CAMPAK
KLASIFIKASI GEJALA TINDAKAN
Campak dengan
komplikasi berat*
Ada tanda bahaya umum
• Beri vitamin A dosis pengobatan
ATAU
• Beri dosis pertama antibiotik yang sesuai
Adanya kekeruhan pada
• Jika ada kekeruhan pada kornea atau nanah
*Komplikasi penting lain kornea mata
pada mata berikan salep mata tetrasiklin
dari campak, pneumonia, ATAU
• Jika demam tinggi (≥ 38,5° C) beri dosis
stridor, diare, infeksi Ada luka di mulut yang dalam
pertama parasetamol
telinga, dan gizi buruk atau luas
• RUJUK SEGERA
Ada tanda tanda syok/gelisah • Jika ada syok, beri Oksigen 2 – 4 Lpm dan
ATAU beri segera cairan intravena sesuai petunjuk
Muntah bercampur darah/seperti • Jika tidak ada syok tapi sering muntah atau
kopi malas minum, beri cairan infus Ringer
ATAU laktat/Ringer Asetat, jumlah cairan rumatan
Demam Berdarah Berak berwarna hitam • Jika tidak ada syok, tidak muntah dan
Dengue (DBD) ATAU masih mau minum, beri oralit atau cairan
Perdarahan dari hidung atau gusi lain sebanyak mungkin dalam perjalanan ke
ATAU rumah sakit
Bintik-bintik perdarahan di kulit • Beri dosis pertama parasetamol, jika
(petekie) dan uji torniket positif demam tinggi (≥ 38,5 ° C), tidak boleh
ATAU golongan salisilat dan ibuprofen
Sering muntah • RUJUK SEGERA
Demam mendadak tinggi dan terus • Beri dosis pertama parasetamol, jika
menerus demam tinggi (≥ 38,5 ° C), tidak boleh
ATAU golongan salisilat dan ibuprofen
Mungkin DBD Nyeri ulu hati atau gelisah • Nasihati untuk lebih banyak minum:
ATAU oralit/cairan lain.
Bintik-bintik perdarahan di kulit • Nasihati kapan kembali segera
dan uji torniket (-) • Kunjungan ulang 1 hari jika tetap demam
• Obati penyebab lain dari demam
• Beri dosis pertama parasetamol, jika
Demam Mungkin
Tidak ada satupun gejala di atas demam tinggi (≥ 38,5 ° C), tidak boleh
Bukan DBD golongan salisilat dan ibuprofen
• Nasihati kapan kembali segera
• Kunjungan ulang 2 hari jika tetap demam
Diare > 14 hari dan terdapat darah dalam tinja maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Gizi buruk • Tampak sangat kurus • Beri dosis pertama antibiotik yang sesuai
dengan ATAU • Tangani anak untuk mencegah turunnya kadar
komplikasi • Edema pada kedua kaki gula darah
ATAU • Hangatkan badan
• BB/PB: < - 3 SD ATAU LILA < • RUJUK SEGERA
11,5 cm, DAN salah satu dari:
- Adanya tanda bahaya umum
- Adanya klasifikasi berat
- Adanya masalah pemberian
ASI
Gizi buruk tanpa • Tampak sangat kurus • Beri antibiotik yang sesuai selama 5 hari
komplikasi • Edema minimal (kedua • Tangani anak untuk mencegah turunnya kadar
punggung tangan/kaki) atau gula darah
tidak tampak edema • Hangatkan badan
• BB/PB: < - 3 SD ATAU LILA < • berikan makanan sesuai kebutuhan anak yaitu
11,5 cm DAN tidak ada 150-220 kkal/kg/BB/hr, dan protein 4-6
komplikasi medis. g/kg/BB/hr
• Lakukan pemeriksaan adanya penyakit penyerta
seperti TB, malaria, HIV dan cacingan.
• Nasihati kapan kembali segera
• Kunjungan ulang 7 hari
Gizi kurang BB/PB: ≥ - 3 SD - < - 2 SD • Lakukan penilaian pemberian makan pada anak.
Bila ada masalah pemberian makan, kunjungan
ATAU ulang 7 hari
• Lakukan penilaian kemungkinan infeksi TB
LILA antara 11,5 cm - < 12,5 cm.
• Kunjungan ulang 30 hari
Gizi baik BB/PB: 2 SD - + 2 SD • Jika anak berumur kurang dari 2 tahun, lakukan
ATAU penilaian pemberian makan pada anak. Bila ada
LILA ≥ 12,5 cm. masalah pemberian makan, kunjungan ulang 7
hari
JENIS RUTE/CARA
USIA LOKASI PEMBERIAN DOSIS
IMUNISASI PEMBERIAN
Anterolateral paha
0 – 7 hari HB 0 Intramuskular 0,5 cc
atas
Daerah endemis
Keterangan Tabel
1. Vaksin hepatitis B (HB). Vaksin HB pertama (monovalent) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam
setelah lahir dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal
pemberian vaksin HB monovalen adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif,
diberikan vaksin HB dan imunoglobin hepatitis B (HBIg) pada ekstrimitas yang berbeda. Apabila
diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada usia 2,3, dan 4 bulan. Apabila
vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2,4, dan 6 bulan.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, optimal usia 2 bulan. Apabila
diberikan pada usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin
DTPw atau DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval
mengikuti rekomendasi vaksin tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk usia lebih dari 7 bulan
diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan
booster Td diberikan setiap 10 tahun.
5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan
interval 2 bulan; dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia
lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV
diberikan cukup satu kali.
6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14
minggu (dosis pertama tidak diberikan pada usia ≥ 15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval
minimal 4 minggu. Batas akhir pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan
3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertama tidak diberikan pada usia ≥ 15 minggu),
dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10 minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32
minggu.
7. Vaksin influenza. Vaksin influenza diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulang setiap tahun. Untuk
imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali
dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan
atau lebih, dosis 0,5 mL.
8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan apabila sudah mendapatkan
MMR.
9. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin
MMR/MR diberikan pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum
mendapatkan vaksin campak, maka dapat diberikan vaksin MMR/MR.
11. Vaksin human papilloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen
diberikan tiga kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalent dengan jadwal 0,2,6 bulan.
Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan;
respons antibodi setara dengan 3 dosis.
12. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau
turis yang akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat
diberikan booster 1-2 tahun berikutnya.
13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.
KLASIFIKASI
NO TERAPI BERMAIN PADA ANAK
PERMAINAN
1 Berdasarkan isi a. Bermain afektif sosial (social affective play)
permainan
Permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang
menyenangkan antara anak dan orang lain.
Misalnya, bayi akan mendapat kesenangan dan kepuasan dari
hubungan yang menyenangkan dengan orangtua dan orang lain.
Permainan yang biasa dilakukan adalah “cilukba”, berbicara sambil
tersenyum/tertawa atau sekedar memberikan tangan pada bayi untuk
menggenggamnya tetapi dengan diiringi berbicara sambil tersenyum
dan tertawa.
b. Paralel play
d. Cooperative play
e. Onlooker play
Anak melihat atau mengobservasi permainan orang lain tetapi tidak ikut
bermain, walaupun anak dapat menanyakan permainan itu dan
biasanya dimulai pada usia toddler.
f. Therapeutic play
Kulit dan membrane mukosa neonatus menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin
tidak terkonjugasi masuk ke dalam sirkulasi
PENYEBAB
Penurunan berat badan abnormal (>7-8%) pada bayi baru lahir yang menyusu ASI,
>15% pada bayi cukup bulan)
Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
Usia kurang dari 7 hari
Keterlambatan pengeluaran feses (meconium)
IKTERUS NEONATUS
Tidak ada ikterus • Tidak kuning • Lakukan asuhan dasar bayi muda
1. Mencegah infeksi
2. Memberi ASI saja sesering mungkin
3. Menjaga bayi muda selalu hangat
4. Imunisasi
Fototerapi bertujuan untuk mengurangi kadar bilirubin darah yang tidak normal
dan mengurangi ikterus pada tubuh bayi. Fototerapi dianjurkan apabila kadar
bilirubin serum total > 12 mg/dl pada neonatus usia 25-48 jam pasca lahir, dan
wajib dilaksanakan apabila kadar bilirubin serum total 15 mg/dl.
b. Transfusi tukar
Sinar biru yang terkandung dalam sinar matahari akan merubah bilirubin menjadi
fotoisomer yang larut dalam air, sehingga bilirubin akan dapat dikeluarkan melalui
saluran pencernaan tanpa melaui proses konjugasi sehingga warna kuning pada
lapisan mukosa, kulit dan sklera bayi akan berkurang. Waktu penjemuran dibawah
sinar matahari yang efektif adalah selama 30 menit.
e. Pemberian cairan/nutrisi
Pemberian nutrisi yang adekuat terutama ASI sangat penting pada pelaksanaan
ikterus neonatus. Pada ikterus perlu diberikan manajemen ASI yang benar.
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan tanpa diberikan apa-apa selain ASI.
Pemberian ASI eksklusif akan berhasil bila terdapat perlekatan yang erat dengan
menyusui bayi segera setelah lahir, sering menyusui dan memerah ASI
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2018. Air Susu Ibu dan Ikterus. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-
susu-ibu-dan-ikteru
Mathindas, Stevry dkk. 2018. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Jurnal Biomedik, Volume 5, Nomor 1
Mulyati dkk. 2019. Analisis Asuhan Keperawatan pada Pasien Neonatus dengan Hiperbilirubinemia di RSUD
PROF. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. The 10th University Research Colloqium 2019.
Yuliawati, Fatma dkk. 2018. Studi Komparatif Kadar Bilirubin Pada Bayi Baru Lahir dengan Fototerapi yang
Diberikan ASI Esklusif dan Non Esklusif di RST Malang. Nursing News Volume 3, Nomor 1, 2018