Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIK PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN JIWA

DI RW 005, RT 001 KELURAHAN AGROWISATA


KECAMATAN RUMBAI
PROVINSI RIAU

PRESEPTEE
REZA SRI MULFIA
NIM : 16.30.100.41

PERSEPTOR AKADEMIK
Ns. EMULYANI, M.Kep.

MASA PERAKTIK
15 APRIL-27 APRIL 2019

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKes PAYUNG NEGERI

PEKANBARU
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
COMMUNITY MENTAL HEALTH NURSING (CMHN)

A. Defenisi CMHN
Comunity Mental Health Nursing adalah upaya untuk mewujudkan
pelayanan kesehatan jiwa dengan tujuan pasien yang tidak tertangani di
masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang lebih baik. CMHN adalah
pelayanan keperawatan yang komprehensif, holistik, dan paripurna, berfokus
pada masyarakat yang sehat jiwa, rentang terhadap stres dan dalam tahap
pemulihan serta pencegahan kekambuhan. CMHN merupakan salah satu
strategi berupa program peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang
diberikan kepada petugas kesehatan melalui pelatihan dalam rangka upaya
membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan jiwa akibat dampak
tsunami, gempa maupun bencana lainnya. Pelatihan yang dilakukan terdiri
dari tiga tahapan yaitu Basic, Intermediate dan Advance Nursing Training.
Sejalan dengan perkembangan ilmu kesehatan jiwa maka perawat CMHN
perlu dibekali pengetahuan dan kemampuan untuk menstimulasi
perkembangan individu di masyarakat maupun mengantisipasi dan mengatasi
penyimpangan yang menyertai perkembangan psikososial individu di
masyarakat. Perawat CMHN sebagai tenaga kesehatan yang bekerja
dimasyarakat dan bersama masyarakat harus mempunyai kemampuan
melibatkan peran serta masyarakat terutama tokoh masyarakat dengan cara
melatih para tokoh masyarakat untuk menjadi kader kesehatan jiwa (Depkes,
2006).
B. Fungsi CMHN
Adapun tugas dan fungsi dari perawat/petugas CMHN meliputi :
1. Perencanaan Pelayanan Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas
Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan
secara matang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa mendatang dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan (Siagian, 1990 dalam
Keliat et. al, 2006). Perencanaan dapat juga diartikan sebagai suatu
rencana kegiatan tentang apa yang harus dilakukan, bagaimana kegiatan
itu dilaksanakan dan dimana kegiatan itu dilakukan. Perencanaan yang
matang akan memberi petunjuk dan mempermudah dalam melaksanakan
suatu kegiatan. Tanpa perencanaan kegiatan akan menjadi tidak terarah
sehingga hasilnya tidak akan sesuai dengan yang diinginkan. Jenis
perencanaan terdiri dari rencana jangka pendek, menengah dan panjang.
Perencanaan jangka panjang disebut juga perencanaan strategis yang
disusun untuk 3 sampai 10 tahun. Perencanaan jangka menengah dibuat
dan berlaku 1 sampai 5 tahun sedangkan perencanaan jangka pendek
dibuat 1 jam sampai dengan satu tahun (Marquia & Houston, 1998 dalam
Depkes, 2006). Kegiatan perencanaan yang akan digunakan dipelayanan
keperawatan kesehatan jiwa komunitas meliputi perumusan visi, misi,
filosofi dan kebijakan. Untuk jenis perencanaan yang diterapkan adalah
perencanaan jangka pendek yang meliputi rencana kegiatan tahunan dan
bulanan. Perencanaan di pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas
adalah perencanaan kegiatan yang akan dilakukan oleh perawat
supervisor, perawat CMHN di puskesmas dan kader kesehatan jiwa.
Rencana jangka pendek yang diterapkan pada pelayanan keperawatan
kesehatan jiwa komunitas terdiri dari rencana bulanan dan tahunan (Keliat
et.al, 2006).
a. Rencana bulanan perawat CMHN
Rencana bulanan adalah kegiatan yang akan dilaksanankan
oleh perawat CMHN dan kader dalam waktu satu bulan. Rencana
bulanan perawat meliputi dua aspek, yaitu:
1. Kegiatan manajerial
Contoh kegiatan : supervisi kader, rapat/pertemuan
2. Kegiatan asuhan keperawatan
Asuhan keperawatan pada pasien dan keluarga, yang terdiri dari :
a) Pendidikan kesehatan bagi kelompok masyarakat yang sehat,
kelompok yang berisiko masalah psikososial dan kelompok
keluarga pasien gangguan jiwa.
b) Asuhan keperawatan masalah psikososial
c) Asuhan keperawatan risiko masalah psikososial
d) Asuhan keperawatan gangguan jiwa
e) Kegiatan terapi aktifitas kelompok dan rehabilitasi untuk
kelompok pasien yang mengalami gangguan jiwa.
b. Rencana tahunan perawat CMHN
Setiap akhir tahun perawat melakukan evaluasi hasil kegiatan
dalam satu tahun yang dijadikan sebagai acuan rencana tindak lanjut
serta penyusunan rencana tahun berikutna. Rencana kegiatan tahunan
mencakup :
1. Menyusun laporan tahunan yang berisi tentang kinerja pelayanan
keperawatan kesehatan jiwa komunitas berupa kegiatan yang
dilaksanakan dan hasil evaluasi (wilayah kerja puskesmas dan
Desa Siaga Sehat Jiwa).
2. Penyegaran terkait dengan materi pelayanan keperawatan
kesehatan jiwa komunitas khusus kegiatan yang masih rendah
pencapaiannya. Ini bertujuan untuk memantapkan hal-hal yang
masih rendah.
3. Pengembangan SDM (perawat CMHN dan kader kesehatan jiwa)
dalam bentuk rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan formal
dan informal.
2. Pengorganisasian Pelayanan Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas
Pengorganisasian adalah pengelompokkan aktivitas untuk
mencapai suatu tujuan, penugasan suatu kelompok tenaga keperawatan
untuk pengkoordinasian aktivitas yang tepat baik vertikal maupun
horizontal, yang bertanggung jawab (Keliat et.al, 2006). Pengorganisasian
kegiatan dan tenaga dalam pelayanan kesehatan jiwa komunitas
menggunakan pendekatan lintas sektoral dan lintas program. Setiap
perawat CMHN di puskesmas bertanggung jawab terhadap sejumlah desa
yang menjadi area binaan. Desa siaga sehat jiwa dipimpin oleh perawat
CMHN puskesmas yang bertanggung jawab terhadap dua desa atau lebih.
Tokoh masyarakat didesa berperan sebagai penasehat atau pelindung kader
kesehatan jiwa. Beberapa kader kesehatan jiwa bertanggung jawab
terhadap masing-masing dusun yang melakukan kegiatan desa siaga sehat
jiwa. Mekanisme pelaksanaan pengorganisasian desa siaga sehat jiwa
adalah :
a. Wilayah kerja puskesmas dibagi dua untuk 2 orang perawat CMHN.
Misalnya ada 20 desa maka masing-masing perawat bertanggung
jawab pada 10 desa.
b. Perawat CMHN bersama tokoh masyarakat menetapkan satu desa
untuk dikembangkan menjadi desa siaga sehat jiwa.
c. Perawat CMHN bersama tokoh masyarakat pada tingkat desa
menetapkan calon kader kesehatan jiwa pada tingkat dusun. Tiap
dusun minimal 2 kader kesehatan jiwa. Pengelompokkan keluarga
pada desa siaga sehat jiwa berdasarkan asuhan keperawatan yang
diberikan yaitu asuhan keperawatan diberikan kepada keluarga yang
sehat, risiko dan gangguan. Keluarga yang sehat dikelompokkan dalam
usia:
1) Keluarga dengan bayi 0-18 bulan
2) Keluarga dengan kanak-kanak 18-36 bulan
3) Keluarga dengan pra sekolah 3-6 tahun
4) Keluarga dengan anak sekolah 6-12 tahun
5) Keluarga dengan remaja 12-18 tahun
6) Keluarga dengan dewasa muda 18-25 tahun
7) Keluarga dengan dewasa 25-65 tahun
8) Keluarga dengan lansia > 65 tahun
3. Pengarahan Pelayanan Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas
Pengarahan adalah langkah ketiga dari fungsi manajemen yaitu
pelaksanaan perencanaan kegiatan dalam bentuk tindakan untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam pengarahan
pekerjaan diuraikan dengan jelas dalam bentuk tugas yang harus
dilaksanakan. Untuk memaksimalkan pelaksanaan pekerjaan diperlukan
iklim kerja yang menyenangkan, pengelolaan waktu secara efisien,
keterampilan komunikasi yang baik, pengelolaan konflik, memfasilitasi
kolaborasi, melaksanakan pendelegasian dan supervisi, melakukan
negosiasi dan advokasi lintas program dan sektor (Keliat et.al, 2006).
Kegiatan pengarahan yang akan dilaksanakan pada pelayanan keperawatan
kesehatan jiwa komunitas adalah menciptakan budaya motivasi,
menerapkan manajemen waktu, melaksanakan pendelegasian,
melaksanakan supervisi dan komunikasi yang efektif, melakukan
manajemen konflik.
C. Dasar pembentukan CMHN
Konflik berkepanjangan disertai bencana tsunami dan gempa bumi
tanggal 26 desember 2004 di Nangroe Aceh Darussalam ( NAD ) telah
berlalu, namun dampaknya masih sangat dirasakan oleh semua masyarakat
dengan berbagai kondisi. Dampak tersebut dapat berupa kehilangan sanak
saudara, kehilangan harta benda, kerusakan lingkungan, dan sebagainya.
Semua ini dapat menimbulkan berbagai masalah psikososial seperti
ketakutan, kehilangan, trauma paska bencana, bahkan timbul masalah
kesehatan jiwa yang lebih berat seperti depresi, perilaku kekerasan atau
gangguan jiwa lainnya. Kondisi-kondisi seperti ini penanganan yang cepat,
tepat dan akurat. Untuk menangani masalah tersebut perlu dipikirkan serta
pelayanan, sumber daya manusia, kompetensi, maupun biayanya. Saat ini
sarana pelayanan keperawatan jiwa yang ada di NAD adalah Badan
Pelayanan Keperawatan Jiwa ( BPKJ ) dengan bed occupation rate ( BOR )
130%, sumber daya manusia yang kurang dan anggaran yang juga tidsak
memadai. Oleh karena itu perlu ada strategi lain untuk memberikan pelayanan
keperawatan kesehatan jiwa kepada masyarakat dengan menggunakan
pendekatan Comunity Mental Health Nursing (CMHN ) / Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas ( KKJK ). KKJK merupakan salah satu upaya
yang digunakan untuk membantu masyarakat menyelesaikan masalah-
masalah kesehatan jiwa akibat dampak konflik, tsunami, gempa maupun
bencana lainnya.
D. Program CMHN
Membentuk desa siaga sehat jiwa, yaitu:
a. Pendidikan kesehatn jiwa untuk masyarakat sehat
b. Pendidikan kesehatan jiwa untuk resiko masalah psikososial
c. Resiko jiwa untuk mengalami gangguan jiwa
d. Terapi aktivitas bagi pasien gangguan jiwa mandiri
e. Rehabilitasi bagi pasien gangguan jiwa mandiri
f. Askep bagi keluarga pasien gangguan jiwa
E. Tujuan CMHN
1. Tujuan umum :
Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa bagi masyarakat
sehingga tercapai kesehatan jiwa masyarakat secara optimal.
2. Tujuan khusus :
a. Menjelaskan konsep keperawatan kesehatan jiwa komunitas
b. Menerapkan komunikasi terapeutik dalam memberikan pelayanan /
asuhan keperawatan jiwa
c. Menjelaskan peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa dalam
memberikan pelayanan keperawatan
d. Bekerjasama dengan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan
keperawatan sesuai dengan peran dan fungsinya
e. Menerapkan konsep pengorganisasian masyarakat dalam memberikan
pelayanan keperawatan kesehatan jiwa
f. Memberikan asuhan keperawatan pada anak dan remaja dengan
gangguan jiwa : depresi dan perilaku kekerasan
g. Memberikan asuhan keperawatan pada usia dewasa yang gangguan
jiwa dengan masalah : harga diri rendah, perilaku kekerasan, resiko
bunuh diri, isolasi diri, halusinasi, waham dan defisit perawatan diri
h. Memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan jiwa :
depresi dan demensia
i. Mendokumentasikan asuhan keperawatan jiwa komunitas
F. Kegiatan CMHN
1. Permainan : Ayam-bebek
1) Ayam 3x. Mengepak-ngepakkan tangan 3x
2) Bebek. Mengegolkan panggul pinggang dan pantat 1x
3) Bebek. 3x Mengegolkan panggul pinggang dan pantat 3x
4) Ayam. Mengepak –ngepakkan tangan 1x
5) Ayam mematok bebek. Mengepakkan tangan; kelima jari dari kedua
tangan dipertemukan di depan dada (membuat gerakan saling
mematok); mengegolkan panggul pinggang dan pantat
6) Bebek mematok ayam Mengegolkan panggul pinggang dan pantat,
kelima jari kedua tangan dipertemukan didepan dada ( membuat
gerakan saling mematok) mengepakkan tangan.
7) Ayam bebek patok- patokan Mengepakkan tangan; kelima jari dari
kedua tangan dipertemukan di depan dada ( membuat gerakan saling
mematok)
2. Senam lansia
Lakukan hal ini disaat peserta sudah mulai jenuh dan
konsentrasinya mulai menurun.
3. Seven gun (untuk melatih konsentrasi)
Peserta diminta untuk berhitung, misal 123......dst, jika sampai
pada hitungan yang ada angka tujuh dan kelipatan tujuh, peserta tidak
boleh menyebutkan angka tetapi menembak dengan mengatakan
“dor.....dor...” . Contoh: 123456 , dor....dor.... begitu seterusnya.
G. Kerjasama Lintas Sektor dan Lintas Program
a. Lintas sektor
1) Kepala puskesmas
2) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
3) Dinas Kesehatan Provinsi
4) Departemen Kesehatan
b. Lintas Program
1) DPRD
2) BAPEDA
3) Dinas Sosial
4) Dinas Agama
5) Pemuka Masyarakat

H. Lokasi CMHN
Tempat yang dapat diadakan CMHN adalah tempat yang terkena
dampak bencana atau konflik.
I. Asuhan Keperawatan
Menurut Keliat et.al (2006), salah satu pilar praktek keperawatan
kesehatan jiwa komunitas adalah pelayanan keperawatan dengan
menggunakan pendekatan asuhan keperawatan kesehatan jiwa komunitas.
Asuhan keperawatan yang baik sangat dibutuhkan dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan komunitas secara
sistematis dan terorganisir. Dalam rangka mengaplikasikan konsep
keperawatan kesehatan jiwa komunitas digunakan pendekatan proses
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
Pendekatan yang digunakan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi :
1. Pengkajian
Pengkajian awal dilakukan dengan menggunakan pengkajian 2
menit berdasarkan keluhan pasien. Setelah ditemukan tanda-tanda yang
menonjol yang mendukung adanya gangguan jiwa maka pengkajian
dilanjutkan dengan menggunakan format pengkajian kesehatan jiwa. Data
yang dikumpulkan mencakup keluhan utama, riwayat kesehatan jiwa,
pengkajian psikososial dan pengkajian status mental. Teknik pengumpulan
data dapat dilakukan melalui wawancara dengan pasien dan keluarga,
pengamatan langsung terhadap kondisi pasien serta melalui pemeriksaan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat dirumuskan berdasarkan hasil
pengkajian, baik masalah yang bersifat aktual (gangguan kesehatan jiwa)
maupun yang berisiko mengalami gangguan jiwa. Adapun diagnosa
keperawatan yang diidentifikasi penting untuk pasca bencana adalah :
a. Masalah kesehatan jiwa pada anak/remaja :
1) Depresi
2) Perilaku kekerasan
b. Masalah kesehatan jiwa pada usia dewasa :
1) Harga diri rendah
2) Perilaku kekerasan
3) Risiko bunuh diri
4) Isolasi sosial
5) Gangguan persepsi sensori : halusinasi
6) Gangguan proses pikiran waham
7) Defisit perawatan diri
c. Masalah kesehatan jiwa pada lansia :
1) Demensia
2) Depresi
3. Perencanaan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan disesuaikan dengan standar asuhan
keperawatan kesehatan jiwa yang mencakup tindakan psikoterapeutik
yaitu penggunaan berbagai teknik komunikasi terapeutik dalam membina
hubungan dengan pasien, pendidikan kesehatan tentang prinsip-prinsip
kesehatan jiwa dan gangguan jiwa; perawatan mandiri (aktivitas
kehidupan sehari-hari) meliputi
1) kebersihan diri, makan dan minum, buang air besar dan buang air
kecil;
2) terapi modalitas seperti terapi aktivitas kelompok, terapi lingkungan
dan terapi keluarga;
3) tindakan kolaborasi (pemberian obat-obatan dan monitor efek
samping).
Dalam menyusun rencana tindakan harus dipertimbangkan bahwa
untuk mengatasi satu diagnose keperawatan diperlukan beberapa kali
pertemuan hingga tercapai kemampuan yang diharapkan baik untuk pasien
maupun keluarga. Rencana tindakan keperawatan ditujukan pada individu,
keluarga, kelompok dan komunitas.
1) Pada tingkat individu difokuskan pada peningkatan keterampilan
dalam ADL dan keterampilan koping adaptif dalam mengatasi
masalah.
2) Pada tingkat keluarga difokuskan pada pemberdayaan keluarga dalam
merawat pasien dan mensosialisasikan pasien dengan lingkungan.
3) Pada tingkat kelompok difokuskan pada kegiatan kelompok dalam
rangka sosialisasi agar pasien mampu beradaptasi dengan lingkungan.
4) Pada tingkat komunitas difokuskan pada peningkatan kesadaran
masyarakat tentang kesehatan jiwa dan gangguan jiwa, menggerakkan
sumber-sumber yang ada dimasyarakat yang dapat dimanfaatkan oleh
pasien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. e.d. Hubungan motivasi internal dan eksternal dengan kinerja


petugas CMHN.Universitas SumateraUtara (USU).
Khasanah, Arifah Nur. (2011). Tutor Community Mental Health Nursing
(CMHN). Arifah Territoire. Diakses pada tanggal 24 May 2012 dari
UI, Fikep dan WHO. Modul basic course Comunity Mental Health Nursing.
Jakarta : Universitas Indonesia
LAPORAN PENDAHULUAN
ANSIETAS

A. Definisi
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh
situasi (Videbeck, 2008). Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi
tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan
secara interpersonal (Suliswati, 2005). Ansietas adalah suatu kekhawatiran
yang berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala sumatif, yang
menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau
penderitaan yang jelas bagi pasien (Mansjoer, 1999).
Menurut Stuart dan Laraia (2005) aspek positif dari individu
berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak maju perkembangan dan
pengalaman mengatasi kecemasan.
B. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan
dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan
dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau
situasional.
2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan
baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan
dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu
berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil
keputusan yang berdampak terhadap ego.
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri
individu.
6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress
akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang
dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam
keluarga.
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi
respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi
kecemasannya.
8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan
yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan
neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol
aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan
kecemasan.
C. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor
presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas
fisik yang meliputi :
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem
imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya :
hamil).
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah
dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman
terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
D. Tanda dan Gejala
Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami
ansietas (Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut :
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaranberdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguanperkemihan,sakit kepala dansebagainya. 
E. Tingkatan Ansietas
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek
membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang
dialami, dan seberapa baikindividu melakukan koping terhadap
ansietas.Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat
kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan
membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan
masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai
berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot ringan
- Sadar akan lingkungan
- Rileks atau sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
b. Respon kognitif
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
c. Respons emosional
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas menyendiri
- Terstimulasi 
- Tenang
2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada
sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai
berikut:
a. Respon fisik :
- Ketegangan otot sedang
- Tanda-tanda vital meningkat
- Pupil dilatasi, mulai berkeringat
- Sering mondar-mandir, memukul tangan
- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi menurun
- Tidak perhatian secara selektif
- Fokus terhadap stimulus meningkat
- Rentang perhatian menurun
- Penyelesaian masalah menurun
- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c. Respons emosional
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
- Kepercayaan diri goyah
- Tidak sabar
3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respons takut dan distress.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai
berikut :
a. Respons fisik
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat meningkat
- Bicara cepat, nada suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
- Rahang menegang, mengertakan gigi
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
c. Respons emosional
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas
4. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena
hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun
dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
- Flight, fight, atau freeze
- Ketegangan otot sangat berat
- Agitasi motorik kasar
- Pupil dilatasi
- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
- Tidak dapat tidur
- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
- Wajah menyeringai, mulut ternganga
b. Respons kognitif
- Persepsi sangat sempit
- Pikiran tidak logis, terganggu
- Kepribadian kacau
- Tidak dapat menyelesaikan masalah
- Fokus pada pikiran sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami stimulus eksternal
- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi.
c. Respon emosional
- Merasa terbebani
- Merasa tidak mampu, tidak berdaya
- Lepas kendali
- Mengamuk, putus asa
- Marah, sangat takut
- Mengharapkan hasil yang buruk
- Kaget, takut
- Lelah
F. Sumber Koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan
menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari
sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah
aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya
yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu
dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).
G. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi
merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau
tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi,
mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola
koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan
adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok,
olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada
orang lain (Suliswati, 2005). Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan
sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati
(2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan
yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba
menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif
ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi
kebutuhan.
a Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan.
b Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik
untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
c Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek
kebutuhan personal seseorang. 
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak
selalu sukses dalam mengatasi masalah.Mekanisme ini seringkali
digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan
ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah
secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu
apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme
pertahanan klien.
b Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa
pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
c Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan
kesehatan klien.
d Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
H. Pohon Masalah

RESIKO MASALAH PSIKOSOSIAL


ANSIETAS/KECEMASAN
KOPING INDIVIDU TIDAK EFEKTIF

STRESSOR

PRISTIWA TRAUMATIK

I. Penatalaksanaan Ansietas
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap
pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat
holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik,
psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b Tidur yang cukup.
c Cukup olahraga.
d Tidak merokok.
e Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan
memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan
neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak
(limbic system).Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti
cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam,
lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala
ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan.Untuk
menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-
obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan
diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila
dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali
(re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat
stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak
mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami
kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga
dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya
dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem
kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
DAFTAR PUSTAKA

Gunarsa, Singgih D. 1995.Psikologi Keperawatan. Jakarta: PT. BPK Gunung


Mulia.
Hawari, D. 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi.Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Mansjoer, A. 1999.Kapita Selekta Kedokteran. 3rd ed. Jilid 1.Jakarta : Penerbit
Aesculapius Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. 5th
ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nurjannah, I. 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen.
Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-
Klien.Yogyakarta : Penerbit MocoMedia.
Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Viedebeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. 7th ed.
Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC.
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai