatan
Demam Berdarah Berak berwarna hitam • Jika tidak ada syok, tidak muntah dan
Dengue (DBD) ATAU masih mau minum, beri oralit atau cairan
Perdarahan dari hidung atau gusi lain sebanyak mungkin dalam perjalanan ke
ATAU rumah sakit
Bintik-bintik perdarahan di kulit • Beri dosis pertama parasetamol, jika
(petekie) dan uji torniket positif demam tinggi (≥ 38,5 ° C), tidak boleh
ATAU golongan salisilat dan ibuprofen
Sering muntah • RUJUK SEGERA
Demam mendadak tinggi dan terus • Beri dosis pertama parasetamol, jika
menerus demam tinggi (≥ 38,5 ° C), tidak boleh
ATAU golongan salisilat dan ibuprofen
Mungkin DBD Nyeri ulu hati atau gelisah • Nasihati untuk lebih banyak minum:
ATAU oralit/cairan lain.
Bintik-bintik perdarahan di kulit • Nasihati kapan kembali segera
dan uji torniket (-) • Kunjungan ulang 1 hari jika tetap demam
• Obati penyebab lain dari demam
• Beri dosis pertama parasetamol, jika
Demam Mungkin
Tidak ada satupun gejala di atas demam tinggi (≥ 38,5 ° C), tidak boleh
Bukan DBD golongan salisilat dan ibuprofen
• Nasihati kapan kembali segera
• Kunjungan ulang 2 hari jika tetap demam

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 3


KLASIFIKASI DEMAM
KLASIFIKASI GEJALA TINDAKAN

• Beri obat anti malaria oral


Demam atau teraba panas atau suhu • Beri satu dosis parasetamol untuk demam ≥
≥ 37,5 C 38,5 C
Malaria DAN • Nasehati ibu kapan kembali segera
Mikroskopis RDT positif • Kunjungan ulang 3 hari jika tetap demam
• Jika demam berlanjut lebih dari 7 hari, rujuk
untuk penilaian lebih lanjut.
Campak sekarang atau dalam 3
bulan terakhir
Tanda-tanda campak saat ini:
Campak Ruam kemerahan di kulit yang • Beri vitamin A
menyeluruh
DAN
Terdapat salah satu tanda berikut:
batuk, pilek, mata merah
Ada tanda-tanda syok/gelisah
• Jika ada syok, beri oksigen 2-4 liter/menit
ATAU
dan segera beri cairan intravena
Muntah bercampur darah
• Jika tidak ada syok, tetapi muntah
ATAU
sering/malas minum, beri cairan Ringer
Berak berwarna hitam
Demam Berdarah Laktat
ATAU
Dengue • Jika tidak ada syok, tidak muntah dan masih
Perdarahan dari hidung/gusi
mau minum, beri oralit
ATAU
• Beri dosis pertama parasetamol, jika
Bintik-bintik perdarahan di kulit
demam tinggi ≥ 38,5 C, tidak boleh golongan
(petekie) dan uji torniket positif
salisilat dan ibuprofen
ATAU
• RUJUK SEGERA
Sering muntah

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 4


DIARE

KLASIFIKASI GEJALA TINDAKAN

Jika terdapat dua atau lebih tanda-


tanda berikut ini:
Diare dehidrasi • Beri cairan dan tablet zinc sesuai rencana
• Letargis
berat terapi C (pemberian cairan intravena dan
• Mata cekung
pemberian oralit)
• Tidak bisa minum
• CRT > 3 dtk (sangat lambat)
Jika terdapat dua atau lebih tanda-
• Beri cairan dan tablet zinc sesuai rencana
tanda berikut ini:
Diare dehidrasi terapi B (pemberian oralit)
• Gelisah/rewel
ringan/sedang • Nasihati kapan kembali segera.
• Mata cekung
• Kunjungan ulang 3 hari jika tidak ada
• Haus, minum dengan lahap
perbaikan
• CRT kembali lambat
• Beri cairan dan tablet zinc sesuai rencana
Tidak cukup tanda-tanda terapi A (Beri ASI lebih sering dan berikan
Diare tanpa
diklasifikasikan sebagai diare oralit)
dehidrasi dehidrasi berat, ringan maupun • Nasihati kapan kembali segera.
sedang. • Kunjungan ulang 3 hari jika tidak ada
perbaikan

Diare > 14 hari dan terdapat darah dalam tinja maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

KLASIFIKASI GEJALA TINDAKAN

Diare persisten • Atasi dehidrasi


berat Adanya dehidrasi
• RUJUK
• Nasehati pemberian makan
Diare persisten Tanpa dehidrasi • Beri tablet zinc selama 10 hari
• Kunjungan ulang 3 hari
• Beri antibiotik yang sesuai
• Nasehati pemberian makan
Disentri Adanya darah dalam tinja • Beri tablet zinc selama 10 hari
• Nasehati kapan kembali segera
• Kunjungan ulang 3 hari

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 5


MASALAH TELINGA

KLASIFIKASI GEJALA TINDAKAN

Mastoiditis Pembengkakan yang nyeri di • Beri dosis pertama antibiotik


belakang telinga • Beri dosis pertama parasetamol
• RUJUK SEGERA
Nyeri telinga
• Beri antibiotik yang sesuai selama 5 hari
ATAU
Infeksi Telinga • Beri parasetamol untuk mengatasi nyeri
Rasa penuh di telinga dan dapat
Akut • Keringkan telinga dengan bahan penyerap setelah
keluar cairan dari telinga
dicuci dengan H2O2 3%
selama kurang dari 14 hari
• Kunjungan ulang 5 hari

Tampak cairan/nanah keluar • Keringkan telinga dengan kain/kertas penyerap


Infeksi Telinga setelah dicuci dengan H2O2 3%
dari telinga dan telah terjadi
Kronis • Beri tetes telinga yang sesuai
selama 14 hari atau lebih
• Kunjungan ulang 5 hari
Tidak ada nyeri telinga
Tidak Ada Infeksi DAN
Telinga • Tidak perlu tindakan tambahan
Tidak ada nanah keluar dari
telinga

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 6


PNEUMONIA
KLASIFIKASI GEJALA TINDAKAN

Adanya tarikan dinding dada


• Beri O2 2-3 liter/menit
Pneumonia berat ke dalam
• Beri dosis pertama antibiotik yang sesuai
ATAU
• RUJUK SEGERA
Saturasi O2 < 90 %

Napas cepat • Beri amoksisilin 2x sehari selama 3 hari


2 bulan - < 12 bulan • Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang
RR ≥ 50x/menit aman
Pneumonia • Obati wheezing bila ada
• Apabila batuk > 14 hari atau wheezing berulang,
12 bulan - < 5 tahun RUJUK untuk pemeriksaan lanjutan
• Nasihati kapan kembali segera
RR ≥ 40x/menit
• Kunjungan ulang 3 hari

• Beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang


aman
Batuk bukan Tidak ada tanda-tanda • Obati wheezing bila ada
pneumonia pneumonia maupun • Apabila batuk > 14 hari atau wheezing berulang,
pneumonia berat. RUJUK untuk pemeriksaan lanjutan
• Nasihati kapan kembali segera
• Kunjungan ulang 5 hari

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 7


STATUS GIZI

KLASIFIKASI GEJALA TINDAKAN

Gizi buruk • Tampak sangat kurus • Beri dosis pertama antibiotik yang sesuai
dengan ATAU • Tangani anak untuk mencegah turunnya kadar
komplikasi • Edema pada kedua kaki gula darah
ATAU • Hangatkan badan
• BB/PB: < - 3 SD ATAU LILA < • RUJUK SEGERA
11,5 cm, DAN salah satu dari:
- Adanya tanda bahaya umum
- Adanya klasifikasi berat
- Adanya masalah pemberian
ASI

Gizi buruk tanpa • Tampak sangat kurus • Beri antibiotik yang sesuai selama 5 hari
komplikasi • Edema minimal (kedua • Tangani anak untuk mencegah turunnya kadar
punggung tangan/kaki) atau gula darah
tidak tampak edema • Hangatkan badan
• BB/PB: < - 3 SD ATAU LILA < • berikan makanan sesuai kebutuhan anak yaitu
11,5 cm DAN tidak ada 150-220 kkal/kg/BB/hr, dan protein 4-6
komplikasi medis. g/kg/BB/hr
• Lakukan pemeriksaan adanya penyakit penyerta
seperti TB, malaria, HIV dan cacingan.
• Nasihati kapan kembali segera
• Kunjungan ulang 7 hari
Gizi kurang BB/PB: ≥ - 3 SD - < - 2 SD • Lakukan penilaian pemberian makan pada anak.
Bila ada masalah pemberian makan, kunjungan
ATAU ulang 7 hari
• Lakukan penilaian kemungkinan infeksi TB
LILA antara 11,5 cm - < 12,5 cm.
• Kunjungan ulang 30 hari
Gizi baik BB/PB: 2 SD - + 2 SD • Jika anak berumur kurang dari 2 tahun, lakukan
ATAU penilaian pemberian makan pada anak. Bila ada
LILA ≥ 12,5 cm. masalah pemberian makan, kunjungan ulang 7
hari

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 8


JENIS DAN JADWAL IMUNISASI

JENIS RUTE/CARA
USIA LOKASI PEMBERIAN DOSIS
IMUNISASI PEMBERIAN

Anterolateral paha
0 – 7 hari HB 0 Intramuskular 0,5 cc
atas

Lengan kanan atas


BCG Intrakutan (insertio musculus 0,05 cc
1 bulan deltoideus)

Polio 1 Oral Melalui mulut 2 tetes


Anterolateral paha
DPT-HB-Hib 1 Intramuskular 0,5 cc
2 bulan atas
Polio 2 Oral Melalui mulut 2 tetes
Anterolateral paha
DPT-HB-Hib 2 Intramuskular 0,5 cc
3 bulan atas
Polio 3 Oral Melalui mulut 2 tetes
Anterolateral paha
DPT-HB-Hib 3 Intramuskular 0,5 cc
4 bulan atas
Polio 4 Oral Melalui mulut 2 tetes
Lengan kiri atas atau
9 bulan Campak Subkutan 0,5 cc
anterolateral paha
Sumber : MTBS (2015)

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 9


Optimal : jadwal imunisasi dasar

Catch-up : jadwal mengejar ketertinggalan imunisasi dasar

Booster : jadwal imunisasi penguat

Daerah endemis

Keterangan Tabel

1. Vaksin hepatitis B (HB). Vaksin HB pertama (monovalent) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam
setelah lahir dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal
pemberian vaksin HB monovalen adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif,
diberikan vaksin HB dan imunoglobin hepatitis B (HBIg) pada ekstrimitas yang berbeda. Apabila
diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada usia 2,3, dan 4 bulan. Apabila
vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2,4, dan 6 bulan.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 10


2. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan, OPV-0
diberikan saat bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster
diberikan OPV atau IPV. Paling sedikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan
pemberian OPV-3.

3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, optimal usia 2 bulan. Apabila
diberikan pada usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu.

4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin
DTPw atau DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval
mengikuti rekomendasi vaksin tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk usia lebih dari 7 bulan
diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan
booster Td diberikan setiap 10 tahun.

5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan
interval 2 bulan; dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia
lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV
diberikan cukup satu kali.

6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14
minggu (dosis pertama tidak diberikan pada usia ≥ 15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval
minimal 4 minggu. Batas akhir pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan
3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertama tidak diberikan pada usia ≥ 15 minggu),
dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10 minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32
minggu.

7. Vaksin influenza. Vaksin influenza diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulang setiap tahun. Untuk
imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali
dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan
atau lebih, dosis 0,5 mL.

8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan apabila sudah mendapatkan
MMR.

9. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin
MMR/MR diberikan pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum
mendapatkan vaksin campak, maka dapat diberikan vaksin MMR/MR.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 11


10. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk
sekolah dasar. Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal
4 minggu.

11. Vaksin human papilloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen
diberikan tiga kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalent dengan jadwal 0,2,6 bulan.
Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan;
respons antibodi setara dengan 3 dosis.

12. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau
turis yang akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat
diberikan booster 1-2 tahun berikutnya.

13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 12


TERAPI BERMAIN SESUAI USIA

KLASIFIKASI
NO TERAPI BERMAIN PADA ANAK
PERMAINAN
1 Berdasarkan isi a. Bermain afektif sosial (social affective play)
permainan
Permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang
menyenangkan antara anak dan orang lain.
Misalnya, bayi akan mendapat kesenangan dan kepuasan dari
hubungan yang menyenangkan dengan orangtua dan orang lain.
Permainan yang biasa dilakukan adalah “cilukba”, berbicara sambil
tersenyum/tertawa atau sekedar memberikan tangan pada bayi untuk
menggenggamnya tetapi dengan diiringi berbicara sambil tersenyum
dan tertawa.

b. Bermain untuk senang-senang (sense of pleasure play)

Permainan ini menggunakan alat yang bisa menimbulkan rasa senang


pada anak dan biasanya mengasyikkan.
Misalnya dengan menggunakan pasir, anak akan membuat gunung-
gunung atau benda benda apa saja yang dapat dibentuk dengan pasir.
Bisa juga dengan menggunakan air anak akan melakukan bermacam-
macam permainan seperti memindahkan air ke botol, bak atau tempat
lain.

c. Permainan Ketrampilan (skill play)

Permainan ini akan menimbulkan keterampilan anak, khususnya


motorik kasar dan halus.
Misalnya, bayi akan terampil akan memegang benda-benda kecil,
memindahkan benda dari satu tempat ke tempat lain dan anak akan
terampil naik sepeda. Jadi keterampilan tersebut diperoleh melalui
pengulangan kegiatan permainan yang dilakukan.

d. Permainan simbolik atau pura-pura (dramatic play role)

Permainan anak ini yang memainkan peran orang lain melalui


permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang
dewasa.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 13


KLASIFIKASI
NO TERAPI BERMAIN PADA ANAK
PERMAINAN
Misalnya ibu guru, ibu, ayah, kakaknya sebagai yang ingin ia tiru. Apabila
anak bermain dengan temannya, akan terjadi percakapan di antara
mereka tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan ini penting
untuk memproses/mengindentifikasi anak terhadap peran tertentu.

2 Berdasarkan a. Permainan (Games)


jenis permainan
Permainan adalah jenis permainan dengan alat tertentu yang
menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh
anak sendiri atau dengan temannya.
Banyak sekali jenis permainan ini yang dimulai dari sifat tradisional
maupun modern seperti ular tangga, congklak, puzzle dan lain-lain

b. Permainan yang hanya memperhatikan saja (unoccupied behaviour)

Pada saat tertentu anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum,


tertawa, jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau
apa saja yang ada di sekelilingnya. Anak melamun, sibuk dengan
bajunya atau benda lain. Jadi sebenarnya anak tidak memainkan alat
permainan tertentu dan situasi atau objek yang ada di sekelilingnya
yang digunakan sebagai alat permainan. Anak memusatkan perhatian
pada segala sesuatu yang menarik perhatiannya. Peran ini berbeda
dengan onlooker, dimana anak aktif mengamati aktivitas anak lain.

3 Berdasarkan a. Solitary play


karakteristik
sosial Dimulai dari bayi (toddler) dan merupakan jenis permainan sendiri atau
independen walaupun ada orang lain di sekitarnya. Hal ini karena
keterbatasan sosial, keterampilan fisik dan kognitif.

b. Paralel play

Dilakukan oleh suatu kelompok anak balita atau prasekolah yang


masing-masing mempunyai permainan yang sama tetapi satu sama
lainnya tidak ada interaksi dan tidak saling tergantung. Dan
karakteristik khusus pada usia toddler.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 14


KLASIFIKASI
NO TERAPI BERMAIN PADA ANAK
PERMAINAN
c. Associative play

Permainan kelompok dengan tanpa tujuan kelompok. Yang dimulai dari


usia toddler dan dilanjutkan sampai usia prasekolah dan merupakan
permainan dimana anak dalam kelompok dengan aktivitas yang sama
tetapi belum teroganisir secara formal.

d. Cooperative play

Suatu permainan yang teroganisir dalam kelompok, ada tujuan


kelompok dan ada yang memimpin dimulai dari usia pra sekolah.
Permainan ini dilakukan pada usia sekolah dan remaja.

e. Onlooker play

Anak melihat atau mengobservasi permainan orang lain tetapi tidak ikut
bermain, walaupun anak dapat menanyakan permainan itu dan
biasanya dimulai pada usia toddler.

f. Therapeutic play

Merupakan pedoman bagi tenaga tim kesehatan, khususnya untuk


memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis anak selama hospitalisasi.
Dapat membantu mengurangi stres, memberikan instruksi dan
perbaikan kemampuan fisiologis. Permainan dengan menggunakan
alat-alat medik dapat menurunkan kecemasan dan untuk pengajaran
perawatan diri. Pengajaran dengan melalui permainan dan harus
diawasi seperti: menggunakan boneka sebagai alat peraga untuk
melakukan kegiatan bermain seperti memperagakan dan melakukan
gambar-gambar seperti pasang gips, injeksi, memasang infus dan
sebagainya

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 15


IKTERIK NEONATUS

Kulit dan membrane mukosa neonatus menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin
tidak terkonjugasi masuk ke dalam sirkulasi

PENYEBAB

 Penurunan berat badan abnormal (>7-8%) pada bayi baru lahir yang menyusu ASI,
>15% pada bayi cukup bulan)
 Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
 Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
 Usia kurang dari 7 hari
 Keterlambatan pengeluaran feses (meconium)

IKTERUS NEONATUS

KLASIFIKASI GEJALA TINDAKAN


Ikterus berat • Timbul kuning pada hari pertama • Cegah agar gula darah tidak turun
(<24 jam) setelah lahir • Nasihati cara menjaga bayi tetap
ATAU hangat selama perjalanan
• Kuning ditemukan pada umur • Rujuk segera
lebih dari 14 hari
ATAU
• Kuning sampai telapak tangan
atau telapak kaki
Ikterus • Timbul kuning pada umur > 24 • Lakukan asuhan dasar bayi muda
jam sampai dengan umur 14 hari • Menyusu lebih sering
DAN • Nasihati kapan kembali segera
• Kuning tidak sampai telapak • Kunjungan ulang 1 hari
tangan atau kaki

Tidak ada ikterus • Tidak kuning • Lakukan asuhan dasar bayi muda

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 16


MENCEGAH AGAR GULA DARAH TIDAK TURUN
1. Jika bayi masih bisa menyusu:
Ibu diminta tetap menyusui bayinya
2. Jika bayi tidak bisa menyusu, tapi masih bisa menelan:
Beri ASI, perah dengan cangkir kecil atau sendok atauditetesi dengan pipet. Berikan
20-25 ml (10ml/kg) sebelum dirujuk. Jika tidak memungkinkan berikan 20-25 ml
(10ml/kg)air gula atau susu formula
3. Jika bayi tidak bisa menelan:
Berikan 20-25 ml (10ml/kg) ASI perah,atau air gula atau susu formula melalui pipa
lambung

MENASEHATI IBU CARA MENJAGA BAYI TETAP HANGAT SELAMA PERJALANAN


1. Keringkan bayi segera setiap kalibasah terkena air atau air kencing dan tinja bayi
2. Bungkus bayi dengan kain kering dan hangat, beri tutup kepala
3. Lakukan tindakan mempertahankan suhu dengan METODE KANGGURU (tubuh
bayi menempel/kontak langsug dengan ibu)

ASUHAN DASAR BAYI MUDA

1. Mencegah infeksi
2. Memberi ASI saja sesering mungkin
3. Menjaga bayi muda selalu hangat
4. Imunisasi

Sumber MTBS 2015


Tutor Ns.Ulia Rahma,S.Kep

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 17


PENAGANAN PADA IKTERUS NEONATUS
a. Fototerapi

Fototerapi bertujuan untuk mengurangi kadar bilirubin darah yang tidak normal
dan mengurangi ikterus pada tubuh bayi. Fototerapi dianjurkan apabila kadar
bilirubin serum total > 12 mg/dl pada neonatus usia 25-48 jam pasca lahir, dan
wajib dilaksanakan apabila kadar bilirubin serum total 15 mg/dl.

b. Transfusi tukar

Transfusi tukar atau exchange transfusion merupakan tindakan untuk mengatasi


ikterik pada bayi dengan cara pertukaran darah atau komponen darah pasien
dengan produk darah pendonor. Transfusi tukar dianjurkan apabila fototerapi
yang sudah dilaksanakan selama 2 x 24 jam tidak dapat menurunkan kadar
bilirubin serum total menjadi kurang dari 20 mg/dl.

c. Pemberian ASI eksklusif

ASI mengandung Beta Glukoronidaseakan memecah bilirubin menjadi bentuk


yang larut dalam lemak, sehingga bilirubin indirek akan meningkat dan kemudian
akan diresorbsi oleh usus. Kegiatan pemberian ASI eksklusif sebanyak 8-12 kali
sehari.

d. Terapi sinar matahari

Sinar biru yang terkandung dalam sinar matahari akan merubah bilirubin menjadi
fotoisomer yang larut dalam air, sehingga bilirubin akan dapat dikeluarkan melalui
saluran pencernaan tanpa melaui proses konjugasi sehingga warna kuning pada
lapisan mukosa, kulit dan sklera bayi akan berkurang. Waktu penjemuran dibawah
sinar matahari yang efektif adalah selama 30 menit.

e. Pemberian cairan/nutrisi

Pemberian nutrisi yang adekuat terutama ASI sangat penting pada pelaksanaan
ikterus neonatus. Pada ikterus perlu diberikan manajemen ASI yang benar.
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan tanpa diberikan apa-apa selain ASI.
Pemberian ASI eksklusif akan berhasil bila terdapat perlekatan yang erat dengan
menyusui bayi segera setelah lahir, sering menyusui dan memerah ASI

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 18


Sumber:

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2018. Air Susu Ibu dan Ikterus. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-
susu-ibu-dan-ikteru

Mathindas, Stevry dkk. 2018. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Jurnal Biomedik, Volume 5, Nomor 1

Mulyati dkk. 2019. Analisis Asuhan Keperawatan pada Pasien Neonatus dengan Hiperbilirubinemia di RSUD
PROF. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. The 10th University Research Colloqium 2019.

Yuliawati, Fatma dkk. 2018. Studi Komparatif Kadar Bilirubin Pada Bayi Baru Lahir dengan Fototerapi yang
Diberikan ASI Esklusif dan Non Esklusif di RST Malang. Nursing News Volume 3, Nomor 1, 2018

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 19

Anda mungkin juga menyukai